Perkembangan Inflasi Pangkalpinang SUPLEMEN 2 INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI Angka inflasi pada tahun 2007 secara persisten menunjukkan tren peningkatan. Tren peningkatan inflasi sudah terdeteksi di akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007. Kini, pada triwulan III, tekanan inflasi semakin besar sehingga mulai menciptakan kekhawatiran akan tembusnya angka inflasi ke level dua digit. Kekhawatiran yang sama terjadi pula di kota Palembang dan Pangkalpinang. Kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi cukup beralasan karena lonjakan inflasi tidak lain adalah sebagai cerminan kenaikan biaya hidup masyarakat karena harga-harga barang dan jasa meningkat. Banyak hal yang diyakini sebagai penyebab lonjakan inflasi, antara lain, faktor-faktor musiman (seasonal factors) dan kondisi cuaca. Selain itu, kenaikan inflasi lebih banyak didorong oleh kenaikan inflasi harga barang-barang di kelompok bahan makanan, khususnya beras. Dapat dimaklumi, begitu besarnya kontribusi harga beras dalam pembentukan angka inflasi, dikarenakan konsumsi beras menempati prosentase terbesar dalam pengeluaran rumah tangga setiap harinya. Kenaikan inflasi total dan kenaikan inflasi bahan makanan pun terjadi secara umum atau dengan kata lain hampir terjadi di semua kota yang disurvei inflasinya oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Grafik B.2.1 Inflasi Total dan Inflasi Bahan Makanan 45 Kota September 2007 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 25 Perkembangan Inflasi Pangkalpinang Grafik B.2.1 memetakan inflasi bulanan 45 kota dalam empat kuadran. Masing-masing kuadran mempunyai masing-masing intepretasi yang berbeda. Masing-masing kuadran dapat diintepretasikan sebagai berikut: (i) Kuadran I memetakan kota-kota yang mengalami inflasi bahan makanan dan inflasi total. (ii) Kuadran II memetakan kota-kota yang mengalami deflasi bahan makanan dan mengalami inflasi total. (iii) Kuadran III memetakan kota-kota yang mengalami deflasi di kelompok bahan makanan dan deflasi total. (iv) Kuadran IV memetakan kota-kota yang mengalami inflasi di bahan makanan, namun mengalami deflasi total. Dari grafik di atas, terlihat sebagian besar kota berada di kuadran I dimana terjadi inflasi bahan makanan dan inflasi secara total. Korelasi inflasi bahan makanan dengan inflasi total cukup besar yakni 0,90. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan inflasi bahan makanan yang mendorong kenaikan inflasi secara total merupakan satu fenomena yang terjadi secara umum di sebagian besar kota-kota di Indonesia. Dalam hal ini pula terdapat beberapa outlier yakni inflasi kota Lhokseumawe dan kota Kendari. Kondisi sebagaimana telah dijelaskan di atas tidak jauh berbeda dengan kondisi di kotakota di Sumatera. Grafik B.2.2 menjelaskan pemetaan inflasi kota-kota di Sumatera sebagai berikut. Grafik B.2.2 Inflasi Total dan Inflasi Bahan Makanan Kota di Sumatera September 2007 26 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 Perkembangan Inflasi Pangkalpinang Berdasarkan pemetaan pada grafik B.2.2, semua inflasi kota-kota di Sumatera masuk dalam kuadran I. Pemetaan inflasi kota-kota di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) (Palembang, Bandarlampung, Jambi, dan Bengkulu) relatif berdekatan yang mencerminkan keidentikkan kondisi inflasi masing-masing kota. Satu kota di wilayah Sumbagsel yang berbeda yakni kota Pangkalpinang. Pangkalpinang mengalami inflasi bahan makanan yang relatif rendah dan begitu pula dengan inflasi total. Pada akhir triwulan II, kondisinya jauh berbeda, dimana sebaran inflasi masih relatif lebih merata namun korelasinya masih tetap tinggi, sebagaimana tampak pada grafik B.2.3 di bawah. Grafik B.2.2 Inflasi Total dan Inflasi Bahan Makanan 45 Kota Juni 2007 Grafik B.2.3 Inflasi Total dan Inflasi Bahan Makanan Kota di Sumatera Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 27 Perkembangan Inflasi Pangkalpinang Hal yang serupa juga terjadi pada bulan Juni 2007 untuk inflasi kota-kota di Sumatera sebagaimana di grafik B.2.4. Sebagian besar inflasi kota-kota di Sumatera berada di kuadran I. Hanya kota Lhokseumawe, Batam, dan Padang, yang berada di luar kuadran lain. Sementara itu, inflasi kota-kota di zona Sumbagsel terlihat terpencar dan kota Bengkulu pada Juni lalu mencatat inflasi bulanan yang relatif tinggi baik di bahan makanan maupun inflasi total. Inflasi kota Padang dan Batam berada di kuadran II. Secara tahunan, per September, inflasi tahunan bahan makanan di 45 kota ditampilkan sebagaimana tabel B.2.1. Inflasi tahunan bahan makanan telah mencapai double digit atau secara rata-rata sebesar 13.12 persen. Angka inflasi bahan makanan tertinggi terjadi di kota Lhokseumawe sebesar 19.82 dan terendah sebesar 4.74 persen di kota Palu. Sebagian besar, 50 persen, inflasi tahunan bahan makanan di atas 12.72 persen, bahkan terdapat 25 persen kota-kota yang inflasi bahan makanan di atas 15,42 persen. Tabel B.2.1 Deskripsi Angka Inflasi Tahunan Bahan Makanan, per September 2007 Deskripsi statistik Nilai (%) Rata-rata inflasi 13.12 Nilai tengah inflasi 12.72 Angka Inflasi terendah 4.74 Angka Inflasi tertinggi 19.82 Percentile 25% 11.09 50% 12.72 75% 15.42 Sumber: BPS Implikasi dan rekomendasi kebijakan Grafik-grafik yang telah ditampilkan telah secara langsung menginformasikan kepada kita bahwa inflasi bahan makanan telah menjadi fenomena nasional dan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap inflasi total. Karenanya, fenomena nasional ini perlu kita dalami di masing-masing daerah untuk mengetahui penyebab-penyebab terpicunya inflasi di tingkat regional. Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten) antara lain: (i) Pendekatan dalam penanggulangan inflasi regional dapat dilakukan melalui mekanisme koordinasi antar instansi atau dinas dalam mendeteksi, memonitor, dan mengeliminir, faktor-faktor pemicu inflasi regional. (ii) Pengkajian kembali secara bersama strategi pembangunan di sub sektor tanaman bahan makanan, khususnya beras. Baik dari sisi strategi ekstensifikasi, intensifikasi, teknologi pertanian, irigasi, pupuk, dan pembiayaan. 28 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 Perkembangan Inflasi Pangkalpinang Pendekatan yang dapat dilakukan daerah untuk meredam inflasi adalah dengan melakukan upayaupaya untuk meningkatkan sisi pasokan (supply side) dari sektor tanaman bahan makanan, khususnya aspek produksi, ketersediaan bahan makanan dalam jumlah yang cukup, dan kelancaran distribusinya ke seluruh daerah. Dua pendekatan yang dijelaskan di atas cukup beralasan mengingat kinerja sub sektor tanaman bahan makanan cenderung rendah. Dalam kurun waktu 2000-2005, rata-rata pertumbuhan tahunan sub sektor tanaman bahan makanan 14 kabupaten/kota di Sumatera Selatan hanya tercatat 3.32 persen per tahun. Dengan kinerja pertumbuhan yang relatif rendah dan kondisi iklim yang tidak menentu, tidak mengherankan jika pasokan pangan dapat terganggu dan mengakibatkan harga-harga komoditas pangan, khususnya beras, cenderung terus meningkat. Sehingga dengan demikian, tanpa ada langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan produksi di sub sektor tanaman bahan makanan pada khususnya dan pertanian pada umumnya, maka keterbatasan pasokan bahan makanan. Tabel B.2.1 PERTUMBUHAN PDRB SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN MAKANAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATAN, BERDASARKAN HARGA KONSTAN Pertumbuhan (%) Pagaralam 2.03 2.81 2.35 1.57 1.57 10.76 Ratarata/ tahun 1.79 Lubuk Linggau 1.55 2.66 3.28 3.46 4.68 16.60 2.77 Prabumulih 2.30 1.86 3.73 4.43 4.77 18.26 3.04 Palembang 2.07 2.00 1.97 3.98 3.77 14.55 2.43 Kota/Kabupaten 2001 2002 2003 2004 2005 2000-2005 Ogan Ilir (0.75) 2.50 3.08 3.68 4.02 13.09 2.18 OKU Timur 1.83 4.41 2.95 3.35 3.21 16.76 2.79 OKU Selatan 2.23 2.79 2.78 3.22 5.47 17.58 2.93 Musi Banyuasin 3.74 4.80 5.85 5.72 7.88 31.26 5.21 Banyuasin 2.83 5.00 2.91 6.03 5.35 24.12 4.02 Musi Rawas 1.03 4.82 5.51 7.29 8.29 29.82 4.97 Lahat 2.07 4.62 4.96 5.95 5.36 25.12 4.19 OKI 2.81 3.60 3.91 4.03 4.39 20.20 3.37 Muara Enim 1.07 4.84 2.31 2.88 3.64 15.58 2.60 OKU 2.59 5.05 5.93 4.93 4.17 24.78 4.13 Pertumbuhan rata-rata tahunan dari kabupaten/kabupaten Sumber : Badan Pusat Statistik 3.32 Kondisi di Bangka-Belitung tidak berbeda dengan di Sumatera Selatan. Di BangkaBelitung, sub sektor tanaman bahan makanan 7 kabupaten/kota tumbuh cukup lambat dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 1.74 persen per tahun dalam kurun waktu 2000-2005. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Bangka Tengah sebesar 3.86 persen, sedangkan penurunan laju pertumbuhan di terjadi kota Pangkalpinang sebesar -1.39 persen. Bangka Belitung selama ini tergantung pada pasokan beras dari provinsi-provinsi lain. Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 29 Perkembangan Inflasi Pangkalpinang Tabel B.2.2 PERTUMBUHAN PDRB SUBSEKTOR TANAMAN BAHAN MAKANAN KABUPATEN/KOTA DI BANGKA BELITUNG, BERDASARKAN HARGA KONSTAN Pertumbuhan (%) Kabupaten/kota Rata-rata/ 2001 2002 2003 2004 2005 2000-2005 tahun Bangka 12.66 -4.56 -5.97 7.60 3.44 12.53 2.09 Belitung 2.60 -6.05 3.79 5.68 4.55 10.54 1.76 Bangka Barat 10.52 -7.70 -0.44 2.54 0.28 4.43 0.74 Bangka Tengah 10.96 -5.46 -2.61 14.92 4.92 23.18 3.86 Bangka Selatan 13.60 -5.71 -5.80 11.74 1.82 14.78 2.46 Belitung Timur -0.11 5.45 2.86 3.33 3.57 15.96 2.66 Pangkalpinang -2.96 1.62 -4.47 -1.01 -1.72 -8.35 -1.39 Pertumbuhan rata-rata tahunan dari kabupaten-kabupaten 1.74 Sumber : Badan Pusat Statistik 30 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan III 2007