BioSMART Volume 4, Nomor 1 Halaman: 11-16 ISSN: 1411-321X April 2002 Isolasi dan Identifikasi Komponen-komponen Biji Kakao (Theobroma cacao Linn.) Hasil Fermentasi Isolation and identification of seed components from fermented cacao (Theobroma cacao Linn.) SOERYA DEWI MARLIYANA Jurusan Kimia FMIPA UNS Surakarta 57126 Diterima: 19 Nopember 2001. Disetujui: 31 Januari 2002 ABSTRACT Isolation and identification of seed components from fermented cacao (Theobroma cacao Linn.) were done. Isolation of non polar components was conducted by Soxhlet extraction method. The extracts were separated by column chromatography in cascade eluent respectively n-hexane, combined n-hexane-ethyl acetate and ethyl acetate. Isolated components was analyzed and identified by InfraRed Spectrometer and Gas Chromatography-Mass Spectrometer. There were five main components constitute in cacao seeds extracted by petroleum ether, namely methyl hexadecanoic, methyl-9,12-octadecadienoic, methyl-9-octadecanoic, methyl octadecanoic, and methyl heptadecanoic, while the extraction using methanol, produced 10 components namely methyl pentadecanoic, methyl9,12-octadecadienoic, methyl-9-octadecanoic, methyl heptadecanoic, diisoocthyl ftalic, caffeine, hexadecanoic acid, 9-octadekenoic acid, octadecanoic acid, and 2,6-bis(1,1-dimethyl)-4-methyl phenol. Key words: fermented cacao seed components, cacao (Theobroma cacao Linn). PENDAHULUAN Kakao atau coklat (Theobroma cacao Linn.) sudah lama dibudidayakan di beberapa daerah di Indonesia. Areal tanaman kakao di Indonesia sampai dengan tahun 1993 mencapai luas 469.280 hektar dengan produksi rata-rata 920kg/ha/tahun dan diperkirakan pada tahun 1999 luasnya akan mencapai 632.000 hektar (Anonim, 1994). Kelemahan mendasar dalam produksi kakao oleh perkebunan rakyat adalah mutu yang rendah dan tidak tercapainya sifat-sifat yang dipersyaratkan dalam standard perdagangan internasional. Selain itu dalam proses pengolahan biji kakao dihasilkan produk dengan aroma dan cita rasa yang kurang kuat. Sebagaimana kita ketahui bahwa cita rasa biji kakao mempunyai peranan penting dalam industri coklat. Biji kakao merupakan bahan dasar untuk campuran berbagai produk industri makanan dan minuman. Di samping itu juga dapat berperan sebagai pemberi aroma berupa metabolit sekunder yang diambil dari buah kakao yang masak optimal dan tidak cacat. Selama proses pengolahan, komponen-komponen dalam biji kakao akan mengalami perubahan baik secara kimiawi maupun biokimiawi, sehingga biji kakao berwarna coklat kemerahan. Tomlins et al. (1993) telah meneliti pengaruh proses fermentasi dan pengeringan terhadap perubahan sifat-sifat kimia dan fisika kakao dari Ghana. Dalam penelitian ini telah ditentukan kandungan senyawa glukosa, laktosa, fruktosa dan asam laktat. Sedangkan Ganda-Putra, dkk (1994) melaporkan hasil penelitiannya tentang peranan perubahan komponen prekursor aroma dan cita rasa biji kakao selama fermentasi terhadap cita rasa bubuk kakao yang dihasilkan. Selanjutnya Schnermann dan Schieberle (1997) telah mengevaluasi potensi aroma di dalam susu coklat dan coklat. © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 12 BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 11-16 Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan cita rasa dari biji kakao. Salah satu faktor terpenting adalah fermentasi. Fermentasi merupakan proses pengolahan agar terjadi perubahan kimia di dalam biji kakao. Perubahan kimia ini digunakan untuk proses selanjutnya, yaitu membentukan senyawa prekursor aroma dan menghasilkan warna coklat (Wood dan Lass, 1985). Dengan fermentasi yang baik diharapkan biji kakao yang dihasilkan tidak terlalu asam. Keasaman biji kakao akan berpengaruh terhadap cita rasa produk yang dihasilkan. Aroma dan cita rasa coklat dibentuk oleh beberapa komponen kimia penyusun biji kakao. Komponen kimia tersebut berupa senyawa volatil (aroma) seperti aldehid, keton dan beberapa senyawa karbonil, sedangkan beberapa senyawa lain seperti polifenoil, teobromin dan asam-asam organik berperan sebagai pembentuk cita rasa (Wahyudi, 1988). Pembentukan cita rasa tersebut didahului oleh pembentukan komponen prekursor yang berlangsung selama fermentasi dan untuk selanjutnya dikembangkan menjadi cita rasa coklat. Mengingat pentingnya proses kimia yang terjadi selama fermentasi, maka dalam penelitian ini akan dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa-senyawa hasil fermentasi biji kakao. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biji kakao hasil fermentasi (PTP XXIII Jember), petroleum eter (PE), n-heksana, etil asetat, metanol, Na2SO4 anhidrat, silika gel 60, lempeng KLT, dan BF3-metanol. Alat Alat yang digunakan meliputi: satu set alat ekstraksi Soxhlet, satu set alat kromatografi kolom, detektor spot KLT, evaporator Buchi, GC-MS merek Shimadzu QP-500, Spektrometer IR merek Shimadzu FTIR-8201PC, termometer, dan alat-alat gelas. Cara kerja Isolasi komponen-komponen non polar biji kakao hasil fermentasi dilakukan dengan ekstraksi Soxhlet (Doyle, 1980). Pelarut yang digunakan adalah 300 ml petroleum eter dan berat sampel rata-rata sebesar 35 gram. Ekstraksi dilakukan selama 5 jam, setelah selesai ekstraktan diuapkan dengan evaporator Buchi dan diperoleh minyak biji kakao berwarna kuning kecoklatan. Lalu ekstrak tersebut diesterefikasi dengan menggunakan BF3metanol untuk menderivatisasi menjadi senyawasenyawa turunannya (Santha, 1992). Isolasi komponen-komponen polar dilakukan pada residu biji kakao hasil fermentasi yang dilarutkan dalam metanol. Proses pelarutan dilakukan dengan merendam residu dan mengaduknya selama 24 jam. Larutan disaring dan diuapkan dengan evaporator Buchi, diperoleh ekstrak berupa pasta berwarna coklat. Pemisahan secara kromatografi kolom untuk ekstrak residu menggunakan eluen n-heksana dan etil asetat dengan komposisi: n-heksana (100%); nheksana : etilasetat (50% : 50%); n-heksana : etil asetat (25% : 75%); etil asetat (100%). Ekstrak dengan PE dan hasil kromatografi kolom ekstrak metanol diidentifikasi dengan Spektrometer IR dan GC-MS. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi biji kakao hasil fermentasi Ekstrak biji kakao hasil fermentasi diperoleh dengan metode ekstraksi Soxhlet. Proses ekstraksi tersebut menggunakan pelarut petroleum eter dan dilakukan selama 5 jam. Berat sampel biji kakao yang diesktrak sebanyak 35 gram. Setelah ekstraktan dievaporasi diperoleh ekstrak sebanyak 8,5 gram. Ekstrak berbentuk cairan kental berwarna kuning kecoklatan dan berbau khas coklat. Residu biji kakao tersebut diekstrak dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi dilakukan dengan cara perendaman selama 24 jam sambil diaduk. Setelah dilakukan penyaringan diperoleh filtrat sebesar 1,3 gram. Filtrat berbentuk pasta berwarna coklat dan berbau khas coklat. Analisis IR dan GC-MS ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan petroleum eter. Spektrum IR menunjukkan adanya pita serapan di daerah 2916,2 cm-1 dan 2848,7 cm-1 yang merupakan karakteristik dari gugus alkil. Hal ini diperkuat dengan munculnya pita serapan di daerah 1471,6 cm-1 dari gugus metilen dan pita serapan di daerah 1379,0 cm-1 dari gugus metil. Pita yang sangat kuat di daerah 1735,8 cm-1 adalah karakteristik gugus karbonil. Pita serapan di daerah 1178,4 cm-1 dan 1109,0 cm-1 disebabkan oleh ikatan O-C-C (Gambar 1A), sehingga menunjukkan adanya senyawa ester (Silverstein, 1991). Analisis ekstrak biji kakao hasil fermentasi dilakukan dengan menggunakan GC-MS dan setelah dilakukan penelusuran pustaka diperoleh MARLIANA – Komponen Kimia Biji Theobroma cacao 13 Gambar 1. Spektogram IR ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan petroleum eter (A); serta eluat hasil kromatografi kolom ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan metanol: fraksi 1 (F1) (B), fraksi 2 (F2) (C), dan fraksi 3 (F3) (D). 12 BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 11-16 5 34 1 2 6 7 9 8 5 6 7 10 9 5 Gambar 2. Kromatogram GC-MS ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan petroleum eter (A): 1. metil heksadekanoat (metil palmitat), 2. metil-9,12-okta-dekadienoat (metil linoleat), 3. metil-9-oktadekanoat (metil oleat), 4. metil oktadekanoat (metil stearat) dan 5. metil heptadekanoat; serta eluat hasil kromatografi kolom ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan metanol: fraksi 1 (F1) (B), fraksi 2 (F2) (C), dan fraksi 3 (F3) (D): 1. metil pentadekanoat, 2. metil-9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), 3. metil-9-oktadekenoat (metil oleat), 4. metil heptadekanoat, 5. diisooktil ftalat, 6. kafein, 7. asam heksadekanoat (asam palmitat), 8. asam 9-oktadekenoat (asam oleat), 9. asam oktadekanoat (asam stearat) dan 10. p-cresol. MARLIANA – Komponen Kimia Biji Theobroma cacao 13 Tabel 1. Pengelompokan eluat hasil kromatografi kolom ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan metanol. No. tabung Fraksi Bau Bentuk 1-20 - - - - 21-51 1 kuning bening khas coklat cair 52-84 2 kuning khas coklat padat 85-120 3 orange khas coklat padat Warna senyawa-senyawa sebagai berikut: metil heksadekanoat (metil palmitat), metil-9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), metil-9-oktadekanoat (metil oleat), metil oktadekanoat (metil stearat) dan metil heptadekanoat (Gambar 2A), (Budzkiewicz, 1967). Analisis IR dan GC-MS hasil kromatografi kolom ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan metanol. Identifikasi komponen-komponen ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan metanol dilakukan setelah dipisahkan dengan kromatografi kolom. Eluat yang diperoleh sebanyak 120 tabung dengan penampungan 3 ml tiap tabung, kemudian masingmasing tabung dikelompokkan berdasarkan warna, bentuk dan bau (Gritter, et al. 1985). Pengelompokan fraksi-fraksi tersebut disajikan dalam Tabel 1. Hasil analisis dengan menggunakan spektrometer IR dari F1 menunjukkan pita serapan di daerah 2923,9 cm-1 dan 2852,5 cm-1 yang merupakan karakteristik untuk gugus alkil. Hal ini didukung oleh serapan di daerah 1465,8 cm-1 menunjukkan adanya gugus metilen dan serapan di daerah 1377,4 cm-1 menunjukkan adanya gugus metil. Pita kuat dan tajam di daerah 1745,5 cm-1 adalah karakteristik untuk gugus karbonil. Sedangkan serapan di daerah 1163,0 cm-1 dan 1097,4 cm-1 merupakan serapan dari C-O (Gambar 1B). Spektrum IR untuk F2 dan F3 memberikan serapan yang hampir mirip yaitu adanya serapan di daerah 3369,4 cm-1 adalah karakteristik untuk gugus hidroksi. Pita di daerah 2922,0 cm-1dan 2850,6 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkil. Hal ini didukung oleh adanya serapan-serapan di daerah 1458,1 cm-1 dari gugus metilen dan di daerah 1363,6 cm-1 dari gugus metil. Dua pita serapan sangat kuat di daerah 1699,2 cm-1 dan 1651,0 cm-1 merupakan serapan dari gugus karbonil dan ion enolat. Pita di daerah 1143,7 cm-1 dan 1031,8 cm-1 merupakan serapan dari rentangan C-O (Gambar 1C dan 1D). Senyawa-senyawa hasil analisis dengan GC-MS dari F1, F2 dan F3 adalah sebagai berikut: metil pentadekanoat, metil-9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), metil-9-oktadekenoat (metil oleat), metil heptadekanoat, diisooktil ftalat, kafein, asam heksadekanoat (asam palmitat), asam 9oktadekenoat (asam oleat), asam oktadekanoat (asam stearat) dan p-cresol (Gambar 2B-2D). KESIMPULAN Ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan pelarut PE mengandung lima senyawa utama, yaitu: metil heksadekanoat (metil palmitat), metil9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), metil-9oktadekenoat (metil oleat), metil oktadekanoat (metil stearat) dan metil heptadekanoat. Hasil kromatografi kolom ekstrak biji kakao hasil fermentasi dengan pelarut metanol dari F1, F2 dan F3 menunjukkan 10 senyawa utama, yaitu: metil pentadekanoat, metil-9,12-oktadekadienoat (metil linoleat), metil-9-oktadekenoat (metil oleat), metil heptadekanoat, diisooktil ftalat, kafein, asam heksadekanoat (asam palmitat), asam 9oktadekenoat (asam oleat), asam oktadekanoat (asam stearat) dan p-cresol. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1994. Kebijasanaan Peningkatan Mutu dan Diversivikasi Produk Kakao. Direktorat Jendral Perkebunan. Dok.090-05/DIT-PH/09.94. Jakarta: Deptan RI. Budzkiewicz, H., C. Djerassi, dan D.H. William. 1967. Mass Spectrometry of Organic Coumpounds. San Francisco: Holden-Day, Inc. Doyle, M.P. dan W.S. Mungall. 1980. Experimental Organic Chemistry. New York: John Wiley & Sons, Inc. Ganda-Putra, G.P., Sutardi dan B. Kartika. 1994. Peranan perubahan komponen prekursor aroma dan cita rasa biji kakao selama fermentasi terhadap cita 12 BioSMART Vol. 4, No. 1, April 2002, hal. 11-16 rasa bubuk kakao yang dihasilkan. Agritech: 13 (1): 13-17. Gritter, R.J., J.M. Bobbit, dan A.E. Schwarting. 1985. Pengantar Kromatografi (Penerjemah: K. Padmawinta dan I. Soediro, 1991). Bandung: Penerbit ITB. Schnermann, P. dan P. Schieberle. 1997. Evaluation of key odorant in milk chocolate and cocoa mass by aroma extract dilution analysis. Journal Agriculture Food Chemistry 45: 867-872. Santha, N.C. 1992. Gas chromatography of fatty acid. Journal of Chromatography 624: 37-51. Silverstein, R.M., G.C. Blassler, dan T.C. Morrill. 1991. Spectrometric Identification of Organic Compounds. 5th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Tomlins, K.I., D.M. Baker, dan P. Daplyn. 1993. Effect of fermentation and drying on the chemical and physical profiles of Ghana cocoa. Food Chemistry 46: 257-263. Wahyudi, T. 1988. Periksa kakao dan komponenkomponennya. Pelita Perkebunan 4 (3): 106-110. Wood, G.A.R. dan R.A. Lass. 1985. Cocoa. 4th edition. Tropical Agriculture Series. New York: Longman Scientific and Technical.