analisis integrasi dan ekspresi gen ketahanan

advertisement
ANALISIS INTEGRASI DAN EKSPRESI GEN KETAHANAN
TERHADAP GEMINIVIRUS (AV1) PADA
TEMBAKAU TRANSGENIK
ADITYA RIZKO NUGROHO
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ABSTRAK
ADITYA RIZKO NUGROHO. Analisis Integrasi dan Ekspresi Gen Ketahanan
terhadap Geminivirus (AV1) pada Tembakau Transgenik. Dibimbing oleh
DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TRI JOKO SANTOSO.
Infeksi Geminivirus pada beberapa tanaman sayuran seperti tomat dan cabai
telah menyebabkan penyakit keriting dan penguningan daun. Penyakit ini telah
mengakibatkan kehilangan hasil yang nyata pada produksi sayuran di Indonesia.
Teknologi rekayasa genetik memberi peluang untuk merakit tanaman transgenik
yang tahan terhadap Geminivirus. Gen AV1 Geminivirus yang menyandikan
selubung protein dapat digunakan untuk merakit tanaman tahan virus. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi integrasi dan ekspresi gen AV1 pada
tanaman tembakau transgenik untuk ketahanannya terhadap Geminivirus. Analisis
integrasi gen AV1 dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR) dan primer spesifik gen AV1 serta DNA genom tembakau
transgenik sebagai cetakan. Sementara itu, analisis ekspresi gen AV1 pada tingkat
transkripsi dilakukan dengan mengisolasi RNA total, sintesis cDNA dengan
reverse transcriptase-PCR (RT-PCR) dan amplifikasi produk gen AV1 dengan
cDNA sebagai cetakannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 tanaman
tembakau transgenik generasi T1 terdapat sebanyak 36 tanaman yang
mengandung gen AV1 dan 18 diantaranya menunjukkan ketahanan terhadap
Geminivirus. Analisis ekspresi gen AV1 pada 6 tanaman terpilih menunjukkan
bahwa 4 tanaman mengekspresikan gen AV1 yang diindikasikan dengan
terbentuknya pita DNA produk PCR dari cetakan cDNA.
ABSTRACT
ADITYA RIZKO NUGROHO. Analysis of Integration and Expression of
Geminivirus Resistance Gene (AV1) in Transgenic Tobacco. Under the direction
by DJAROT SASONGKO HAMI SENO and TRI JOKO SANTOSO.
Geminivirus infection in several vegetable crops such as tomato and chilli has
caused leaf curl and yellowing disease. This disease has significantly impact on
yield losses of vegetable production in Indonesia. Genetic engineering technology
gives an oppurtunity to develop transgenic plant resistant to Geminivirus.
Geminivirus AV1 gene expressing coat protein can be used to develop virus
resistant plant. The objective of this research was to identify the integration and
expression of AV1 gene in tobacco transgenic plant for resistance to Geminivirus.
Analysis of AV1 gene integration was carried out by using polymerase chain
reaction (PCR) technique and AV1 gene specific primer as well as tobacco
genomic DNA as template. Meanwhile, expression analysis of AV1 gene in
transcriptional level was conducted by isolating total RNA, cDNA sintesis using
reverse transcriptase-PCR (RT-PCR) and amplification AV1 gene product with
the cDNAs as a template. Result of this research showed that out of 60 tobacco
plants generation T1 there are 36 plants containing AV1 gene and 18 plants of
them showed resistant to Geminivirus. Analysis of AV1 gene expression on 6
selected plants showed that 4 plants expressed AV1 gene that indicated by PCR
product from cDNA template.
ANALISIS INTEGRASI DAN EKSPRESI GEN KETAHANAN
TERHADAP GEMINIVIRUS (AV1) PADA
TEMBAKAU TRANSGENIK
ADITYA RIZKO NUGROHO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Integrasi dan Ekspresi Gen Ketahanan terhadap
Geminivirus (AV1) pada Tembakau Transgenik
Nama
: Aditya Rizko Nugroho
NIM
: G84053642
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.S.
Ketua
Dr. Tri Joko Santoso, M.Si.
Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc.
Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala nikmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekular, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB
Biogen), dari bulan Juni sampai September dengan judul Analisis Integrasi
dan Ekspresi Gen Ketahanan terhadap Geminivirus (AV1) pada Tembakau
Transgenik.
Ucapan terima kasih penulis juga ditujukan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Djarot
Sasongko HS selaku pembimbing utama dan Dr. Tri Joko Santoso selaku
pembimbing kedua. Tak lupa juga kepada Dewi P, Ganti Swara P, dan
Bambang P yang telah membantu penelitian ini serta orang tua dan temanteman Biokimia angkatan 42 yang telah memberi inspirasi dan dukungan.
Penulis menyadari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
diharapkan dapat berguna bagi pelaksanaan ini.
Bogor, Maret 2010
Aditya Rizko Nugroho
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Januari 1987 dari bapak
Baskriyanto dan ibu Yati Maryamah. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus SMA Negeri 3 Depok dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB)
pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Biokimia Umum S1 FKH dan Biologi tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga aktif
dalam organisasi Al-Hurriyah pada Divisi Ekonomi tahun 2005/2006 dan
himpunan keprofesian (HIMPRO) Biokimia tahun 2007/2008. Selain itu penulis
juga pernah melakukan Praktik Lapang (PL) di Laboratorium Fermentasi dan
Penyulingan, Bioprospeksi Mikroba, Puslit Biologi-LIPI Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
ix
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Geminivirus ............................................................................................
Kutu Kebul .............................................................................................
Tembakau ...............................................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) .........................................................
Elektroforesis ..........................................................................................
1
2
3
3
4
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ........................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................
5
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis PCR untuk Mendeteksi Gen AV1 ...............................................
Analisis Ekspresi Gen AV1 ......................................................................
Deteksi cDNA AV1 .................................................................................
Uji Hayati Tanaman Tembakau Transgenik dengan Begomovirus ...........
7
8
8
9
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
11
LAMPIRAN .................................................................................................
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Genom Begomovirus ....................................................................................
2
2 Fase imago kutu kebul ................................................................................
2
3 Tembakau (Nicotiana tabacum) ..................................................................
3
4 Tahapan amplifikasi DNA dengan PCR ......................................................
4
5 Hasil elektroforesis gen AV1 pada 60 tanaman tembakau transgenik ...........
8
6 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau transgenik nomor
7, 17, 20, 32, 45, dan 46 ..............................................................................
8
7 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau transgenik menggunakan
primer spesifik sampel nomor 7, 17, 20, 32, 45, dan 46 ...............................
9
8 Hasil uji hayati tembakau transgenik menggunakan kutu kebul ...................
9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen AV1 .....................................
5
2 Hasil pengujian PCR dan uji hayati .............................................................
9
3 Pengelompokan tanaman berdasarkan uji hayati dan hasil PCR ................... 10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tahapan alur penelitian ............................................................................... 15
2 Isolasi DNA ................................................................................................ 16
3 Komposisi buffer ekstraksi DNA ................................................................ 17
4 Hasil pengukuran konsentrasi DNA ............................................................ 17
5 Isolasi RNA ............................................................................................... 18
6 Hasil pengukuran konsentrasi RNA ............................................................. 19
7 Komposisi campuran pereaksi PCR gen AV1 .............................................. 19
PENDAHULUAN
Kerugian yang disebabkan oleh hama dan
penyakit tanaman diperkirakan mencapai 37%
dari total produksi, dan 13% diantaranya dari
serangan hama. Di Amerika Serikat, kerugian
akibat serangan hama jika diuangkan
mencapai Rp 60,61 trilyun per tahun (Bent &
Yu 1999). Salah satu jenis penyakit tanaman
sayuran yang sangat merugikan dan
disebarkan melalui hama adalah penyakit
keriting dan kuning daun yang menyerang
tanaman tomat, cabai, kacang-kacangan dan
tembakau. Penyakit tersebut disebabkan oleh
infeksi
Begomovirus
dari
kelompok
Geminivirus dan disebarkan melalui serangga
kutu kebul. Tanaman yang terinfeksi virus
tersebut akan menunjukkan gejala berupa
klorosis daun, tepi daun menggulung ke atas
atau ke bawah seperti mangkuk, daun keriting,
berwarna kuning, dan tanaman menjadi kerdil
serta tak berbuah (Hartono 2008). Penurunan
hasil akibat serangan penyakit keriting daun
pada tanaman di daerah Bogor, Jawa Barat
dan sekitarnya dilaporkan mencapai 50-70%
(Sudiono et al. 2001).
Pada berbagai tanaman, infeksi virus
dapat menyebabkan munculnya gejala
fisiologis yang sama dengan kekurangan
unsur hara tertentu (Agrios 1997). Selain itu,
keakuratan
identifikasi
patogen
yang
menyerang merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh
terhadap
keberhasilan
pengendalian penyakit pada tanaman (Agrios
1997). Oleh karena itu, metode deteksi
ketahanan Geminivirus secara cepat dan
spesifik, sangat diperlukan guna membantu
kajian epidemiologi dan pengendalian
penyakitnya (Nakhla & Maxwell 1998).
Teknologi yang sering digunakan dalam
mengendalikan penyebaran virus dalam satu
dasawarsa terakhir adalah teknologi berbasis
genetik. Salah satunya adalah pembuatan
tanaman transgenik tahan virus, contohnya
tanaman tembakau yang telah disisipkan gen
ketahanan terhadap Geminivirus. Tanaman
tembakau dapat dijadikan sebagai tanaman
model untuk menganalisis keberadaan dan
ekspresi gen ketahanan tanaman terhadap
virus. Pendekatan ini memanfaatkan elemen
genetik yang dapat berupa gen utuh atau
bagian gen dari genom virus kemudian
digabungkan dengan sekuen pengendali dan
dimasukkan ke dalam genom tanaman.
Mekanisme ketahanan tanaman terhadap virus
juga dapat diketahui melalui analisis ekspresi
RNA yang terdapat dalam tanaman
transgenik, sehingga pengendalian penyakit
virus tanaman akan semakin efektif.
Pembuatan tanaman tembakau transgenik
telah berhasil dikembangkan oleh Santoso
(2008) dan telah menghasilkan beberapa
varietas tahan Begomovirus. Pengembangan
varietas tahan virus merupakan komponen
penting dalam pengendalian virus. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
keberadaan
gen
ketahanan
terhadap
Geminivirus dan ekspresinya pada tanaman
tembakau transgenik dengan mengunakan
PCR dan RT-PCR DNA. Hipotesis dari
penelitian ini adalah gen AV1 yang telah
disisipkan ke dalam genom tanaman tembakau
transgenik dapat dideteksi keberadaan serta
ekspresinya dengan menggunakan PCR dan
RT-PCR. Manfaat penelitian ini berguna
untuk program pembuatan tanaman tahan
hama dan penyakit yang disebabkan oleh
virus, terutama Begomovirus. Manfaat lebih
lanjut adalah meningkatkan produktifitas
tanaman sayuran dengan menciptakan
tanaman tahan hama dan penyakit tanaman.
TINJAUAN PUSTAKA
Geminivirus
Geminivirus merupakan salah satu
kelompok virus tanaman terbesar dan penting
yang meliputi virus-virus yang menginfeksi
sejumlah spesies tanaman baik monokotil
maupun dikotil. Geminivirus secara struktural
mempunyai morfologi berupa partikel virion
isometrik kembar yang selalu berpasangan
yang berukuran sekitar 18-30 nm dan secara
genetik mempunyai DNA genom yang terdiri
atas satu atau dua molekul DNA berutas
tunggal (ssDNA) yang berbentuk sirkuler
(Guiterrez 2000).
Taksonomi dari familia Geminiviridae
terdiri atas empat genus yaitu, Mastrevirus,
Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus
yang dibedakan berdasarkan organisasi
genetik, tanaman inang dan vektor yang
menginfeksi (van Regenmortel et al. 1999).
Organisasi genetik dari masing-masing genus
dari familia Geminiviridae berbeda satu sama
lain dan pada penelitian kali ini jenis virus
yang digunakan berasal dari genus
Begomovirus yang menginfeksi tanaman
sayur-sayuran, seperti tomat, cabai, ubi kayu,
dan kacang-kacangan.
Genus Begomovirus meliputi virus-virus
yang menginfeksi tanaman dikotil. Genus ini
terdiri atas virus-virus dengan genom bipartit
dan mempunyai gen-gen yang terletak pada
dua molekul DNA utas tunggal sirkuler yang
berbeda (DNA A dan DNA B dengan ukuran
2
masing-masing 2.6-2.8 kb) atau monopartit
dengan semua gen-nya terletak pada satu utas
DNA tunggal sirkuler (2.8 kb) (Gambar 1)
(Delatte 2005). Infeksi Begomovirus ini telah
terjadi pada beberapa tanaman penting seperti
kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabe dan
ubi kayu pada daerah tropis dan sub-tropis
serta beberapa rumput (Roye et al. 1997;
Ambrozevicius et al. 2002).
Begomovirus ditularkan melalui serangga
kutu kebul dari genus Bemisia dengan sifat
penularan persisten, sirkulatif, dan nonpropagatif. Periode makan akuisisi dan
inokulasi minimum dari Bemisia telah banyak
dilaporkan untuk Begomovirus dan pada
umumnya sekitar 10-60 menit dan 10-30
menit (Idris & Brown 1998; Brown &
Czosnek 2002). Periode laten virus ini di
dalam vektornya lebih dari 20 jam dan dapat
bertahan selama 20 hari, namun tidak
sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus ini
dapat dibawa oleh serangga pada tahapan
larva atau dewasa tetapi tidak diturunkan
keketurunannya.
Gambar 1
2005).
Genom Begomovirus (Delatte
Kutu Kebul
Kutu kebul adalah serangga hama yang
dapat menyebabkan kerusakan langsung pada
tanaman dan sebagai media penular penyakit
tanaman. Hama ini umumnya menyerang
berbagai macam tanaman sayuran dan
termasuk serangga hama pengisap daun yang
memiliki lebih dari 1.000 spesies inang
tersebar di wilayah tropis dan subtropis di
seluruh dunia (Hill 1987). Namun demikian,
kerusakan yang disebabkan oleh penyakit
virus yang ditularkannya lebih sering
merugikan dibandingkan dengan kerusakan
yang disebabkan oleh hama kutu kebul
sendiri.
Kajian morfologi yang seringkali diamati
dari spesies Bemisia tabaci adalah telur,
nimfa, dan
imago. Telur Bemisia spp.
bentuknya lonjong, warnanya putih bening
ketika baru diletakkan, kemudian kecokelatan
menjelang menetas. Telur berdiameter 0.25
mm, dan biasanya diletakkan pada permukaan
bawah daun. Jumlah telur yang dihasilkan
seekor betina mencapai 28-300 butir
tergantung pada tanaman inang dan suhu
lingkungan (Hirano et al. 2002). Pada kapas,
Bemisia spp. rata-rata bertelur 81 butir (Butler
et al. 1983). Telur Bemisia spp. tidak akan
menetas pada suhu di atas 36ºC, sedangkan
penurunan suhu di bawah 36ºC dapat
meningkatkan
mortalitas
telur,
tetapi
kelembaban tidak berpengaruh terhadap
mortalitas dan masa inkubasi telur.
Nimfa yang baru menetas berwarna putih
bening, bentuknya agak bulat, panjangnya
0.3-0.7 mm. Nimfa instar pertama ini paling
aktif bergerak untuk mendapatkan bagian
daun yang cocok sebagai sumber nutrisi
selama menyelesaikan stadium nimfa. Sekali
menemukan tempat tersebut, biasanya nimfa
tidak berpindah-pindah lagi hingga menjadi
imago. Panjang pupa mencapai 0.7 mm,
memiliki sepasang bintik merah yang
kemudian berfungsi sebagai mata setelah
menjadi imago. Periode nimfa mencapai 2-4
minggu (Indrayani 2005).
Betina dewasa Bemisia spp. yang keluar
dari selubung pupa memiliki panjang tubuh
rata-rata 1 mm, berwarna kuning terang
dengan sepasang sayap berwarna putih, dan
seluruh tubuhnya tertutup oleh semacam
bubuk putih berlilin (Gambar 2). Melalui
analisa morfometrik, Byrne dan Houck (1990)
dapat membedakan jantan dan betina melalui
bentuk sayap. Sayap depan dan belakang
Bemisia betina umumnya lebih besar
dibanding jantannya. Imago Bemisia spp.
biasanya mudah terperangkap dengan
perangkap berwarna kuning dan tidak
menunjukkan respon terhadap perangkap
beraroma (Murugan & Uthamasamy 2001)
Perkembangan siklus hidup Bemisia spp. dari
telur hingga imago sangat beragam dan sangat
dipengaruhi oleh tanaman inangnya (Coudriet
et al. 1985). Bemisia spp. merupakan serangga
arrhenotokous, yaitu dapat menghasilkan telur
infertil yang akan menjadi imago jantan, dan
telur fertil menjadi imago betina. Peletakan
telur dimulai 1-8 hari setelah kawin, dan umur
imago mencapai 6-55 hari, bergantung suhu
lingkungan (Indrayani 2005).
Gambar 2 Fase imago kutu kebul (Setiawati
& Muharam 2003).
3
Tembakau
Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah
genus tanaman yang berdaun lebar yang
berasal dari daerah Amerika Utara dan
Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering
digunakan sebagai bahan baku rokok, baik
dengan menggunakan pipa maupun digulung
dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun
tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum,
dan ada pula yang menghisap bubuk
tembakau
melalui
hidung.
Tembakau
mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis
neurotoksin yang sangat ampuh jika
digunakan pada serangga. Zat ini sering
digunakan sebagai bahan utama insektisida.
Klasifikasi tembakau adalah kingdom
Viridiplantae, filum Streptophyta, sub filum
Embryophyta, divisi Tracheophyta, sub divisi
Spermatophyta, super kelas Magnoliophyta,
kelas Asteridae, ordo Solanales, famili
Solanaceae, genus Nicotiana, spesies tabacum
(NCBI 2009).
Tanaman tembakau mempunyai ciri-ciri
batang berkayu, bulat, berbulu, diameter 2 cm,
berwarna hijau (Gambar 3). Daun tunggal,
berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung runcing,
pangkal tumpul, hijau keputih-putihan. Bunga
majemuk, tumbuh di ujung batang, kelopak
bunga berbulu, pangkal berlekatan, ujung
terbagi lima, tangkai bunga berbulu, hijau,
mahkota bentuk terompet, merah muda. Buah
kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah
tua coklat. Biji bentuknya kecil dan berwarna
coklat. Tembakau di Indonesia merupakan
tanaman budidaya yang sudah lazim tersebar
di seluruh nusantara, dimulai dari ketinggian
4-1.500 m dpl (di atas permukaan laut) dan
terkadang masih dijumpai hingga ketinggian
2.100 dpl (Wardiyono 2009).
Tembakau dapat ditanam pada berbagai
macam kondisi iklim. Rata-rata temperatur
untuk pertumbuhan optimum adalah 21-27°C.
Air yang dibutuhkan adalah 300-400 mm,
yang tersebar merata sepanjang musim
pertumbuhan. Tembakau sigaret memerlukan
musim kering pada akhir musim untuk
mendapatkan daun tebal dan warna kuning.
Tembakau bungkus memerlukan kelembaban
tinggi (70% pada siang hari) dan mereduksi
intensitas cahaya (70% cahaya penuh), untuk
dapat menghasilkan daun yang tipis dan
elastis (Wardiyono 2009).
Tembakau dibudidayakan dengan biji.
Kecambahnya tumbuh di tempat pembibitan
dan pada umumnya 10 g dari biji yang sehat
diperlukan untuk menghasilkan cukup biji
untuk luas 1 ha, tetapi hanya 1/3 dari jumlah
ini diperlukan jika biji dibuat pellet. Media
perkecambahan biji merupakan campuran
tanah dan kompos, dan sebaiknya disterilisasi
selama 1 jam untuk mencegah infeksi patogen
dari tanah. Pupuk NPK diberikan ketika benih
telah ditebarkan.
Total
areal untuk
perkecambahan biasanya 80-100 m² untuk 1
ha tanah (Wardiyono 2009).
Pemeliharaan tembakau selama masa
tanam adalah pengairan setiap hari,
pengambilan gulma dan kontrol penyakit dan
hama.
Pemangkasan
dilakukan
untuk
membuang kecambah yang tumbuh kurang
sehat, pemangkasan kecambah dilakukan
tidak lebih dari 400 per m². Perakaran
tembakau akan menjadi kuat dalam waktu 710 hari. Tembakau merupakan penghasil
bahan beracun pembunuh nyamuk dan dapat
digunakan pula untuk mengendalikan hama
serangga, baik di luar ruangan maupun di
dalam ruangan. Tembakau (Nicotiana
tabacum) yang mengandung nikotin dapat
digunakan untuk insektisida (Wardiyono
2009).
Gambar 3 Tembakau (Nicotiana tabacum).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik Polymerase Chain Reaction
dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan
ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994
berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan
biologi molekular. PCR dapat diaplikasikan
dalam analisis genetik, seperti diagnosis
medis, dan forensik. Teknik molekuler yang
paling cepat dan efisien untuk pengujian gen
asing pada tanaman transforman adalah
melalui amplifikasi DNA dengan mesin PCR.
Komponen yang dibutuhkan dalam reaksi
PCR adalah DNA target, primer, Taq
polymerase, dinukleotida (dNTP), dan buffer
PCR (Mullis 1990). Perbanyakan fragmen
DNA dilakukan secara selektif dan spesifik
oleh sepasang oligonukleotida yang dikenal
sebagai primer. DNA polimerase yang
digunakan berasal dari bakteri termofilik yaitu
Taq polymerase. Enzim tersebut memiliki
stabilitas termal yang tinggi, aktivitasnya pada
4
saat siklus pemanasan pada suhu 950C. Primer
merupakan sekuen DNA pendek dengan
frekuensi 15 hingga 25 panjang basa dan
berutas tunggal (Mikkelsen & Corton 2004).
Reaksi PCR secara umum dilakukan
dalam tiga tahap (Gambar 4). Tahap
denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang
berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94-96°C
sehingga ikatan hidrogen DNA terputus atau
terdenaturasi dan DNA menjadi berutas
tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR
dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk
memastikan semua utas DNA terpisah.
Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil
dan siap menjadi cetakan bagi primer (David
2005). Tahap kedua adalah penempelan atau
hibridisasi antara oligonukleotida primer
dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer
menempel secara spesifik pada bagian DNA
cetakan yang komplementer dengan urutan
basanya. Hal ini dilakukan pada suhu antara
45-60°C. Suhu yang tidak tepat menyebabkan
tidak terjadinya penempelan atau primer
menempel di sembarang tempat.
Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi
atau elongasi. Suhu untuk proses ini
tergantung dari jenis DNA-polimerase yang
dipakai. Proses ini biasanya menggunakan
Taq polimerase dan dilakukan pada suhu
76°C. Durasi tahap ini biasanya satu menit.
Setelah tahap ini selesai, siklus diulang
kembali mulai dari tahap satu, sehingga
menunjukkan perkembangan yang terjadi
pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat
denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru
menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya
terdapat utas DNA yang panjangnya dibatasi
oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan
terjadi secara eksponensial (David 2005).
Gambar 4 Tahapan amplifikasi DNA pada
PCR (Mullis 1990).
Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik yang
digunakan
untuk
memisahkan
dan
memurnikan fragmen-fragmen DNA ataupun
RNA yang memiliki muatan listrik di bawah
pengaruh medan listrik. Prinsip elektroforesis
adalah memisahkan molekul berdasarkan
muatannya. DNA yang bermuatan negatif
karena adanya gugus fosfat akan bergerak ke
arah kutub positif selama elektroforesis.
Fragmen DNA mempunyai muatan negatif
yang sama untuk tiap-tiap ukuran panjang,
sehingga pergerakan DNA ini akan memiliki
kecepatan yang sama untuk mencapai kutub
positif (Clark & Christopher 2008).
Pergerakan yang sama antar molekul
DNA ini tidak akan dapat digunakan untuk
memisahkan DNA berdasarkan ukurannya.
Hal inilah yang menyebabkan digunakannya
gel untuk memperlambat pergerakan DNA.
Gel ini merupakan polimer sehingga akan
membentuk semacam jaring-jaring untuk
memerangkap DNA. DNA dengan ukuran
yang lebih besar akan lebih sulit melewati
lubang atau pori dari gel sehingga DNA
dengan sendirinya akan terpisah berdasarkan
besarnya ukuran karena kemampuan dari
DNA yang berbeda-beda dalam melewati pori
dalam gel. Media pendukung yang digunakan
dalam
elektroforesis,
antara
lain
kertas/membran selulosa, gel pati, gel
poliakrilamida, dan gel agarosa (Clark &
Christopher 2008).
Elektroforesis gel merupakan teknik
utama dalam biologi molekular dan biasanya
dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat
pula digunakan sebagai teknik preparatif
untuk
memurnikan
molekul
sebelum
digunakan dalam metode-metode sekuensing
DNA, atau immuno blotting yang merupakan
metode-metode karakterisasi lebih lanjut. Gel
yang digunakan adalah agarosa yang berasal
dari ekstrak rumput laut yang telah
dimurnikan. Marka atau penanda yang
digunakan pada proses running merupakan
campuran molekul dengan ukuran berbedabeda yang dapat digunakan untuk menentukan
ukuran molekul dalam pita sampel. Setelah
tahap running selesai, dilakukan metode
staining dan destaining. Staining methods
yaitu pewarnaan gel agarosa dilakukan dengan
menggunakan larutan etidium bromida (Etbr)
selama 15 menit. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar molekul sampel berpendar dalam
sinar ultraviolet. Destaining methods atau
penghilangan warna dilakukan dengan cara
gel dimasukkan ke dalam air (akuades) selama
5 hingga 7 menit (Clark & Christopher 2008).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan ialah gunting,
pinset, mikrofus, autopipet, neraca analitik,
autoklaf, ruang asam, laminar, vorteks, gelas
piala, magnetic stirrer, pH meter, tip,
Erlenmeyer,
tabung
mikro,
inkubator
bergoyang,
kuvet,
kertas
aluminium,
stopwatch, penangas air, microwave, stirrer
plate, tabung reaksi, cawan petri, kertas
saring, kotak es, dan gelas ukur. Alat yang
digunakan untuk analisis keberadaan DNA
dan
cDNA
adalah
spektrofotometer,
elektroforesis, UV illuminator Chemidoc EQ
Biorad.
Bahan-bahan untuk tahap persiapan
adalah benih tembakau transgenik, tanah,
pupuk, dan air. Bahan-bahan yang digunakan
untuk isolasi DNA adalah daun tembakau,
buffer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM
Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB
(cetil-trimetil-amonium-bromida), 2% PVP
(polivinil
pirolidon),
dan
0.2%
mercaptoetanol), larutan fenol-kloroformisoamilalalkohol (25:24:1) (v/v/v), natrium
asetat 3 M, isopropanol, etanol 70%, dan
buffer Tris-EDTA (TE).
Bahan-bahan yang digunakan dalam
menguji hasil isolasi DNA dengan PCR
adalah primer spesifik yaitu, gen AVI
(CPPROTEIN-VI
dan
CPPROTEIN-CI)
(Tabel 1), DNA hasil isolasi, akuades steril,
dNTPs 25 µM, MgCl2 1.5 mM, enzim Taq
DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan
buffer 1x (20 mM Tris-HCl pH 8.0, 100 mM
KCl, 0.1 mM EDTA, 1 mM DTT
(dithiothreitol), 50% gliserol, 0.5% Tween 20,
dan 0.5% nonidet P-40). Bahan-bahan untuk
isolasi RNA adalah kit RNeasy adalah daun
tembakau,
β-merkaptoetanol,
buffer
RLT/RLC, etanol 96-100%, buffer RW1,
buffer RPE, dan RNase-bebas air.
Bahan sintesis cDNA menggunakan kit
Invitrogen. Bahan-bahannya adalah 5 µ L
RNA, 1 µL dNTP, 1 µL Oligo(dT)12-18(500
µg/mL), akuades steril 12 µL, 4 µL Buffer
First-Strand 5x, 2 µL DDT 0.1 M, 1 µL (200
unit) SuperScriptTM II RT, 10x PCR Buffer
(200 mM Tris-HCl (pH 8.4), 500 mM KCl) 5
µL, 50 mM MgCl2 1.5 µL, 10 mM dNTP mix
1 µL, Forward primer (10 µM) 1 µL, Reverse
primer (10 µ M) 1 µ L, Taq DNA polymerase
(5 U/µL) 0.4 µL, cDNA 2 µ L, dan akuades 38
µL. Bahan-bahan yang digunakan untuk
elektroforesis yaitu loading dye, buffer TAE
1x, agarosa, DNA hasil isolasi atau hasil PCR,
marker, etidium bromida, dan akuades.
Tabel 1 Primer yang digunakan untuk
amplifikasi gen AV1 (Santoso
2008)
Primer
CPPROTEIN-VI
CPPROTEIN-CI
Sekuen primer
(5’-3’)
Ukuran
primer PCR
(bp)
TAATTCTAGA
TGTCGAAGCG
ACCCGCCGA
GGCCGAATTC
TTAATTTTGA
ACAGAATCA
29
29
Metode
Isolasi DNA Genom Tembakau Transgenik
Isolasi DNA genom tembakau transgenik
menggunakan metode yang dikembangkan
oleh Doyle & Doyle (1990) dan sudah
dimodifikasi dengan penambahan 2%
polyvinyl pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g
daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan
700 µL buffer ekstraksi (20 mM EDTA, 100
mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2%
CTAB, 2% PVP, dan 0.2% merkaptoetanol)
dan diinkubasi selama 15 menit pada
penangas air selama 65ºC. Selanjutnya
ditambahkan
larutan
fenol-kloroformisoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700
µL. Tabung dibolak-balik secara hati-hati
selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi
selama 15 menit dengan kecepatan 17.741 g.
Supernatan diambil dan ditambahkan dengan
1/10 volume 3 M natrium asetat dan 0.7x
volume isopropanol dingin dan dibolak-balik
perlahan-lahan. Proses pengendapan DNA
dilakukan dengan sentrifugasi selama 10
menit dengan kecepatan 17.741 g. Endapan
DNA dicuci dengan etanol 70% dan
disentrifugasi kembali selama 5 menit pada
17.741 g. Setelah itu pellet DNA dikeringkan
dan dilarutkan kembali dengan buffer TE 1x.
Suspensi DNA yang telah larut siap
digunakan untuk cetakan dalam proses PCR.
Amplifikasi
Gen
AVI
Tembakau
Transgenik
Amplifikasi gen AVI
pada genom
tanaman tembakau transgenik dilakukan
dengan menggunakan primer spesifik yaitu,
gen AVI (CPPROTEIN-VI dan CPPROTEINCI). Ukuran produk amplifikasi PCR dari gen
AVI adalah 780 bp. Amplifikasi PCR
dilakukan pada volume total reaksi 25 µ L
yang mengandung 2-5 µL DNA genomik
cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µ M,
sepasang primer spesifik masing-masing
dengan konsentrasi 0.2 µM, MgCl2 dengan
konsentrasi 1.5 mM, enzim Taq DNA
polymerase 0.15 unit dalam larutan buffer 1x
6
(20 mM Tris-HCl pH 8.0, 100 mM KCl, 0.1
mM EDTA, 1 mM DTT, 50% gliserol, 0.5%
Tween 20, dan 0.5% nonidet P-40). Setiap
reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 µL.
Reaksi amplifikasi dilakukan dengan program
sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu
94ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus,
denaturasi pada suhu 94ºC selama 30 detik,
penempelan primer pada suhu 55ºC selama 1
menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada
suhu 72ºC selama 2 menit. Tahapan PCR
diulang sebanyak 35 siklus. Pada tahap
terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan
akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit
sebanyak 1 siklus. Selain DNA sampel juga
digunakan DNA plasmid pBI-CP sebagai
kontrol positif (+) dan DNA tembakau non
transgenik serta air (tanpa DNA cetakan)
masing-masing sebagai kontrol negatif (-).
Setelah proses PCR selesai, sampel produk
PCR dielektroforesis dengan gel agarosa
(Santoso 2008).
Visualisasi
Hasil
PCR
dengan
Elektroforesis Gel
Terlebih dahulu disiapkan 1% gel agarosa
dengan 0,5x buffer TBE (Tris Boric Acid
EDTA) pada cetakan. Setelah gel agarosa
memadat kemudian dimasukkan ke dalam
tangki elektroforesis yang berisi 0,5x buffer
TBE. Sebanyak 10 µL produk PCR dari
masing-masing sampel ditambahkan dengan 2
µL loading dye dan dicampur sempurna,
kemudian dimasukkan ke dalam sumur di
dalam gel. Untuk menentukan ukuran dari
produk PCR disertakan juga DNA standar (1
kb ladder) sebagai pembanding. Sampel
dielektroforesis dengan tegangan 90 volt
selama kurang lebih 1.5 jam. Setelah itu, gel
agarosa diwarnai dengan larutan etidium
bromida (10 mg/L) selama 10 menit dan
dicuci dengan air selama 20-30 menit. Gel
agarose kemudian divisualisasi dengan
Chemidoc gel system (Biorad).
Pengujian Tingkat Ekspresi Genetik Isolasi
RNA Total ( Kit RNeasy)
Sebanyak 6 sampel tanaman tembakau
transgenik diisolasi RNA-nya. Sampel
tersebut dikelompokkan berdasarkan 3 jenis,
yaitu (1) sampel tanaman yang tidak
menunjukkan gejala infeksi Geminivirus dan
mengandung gen AV1, (2) tanaman yang yang
tidak
menunjukkan
gejala
terinfeksi
Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1,
dan (3) tanaman yang menunjukkan gejala
terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung
gen AV1. Kelompok pertama terdiri atas
sampel Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45,
kelompok kedua terdiri atas sampel Tr 20, dan
kelompok ketiga terdiri atas Tr 46.
Isolasi RNA tanaman menggunakan
metode yang dikembangkan Dudarev et al.
(1996). Jaringan muda tanaman tembakau
sebanyak 0.1 g dihaluskan dengan mortar.
Selanjutnya ditambahkan 450 µL buffer RLT
dan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 mL
lalu divorteks 1-2 menit. Sampel diinkubasi
pada suhu 56οC selama 1-3 menit. Larutan
kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2 mL
baru melalui QIAshredder Spin Column
(warna ungu) menggunakan tip biru (ujung tip
dipotong agar dapat disedot). Sampel
disentrifugasi pada kecepatan 17.741 g selama
2 menit. Supernatan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam tabung 2 mL baru,
kemudian supernatan ditambahkan etanol
96% sebanyak 0.5 volume dari total volume
yang didapatkan, selanjutnya larutan dicampur
dengan menggunakan pipet.
Sebanyak 650 µL larutan dimasukkan ke
dalam RNeasy mini column (warna pink) yang
telah dipasang ke tabung 2 mL tanpa tutup.
Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 8.960
g selama 15 detik. Larutan buffer RW1
ditambahkan sebanyak 700 µL melalui
RNeasy column dan segera dipindahkan ke
tabung 2 mL baru. Campuran tersebut
kemudian ditambahkan kembali 500 µL buffer
RPE lalu disentrifugasi pada kecepatan 8.960
g selama 15 detik. Ditambahkan kembali 500
µL buffer RPE melalui Rneasy column dan
disentrifugasi kembali pada kecepatan 8.960 g
selama 2 menit. Rneasy column kemudian
dipindahkan ke dalam tabung 2 mL yang baru
dan disentrifugasi pada kecepatan 17.741 g
selama 1 menit. Dipindahkan RNeasy ke
dalam tabung 1.5 mL baru dan ditambahkan
30-50 air bebas Rnase dan disentrifugasi
kembali pada kecepatan 8.960 g selama 1
menit. Sebanyak 1 µg total RNA yang
diperoleh dapat digunakan sebagai cetakan
untuk analisis Reverse Transcriptase-PCR
(RT-PCR).
Sintesis cDNA
Sintesis cDNA dalam tahapan penelitian
kali ini menggunakan cetakan RNA yang
telah diisolasi dari tanaman tembakau
mengandung
gen
ketahanan
terhadap
Geminivirus. Sebanyak 5 µL RNA hasil
isolasi ditambahkan dengan 1 µL dNTP lalu 1
µL Oligo(dT)12-18(500 µg/mL), dan terakhir
ditambahkan akuades steril sebanyak 12 µL.
Larutan dipanaskan hingga mencapai suhu
65ºC selama 5 menit, setelah selesai
pemanasan, larutan tersebut disimpan di es.
7
Larutan tersebut kemudian disentrifugasi agar
tercampur merata lalu ditambahkan 4 µL
Buffer First-Strand 5x, 2 µ L DDT 0.1 M dan
diinkubasi pada suhu 42ºC selama 2 menit.
Larutan yang telah diinkubasi segera
ditambahkan 1 µL (200 unit) SuperScriptTM II
RT dan diinkubasi kembali pada suhu 42ºC
selama 50 menit, untuk penghentian reaksi
larutan dipanaskan pada suhu 70ºC selama 15
menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi
PCR produk yang berupa cDNA, mula-mula
disiapkan campuran reaksi amplifikasi yang
terdiri atas 10x PCR Buffer (200 mM TrisHCl (pH 8.4), 500 mM KCl) 5 µL, 50 mM
MgCl2 1.5 µL, 10 mM dNTP mix 1 µL,
Forward primer (10 µM) 1 µL, Reverse
primer (10 µ M) 1 µ L, Taq DNA polymerase
(5 U/µL) 0.4 µL, cDNA 2 µ L, akuades 38 µL.
Larutan yang telah tercampur merata segera
dimasukkan ke mesin PCR.
Kuantifikasi RNA Hasil Isolasi dengan
Spektrofotometer
RNA Hasil isolasi selanjutnya dilakukan
kuantifikasi untuk melihat konsentrasi dan
kemurniannya
dengan
menggunakan
spektrofotometer.
Total
volume
yang
digunakan untuk pengukuran sebanyak 400
µL dengan faktor pengenceran sebesar 200
kali. Larutan blanko yang digunakan adalah
ddH2O. Sebanyak 2 µL DNA ditambahkan
dengan 398 µL akuades dalam kuvet.
Pengukuran konsentrasi asam nukleat
(DNA dan RNA) dilakukan pada panjang
gelombang 260 nm, sedangkan protein diukur
pada panjang gelombang 280. Jumlah radiasi
UV yang diserap oleh larutan RNA sebanding
dengan jumlah RNA dalam sampel yang
diukur. Kemurnian larutan DNA dapat
dihitung melalui perbandingan A260 nm
dengan A280 nm. Nilai perbandingan antara
1.8-2.0 dapat dikatakan menunjukkan
kemurnian yang tinggi.
Visualisasi Hasil PCR cDNA dengan
Elektroforesis Gel
Visualisasi hasil sintesis cDNA perlu
dilakukan untuk melihat keberadaan gen AV1.
Primer yang digunakan adalah primer spesifik
CPPROTEIN-VI
dan
CPPROTEIN-CI.
Sebanyak 2 µL produk PCR ditambahkan
dengan 2 µL loading dye dan dicampur
sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam
sumur gel agarosa. Disertakan 1 kb ladder
sebagai marker untuk melihat ukuran DNA
produk.
Konsentrasi gel agarosa yang digunakan
adalah 1.5%. Gel tersebut direndam dalam
tangki yang buffer TAE dan dialiri arus
dengan tegangan 80 volt selama 35 menit.
Tahap selanjutnya gel diwarnai dengan larutan
etidium bromida (10 mg/L) selama 5 menit,
kemudian dihilangkan pewarnaannya dengan
air selama 10 menit. Gel agarosa selanjutnya
ditampakkan dengan chemidoc gel system.
Uji
Hayati
Tanaman
Tembakau
Transgenik dengan Begomovirus
Tanaman tembakau transgenik generasi
T1 yang telah ditanam pada polibag yang
telah berumur 3 minggu dipindahkan ke
kurungan kedap serangga untuk penularan
Begomovirus menggunakan isolat Segunung.
Virus ditularkan ke tanaman tembakau
transgenik melalui vektor serangga kutu kebul
(Bemisia tabaci). Sebelumnya di dalam
kurungan telah ditempatkan tanaman sumber
inokulum (tanaman yang telah terinfeksi
Begomovirus) yang sudah terinfeksi dengan
serangga kutu kebul. Tanaman tembakau
dibiarkan selama 3-7 hari, agar kutu kebul
dapat menularkan virus ke tanaman tersebut.
Tanaman yang telah terinfeksi virus
dikeluarkan dan dihilangkan kutu kebulnya
menggunakan
insektisida.
Selanjutnya
tanaman tembakau dipindahkan ke rumah
kaca dan diamati gejala yang muncul pada 2
minggu setelah inokulasi (Santoso 2008).
Pengamatan gejala tanaman tembakau
terinfeksi oleh Begomovirus dilakukan dengan
kategori (-) tidak terinfeksi, tidak ada gejala
yang muncul dan (+) terinfeksi, muncul gejala
pada tanaman yang diindikasikan dengan
adanya mosaik atau penggulungan daun.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis PCR untuk Mendeteksi Gen AV1
Analisis
molekular
dengan
PCR
menggunakan primer spesifik gen AV1
dilakukan untuk mendeteksi keberadaan gen
yang diinginkan di dalam jaringan tanaman
yang ditransformasikan. Analisis PCR juga
dapat digunakan sebagai penapisan awal
secara cepat terhadap tanaman hasil
transformasi yang membawa transgen. Hasil
analisis PCR terhadap 60 tanaman tembakau
transgenik menunjukkan bahwa terdapat 36
tanaman yang mengandung gen AV1, ini
ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA
berukuran 780 bp, sedangkan 24 tanaman
tembakau transgenik menunjukkan hasil
negatif PCR atau tidak mengandung gen AV1
(Gambar 5). Disertakan pula kontrol negatif,
berupa tanaman tembakau non transgenik dan
positif
yaitu
plasmid
pBI-CP
yang
mengandung gen AV1serta marker 1 kb.
8
M A K-K+1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 M
Gen AV1
(780 bp)
M A K- K+11121314 15 16 1718 19 20 M
Gen AV1
(780 bp)
M A K-K+21 222324 25 26 27 28 29 30
Gen AV1
(780 bp)
M A K- K+3132 33 34 3536 37 38 39 40 M
Analisis Ekspresi Gen AV1
Analisis RT-PCR dilakukan terhadap 6
sampel tanaman tembakau transgenik yang
berhasil diisolasi RNA dan dibuat cDNA-nya.
Analisis tersebut termasuk cara yang mudah
untuk menguji tingkat ekspresi gen yang telah
diketahui sekuen nukleotidanya (Chaidamsari
et al. 2006). Hasil analisis menunjukkan
bahwa terbentuknya pita cDNA berukuran
12000 bp pada sampel Tr (transgenik) 7, Tr
17, Tr 20, dan Tr 45 serta sampel Tr 32 dan Tr
46 terbentuk pita cDNA berukuran 5000 bp
(Gambar 6). Perbedaan ukuran cDNA yang
terbentuk ini disebabkan oleh pada saat proses
isolasi RNA yang terisolasi merupakan RNA
total yaitu, rRNA, mRNA, dan tRNA
sehingga mengakibatkan perbedaan ukuran
cDNA yang terbentuk, mRNA terdiri atas
lebih dari 200 unit nukleotida sedangkan
tRNA terdiri atas 70 sampai 90 unit
nukleotida dan yang paling banyak dan besar
adalah rRNA yang menyusun sekitar 80%
dari total RNA. Bobot molekulnya besar, dan
setiap molekul dapat mengandung beberapa
ribu unit nukleotida (Hart et al. 2003).
M
7
17 20
32 45 46
12000 bp
bpbp
5000 bp
Gen AV1
(780 bp)
M A K-K+4142 4344 45 46 47 48 4950 M
Gambar 6 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel
tembakau transgenik nomor 7, 17, 20,
32, 45, dan 46. Keenam sampel tersebut
telah dapat dibuat cDNAnya, hal ini
ditunjukkan dengan terbentuknya pita
cDNA.
Gen AV1
(780 bp)
M A K- K+515253 54 5556 5758 59 60M
Gen AV1
(780 bp)
Gambar 5 Hasil elektroforesis gen AV1 pada 60
tanaman
tembakau
transgenik
menggunakan primer spesifik. 160=sampel
tanaman
tembakau
transgenik, K-=tanaman tembakau
non-transgenik, K+=plasmid, A=air,
M=1 Kb plus ladder (In vitrogen).
Deteksi cDNA AV1
Analisis ekspresi dilakukan dengan
melihat adanya transkriptasi gen AV1. Apabila
gen AV1 mengalami proses transkripsi normal
maka tentunya akan terbentuk transkrip AV1
yang berupa mRNA_AV1. Ada tidaknya
mRNA_AV1 dapat dideteksi melalui analisis
cDNA (complementary DNA), Untuk
menganalisis apakah gen AV1 terekspresi di
dalam genom RNA yang telah dibuat cDNAnya maka tahapan selanjutnya adalah
amplifikasi dengan PCR menggunakan primer
spesifik gen AV1, dilanjutkan dengan
elektroforesis dan dianalisis keberadaan gen
9
AV1 yang ditunjukkan dengan terbentuknya
pita DNA berukuran 780 bp (Gambar 7).
Hasil elektroforesis seperti yang diperlihatkan
pada gambar 7 menunjukkan bahwa sampel
cDNA Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45 terdapat
gen AV1 dalam cDNA-nya, sedangkan Tr 20
dan Tr 46 tidak terdapat gen AV1 dalam
cDNA-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa
gen
AV1
terekspresi
sampai
tahap
pembentukan RNA pada sampel Tr 7, Tr 17,
Tr 32, dan Tr 45 sedangkan pada sampel Tr
20 dan 46 gen AV1 tidak terekspresi sampai
tahap pembentukan RNA disebabkan oleh
tidak terdapat gen AV1 dalam DNA
genomnya.
Hasil
elektroforesis
juga
menunjukkan bahwa terdapatnya perbedaan
ketebalan pita cDNA yang terbentuk, pada
sampel Tr 17 terlihat lebih tipis diantara
sampel Tr 7, Tr 32, dan Tr 45, ini diduga kuat
terkait dengan perbedaan level transkrip gen
target (Chaidamsari et al. 2006), yaitu gen
AV1.
M
K- K+ 7 17 20 32 45 46 M
Gen AV1
(780 bp)
Gambar 7 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel
tembakau menggunakan primer spesifik
pada sampel nomor 7, 17, 20, 32, 45,
dan 46.
Uji Hayati Tanaman Tembakau
Transgenik dengan Begomovirus
Uji hayati dilakukan terhadap 60 tanaman
tembakau transgenik dengan menginfeksikan
Begomovirus menggunakan vektor kutu kebul.
Tanaman yang terinfeksi Geminivirus akan
muncul gejala yang diawali dengan mosaik
pada daun, selanjutnya tepi helai daun yang
melengkung ke permukaan bawah atau
menggulung ke arah permukaan atas daun,
tulang daun menebal serta berkelok-kelok,
bergelombang tidak beraturan seperti bentuk
krupuk, tak berbuah dan menjadi kerdil
hingga menyebabkan kematian (Hartono
2008) (Gambar 8).
Berbagai variasi respon yang berbeda
dihasilkan dari tanaman tembakau transgenik
yang telah diinokulasi kutu kebul. Sebanyak
27
tanaman
tembakau
transgenik
menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus
yang ditunjukkan daun seperti bentuk
kerupuk dan 33 tanaman tidak menunjukkan
gejala terinfeksi Begomovirus (Tabel 2).
(a)
(b)
Gambar 8 Hasil uji hayati tanaman tembakau
menggunakan vektor serangga kutu
kebul. a) Tanaman yang terinfeksi
Geminivirus, b) tanaman yang tahan
Geminivirus.
Tabel 2 Hasil pengujian PCR dan uji hayati
Kode
Tanaman
Hasil
PCR
Tr 1
Tr 2
Tr 3
Tr 4
Tr 5
Tr 6
Tr 7
Tr 8
Tr 9
Tr 10
Tr 11
Tr 12
Tr 13
Tr 14
Tr 15
Tr 16
Tr 17
Tr 18
Tr 19
Tr 20
Tr 21
Tr 22
Tr 23
Tr 24
Tr 25
Tr 26
Tr 27
Tr 28
Tr 29
Tr 30
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Hasil
uji
hayati
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Kode
Tanaman
Hasil
PCR
Tr 31
Tr 32
Tr 33
Tr 34
Tr 35
Tr 36
Tr 37
Tr 38
Tr 39
Tr 40
Tr 41
Tr 42
Tr 43
Tr 44
Tr 45
Tr 46
Tr 47
Tr 48
Tr 49
Tr 50
Tr 51
Tr 52
Tr 53
Tr 54
Tr 55
Tr 56
Tr 57
Tr 58
Tr 59
Tr 60
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Hasil
uji
hayati
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Keterangan:
Hasil PCR: (+) menghasilkan fragmen DNA
berukuran 780 bp, (-) tidak menghasilkan fragmen
DNA berukuran 780 bp. Hasil uji hayati: (+)
muncul gejala terinfeksi Geminivirus, (-) tidak
muncul gejala terinfeksi Geminivirus.
Hasil
Penggelompokkan
tanaman
berdasarkan pengujian uji hayati dan hasil
PCR dapat dibedakan menjadi 4 kategori.
Kategori 1 adalah tanaman yang menunjukkan
gejala terinfeksi Begomovirus dan positif
PCR, kategori 2 adalah tanaman yang
menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus
dan negatif PCR, kategori 3 adalah tanaman
yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi
Begomovirus dan positif PCR, dan kategori 4
adalah tanaman yang tidak menunjukkan
gejala terinfeksi Begomovirus dan negatif
PCR (Tabel 3).
10
Tabel
3
Pengelompokkan
tanaman
berdasarkan pengujian uji
hayati dan hasil PCR
Kategori
Uji hayati
1
2
3
4
Kontrol
negatif
Total
+
+
+
Analisis
PCR
+
+
-
Jumlah
tanaman
18
9
18
15
2
60
Keterangan:
Hasil PCR: (+) menghasilkan fragmen DNA
berukuran 780 bp, (-) tidak menghasilkan fragmen
DNA berukuran 780 bp. Hasil uji hayati: (+)
muncul gejala terinfeksi Geminivirus, (-) tidak
muncul gejala terinfeksi Geminivirus.
Tanaman dengan kategori 1 merupakan
tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi
Geminivirus dan mengandung gen AV1.
Sebanyak
delapan
belas
tanaman
menunjukkan respon ini. Keberadaan gen AV1
yang menyandikan protein selubung menurut
Day et al. (1991) dapat menimbulkan respon
ketahanan terhadap Geminivirus. Respon
ketahanan yang berbeda ini diduga disebabkan
oleh tidak efektifnya gen AV1 yang telah
terintegrasi ke dalam genom tanaman dan
disebut dengan istilah pembungkaman gen
(Santoso 2008).
Ketahanan terhadap infeksi Geminivirus
berasosiasi dengan ekspresi gen protein
selubung pada level yang tinggi (Kunik et al.
1994), pada kasus seperti yang terjadi di
tanaman kategori 1 ini diduga bahwa ekspresi
protein selubung yang dihasilkan belum
mencapai nilai ambang batas yang dapat
menghalangi replikasi atau siklus hidup virus,
sebab yang lain diduga bahwa gen yang ada
tidak dapat mengekspresikan protein dan
diduga plasmid yang mengandung gen AV1
tersisip pada daerah yang tidak mengkode
informasi genetik. Selain itu ketahanan
tembakau transgenik yang menggunakan
konstruksi gen utuh protein selubung
ketahanannya sebanding dengan banyaknya
mRNA AV1 yang terbentuk sehingga dapat
menghalangi proses replikasi virus (Sinisterra
1999), diduga bahwa konstruksi gen AV1 yang
disisipkan pada tanaman kategori 1 tidak utuh
atau lengkap sehingga mRNA AV1
menghasilkan protein selubung secara tidak
sempurna dan tidak dapat menghambat
replikasi virus.
Tanaman dengan kategori 2 merupakan
tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi
Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1.
Sebanyak sembilan tanaman menunjukkan
respon ini. Hal tersebut normal terjadi karena
tembakau merupakan salah satu inang
Geminivirus (Lazarowitz & Lazadins 1991)
dan sampai saat ini belum ditemukan adanya
tanaman tembakau non-transgenik yang tahan
terhadap infeksi Geminivirus. Oleh karena itu,
tembakau yang tidak mengandung gen AV1
menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus.
Tanaman dengan kategori 3 merupakan
tanaman yang tidak menunjukkan gejala
infeksi Geminivirus dan mengandung gen
AV1. Sebanyak delapan belas tanaman
menunjukkan respon ini. Keberadaan gen AV1
dengan ketahanan terhadap Begomovirus
menunjukkan hubungan yang sebanding
meskipun tidak seluruhnya tanaman yang
mengandung gen tersebut menunjukkan
respon tahan infeksi Begomovirus. Gen AV1
menyandikan
protein
selubung
yang
digunakan untuk menyelubungi genom dan
sangat penting untuk penyebaran virus
(Briddon et al. 2004). Protein selubung
seringkali digunakan dalam konsep ketahanan
yang berasal dari patogen (pathogen-derived
resistance, PDR) (Sanford & Johnson 1985).
Protein ini juga telah terbukti efektif
mengendalikan beberapa galur virus yang
menyandikan turunan dari protein selubung
(Prins et al. 2008) dan telah terbukti efektif
untuk mengendalikan Geminivirus pada
tanaman (Sinisterra et al. 1999).
Tanaman dengan kategori 4 merupakan
tanaman yang tidak menunjukkan gejala
terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung
gen AV1. Sebanyak lima belas tanaman
menunjukkan respon ini. Tahannya tanaman
tersebut diduga karena tidak terjadinya proses
penularan virus oleh serangga kutu kebul.
Salah satu kelemahan teknik uji hayati dalam
penelitian ini adalah proses penularan virus
sangat tergantung dari pergerakan kutu kebul
yang diinokulasikan, sehingga kemungkinan
tidak terjadinya proses infeksi virus oleh kutu
kebul bisa terjadi (Santoso 2008).
Terekspresinya gen AV1 sampai tahap
pembentukan RNA seperti kasus yang terjadi
pada tanaman dengan kategori 3 dapat
digunakan untuk mengetahui lebih dalam lagi
mengenai mekanisme ketahanan tembakau
transgenik terhadap serangan Geminivirus.
Melalui data yang didapat bahwa mekanisme
ketahanan tembakau transgenik diduga
berdasarkan konsep ketahanan coat proteinmediated resistance (CPMP). Hal tersebut
diindikasikan dengan terjadinya proses
transkripsi gen AV1 sehingga menghasilkan
mRNA AV1. Mekanisme ketahanan CPMP ini
berperan dalam tingkat awal proses replikasi
virus
(Aswidinnoor
1995),
dengan
11
menghalangi proses replikasi secara tidak
terkendali dari partikel virus dan Powell
(1986) melaporkan bahwa protein selubung
terbukti efektif menghambat infeksi Tobacco
mosaic virus (TMV) dalam tanaman
transgenik.
Mekanisme ketahanan yang diperoleh
melalui pendekatan PDR dengan menyisipkan
gen AV1 yang menyandikan protein selubung
bukan merupakan mekanisme ketahanan yang
dimediasi RNA (Santoso 2008). Mekanisme
ketahanan yang melalui pembungkaman RNA
alami (natural RNA silencing pathway)
berbeda dengan virus genom RNA. Genom
RNA virus dapat secara langsung dihancurkan
oleh siRNA (small interfering RNA)
sedangkan
komponen
genom
DNA
Begomovirus bukan merupakan target dari
pembungkaman RNA dan diduga ketahanan
tembakau transgenik yang diperoleh pada
penelitian ini berdasarkan pembentukan
selubung protein atau CPMP.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis integrasi gen AV1
didapatkan sebanyak 36 tanaman mengandung
gen AV1. Analisis ekspresi gen AV1
mendapatkan 4 tanaman yaitu, Tr 7, Tr 17, Tr
32, dan Tr 45 mengandung mRNA AV1. Hasil
uji hayati mendapatkan tanaman Tr 7, Tr 17,
Tr 32, dan Tr 45 mengekspresikan gen AV1
yang tahan terhadap Geminivirus.
Saran
Perlu dilakukan kembali analisis lebih
lanjut
untuk
mengetahui
mekanisme
ketahanan tembakau transgenik terhadap
serangan virus dengan mendeteksi keberadaan
protein selubung dengan metode westernblot.
Selain itu perlu juga dilakukan metode yang
lebih efektif untuk pengujian uji hayati infeksi
Geminivirus untuk menghindari tanaman yang
tidak dihinggapi kutu kebul.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New
York: Academic Pr.
Ambrozevicius LP, Calegario RF, Fontes
EPB, Carvalho MG, Zerbini FM. 2002.
Genetic diversity of begomovirus
infecting tomato and associated weed in
Southeastern Brazil. Fitopatol Bras 27:
372-377.
Amirhusin B. 2004. Perakitan tanaman
transgenik tahan hama. Jurnal Litbang
Pertanian 23: 1-7.
Aswidinnoor H. 1995. Transformasi gen:
sumber baru keragaman genetik dalam
pemuliaan tanaman. Zuriat 6: 56-65.
Baulcombe DC. 1996. Mechanism of
pathogen-derived resistance to virus in
transgenic plants. The Plant Cell 8: 18331844.
Bent AF, Yu IC. 1999. Applications of
molecular biology to plant disease and
insect resistance. Adv Agron 66: 197251.
Briddon RW, Robertson I, Markham PG,
Stanley J. 2004. Occurrence of South
Africa cassava mosaic virus (SACMV) in
Zimbabwe. Plant Pathol 53: 233.
Brown JK, Czosnek. 2002. Whitefly
transmission of plant viruses. Adv Bot Res
36: 65-100.
Byrne DN, Houck MA. 1990. Morphometric
identification of wing polymorphism in
Bemisia
tabaci
(Homoptera:
Aleyrodidae). Ann of the Entomol. Soc of
America 83: 487-493.
Butler GD, Henneberry TJ, Clayton TE. 1983.
Bemisia
tabaci
(Homoptera:
Aleyrodidae): development, oviposition,
and longevity in relation to temperature.
Ann of the Entomol Soc of America 76:
310-313.
Chaidamsari T, Samanhudi H, Sugiarti D,
Santoso G.C, Angenent, de Maagd R.A.
(2006). Isolation and characterization of
an AGAMOUS homologue from cocoa
Plant Sci 170: 968-975.
Clark W, Christopher K. 2000. An
Introduction
to
DNA
:
Spechtrophotometry, Degradation, and
the “Frangekel” Eksperimen. Alberta:
University of Alberta.
Coudriet DL, Prabhaker N, Kishaba AN,
Meyerdirk DE. 1985. Variation in
developmental rateof different host and
overwintering
of
the
sweetpotato
whitefly, Bemisia tabaci (Homoptera:
Aleyrodidae) Environmental Entomology
14: 516-519.
12
Day AG, Bejarano ER, Buck KW, Burell M,
Lichtenstein CP. 1991. Expression of an
antisense viral gene in transgenic tobacco
confers resistance to the DNA virus
tomato golden mosaic virus. Proc Natl
Acad USA 88: 6721-6725.
Dellate H. 2005. Study of pathosystem
Begomovirus/Bemisia tabaci/tomato on
The South West Island of The Indian
Ocean [thesis]. Netherlands: Agriculture
Faculty, Wageningen University.
Dudarev N, Cseke L, Blank VM, Pichersky E.
1996. Evolution of floral scent in clarkia:
novel patterns of S-linalool synthase gene
expression in the C. breweri flower. Plant
cell 8: 1137-1148.
Doyle JJ, JL Doyle. 1990. Isolation of plant
DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15.
Guiterrez C. 2000. Geminiviruses and the
plant cell cycle. Plant Mol Biol 43: 763772.
Hart H, Hart L, Craine L. 2003. Kimia
Organik, Suatu Kuliah Singkat. Suminar
Setiyadi Achmadi, penerjemah; Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Organic
Chemistry, a Short Course.
Hartono S. 2008. Identifikasi
molekular
begomovirus penyebab penyakit keriting
kuning pada tanaman tomat di Jawa
Tengah. Jurnal Akta Agrosia 11: 69-74.
Hartono S, Wijonarko A. 2007. Karakterisasi
biologi molekular tomat Infectious
Chlorosis virus penyebab penyakit
kuning pada tanaman tomat di Indonesia.
Jurnal Akta Agrosia 2: 139-146.
Hill DS. 1987. Agricultural Insect Pests of the
Tropics and their Control. UK:
Cambridge University Pr.
Idris AM & Brown JK. 1998. Sinaola tomato
leaf curl Geminivirus; biological and
molecular evidence for a new subgroup
III virus. Phytopatol 88: 648-657.
Indrayani IGAA. 2005. Studi pustaka
bioekologi dan teknik pengendalian hama
lalat
putih,
Bemisia
spp.
(Homoptera:Aleyrodidae).
Malang:
BALITTAS.
Innis A., Gelfand DH, Suinsky JJ. 1999. PCR
Aplications : Protocols for Functional
Genomics. San Diego: Academic Pr.
Kunik et al. 1994. Transgenic tomato plants
expressing the tomato yellow leaf curl
virus capsid protein are resistant to the
virus. Bio Tech 12: 500-504.
Lazarowitz SG, Lazadins IB. 1991.
Infectivity and complete nucleotide
sequence of the cloned genomic
components of a bipartite squash leaf
curl Geminivirus with a broad host
range phenotype. Virol 78: 1791-1794.
Mikkelsen
SR,
Corton
E.
2004.
Bioanalytical Chemistry. New Jersey:
John Wiley & Sons.
Mullis KB. 1990. The unusual origin of the
polymerase chain reaction. Scientific
American 17: 56-65.
Murugan M, Uthamasamy S. 2001. Yellow
sticky trap monitored whitefly, Bemisia
tabaci (Gennadius) population on cotton
cultivars. Madras Agricultural Journal
88: 126-128.
Nakhla
MK,
Maxwell
DP.
1998.
Epidemiology and Management of
Tomato Yellow Leaf Curl Disease in
Plant in Plant Virus Disease Control.
Minesota: APS Pr.
[NCBI]. National Center for Biotechnology
Information. 2009. Classification of
Nicotiana tabacum. [terhubung berkala].
www.ncbi.nlm.nih.gov.
[23
Januari
2010].
Prins M et al. 2008. Strategies for antiviral
resistance in transgenic plants. Molecular
Plant Pathology 9: 73-83.
Powell A et al. 1986. Delay of disease
development in transgenic plants that
express tobacco mosaic virus coat protein
gene. Science 232: 738-743.
Roye ME, McLaughlin WA, Nakhla MK,
Maxwell DP. 1997. Genetic diversity
among Geminiviruses associated with the
weed species Sida spp., Macroptilium
lathyroides, and Wissadula amplissima
from Jamaica. Plant Dis 81: 1251-1258
Sanford JC, Johnston JA. 1985. The concept
of parasite-derived resistance deriving
resistance genes from the parasite’s own
genome. J Theor Biol 113: 395-405.
Santoso TJ. 2008. Identifikasi Begomovirus
Indonesia dan analisis diversitas genetik
gen AV1 serta pemanfaatannya untuk
pengembangan tanaman tahan virus
[disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
13
Setiawati, Muharam, 2003. Buku Panduan
Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu
Cabai
Merah
(Pengenalan
dan
Pengendalian Hama-Hama Penting pada
Tanaman Cabai Merah). Bandung:
BALITSA.
Polston JE, Sinisterra XH, Abourized AM,
Hiebert E. 1999. Tobacco plants
transformed with a modified coat protein
of tomato mottle Begomovirus show
resistance to virus infection. Phytopathol
89: 701-706.
Sudiono,
Hidayat
SH,
Suseno
R,
Sosromarsono S. 2001. Molecular
detection and host range study of tomatoinfecting begomovirus. Di dalam:
Proceeding of Indonesian Phytopathology
Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001.
Bogor:
Perhimpunan
Fitopatologi
Indonesia. Hlm 208-217.
Van
Regenmortel et al. 1999. Virus
Taxonomy. Seventh report of the
international committee on taxonomy of
viruses. San Diego: Academic Pr.
Wardiyono. 2009. Karakteristik Tembakau.
Yogyakarta: Selasar
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Tahapan alur penelitian
Penanaman Tembakau
Analisis Ekspresi Gen AV1
Isolasi RNA Daun Tembakau
Pengukuran Konsentrasi RNA dengan
Spektrofotometer
Analisis Ekspresi Gen AV1 pada Tembakau
Transgenik:
● Sintesis cDNA dengan RT-PCR
● Elektroforesis
Analisis Keberadaan Gen AV1
Isolasi DNA Daun Tembakau
Pengukuran Konsentrasi DNA dengan
Spektrofotometer
Analisis Keberadaan Gen AV1:
● Amplifikasi Gen AV1 dengan PCR
● Elektroforesis
Uji hayati Tanaman 60 Tembakau Tembakau
Transgenik dengan Begomovirus
16
Lampiran 2 Isolasi DNA (Doyle & Doyle 1990)
Bufer CTAB 1000 µL (2 x 500 µL)
Gerus
Daun tembakau
Tabung mikro 2 mL
Inkubasi 65˚C selama 15 menit
(tiap 5 menit dibolak-balik)
+ 100 µL natrium asetat 3M
+ 1000 µL kloroform isoamilalkohol
17.741
rpm selama 5 menit
Supernatan
17.741
+ 70 µL natrium asetat 3M
+ 600 µL isopropanol dingin
rpm selama 5
menit
Pelet DNA
Cuci dengan etanol 200 µL 70 %
Keringkan dengan oven
selama 10 menit
Larutkan kembali dalam
50 µl TE buffer + RNase
17
Lampiran 3 Komposisi buffer ekstraksi DNA untuk 500 mL
Larutan Stok
JumLah untuk 500
Konsentrasi akhir
mL
Tris-Cl 1 M (pH = 8,5)
50 mL
100 mM
NaCl 5 M
140 mL
1.4 M
EDTA 0.25 M
40 mL
20 mM
CTAB
10 g
2% (b/v)
PVP
10 g
2% (b/v)
Merkaptoetanol
1 mL
0.2% (v/v)
Lampiran 4 Hasil pengukuran konsentrasi DNA (ng/µL)
Sampel
Konsentrasi
Tembakau
Sampel
Konsentrasi
Tembakau
Sampel
Konsentrasi
Tembakau
Tr 1
936.9363
Tr 21
2336.9529
Tr 41
5756.4575
Tr 2
1226.0402
Tr 22
2662.9399
Tr 42
1892.6139
Tr 3
1391.3889
Tr 23
3799.8024
Tr 43
4214.8013
Tr 4
1188.6459
Tr 24
1273.2218
Tr 44
1520.2401
Tr 5
1050.1346
Tr 25
2361.7407
Tr 45
2692.6174
Tr 6
629.7213
Tr 26
3798.1750
Tr 46
7630.1299
Tr 7
1630.3635
Tr 27
4301.7695
Tr 47
5032.1748
Tr 8
2266.7070
Tr 28
3991.3008
Tr 48
1941.6161
Tr 9
4330.4912
Tr 29
1476.7010
Tr 49
1649.2793
Tr 10
2009.8701
Tr 30
4182.7275
Tr 50
1549.4789
Tr 11
1827.6888
Tr 31
2155.7126
Tr 51
2569.1443
Tr 12
2014.5490
Tr 32
2635.8389
Tr 52
1078.0035
Tr 13
4518.7314
Tr 33
1002.1724
Tr 53
2379.2415
Tr 14
2466.8232
Tr 34
2806.4719
Tr 54
1504.7628
Tr 15
582.3456
Tr 35
1849.2275
Tr 55
1372.2878
Tr 16
1614.0194
Tr 36
1470.7664
Tr 56
2918.4111
Tr 17
2408.7876
Tr 37
1407.9152
Tr 57
2595.5454
Tr 18
1203.9741
Tr 38
6614.8569
Tr 58
3430.1033
Tr 19
1215.9379
Tr 39
2107.1238
Tr 59
3225.4722
Tr 20
1454.4946
Tr 40
2005.6992
Tr 60
3072.3938
18
Lampiran 5 Prosedur isolasi RNA dengan kit RNeasy
Daun Tembakau Transgenik
Digerus & Ditambahkan buffer lisis
Dihomogenisasikan dalam tabung
QIAshredder
Ditambah Etanol
Didapatkan RNA Total
Ditambahkan kembali buffer
Didapatkan RNA Total (Murni)
19
Lampiran 6 Hasil pengukuran konsentrasi RNA (ng/µL)
Sampel tembakau transgenik
Konsentrasi
7
973.4193
17
586.0907
20
905.5312
32
1853.6323
45
1158.2533
46
2462.6621
Lampiran 7 Komposisi campuran pereaksi dan kondisi PCR
Komposisi komponen
Volume (µL)
10x PCR Buffer
50
MgCl2
30
dNTPs
10
Primer CP-V1 F
10
Primer CP-C1 R
10
Taq DNA Pol
4
ddH2O
361
DNA
1
Download