BAB V SEJARAH GEOLOGI Sintesis geologi pada daerah Cileungsi dan sekitarnya menghasilkan sejarah geologi pada suatu kerangka ruang dan waktu. Sintesis tersebut didasarkan pada data-data geologi primer berupa data lapangan dan data sekunder berupa ciri litologi dan komposisinya, umur, lingkungan pengendapan, dan pola struktur serta mekanisme pembentukannya. Pembuatan sejarah geologi daerah penelitian juga mengacu pada sejarah geologi regional yang dibuat oleh peneliti-peneliti terdahulu. Model sejarah geologi daerah penelitian diperhitungkan sejak awal Kala Miosen Tengah, yaitu pada saat batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian pertama kali diendapkan, hingga Resen (Gambar 5.1). Pada awal Kala Miosen Tengah – tengah Kala Miosen Tengah, daerah penelitian berupa daerah paparan (Neritik Tengah) dan diendapkan Satuan Batulempung sebagai endapan laut dangkal pada cekungan belakang busur. Sumber sedimen diinterpretasikan berasal dari hasil erosi batuan yang lebih tua di bagian utara daerah penelitian, yaitu Paparan Sunda. Hal tersebut dibuktikan oleh kandungan kuarsa yang dominan pada satuan batuan ini yang diakibatkan oleh sifat granitis Paparan Sunda. Pada tengah Kala Miosen Tengah – akhir Kala Miosen Tengah, daerah penelitian mengalami pendangkalan, namun lingkungan paparan (Neritik Tengah) tetap dipertahankan. Akibat pendangkalan tersebut, maka pada kala ini diendapkan batuan yang berbutir lebih kasar dari sebelumnya, yaitu Satuan Batupasir sebagai endapan laut dangkal. Sumber sedimen diinterpretasikan masih berasal dari bagian utara seperti pada satuan sebelumnya. Pada akhir Kala Miosen Tengah – awal Kala Miosen Akhir, pendangkalan terus berlangsung sehingga daerah penelitian berubah menjadi lingkungan Neritik Dangkal. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya Satuan Batugamping pada lingkungan perairan yang relatif hangat dan dangkal serta suplai sedimen klastik yang tidak terlalu dominan. Selain itu, kondisi tektonik pada kala ini relatif stabil, 65 sehingga memungkinkan bagi terumbu untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada akhir Kala Miosen Akhir, Jawa Barat secara regional mengalami fase deformasi rezim kompresi yang menyebabkan terbentuknya suatu antiklinorium besar dengan sayap-sayap yang mengarah ke utara dan selatan. Daerah penelitian berada pada sayap yang mengarah ke utara sehingga arah umum kemiringan lapisan batuannya adalah ke utara. Lipatan-lipatan yang berada pada antiklinorium tersebut kemudian berasosiasi dengan sesar-sesar naik yang menyebabkan terjadinya pemendekan regional. Oleh karena itu, daerah penelitian termasuk ke dalam suatu jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Selain berkembang sesar-sesar naik, di daerah penelitian juga berkembang sesar-sesar mendatar yang merupakan hasil dari proses permutasi pada 1 dan 2 yang bekerja pada batuan di daerah ini. Proses deformasi ini kemungkinan besar berlangsung hingga Kala Pleistosen dan disertai dengan proses pengangkatan yang menyebabkan satuan batuan pada daerah ini tersingkap dan kemudian tererosi. Proses erosi berlanjut hingga sekarang sehingga menghasilkan morfologi bentang alam seperti sekarang ini. Selain proses erosi, terjadi pula proses pengendapan yang ditandai oleh terbentuknya Satuan Endapan Aluvial yang masih berlangsung hingga sekarang. AWAL KALA MIOSEN TENGAH – TENGAH KALA MIOSEN TENGAH Pengendapan Satuan Batulempung 66 TENGAH KALA MIOSEN TENGAH – AKHIR KALA MIOSEN TENGAH Pengendapan Satuan Batupasir AKHIR KALA MIOSEN TENGAH – AWAL KALA MIOSEN AKHIR Pengendapan Satuan Batugamping AKHIR KALA MIOSEN AKHIR – PLEISTOSEN Deformasi rezim kompresi dengan tegasan berarah N-S yang menyebabkan terbentuknya sebuah antiklinorium besar. 67 AKHIR KALA MIOSEN AKHIR – PLEISTOSEN Berlanjutnya deformasi rezim kompresi, menyebabkan lipatan-lipatan pada antiklinorium berasosiasi dengan sesarsesar naik dan serta sesar sobekan. AKHIR KALA MIOSEN AKHIR – PLEISTOSEN Berlanjutnya deformasi rezim kompresi, menyebabkan terjadinya permutasi pada 1 dan 2 nya sehingga perkembangan sesar-sesar naik berubah menjadi perkembangan sesar-sesar mendatar. 68 A B RESEN Proses erosi dan pengendapan yang berlangsung hingga sekarang menghasilkan morfologi bentang alam seperti sekarang ini. Gambar 5.1 Model sejarah geologi daerah Cileungsi dan sekitarnya. 69