ANALISIS INTEGRASI DAN EKSPRESI GEN KETAHANAN TERHADAP GEMINIVIRUS (AV1) PADA TEMBAKAU TRANSGENIK ADITYA RIZKO NUGROHO DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRAK ADITYA RIZKO NUGROHO. Analisis Integrasi dan Ekspresi Gen Ketahanan terhadap Geminivirus (AV1) pada Tembakau Transgenik. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan TRI JOKO SANTOSO. Infeksi Geminivirus pada beberapa tanaman sayuran seperti tomat dan cabai telah menyebabkan penyakit keriting dan penguningan daun. Penyakit ini telah mengakibatkan kehilangan hasil yang nyata pada produksi sayuran di Indonesia. Teknologi rekayasa genetik memberi peluang untuk merakit tanaman transgenik yang tahan terhadap Geminivirus. Gen AV1 Geminivirus yang menyandikan selubung protein dapat digunakan untuk merakit tanaman tahan virus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi integrasi dan ekspresi gen AV1 pada tanaman tembakau transgenik untuk ketahanannya terhadap Geminivirus. Analisis integrasi gen AV1 dilakukan dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan primer spesifik gen AV1 serta DNA genom tembakau transgenik sebagai cetakan. Sementara itu, analisis ekspresi gen AV1 pada tingkat transkripsi dilakukan dengan mengisolasi RNA total, sintesis cDNA dengan reverse transcriptase-PCR (RT-PCR) dan amplifikasi produk gen AV1 dengan cDNA sebagai cetakannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 tanaman tembakau transgenik generasi T1 terdapat sebanyak 36 tanaman yang mengandung gen AV1 dan 18 diantaranya menunjukkan ketahanan terhadap Geminivirus. Analisis ekspresi gen AV1 pada 6 tanaman terpilih menunjukkan bahwa 4 tanaman mengekspresikan gen AV1 yang diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA produk PCR dari cetakan cDNA. ABSTRACT ADITYA RIZKO NUGROHO. Analysis of Integration and Expression of Geminivirus Resistance Gene (AV1) in Transgenic Tobacco. Under the direction by DJAROT SASONGKO HAMI SENO and TRI JOKO SANTOSO. Geminivirus infection in several vegetable crops such as tomato and chilli has caused leaf curl and yellowing disease. This disease has significantly impact on yield losses of vegetable production in Indonesia. Genetic engineering technology gives an oppurtunity to develop transgenic plant resistant to Geminivirus. Geminivirus AV1 gene expressing coat protein can be used to develop virus resistant plant. The objective of this research was to identify the integration and expression of AV1 gene in tobacco transgenic plant for resistance to Geminivirus. Analysis of AV1 gene integration was carried out by using polymerase chain reaction (PCR) technique and AV1 gene specific primer as well as tobacco genomic DNA as template. Meanwhile, expression analysis of AV1 gene in transcriptional level was conducted by isolating total RNA, cDNA sintesis using reverse transcriptase-PCR (RT-PCR) and amplification AV1 gene product with the cDNAs as a template. Result of this research showed that out of 60 tobacco plants generation T1 there are 36 plants containing AV1 gene and 18 plants of them showed resistant to Geminivirus. Analysis of AV1 gene expression on 6 selected plants showed that 4 plants expressed AV1 gene that indicated by PCR product from cDNA template. ANALISIS INTEGRASI DAN EKSPRESI GEN KETAHANAN TERHADAP GEMINIVIRUS (AV1) PADA TEMBAKAU TRANSGENIK ADITYA RIZKO NUGROHO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Skripsi : Analisis Integrasi dan Ekspresi Gen Ketahanan terhadap Geminivirus (AV1) pada Tembakau Transgenik Nama : Aditya Rizko Nugroho NIM : G84053642 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Djarot Sasongko Hami Seno, M.S. Ketua Dr. Tri Joko Santoso, M.Si. Anggota Diketahui Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc. Ketua Departemen Biokimia Tanggal Lulus: PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekular, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), dari bulan Juni sampai September dengan judul Analisis Integrasi dan Ekspresi Gen Ketahanan terhadap Geminivirus (AV1) pada Tembakau Transgenik. Ucapan terima kasih penulis juga ditujukan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Djarot Sasongko HS selaku pembimbing utama dan Dr. Tri Joko Santoso selaku pembimbing kedua. Tak lupa juga kepada Dewi P, Ganti Swara P, dan Bambang P yang telah membantu penelitian ini serta orang tua dan temanteman Biokimia angkatan 42 yang telah memberi inspirasi dan dukungan. Penulis menyadari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun diharapkan dapat berguna bagi pelaksanaan ini. Bogor, Maret 2010 Aditya Rizko Nugroho RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Januari 1987 dari bapak Baskriyanto dan ibu Yati Maryamah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus SMA Negeri 3 Depok dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) pada Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biokimia Umum S1 FKH dan Biologi tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga aktif dalam organisasi Al-Hurriyah pada Divisi Ekonomi tahun 2005/2006 dan himpunan keprofesian (HIMPRO) Biokimia tahun 2007/2008. Selain itu penulis juga pernah melakukan Praktik Lapang (PL) di Laboratorium Fermentasi dan Penyulingan, Bioprospeksi Mikroba, Puslit Biologi-LIPI Bogor. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Geminivirus ............................................................................................ Kutu Kebul ............................................................................................. Tembakau ............................................................................................... Polymerase Chain Reaction (PCR) ......................................................... Elektroforesis .......................................................................................... 1 2 3 3 4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ........................................................................................ Metode Penelitian ................................................................................... 5 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis PCR untuk Mendeteksi Gen AV1 ............................................... Analisis Ekspresi Gen AV1 ...................................................................... Deteksi cDNA AV1 ................................................................................. Uji Hayati Tanaman Tembakau Transgenik dengan Begomovirus ........... 7 8 8 9 SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11 LAMPIRAN ................................................................................................. 14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Genom Begomovirus .................................................................................... 2 2 Fase imago kutu kebul ................................................................................ 2 3 Tembakau (Nicotiana tabacum) .................................................................. 3 4 Tahapan amplifikasi DNA dengan PCR ...................................................... 4 5 Hasil elektroforesis gen AV1 pada 60 tanaman tembakau transgenik ........... 8 6 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau transgenik nomor 7, 17, 20, 32, 45, dan 46 .............................................................................. 8 7 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau transgenik menggunakan primer spesifik sampel nomor 7, 17, 20, 32, 45, dan 46 ............................... 9 8 Hasil uji hayati tembakau transgenik menggunakan kutu kebul ................... 9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen AV1 ..................................... 5 2 Hasil pengujian PCR dan uji hayati ............................................................. 9 3 Pengelompokan tanaman berdasarkan uji hayati dan hasil PCR ................... 10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tahapan alur penelitian ............................................................................... 15 2 Isolasi DNA ................................................................................................ 16 3 Komposisi buffer ekstraksi DNA ................................................................ 17 4 Hasil pengukuran konsentrasi DNA ............................................................ 17 5 Isolasi RNA ............................................................................................... 18 6 Hasil pengukuran konsentrasi RNA ............................................................. 19 7 Komposisi campuran pereaksi PCR gen AV1 .............................................. 19 PENDAHULUAN Kerugian yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman diperkirakan mencapai 37% dari total produksi, dan 13% diantaranya dari serangan hama. Di Amerika Serikat, kerugian akibat serangan hama jika diuangkan mencapai Rp 60,61 trilyun per tahun (Bent & Yu 1999). Salah satu jenis penyakit tanaman sayuran yang sangat merugikan dan disebarkan melalui hama adalah penyakit keriting dan kuning daun yang menyerang tanaman tomat, cabai, kacang-kacangan dan tembakau. Penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi Begomovirus dari kelompok Geminivirus dan disebarkan melalui serangga kutu kebul. Tanaman yang terinfeksi virus tersebut akan menunjukkan gejala berupa klorosis daun, tepi daun menggulung ke atas atau ke bawah seperti mangkuk, daun keriting, berwarna kuning, dan tanaman menjadi kerdil serta tak berbuah (Hartono 2008). Penurunan hasil akibat serangan penyakit keriting daun pada tanaman di daerah Bogor, Jawa Barat dan sekitarnya dilaporkan mencapai 50-70% (Sudiono et al. 2001). Pada berbagai tanaman, infeksi virus dapat menyebabkan munculnya gejala fisiologis yang sama dengan kekurangan unsur hara tertentu (Agrios 1997). Selain itu, keakuratan identifikasi patogen yang menyerang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian penyakit pada tanaman (Agrios 1997). Oleh karena itu, metode deteksi ketahanan Geminivirus secara cepat dan spesifik, sangat diperlukan guna membantu kajian epidemiologi dan pengendalian penyakitnya (Nakhla & Maxwell 1998). Teknologi yang sering digunakan dalam mengendalikan penyebaran virus dalam satu dasawarsa terakhir adalah teknologi berbasis genetik. Salah satunya adalah pembuatan tanaman transgenik tahan virus, contohnya tanaman tembakau yang telah disisipkan gen ketahanan terhadap Geminivirus. Tanaman tembakau dapat dijadikan sebagai tanaman model untuk menganalisis keberadaan dan ekspresi gen ketahanan tanaman terhadap virus. Pendekatan ini memanfaatkan elemen genetik yang dapat berupa gen utuh atau bagian gen dari genom virus kemudian digabungkan dengan sekuen pengendali dan dimasukkan ke dalam genom tanaman. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap virus juga dapat diketahui melalui analisis ekspresi RNA yang terdapat dalam tanaman transgenik, sehingga pengendalian penyakit virus tanaman akan semakin efektif. Pembuatan tanaman tembakau transgenik telah berhasil dikembangkan oleh Santoso (2008) dan telah menghasilkan beberapa varietas tahan Begomovirus. Pengembangan varietas tahan virus merupakan komponen penting dalam pengendalian virus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keberadaan gen ketahanan terhadap Geminivirus dan ekspresinya pada tanaman tembakau transgenik dengan mengunakan PCR dan RT-PCR DNA. Hipotesis dari penelitian ini adalah gen AV1 yang telah disisipkan ke dalam genom tanaman tembakau transgenik dapat dideteksi keberadaan serta ekspresinya dengan menggunakan PCR dan RT-PCR. Manfaat penelitian ini berguna untuk program pembuatan tanaman tahan hama dan penyakit yang disebabkan oleh virus, terutama Begomovirus. Manfaat lebih lanjut adalah meningkatkan produktifitas tanaman sayuran dengan menciptakan tanaman tahan hama dan penyakit tanaman. TINJAUAN PUSTAKA Geminivirus Geminivirus merupakan salah satu kelompok virus tanaman terbesar dan penting yang meliputi virus-virus yang menginfeksi sejumlah spesies tanaman baik monokotil maupun dikotil. Geminivirus secara struktural mempunyai morfologi berupa partikel virion isometrik kembar yang selalu berpasangan yang berukuran sekitar 18-30 nm dan secara genetik mempunyai DNA genom yang terdiri atas satu atau dua molekul DNA berutas tunggal (ssDNA) yang berbentuk sirkuler (Guiterrez 2000). Taksonomi dari familia Geminiviridae terdiri atas empat genus yaitu, Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus yang dibedakan berdasarkan organisasi genetik, tanaman inang dan vektor yang menginfeksi (van Regenmortel et al. 1999). Organisasi genetik dari masing-masing genus dari familia Geminiviridae berbeda satu sama lain dan pada penelitian kali ini jenis virus yang digunakan berasal dari genus Begomovirus yang menginfeksi tanaman sayur-sayuran, seperti tomat, cabai, ubi kayu, dan kacang-kacangan. Genus Begomovirus meliputi virus-virus yang menginfeksi tanaman dikotil. Genus ini terdiri atas virus-virus dengan genom bipartit dan mempunyai gen-gen yang terletak pada dua molekul DNA utas tunggal sirkuler yang berbeda (DNA A dan DNA B dengan ukuran 2 masing-masing 2.6-2.8 kb) atau monopartit dengan semua gen-nya terletak pada satu utas DNA tunggal sirkuler (2.8 kb) (Gambar 1) (Delatte 2005). Infeksi Begomovirus ini telah terjadi pada beberapa tanaman penting seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabe dan ubi kayu pada daerah tropis dan sub-tropis serta beberapa rumput (Roye et al. 1997; Ambrozevicius et al. 2002). Begomovirus ditularkan melalui serangga kutu kebul dari genus Bemisia dengan sifat penularan persisten, sirkulatif, dan nonpropagatif. Periode makan akuisisi dan inokulasi minimum dari Bemisia telah banyak dilaporkan untuk Begomovirus dan pada umumnya sekitar 10-60 menit dan 10-30 menit (Idris & Brown 1998; Brown & Czosnek 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih dari 20 jam dan dapat bertahan selama 20 hari, namun tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus ini dapat dibawa oleh serangga pada tahapan larva atau dewasa tetapi tidak diturunkan keketurunannya. Gambar 1 2005). Genom Begomovirus (Delatte Kutu Kebul Kutu kebul adalah serangga hama yang dapat menyebabkan kerusakan langsung pada tanaman dan sebagai media penular penyakit tanaman. Hama ini umumnya menyerang berbagai macam tanaman sayuran dan termasuk serangga hama pengisap daun yang memiliki lebih dari 1.000 spesies inang tersebar di wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia (Hill 1987). Namun demikian, kerusakan yang disebabkan oleh penyakit virus yang ditularkannya lebih sering merugikan dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama kutu kebul sendiri. Kajian morfologi yang seringkali diamati dari spesies Bemisia tabaci adalah telur, nimfa, dan imago. Telur Bemisia spp. bentuknya lonjong, warnanya putih bening ketika baru diletakkan, kemudian kecokelatan menjelang menetas. Telur berdiameter 0.25 mm, dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina mencapai 28-300 butir tergantung pada tanaman inang dan suhu lingkungan (Hirano et al. 2002). Pada kapas, Bemisia spp. rata-rata bertelur 81 butir (Butler et al. 1983). Telur Bemisia spp. tidak akan menetas pada suhu di atas 36ºC, sedangkan penurunan suhu di bawah 36ºC dapat meningkatkan mortalitas telur, tetapi kelembaban tidak berpengaruh terhadap mortalitas dan masa inkubasi telur. Nimfa yang baru menetas berwarna putih bening, bentuknya agak bulat, panjangnya 0.3-0.7 mm. Nimfa instar pertama ini paling aktif bergerak untuk mendapatkan bagian daun yang cocok sebagai sumber nutrisi selama menyelesaikan stadium nimfa. Sekali menemukan tempat tersebut, biasanya nimfa tidak berpindah-pindah lagi hingga menjadi imago. Panjang pupa mencapai 0.7 mm, memiliki sepasang bintik merah yang kemudian berfungsi sebagai mata setelah menjadi imago. Periode nimfa mencapai 2-4 minggu (Indrayani 2005). Betina dewasa Bemisia spp. yang keluar dari selubung pupa memiliki panjang tubuh rata-rata 1 mm, berwarna kuning terang dengan sepasang sayap berwarna putih, dan seluruh tubuhnya tertutup oleh semacam bubuk putih berlilin (Gambar 2). Melalui analisa morfometrik, Byrne dan Houck (1990) dapat membedakan jantan dan betina melalui bentuk sayap. Sayap depan dan belakang Bemisia betina umumnya lebih besar dibanding jantannya. Imago Bemisia spp. biasanya mudah terperangkap dengan perangkap berwarna kuning dan tidak menunjukkan respon terhadap perangkap beraroma (Murugan & Uthamasamy 2001) Perkembangan siklus hidup Bemisia spp. dari telur hingga imago sangat beragam dan sangat dipengaruhi oleh tanaman inangnya (Coudriet et al. 1985). Bemisia spp. merupakan serangga arrhenotokous, yaitu dapat menghasilkan telur infertil yang akan menjadi imago jantan, dan telur fertil menjadi imago betina. Peletakan telur dimulai 1-8 hari setelah kawin, dan umur imago mencapai 6-55 hari, bergantung suhu lingkungan (Indrayani 2005). Gambar 2 Fase imago kutu kebul (Setiawati & Muharam 2003). 3 Tembakau Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoksin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida. Klasifikasi tembakau adalah kingdom Viridiplantae, filum Streptophyta, sub filum Embryophyta, divisi Tracheophyta, sub divisi Spermatophyta, super kelas Magnoliophyta, kelas Asteridae, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus Nicotiana, spesies tabacum (NCBI 2009). Tanaman tembakau mempunyai ciri-ciri batang berkayu, bulat, berbulu, diameter 2 cm, berwarna hijau (Gambar 3). Daun tunggal, berbulu, bulat telur, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, hijau keputih-putihan. Bunga majemuk, tumbuh di ujung batang, kelopak bunga berbulu, pangkal berlekatan, ujung terbagi lima, tangkai bunga berbulu, hijau, mahkota bentuk terompet, merah muda. Buah kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah tua coklat. Biji bentuknya kecil dan berwarna coklat. Tembakau di Indonesia merupakan tanaman budidaya yang sudah lazim tersebar di seluruh nusantara, dimulai dari ketinggian 4-1.500 m dpl (di atas permukaan laut) dan terkadang masih dijumpai hingga ketinggian 2.100 dpl (Wardiyono 2009). Tembakau dapat ditanam pada berbagai macam kondisi iklim. Rata-rata temperatur untuk pertumbuhan optimum adalah 21-27°C. Air yang dibutuhkan adalah 300-400 mm, yang tersebar merata sepanjang musim pertumbuhan. Tembakau sigaret memerlukan musim kering pada akhir musim untuk mendapatkan daun tebal dan warna kuning. Tembakau bungkus memerlukan kelembaban tinggi (70% pada siang hari) dan mereduksi intensitas cahaya (70% cahaya penuh), untuk dapat menghasilkan daun yang tipis dan elastis (Wardiyono 2009). Tembakau dibudidayakan dengan biji. Kecambahnya tumbuh di tempat pembibitan dan pada umumnya 10 g dari biji yang sehat diperlukan untuk menghasilkan cukup biji untuk luas 1 ha, tetapi hanya 1/3 dari jumlah ini diperlukan jika biji dibuat pellet. Media perkecambahan biji merupakan campuran tanah dan kompos, dan sebaiknya disterilisasi selama 1 jam untuk mencegah infeksi patogen dari tanah. Pupuk NPK diberikan ketika benih telah ditebarkan. Total areal untuk perkecambahan biasanya 80-100 m² untuk 1 ha tanah (Wardiyono 2009). Pemeliharaan tembakau selama masa tanam adalah pengairan setiap hari, pengambilan gulma dan kontrol penyakit dan hama. Pemangkasan dilakukan untuk membuang kecambah yang tumbuh kurang sehat, pemangkasan kecambah dilakukan tidak lebih dari 400 per m². Perakaran tembakau akan menjadi kuat dalam waktu 710 hari. Tembakau merupakan penghasil bahan beracun pembunuh nyamuk dan dapat digunakan pula untuk mengendalikan hama serangga, baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan. Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin dapat digunakan untuk insektisida (Wardiyono 2009). Gambar 3 Tembakau (Nicotiana tabacum). Polymerase Chain Reaction (PCR) Teknik Polymerase Chain Reaction dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular. PCR dapat diaplikasikan dalam analisis genetik, seperti diagnosis medis, dan forensik. Teknik molekuler yang paling cepat dan efisien untuk pengujian gen asing pada tanaman transforman adalah melalui amplifikasi DNA dengan mesin PCR. Komponen yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah DNA target, primer, Taq polymerase, dinukleotida (dNTP), dan buffer PCR (Mullis 1990). Perbanyakan fragmen DNA dilakukan secara selektif dan spesifik oleh sepasang oligonukleotida yang dikenal sebagai primer. DNA polimerase yang digunakan berasal dari bakteri termofilik yaitu Taq polymerase. Enzim tersebut memiliki stabilitas termal yang tinggi, aktivitasnya pada 4 saat siklus pemanasan pada suhu 950C. Primer merupakan sekuen DNA pendek dengan frekuensi 15 hingga 25 panjang basa dan berutas tunggal (Mikkelsen & Corton 2004). Reaksi PCR secara umum dilakukan dalam tiga tahap (Gambar 4). Tahap denaturasi merupakan tahap awal reaksi yang berlangsung pada suhu tinggi, yaitu 94-96°C sehingga ikatan hidrogen DNA terputus atau terdenaturasi dan DNA menjadi berutas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua utas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi cetakan bagi primer (David 2005). Tahap kedua adalah penempelan atau hibridisasi antara oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer menempel secara spesifik pada bagian DNA cetakan yang komplementer dengan urutan basanya. Hal ini dilakukan pada suhu antara 45-60°C. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis DNA-polimerase yang dipakai. Proses ini biasanya menggunakan Taq polimerase dan dilakukan pada suhu 76°C. Durasi tahap ini biasanya satu menit. Setelah tahap ini selesai, siklus diulang kembali mulai dari tahap satu, sehingga menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa utas baru menjadi cetakan bagi primer lain dan akhirnya terdapat utas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial (David 2005). Gambar 4 Tahapan amplifikasi DNA pada PCR (Mullis 1990). Elektroforesis Elektroforesis merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan dan memurnikan fragmen-fragmen DNA ataupun RNA yang memiliki muatan listrik di bawah pengaruh medan listrik. Prinsip elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatannya. DNA yang bermuatan negatif karena adanya gugus fosfat akan bergerak ke arah kutub positif selama elektroforesis. Fragmen DNA mempunyai muatan negatif yang sama untuk tiap-tiap ukuran panjang, sehingga pergerakan DNA ini akan memiliki kecepatan yang sama untuk mencapai kutub positif (Clark & Christopher 2008). Pergerakan yang sama antar molekul DNA ini tidak akan dapat digunakan untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya. Hal inilah yang menyebabkan digunakannya gel untuk memperlambat pergerakan DNA. Gel ini merupakan polimer sehingga akan membentuk semacam jaring-jaring untuk memerangkap DNA. DNA dengan ukuran yang lebih besar akan lebih sulit melewati lubang atau pori dari gel sehingga DNA dengan sendirinya akan terpisah berdasarkan besarnya ukuran karena kemampuan dari DNA yang berbeda-beda dalam melewati pori dalam gel. Media pendukung yang digunakan dalam elektroforesis, antara lain kertas/membran selulosa, gel pati, gel poliakrilamida, dan gel agarosa (Clark & Christopher 2008). Elektroforesis gel merupakan teknik utama dalam biologi molekular dan biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode sekuensing DNA, atau immuno blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut. Gel yang digunakan adalah agarosa yang berasal dari ekstrak rumput laut yang telah dimurnikan. Marka atau penanda yang digunakan pada proses running merupakan campuran molekul dengan ukuran berbedabeda yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel. Setelah tahap running selesai, dilakukan metode staining dan destaining. Staining methods yaitu pewarnaan gel agarosa dilakukan dengan menggunakan larutan etidium bromida (Etbr) selama 15 menit. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet. Destaining methods atau penghilangan warna dilakukan dengan cara gel dimasukkan ke dalam air (akuades) selama 5 hingga 7 menit (Clark & Christopher 2008). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan ialah gunting, pinset, mikrofus, autopipet, neraca analitik, autoklaf, ruang asam, laminar, vorteks, gelas piala, magnetic stirrer, pH meter, tip, Erlenmeyer, tabung mikro, inkubator bergoyang, kuvet, kertas aluminium, stopwatch, penangas air, microwave, stirrer plate, tabung reaksi, cawan petri, kertas saring, kotak es, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk analisis keberadaan DNA dan cDNA adalah spektrofotometer, elektroforesis, UV illuminator Chemidoc EQ Biorad. Bahan-bahan untuk tahap persiapan adalah benih tembakau transgenik, tanah, pupuk, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun tembakau, buffer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB (cetil-trimetil-amonium-bromida), 2% PVP (polivinil pirolidon), dan 0.2% mercaptoetanol), larutan fenol-kloroformisoamilalalkohol (25:24:1) (v/v/v), natrium asetat 3 M, isopropanol, etanol 70%, dan buffer Tris-EDTA (TE). Bahan-bahan yang digunakan dalam menguji hasil isolasi DNA dengan PCR adalah primer spesifik yaitu, gen AVI (CPPROTEIN-VI dan CPPROTEIN-CI) (Tabel 1), DNA hasil isolasi, akuades steril, dNTPs 25 µM, MgCl2 1.5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan buffer 1x (20 mM Tris-HCl pH 8.0, 100 mM KCl, 0.1 mM EDTA, 1 mM DTT (dithiothreitol), 50% gliserol, 0.5% Tween 20, dan 0.5% nonidet P-40). Bahan-bahan untuk isolasi RNA adalah kit RNeasy adalah daun tembakau, β-merkaptoetanol, buffer RLT/RLC, etanol 96-100%, buffer RW1, buffer RPE, dan RNase-bebas air. Bahan sintesis cDNA menggunakan kit Invitrogen. Bahan-bahannya adalah 5 µ L RNA, 1 µL dNTP, 1 µL Oligo(dT)12-18(500 µg/mL), akuades steril 12 µL, 4 µL Buffer First-Strand 5x, 2 µL DDT 0.1 M, 1 µL (200 unit) SuperScriptTM II RT, 10x PCR Buffer (200 mM Tris-HCl (pH 8.4), 500 mM KCl) 5 µL, 50 mM MgCl2 1.5 µL, 10 mM dNTP mix 1 µL, Forward primer (10 µM) 1 µL, Reverse primer (10 µ M) 1 µ L, Taq DNA polymerase (5 U/µL) 0.4 µL, cDNA 2 µ L, dan akuades 38 µL. Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis yaitu loading dye, buffer TAE 1x, agarosa, DNA hasil isolasi atau hasil PCR, marker, etidium bromida, dan akuades. Tabel 1 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen AV1 (Santoso 2008) Primer CPPROTEIN-VI CPPROTEIN-CI Sekuen primer (5’-3’) Ukuran primer PCR (bp) TAATTCTAGA TGTCGAAGCG ACCCGCCGA GGCCGAATTC TTAATTTTGA ACAGAATCA 29 29 Metode Isolasi DNA Genom Tembakau Transgenik Isolasi DNA genom tembakau transgenik menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) dan sudah dimodifikasi dengan penambahan 2% polyvinyl pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan 700 µL buffer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0.2% merkaptoetanol) dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air selama 65ºC. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroformisoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700 µL. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 17.741 g. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 1/10 volume 3 M natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Proses pengendapan DNA dilakukan dengan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 17.741 g. Endapan DNA dicuci dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 17.741 g. Setelah itu pellet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan buffer TE 1x. Suspensi DNA yang telah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR. Amplifikasi Gen AVI Tembakau Transgenik Amplifikasi gen AVI pada genom tanaman tembakau transgenik dilakukan dengan menggunakan primer spesifik yaitu, gen AVI (CPPROTEIN-VI dan CPPROTEINCI). Ukuran produk amplifikasi PCR dari gen AVI adalah 780 bp. Amplifikasi PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µ L yang mengandung 2-5 µL DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µ M, sepasang primer spesifik masing-masing dengan konsentrasi 0.2 µM, MgCl2 dengan konsentrasi 1.5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan buffer 1x 6 (20 mM Tris-HCl pH 8.0, 100 mM KCl, 0.1 mM EDTA, 1 mM DTT, 50% gliserol, 0.5% Tween 20, dan 0.5% nonidet P-40). Setiap reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 µL. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 94ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 94ºC selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 55ºC selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 72ºC selama 2 menit. Tahapan PCR diulang sebanyak 35 siklus. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 72ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus. Selain DNA sampel juga digunakan DNA plasmid pBI-CP sebagai kontrol positif (+) dan DNA tembakau non transgenik serta air (tanpa DNA cetakan) masing-masing sebagai kontrol negatif (-). Setelah proses PCR selesai, sampel produk PCR dielektroforesis dengan gel agarosa (Santoso 2008). Visualisasi Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Terlebih dahulu disiapkan 1% gel agarosa dengan 0,5x buffer TBE (Tris Boric Acid EDTA) pada cetakan. Setelah gel agarosa memadat kemudian dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang berisi 0,5x buffer TBE. Sebanyak 10 µL produk PCR dari masing-masing sampel ditambahkan dengan 2 µL loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur di dalam gel. Untuk menentukan ukuran dari produk PCR disertakan juga DNA standar (1 kb ladder) sebagai pembanding. Sampel dielektroforesis dengan tegangan 90 volt selama kurang lebih 1.5 jam. Setelah itu, gel agarosa diwarnai dengan larutan etidium bromida (10 mg/L) selama 10 menit dan dicuci dengan air selama 20-30 menit. Gel agarose kemudian divisualisasi dengan Chemidoc gel system (Biorad). Pengujian Tingkat Ekspresi Genetik Isolasi RNA Total ( Kit RNeasy) Sebanyak 6 sampel tanaman tembakau transgenik diisolasi RNA-nya. Sampel tersebut dikelompokkan berdasarkan 3 jenis, yaitu (1) sampel tanaman yang tidak menunjukkan gejala infeksi Geminivirus dan mengandung gen AV1, (2) tanaman yang yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1, dan (3) tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1. Kelompok pertama terdiri atas sampel Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45, kelompok kedua terdiri atas sampel Tr 20, dan kelompok ketiga terdiri atas Tr 46. Isolasi RNA tanaman menggunakan metode yang dikembangkan Dudarev et al. (1996). Jaringan muda tanaman tembakau sebanyak 0.1 g dihaluskan dengan mortar. Selanjutnya ditambahkan 450 µL buffer RLT dan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 mL lalu divorteks 1-2 menit. Sampel diinkubasi pada suhu 56οC selama 1-3 menit. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung 2 mL baru melalui QIAshredder Spin Column (warna ungu) menggunakan tip biru (ujung tip dipotong agar dapat disedot). Sampel disentrifugasi pada kecepatan 17.741 g selama 2 menit. Supernatan yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung 2 mL baru, kemudian supernatan ditambahkan etanol 96% sebanyak 0.5 volume dari total volume yang didapatkan, selanjutnya larutan dicampur dengan menggunakan pipet. Sebanyak 650 µL larutan dimasukkan ke dalam RNeasy mini column (warna pink) yang telah dipasang ke tabung 2 mL tanpa tutup. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 8.960 g selama 15 detik. Larutan buffer RW1 ditambahkan sebanyak 700 µL melalui RNeasy column dan segera dipindahkan ke tabung 2 mL baru. Campuran tersebut kemudian ditambahkan kembali 500 µL buffer RPE lalu disentrifugasi pada kecepatan 8.960 g selama 15 detik. Ditambahkan kembali 500 µL buffer RPE melalui Rneasy column dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 8.960 g selama 2 menit. Rneasy column kemudian dipindahkan ke dalam tabung 2 mL yang baru dan disentrifugasi pada kecepatan 17.741 g selama 1 menit. Dipindahkan RNeasy ke dalam tabung 1.5 mL baru dan ditambahkan 30-50 air bebas Rnase dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 8.960 g selama 1 menit. Sebanyak 1 µg total RNA yang diperoleh dapat digunakan sebagai cetakan untuk analisis Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR). Sintesis cDNA Sintesis cDNA dalam tahapan penelitian kali ini menggunakan cetakan RNA yang telah diisolasi dari tanaman tembakau mengandung gen ketahanan terhadap Geminivirus. Sebanyak 5 µL RNA hasil isolasi ditambahkan dengan 1 µL dNTP lalu 1 µL Oligo(dT)12-18(500 µg/mL), dan terakhir ditambahkan akuades steril sebanyak 12 µL. Larutan dipanaskan hingga mencapai suhu 65ºC selama 5 menit, setelah selesai pemanasan, larutan tersebut disimpan di es. 7 Larutan tersebut kemudian disentrifugasi agar tercampur merata lalu ditambahkan 4 µL Buffer First-Strand 5x, 2 µ L DDT 0.1 M dan diinkubasi pada suhu 42ºC selama 2 menit. Larutan yang telah diinkubasi segera ditambahkan 1 µL (200 unit) SuperScriptTM II RT dan diinkubasi kembali pada suhu 42ºC selama 50 menit, untuk penghentian reaksi larutan dipanaskan pada suhu 70ºC selama 15 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR produk yang berupa cDNA, mula-mula disiapkan campuran reaksi amplifikasi yang terdiri atas 10x PCR Buffer (200 mM TrisHCl (pH 8.4), 500 mM KCl) 5 µL, 50 mM MgCl2 1.5 µL, 10 mM dNTP mix 1 µL, Forward primer (10 µM) 1 µL, Reverse primer (10 µ M) 1 µ L, Taq DNA polymerase (5 U/µL) 0.4 µL, cDNA 2 µ L, akuades 38 µL. Larutan yang telah tercampur merata segera dimasukkan ke mesin PCR. Kuantifikasi RNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer RNA Hasil isolasi selanjutnya dilakukan kuantifikasi untuk melihat konsentrasi dan kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer. Total volume yang digunakan untuk pengukuran sebanyak 400 µL dengan faktor pengenceran sebesar 200 kali. Larutan blanko yang digunakan adalah ddH2O. Sebanyak 2 µL DNA ditambahkan dengan 398 µL akuades dalam kuvet. Pengukuran konsentrasi asam nukleat (DNA dan RNA) dilakukan pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan protein diukur pada panjang gelombang 280. Jumlah radiasi UV yang diserap oleh larutan RNA sebanding dengan jumlah RNA dalam sampel yang diukur. Kemurnian larutan DNA dapat dihitung melalui perbandingan A260 nm dengan A280 nm. Nilai perbandingan antara 1.8-2.0 dapat dikatakan menunjukkan kemurnian yang tinggi. Visualisasi Hasil PCR cDNA dengan Elektroforesis Gel Visualisasi hasil sintesis cDNA perlu dilakukan untuk melihat keberadaan gen AV1. Primer yang digunakan adalah primer spesifik CPPROTEIN-VI dan CPPROTEIN-CI. Sebanyak 2 µL produk PCR ditambahkan dengan 2 µL loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa. Disertakan 1 kb ladder sebagai marker untuk melihat ukuran DNA produk. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan adalah 1.5%. Gel tersebut direndam dalam tangki yang buffer TAE dan dialiri arus dengan tegangan 80 volt selama 35 menit. Tahap selanjutnya gel diwarnai dengan larutan etidium bromida (10 mg/L) selama 5 menit, kemudian dihilangkan pewarnaannya dengan air selama 10 menit. Gel agarosa selanjutnya ditampakkan dengan chemidoc gel system. Uji Hayati Tanaman Tembakau Transgenik dengan Begomovirus Tanaman tembakau transgenik generasi T1 yang telah ditanam pada polibag yang telah berumur 3 minggu dipindahkan ke kurungan kedap serangga untuk penularan Begomovirus menggunakan isolat Segunung. Virus ditularkan ke tanaman tembakau transgenik melalui vektor serangga kutu kebul (Bemisia tabaci). Sebelumnya di dalam kurungan telah ditempatkan tanaman sumber inokulum (tanaman yang telah terinfeksi Begomovirus) yang sudah terinfeksi dengan serangga kutu kebul. Tanaman tembakau dibiarkan selama 3-7 hari, agar kutu kebul dapat menularkan virus ke tanaman tersebut. Tanaman yang telah terinfeksi virus dikeluarkan dan dihilangkan kutu kebulnya menggunakan insektisida. Selanjutnya tanaman tembakau dipindahkan ke rumah kaca dan diamati gejala yang muncul pada 2 minggu setelah inokulasi (Santoso 2008). Pengamatan gejala tanaman tembakau terinfeksi oleh Begomovirus dilakukan dengan kategori (-) tidak terinfeksi, tidak ada gejala yang muncul dan (+) terinfeksi, muncul gejala pada tanaman yang diindikasikan dengan adanya mosaik atau penggulungan daun. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis PCR untuk Mendeteksi Gen AV1 Analisis molekular dengan PCR menggunakan primer spesifik gen AV1 dilakukan untuk mendeteksi keberadaan gen yang diinginkan di dalam jaringan tanaman yang ditransformasikan. Analisis PCR juga dapat digunakan sebagai penapisan awal secara cepat terhadap tanaman hasil transformasi yang membawa transgen. Hasil analisis PCR terhadap 60 tanaman tembakau transgenik menunjukkan bahwa terdapat 36 tanaman yang mengandung gen AV1, ini ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA berukuran 780 bp, sedangkan 24 tanaman tembakau transgenik menunjukkan hasil negatif PCR atau tidak mengandung gen AV1 (Gambar 5). Disertakan pula kontrol negatif, berupa tanaman tembakau non transgenik dan positif yaitu plasmid pBI-CP yang mengandung gen AV1serta marker 1 kb. 8 M A K-K+1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M Gen AV1 (780 bp) M A K- K+11121314 15 16 1718 19 20 M Gen AV1 (780 bp) M A K-K+21 222324 25 26 27 28 29 30 Gen AV1 (780 bp) M A K- K+3132 33 34 3536 37 38 39 40 M Analisis Ekspresi Gen AV1 Analisis RT-PCR dilakukan terhadap 6 sampel tanaman tembakau transgenik yang berhasil diisolasi RNA dan dibuat cDNA-nya. Analisis tersebut termasuk cara yang mudah untuk menguji tingkat ekspresi gen yang telah diketahui sekuen nukleotidanya (Chaidamsari et al. 2006). Hasil analisis menunjukkan bahwa terbentuknya pita cDNA berukuran 12000 bp pada sampel Tr (transgenik) 7, Tr 17, Tr 20, dan Tr 45 serta sampel Tr 32 dan Tr 46 terbentuk pita cDNA berukuran 5000 bp (Gambar 6). Perbedaan ukuran cDNA yang terbentuk ini disebabkan oleh pada saat proses isolasi RNA yang terisolasi merupakan RNA total yaitu, rRNA, mRNA, dan tRNA sehingga mengakibatkan perbedaan ukuran cDNA yang terbentuk, mRNA terdiri atas lebih dari 200 unit nukleotida sedangkan tRNA terdiri atas 70 sampai 90 unit nukleotida dan yang paling banyak dan besar adalah rRNA yang menyusun sekitar 80% dari total RNA. Bobot molekulnya besar, dan setiap molekul dapat mengandung beberapa ribu unit nukleotida (Hart et al. 2003). M 7 17 20 32 45 46 12000 bp bpbp 5000 bp Gen AV1 (780 bp) M A K-K+4142 4344 45 46 47 48 4950 M Gambar 6 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau transgenik nomor 7, 17, 20, 32, 45, dan 46. Keenam sampel tersebut telah dapat dibuat cDNAnya, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya pita cDNA. Gen AV1 (780 bp) M A K- K+515253 54 5556 5758 59 60M Gen AV1 (780 bp) Gambar 5 Hasil elektroforesis gen AV1 pada 60 tanaman tembakau transgenik menggunakan primer spesifik. 160=sampel tanaman tembakau transgenik, K-=tanaman tembakau non-transgenik, K+=plasmid, A=air, M=1 Kb plus ladder (In vitrogen). Deteksi cDNA AV1 Analisis ekspresi dilakukan dengan melihat adanya transkriptasi gen AV1. Apabila gen AV1 mengalami proses transkripsi normal maka tentunya akan terbentuk transkrip AV1 yang berupa mRNA_AV1. Ada tidaknya mRNA_AV1 dapat dideteksi melalui analisis cDNA (complementary DNA), Untuk menganalisis apakah gen AV1 terekspresi di dalam genom RNA yang telah dibuat cDNAnya maka tahapan selanjutnya adalah amplifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik gen AV1, dilanjutkan dengan elektroforesis dan dianalisis keberadaan gen 9 AV1 yang ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA berukuran 780 bp (Gambar 7). Hasil elektroforesis seperti yang diperlihatkan pada gambar 7 menunjukkan bahwa sampel cDNA Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45 terdapat gen AV1 dalam cDNA-nya, sedangkan Tr 20 dan Tr 46 tidak terdapat gen AV1 dalam cDNA-nya. Hal ini mengindikasikan bahwa gen AV1 terekspresi sampai tahap pembentukan RNA pada sampel Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45 sedangkan pada sampel Tr 20 dan 46 gen AV1 tidak terekspresi sampai tahap pembentukan RNA disebabkan oleh tidak terdapat gen AV1 dalam DNA genomnya. Hasil elektroforesis juga menunjukkan bahwa terdapatnya perbedaan ketebalan pita cDNA yang terbentuk, pada sampel Tr 17 terlihat lebih tipis diantara sampel Tr 7, Tr 32, dan Tr 45, ini diduga kuat terkait dengan perbedaan level transkrip gen target (Chaidamsari et al. 2006), yaitu gen AV1. M K- K+ 7 17 20 32 45 46 M Gen AV1 (780 bp) Gambar 7 Hasil elektroforesis cDNA pada sampel tembakau menggunakan primer spesifik pada sampel nomor 7, 17, 20, 32, 45, dan 46. Uji Hayati Tanaman Tembakau Transgenik dengan Begomovirus Uji hayati dilakukan terhadap 60 tanaman tembakau transgenik dengan menginfeksikan Begomovirus menggunakan vektor kutu kebul. Tanaman yang terinfeksi Geminivirus akan muncul gejala yang diawali dengan mosaik pada daun, selanjutnya tepi helai daun yang melengkung ke permukaan bawah atau menggulung ke arah permukaan atas daun, tulang daun menebal serta berkelok-kelok, bergelombang tidak beraturan seperti bentuk krupuk, tak berbuah dan menjadi kerdil hingga menyebabkan kematian (Hartono 2008) (Gambar 8). Berbagai variasi respon yang berbeda dihasilkan dari tanaman tembakau transgenik yang telah diinokulasi kutu kebul. Sebanyak 27 tanaman tembakau transgenik menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus yang ditunjukkan daun seperti bentuk kerupuk dan 33 tanaman tidak menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus (Tabel 2). (a) (b) Gambar 8 Hasil uji hayati tanaman tembakau menggunakan vektor serangga kutu kebul. a) Tanaman yang terinfeksi Geminivirus, b) tanaman yang tahan Geminivirus. Tabel 2 Hasil pengujian PCR dan uji hayati Kode Tanaman Hasil PCR Tr 1 Tr 2 Tr 3 Tr 4 Tr 5 Tr 6 Tr 7 Tr 8 Tr 9 Tr 10 Tr 11 Tr 12 Tr 13 Tr 14 Tr 15 Tr 16 Tr 17 Tr 18 Tr 19 Tr 20 Tr 21 Tr 22 Tr 23 Tr 24 Tr 25 Tr 26 Tr 27 Tr 28 Tr 29 Tr 30 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - Hasil uji hayati + + + + + + + + + + + + + + + - Kode Tanaman Hasil PCR Tr 31 Tr 32 Tr 33 Tr 34 Tr 35 Tr 36 Tr 37 Tr 38 Tr 39 Tr 40 Tr 41 Tr 42 Tr 43 Tr 44 Tr 45 Tr 46 Tr 47 Tr 48 Tr 49 Tr 50 Tr 51 Tr 52 Tr 53 Tr 54 Tr 55 Tr 56 Tr 57 Tr 58 Tr 59 Tr 60 + + + + + + + + + + + + + + + + + - Hasil uji hayati + + + + + + + + + + + + - Keterangan: Hasil PCR: (+) menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (-) tidak menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp. Hasil uji hayati: (+) muncul gejala terinfeksi Geminivirus, (-) tidak muncul gejala terinfeksi Geminivirus. Hasil Penggelompokkan tanaman berdasarkan pengujian uji hayati dan hasil PCR dapat dibedakan menjadi 4 kategori. Kategori 1 adalah tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan positif PCR, kategori 2 adalah tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan negatif PCR, kategori 3 adalah tanaman yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan positif PCR, dan kategori 4 adalah tanaman yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan negatif PCR (Tabel 3). 10 Tabel 3 Pengelompokkan tanaman berdasarkan pengujian uji hayati dan hasil PCR Kategori Uji hayati 1 2 3 4 Kontrol negatif Total + + + Analisis PCR + + - Jumlah tanaman 18 9 18 15 2 60 Keterangan: Hasil PCR: (+) menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (-) tidak menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp. Hasil uji hayati: (+) muncul gejala terinfeksi Geminivirus, (-) tidak muncul gejala terinfeksi Geminivirus. Tanaman dengan kategori 1 merupakan tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus dan mengandung gen AV1. Sebanyak delapan belas tanaman menunjukkan respon ini. Keberadaan gen AV1 yang menyandikan protein selubung menurut Day et al. (1991) dapat menimbulkan respon ketahanan terhadap Geminivirus. Respon ketahanan yang berbeda ini diduga disebabkan oleh tidak efektifnya gen AV1 yang telah terintegrasi ke dalam genom tanaman dan disebut dengan istilah pembungkaman gen (Santoso 2008). Ketahanan terhadap infeksi Geminivirus berasosiasi dengan ekspresi gen protein selubung pada level yang tinggi (Kunik et al. 1994), pada kasus seperti yang terjadi di tanaman kategori 1 ini diduga bahwa ekspresi protein selubung yang dihasilkan belum mencapai nilai ambang batas yang dapat menghalangi replikasi atau siklus hidup virus, sebab yang lain diduga bahwa gen yang ada tidak dapat mengekspresikan protein dan diduga plasmid yang mengandung gen AV1 tersisip pada daerah yang tidak mengkode informasi genetik. Selain itu ketahanan tembakau transgenik yang menggunakan konstruksi gen utuh protein selubung ketahanannya sebanding dengan banyaknya mRNA AV1 yang terbentuk sehingga dapat menghalangi proses replikasi virus (Sinisterra 1999), diduga bahwa konstruksi gen AV1 yang disisipkan pada tanaman kategori 1 tidak utuh atau lengkap sehingga mRNA AV1 menghasilkan protein selubung secara tidak sempurna dan tidak dapat menghambat replikasi virus. Tanaman dengan kategori 2 merupakan tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1. Sebanyak sembilan tanaman menunjukkan respon ini. Hal tersebut normal terjadi karena tembakau merupakan salah satu inang Geminivirus (Lazarowitz & Lazadins 1991) dan sampai saat ini belum ditemukan adanya tanaman tembakau non-transgenik yang tahan terhadap infeksi Geminivirus. Oleh karena itu, tembakau yang tidak mengandung gen AV1 menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus. Tanaman dengan kategori 3 merupakan tanaman yang tidak menunjukkan gejala infeksi Geminivirus dan mengandung gen AV1. Sebanyak delapan belas tanaman menunjukkan respon ini. Keberadaan gen AV1 dengan ketahanan terhadap Begomovirus menunjukkan hubungan yang sebanding meskipun tidak seluruhnya tanaman yang mengandung gen tersebut menunjukkan respon tahan infeksi Begomovirus. Gen AV1 menyandikan protein selubung yang digunakan untuk menyelubungi genom dan sangat penting untuk penyebaran virus (Briddon et al. 2004). Protein selubung seringkali digunakan dalam konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR) (Sanford & Johnson 1985). Protein ini juga telah terbukti efektif mengendalikan beberapa galur virus yang menyandikan turunan dari protein selubung (Prins et al. 2008) dan telah terbukti efektif untuk mengendalikan Geminivirus pada tanaman (Sinisterra et al. 1999). Tanaman dengan kategori 4 merupakan tanaman yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi Geminivirus dan tidak mengandung gen AV1. Sebanyak lima belas tanaman menunjukkan respon ini. Tahannya tanaman tersebut diduga karena tidak terjadinya proses penularan virus oleh serangga kutu kebul. Salah satu kelemahan teknik uji hayati dalam penelitian ini adalah proses penularan virus sangat tergantung dari pergerakan kutu kebul yang diinokulasikan, sehingga kemungkinan tidak terjadinya proses infeksi virus oleh kutu kebul bisa terjadi (Santoso 2008). Terekspresinya gen AV1 sampai tahap pembentukan RNA seperti kasus yang terjadi pada tanaman dengan kategori 3 dapat digunakan untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai mekanisme ketahanan tembakau transgenik terhadap serangan Geminivirus. Melalui data yang didapat bahwa mekanisme ketahanan tembakau transgenik diduga berdasarkan konsep ketahanan coat proteinmediated resistance (CPMP). Hal tersebut diindikasikan dengan terjadinya proses transkripsi gen AV1 sehingga menghasilkan mRNA AV1. Mekanisme ketahanan CPMP ini berperan dalam tingkat awal proses replikasi virus (Aswidinnoor 1995), dengan 11 menghalangi proses replikasi secara tidak terkendali dari partikel virus dan Powell (1986) melaporkan bahwa protein selubung terbukti efektif menghambat infeksi Tobacco mosaic virus (TMV) dalam tanaman transgenik. Mekanisme ketahanan yang diperoleh melalui pendekatan PDR dengan menyisipkan gen AV1 yang menyandikan protein selubung bukan merupakan mekanisme ketahanan yang dimediasi RNA (Santoso 2008). Mekanisme ketahanan yang melalui pembungkaman RNA alami (natural RNA silencing pathway) berbeda dengan virus genom RNA. Genom RNA virus dapat secara langsung dihancurkan oleh siRNA (small interfering RNA) sedangkan komponen genom DNA Begomovirus bukan merupakan target dari pembungkaman RNA dan diduga ketahanan tembakau transgenik yang diperoleh pada penelitian ini berdasarkan pembentukan selubung protein atau CPMP. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil analisis integrasi gen AV1 didapatkan sebanyak 36 tanaman mengandung gen AV1. Analisis ekspresi gen AV1 mendapatkan 4 tanaman yaitu, Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45 mengandung mRNA AV1. Hasil uji hayati mendapatkan tanaman Tr 7, Tr 17, Tr 32, dan Tr 45 mengekspresikan gen AV1 yang tahan terhadap Geminivirus. Saran Perlu dilakukan kembali analisis lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme ketahanan tembakau transgenik terhadap serangan virus dengan mendeteksi keberadaan protein selubung dengan metode westernblot. Selain itu perlu juga dilakukan metode yang lebih efektif untuk pengujian uji hayati infeksi Geminivirus untuk menghindari tanaman yang tidak dihinggapi kutu kebul. DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New York: Academic Pr. Ambrozevicius LP, Calegario RF, Fontes EPB, Carvalho MG, Zerbini FM. 2002. Genetic diversity of begomovirus infecting tomato and associated weed in Southeastern Brazil. Fitopatol Bras 27: 372-377. Amirhusin B. 2004. Perakitan tanaman transgenik tahan hama. Jurnal Litbang Pertanian 23: 1-7. Aswidinnoor H. 1995. Transformasi gen: sumber baru keragaman genetik dalam pemuliaan tanaman. Zuriat 6: 56-65. Baulcombe DC. 1996. Mechanism of pathogen-derived resistance to virus in transgenic plants. The Plant Cell 8: 18331844. Bent AF, Yu IC. 1999. Applications of molecular biology to plant disease and insect resistance. Adv Agron 66: 197251. Briddon RW, Robertson I, Markham PG, Stanley J. 2004. Occurrence of South Africa cassava mosaic virus (SACMV) in Zimbabwe. Plant Pathol 53: 233. Brown JK, Czosnek. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot Res 36: 65-100. Byrne DN, Houck MA. 1990. Morphometric identification of wing polymorphism in Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). Ann of the Entomol. Soc of America 83: 487-493. Butler GD, Henneberry TJ, Clayton TE. 1983. Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae): development, oviposition, and longevity in relation to temperature. Ann of the Entomol Soc of America 76: 310-313. Chaidamsari T, Samanhudi H, Sugiarti D, Santoso G.C, Angenent, de Maagd R.A. (2006). Isolation and characterization of an AGAMOUS homologue from cocoa Plant Sci 170: 968-975. Clark W, Christopher K. 2000. An Introduction to DNA : Spechtrophotometry, Degradation, and the “Frangekel” Eksperimen. Alberta: University of Alberta. Coudriet DL, Prabhaker N, Kishaba AN, Meyerdirk DE. 1985. Variation in developmental rateof different host and overwintering of the sweetpotato whitefly, Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) Environmental Entomology 14: 516-519. 12 Day AG, Bejarano ER, Buck KW, Burell M, Lichtenstein CP. 1991. Expression of an antisense viral gene in transgenic tobacco confers resistance to the DNA virus tomato golden mosaic virus. Proc Natl Acad USA 88: 6721-6725. Dellate H. 2005. Study of pathosystem Begomovirus/Bemisia tabaci/tomato on The South West Island of The Indian Ocean [thesis]. Netherlands: Agriculture Faculty, Wageningen University. Dudarev N, Cseke L, Blank VM, Pichersky E. 1996. Evolution of floral scent in clarkia: novel patterns of S-linalool synthase gene expression in the C. breweri flower. Plant cell 8: 1137-1148. Doyle JJ, JL Doyle. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15. Guiterrez C. 2000. Geminiviruses and the plant cell cycle. Plant Mol Biol 43: 763772. Hart H, Hart L, Craine L. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Suminar Setiyadi Achmadi, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry, a Short Course. Hartono S. 2008. Identifikasi molekular begomovirus penyebab penyakit keriting kuning pada tanaman tomat di Jawa Tengah. Jurnal Akta Agrosia 11: 69-74. Hartono S, Wijonarko A. 2007. Karakterisasi biologi molekular tomat Infectious Chlorosis virus penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat di Indonesia. Jurnal Akta Agrosia 2: 139-146. Hill DS. 1987. Agricultural Insect Pests of the Tropics and their Control. UK: Cambridge University Pr. Idris AM & Brown JK. 1998. Sinaola tomato leaf curl Geminivirus; biological and molecular evidence for a new subgroup III virus. Phytopatol 88: 648-657. Indrayani IGAA. 2005. Studi pustaka bioekologi dan teknik pengendalian hama lalat putih, Bemisia spp. (Homoptera:Aleyrodidae). Malang: BALITTAS. Innis A., Gelfand DH, Suinsky JJ. 1999. PCR Aplications : Protocols for Functional Genomics. San Diego: Academic Pr. Kunik et al. 1994. Transgenic tomato plants expressing the tomato yellow leaf curl virus capsid protein are resistant to the virus. Bio Tech 12: 500-504. Lazarowitz SG, Lazadins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl Geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 78: 1791-1794. Mikkelsen SR, Corton E. 2004. Bioanalytical Chemistry. New Jersey: John Wiley & Sons. Mullis KB. 1990. The unusual origin of the polymerase chain reaction. Scientific American 17: 56-65. Murugan M, Uthamasamy S. 2001. Yellow sticky trap monitored whitefly, Bemisia tabaci (Gennadius) population on cotton cultivars. Madras Agricultural Journal 88: 126-128. Nakhla MK, Maxwell DP. 1998. Epidemiology and Management of Tomato Yellow Leaf Curl Disease in Plant in Plant Virus Disease Control. Minesota: APS Pr. [NCBI]. National Center for Biotechnology Information. 2009. Classification of Nicotiana tabacum. [terhubung berkala]. www.ncbi.nlm.nih.gov. [23 Januari 2010]. Prins M et al. 2008. Strategies for antiviral resistance in transgenic plants. Molecular Plant Pathology 9: 73-83. Powell A et al. 1986. Delay of disease development in transgenic plants that express tobacco mosaic virus coat protein gene. Science 232: 738-743. Roye ME, McLaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1997. Genetic diversity among Geminiviruses associated with the weed species Sida spp., Macroptilium lathyroides, and Wissadula amplissima from Jamaica. Plant Dis 81: 1251-1258 Sanford JC, Johnston JA. 1985. The concept of parasite-derived resistance deriving resistance genes from the parasite’s own genome. J Theor Biol 113: 395-405. Santoso TJ. 2008. Identifikasi Begomovirus Indonesia dan analisis diversitas genetik gen AV1 serta pemanfaatannya untuk pengembangan tanaman tahan virus [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 13 Setiawati, Muharam, 2003. Buku Panduan Teknis Pengelolaan Tanaman Terpadu Cabai Merah (Pengenalan dan Pengendalian Hama-Hama Penting pada Tanaman Cabai Merah). Bandung: BALITSA. Polston JE, Sinisterra XH, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89: 701-706. Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomatoinfecting begomovirus. Di dalam: Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001. Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Hlm 208-217. Van Regenmortel et al. 1999. Virus Taxonomy. Seventh report of the international committee on taxonomy of viruses. San Diego: Academic Pr. Wardiyono. 2009. Karakteristik Tembakau. Yogyakarta: Selasar LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Tahapan alur penelitian Penanaman Tembakau Analisis Ekspresi Gen AV1 Isolasi RNA Daun Tembakau Pengukuran Konsentrasi RNA dengan Spektrofotometer Analisis Ekspresi Gen AV1 pada Tembakau Transgenik: ● Sintesis cDNA dengan RT-PCR ● Elektroforesis Analisis Keberadaan Gen AV1 Isolasi DNA Daun Tembakau Pengukuran Konsentrasi DNA dengan Spektrofotometer Analisis Keberadaan Gen AV1: ● Amplifikasi Gen AV1 dengan PCR ● Elektroforesis Uji hayati Tanaman 60 Tembakau Tembakau Transgenik dengan Begomovirus 16 Lampiran 2 Isolasi DNA (Doyle & Doyle 1990) Bufer CTAB 1000 µL (2 x 500 µL) Gerus Daun tembakau Tabung mikro 2 mL Inkubasi 65˚C selama 15 menit (tiap 5 menit dibolak-balik) + 100 µL natrium asetat 3M + 1000 µL kloroform isoamilalkohol 17.741 rpm selama 5 menit Supernatan 17.741 + 70 µL natrium asetat 3M + 600 µL isopropanol dingin rpm selama 5 menit Pelet DNA Cuci dengan etanol 200 µL 70 % Keringkan dengan oven selama 10 menit Larutkan kembali dalam 50 µl TE buffer + RNase 17 Lampiran 3 Komposisi buffer ekstraksi DNA untuk 500 mL Larutan Stok JumLah untuk 500 Konsentrasi akhir mL Tris-Cl 1 M (pH = 8,5) 50 mL 100 mM NaCl 5 M 140 mL 1.4 M EDTA 0.25 M 40 mL 20 mM CTAB 10 g 2% (b/v) PVP 10 g 2% (b/v) Merkaptoetanol 1 mL 0.2% (v/v) Lampiran 4 Hasil pengukuran konsentrasi DNA (ng/µL) Sampel Konsentrasi Tembakau Sampel Konsentrasi Tembakau Sampel Konsentrasi Tembakau Tr 1 936.9363 Tr 21 2336.9529 Tr 41 5756.4575 Tr 2 1226.0402 Tr 22 2662.9399 Tr 42 1892.6139 Tr 3 1391.3889 Tr 23 3799.8024 Tr 43 4214.8013 Tr 4 1188.6459 Tr 24 1273.2218 Tr 44 1520.2401 Tr 5 1050.1346 Tr 25 2361.7407 Tr 45 2692.6174 Tr 6 629.7213 Tr 26 3798.1750 Tr 46 7630.1299 Tr 7 1630.3635 Tr 27 4301.7695 Tr 47 5032.1748 Tr 8 2266.7070 Tr 28 3991.3008 Tr 48 1941.6161 Tr 9 4330.4912 Tr 29 1476.7010 Tr 49 1649.2793 Tr 10 2009.8701 Tr 30 4182.7275 Tr 50 1549.4789 Tr 11 1827.6888 Tr 31 2155.7126 Tr 51 2569.1443 Tr 12 2014.5490 Tr 32 2635.8389 Tr 52 1078.0035 Tr 13 4518.7314 Tr 33 1002.1724 Tr 53 2379.2415 Tr 14 2466.8232 Tr 34 2806.4719 Tr 54 1504.7628 Tr 15 582.3456 Tr 35 1849.2275 Tr 55 1372.2878 Tr 16 1614.0194 Tr 36 1470.7664 Tr 56 2918.4111 Tr 17 2408.7876 Tr 37 1407.9152 Tr 57 2595.5454 Tr 18 1203.9741 Tr 38 6614.8569 Tr 58 3430.1033 Tr 19 1215.9379 Tr 39 2107.1238 Tr 59 3225.4722 Tr 20 1454.4946 Tr 40 2005.6992 Tr 60 3072.3938 18 Lampiran 5 Prosedur isolasi RNA dengan kit RNeasy Daun Tembakau Transgenik Digerus & Ditambahkan buffer lisis Dihomogenisasikan dalam tabung QIAshredder Ditambah Etanol Didapatkan RNA Total Ditambahkan kembali buffer Didapatkan RNA Total (Murni) 19 Lampiran 6 Hasil pengukuran konsentrasi RNA (ng/µL) Sampel tembakau transgenik Konsentrasi 7 973.4193 17 586.0907 20 905.5312 32 1853.6323 45 1158.2533 46 2462.6621 Lampiran 7 Komposisi campuran pereaksi dan kondisi PCR Komposisi komponen Volume (µL) 10x PCR Buffer 50 MgCl2 30 dNTPs 10 Primer CP-V1 F 10 Primer CP-C1 R 10 Taq DNA Pol 4 ddH2O 361 DNA 1