MODUL I: OPTIKA GEOMETRIS Mata Kuliah : OPTIK Pokok Bahasan : Optika Geometri Sub Pokok Bahasan : Cermin, Lensa dan Dispersi Semester/SKS : Empat (4)/ 3 sks I. Indikator Pembelajaran 1. Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. 2. Menjelaskan hukum pemantulan cahaya. 3. Menyebutkan sinar-sinar istimewa pada cermin. 4. Menentukan posisi benda agar menghasilkan bayangan yang jelas untuk cermin. 5. Menganalisis pembentukan bayangan oleh cermin. 6. Menentukan jarak fokus cermin. 7. Menjelaskan grafik hubungan antara (S.S’) terhadap (S+S’) pada cermin 8. Menjelaskan hukum pembiasan (hukum Snellius). 9. Membedakan macam-macam bentuk lensa. 10. Menyebutkan sinar-sinar istimewa pada lensa. 11. Menentukan posisi benda agar menghasilkan bayangan yang jelas untuk pembiasan pada lensa. 12. Menganalisis pembentukan bayangan pada lensa. 13. Menentukan jarak fokus lensa. 14. Menjelaskan grafik hubungan antara (S.S’) terhadap (S+S’) pada lensa. 15. Menentukan daya atau kekuatan lensa. 16. Mendeskripsikan hubungan antara kekuatan lensa dan jarak fokus lensa. 17. Menentukan jarak fokus lensa gabungan. 18. Menjelaskan proses terjadinya dispersi cahaya. 19. Mengukur sudut deviasi minimum prisma. 20. Menentukan sudut deviasi minimum prisma. II. Materi Pembelajaran PEMANTULAN CAHAYA A. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Datar Cahaya yang dipantulkan oleh setiap permukaan yang memisahkan dua zat yang berlainan indeks biasnya, sering dikehendaki agar bagian cahaya yang dipantulkan sebanyak mungkin. Dengan membuat permukaannya dari logam yang sangat mengkilap, atau dengan melapisi permukaan yang sudah halus dengan lapisan metal, bagian cahaya yang dipantulkan dapat dibuat mendekati 100%. Permukaan licin yang sangat tinggi daya pantulnya disebut cermin. θ θ Pθ B h V θ P’ s’ s Gambar 1 Pemantulan yang terjadi pada permukaan datar Gambar 1 memperlihatkan dua sinar yang dipancarkan dari titik yang terletak pada jarak s yang disebut titik benda dan s jarak benda. Sinar PV jatuh tegak lurus pada cermin dan kembali lagi menempuh jejaknya semula. Sinar PB, yang membentuk sembarang sudut u dengan PV mengenai cermin dengan sudut datang θ = u, lalu memantul dengan sudut r = θ = u’. Jika sinar-sinar yang memantul diperpanjang dengan garis putus-putus, maka garis-garis itu akan berpotongan di P’ sejauh s’ disebelah kanan cermin. Sudut u’ sama dengan sudut r dan karena itu sama dengan sudut u. Misalkan h adalah jarak VB, kemudian dari segitiga PBV dan P’BV diperoleh: tan u h s dan tan u ' h s' .......………………………..(1) karena u = u’, maka s = s’ Dimana u adalah sudut, s’ adalah jarak bayangan, u’ adalah sudut pantul h adalah tinggi bayangan, dan s adalah jarak benda. V Q Q’ θ y P θ θ s y’ θ V’ P’ s’ Gambar 2. Konstruksi untuk menentukan tinggi sebuah bayangan yang dibentuk karena pemantulan pada sebuah permukaan datar. Gambar 2 memperlihatkan sebuah benda yang berukuran tertentu terletak sejajar dengan cermin. Dua sinar dari Q tampak pada Gambar 3 dan semua sinar dari Q setelah dipantulkan seolah-olah memancar dari bayangannya Q’. Titik-titik lain dari PQ membentuk bayangan antara P’ dan Q’. Misalkan y dan y’ adalah panjang benda dan panjang bayangan, maka perbandingan y’/y disebut perbesaran (magnification) m (Sears dan Zemansky, 1972:763). m y' ……...............................…………………..(2) y Dari segitiga PQV dan P’Q’V’ tan y y' …….......................…………………..(3) s s' Dimana m adalah perbesaran bayangan, y’ adalah panjang bayangan, y adalah panjang benda. Karena s = s’, maka y = y’ dan perbesaran oleh cermin datar adalah satu kali. Artinya, benda dan bayangannya berukuran sama. Bayangan P’Q’ pada Gambar 3 disebut bayangan semu artinya sinar-sinar yang dipantulkan seolah-olah memancar dari bayangan tersebut. Bayangan semu dinyatakan dengan garis putus-putus. Gambar 3. Cermin datar membentuk bayangan tiga dimensi yang terbalik dari objek tiga dimensi. Bayangan semu tiga dimensi dari sebuah benda tiga dimensi, yang dibentuk oleh cermin datar diperlihatkan dalam Gambar 3. Bayangan tiap-tiap titik benda terletak pada garis normal dari titik bersangkutan ke cermin, dan jarak dari benda atau dari bayangannya ke cermin adalah sama jauh. Jadi, bayangan P’Q’ dan P’S’ sejajar dengan benda sedangkan P’R’ relatif terbalik terhadap PR. Hubungan benda dengan bayangan sama halnya seperti hubungan tangan kiri dengan tangan kanan. Kedua ibu jari dimisalkan sebagai titik PR dan P’R’, kedua telunjuk yaitu PQ da P’Q’, dan kedua jari tengah PS dan P’S’. Bila hubungan suatu benda dengan bayangannya seperti ini, maka bayangan tersebut disebut terbalik (perverted). Bila dimensi-dimensi melintang dari benda dan bayangan sama arahnya maka bayangan disebut tegak (erect). Jadi, cermin datar membentuk bayangan tegak tetapi terbalik. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sifat-sifat bayangan pada cermin datar antara lain: jarak benda dari cermin = jarak bayangan (s = s'), perbesaran bayangan pada benda = 1 (tinggi benda = tinggi bayangan), bayangan benda pada cermin datar selalu tegak dan maya, menghadap terbalik dengan bendanya Menurut hukum refleksi (pemantulan), semua sinar yang menumbuk permukaan direfleksikan pada sebuah sudut dari normal yang sama dengan sudut masuk. Karena permukaan itu datar, maka normal itu berada dalam arah yang sama di semua titik pada permukaan tersebut, dan terjadi refleksi spekular. Gambar 4. Berkas sinar yang memasuki mata setelah refleksi dari sebuah cermin datar. Gambar 4 memperlihatkan bahwa setelah sinar-sinar itu direfleksikan, maka arahnya adalah sama seakan-akan sinar-sinar itu datang dari titik P’ (titik bayangan). Permukaan yang merefleksikan itu membentuk sebuah bayangan dari titik P (titik benda).Apabila permukaan pada Gambar 4 tidak halus, maka refleksi itu akan tersebar dan sinar yang direfleksikan dari bagian-bagian yang berbeda dari permukaan itu akan pergi dalam arah-arah yang tidak terkait satu sama lain. Dalam kasus ini tidak akan ada titik bayangan P’ tertentu, di mana semua sinar yang direfleksikan kelihatannya berasal dari titik tersebut. B. Pemantulan Cahaya Pada Cermin Lengkung Sebuah cermin lengkung memiliki bentuk potongan bola. Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat. Cermin jenis ini memfokuskan sinarsinar sejajar yang datang ke suatu titik seperti pada Gambar 5. Pada Gambar 5a menunjukkan tampak samping dari sebuah cermin lengkung dengan permukaannya digambarkan oleh garis hitam tebal melingkar. Cermin tersebut memiliki jari-jari kelengkungan R, dan pusat kelengkunganya adalah titik C. Titik V adalah pusat pusat dari bagian melingkarnya, dan sebuah garis yang melewati C dan V disebut sumbu utama cermin. Pusat kelengkungan cermin cermin cermin R I V O C Sumbu utama V C (a) (b) Gambar 5 (a) sebuah cermin cekung dengan jari-jari R, (b) sebuah sumber cahaya titik diletakkan di O di depan sebuah cermin cekung dengan jari-jari R. Sebuah sumber cahaya titik yang diletakkan di titik O (lihat Gambar 5b), dimana O adalah titik sembarang pada sumbu utama di sebelah kiri C. Dua sinar yang berasal dari O kemudian menyebar. Setelah mematul dari cermin, sinar-sinar tersebut terkumpul dan melewati titik bayangan I. Kemudian sinar-sinar tersebut terus menyebar dari I seplah-olah ada sebuah benda di sana. Hasilnya, di titik I kita dapatkan sebuah bayangan nyata dari sumber cahaya pada O. Untuk menghitung jarak bayangan s’ jika diketahui jarak benda s dan jari-jari kelengkungan R, dapat menggunakan Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan dua sinar yang meninggalkan ujung benda. Salah satu sinar ini melewati pusat kelengkungan C dari cermin, mengenai cermin pada posisi tegak lurus permukaan cermin dan memantul ke dirinya sendiri. Sinar kedua menabrak pusat cermin dan memantul seperti yang diperlihatkan, berdasarkan hukum pemantulan. Bayangan dari ujung benda terletak pada titik di mana kedua sinar ini berpotongan. Dari segitiga siku-siku warna abu-abu dapat diketahu bahwa tan θ = -h’/s’. Terdapat tanda negatif, karena bayangannya terbalik., sehingga h’ bertanda negatif. Sehingga di peroleh perbesaran bayangannya adalah M= h′ h 𝑠′ = − ……...........................................………..(4) 𝑠 Dari kedua segitiga pada Gambar 6 yang memiliki α sebagai salah satu sudutnya bahwa h′ h tanα = s−R dan tanα = − R−s′…...............................………..(5) Sehingga didapatkan persamaan h′ h =− R−s′ s−R …………............................................…..(6) R−s′ s−R s′ = s ………................................................……..(7) Sehingga di dapatkan persamaan umum cermin yaitu 1 s 1 2 + s′ = R…...............................................…………..(8) Persamaan 8 dapat dituliskan dalam bentuk jarak fokus yaitu 1 s 1 2 + s′ = R……...............................................………..(9) h C θ O θ s’ R s Gambar 6 Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cekung ketika benda O diletakkan di luar pusat kelengkungan C. Cermin cembung adalah cermin yang diberi lapisan perak sedemikian rupa hingga cahaya yang dipantulkan dari permukaan cembung bagian luar. Cermin ini disebut cermin divergen karena sinar dari sebuah titik pada sebuah benda menyebar setelah pemantulan, sehingga seolah-olah mereka datang dari suatu titik di belakang cermin. Gambar 7 menunjukkan pembentukan bayangan oleh cermin cembung. Bayangan yang dihasilkan adalah maya karena sinar yang dipantulkan hanya terlihat seakan-akan berasal dari titik bayangan seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus. Depan Belakang O I F s C s’ Gambar 7 Pembentukan sebuah bayangan oleh cermin cembung C. Diagram Sinar Untuk Cermin Posisi dan ukuran bayangan dapat ditentukan menggunakan metode diagram sinar. Untuk menggambarkan diagram sinar, memerlukan jarak benda, jarak fokus, dan jari-jari kelengkungan cermin. Sinar-sinar ini berasal adari titik benda yang sama dan digambarkan sebagai berikut. Untuk cermin cekung sinar lintasannya dapat dilukiskan seperti pada Gambar 8a. Gambar 8. Diagram sinar utama yang memperlihatkan metode grafis dalam menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin (a) cekung. Adapun sinar-sinar tersebut yaitu (1) sinar 1 digambar dari ujung atas benda sejajar sumbu utama dan dipantulkan melalui titik fokus (F), (2) sinar 2 digambar dari ujung atas benda ke arah titik fokus dan dipantulkan sejajar sumbu utama, (3) sinar 3 digambar dari ujung atas benda ke titik pusat kelengkungan cermin (C) dan dipantulkan lagi pada dirinya sendiri. Sedangkan untuk cermin cembung, sinar lintasannya dapat dilukiskan seperti pada Gambar 9. Adapun sinar-sinar istimewanya sebagai berikut: (1) sinar 1 digambar dari ujung atas benda sejajar sumbu utama dan dipantulkan menjauhi titik fokus (F), (2) sinar 2 digambar dari ujung atas benda menuju titik fokus di belakang cermin dan dipantulkan sejajar sumbu utama, (3) sinar 3 digambar dari ujung atas benda menuju pusat kelengkungan (C) di belakang cermin (C) dan dipantulkan lagi pada dirinya sendiri. Gambar 9. Diagram sinar utama yang memperlihatkan metode grafis dalam menentukan letak bayangan yang dibentuk oleh sebuah cermin (a) cembung. PEMBIASAN CAHAYA A. Bayangan yang dibentuk oleh Pembiasan Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan.. Pembentukan sebuah bayangan oleh pembiasan pada sebuah permukaan melengkung yang memisahkan dua medium dengan indeks bias n1 dan n2 diilustrasikan pada Gambar 10 sebagai berikut. n1 < n2 n1 n2 I O s s’ Gambar 10. Bayangan yang dibentuk oleh pembiasan pada pada permukaan lengkung di antara dua medium dimana gelombang-gelombangnya bergerak lebih lambat pada medium kedua. Gambar 11. Geometri untuk menghubungkan posisi bayangan dengan posisi objek untuk pembiasan pada sebuah permukaan lengkung tunggal. Hukum Snellius diterapkan pada sinar yang datang pada titik A, dan digunakan pendekatan sudut kecil. Pada Gambar 10 menunjukkan sebuah sinar meninggalkan titik O dan dibiaskan ke titik I. Hukum pembiasan Snellius yang diterapkan pada sinar ini menghasilkan n1 sin 1 = n2sin 2 ……........………..(10) Dengan memakai pendekatan sudut kecil sin diperoleh n1 1 = n22 ……........………..(11) Dari segitiga OPC dan PIC, diperoleh 2 ………........……..(12) 1 = + ……........………..(13) Dengan menghilangkan 1 dari persamaan 13 dan persamaan 12 diperoleh: n1 + n1 + n2 = n2 atau n1 + n2 = (n2 - n1) ………........……..(14) Pada Gambar 11 tiga segitiga siku-siku yang memiliki sisi vertikal yang sama dengan panjang d. Untuk sinar-sinar paraksial, sisi horizontal dari segitiga-segitiga ini adalah kira-kira s untuk segitiga yang memiliki sudut α, R utnuk segitiga yang memiliki sudut β, dan s’ untuk segitiga yang memiliki sudut γ. Dalam pendekatan sudut kecil, tan θ ≈ θ, sehingga dapat dituliskan sebagai tan α≈ 𝛼 ≈ 𝑑 𝑠 𝑑 𝑑 tan 𝛽 ≈ 𝛽 ≈ 𝑅 tan 𝛾 ≈ 𝛾 ≈ 𝑠′ …….............………..(15) Dengan mensubstitusikan persamaan 14 ke dalam persamaan 13 dan membaginya dengan nilai d diperoleh persamaan n1 n2 n2 n1 s s' r ………....……..(16) B. Lensa Tipis Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran, dan kedua permukaannya melengkung. Kedua permukaan bisa berbentuk cekung, cembung, atau datar (Giancoli, 2001:258). Beberapa jenis diperlihatkan pada Gambar 12 dalam bentuk penampang lintangnya. Gambar 12. (a) Lensa-lensa konvergen yang meniskus cembung, cembung datar, dan cembung ganda, b)Lensa-lensa Divergen yang meniskus cekung, cekung datar, dan cekung ganda. Gambar 13. Berkas-berkas paralel difokuskan oleh lensa tipis konvergen. Gambar 13a memperlihatkan berkas-berkas yang paralel dengan sumbu pada lensa cembung ganda. Lensa dianggap terbuat dari kaca atau plastik transparan, sehingga indeks biasnya lebih besar dari udara luar. Sumbu lensa merupakan garis lurus yang melewati pusat lensa dan tegak lurus terhadap kedua permukannya. Dari hukum Snell, terlihat bahwa setiap berkas pada Gambar 13a dibelokkan menuju sumbu pada kedua permukaan lensa. Jika berkas-berkas yang paralel dengan sumbu jatuh pada lensa tipis, maka akan difokuskan pada satu titik yang disebut titik fokus, F. Jarak titik fokus dari pusat lensa disebut jarak fokus, f. Lensa dapat diputar sehingga cahaya dapat melewatinya dari sisi yang lain. Panjang fokus sama untuk kedua sisi. Jika berkas sinar paralel jatuh pada lensa dengan suatu sudut (Gambar 13b), berkas-berkas tersebut akan terfokus pada titik Fa. Bidang dimana semua titik seperti F dan Fa berada disebut bidang fokus lensa. Lensa konvergen (lensa positif) memiliki bagian tengah lebih tebal daripada bagian tepinya dan akan membuat berkas-berkas paralel berkumpul ke satu titik (Gambar 13a). Lensa yang lebih tipis di tengah daripada di sisinya (Gambar 14) disebut lensa divergen (lensa negatif) karena membuat cahaya paralel menyebar seperti tampak pada Gambar 14 sebagai berikut. Gambar 14. Lensa Divergen Para ahli optometri dan opthalmologi tidak menggunakan panjang fokus melainkan menggunakan kebalikan dari panjang fokus untuk menentukan kekuatan lensa. Besaran ini disebut kuat lensa, P. p 1 f ……………………....…..(17) Satuan untuk kekuatan lensa adalah dioptri (D), yang merupakan kebalikan dari meter (1 D = 1 m-1). Untuk menemukan titik bayangan pada lensa konvergen, perlu dipertimbangkan tiga berkas sinar seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Gambar 15. Menemukan bayangan dengan penelusuran berkas untuk lensa konvergen. Adapun ketiga sinar tersebut antara lain (1) sinar 1 digambar sejajar sumbu utama. Setelah dibiaskan oleh lensa, sinar ini melewati titik fokus pada sisi belakang lensa, (2) sinar 2 digambar melalui tengah lensa dan terus berlanjut berupa garis lurus, (3) sinar 3 digambar melalui titik fokus pada sisi depan lensa dan keluar dari lensa sejajar sumbu utama. Untuk menentukan letak bayangan dari sebuah lensa divergen (Lihat Gambar 15), diperlukan tiga sinar sebagai berikut: (1) sinar 1 digambar sejajar sumbu utama. Setelah dibiaskan oleh lensa, sinar ini diarahkan menjauh dari titik fokus di sisi depan lensa, (2) sinar 2 digambar melalui tengah lensa dan terus berlanjut berupa garis lurus, (3) sinar 3 digambar pada arah menuju titik fokus pada sisi belakang lensa dan keluar dari lensa sejajar sumbu utama. Gambar 2.16. Menemukan bayangan dengan penelusuran berkas untuk lensa konvergen C. Lensa Gabungan Jika dua lensa tipis digunakan untuk membentuk bayangan, maka sistem tersebut dapat diperlakukan dengan ketentuan sebagai berikut. Pertama, bayangan yang dibentuk oleh pertama terletak pada tempat yang sama seolah-olah lensa kedua tidak ada. Kemudian gambar sebuah diagram sinar untuk lensa kedua, dengan bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama sekarang bertindak sebagai benda untuk lensa kedua. Bayangan kedua yang dibentuk adalah bayangan akhir sistem. Jika bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama terletak di sisi belakang lensa kedua, maka bayangan tersebut diperlakukan sebagai benda maya oleh lensa kedua. Prosedur yang sama dapat diperluas utnuk sistem dengan tiga lensa atau lebih. Bayangkan terdapat dua lensa dengan masing-masing memiliki panjang fokus f1 dan f2 yang saling bersentuhan. Jika s1 = s adalah jarak benda untuk kombinasi tersebut, maka penerapan persamaan lensa pada lensa pertama menghasilkan persamaan 1 1 1 + ′ = s s1 f1 Dimana s’1 adalah jarak bayangan untuk lensa pertama, dengan mengasumsikan bayangan ini sebagai benda bagi lensa kedua, maka jarak benda untuk lensa kedua harus s2 = -s’1. Dengan demikian untuk lensa kedua diperoleh persamaan sebagai berikut. 1 1 1 + ′ = 𝑠2 s2 f2 − 1 1 1 ′ + ′ = 𝑠1 𝑠 f2 Dimana s’ = s’2 adalah jarak bayangan akhir dari lensa kedua, yang merupakan jarak bayangan dari kombinasi tersebut. Maka penjumlahan dari persamaan-persamaan untuk kedua lensa diperoleh persamaan sebagai berikut. 1 1 1 1 + ′= + s 𝑠 f1 f2 Jika lensa tersebut diganti dengan sebuah lensa tunggal yang akan membentuk bayangan pada lokasi yang sama, maka panjang fokusnya berhubungan dengan panjang fokus masing-masing dengan 1 f 1 1 1 2 =f +f ………….......……..(18) DISPERSI CAHAYA Prisma adalah zat optik yang dibatasi oleh dua bidang pembias yang berpotongan. Garis potong antara kedua bidang disebut sinar bias. Sedangkan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang disebut sudut bias. Ketika seberkas cahaya atau sinar masuk ke prisma, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, ketika sinar keluar dari prisma, sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Sudut yang dibentuk oleh titik potong garis perpanjangan sinar datang dengan sinar bias disebut sudut deviasi. Sudut deviasi minimum adalah sudut deviasi terkecil yang bisa dihasilkan oleh sebuah prisma. Saat terjadi deviasi minimum berlaku persamaan: 𝛿𝑚 +𝛽 𝑛1 𝑠𝑖𝑛 ( 2 𝛽 ) = 𝑛2 𝑠𝑖𝑛 ( 2 )………................................(19) Dengan n1 = indeks bias medium 1, n2 = indeks bias medium 2, 𝛿𝑚 = deviasi minimum, dan 𝛽= sudut pembias prisma. Jika n1 udara maka kita peroleh persamaan: 𝑛𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎 = 𝛿 +𝛽 𝑠𝑖𝑛( 𝑚 ) 2 𝛽 2 𝑠𝑖𝑛( ) ……….............................………..(20) Gambar 16. Pembiasan pada prisma menyebabkan sinar terdeviasi dengan sudut deviasi 𝜹. Prisma mempunyai dua bidang pembias yang tidak paralel dan membentuk sudut tertentu. Ini akan mengubah arah rambat cahaya yang masuk dan meninggalkan kaca prisma. Perubahan arah rambat ini disebut deviasi cahaya. Adanya deviasi menyebabkan cahaya putih terurai menjadi sederetan warna. Peristiwa terurainya cahaya putih ini dinamakan dispersi cahaya. Dispersi cahaya terjadi karena setiap warna cahaya memiliki panjang gelombang yang berbeda sehingga sudut biasnya berbeda-beda. Cahaya putih terdiri dari gabungan beberapa warna, yaitu merah, hijau dan biru. Putih disebut warna polikromatik, yaitu warna cahaya yang masih bisa diuraikan lagi menjadi warnawarna dasar. Merah, hijau dan biru merupakan warna dasar atau warna monokromatik, yaitu warna cahaya yang tidak dapat diuraikan kembali. MODUL II: OPTIKA FISIS I. Mata Kuliah : OPTIKA Pokok Bahasan : Optika Fisis Sub Pokok Bahasan : Difraksi dan Interferensi Cahaya Semester/SKS : Empat (4)/ 3 sks Indikator Pembelajaran 1. Menjelaskan proses terjadinya difraksi cahaya. 2. Menentukan grafik hubungan antara jarak pusat pola terang ke salah satu terang pertama (P) dan jarak kisi ke layar (L). 3. Menganalisis grafik hubungan antara jarak pusat pola terang ke salah satu terang pertama (P) dan jarak kisi ke layar (L). 4. Menentukan panjang gelombang cahaya sinar laser berdasarkan peristiwa difraksi oleh kisi difraksi. 5. Menjelaskan peristiwa interferensi cahaya 6. Mentukan pita gelap ke-n pada peristiwa interferensi. II. Materi Pembelajaran DIFRAKSI CAHAYA Apabila permukaan gelombang melewati celah sempit, dimana lebar celah lebih kecil daripada panjang gelombangnya, maka gelombang tersebut akan mengalami lenturan. Selanjutnya terjadi gelombang setengah lingkaran yang melebar di daerah bagian belakang elah tersebut. Peristiwa ini disebut difraki atau lenturan. 1. Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal Difraksi/lenturan cahaya pada celah tunggal akan menghasilkan garis terang/interferensi maksimum pada layar yang berjarak L dari celah apabila selisih lintasan antara cahaya yang datang dari A dan B. Gambar 1 memperlihatkan gelombang cahaya yang datang pada sebuah celah yang sangat sempit. Pola interferensi pada difraksi celah tunggal ini terlihat adanya garis-garis gelap. Sedangkan pola terangnya lebar. Terang pusat akan melebar setengah bagian lebih lebar pada kedua sisi. Gambar 1. Difraksi Pada Celah Tunggal Syarat terjadinya pola difraksi pada celah tunggal : Difraksi minimum (gelap): 𝑑 𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝑛𝜆 ; 𝑛 = 1, 2, 3, …. 1 Difraksi maksimum (terang): 𝑑 𝑠𝑖𝑛𝜃 = (𝑛 − 2) 𝜆 ; 𝑛 = 1, 2, 3, …. .......(1) ........(2) 2. Difraksi Cahaya Pada Kisi Kisi adalah celah sangat sempit yang dibuat dengan menggores sebuah lempengan kaca dengan intan. Sebuah kisi dapat dibuat 300 sampai 700 celah setiap 1mm, pada kisis setiap goresan merupakan celah. Sebuah kisi mempunyai konstanta yang menyatakan banyaknya goresan tiap satuan panjang, yang dilambangkan dengan d yang juga sering dikatakan menjadi lebar celah. Dalam sebuah kisi, lebar celah dengan jarak antara dua celah sama apabila banyaknya goresan tiap satuan panjang dinyatakan dengan N. Jika sebuah berkas cahaya atau sinar melalui sebuah celah kecil pada kisi maka akan terjadi difraksi. Difraksi adalah peristiwa pembelokan gelombang akibat adanya penghalang dalam orde panjang gelombangnya. Pada sebuah kisi yang disinari cahaya yang sejajar dan tegak lurus kisi dan di belakang kisi ditempatkan sebuah layar, maka pada layar tersebut akan terdapat garis terang dan gelap jika cahaya yang digunakan adalah monokromatik. Kemudian akan terbentuk deretan spektrum warna jika cahaya yang digunakan sinar putih (polikromatik). Garis gelap dan terang atau pembentukkan akan lebih jelas dan tajam jika lebar celahnya semakin sempit atau konstanta kisinya semakin banyak/besar. Garis gelap dan terang dan spektrum tersebut merupakan hasil interferensi dari cahaya yang berasal dari kisi tersebut yang jatuh pada layar titik/tempat tertentu. Difraksi cahaya juga terjadi jika cahaya melalui banyak celah sempit terpisah sejajar satu sama lain dengan jarak konstan. Celah semacam ini disebut kisi difraksi atau sering disebut dengan kisi. Kisi difraksi merupakan piranti untuk menghasilkan spektrum dengan menggunakan difraksi dan interferensi yang tersusun oleh celah sejajar dalam jumlah sangat banyak dan memiliki jarak yang sama (biasanya dalam orde 1000 per mm). Dengan menggunakan banyak celah, garis-garis gelap dan terang yang dihasilkan menjadi lebih tajam. Bila banyaknya garis (celah) persatuan panjang misalnya cm adalah N, maka tetapan tetapan kisi d adalah d= 1 N Gambar 2 menunjukkan peristiwa difraksi pada kisi. Suatu gelombang bidang datang dari kiri normal terhadap bidang kisi. Pola yang diamati pada layar adalah hasil dari gabungan efek interferensi dan efek difraksi. Setiap celah menghaslkan difraksi dan sinar-sinar yang terdifraksi saling berinterferensi untuk menghasilkan pola akhirnya. Gelombang-gelombang dari semua celah adalah sefase ketika keluar dari celah. Akan tetapi untuk sembarang arah θ yang diukur dari garis horizontal, gelombanggelombangnya harus menempuh panjang lintasan yang berbeda sebelum mencapai layar. Dari Gambar 2 terlihat bahwa beda lintasan θ antara sinar-sinar dari dua celah yang besebelahan sama dengan d sin 𝜃. Jika beda lintasan tersebut sama dengan satu panjang gelombang atau merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombangnya maka gelombang-gelombang dari semua celahnya akan sefase pada layar dan dapat dilihat adanya rumbai-rumbai terang di sana. Jadi, kondisi maksimum untuk pola interferensi pada sudutθterang adalah 𝑑 sin 𝜃𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔 = 𝑚𝜆 (𝑚 = 0, ±1, ±2, ±3, … ) ................ (3) Gambar 2. Tampak samping dari suatu kisi difraksi. Jarak antar celahnya adalah d dan beda lintasan antara celah-celah yang bersebelahan adalah d sinθ. INTERFERENSI CAHAYA 1. Interferensi Gelombang Cahaya Interferensi adalah akibat bersama beberapa cahaya, yaitu yang diperoleh dengan menjumlahkan gelombang-gelombang tersebut (Peter Soedojo, 1992:78). Superposisi dua gelombang dapat menjadi konstruktif ataupun destruktif. Dalam interferensi konstruktif, amplitudo yang dihasilkan di suatu posisi atau waktu tertentu lebih besar dari masing-masing gelombang sedangkan dalam interfensi destruktif amplitudo yang dihasilkan lebih kecil dari masing-masing gelombang. Gelombang cahaya juga berinterferensi satu sama lain. Pada dasarnya, semua interferensi yang terkait dengan gelombang cahaya muncul saat terjadi penggabungan dari medan elektromagnetik yang menyusun setiap gelombang (Serway and Jewett, 2010:117). Jika dua bohlam ditempatkan bersebelahan, maka tidak ada efek interferensi yang teramati karena gelombang-gelombang cahaya dari satu bohlam dipancarkan secara independen dai bohlam lainnya. Pancaran dari kedua bohlam lampu tidak memiliki hubungan fase yang konstan satu sama lain sepanjang waktu. Gelombang- gelombang cahaya dari suatu sumber biasa, seperti bohlam mengalami perubahanperubahan fase secara acak dalam selang waktu kurang dari satu nanodetik. Oleh karena itu, syarat-syarat untuk interferensi konstruktif, interferensi destruktif atau suatu keadaan di tengah-tengah akan berlangsung hanya untuk selang waktu yang sependek itu. Oleh karena mata manusia tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan yang sangat cepat seperti itu, maka tidak ada efek-efek interferensi yang dapat diamati. Sumbersumber cahaya itu disebut sebagai inkoheren. Syarat-syarat untuk mengamati interferensi glombang cahaya di antaranya sumber-sumbernya harus koheren artinya sumber-sumbernya harus menjaga suatu hubungan fase yang konstan satu sama lain, sumber-sumbernya harus monokromatis artinya berasal dari suatu panjang gelombang tunggal. 2. Percobaan Celah Ganda Young Suatu metode umum untuk menghasilkan dua sumber cahaya koheren adalah menggunakan sebuah sumber monokromatis untuk menerangi suatu halangan yang memiliki dua lubang yang kecil (celah). Cahaya yang dipancarkan dari kedua celah adalah koheren karena sebuah sumber tunggal menghasilkan sinar cahaya awal dan kedua celah hanya berfungsi untuk memisahkan sinar awal menjadi dua bagian. Setiap perubahan acak dalam cahaya yang dipancarkan oleh sumbernya terjadi dalam kedua sinar pada waktu yang bersamaan dan akibatnya efek-efek interferensi dapat diamati saat cahaya dari kedua celah mengenai layar. Gambar 3 menunjukkan bagaimana pola interferensi yang dihasilkan pada layar. Gelombang-gelombang dengan panjang 𝜆 digambarkan memasuki celah S1 dan S2, yang berjarak d. Gelombang-gelombang menyebar ke semua arah setelah melewati celah-celah tersebut, tetapi digambarkan hanya untuk tiga sudut θ yang berbeda. Pada Gambar 3a, terlihat gelombang yang mencapai pusat layar (θ = 0). Gelombanggelombang dari kedua celah ini menempuh jarak yang sama, sehingga satu fase puncak dari satu gelombang tiba pada saat yang sama dengan puncak gelombang lainnya. Berarti, amplitudo kedua gelombang bergabung untuk membentuk amplitudo yang lebih besar. Pada Gambar 3a menunjukkan interferensi konstruktif yang saling menguatkan dan terdapat tanda bintik terang di pusat layar. Jika satu berkas cahaya menempuh jarak sebesar setengah panjang gelombang, kedua gelombang tersebut tepat berlawanan fase ketika mencapai layar. Puncak satu gelombang tiba pada saat yang sama dengan lembah dari gelombang yang lainnya sehingga tergabung untuk menghasilkan amplitudo nol biasa dikenal dengan interferensi konstruktif (Gambar 3b). Pada Gambar 4, layar ditempatkan pada jarak tegak lurus (L) dan halangan yang mempunyai dua celah (S1 dan S2). Kedua celah terpisah sejauh d, dan sumbernya monokromatis. Untuk mencapai sembarang titik P dalam setengah bagian atas dari layar, gelombang dari celah bawah lurus merambat lebih jauh dibandingkan gelombang dari celah atas. Perbedaan lintasannya adalah d sin θ. Perbedaan itu disebut beda lintasan 𝛿. Syarat terjadinya terang-terang atau interferensi konstruktif di titik P adalah 𝛿 = 𝑑 sin 𝜃𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔 = 𝑚𝜆 (𝑚 = 0, ±1, ±2, ±3, … )………………..(4) Syarat terjadinya gelap-gelap atau interferensi destruktif di titik P adalah 1 𝑑 sin 𝜃𝑔𝑒𝑙𝑎𝑝 = (𝑚 + 2)𝜆 (𝑚 = 0, ±1, ±2, ±3, … )………………..(5) (Serway and Jewett, 2010:121) Gambar 3. Pola Interferensi. (a) Pola interferensi kostruktif, (b) Pola interferensi konstruktif dengan sudut θ, (c) Pola interferensi destruktif. Gambar 4. (a) interferensi konstruktif, (b) interferensi destruktif (Giancoli, 2001:294) (a) (b) Gambar 5. (a) konstruktif geometris untuk menjelaskan percobaan celah ganda Young (tidak digambar sesuai skala), (b) Saat diasumsikan r 1 sejajar dengan s2, beda lintasan antara kedua sinar adalah r2-r1=dsinθ (L>>d).