BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Akuntansi Pertanggungjawaban Gagasan dibalik akuntansi pertanggungjawaban adalah bahwa kinerja setiap manajer harus seberapa baik dia mengelola hal-hal yang langsung berada dalam kendalinya. Guna menilai kinerja seorang manajer dengan cara ini, biaya dan penghasilan perusahaan diteliti dan dikelompokkan sesuai dengan berbagai tingkat manajemen dibebani dengan biaya yang berada dalam kendalinya dan para manajer pada tingkatnya masing-masing bertanggung jawab atas perbedaan antara tujuan yang dianggarkan dengan realisasinya. 2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban Organisasi pada umumnya dipimpin oleh seorang pimpinan yang menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang dimilikinya. Akuntansi pertanggungjawaban berpusat pada gagasan bahwa sebuah organisasi hanyalah sekelompok orang yang bekerja menuju tujuan bersama. Makin besar bantuan dapat diberikan kepada tiap perorangan dalam pelaksanaan tugasnya, makin baik kesempatan organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkannya. Akuntansi pertanggungjawaban mengakui pihak organisasi yang berwenang mengendalikan atas biaya atau penghasilan dalam sebuah organisasi menjadi pusat pertanggungjawaban yang terpisah dan kekuasaan mengurusnya harus ditetapkan dengan tegas, diukur, dan dilaporkan ke atas dalam organisasi itu. Jadi akuntansi pertanggungjawaban muncul sebagai akibat adanya pendelegasian wewenang. 7 8 Definisi akuntansi pertanggungjawaban menurut Henry Simamora (2012:253), adalah sebagai berikut: “Akuntansi pertangungjawaban adalah sebuah sistem pelaporan informasi yang mengklasifikasikan data finansial menurut bidang-bidang pertanggungjawaban di dalam sebuah organisasi dan melaporkan berbagai aktivitas setiap bidang dengan hanya menyertakan kategori-kategori pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer yang bertanggung jawab.” Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2012:229), adalah sebagai berikut: “Akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja dan pemberian penghargaan.” Dari definisi diatas, terlihat bahwa akuntansi pertanggungjawaban adalah aspek sistem pengendalian manajemen dan merupakan suatu sistem akuntansi yang mengakui berbagai pusat tanggung jawab pada keseluruhan organisasi yang mencerminkan rencana dan tindakan. Hal ini nantinya akan memudahkan dalam mengendalikan kegiatan operasional dan mengevaluasi prestasi yang telah dicapai. Jika diberikan tanggung jawab atas sesuatu, maka harus menetapkan secara jelas garis batas daerah pertanggungjawaban yang menjadi wewenang seseorang. Menurut Mulyadi (2001:421), tanggung jawab dibebankan harus memenuhi kriteria untuk memotivasi manajer secara efektif, yaitu: 1. Tanggung jawab harus konsisten dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer atas pendapatan dan atau biaya; 2. Batas tanggung jawab harus diteliti dan adil; 3. Daerah pertanggungjawaban harus dapat diukur efisiensi dan efektivitasnya dalam pemenuhan tugas khusus tertentu; 4. Kriteria evaluasi kinerja yang dipilih harus sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawab yang dibebankan kepada manajer. 9 Sistem akuntansi pertanggungjawaban ditentukan melalui bagaimana keempat elemen pada gambar ditetapkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Akuntansi Pertanggungjawaban Tanggungjawab Dibebankan Ukuran Kinerja Dibuat Kinerja Diukur Tiap Orang Diberi Penghargaan Berdasarkan pada Kinerja Multidimensional Sumber : Hansen Mowen, (2012:230) 10 2.1.1.2 Tujuan Akuntansi Pertanggungjawaban Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah menghasilkan laporanlaporan untuk setiap tingkat manajemen pada setiap pusat pertanggungjawaban (responsibility center). Laporan yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkatan manajemen yang akan menggunakan laporan tersebut yang merupakan hasil kegiatan suatu unit yang berada dibawah wewenangnya. Laporan yang dibuat dan ditujukan kepada tiap tingkatan manajemen akan memberikan umpan balik bagi manajemen, sehingga dapat diambil suatu tindakan korektif atau pencegahan dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan. Menurut Hansen dan Mowen (2012:229) dikemukakan bahwa: “Akuntansi pertanggungjawaban bertujuan mempengaruhi perilaku dalam cara tertentu sehingga seseorang atau kegiatan perusahaan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama .” Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari akuntansi pertanggungjawaban adalah mengevaluasi hasil kerja suatu pusat pertanggungjawaban untuk meningkatkan kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang demi tercapainya suatu tujuan bersama. 2.1.1.3 Karakteristik Akuntansi Pertanggungjawaban Sistem akuntansi pertanggungjawaban mempunyai empat karakteristik yang dikemukakan oleh Hansen dan Mowen (2012:231) 1. Menugaskan tanggung jawab. 2. Membuat ukuran kinerja atau kriteria. 3. Mengevaluasi kinerja. 4. Memberikan penghargaan atau hukuman. Sedangkan karakteristik akuntansi pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001:191), yaitu: 1. Adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban. 2. Standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang bertanggungjawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu. 11 3. Kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran. 4. Manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi. Jadi sebelum menerapkan akuntansi pertanggungjawaban, perusahaan harus memiliki empat karakteristik yang telah disebutkan di atas. 2.1.1.4 Pusat Pertanggungjawaban Definisi pusat pertanggungjawaban menurut Henry Simamora (2012:255), adalah: “Pusat pertanggungjawaban (responsibility center) adalah sebuah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab. Manajer itu bertanggung jawab atas beragam aktivitas tertentu.” Sedangkan menurut Anthony dan Govindarajan (2009:171), pusat pertanggungjawaban adalah sebagai berikut: “Organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas yang dilakukan.” Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban adalah sebuah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap beragam kegiatan-kegiatan tertentu. Ada empat jenis pusat pertanggungjawaban, digolongkan menurut sifat input dan/atau output moneter yang diukur untuk tujuan pengendalian menurut Anthony dan Govindarajan (2009:175): 1. Pusat pendapatan Di pusat pendapatan, suatu output (pendapatan) diukur secara moneter, akan tetapi tidak ada upaya formal yang dilakukan untuk mengaitkan input (beban atau biaya) dengan output. 12 2. Pusat biaya Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang input-nya diukur secara moneter, namun output-nya tidak. Manajer departemen atau divisi pusat biaya (cost center) diserahi tanggung jawab untuk mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan otoritas untuk mengambil keputusankeputusan yang mempengaruhi biaya tersebut. 3. Pusat laba Ketika kinerja finansial suatu pusat pertanggungjawaban diukur dalam ruang lingkup laba (selisih antara pendapatan dan biaya), maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center). Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna, karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat menggunakan satu indikator yang komprehensif dibandingkan jika harus menggunakan beberapa indikator (beberapa di antaranya menunjuk ke arah yang berbeda). Kinerja manajer pusat laba diukur dari selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena itu dalam pusat laba, input maupun output diukur dalam satuan rupiah untuk menghitung laba yang dipakai sebagai pengukur kinerja manajernya. 4. Pusat investasi Di unit usaha yang lain, laba dibandingkan dengan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Menurut Mulyadi (2001:426), karakteristik pusat pertanggungjawaban adalah sebagai berikut: 1. Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang manajer diukur prestasinya atas dasar biayanya (nilai masukannya). Dalam pusat biaya, keluarannya tidak dapat atau tidak perlu diukur dalam wujud pendapatan. Hal ini disebabkan karena kemungkinan keluaran pusat biaya tersebut tidak dapat diukur secara kuantitatif, atau kemungkinan manajer pusat 13 biaya tersebut tidak dapat bertanggungjawab atas keluaran pusat biaya tersebut. 2. Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang pertanggungjawaban untuk tersebut. mengendalikan pendapatan pusat Manajer pendapatan diukur pusat kinerjanya dari pendapatan yang diperoleh pusat pertanggungjawaban dan tidak dimintai pertanggungjawaban mengenai masukannya, karena dia tidak dapat mempengaruhi pemakaian masukan tersebut. 3. Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk mengendalikan pendapatan dan biaya pusat pertanggungjawaban tersebut. Manajer pusat laba diukur kinerjanya dari selisih antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena itu dalam pusat laba, baik masukan maupun keluarannya diukur dalam satuan rupiah untuk menghitung laba, yang dipakai sebagai pengukur kinerja manajernya. 4. Pusat investasi adalah pusat laba yang manajernya diukur prestasinya dengan menghubungkan laba yang diperoleh pusat pertanggungjawaban tersebut dengan investasi yang bersangkutan. Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. 2.1.1.5 Syarat-syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban Akuntansi pertanggungjawaban tidak dapat begitu saja diterapkan oleh setiap perusahaan, karena untuk menerapkan hal tersebut harus memenuhi syaratsyarat tertentu. Menurut Harahap (2001:169) syarat-syarat pertanggungjawaban yang baik adalah sebagai berikut: penerapan akuntansi 14 1. Memiliki strusktur organisasi yang baik. Struktur organisasi yang baik artinya memiliki batasan terhadap wewenang dan tanggung jawab yang tegas dan jelas sehingga setiap bagian dengan bagian yang lain tidak merasa bingung. 2. Memberikan sistem reward dan punishment berdasarkan aturan pertanggungjawaban yang ditetapkan. 3. Memiliki sistem akuntansi yang sejalan dan disesuaikan dengan pusat pertanggungjawaban. 4. Anggaran atau budget harus disusun menurut pusat-pusat pertanggungjawaban. Anggaran harus disusun sesuai dengan tingkatan manajemen dalam organisasi yang diatur dalam sistem pertanggungjawaban. 5. Terdapat sistem pelaporan pendapatan dan biaya dari manajer sesuai dengan tanggung jawabnya. 6. Untuk akuntansi pertanggungjawaban biaya, harus terdapat pemisah antara biaya yang dapat dikendalikan (controllable) dengan biaya yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan. Sedangkan menurut Mulyadi (2001), agar sistem akuntansi pertanggungjawaban dapat diterapkan dengan baik syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Struktur organisasi yang menetapkan secara jelas tugas garis wewenang dan tanggung jawab setiap tingkatan manajemen. 2. Anggaran disusun menurut pusat pertanggungjawaban. 3. Penggolongan biaya yang sesuai dengan dapat atau tidaknya biaya tersebut dikendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban. 4. Sistem akuntansi yang disesuaikan dengan struktur organisasi. 5. Disusunnya laporan pertanggungjawaban dari masing-masing pusat pertanggungjawaban. 15 Dari syarat-syarat yang telah dikemukakan oleh Harahap dan Mulyadi, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat-syarat penerapan akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut: a. Adanya struktur organisasi yang jelas mengenai tugas dan wewenang pada bagian-bagian manajemennya. b. Anggaran disusun berdasarkan pusat-pusat pertanggungjawaban.. c. Adanya hadiah dan hukuman bagi para manajer sesuai dengan hasil pusat pertanggungjawabannya. d. Terdapat pemisah antara biaya terkendalikan dengan biaya tidak terkendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban. 2.1.1.6 Struktur Organisasi sebagai Pola Pendelegasian Wewenang Struktur organisasi merupakan salah satu syarat dalam penerapan akuntansi pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban menganggap bahwa pengendalian organisasi dapat meningkat dengan cara menciptakan jaringan pusat pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur organisasi formal perusahaan. Definisi organisasi menurut Sri Wiludjeng (2007:11): “Organisasi adalah merupakan alat atau wadah dari sekelompok orang yang bekerja sama dengan terkoordinasi dengan cara terstruktur untuk mencapai tujuan tertentu.” Definisi struktur organisasi menurut Robins dan Judge (2008:214) adalah: “Struktur organisasi adalah suatu gambar yang menggambarkan tipe organisasi, pendepartemen organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan pimpinan organisasi.” Struktur organisasi, menurut Mulyadi (2001:183), “Struktur organisasi mencerminkan pembagian dan hirarki wewenang dalam perusahaan. Melalui struktur organisasi, manajemen melaksanakan pendelegasian wewenang untuk melaksanakan tugas khusus kepada 16 manajemen yang lebih bawah, agar dapat dicapai pembagian pekerjaan yang bermanfaat." Menurut Sri Wiludjeng (2007:90) dalam hubungannya dengan pemberian wewenang, struktur organisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Organisasi Tersentralisasi Merupakan pengelolaan organisasi di mana pembuatan keputusan lebih banyak dimiliki pihak manajemen puncak yang kebanyakan bekerja pada kantor organisasi. 2. Organisasi Desentralisasi Merupakan pengelolaan organisasi di mana para manajer tingkat menengah atau yang tingkatannya lebih rendah memiliki kewenangan dalam pembuatan keputusan dalam organisasi. 2.1.1.7 Biaya Terkendali dan Biaya Tidak Terkendali Tanggung jawab yang diminta dari tiap departemen melalui manajer pusat pertanggungjawaban adalah tanggung jawab atas biaya yang dapat mereka kendalikan secara langsung. Dengan demikian, manajer tiap pusat pertanggungjawaban tersebut dapat mengidentifikasi pendapatan dan biaya yang berada di bawah pengawasannya (controllable) dan yang tidak berada di bawah pengawasannya (uncotrollable). Hanya biaya dan pendapatan yang terkendali saja yang menjadi tanggung jawab tiap manajer pusat pertangungjawaban. Definisi biaya terkendali menurut Daljono (2009:21) adalah: “Biaya di mana manajer dapat mempengaruhi ada tidaknya dan besar kecilnya biaya tersebut. Apabila seorang manajer tidak dapat mempengaruhi suatu biaya melalui kebijakannya, maka biaya tersebut merupakan biaya tak terkendali bagi manajer tersebut.” Menurut Mulyadi (2001:166), menyatakan biaya terkendali, adalah: “Biaya yang dapat secara signifikan dipengaruhi oleh seorang manajer dalam jangka waktu tertentu.” Sedangkan biaya tidak terkendali adalah: 17 “Biaya yang tidak secara langsung dipengaruhi oleh manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu.” Bila jangka waktu operasinya cukup panjang, maka semua biaya yang terjadi dapat dikendalikan oleh seseorang dalam struktur organisasi. Sebaliknya, jangka waktu operasi relatif pendek, maka sangat sedikit biaya yang dapat dikendalikan. Biaya ini timbul sebagai akibat dari kebijakan yang dibuat di luar batas tanggung jawab manajer yang bersangkutan. Dengan kata lain, biaya terkendali merupakan tanggung jawab dari fungsi yang lebih tinggi (pimpinan utama). Untuk menentukan apakah seorang manajer tertentu dapat mengendalikan biaya atau tidak, sehingga dapat ditentukan apakah biaya tersebut menjadi tanggung jawabnya atau tidak, dapat dipakai kriteria-kriteria seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2001:168), sebagai berikut: 1. Jika seorang manajer memiliki wewenang, baik dalam perolehan maupun penggunaan jasa, ia harus dibebani dengan biaya jasa tersebut. Seorang manajer jelas dapat mempengaruhi jumlah suatu biaya jika ia memiliki wewenang dalam memperoleh dan menggunakan jasa. 2. Jika seseorang manajer dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah biaya tertentu melalui tindakannya sendiri, ia dapat dibebani dengan biaya tersebut. Seorang manajer mungkin tidak mempunyai wewenang dalam memutuskan perolehan barang atau jasa, baik harga maupun jumlahnya, namun dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah pemakaiannya. Dalam hal ini, ia dapat dibebani tanggung jawab pemakaian barang atau jasa tersebut. 3. Meskipun seorang manajer tidak dapat secara signifikan mempengaruhi biaya tertentu melalui tindakan langsungnya sendiri, ia dapat juga dibebani biaya tersebut, jika manajer puncak menghendaki agar ia menaruh perhatian, sehingga ia dapat membantu manajer lain yang bertanggung jawab untuk mempengaruhi biaya tersebut. Biaya yang dialokasikan kepada suatu pusat pertanggungjawaban dengan dasar yang sembarang tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada 18 manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan, sehingga biaya tersebut merupakan biaya yang tidak terkendali bagi manajer tersebut. Menurut Mulyadi (2001:169), biaya tidak terkendali dapat diubah menjadi biaya terkendali melalui dua cara yang saling berkaitan, yaitu: 1. Dengan mengubah dasar pembebanan dari alokasi ke pembebanan langsung. Untuk mengubah menjadi biaya terkendali, biaya tersebut harus dibebankan sedemikian rupa kepada pusat pertanggungjawaban tertentu, sehingga biaya tersebut dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan. 2. Dengan mengubah letak tanggung jawab pengambilan keputusan. Perubahan biaya tidak terkendali menjadi biaya terkendali dapat pula dilakukan dengan cara mendelegasikan wewenang untuk pengambilan keputusan dari manajemen puncak kepada manajer pusat pertanggungjawaban yang sebelumnya tidak mempunyai wewenang untuk mempengaruhi biaya tertentu, dengan diterimanya wewenang dari manajemen puncak, selanjutnya dapat mempengaruhi biaya tersebut secara signifikan. Oleh karena itu, dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban, semua biaya yang terkendali oleh manajer tingkat bawah, dipandang juga terkendali oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang membawahi manajer yang bersangkutan. 2.1.1.8 Klasifikasi dan Kode Rekening Dalam akuntansi pertanggungjawaban biaya dan pendapatan dikumpulkan dan dilaporkan oleh setiap jenjang manajemen. Agar dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan suatu bagan perkiraan yang diberi kode tertentu yang memuat perkiraan-perkiraan yang ada di neraca maupun pada perhitungan laba rugi. Proses ini mengakibatkan setiap tingkatan manajemen atau setiap bagian dalam perusahaan yang merupakan pusat pertanggungjawaban akan dibebani dengan biaya yang terjadi didalamnya. 19 Untuk kepentingan pengumpulan informasi akuntansi pertanggungjawaban, tiap pusat pertanggungjawaban yang terdapat dalam struktur organisasi diberi kode organisasi. Apabila dimisalkan organisasi dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu tingkat direksi, tingkat departemen, dan tingkat bagian. Oleh karena itu, jenjang organisasi diberi kode dengan memakai tiga angka, yang setiap posisi angka mencerminkan jenjang organisasi. Angka kesatuan menunjukkan jenjang direksi, angka kedua mencerminkan jenjang departemen, sedangkan angka ketiga menunjukan jenjang bagian. Adapun kriteria kode perkiraan yang harus dipenuhi didalam perusahaan yang menerapkan akuntansi pertanggungjawaban dengan menelaah contoh menurut Mulyadi (2001:201), adalah: 1. Jumlah angka (digit) dalam setiap kode harus sama. 2. Posisi angka dalam setiap kode memiliki maksud tertentu. 3. Setiap kode memiliki lebih dari satu makna, tergantung pada pemberian makna posisi angka pada setiap kode perencanaan. 4. Klasifikasi perkiraan dilakukan dengan cara menambahkan angka tertentu didalam kode perkiraan. Menurut Mulyadi (2001:202), pemberian kode dapat dilaksanakan dengan cara: 1. Berdasarkan Metode Kelompok (Group Code Method) Kode kelompok mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Posisi masing-masing angka mempunyai arti, dimana angka yang paling kiri adalah kode golongan perkiraan dan angka paling kanan adalah kode jenis rekening. b. Setiap kode dalam golongan perkiraan terdiri dari angka-angka yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, dalam mana masing-masing angka mewakili jenis rekening. Rekening buku besar diberi kode dengan metode kelompok, dalam keadaan ideal, kode rekening pembantu biaya terdiri dari tujuh angka, sehingga cara pemberian kodenya tidak digambarkan. 20 Gambar 2.2 Arti Angka dalam Kode Rekening Biaya 4 X X X XXX . Kode rekening pendapatan Kelompok perkiraan Kelompok perkiraan departemen Kelompok perkiraan bagian Jenis pendapatan Sumber: Mulyadi, Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Salemba Empat, Jakarta. Edisi ketiga, 2001:202) 2. Metode Kode Blok (Block Code Method) Menurut kode blok, kode yang diberikan kepada setiap klasifikasi tidak menggunakan aturan-aturan digit, tetapi dengan memberikan satu blok nomor oleh setiap kelompok. Jadi, kode akan diberikan kepada setiap kelompok dengan angka tertentu dan diakhiri dengan angka tertentu yang merupakan satu blok nomor kode. Contoh klasifikasi rekening dengan kode blok dapat dilihat sebagai berikut : Contoh: Golongan perkiraan Kode Rekening Aktiva 100-199 Hutang 200-299 Modal 300-399 Pendapatan 400-499 Biaya 500-599 21 3. Stelsel Rekening Desimal Melalui cara ini, perkiraan diklasifikasikan menjadi golongan, kelompok, dan jenis rekening yang jumlahnya masing-masing sepuluh. Setiap kelompok golongan mampu jenis perkiraan diberi nomor kode mulai dari 0 (nol) sampai 9 (sembilan). 2.1.1.9 Laporan Pertanggungjawaban Laporan pertanggungjawaban merupakan laporan-laporan yang menerangkan hasil dari aplikasi konsep akuntansi pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban berguna sebagai bahan evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil yang dapat dicapai dari kegiatan tersebut, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perbaikanperbaikan dan peningkatan kualitas pelaksaaan kegiatan pada masa yang akan datang. Di dalam pengumpulan atau pelaporan pendapatan atau biaya, tiap bidang pertanggungjawaban harus dipisahkan antara pendapatan/biaya terkendali dan pendapatan/biaya tidak terkendali. Secara umum, tujuan dari laporan pertanggungjawaban adalah untuk memberikan informasi kepada para pemimpin tentang hasil-hasil pelaksaan sesuai pekerjaan yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya dan memberikan motivasi kepada manajer untuk mengambil suatu tindakan dalam upaya meningkatkan hasil. Isi laporan pertanggungjawaban harus sesuai dengan tingkatan manajemen yang akan menerimanya. Laporan pertanggungjawaban harus mencantumkan semua pendapatan/biaya yang sesungguhnya diterima disertai dengan jumlah pendapatan/biaya yang di anggarkan. Selisih anggaran dapat menguntungkan ataupun merugikan. Namun tidak semua selisih yang merugikan harus diperhatikan karena waktu yang dimiliki terbatas. Agar tujuan manajer pusat pertanggungjawaban tercapai, maka harus diperhatikan lima prinsip dasar membuat laporan, menurut Wilson dan Campbell (2007:550) diterjemahkan oleh Tjintin F. Tjandra, adalah sebagai berikut: 22 1. Harus diterapkan konsep “pertanggungjawaban” 2. Sedapat mungkin harus diterapkan prinsip-prinsip “pengecualian” 3. Secara umum angka-angka harus dapat dipertimbangkan 4. Sejauh yang dilaksanakan, data harus semakin ringkas untuk jenjang pemimpin yang semakin tinggi 5. Laporan-laporan pada umumnya harus mencakup komentar-komentar interpretatif atau jelas dengan sendirinya. Kelima prinsip diatas merupakan suatu sistem pelaporan yang baik. Selain itu ada berbagai faktor lain yang dapat membantu untuk membuat tanggapan dan pembaca laporan lebih baik menurut Wilson dan Campbell (2007:550) diterjemahkan oleh Tjintin F. Tjandra yaitu: 1. Laporan harus tepat waktu 2. Laporan harus sederhana dan jelas 3. Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal oleh pimpinan yang akan memakainya 4. Informasi harus disajikan dalam urutan yang logis 5. Laporan harus akurat 6. Bentuk penyajian harus disesuaikan dengan pimpinan yang akan menggunakannya 7. Selalu distandarisasikan, apabila mungkin 8. Rancangan laporan harus mencerminkan sudut pandang pimpinan 9. Laporan harus berguna 10. Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan 11. Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus sebanding dengan manfaatnya Mulyadi (2001:195) juga mengemukakan pertanggungjawaban biaya berisi informasi sebagai berikut: 1. Nomor kode akun biaya. 2. Jenis biaya atau pusat pertanggungjawaban. 3. Realisasi biaya bulan ini. 4. Anggaran biaya bulan ini. bahwa laporan 23 5. Penyimpangan biaya bulan ini. 6. Realisasi biaya sampai dengan bulan ini 7. Anggaran biaya sampai dengan bulan ini. 8. Penyimpangan biaya sampai dengan bulan ini. Laporan pertanggungjawaban biaya departemen penjualan berisi ringkasan realisasi, anggaran dan penyimpangan biaya departemen penjualan bagian-bagian di bawah departemen penjualan. Laporan pertanggungjawaban mencakup jangka waktu tertentu. Jangka waktu pelaporan hendaknya mempertimbangkan kemungkinan campur tangan manajer atas terhadap penyimpangan signifikan, sehingga manajer pusat pertanggungjawaban dapat segera merubah kinerja ke arah yang diinginkan. Dalam suatu pusat pertanggungjawaban, jangka waktu pelaporan jenis informasi tertentu mungkin beda dengan jenis informasi lainnya. Laporan penjualan disajikan mingguan dan laporan pusat pertanggungjawaban secara menyeluruh dapat disajikan secara bulanan. 2.1.2 Anggaran Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan sebelumnya, maka semua tahap dari kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan harus telah direncanakan dengan baik. Pelaksanaan perencanaan ini harus dikendalikan, dikoordinasikan, dan dikombinasikan ke tiap bagian dalam organisasi. Oleh karena itu, dibuatlah anggaran yang merupakan penjabaran secara kuantitatif dari rencana-rencana yang akan dilaksanakan. 2.1.2.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Hansen dan Mowen (2012:423): “Anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan; rencana tersebut mengidentifikasikan tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.” 24 Sedangkan menurut Mulyadi (2001:488), yaitu: “Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program.” Dari pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa anggaran adalah suatu perencanaan keuangan untuk masa depan dan sebagai alat pengendalian manajemen. Menurut Mulyadi (2001:511), anggaran yang baik memiliki karakterisktik sebagai berikut: 1. Anggaran disusun berdasarkan program. 2. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban yang dibentuk dalam organisasi perusahaan. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat perencana dan alat pengendalian. 2.1.2.2 Jenis-jenis Anggaran Anggaran utama menurut Hansen dan Mowen (2012:426), dapat dibagi dalam anggaran operasional dan keuangan : 1. Anggaran operasional (operational budget) mendeskripsikan aktivitas yang menghasilkan pendapatan bagi suatu perusahaan: penjualan, produksi, dan persediaan barang jadi. Hasil akhir anggaran operasional adalah suatu proforma atau perkiraan laporan laba rugi. Anggaran operasional terdiri atas perkiraan laporan laba rugi yang disertai dengan laporan pendukung berikut: Anggaran penjualan Anggaran produksi Anggaran pembelian bahan baku langsung Anggaran tenaga kerja langsung Anggaran overhead 25 2. Anggaran beban penjualan dan administrasi Anggaran persediaan akhir barang jadi Anggaran harga pokok penjualan Anggaran keuangan (financial budget) memerinci aliran masuk dan keluar kas, serta posisi keuangan secara umum. Anggaran keuangan yang biasanya disiapkan adalah : Anggaran kas Anggaran neraca Anggaran untuk pengeluaran modal 2.1.2.3 Manfaat Anggaran Menurut Hansen dan Mowen (2012:424), sebuah sistem penganggaran memberikan beberapa manfaat untuk suatu organisasi, yaitu: 1. Memaksa para manajer untuk melakukan perencanaan. 2. Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki pengambilan keputusan. 3. Menyediakan standar evaluasi kinerja. 4. Memperbaiki komunikasi dan koordinasi. Sedangkan menurut Henry Simamora (2012:192-193), manfaat anggaran adalah: 1. Menunjukkan kepada manajemen angka laba yang dikehendaki oleh perusahaan. 2. Menunjukkan sumber daya yang dapat dihasilkan atau digunakan selama periode anggaran yang akan datang. 3. Pada saat mempertimbangkan perubahan kegiatan operasi normal, anggaran dapat pula menginformasikan kepada manajemen konsekuensi serangkaian alternatif tindakan, sehingga memberikan landasan untuk memutuskan alternatif mana yang terbaik. 26 2.1.2.4 Fungsi Anggaran Fungsi anggaran menurut Mulyadi (2001:502) adalah sebagai berikut: 1. Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang. 3. Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan manajer bawah dan manajer atas. 4. Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya. 5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali yang memungkinkan manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan. 6. Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi. Sedangkan menurut Rahayu dan Haruman (2007:5), fungsi anggaran adalah sebagai berikut: 1. Di bidang perencanaan a. Membantu manajemen meneliti dan mempelajari segala masalah yang berkaitan dengan aktivitas yang akan dilaksanakan. b. Membantu mengarahkan seluruh sumber daya yang ada diperusahaan dalam menentukan arah atau aktivitas yang paling menguntungkan. 2. c. Membantu arah atau menunjang kebijakan perusahaan. d. Membantu manajemen memilih tujuan perusahaan. e. Membantu menstabilkan kesempatan kerja yang tersedia. f. Membantu pemakaian alat-alat fisik secara lebih efektif. Di bidang koordinasi a. Membantu mengkoordinir faktor sumber daya manusia dengan perusahaan. 27 b. Membantu menilai kesesuaian antara rencana aktivitas perusahaan dengan keadaan lingkungan usaha yang dihadapi. c. Membantu menempatkan modal pada saluran-saluran yang menguntungkan sesuai dan seimbang dengan program perusahaan. d. 3. Membantu mengetahui kelemahan organisasi. Di bidang pengawasan a. Membantu mengawasi kegiatan dan pengeluaran. b. Membantu mencegah pemborosan. c. Membantu menetapkan standar baru. 2.1.2.5 Anggaran Penjualan Menurut Hansen dan Mowen (2012:427), anggaran penjualan (sales budget) yaitu : “Projeksi yang disetujui komite anggaran yang menjelaskan penjualan yang diharapkan dalam satuan unit dan uang.” Sedangkan menurut Sri Rahayu dan Tendi Haruman (2007:45) adalah: “Anggaran yang direncanakan secara lebih terperinci tentang penjualan yang dilakukan oleh perusahaan selama periode yang akan datang yang dalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas) barang yang akan dijual, jumlah (kuantitas), harga barang, waktu penjualan, serta tempat atau daerah penjualannya.” Langkah pertama dalam pembuatan anggaran penjualan adalah mengembangkan prediksi penjualan. Hal ini biasanya adalah tanggungjawab Departemen Pemasaran. Satu pendekatan untuk memprediksi penjualan adalah pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up aprroach) yang mensyaratkan setiap tenaga penjual memberikan prediksi penjualan. Semua prediksi tersebut disatukan untuk membentuk suatu prediksi jumlah penjualan. Keakuratan prediksi penjualan ini dapat diperbaiki dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti iklim ekonomi secara umum, persaingan, iklan, kebijakan penetapan harga, dan lainlain. 28 Prediksi penjualan hanyalah perkiraan awal. Prediksi penjualan diberikan kepada komite anggaran untuk dipertimbangkan. Komite anggaran dapat memutuskan perkiraan terlalu pesimistis atau optimistis, dan merevisinya sesuai keadaan. 2.1.2.6 Anggaran sebagai Alat Perencanaan dan Alat Pengendalian Agar proses penyusunan anggaran dapat menghasilkan anggaran yang dapat berfungsi sebagai alat pengendalian, proses penyusunan anggaran harus mampu menanamkan “sense of commitment” dalam diri penyusunnya. Proses penyusunan anggaran yang tidak berhasil menanamkan “sense of commitment” dalam diri penyusunnya berakibat anggaran yang disusun tidak lebih hanya sebagai alat perencana belak, yang jika terjadi penyimpangan antara realisasi dari anggarannya, tidak satu pun manajer yang merasa bertanggung jawab. Untuk menghasilkan anggaran yang dapat berfungsi sebagai alat perencanaan dan sekaligus alat pengendalian, menurut Mulyadi (2001: 513) penyusunan anggaran harus memenuhi syarat berikut ini : 1. Partisipasi para manajer pusat pertanggungjawaban dalam proses penyusunan anggaran. 2. Organisasi anggaran 3. Penggunaan informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai alat pengirim peran dalam proses penyusunan anggaran dan sebagai pengukur kinerja manajer dalam pelaksanaan anggaran. Dari pendapat di atas, dapat diketahui anggaran juga merupakan salah satu alat perencanaan dan alat pengendalian untuk mengukur kinerja manajer. 2.1.2.7 Hubungan Anggaran dengan Akuntansi Pertanggungjawaban Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran lain, mencakup jangka waktu satu tahun dan merupakan satuan rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang, ditetapkan dalam 29 proses program (programming). Di masa penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran setiap manajer dalam melaksanakan program atau bagian dari program. Oleh karena itu, anggaran merupakan komitmen manajer pusat pertanggungjawaban yang digunakan sebagai alat pengendalian kegiatan (budgetary control). (Mulyadi, 2001:488) Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang membandingkan anggaran dengan tindakan dari setiap pusat pertanggungjawaban yang digunakan untuk mengukur kinerja seseorang dan/atau suatu departemen dalam pencapaian tujuan perusahaan, dalam hal ini pusat pendapatan, yaitu departemen pemasaran. Sehubungan dengan hal tersebut, manajer pemasaran berusaha agar hasil yang diperoleh departemen penjualan dapat mencapai target penjualan. Jadi hubungan anggaran dengan akuntansi pertanggungjawaban, bahwa anggaran harus disusun dalam setiap tingkatan manajemen yang dibebani tanggung jawab atas pendapatan dan biaya yang controllable bagi manajer pusat pertanggungjawaban. Dalam hal ini, anggaran penjualan disusun oleh departemen pemasaran dengan dibebani tanggungjawab atas pendapatan yang diperoleh sesuai dengan target penjualan dan biaya yang controllable bagi manajer pemasaran. Melalui laporan prestasi, yaitu anggaran penjualan dibandingkan dengan realisasinya, apakah dapat mencapai target penjualan atau tidak, sehingga kinerja dari manajer penjualan dapat diukur prestasinya. 2.1.3 Penjualan 2.1.3.1 Pengertian Penjualan Penjualan merupakan salah satu fungsi pemasaran yang sangat penting dan menentukan bagi perusahan dalam mencapai sebuah tujuan perusahan yaitu memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Beberapa para ahli mengemukakan tentang definisi penjualan antara lain : Menurut Warren Reeve Fees (2006:300) yang diterjemahkan oleh Aria Faramita dan kawan-kawan, bahwa : 30 “Penjualan adalah jumlah yang dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit”. Sedangkan menurut Henry Simamora (2012:24) menyatakan bahwa: “Penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa.” Dari penjelasan diatas dapat disimpukan bahwa penjualan adalah suatu proses pembuatan dan cara untuk mempengaruhi pribadi agar terjadi pembelian (penyerahan) barang atau jasa yang ditawarkan berdasarkan harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang terkait baik dibayar secara tunai maupun kredit. 2.1.3.2 Tujuan Penjualan Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan adalah kegiatan yang penting, karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut maka akan terbentuk laba yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Tujuan umum penjualan yang dimiliki oleh perusahaan menurut Basu Swastha (2005:404), yaitu: 1. Mencapai volume penjualan tertentu. 2. Mendapat laba tertentu 3. Menunjang pertumbuhan perusahaan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan umum perusahaan dalam kegiatan penjualan adalah untuk mencapai volume penjualan dan mendapatkan laba maksimal. 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor tertentu yang dapat meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha (2005:406), antara lain sebagai berikut: 31 1. Kondisi dan Kemampuan Penjual Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari tenaga penjual adalah: a. Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan b. Harga produk atau jasa c. Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman 2. Kondisi Pasar Pasar sebagai kelompok pembelian atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan dan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya. 3. Modal Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya. 4. Kondisi Organisasi Perusahaan Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjual ini ditangani oleh bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang yang ahli dibidang penjualan. 5. Faktor-faktor lain Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang sama Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan penjualan, yaitu: kondisi dan kemampuan penjualan, kondisi pasar, modal, kondisi organisasi perusahaan, dan faktor-faktor lain. Menurut Kotler (2009:257-258) suatu penjualan dikatakan efektif jika perusahaan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Adanya perkembangan penjualan yang dapat dilihat perkembangan volume penjualan secara terus menerus meningkat dan adanya anggaran penjualan yang dapat segera direalisasikan. 32 2. Transaksi penjualan dicatat sesuai dengan tanggal dan arsip nomor urut. 3. Kegiatan penjualan mulai dari penerimaan order penjualan sampai dengan penyerahan barang dapat diselesaikan sesuai dengan order yang diterima dari pelanggan, sehingga operasi perusahaan dapat berjalan lancar dan efisien. 4. Terdapat kepuasan pelanggan terhadap produk yang dipesan. Jadi, efektivitas penjualan dapat dilihat dari target penjualan yang dikehendaki dan tercapai baik dalam unit maupun rupiah. Terjadinya pengendalian intern penjualan yang meliputi laporan keuangan bidang penjualan yang handal, ketepatan waktu, dan ketepatan kualitas, serta ada atau tidaknya penyimpangan terhadap target yang sudah direncanakan. 2.1.3.4 Laporan Penjualan Isi laporan penjualan menurut Steven M. Bragg (2007:274), meliputi: 1. Pelaksanaan penjualan yang sebenarnya dengan angka-angka untuk bulan berjalan dan sampai bulan dua tahun berjalan. 2. Penjualan yang dianggarkan untuk periode berjalan sampai dengan periode berikutnya. 3. Perbandingan penjualan yang sebenarnya dari perusahaan dengan angkaangka dalam jenis industri yang bersangkutan, meliputi presentase dan total. 4. Analisa penyimpangan (varians) antara penjualan yang sebenarnya dengan yang dianggarkan dan sebab-sebab terjadinya penyimpangan. 5. Hubungan-hubungan antara penjualan dan biaya, misalnya biaya pertanggungjawaban order yang diterima. 6. Standar penjualan perbandingan penjualan yang sebenarnya dengan kuota per penjualan. 7. Data harga jual per unit. 8. Data laba kotor. 33 Isi laporan berbeda-beda, disesuaikan dengan keperluan dan personalitas pemakai. Laporan-laporan yang dibuat berhubungan dengan tingkatan manajemen, semakin rendah tingkatan manajemen, maka informasi akan menjadi semakin banyak isinya. Frekuensi setiap laporan kan tergantung pada kebutuhan masing-masing eksekutif atau anggotanya, apakah per hari, per minggu, per bulan, per kuartal atau per tahun. Sebagai contoh, pimpinan tertinggi dan pimpinan utama penjualan mungkin menginginkan laporan harian tentang penjualan, order yang diterima dan order yang masih ada di tangan atau cukup dengan laporan per minggu atau diperlukan suatu laporan harian dalam masa kritis. 2.1.4 Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Upaya Meningkatkan Penjualan Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi aktiva, pendapatan dan biaya yang dihubungkan dengan manajer yang bertanggungjawaban atas pusat pertanggungjawaban tertentu. Sistem akuntansi pertanggungjawaban menghubungkan informasi akuntansi manajemen dengan wewenang yang dimiliki oleh manajer. Wewenang didelegasikan dari manajer atas ke manajer di bawahnya, dan pendelegasian wewenang ini menuntut manajer bawah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang kepada manajer atasannya. Dengan demikian, wewenang mengalir dari tingkat manajer atas ke bawah, sedangkan tanggung jawab mengalir sebaliknya. Oleh karena itu, timbul kebutuhan manajemen pertanggungjawaban akan pelaksanaan informasi wewenang. akuntansi Informasi untuk akuntansi menilai yang bersangkutan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan wewenang disebut dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban. Adapun manfaat informasi akuntansi pertanggungjawaban menurut Mulyadi (2001:174-175), yaitu: 34 1. Informasi akuntansi pertanggungjawaban berupa informasi masa lalu bermanfaat sebagai: a. Penilaian kinerja manajer pusat pertanggungjawaban. b. Pemotivasi manajer. 2. Informasi akuntansi pertanggungjawaban dalam activity based responsibility accounting system bermanfaat sebagai: a. Mengelola aktivitas dengan cara mengarahkan usaha manajemen dalam mengurangi dan akhirnya menghilangkan biaya bukan penambah nilai. b. Memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas. Menurut Siagian (2004:29) sistem akuntansi pertanggungjawaban berfungsi sebagai berikut : a. Pencatatan Pusat pertanggungjawaban akan mengumpulkan semua biaya yang terjadi pada pusat pertanggungjawabannya dan melakukan pencatatan terhadap biaya-biaya tersebut. b. Pelaporan Setelah kegiatan-kegiatan pada pusat pertanggungjawaban terjadi, pusat pertanggungjawaban akan mempertanggungjawabkan semua aktivitasnya dengan membuat suatu laporan pertanggungjawaban. Tidak semua biaya menjadi tanggungjawab manajer pusat pertanggungjawaban, melainkan hanya biaya-biaya terkendali saja (controllable cost). c. Pengawasan Akuntansi pertanggungjawaban dapat digunakan sebagai alat pengawasan biaya karena akuntansi pertanggungjawaban mengumpulkan semua informasi akuntansi dari pusat-pusat pertanggungjawaban mengenai biaya maupun pendapatan, baik yang berupa anggaran maupun hasil produksi maupun hasil aktivitas sebenarnya. Dengan akuntansi pertanggungjawaban pimpinan perusahaan dapat melakukan pengawasan biaya secara efisien dari performance report masing-masing pusat pertanggungjawaban. 35 Informasi akuntansi pertanggungjawaban disajikan dalam rangka pengendalian penjualan, yaitu proses pengendalian penjualan yang nantinya akan mempengaruhi efektivitas pengendalian penjualan, yaitu: 1. Menetapkan anggaran penjualan Anggaran penjualan berfungsi sebagai pedoman pengendalian penjualan perusahaan dan juga berfungsi sebagai tolak ukur untuk menilai dan menganalisa aktivitas penjualan dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan. Oleh karena itu, penyusunan anggaran penjualan hanya mungkin dilakukan jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban yang berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran. 2. Membandingkan realisasi penjualan dengan anggaran penjualan Perbandingan ini berfungsi sebagai pengukuran atas penyimpangan yang terjadi. Melalui perbandingan ini juga dapat ditentukan prestasi manajer pusat pertanggungjawaban. Apabila proses pengendalian penjualan (tercapainya target penjualan yang sudah direncanakan, adanya ketaatan kebijakan sistem anggaran dan tercapainya tujuan penjualan yang dianggarkan lebih kecil atau sama dengan realisasi penjualan, yang berarti efektif) dapat tercapai. Dengan tercapainya tujuan pengendalian penjualan, maka berarti tercapai efektivitas pengendalian penjualan. Dengan akuntansi pertanggungjawaban, dapat dilakukan penyusunan anggaran penjualan yang berfungsi sebagai alat pemotivasi kerja. Laporan kegiatan penjualan yang menggambarkan hasil penjualan yang sebenarnya serta dilakukan perbandingan antara pelaksanaan dengan anggaran. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui penyimpangan yang terjadi dan sebab-sebab terjadinya penyimpangan sehingga dapat diambil tindakan koreksi yang tepat. Perbaikan yang dilakukan diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk beroperasi lebih optimal dan efektif. 36 2.2 Kerangka Pemikiran Pengertian akuntansi menurut Hansen dan Mowen (2012:229) adalah “alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja dan pemberian penghargaan.” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang sangat penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi kinerja manajer dan pemberian penghargaan atas kinerja manajer yang berprestasi, hal ini untuk meningkatkan kinerja manajer sehingga tercapainya tujuan perusahaan sesuai yang diinginkan. Aktivitas penjualan yang efektif adalah hal utama yang harus dilaksanakan dalam upaya mendapatkan pendapatan yang optimal. Hal ini dikarenakan penjualan terpusat pada sebagian besar aktivitas perusahaan. Aktivitas penjualan harus direncanakan dan dikendalikan. Penjualan menurut Warren adalah jumlah yang dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagangan yang dijual, baik secara tunai maupun kredit. Untuk pelaksanaan penjualan, membutuhkan pengendalian sistem akuntansi pertanggungjawaban yang dapat dijadikan sebagai alat untu mengendalikan penjualan, yaitu dengan diterapkannya sistem akuntansi pertanggungjawaban. Departemen penjualan sebagai bagian dari pusat pertanggungjawaban pendapatan dan tanggung jawabanya dibebankan kepada individu yang berwenang, yaitu manajer penjualan. Hasil penjualan dengan anggaran penjualan merupakan ukuran kinerja manajer pusat pendapatan dalam mencapai sasaran. Anggaran adalah informasi akuntansi pertanggungjawaban yang menyajikan informasi data hasil penjualan dan informasi penjualan yang dianggarkan kepada manajer penjualan untuk memungkinkan manajer penjualan secara individu diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan menghadapi pesaing yang lebih kompetetif, mengakibatkan perusahaan dituntut untuk lebih siap dan profesional dalam mengelola perusahaan.Oleh karena itu dibutuhkan 37 dana yang cukup besar. Salah satu sumber dana yang diperoleh perusahaan semaksimal mungkin dengan cara meningkatkan penjualan. Berdasarkan uraian di atas dibuatlah kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Akuntansi Peningkatan Penjualan Pertanggungjawaban 2.3 Hipotesis Penelitian Hasil penelitian sebelumnya: 1. Yoesoef (2014), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama dengan judul “Peranan Pemanfaatan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Menunjang Efektivitas Penjualan”, dengan kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban telah bermanfaat pada PT. Dirgantara Indonesia dalam menunjang efektivitas penjualan. Adapun perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya terdapat pada teori akuntansi pertanggungjawaban yang digunakan, lokasi, waktu penelitian dan perusahaannya. 2. Mauliddini (2013), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama dengan judul “Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan Pada PDAM Tirta Raharja”, dengan kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban berperan dalam menilai kinerja pusat pendapatan. Perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya, peneliti sebelumnya menggunakan akuntansi pertanggungjawaban untuk menilai kinerja pusat pendapatan, sedangkan peneliti menggunakan 38 akuntansi pertanggungjawaban yang berperan untuk meningkatkan penjualan. 3. Metaria (2011), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama dengan judul “Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban sebagia Alat Penilaian Kinerja terhadap Peningkatan Pendapatan (Studi Kasus pada PT. PKP Bandung)”, dengan kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban berperan sebagai alat penilaian kinerja terhadap peningkatan pendapatan. Perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya, peneliti sebelumnya menggunakan akuntansi pertanggungjawaban untuk sebagai alat penilaian kinerja terhadap peningkatan pendapatan, sedangkan peneliti menggunakan akuntansi pertanggungjawaban yang berperan sebagai upaya dalam meningkatkan penjualan. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diajukan, maka penulis mengajukan hipotesis deskriptif bahwa : “Akuntansi pertanggungjawaban yang memadai berperan dalam meningkatkan penjualan.”