bab iv hasil dan pembahasan

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Kecacingan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)
Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar dapat dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar (Colossoma
macropomum) di Bogor.
Lokasi
Pengambilan
Jumlah ikan
Prevalensi di insang
(%)
Prevalensi di
usus (%)
Situ Daun
10
100
0
Ciampea
Cibitung
Tengah
10
70
0
10
50
0
Tabel 1 di atas memperlihatkan perbedaan tingkat prevalensi di ketiga
lokasi tambak. Perbedaan ini dimungkinkan oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik misalnya tingkat stress pada ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) yang tinggi sehingga menyebabkan sistem imun
menurun. Selain itu kekebalan individu, jenis kelamin, galur dan umur ikan juga
merupakan faktor pendukung terjadinya kecacingan. Faktor ekstrinsik yang dapat
menyebabkan tingginya prevalensi kecacingan di antaranya kondisi sanitasi
tambak yang buruk, biosekuriti, dekatnya tambak dengan pemukiman, sistem
pengairan dan sumber air kolam yang buruk.
Doggie et al. 1999 juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan
besarnya prevalensi kecacingan suatu ikan antara lain makanan bagi inang, umur,
gerakan dan luas daerah penyebaran inang, kontak langsung antar individu, dan
kebiasaan makan inang yang berkaitan dengan ekologi ikan. Pada penelitian ini
tidak ditemukan cacing parasitik yang menginfeksi pada saluran pencernaan.
Cacing parasitik akan tumbuh dengan baik pada media dengan kondisi air yang
buruk sehingga mereka berkembangbiak dan populasinya cukup untuk
menginfeksi ikan sampai sakit (Taukhid 2006).
Klasifikasi Cacing Parasitik pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum) di Tambak Situ Daun, Ciampea, dan Cibitung Tengah.
Hasil identifikasi cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan bawal
air tawar (Colossoma macropomum) dikelompokkan ke dalam Fillum
Plathyhelmintes dan Kelas Trematoda Sub Kelas Monogenea. Monogenea
merupakan parasit yang umum ditemukan pada insang dan kulit ikan air tawar
maupun air laut. Infestasi monogenea biasanya merupakan indikator sanitasi yang
rendah pada kualitas air, seperti contoh tingginya amoniak dan nitrit, polusi bahan
organik dan kadar oksigen yang rendah, dengan kondisi seperti tersebut
monogenea dapat sangat cepat bereproduksi (Noga 2000). Klasifikasi cacing
parasitik pada insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat
dilihat pada Tabel di bawah ini
Tabel 2. Jenis-jenis Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum).
Kelas
Subkelas
Famili
Genus
Trematoda
Monogenea
Tetraonchidae
Tetraonchus sp
Trematoda
Monogenea
Diplectanidae
Diplectanum sp
Trematoda
Monogenea
Oncocleidae
Oncocleidus sp
Trematoda
Monogenea
-
Tabel 2 di atas menunjukkan keanekaragaman cacing parasitik yang
ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di ketiga
lokasi tambak. Jenis cacing parasitik yang ditemukan antara lain Tetraonchus sp
yang berasal dari famili Tetraonchidae, Oncocleidus sp, Diplectanum sp dari
famili Diplectanidae.
Tabel 3. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum) dari wilayah tambak Daerah Situ Daun.
Bobot Badan
(gram)
Jumlah Cacing
Jumlah Ikan
(ekor)
Jumlah ikan
yg terinfeksi
Rataan cacing/
ikan terinfeksi
40-50
152
4
4
38
51-60
140
4
4
35
61-70
10
1
1
10
71-80
8
1
1
8
Total Cacing
310
10
10
Tabel 3 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot
badan ikan yang menjadi sampel penelitian. Jumlah cacing parasitik yang
menginfeksi ikan bawal yang berasal dari tambak Situ Daun yang paling banyak
terdapat pada bobot badan antara 40-50 gram dengan jumlah cacing 152 cacing
dengan jumlah ikan 4 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua menginfestasi ikan
dengan bobot badan antara 51-60 gram dengan jumlah cacing sebanyak 140
dengan jumlah ikan dengan kisaran bobot badan tersebut yang terinfeksi sebanyak
4 ekor. Dari data hasil yang diperoleh di atas dapat kita gambarkan bahwa jumlah
cacing parasitik yang menginfeksi ikan bawal mempunyai korelasi yang positif
terhadap kondisi bobot badan ikan.
Keberadaan cacing parasitik pada ikan
merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan bobot badan pada ikan.
Di daerah tambak ini jenis cacing parasitik yang menyerang termasuk ke
dalam golongan monogenea.
Parasit termasuk monogenea cenderung
menginfeksi organ tertentu pada inangnya (mikrohabitat). Keberadaan parasit
pada organ tertentu pada mikrohabitat kemungkinan berhubungan dengan
perkembangan dan kematangan dari parasit tersebut, reproduksi atau berhubungan
dengan pencarian daerah yang aman (Anshary et al. 2001). Selain itu infeksi oleh
parasit golongan monogenea dapat mengakibatkan rendahnya produksi karena
pertumbuhan ikan terhambat atau bahkan mematikan, juga dapat merusak
penampilan fisik ikan (Sinderman 1990).
Buchmann dan Bresciani 2001 juga memaparkan bahwa selain
menimbulkan
kelainan
patologis
seperti
letargi,
anoreksia,
inflamasi
(peradangan), serta ascites kecacingan pada ikan juga dapat menyebabkan
rendahnya produktivitas satwa ikan yang terinfeksi yaitu kekurusan dan tingkat
reproduksi yang rendah.
Tabel 4. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum) dari wilayah tambak Daerah Ciampea.
Bobot Badan
(gram)
Jumlah
Cacing
Jumlah Ikan
(ekor)
70-80
81-90
91-100
101-110
111-120
121-130
1
0
71
0
0
55
2
1
4
1
0
2
Total Cacing
127
10
Jumlah
ikan yg
terinfeksi
Rataan cacing
/ekor ikan yg
terinfeksi
1
0
4
0
0
2
7
1
0
17.75
0
0
27.5
Tabel 4 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot
badan ikan yang menjadi sampel penelitian. Jumlah cacing parasitik yang
menginfeksi ikan bawal yang berasal dari tambak di daerah Ciampea yang paling
banyak terdapat pada bobot badan antara 91-100 gram dengan jumlah cacing 71
cacing dengan jumlah ikan 4 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua terdapat pada
kelompok ikan dengan bobot terbesar yaitu antara 121-130 gram dengan jumlah
cacing sebanyak 55 dengan jumlah ikan yang terinfeksi pada kisaran bobot badan
tersebut sebanyak 2 ekor. Sedikit berbeda dengan data hasil jumlah kecacingan
pada Tabel 3 yang secara signifikan terlihat jelas pengaruh jumlah kecacingan
terhadap bobot badan ikan dan banyaknya jumlah ikan yang menginfeksi.
Perbedaan jumlah cacing parasitik yang menyerang ini bisa dimungkinkan oleh
perbedaan kondisi sanitasi lingkungan dan kualitas air tambak.
Bhagawati et al. 1991 memaparkan bahwa keberadaan suatu parasit di
dalam sebuah tambak karena terbawa air, tumbuhan, benda atau binatang yang
masuk melalui kolam. Untuk menunjang kehidupannya parasit tersebut
membutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan seperti
banyaknya bahan organik dalam tambak, kualitas air yang buruk, kondisi air yang
tergenang, fluktuasi suhu yang drastis, suhu yang rendah, serta padat penebaran
kolam yang tinggi. Perbedaan sistem imunitas antar spesies juga ikut berperan di
dalam jumlah ikan yang terinfeksi.
Tabel 5. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum) dari wilayah tambak Daerah Cibitung Tengah.
Jumlah ikan
yg terinfeksi
Rataan cacing
/ekor ikan yg
terinfeksi
3
1
8
1
1
1
4
1
11
0
0
0
2
2
9.5
10
5
Bobot Badan
(gram)
Jumlah
Cacing
Jumlah Ikan
(ekor)
30-40
8
41-50
51-60
61-70
71-80
Total Cacing
1
11
0
19
39
Tabel 5 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot
badan ikan yang menjadi sampel. Jumlah cacing parasitik yang menginfeksi ikan
bawal yang berasal dari tambak di daerah Cibitung Tengah yang paling banyak
terdapat pada bobot badan tertinggi yaitu pada kisaran bobot badan antara 71-80
gram dengan jumlah cacing 19 cacing dengan jumlah ikan yang terinfeksi
sebanyak 2 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua terdapat pada kelompok ikan
dengan bobot terbesar yaitu antara 51-60 gram dengan jumlah cacing sebanyak 11
dengan jumlah ikan yang terinfeksi pada kisaran bobot tersebut sebanyak 2 ekor.
Di lokasi tambak ini jenis cacing yang menyerang juga dari golongan
cacing parasitik monogenea. Pada Tabel 5 di atas menggambarkan bahwa jumlah
cacing yang menginfeksi tidak selalu berkorelasi positif dengan penurunan bobot
badan pada ikan bawal. Hal ini sangat dimungkinkan karena perbedaan jenis
cacing (intensitas cacing parasitik) yang menginfeksi serta tingkat patogenitas dari
jenis cacing parasitik yang menginfeksi.
Identifikasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum)
Cacing-cacing yang telah diwarnai dengan pewarnaan acetocarmine
memberikan warna merah pada cacing. Identifikasi yang dilakukan mengacu
pada Yamaguti (1963), Grabda (1991), Woo (2006) dan Noble & Noble (1989).
Identifikasi dilakukan dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop
berdasarkan morfologi, ukuran tubuh dan kemiripin bentuk tubuh. Pengamatan
ini hanya memungkinkan diferensiasi sampai famili dan genus.
Karakteristik Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Insang Ikan Bawal Air
Tawar (Colossoma macropomum)
2 spot mata
anterior
vitellaria
2 kait utama
Gambar 9. Tetraonchus sp
Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) memiliki panjang tubuh 5,3 mm dengan lebar tubuh
0.648 mm. Bagian anterior dari cacing ini dilengkapi dengan lekukan-lekukan
dan 2 spot mata, serta di bagian posterior dilengkapi dengan 2 kait (marginal
hooks) yang berfungsi sebagai alat pelekat kepada inangnya. Menurut Yamaguti
(1958) cacing parasitik di atas (Gambar 9) diketahui sebagai Tetraonchus.
Cacing parasitik ini mempunyai siklus hidup langsung.
Siklus hidup langsung yaitu siklus hidup yang hanya memerlukan satu
inang dalam siklus hidupnya. Cacing parasit ini mengeluarkan telur dan setelah
menetas akan menjadi larva yang kemudian akan berenang bebas yang disebut
dengan oncomirasidium
yang bergerak diantara filamen insang serta dapat
menginfeksi inang dalam beberapa jam. Setelah mencapai inang, cacing parasit
ini bermigrasi ke target organ dan berkembang menjadi parasit dewasa. Larva
Tetraonchus sp tumbuh dan berkembang dengan baik menjadi dewasa pada
insang dengan pengaruh temperatur di atas 10º C. Gejala yang ditunjukkan dari
infeksi jenis cacing parasitik ini diantaranya hipersalivasi, hiperplasia epitel,
hemoragi, penurunan nafsu makan, sampai kematian.
Menurut Soulsby (1982) Tetraonchus sp termasuk ke dalam klasifikasi
filum Platyhelminthes, kelas Trematoda, subkelas Monopisthocotylea, kelas
Monogenea famili Tetraonchidae dan genus Tetraonchus.
4 spot mata
2 pasang kait
(hook)
Gambar 10. Diplectanum sp
Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 6,21 mm dengan lebar
tubuh 3,25 mm.
Cacing parasit di atas (Gambar 10) termasuk Ordo
Dactylogyridae, Famili Diplectanidae, karena sering ditemui menyerang insang
parasit ini juga sering disebut sebagai cacing insang. Cacing jenis ini biasa
menyerang di lamella insang ikan laut (ikan kerapu, kakap, napoleon dan bawal).
Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies lain
dalam ordo Dactylogyridae yang mempunyai squamodisc (satu terletak di ventral
dan satu di dorsal) dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al.
1997).
Pada beberapa kasus serangan parasit insang ini bisa menyebabkan
kematian pada ikan yang cukup banyak. Ikan yang terserang akan mengalami
gangguan dalam proses pernafasan selain itu luka yang ditimbulkan bisa
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri.
Parasit yang termasuk ke dalam monogenea ini dapat berkembangbiak
lebih cepat berkembang biak lebih cepat tanpa memerlukan inang perantara
sehingga dalam budidaya yang dicirikan oleh padat penebaran yang tinggi dan
banyaknya stressor dapat memicu perkembangan parasit. Parasit ini melekat pada
filamen insang dan dapat menyebabkan perubahan pada lamella insang ikan
sebagai akibat respon kronis dari parasit tersebut.
Parasit Diplectanum sp
memiliki alat pengait (anchor) yang digunakan untuk melekatkan diri pada
filamen insang yang dapat menyebabkan luka dan memproduksi lendir yang
berlebihan (Reed et al. 2004).
4 spot mata
anterior
posterior
2 pasang haptor
Gambar 11. Oncocleidus sp
Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 2.817 mm. dengan
lebar tubuh 0.147 mm. Cacing parasitik di atas (Gambar 11) termasuk ke dalam
subkelas monogenea Famili Oncocleiduae.
Cacing monogenea ini juga termasuk ke dalam golongan cacing
ektoparasit. Parasit ini ditemukan pada permukaan ekternal dari inang mereka.
Parasit ini juga ditemukan di dalam air dan tidak diingestikan oleh inang mereka
tetapi melekat dan membentuk koloni pada insang untuk menyerap nutrien inang.
Cacing parasit ini kemudian melakukan perkawinan dan melepaskan telur
sehingga menghasilkan kolonisasi cacing baru yang lebih banyak lagi. Cacing
ektoparasit ini umumnya dianggap bisa merusak populasi ikan tangkapan seperti
di hatchery. (Schmidt et al. 2009)
posterior
2 pasang
haptor
17
mm
4 spot mata
anterior
Gambar 12. Subkelas Monogenea
Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 2,6 mm dengan lebar
tubuh 0,531 mm. Cacing parasitik ini tergolong ke dalam subkelas monogenea
Monopistocotylea Famili Dactylogyridae atau jenis cacing yang mempunyai satu
bagian haptor dan termasuk pengait (alat untuk melekatkan dengan inang).
Menurut Grabda (1991) monogenea termasuk ke dalam Kingdom
Animalia dan Filum Platyhelmintes. Monogenea termasuk cacing berbentuk pipih
dorsoventral, mempunyai haptor yang berfungsi untuk melekat pada inangnya.
Haptor yang berada di ujung anterior dan posterior disebut opisthaptor dan haptor
yang berada di ujung anterior disebut prohaptor. Haptor tersebut disertai dengan
hook atau kait yang berfungsi untuk menempel pada organ. Monogenea tidak
mempunyai sistem respirasi, sistem peredaran darah serta sistem rangka.
Monogenea merupakan cacing hermafrodit, sistem reproduksi jantan
terdiri dari testis dan vas deferens sedangkan sistem reproduksi betina terdari dari
ovarium, uterus dan vitellaria.
Monogenea merupakan cacing kecil dengan
ukuran satu sampai beberapa milimeter.
Monogenea kebanyakan merupakan
cacing parasit pada ikan dengan habitat pada insang atau sisik ikan, terkadang
ditemukan juga pada saluran pencernaan ikan.
Gambaran Mikroskopis Sel Darah Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma
macropomum)
Gambaran darah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat
dilihat pada gambar 13 di bawah ini
13a
13b
Trombosit
(Tr)
Eritrosit(Er)
(Perbesaran 1000x)
13c
Limfosit (L)
(Perbesaran 1000x)
(Perbesaran 1000x)
13d
Heterofil (H)
(Perbesaran 1000x)
Eosinofil
13f
13e
13f
Eosinofil (Eo)
Monosit (M)
(Perbesaran 1000x)
(Perbesaran 1000x)
Gambar 13. Gambaran mikroskopis sel darah ikan bawal air tawar
(Colossoma macropomum) : 13a Eritrosit (Er), 13b. Trombosit
(Tr), 13c. Limfosit (L), 13d. Heterofil (H), 13e. Monosit (M),
13f. Eosinofil (Eo) (Perbesaran 1000x)
Eritrosit
Seperti pada reptil, amphibi dan unggas, salah satu ciri pembeda darah
ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) adalah inti pada eritrosit yang
matang. Ulasan darah dari ikan yang sehat menunjukkan jumlah eritrosit yang
lebih besar dibandingkan sel-sel darah lainnya (Affandi dan Tang 2002).
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum)
yang diamati juga
memiliki eritrosit (Gambar 13a.) yang berinti sama seperti ikan dari spesies lain.
Tepi ujung dari eritrosit membulat sehingga bentuk sel tampak ovoid (bulat oval)
seperti telur, lebih bulat dari eritrosit unggas yang cenderung agak elips.
Pewarnaan menggunakan Giemsa memperlihatkan sitoplasma yang terlihat
berwarna asidofilik dengan inti yang berwarna keunguan. Inti dari eritrosit
terletak di tengah dengan kromatin yang kompak ( Ranzani-Paiva et al. 2003).
Limfosit
Limfosit ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) (Gambar 13c.)
memiliki ukuran diameter rata-rata 13 µm. Memiliki inti yang hampir menutupi
sitoplasma. Sitoplasma sedikit , homogen dengan warna biru mengelilingi nukleus
dengan warna ungu gelap.
Menurut (Canfiled 2006) limfosit memiliki diameter berkisar antara 8-12
µm ( Ardelli dan Woo 2006). Sitoplasma berwarna biru pucat, inti berbentuk bulat
sampai oval bertakuk. Sitoplasma berisi vakuola kecil dan granula azurofilik.
Limfosit memiliki sitoplasma yang sangat basofilik, namun terkadang terlihat
adanya granul merah pada sitoplasma limfosit. Limfosit sering kali dikelirukan
dengan trombosit atau sebaliknya karena memiliki kemiripan morfologi.
Perbedaan mendasar antara kedua sel ini yaitu sifat trombosit yang sering
ditemukan bergerombol pada preparat ulas darah.
Heterofil
Heterofil pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang
diamati seperti pada gambar (13d.) memiliki diameter rata-rata 12,45 µm.
Menurut (Ardelli dan Woo 2006) ukuran heterofil pada ikan bervariasi
(berdiameter 8-15 µm) dengan sel yang berbentuk oval dan bentuk inti tidak tetap
(mulai dari bulat hingga berlobus). Ukuran, bentuk, warna dan komposisi kimia
pada granul heterofil bervariasi. Sitoplasma berwarna pucat dan berisi sejumlah
granul merah muda halus atau pucat tergantung pada spesies ikan. Feldmen et al.
2000 melaporkan bahwa ciri heterofil pada ikan yaitu mempunyai inti yang
eksentrik dengan bentuk bulat sampai oval. Pada beberapa spesies inti ada juga
yang mempunyai lobus. Pada umumnya sel heterofil memiliki inti berbentuk
bulat sampai oval bertakuk (berlekuk).
Inti berwarna ungu gelap dengan
gumpalan kromatin yang kasar. Sitoplasma biasanya berwarna biru pucat dengan
warna granul bervariasi mulai dari abu-abu, biru , serta merah.
Monosit
Bentuk monosit mempunyai kemiripan dengan limfosit, dimana monosit
memiliki ukuran sel yang lebih besar dengan inti tidak berlobus dengan sejumlah
besar sitoplasma yang tidak terlalu basofilik.
Sitoplasma berisi vakuola dan
granula azurofilik yang halus. Istilah azurofilik mengacu pada bentuk monosit
yang berisi sejumlah granula sitoplasmik yang halus berwarna merah keunguan
(Canfiled 2006).
Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum)
memiliki
ukuran sel monosit (Gambar 13e.) yang besar dengan inti yang bertakuk
(berlekuk) dan sejumlah besar sitoplasma tidak terlalu basofilik.
Eosinofil
Eosinofil pada ikan mempunyai diameter yang berkisar antara 9-15 µm
dengan inti yang berbentuk bulat eksentrik tidak berlobus dan sitoplasma
memiliki granula eosinofilik yang besar ( Ranzani-Paiva et al. 2003). Eosinofil
pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diamati seperti pada
gambar (13f.) memiliki diameter rata-rata 14,6 µm dengan inti sitoplasma
berwarna sedikit kemerahan dengan campuran warna biru muda.
Diferensial Leukosit
Diferensiasi leukosit meliputi hitung jenis sel limfosit, monosit, heterofil,
eosinofil dan basofil dalam 100 buah sel darah putih yang dilihat di bawah
mikroskop dengan pembesaran 1000x (100x10). Diferensiasi leukosit pada ikan
bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Diferensiasi jenis sel leukosit ikan bawal air tawar (Colossoma
macropomum) di tiga wilayah tambak.
Parameter
Pengamatan
Limfosit
(%)
Monosit
(%)
Eosinofil
(%)
Heterofil
(%)
Basofil (%)
SituDaun
(n=10)
(lokasi 1)
5,02
(32,41-42,45)
Ciampea
(n=10)
(lokasi 2)
9,24
(26,4344,91)
CibitungTengah Leukosit Normal
(n=10)
Salasia
(lokasi 3)
et al. 2001
3,50
60,20-81
(33,92-40,92)
7,75-29,20
3,00
3,94
(11,93-19,81)
4,32
(11,18-19,82)
2,50
(26,90-31,90)
0
(11,5017,50)
(13,62-19,72)
5,02
(9,38-19,42)
2,70
(6,70-12,10)
2,40-8,00
4,67
(33,19-42,53)
3,25-8,40
0
-
7,43
(25,3240,18)
0
Kondisi gambaran diferensial leukosit di daerah Situ Daun secara umum
memperlihatkan jumlah eosinofil yang lebih besar dibandingkan dengan kedua
lokasi tambak ikan air tawar (Colossoma macropomum) lainnya yaitu sebesar
4,32. Sedangkan pada tambak di Ciampea dan Situ Daun masing-masing
sebesar
5,028 dan
2,70. Berdasarkan data prevalensi kecacingan
yang terdapat di daerah tambak Situ Daun sebesar 100% yang artinya semua
sampel ikan yang diperiksa terinfeksi cacing parasitik dengan jumlah cacing
paling banyak total cacing yang didapat sebesar 302 cacing parasitik. Sedangkan
jumlah total cacing yang menginfeksi pada wilayah tambak Ciampea dan Cibitung
Tengah masing-masing sebanyak 127 dan 29 ekor cacing pada 10 sampel yang
diperiksa. Tizard 1995 menyatakan bahwa eosinofil merupakan salah satu sel
pertahanan tubuh yang dominan di dalam darah dan akan meningkat tajam
jumlahnya bila terjadi infeksi penyakit parasiter terutama terhadap infeksi parasit
cacing.
Lukistyowati et al. (2007) menjelaskan bahwa jumlah limfosit pada ikan
bawal air tawar (Colossoma macropomum) berkisar antara 36 – 80 %. Hasil
pengamatan untuk limfosit secara umum tambak di daerah Situ Daun
memperlihatkan jumlah limfosit yang paling banyak yaitu sebesar
5.028.
Angka ini masih dalam kisaran yang normal. Selain itu untuk parameter limfosit
ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum)
sebesar
di kedua tambak yang lain
9.24 untuk tambak wilayah Ciampea dan
3.50 untuk
wilayah tambak Cibitung Tengah. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi
untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit (Bastiawan 2001).
Adapun pengamatan di tiga lokasi menunjukkan jumlah monosit yang
paling tinggi ditemukan pada wilayah tambak Cibitung Tengah sebesar
. Hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat Klontz (1994) yang
menjelaskan bahwa kisaran monosit berkisar 0,1-3 % akan tetapi dapat meningkat
sekitar 38%. Selain itu melihat nilai hematologi monosit untuk seluruh lokasi
penelitian lebih tinggi dari pernyataan para ahli ini merupakan gejala normal
untuk ikan yang hidup di daerah bersuhu tropis, karena menurut Klontz (1994)
bahwa nilai parameter hematologi dapat bervariasi, hal ini bisa disebabkan oleh
jenis ikan, suhu, dan musim. Menurut Bastiawan et al. (2001) monosit berfungsi
sebagai fagosit terhadap benda-benda asing yang berperan sebagai agen penyakit.
Sedangkan parameter heterofil untuk semua lokasi tambak menunjukkan
peningktan dari jumlah normal, hal ini dimungkinkan semua lokasi tambak telah
terinfeksi cacing parasit yang bersifat akut. Parameter yang tidak ditemukan pada
pengamatan pada ke tiga wilayah tambak yaitu basofil. Feldman et al. 2000
menerangkan bahwa keberadaan basofil di dalam sirkulasi darah telah diamati
hanya pada sejumlah kecil dari spesies ikan yang ada. Bahkan basofil lebih jarang
ditemukan pada pemeriksaan darah dibandingkan dengan eosinofil. Affandi dan
Tang (2002) menyatakan bahwa persentase basofil di dalam darah ikan berkisar
antara 0.17-0.194 % dan berukuran 8-12 µm.
Granula basofil bersifat basofilik. Granula berisi faktor kemotaksis
eosinofil dan mediator hipersensitivitas tipe 1.
Ketika ada rangsangan dari
alergen yang menyebabkan terjadinya penempelan alergen pada basofil maka
akan terjadi pelepasan isi kandungan basofil ( Ardelli dan Woo 2006).
Download