BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Kecacingan Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di Bogor. Lokasi Pengambilan Jumlah ikan Prevalensi di insang (%) Prevalensi di usus (%) Situ Daun 10 100 0 Ciampea Cibitung Tengah 10 70 0 10 50 0 Tabel 1 di atas memperlihatkan perbedaan tingkat prevalensi di ketiga lokasi tambak. Perbedaan ini dimungkinkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik misalnya tingkat stress pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang tinggi sehingga menyebabkan sistem imun menurun. Selain itu kekebalan individu, jenis kelamin, galur dan umur ikan juga merupakan faktor pendukung terjadinya kecacingan. Faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan tingginya prevalensi kecacingan di antaranya kondisi sanitasi tambak yang buruk, biosekuriti, dekatnya tambak dengan pemukiman, sistem pengairan dan sumber air kolam yang buruk. Doggie et al. 1999 juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan besarnya prevalensi kecacingan suatu ikan antara lain makanan bagi inang, umur, gerakan dan luas daerah penyebaran inang, kontak langsung antar individu, dan kebiasaan makan inang yang berkaitan dengan ekologi ikan. Pada penelitian ini tidak ditemukan cacing parasitik yang menginfeksi pada saluran pencernaan. Cacing parasitik akan tumbuh dengan baik pada media dengan kondisi air yang buruk sehingga mereka berkembangbiak dan populasinya cukup untuk menginfeksi ikan sampai sakit (Taukhid 2006). Klasifikasi Cacing Parasitik pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) di Tambak Situ Daun, Ciampea, dan Cibitung Tengah. Hasil identifikasi cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dikelompokkan ke dalam Fillum Plathyhelmintes dan Kelas Trematoda Sub Kelas Monogenea. Monogenea merupakan parasit yang umum ditemukan pada insang dan kulit ikan air tawar maupun air laut. Infestasi monogenea biasanya merupakan indikator sanitasi yang rendah pada kualitas air, seperti contoh tingginya amoniak dan nitrit, polusi bahan organik dan kadar oksigen yang rendah, dengan kondisi seperti tersebut monogenea dapat sangat cepat bereproduksi (Noga 2000). Klasifikasi cacing parasitik pada insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat dilihat pada Tabel di bawah ini Tabel 2. Jenis-jenis Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). Kelas Subkelas Famili Genus Trematoda Monogenea Tetraonchidae Tetraonchus sp Trematoda Monogenea Diplectanidae Diplectanum sp Trematoda Monogenea Oncocleidae Oncocleidus sp Trematoda Monogenea - Tabel 2 di atas menunjukkan keanekaragaman cacing parasitik yang ditemukan pada insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di ketiga lokasi tambak. Jenis cacing parasitik yang ditemukan antara lain Tetraonchus sp yang berasal dari famili Tetraonchidae, Oncocleidus sp, Diplectanum sp dari famili Diplectanidae. Tabel 3. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dari wilayah tambak Daerah Situ Daun. Bobot Badan (gram) Jumlah Cacing Jumlah Ikan (ekor) Jumlah ikan yg terinfeksi Rataan cacing/ ikan terinfeksi 40-50 152 4 4 38 51-60 140 4 4 35 61-70 10 1 1 10 71-80 8 1 1 8 Total Cacing 310 10 10 Tabel 3 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot badan ikan yang menjadi sampel penelitian. Jumlah cacing parasitik yang menginfeksi ikan bawal yang berasal dari tambak Situ Daun yang paling banyak terdapat pada bobot badan antara 40-50 gram dengan jumlah cacing 152 cacing dengan jumlah ikan 4 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua menginfestasi ikan dengan bobot badan antara 51-60 gram dengan jumlah cacing sebanyak 140 dengan jumlah ikan dengan kisaran bobot badan tersebut yang terinfeksi sebanyak 4 ekor. Dari data hasil yang diperoleh di atas dapat kita gambarkan bahwa jumlah cacing parasitik yang menginfeksi ikan bawal mempunyai korelasi yang positif terhadap kondisi bobot badan ikan. Keberadaan cacing parasitik pada ikan merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan bobot badan pada ikan. Di daerah tambak ini jenis cacing parasitik yang menyerang termasuk ke dalam golongan monogenea. Parasit termasuk monogenea cenderung menginfeksi organ tertentu pada inangnya (mikrohabitat). Keberadaan parasit pada organ tertentu pada mikrohabitat kemungkinan berhubungan dengan perkembangan dan kematangan dari parasit tersebut, reproduksi atau berhubungan dengan pencarian daerah yang aman (Anshary et al. 2001). Selain itu infeksi oleh parasit golongan monogenea dapat mengakibatkan rendahnya produksi karena pertumbuhan ikan terhambat atau bahkan mematikan, juga dapat merusak penampilan fisik ikan (Sinderman 1990). Buchmann dan Bresciani 2001 juga memaparkan bahwa selain menimbulkan kelainan patologis seperti letargi, anoreksia, inflamasi (peradangan), serta ascites kecacingan pada ikan juga dapat menyebabkan rendahnya produktivitas satwa ikan yang terinfeksi yaitu kekurusan dan tingkat reproduksi yang rendah. Tabel 4. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dari wilayah tambak Daerah Ciampea. Bobot Badan (gram) Jumlah Cacing Jumlah Ikan (ekor) 70-80 81-90 91-100 101-110 111-120 121-130 1 0 71 0 0 55 2 1 4 1 0 2 Total Cacing 127 10 Jumlah ikan yg terinfeksi Rataan cacing /ekor ikan yg terinfeksi 1 0 4 0 0 2 7 1 0 17.75 0 0 27.5 Tabel 4 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot badan ikan yang menjadi sampel penelitian. Jumlah cacing parasitik yang menginfeksi ikan bawal yang berasal dari tambak di daerah Ciampea yang paling banyak terdapat pada bobot badan antara 91-100 gram dengan jumlah cacing 71 cacing dengan jumlah ikan 4 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua terdapat pada kelompok ikan dengan bobot terbesar yaitu antara 121-130 gram dengan jumlah cacing sebanyak 55 dengan jumlah ikan yang terinfeksi pada kisaran bobot badan tersebut sebanyak 2 ekor. Sedikit berbeda dengan data hasil jumlah kecacingan pada Tabel 3 yang secara signifikan terlihat jelas pengaruh jumlah kecacingan terhadap bobot badan ikan dan banyaknya jumlah ikan yang menginfeksi. Perbedaan jumlah cacing parasitik yang menyerang ini bisa dimungkinkan oleh perbedaan kondisi sanitasi lingkungan dan kualitas air tambak. Bhagawati et al. 1991 memaparkan bahwa keberadaan suatu parasit di dalam sebuah tambak karena terbawa air, tumbuhan, benda atau binatang yang masuk melalui kolam. Untuk menunjang kehidupannya parasit tersebut membutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan seperti banyaknya bahan organik dalam tambak, kualitas air yang buruk, kondisi air yang tergenang, fluktuasi suhu yang drastis, suhu yang rendah, serta padat penebaran kolam yang tinggi. Perbedaan sistem imunitas antar spesies juga ikut berperan di dalam jumlah ikan yang terinfeksi. Tabel 5. Jumlah Cacing Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dari wilayah tambak Daerah Cibitung Tengah. Jumlah ikan yg terinfeksi Rataan cacing /ekor ikan yg terinfeksi 3 1 8 1 1 1 4 1 11 0 0 0 2 2 9.5 10 5 Bobot Badan (gram) Jumlah Cacing Jumlah Ikan (ekor) 30-40 8 41-50 51-60 61-70 71-80 Total Cacing 1 11 0 19 39 Tabel 5 di atas menunjukkan tingkat kecacingan pada berbagai bobot badan ikan yang menjadi sampel. Jumlah cacing parasitik yang menginfeksi ikan bawal yang berasal dari tambak di daerah Cibitung Tengah yang paling banyak terdapat pada bobot badan tertinggi yaitu pada kisaran bobot badan antara 71-80 gram dengan jumlah cacing 19 cacing dengan jumlah ikan yang terinfeksi sebanyak 2 ekor. Jumlah cacing terbanyak kedua terdapat pada kelompok ikan dengan bobot terbesar yaitu antara 51-60 gram dengan jumlah cacing sebanyak 11 dengan jumlah ikan yang terinfeksi pada kisaran bobot tersebut sebanyak 2 ekor. Di lokasi tambak ini jenis cacing yang menyerang juga dari golongan cacing parasitik monogenea. Pada Tabel 5 di atas menggambarkan bahwa jumlah cacing yang menginfeksi tidak selalu berkorelasi positif dengan penurunan bobot badan pada ikan bawal. Hal ini sangat dimungkinkan karena perbedaan jenis cacing (intensitas cacing parasitik) yang menginfeksi serta tingkat patogenitas dari jenis cacing parasitik yang menginfeksi. Identifikasi Cacing Parasitik Pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Cacing-cacing yang telah diwarnai dengan pewarnaan acetocarmine memberikan warna merah pada cacing. Identifikasi yang dilakukan mengacu pada Yamaguti (1963), Grabda (1991), Woo (2006) dan Noble & Noble (1989). Identifikasi dilakukan dengan melakukan pengamatan di bawah mikroskop berdasarkan morfologi, ukuran tubuh dan kemiripin bentuk tubuh. Pengamatan ini hanya memungkinkan diferensiasi sampai famili dan genus. Karakteristik Cacing Parasitik yang Ditemukan pada Insang Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) 2 spot mata anterior vitellaria 2 kait utama Gambar 9. Tetraonchus sp Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki panjang tubuh 5,3 mm dengan lebar tubuh 0.648 mm. Bagian anterior dari cacing ini dilengkapi dengan lekukan-lekukan dan 2 spot mata, serta di bagian posterior dilengkapi dengan 2 kait (marginal hooks) yang berfungsi sebagai alat pelekat kepada inangnya. Menurut Yamaguti (1958) cacing parasitik di atas (Gambar 9) diketahui sebagai Tetraonchus. Cacing parasitik ini mempunyai siklus hidup langsung. Siklus hidup langsung yaitu siklus hidup yang hanya memerlukan satu inang dalam siklus hidupnya. Cacing parasit ini mengeluarkan telur dan setelah menetas akan menjadi larva yang kemudian akan berenang bebas yang disebut dengan oncomirasidium yang bergerak diantara filamen insang serta dapat menginfeksi inang dalam beberapa jam. Setelah mencapai inang, cacing parasit ini bermigrasi ke target organ dan berkembang menjadi parasit dewasa. Larva Tetraonchus sp tumbuh dan berkembang dengan baik menjadi dewasa pada insang dengan pengaruh temperatur di atas 10º C. Gejala yang ditunjukkan dari infeksi jenis cacing parasitik ini diantaranya hipersalivasi, hiperplasia epitel, hemoragi, penurunan nafsu makan, sampai kematian. Menurut Soulsby (1982) Tetraonchus sp termasuk ke dalam klasifikasi filum Platyhelminthes, kelas Trematoda, subkelas Monopisthocotylea, kelas Monogenea famili Tetraonchidae dan genus Tetraonchus. 4 spot mata 2 pasang kait (hook) Gambar 10. Diplectanum sp Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 6,21 mm dengan lebar tubuh 3,25 mm. Cacing parasit di atas (Gambar 10) termasuk Ordo Dactylogyridae, Famili Diplectanidae, karena sering ditemui menyerang insang parasit ini juga sering disebut sebagai cacing insang. Cacing jenis ini biasa menyerang di lamella insang ikan laut (ikan kerapu, kakap, napoleon dan bawal). Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies lain dalam ordo Dactylogyridae yang mempunyai squamodisc (satu terletak di ventral dan satu di dorsal) dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al. 1997). Pada beberapa kasus serangan parasit insang ini bisa menyebabkan kematian pada ikan yang cukup banyak. Ikan yang terserang akan mengalami gangguan dalam proses pernafasan selain itu luka yang ditimbulkan bisa menyebabkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Parasit yang termasuk ke dalam monogenea ini dapat berkembangbiak lebih cepat berkembang biak lebih cepat tanpa memerlukan inang perantara sehingga dalam budidaya yang dicirikan oleh padat penebaran yang tinggi dan banyaknya stressor dapat memicu perkembangan parasit. Parasit ini melekat pada filamen insang dan dapat menyebabkan perubahan pada lamella insang ikan sebagai akibat respon kronis dari parasit tersebut. Parasit Diplectanum sp memiliki alat pengait (anchor) yang digunakan untuk melekatkan diri pada filamen insang yang dapat menyebabkan luka dan memproduksi lendir yang berlebihan (Reed et al. 2004). 4 spot mata anterior posterior 2 pasang haptor Gambar 11. Oncocleidus sp Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 2.817 mm. dengan lebar tubuh 0.147 mm. Cacing parasitik di atas (Gambar 11) termasuk ke dalam subkelas monogenea Famili Oncocleiduae. Cacing monogenea ini juga termasuk ke dalam golongan cacing ektoparasit. Parasit ini ditemukan pada permukaan ekternal dari inang mereka. Parasit ini juga ditemukan di dalam air dan tidak diingestikan oleh inang mereka tetapi melekat dan membentuk koloni pada insang untuk menyerap nutrien inang. Cacing parasit ini kemudian melakukan perkawinan dan melepaskan telur sehingga menghasilkan kolonisasi cacing baru yang lebih banyak lagi. Cacing ektoparasit ini umumnya dianggap bisa merusak populasi ikan tangkapan seperti di hatchery. (Schmidt et al. 2009) posterior 2 pasang haptor 17 mm 4 spot mata anterior Gambar 12. Subkelas Monogenea Cacing parasitik yang diidentifikasi dari insang ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di atas memiliki panjang tubuh 2,6 mm dengan lebar tubuh 0,531 mm. Cacing parasitik ini tergolong ke dalam subkelas monogenea Monopistocotylea Famili Dactylogyridae atau jenis cacing yang mempunyai satu bagian haptor dan termasuk pengait (alat untuk melekatkan dengan inang). Menurut Grabda (1991) monogenea termasuk ke dalam Kingdom Animalia dan Filum Platyhelmintes. Monogenea termasuk cacing berbentuk pipih dorsoventral, mempunyai haptor yang berfungsi untuk melekat pada inangnya. Haptor yang berada di ujung anterior dan posterior disebut opisthaptor dan haptor yang berada di ujung anterior disebut prohaptor. Haptor tersebut disertai dengan hook atau kait yang berfungsi untuk menempel pada organ. Monogenea tidak mempunyai sistem respirasi, sistem peredaran darah serta sistem rangka. Monogenea merupakan cacing hermafrodit, sistem reproduksi jantan terdiri dari testis dan vas deferens sedangkan sistem reproduksi betina terdari dari ovarium, uterus dan vitellaria. Monogenea merupakan cacing kecil dengan ukuran satu sampai beberapa milimeter. Monogenea kebanyakan merupakan cacing parasit pada ikan dengan habitat pada insang atau sisik ikan, terkadang ditemukan juga pada saluran pencernaan ikan. Gambaran Mikroskopis Sel Darah Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) Gambaran darah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat dilihat pada gambar 13 di bawah ini 13a 13b Trombosit (Tr) Eritrosit(Er) (Perbesaran 1000x) 13c Limfosit (L) (Perbesaran 1000x) (Perbesaran 1000x) 13d Heterofil (H) (Perbesaran 1000x) Eosinofil 13f 13e 13f Eosinofil (Eo) Monosit (M) (Perbesaran 1000x) (Perbesaran 1000x) Gambar 13. Gambaran mikroskopis sel darah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) : 13a Eritrosit (Er), 13b. Trombosit (Tr), 13c. Limfosit (L), 13d. Heterofil (H), 13e. Monosit (M), 13f. Eosinofil (Eo) (Perbesaran 1000x) Eritrosit Seperti pada reptil, amphibi dan unggas, salah satu ciri pembeda darah ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) adalah inti pada eritrosit yang matang. Ulasan darah dari ikan yang sehat menunjukkan jumlah eritrosit yang lebih besar dibandingkan sel-sel darah lainnya (Affandi dan Tang 2002). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diamati juga memiliki eritrosit (Gambar 13a.) yang berinti sama seperti ikan dari spesies lain. Tepi ujung dari eritrosit membulat sehingga bentuk sel tampak ovoid (bulat oval) seperti telur, lebih bulat dari eritrosit unggas yang cenderung agak elips. Pewarnaan menggunakan Giemsa memperlihatkan sitoplasma yang terlihat berwarna asidofilik dengan inti yang berwarna keunguan. Inti dari eritrosit terletak di tengah dengan kromatin yang kompak ( Ranzani-Paiva et al. 2003). Limfosit Limfosit ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) (Gambar 13c.) memiliki ukuran diameter rata-rata 13 µm. Memiliki inti yang hampir menutupi sitoplasma. Sitoplasma sedikit , homogen dengan warna biru mengelilingi nukleus dengan warna ungu gelap. Menurut (Canfiled 2006) limfosit memiliki diameter berkisar antara 8-12 µm ( Ardelli dan Woo 2006). Sitoplasma berwarna biru pucat, inti berbentuk bulat sampai oval bertakuk. Sitoplasma berisi vakuola kecil dan granula azurofilik. Limfosit memiliki sitoplasma yang sangat basofilik, namun terkadang terlihat adanya granul merah pada sitoplasma limfosit. Limfosit sering kali dikelirukan dengan trombosit atau sebaliknya karena memiliki kemiripan morfologi. Perbedaan mendasar antara kedua sel ini yaitu sifat trombosit yang sering ditemukan bergerombol pada preparat ulas darah. Heterofil Heterofil pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diamati seperti pada gambar (13d.) memiliki diameter rata-rata 12,45 µm. Menurut (Ardelli dan Woo 2006) ukuran heterofil pada ikan bervariasi (berdiameter 8-15 µm) dengan sel yang berbentuk oval dan bentuk inti tidak tetap (mulai dari bulat hingga berlobus). Ukuran, bentuk, warna dan komposisi kimia pada granul heterofil bervariasi. Sitoplasma berwarna pucat dan berisi sejumlah granul merah muda halus atau pucat tergantung pada spesies ikan. Feldmen et al. 2000 melaporkan bahwa ciri heterofil pada ikan yaitu mempunyai inti yang eksentrik dengan bentuk bulat sampai oval. Pada beberapa spesies inti ada juga yang mempunyai lobus. Pada umumnya sel heterofil memiliki inti berbentuk bulat sampai oval bertakuk (berlekuk). Inti berwarna ungu gelap dengan gumpalan kromatin yang kasar. Sitoplasma biasanya berwarna biru pucat dengan warna granul bervariasi mulai dari abu-abu, biru , serta merah. Monosit Bentuk monosit mempunyai kemiripan dengan limfosit, dimana monosit memiliki ukuran sel yang lebih besar dengan inti tidak berlobus dengan sejumlah besar sitoplasma yang tidak terlalu basofilik. Sitoplasma berisi vakuola dan granula azurofilik yang halus. Istilah azurofilik mengacu pada bentuk monosit yang berisi sejumlah granula sitoplasmik yang halus berwarna merah keunguan (Canfiled 2006). Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) memiliki ukuran sel monosit (Gambar 13e.) yang besar dengan inti yang bertakuk (berlekuk) dan sejumlah besar sitoplasma tidak terlalu basofilik. Eosinofil Eosinofil pada ikan mempunyai diameter yang berkisar antara 9-15 µm dengan inti yang berbentuk bulat eksentrik tidak berlobus dan sitoplasma memiliki granula eosinofilik yang besar ( Ranzani-Paiva et al. 2003). Eosinofil pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang diamati seperti pada gambar (13f.) memiliki diameter rata-rata 14,6 µm dengan inti sitoplasma berwarna sedikit kemerahan dengan campuran warna biru muda. Diferensial Leukosit Diferensiasi leukosit meliputi hitung jenis sel limfosit, monosit, heterofil, eosinofil dan basofil dalam 100 buah sel darah putih yang dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x (100x10). Diferensiasi leukosit pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Diferensiasi jenis sel leukosit ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) di tiga wilayah tambak. Parameter Pengamatan Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Heterofil (%) Basofil (%) SituDaun (n=10) (lokasi 1) 5,02 (32,41-42,45) Ciampea (n=10) (lokasi 2) 9,24 (26,4344,91) CibitungTengah Leukosit Normal (n=10) Salasia (lokasi 3) et al. 2001 3,50 60,20-81 (33,92-40,92) 7,75-29,20 3,00 3,94 (11,93-19,81) 4,32 (11,18-19,82) 2,50 (26,90-31,90) 0 (11,5017,50) (13,62-19,72) 5,02 (9,38-19,42) 2,70 (6,70-12,10) 2,40-8,00 4,67 (33,19-42,53) 3,25-8,40 0 - 7,43 (25,3240,18) 0 Kondisi gambaran diferensial leukosit di daerah Situ Daun secara umum memperlihatkan jumlah eosinofil yang lebih besar dibandingkan dengan kedua lokasi tambak ikan air tawar (Colossoma macropomum) lainnya yaitu sebesar 4,32. Sedangkan pada tambak di Ciampea dan Situ Daun masing-masing sebesar 5,028 dan 2,70. Berdasarkan data prevalensi kecacingan yang terdapat di daerah tambak Situ Daun sebesar 100% yang artinya semua sampel ikan yang diperiksa terinfeksi cacing parasitik dengan jumlah cacing paling banyak total cacing yang didapat sebesar 302 cacing parasitik. Sedangkan jumlah total cacing yang menginfeksi pada wilayah tambak Ciampea dan Cibitung Tengah masing-masing sebanyak 127 dan 29 ekor cacing pada 10 sampel yang diperiksa. Tizard 1995 menyatakan bahwa eosinofil merupakan salah satu sel pertahanan tubuh yang dominan di dalam darah dan akan meningkat tajam jumlahnya bila terjadi infeksi penyakit parasiter terutama terhadap infeksi parasit cacing. Lukistyowati et al. (2007) menjelaskan bahwa jumlah limfosit pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berkisar antara 36 – 80 %. Hasil pengamatan untuk limfosit secara umum tambak di daerah Situ Daun memperlihatkan jumlah limfosit yang paling banyak yaitu sebesar 5.028. Angka ini masih dalam kisaran yang normal. Selain itu untuk parameter limfosit ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) sebesar di kedua tambak yang lain 9.24 untuk tambak wilayah Ciampea dan 3.50 untuk wilayah tambak Cibitung Tengah. Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit (Bastiawan 2001). Adapun pengamatan di tiga lokasi menunjukkan jumlah monosit yang paling tinggi ditemukan pada wilayah tambak Cibitung Tengah sebesar . Hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat Klontz (1994) yang menjelaskan bahwa kisaran monosit berkisar 0,1-3 % akan tetapi dapat meningkat sekitar 38%. Selain itu melihat nilai hematologi monosit untuk seluruh lokasi penelitian lebih tinggi dari pernyataan para ahli ini merupakan gejala normal untuk ikan yang hidup di daerah bersuhu tropis, karena menurut Klontz (1994) bahwa nilai parameter hematologi dapat bervariasi, hal ini bisa disebabkan oleh jenis ikan, suhu, dan musim. Menurut Bastiawan et al. (2001) monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing yang berperan sebagai agen penyakit. Sedangkan parameter heterofil untuk semua lokasi tambak menunjukkan peningktan dari jumlah normal, hal ini dimungkinkan semua lokasi tambak telah terinfeksi cacing parasit yang bersifat akut. Parameter yang tidak ditemukan pada pengamatan pada ke tiga wilayah tambak yaitu basofil. Feldman et al. 2000 menerangkan bahwa keberadaan basofil di dalam sirkulasi darah telah diamati hanya pada sejumlah kecil dari spesies ikan yang ada. Bahkan basofil lebih jarang ditemukan pada pemeriksaan darah dibandingkan dengan eosinofil. Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa persentase basofil di dalam darah ikan berkisar antara 0.17-0.194 % dan berukuran 8-12 µm. Granula basofil bersifat basofilik. Granula berisi faktor kemotaksis eosinofil dan mediator hipersensitivitas tipe 1. Ketika ada rangsangan dari alergen yang menyebabkan terjadinya penempelan alergen pada basofil maka akan terjadi pelepasan isi kandungan basofil ( Ardelli dan Woo 2006).