Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Akuntansi Pertanggungjawaban
Gagasan dibalik akuntansi pertanggungjawaban adalah bahwa kinerja
setiap manajer harus seberapa baik dia mengelola hal-hal yang langsung berada
dalam kendalinya. Guna menilai kinerja seorang manajer dengan cara ini, biaya
dan penghasilan perusahaan diteliti dan dikelompokkan sesuai dengan berbagai
tingkat manajemen dibebani dengan biaya yang berada dalam kendalinya dan para
manajer pada tingkatnya masing-masing bertanggung jawab atas perbedaan antara
tujuan yang dianggarkan dengan realisasinya.
2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Pertanggungjawaban
Organisasi pada umumnya dipimpin oleh seorang pimpinan yang
menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang
dimilikinya. Akuntansi pertanggungjawaban berpusat pada gagasan bahwa sebuah
organisasi hanyalah sekelompok orang yang bekerja menuju tujuan bersama.
Makin besar bantuan dapat diberikan kepada tiap perorangan dalam pelaksanaan
tugasnya, makin baik kesempatan organisasi untuk mencapai tujuan yang
ditetapkannya. Akuntansi pertanggungjawaban mengakui pihak organisasi yang
berwenang mengendalikan atas biaya atau penghasilan dalam sebuah organisasi
menjadi pusat pertanggungjawaban yang terpisah dan kekuasaan mengurusnya
harus ditetapkan dengan tegas, diukur, dan dilaporkan ke atas dalam organisasi
itu. Jadi akuntansi pertanggungjawaban muncul sebagai akibat adanya
pendelegasian wewenang.
7
8
Definisi akuntansi pertanggungjawaban menurut Henry Simamora
(2012:253), adalah sebagai berikut:
“Akuntansi pertangungjawaban adalah sebuah sistem pelaporan informasi
yang mengklasifikasikan data finansial menurut bidang-bidang
pertanggungjawaban di dalam sebuah organisasi dan melaporkan berbagai
aktivitas setiap bidang dengan hanya menyertakan kategori-kategori
pendapatan dan biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer yang
bertanggung jawab.”
Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2012:229), adalah sebagai berikut:
“Akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental untuk
pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting,
yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau
benchmarking, pengevaluasian kinerja dan pemberian penghargaan.”
Dari definisi diatas, terlihat bahwa akuntansi pertanggungjawaban adalah
aspek sistem pengendalian manajemen dan merupakan suatu sistem akuntansi
yang mengakui berbagai pusat tanggung jawab pada keseluruhan organisasi yang
mencerminkan rencana dan tindakan. Hal ini nantinya akan memudahkan dalam
mengendalikan kegiatan operasional dan mengevaluasi prestasi yang telah
dicapai.
Jika diberikan tanggung jawab atas sesuatu, maka harus menetapkan
secara jelas garis batas daerah pertanggungjawaban yang menjadi wewenang
seseorang. Menurut Mulyadi (2001:421), tanggung jawab dibebankan harus
memenuhi kriteria untuk memotivasi manajer secara efektif, yaitu:
1.
Tanggung jawab harus konsisten dengan wewenang yang dimiliki oleh
manajer atas pendapatan dan atau biaya;
2.
Batas tanggung jawab harus diteliti dan adil;
3.
Daerah
pertanggungjawaban
harus
dapat
diukur
efisiensi
dan
efektivitasnya dalam pemenuhan tugas khusus tertentu;
4.
Kriteria evaluasi kinerja yang dipilih harus sesuai dengan ruang lingkup
tanggung jawab yang dibebankan kepada manajer.
9
Sistem akuntansi pertanggungjawaban ditentukan melalui bagaimana
keempat elemen pada gambar ditetapkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Akuntansi Pertanggungjawaban
Tanggungjawab
Dibebankan
Ukuran
Kinerja Dibuat
Kinerja
Diukur
Tiap Orang Diberi Penghargaan
Berdasarkan pada Kinerja
Multidimensional
Sumber : Hansen Mowen, (2012:230)
10
2.1.1.2 Tujuan Akuntansi Pertanggungjawaban
Tujuan akuntansi pertanggungjawaban adalah menghasilkan laporanlaporan untuk setiap tingkat manajemen pada setiap pusat pertanggungjawaban
(responsibility center). Laporan yang dibuat harus disesuaikan dengan tingkatan
manajemen yang akan menggunakan laporan tersebut yang merupakan hasil
kegiatan suatu unit yang berada dibawah wewenangnya. Laporan yang dibuat dan
ditujukan kepada tiap tingkatan manajemen akan memberikan umpan balik bagi
manajemen, sehingga dapat diambil suatu tindakan korektif atau pencegahan
dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Menurut Hansen dan Mowen (2012:229) dikemukakan bahwa:
“Akuntansi pertanggungjawaban bertujuan mempengaruhi perilaku dalam
cara tertentu sehingga seseorang atau kegiatan perusahaan akan
disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama .”
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
akuntansi pertanggungjawaban adalah mengevaluasi hasil kerja suatu pusat
pertanggungjawaban untuk meningkatkan kegiatan perusahaan di waktu yang
akan datang demi tercapainya suatu tujuan bersama.
2.1.1.3 Karakteristik Akuntansi Pertanggungjawaban
Sistem akuntansi pertanggungjawaban mempunyai empat karakteristik
yang dikemukakan oleh Hansen dan Mowen (2012:231)
1.
Menugaskan tanggung jawab.
2.
Membuat ukuran kinerja atau kriteria.
3.
Mengevaluasi kinerja.
4.
Memberikan penghargaan atau hukuman.
Sedangkan karakteristik akuntansi pertanggungjawaban menurut Mulyadi
(2001:191), yaitu:
1.
Adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban.
2.
Standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang
bertanggungjawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu.
11
3.
Kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan
anggaran.
4.
Manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman
berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi.
Jadi sebelum menerapkan akuntansi pertanggungjawaban, perusahaan
harus memiliki empat karakteristik yang telah disebutkan di atas.
2.1.1.4 Pusat Pertanggungjawaban
Definisi
pusat
pertanggungjawaban
menurut
Henry
Simamora
(2012:255), adalah:
“Pusat pertanggungjawaban (responsibility center) adalah sebuah unit
organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab.
Manajer itu bertanggung jawab atas beragam aktivitas tertentu.”
Sedangkan menurut Anthony dan Govindarajan (2009:171), pusat
pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:
“Organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab
terhadap aktivitas yang dilakukan.”
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pusat
pertanggungjawaban adalah sebuah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang
manajer yang bertanggung jawab terhadap beragam kegiatan-kegiatan tertentu.
Ada empat jenis pusat pertanggungjawaban, digolongkan menurut sifat
input dan/atau output moneter yang diukur untuk tujuan pengendalian menurut
Anthony dan Govindarajan (2009:175):
1. Pusat pendapatan
Di pusat pendapatan, suatu output (pendapatan) diukur secara moneter,
akan tetapi tidak ada upaya formal yang dilakukan untuk mengaitkan input
(beban atau biaya) dengan output.
12
2. Pusat biaya
Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang input-nya diukur
secara moneter, namun output-nya tidak. Manajer departemen atau divisi
pusat biaya (cost center) diserahi tanggung jawab untuk mengendalikan
biaya yang dikeluarkan dan otoritas untuk mengambil keputusankeputusan yang mempengaruhi biaya tersebut.
3. Pusat laba
Ketika kinerja finansial suatu pusat pertanggungjawaban diukur dalam
ruang lingkup laba (selisih antara pendapatan dan biaya), maka pusat ini
disebut sebagai pusat laba (profit center). Laba merupakan ukuran kinerja
yang berguna, karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat
menggunakan satu indikator yang komprehensif dibandingkan jika harus
menggunakan beberapa indikator (beberapa di antaranya menunjuk ke
arah yang berbeda). Kinerja manajer pusat laba diukur dari selisih antara
pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena itu dalam pusat laba, input
maupun output diukur dalam satuan rupiah untuk menghitung laba yang
dipakai sebagai pengukur kinerja manajernya.
4. Pusat investasi
Di unit usaha yang lain, laba dibandingkan dengan aktiva yang digunakan
untuk menghasilkan laba tersebut. Ukuran prestasi manajer pusat investasi
dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut.
Menurut Mulyadi (2001:426), karakteristik pusat pertanggungjawaban
adalah sebagai berikut:
1. Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang manajer diukur
prestasinya atas dasar biayanya (nilai masukannya). Dalam pusat biaya,
keluarannya tidak dapat atau tidak perlu diukur dalam wujud pendapatan.
Hal ini disebabkan karena kemungkinan keluaran pusat biaya tersebut
tidak dapat diukur secara kuantitatif, atau kemungkinan manajer pusat
13
biaya tersebut tidak dapat bertanggungjawab atas keluaran pusat biaya
tersebut.
2. Pusat pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya
diberi
wewenang
pertanggungjawaban
untuk
tersebut.
mengendalikan
pendapatan
pusat
Manajer
pendapatan
diukur
pusat
kinerjanya dari pendapatan yang diperoleh pusat pertanggungjawaban dan
tidak dimintai pertanggungjawaban mengenai masukannya, karena dia
tidak dapat mempengaruhi pemakaian masukan tersebut.
3. Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang manajernya diberi
wewenang
untuk
mengendalikan
pendapatan
dan
biaya
pusat
pertanggungjawaban tersebut. Manajer pusat laba diukur kinerjanya dari
selisih antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena itu dalam pusat laba, baik
masukan maupun keluarannya diukur dalam satuan rupiah untuk
menghitung laba, yang dipakai sebagai pengukur kinerja manajernya.
4. Pusat investasi adalah pusat laba yang manajernya diukur prestasinya
dengan menghubungkan laba yang diperoleh pusat pertanggungjawaban
tersebut dengan investasi yang bersangkutan. Ukuran prestasi manajer
pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang
digunakan untuk memperoleh laba tersebut.
2.1.1.5 Syarat-syarat Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggungjawaban tidak dapat begitu saja diterapkan oleh
setiap perusahaan, karena untuk menerapkan hal tersebut harus memenuhi syaratsyarat tertentu.
Menurut
Harahap
(2001:169)
syarat-syarat
pertanggungjawaban yang baik adalah sebagai berikut:
penerapan
akuntansi
14
1.
Memiliki strusktur organisasi yang baik.
Struktur organisasi yang baik artinya memiliki batasan terhadap wewenang
dan tanggung jawab yang tegas dan jelas sehingga setiap bagian dengan
bagian yang lain tidak merasa bingung.
2.
Memberikan
sistem
reward
dan
punishment
berdasarkan
aturan
pertanggungjawaban yang ditetapkan.
3.
Memiliki sistem akuntansi yang sejalan dan disesuaikan dengan pusat
pertanggungjawaban.
4.
Anggaran
atau
budget
harus
disusun
menurut
pusat-pusat
pertanggungjawaban. Anggaran harus disusun sesuai dengan tingkatan
manajemen
dalam
organisasi
yang
diatur
dalam
sistem
pertanggungjawaban.
5.
Terdapat sistem pelaporan pendapatan dan biaya dari manajer sesuai
dengan tanggung jawabnya.
6.
Untuk akuntansi pertanggungjawaban biaya, harus terdapat pemisah antara
biaya yang dapat dikendalikan (controllable) dengan biaya yang tidak
dapat
dikendalikan
(uncontrollable)
oleh
manajer
pusat
pertanggungjawaban yang bersangkutan.
Sedangkan
menurut
Mulyadi
(2001),
agar
sistem
akuntansi
pertanggungjawaban dapat diterapkan dengan baik syarat-syarat yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Struktur organisasi yang menetapkan secara jelas tugas garis wewenang
dan tanggung jawab setiap tingkatan manajemen.
2. Anggaran disusun menurut pusat pertanggungjawaban.
3. Penggolongan biaya yang sesuai dengan dapat atau
tidaknya biaya
tersebut dikendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban.
4. Sistem akuntansi yang disesuaikan dengan struktur organisasi.
5. Disusunnya laporan pertanggungjawaban dari masing-masing pusat
pertanggungjawaban.
15
Dari syarat-syarat yang telah dikemukakan oleh Harahap dan Mulyadi,
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa syarat-syarat penerapan akuntansi
pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:
a. Adanya struktur organisasi yang jelas mengenai tugas dan wewenang
pada bagian-bagian manajemennya.
b. Anggaran disusun berdasarkan pusat-pusat pertanggungjawaban..
c. Adanya hadiah dan hukuman bagi para manajer sesuai dengan hasil
pusat pertanggungjawabannya.
d. Terdapat pemisah antara biaya terkendalikan dengan biaya tidak
terkendalikan oleh manajer pusat pertanggungjawaban.
2.1.1.6 Struktur Organisasi sebagai Pola Pendelegasian Wewenang
Struktur organisasi merupakan salah satu syarat dalam penerapan
akuntansi pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban menganggap
bahwa pengendalian organisasi dapat meningkat dengan cara menciptakan
jaringan pusat pertanggungjawaban yang sesuai dengan struktur organisasi formal
perusahaan.
Definisi organisasi menurut Sri Wiludjeng (2007:11):
“Organisasi adalah merupakan alat atau wadah dari sekelompok orang
yang bekerja sama dengan terkoordinasi dengan cara terstruktur untuk
mencapai tujuan tertentu.”
Definisi struktur organisasi menurut Robins dan Judge (2008:214)
adalah:
“Struktur organisasi adalah suatu gambar yang menggambarkan tipe
organisasi, pendepartemen organisasi, kedudukan dan jenis wewenang
pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung
jawab, rentang kendali dan pimpinan organisasi.”
Struktur organisasi, menurut Mulyadi (2001:183),
“Struktur organisasi mencerminkan pembagian dan hirarki wewenang
dalam perusahaan. Melalui struktur organisasi, manajemen melaksanakan
pendelegasian wewenang untuk melaksanakan tugas khusus kepada
16
manajemen yang lebih bawah, agar dapat dicapai pembagian pekerjaan
yang bermanfaat."
Menurut Sri Wiludjeng (2007:90) dalam hubungannya dengan pemberian
wewenang, struktur organisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Organisasi Tersentralisasi
Merupakan pengelolaan organisasi di mana pembuatan keputusan lebih
banyak dimiliki pihak manajemen puncak yang kebanyakan bekerja
pada kantor organisasi.
2. Organisasi Desentralisasi
Merupakan pengelolaan organisasi di mana para manajer tingkat
menengah atau yang tingkatannya lebih rendah memiliki kewenangan
dalam pembuatan keputusan dalam organisasi.
2.1.1.7 Biaya Terkendali dan Biaya Tidak Terkendali
Tanggung jawab yang diminta dari tiap departemen melalui manajer pusat
pertanggungjawaban adalah tanggung jawab atas biaya yang dapat mereka
kendalikan
secara
langsung.
Dengan
demikian,
manajer
tiap
pusat
pertanggungjawaban tersebut dapat mengidentifikasi pendapatan dan biaya yang
berada di bawah pengawasannya (controllable) dan yang tidak berada di bawah
pengawasannya (uncotrollable). Hanya biaya dan pendapatan yang terkendali saja
yang menjadi tanggung jawab tiap manajer pusat pertangungjawaban.
Definisi biaya terkendali menurut Daljono (2009:21) adalah:
“Biaya di mana manajer dapat mempengaruhi ada tidaknya dan besar
kecilnya biaya tersebut. Apabila seorang manajer tidak dapat
mempengaruhi suatu biaya melalui kebijakannya, maka biaya tersebut
merupakan biaya tak terkendali bagi manajer tersebut.”
Menurut Mulyadi (2001:166), menyatakan biaya terkendali, adalah:
“Biaya yang dapat secara signifikan dipengaruhi oleh seorang manajer
dalam jangka waktu tertentu.”
Sedangkan biaya tidak terkendali adalah:
17
“Biaya yang tidak secara langsung dipengaruhi oleh manajer suatu pusat
pertanggungjawaban dalam jangka waktu tertentu.”
Bila jangka waktu operasinya cukup panjang, maka semua biaya yang
terjadi dapat dikendalikan oleh seseorang dalam struktur organisasi. Sebaliknya,
jangka waktu operasi relatif pendek, maka sangat sedikit biaya yang dapat
dikendalikan. Biaya ini timbul sebagai akibat dari kebijakan yang dibuat di luar
batas tanggung jawab manajer yang bersangkutan. Dengan kata lain, biaya
terkendali merupakan tanggung jawab dari fungsi yang lebih tinggi (pimpinan
utama).
Untuk menentukan apakah seorang manajer tertentu dapat mengendalikan
biaya atau tidak, sehingga dapat ditentukan apakah biaya tersebut menjadi
tanggung jawabnya atau tidak, dapat dipakai kriteria-kriteria seperti yang
dikemukakan oleh Mulyadi (2001:168), sebagai berikut:
1.
Jika seorang manajer memiliki wewenang, baik dalam perolehan maupun
penggunaan jasa, ia harus dibebani dengan biaya jasa tersebut. Seorang
manajer jelas dapat mempengaruhi jumlah suatu biaya jika ia memiliki
wewenang dalam memperoleh dan menggunakan jasa.
2.
Jika seseorang manajer dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah
biaya tertentu melalui tindakannya sendiri, ia dapat dibebani dengan biaya
tersebut. Seorang manajer mungkin tidak mempunyai wewenang dalam
memutuskan perolehan barang atau jasa, baik harga maupun jumlahnya,
namun dapat secara signifikan mempengaruhi jumlah pemakaiannya.
Dalam hal ini, ia dapat dibebani tanggung jawab pemakaian barang atau
jasa tersebut.
3.
Meskipun seorang manajer tidak dapat secara signifikan mempengaruhi
biaya tertentu melalui tindakan langsungnya sendiri, ia dapat juga dibebani
biaya tersebut, jika manajer puncak menghendaki agar ia menaruh
perhatian, sehingga ia dapat membantu manajer lain yang bertanggung
jawab untuk mempengaruhi biaya tersebut.
Biaya yang dialokasikan kepada suatu pusat pertanggungjawaban dengan
dasar yang sembarang tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada
18
manajer pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan, sehingga biaya tersebut
merupakan biaya yang tidak terkendali bagi manajer tersebut. Menurut Mulyadi
(2001:169), biaya tidak terkendali dapat diubah menjadi biaya terkendali melalui
dua cara yang saling berkaitan, yaitu:
1.
Dengan mengubah dasar pembebanan dari alokasi ke pembebanan
langsung.
Untuk mengubah menjadi biaya terkendali, biaya tersebut harus
dibebankan sedemikian rupa kepada pusat pertanggungjawaban tertentu,
sehingga biaya tersebut dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer
pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan.
2.
Dengan mengubah letak tanggung jawab pengambilan keputusan.
Perubahan biaya tidak terkendali menjadi biaya terkendali dapat pula
dilakukan dengan cara mendelegasikan wewenang untuk pengambilan
keputusan
dari
manajemen
puncak
kepada
manajer
pusat
pertanggungjawaban yang sebelumnya tidak mempunyai wewenang untuk
mempengaruhi biaya tertentu, dengan diterimanya wewenang dari
manajemen puncak, selanjutnya dapat mempengaruhi biaya tersebut secara
signifikan. Oleh karena itu, dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban,
semua biaya yang terkendali oleh manajer tingkat bawah, dipandang juga
terkendali oleh manajer pusat pertanggungjawaban yang membawahi
manajer yang bersangkutan.
2.1.1.8 Klasifikasi dan Kode Rekening
Dalam akuntansi pertanggungjawaban biaya dan pendapatan dikumpulkan
dan dilaporkan oleh setiap jenjang manajemen. Agar dapat terlaksana dengan
baik, maka diperlukan suatu bagan perkiraan yang diberi kode tertentu yang
memuat perkiraan-perkiraan yang ada di neraca maupun pada perhitungan laba
rugi. Proses ini mengakibatkan setiap tingkatan manajemen atau setiap bagian
dalam perusahaan yang merupakan pusat pertanggungjawaban akan dibebani
dengan biaya yang terjadi didalamnya.
19
Untuk
kepentingan
pengumpulan
informasi
akuntansi
pertanggungjawaban, tiap pusat pertanggungjawaban yang terdapat dalam struktur
organisasi diberi kode organisasi. Apabila dimisalkan organisasi dibagi menjadi 3
tingkat, yaitu tingkat direksi, tingkat departemen, dan tingkat bagian. Oleh karena
itu, jenjang organisasi diberi kode dengan memakai tiga angka, yang setiap posisi
angka mencerminkan jenjang organisasi. Angka kesatuan menunjukkan jenjang
direksi, angka kedua mencerminkan jenjang departemen, sedangkan angka ketiga
menunjukan jenjang bagian.
Adapun kriteria kode perkiraan yang harus dipenuhi didalam perusahaan
yang menerapkan akuntansi pertanggungjawaban dengan menelaah contoh
menurut Mulyadi (2001:201), adalah:
1. Jumlah angka (digit) dalam setiap kode harus sama.
2. Posisi angka dalam setiap kode memiliki maksud tertentu.
3. Setiap kode memiliki lebih dari satu makna, tergantung pada
pemberian makna posisi angka pada setiap kode perencanaan.
4. Klasifikasi perkiraan dilakukan dengan cara menambahkan angka
tertentu didalam kode perkiraan.
Menurut Mulyadi (2001:202), pemberian kode dapat dilaksanakan dengan cara:
1. Berdasarkan Metode Kelompok (Group Code Method)
Kode kelompok mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Posisi masing-masing angka mempunyai arti, dimana angka yang
paling kiri adalah kode golongan perkiraan dan angka paling kanan
adalah kode jenis rekening.
b. Setiap kode dalam golongan perkiraan terdiri dari angka-angka yang
sudah ditetapkan terlebih dahulu, dalam mana masing-masing angka
mewakili jenis rekening.
Rekening buku besar diberi kode dengan metode kelompok, dalam
keadaan ideal, kode rekening pembantu biaya terdiri dari tujuh angka,
sehingga cara pemberian kodenya tidak digambarkan.
20
Gambar 2.2
Arti Angka dalam Kode Rekening Biaya
4
X
X
X
XXX
.
Kode rekening pendapatan
Kelompok perkiraan
Kelompok perkiraan departemen
Kelompok perkiraan bagian
Jenis pendapatan
Sumber: Mulyadi, Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa.
Salemba Empat, Jakarta. Edisi ketiga, 2001:202)
2. Metode Kode Blok (Block Code Method)
Menurut kode blok, kode yang diberikan kepada setiap klasifikasi tidak
menggunakan aturan-aturan digit, tetapi dengan memberikan satu blok
nomor oleh setiap kelompok. Jadi, kode akan diberikan kepada setiap
kelompok dengan angka tertentu dan diakhiri dengan angka tertentu yang
merupakan satu blok nomor kode. Contoh klasifikasi rekening dengan
kode blok dapat dilihat sebagai berikut :
Contoh:
Golongan perkiraan
Kode Rekening
Aktiva
100-199
Hutang
200-299
Modal
300-399
Pendapatan
400-499
Biaya
500-599
21
3. Stelsel Rekening Desimal
Melalui cara ini, perkiraan diklasifikasikan menjadi golongan, kelompok,
dan jenis rekening yang jumlahnya masing-masing sepuluh. Setiap
kelompok golongan mampu jenis perkiraan diberi nomor kode mulai dari
0 (nol) sampai 9 (sembilan).
2.1.1.9 Laporan Pertanggungjawaban
Laporan
pertanggungjawaban
merupakan
laporan-laporan
yang
menerangkan hasil dari aplikasi konsep akuntansi pertanggungjawaban. Laporan
pertanggungjawaban berguna sebagai bahan evaluasi terhadap seluruh proses
pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil yang dapat dicapai dari kegiatan tersebut,
yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perbaikanperbaikan dan peningkatan kualitas pelaksaaan kegiatan pada masa yang akan
datang. Di dalam pengumpulan atau pelaporan pendapatan atau biaya, tiap bidang
pertanggungjawaban harus dipisahkan antara pendapatan/biaya terkendali dan
pendapatan/biaya tidak terkendali.
Secara umum, tujuan dari laporan pertanggungjawaban adalah untuk
memberikan informasi kepada para pemimpin tentang hasil-hasil pelaksaan sesuai
pekerjaan yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya dan memberikan
motivasi kepada manajer untuk mengambil suatu tindakan dalam upaya
meningkatkan hasil.
Isi laporan pertanggungjawaban harus sesuai dengan tingkatan manajemen
yang akan menerimanya. Laporan pertanggungjawaban harus mencantumkan
semua pendapatan/biaya yang sesungguhnya diterima disertai dengan jumlah
pendapatan/biaya yang di anggarkan. Selisih anggaran dapat menguntungkan
ataupun merugikan. Namun tidak semua selisih yang merugikan harus
diperhatikan karena waktu yang dimiliki terbatas.
Agar tujuan manajer pusat pertanggungjawaban tercapai, maka harus
diperhatikan lima prinsip dasar membuat laporan, menurut Wilson dan Campbell
(2007:550) diterjemahkan oleh Tjintin F. Tjandra, adalah sebagai berikut:
22
1.
Harus diterapkan konsep “pertanggungjawaban”
2.
Sedapat mungkin harus diterapkan prinsip-prinsip “pengecualian”
3.
Secara umum angka-angka harus dapat dipertimbangkan
4.
Sejauh yang dilaksanakan, data harus semakin ringkas untuk jenjang
pemimpin yang semakin tinggi
5.
Laporan-laporan pada umumnya harus mencakup komentar-komentar
interpretatif atau jelas dengan sendirinya.
Kelima prinsip diatas merupakan suatu sistem pelaporan yang baik. Selain
itu ada berbagai faktor lain yang dapat membantu untuk membuat tanggapan dan
pembaca laporan lebih baik menurut Wilson dan Campbell (2007:550)
diterjemahkan oleh Tjintin F. Tjandra yaitu:
1.
Laporan harus tepat waktu
2.
Laporan harus sederhana dan jelas
3.
Laporan harus dinyatakan dalam bahasa dan istilah yang dikenal oleh
pimpinan yang akan memakainya
4.
Informasi harus disajikan dalam urutan yang logis
5.
Laporan harus akurat
6.
Bentuk penyajian harus disesuaikan dengan pimpinan yang akan
menggunakannya
7.
Selalu distandarisasikan, apabila mungkin
8.
Rancangan laporan harus mencerminkan sudut pandang pimpinan
9.
Laporan harus berguna
10. Biaya penyiapan laporan harus dipertimbangkan
11. Perhatian yang diberikan untuk penyiapan laporan harus sebanding dengan
manfaatnya
Mulyadi
(2001:195)
juga
mengemukakan
pertanggungjawaban biaya berisi informasi sebagai berikut:
1.
Nomor kode akun biaya.
2.
Jenis biaya atau pusat pertanggungjawaban.
3.
Realisasi biaya bulan ini.
4.
Anggaran biaya bulan ini.
bahwa
laporan
23
5.
Penyimpangan biaya bulan ini.
6.
Realisasi biaya sampai dengan bulan ini
7.
Anggaran biaya sampai dengan bulan ini.
8.
Penyimpangan biaya sampai dengan bulan ini.
Laporan pertanggungjawaban biaya departemen penjualan berisi ringkasan
realisasi, anggaran dan penyimpangan biaya departemen penjualan bagian-bagian
di bawah departemen penjualan.
Laporan pertanggungjawaban mencakup jangka waktu tertentu. Jangka
waktu pelaporan hendaknya mempertimbangkan kemungkinan campur tangan
manajer atas terhadap penyimpangan signifikan, sehingga manajer pusat
pertanggungjawaban dapat segera merubah kinerja ke arah yang diinginkan.
Dalam suatu pusat pertanggungjawaban, jangka waktu pelaporan jenis informasi
tertentu mungkin beda dengan jenis informasi lainnya. Laporan penjualan
disajikan mingguan dan laporan pusat pertanggungjawaban secara menyeluruh
dapat disajikan secara bulanan.
2.1.2 Anggaran
Setiap perusahaan didirikan dengan tujuan tertentu. Untuk mencapai
tujuan sebelumnya, maka semua tahap dari kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan harus telah direncanakan dengan baik. Pelaksanaan perencanaan ini
harus dikendalikan, dikoordinasikan, dan dikombinasikan ke tiap bagian dalam
organisasi. Oleh karena itu, dibuatlah anggaran yang merupakan penjabaran
secara kuantitatif dari rencana-rencana yang akan dilaksanakan.
2.1.2.1 Pengertian Anggaran
Pengertian anggaran menurut Hansen dan Mowen (2012:423):
“Anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan; rencana tersebut
mengidentifikasikan tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk
mencapainya.”
24
Sedangkan menurut Mulyadi (2001:488), yaitu:
“Anggaran adalah suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif,
yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain,
yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu
rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan
jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program.”
Dari pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa anggaran adalah suatu
perencanaan keuangan untuk masa depan dan sebagai alat pengendalian
manajemen.
Menurut Mulyadi (2001:511), anggaran yang baik memiliki karakterisktik
sebagai berikut:
1. Anggaran disusun berdasarkan program.
2. Anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban
yang dibentuk dalam organisasi perusahaan.
3. Anggaran berfungsi sebagai alat perencana dan alat pengendalian.
2.1.2.2 Jenis-jenis Anggaran
Anggaran utama menurut Hansen dan Mowen (2012:426), dapat dibagi
dalam anggaran operasional dan keuangan :
1.
Anggaran operasional (operational budget) mendeskripsikan aktivitas
yang menghasilkan pendapatan bagi suatu perusahaan: penjualan,
produksi, dan persediaan barang jadi. Hasil akhir anggaran operasional
adalah suatu proforma atau perkiraan laporan laba rugi. Anggaran
operasional terdiri atas perkiraan laporan laba rugi yang disertai dengan
laporan pendukung berikut:

Anggaran penjualan

Anggaran produksi

Anggaran pembelian bahan baku langsung

Anggaran tenaga kerja langsung

Anggaran overhead
25
2.

Anggaran beban penjualan dan administrasi

Anggaran persediaan akhir barang jadi

Anggaran harga pokok penjualan
Anggaran keuangan (financial budget) memerinci aliran masuk dan keluar
kas, serta posisi keuangan secara umum. Anggaran keuangan yang
biasanya disiapkan adalah :

Anggaran kas

Anggaran neraca

Anggaran untuk pengeluaran modal
2.1.2.3 Manfaat Anggaran
Menurut Hansen dan Mowen (2012:424), sebuah sistem penganggaran
memberikan beberapa manfaat untuk suatu organisasi, yaitu:
1.
Memaksa para manajer untuk melakukan perencanaan.
2.
Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki
pengambilan keputusan.
3.
Menyediakan standar evaluasi kinerja.
4.
Memperbaiki komunikasi dan koordinasi.
Sedangkan menurut Henry Simamora (2012:192-193), manfaat anggaran adalah:
1. Menunjukkan kepada manajemen angka laba yang dikehendaki oleh
perusahaan.
2. Menunjukkan sumber daya yang dapat dihasilkan atau digunakan selama
periode anggaran yang akan datang.
3. Pada saat mempertimbangkan perubahan kegiatan operasi normal,
anggaran dapat pula menginformasikan kepada manajemen konsekuensi
serangkaian alternatif tindakan, sehingga memberikan landasan untuk
memutuskan alternatif mana yang terbaik.
26
2.1.2.4 Fungsi Anggaran
Fungsi anggaran menurut Mulyadi (2001:502) adalah sebagai berikut:
1.
Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
2.
Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan
perusahaan di masa yang akan datang.
3.
Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan
berbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan
manajer bawah dan manajer atas.
4.
Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding
hasil operasi sesungguhnya.
5.
Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali yang memungkinkan
manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan.
6.
Anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi
manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien
sesuai dengan tujuan organisasi.
Sedangkan menurut Rahayu dan Haruman (2007:5), fungsi anggaran
adalah sebagai berikut:
1.
Di bidang perencanaan
a.
Membantu manajemen meneliti dan mempelajari segala masalah yang
berkaitan dengan aktivitas yang akan dilaksanakan.
b.
Membantu mengarahkan seluruh sumber daya yang ada diperusahaan
dalam menentukan arah atau aktivitas yang paling menguntungkan.
2.
c.
Membantu arah atau menunjang kebijakan perusahaan.
d.
Membantu manajemen memilih tujuan perusahaan.
e.
Membantu menstabilkan kesempatan kerja yang tersedia.
f.
Membantu pemakaian alat-alat fisik secara lebih efektif.
Di bidang koordinasi
a.
Membantu mengkoordinir faktor sumber daya manusia dengan
perusahaan.
27
b.
Membantu menilai kesesuaian antara rencana aktivitas perusahaan
dengan keadaan lingkungan usaha yang dihadapi.
c.
Membantu
menempatkan
modal
pada
saluran-saluran
yang
menguntungkan sesuai dan seimbang dengan program perusahaan.
d.
3.
Membantu mengetahui kelemahan organisasi.
Di bidang pengawasan
a.
Membantu mengawasi kegiatan dan pengeluaran.
b.
Membantu mencegah pemborosan.
c.
Membantu menetapkan standar baru.
2.1.2.5 Anggaran Penjualan
Menurut Hansen dan Mowen (2012:427), anggaran penjualan (sales
budget) yaitu :
“Projeksi yang disetujui komite anggaran yang menjelaskan penjualan
yang diharapkan dalam satuan unit dan uang.”
Sedangkan menurut Sri Rahayu dan Tendi Haruman (2007:45) adalah:
“Anggaran yang direncanakan secara lebih terperinci tentang penjualan
yang dilakukan oleh perusahaan selama periode yang akan datang yang
dalamnya meliputi rencana tentang jenis (kualitas) barang yang akan
dijual, jumlah (kuantitas), harga barang, waktu penjualan, serta tempat
atau daerah penjualannya.”
Langkah
pertama
dalam
pembuatan
anggaran
penjualan
adalah
mengembangkan prediksi penjualan. Hal ini biasanya adalah tanggungjawab
Departemen Pemasaran. Satu pendekatan untuk memprediksi penjualan adalah
pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up aprroach) yang mensyaratkan setiap
tenaga penjual memberikan prediksi penjualan. Semua prediksi tersebut disatukan
untuk membentuk suatu prediksi jumlah penjualan. Keakuratan prediksi penjualan
ini dapat diperbaiki dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti iklim
ekonomi secara umum, persaingan, iklan, kebijakan penetapan harga, dan lainlain.
28
Prediksi penjualan hanyalah perkiraan awal. Prediksi penjualan diberikan
kepada komite anggaran untuk dipertimbangkan. Komite anggaran dapat
memutuskan perkiraan terlalu pesimistis atau optimistis, dan merevisinya sesuai
keadaan.
2.1.2.6 Anggaran sebagai Alat Perencanaan dan Alat Pengendalian
Agar proses penyusunan anggaran dapat menghasilkan anggaran yang
dapat berfungsi sebagai alat pengendalian, proses penyusunan anggaran harus
mampu menanamkan “sense of commitment” dalam diri penyusunnya. Proses
penyusunan anggaran yang tidak berhasil menanamkan “sense of commitment”
dalam diri penyusunnya berakibat anggaran yang disusun tidak lebih hanya
sebagai alat perencana belak, yang jika terjadi penyimpangan antara realisasi dari
anggarannya, tidak satu pun manajer yang merasa bertanggung jawab.
Untuk menghasilkan anggaran yang dapat berfungsi sebagai alat
perencanaan dan sekaligus alat pengendalian, menurut Mulyadi (2001: 513)
penyusunan anggaran harus memenuhi syarat berikut ini :
1.
Partisipasi para manajer pusat pertanggungjawaban dalam proses
penyusunan anggaran.
2.
Organisasi anggaran
3.
Penggunaan informasi akuntansi pertanggungjawaban sebagai alat
pengirim peran dalam proses penyusunan anggaran dan sebagai pengukur
kinerja manajer dalam pelaksanaan anggaran.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui anggaran juga merupakan salah satu
alat perencanaan dan alat pengendalian untuk mengukur kinerja manajer.
2.1.2.7 Hubungan Anggaran dengan Akuntansi Pertanggungjawaban
Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran lain,
mencakup jangka waktu satu tahun dan merupakan satuan rencana kerja jangka
pendek yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang, ditetapkan dalam
29
proses program (programming). Di masa penyusunan anggaran pada dasarnya
merupakan proses penetapan peran setiap manajer dalam melaksanakan program
atau bagian dari program. Oleh karena itu, anggaran merupakan komitmen
manajer pusat pertanggungjawaban yang digunakan sebagai alat pengendalian
kegiatan (budgetary control). (Mulyadi, 2001:488)
Akuntansi
pertanggungjawaban
merupakan
suatu
sistem
yang
membandingkan anggaran dengan tindakan dari setiap pusat pertanggungjawaban
yang digunakan untuk mengukur kinerja seseorang dan/atau suatu departemen
dalam pencapaian tujuan perusahaan, dalam hal ini pusat pendapatan, yaitu
departemen pemasaran. Sehubungan dengan hal tersebut, manajer pemasaran
berusaha agar hasil yang diperoleh departemen penjualan dapat mencapai target
penjualan.
Jadi hubungan anggaran dengan akuntansi pertanggungjawaban, bahwa
anggaran harus disusun dalam setiap tingkatan manajemen yang dibebani
tanggung jawab atas pendapatan dan biaya yang controllable bagi manajer pusat
pertanggungjawaban. Dalam hal ini, anggaran penjualan disusun oleh departemen
pemasaran dengan dibebani tanggungjawab atas pendapatan yang diperoleh sesuai
dengan target penjualan dan biaya yang controllable bagi manajer pemasaran.
Melalui laporan prestasi, yaitu anggaran penjualan dibandingkan dengan
realisasinya, apakah dapat mencapai target penjualan atau tidak, sehingga kinerja
dari manajer penjualan dapat diukur prestasinya.
2.1.3 Penjualan
2.1.3.1 Pengertian Penjualan
Penjualan merupakan salah satu fungsi pemasaran yang sangat penting dan
menentukan bagi perusahan dalam mencapai sebuah tujuan perusahan yaitu
memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Beberapa para
ahli mengemukakan tentang definisi penjualan antara lain :
Menurut Warren Reeve Fees (2006:300) yang diterjemahkan oleh Aria
Faramita dan kawan-kawan, bahwa :
30
“Penjualan adalah jumlah yang dibebankan kepada pelanggan untuk
barang dagang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit”.
Sedangkan menurut Henry Simamora (2012:24) menyatakan bahwa:
“Penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan
jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpukan bahwa penjualan adalah suatu
proses pembuatan dan cara untuk mempengaruhi pribadi agar terjadi pembelian
(penyerahan) barang atau jasa yang ditawarkan berdasarkan harga yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak yang terkait baik dibayar secara tunai maupun
kredit.
2.1.3.2 Tujuan Penjualan
Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan adalah kegiatan yang penting,
karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut maka akan terbentuk laba yang
dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Tujuan umum penjualan yang dimiliki oleh perusahaan menurut Basu
Swastha (2005:404), yaitu:
1.
Mencapai volume penjualan tertentu.
2.
Mendapat laba tertentu
3.
Menunjang pertumbuhan perusahaan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan umum
perusahaan dalam kegiatan penjualan adalah untuk mencapai volume penjualan
dan mendapatkan laba maksimal.
2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penjualan
Aktivitas penjualan banyak dipengaruhi oleh faktor tertentu yang dapat
meningkatkan aktivitas perusahaan, oleh karena itu manajer penjualan perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penjualan menurut Basu Swastha (2005:406), antara lain sebagai
berikut:
31
1. Kondisi dan Kemampuan Penjual
Kondisi dan kemampuan terdiri dari pemahaman atas beberapa masalah
penting yang berkaitan dengan produk yang dijual, jumlah dan sifat dari
tenaga penjual adalah:
a. Jenis dan karakteristik barang atau jasa yang ditawarkan
b. Harga produk atau jasa
c. Syarat penjualan, seperti: pembayaran, pengiriman
2. Kondisi Pasar
Pasar sebagai kelompok pembelian atau pihak yang menjadi sasaran dalam
penjualan dan dapat pula mempengaruhi kegiatan penjualannya.
3. Modal
Modal atau dana sangat diperlukan dalam rangka untuk mengangkut
barang dagangan ditempatkan atau untuk membesar usahanya.
4. Kondisi Organisasi Perusahaan
Pada perusahan yang besar, biasanya masalah penjual ini ditangani oleh
bagian tersendiri, yaitu bagian penjualan yang dipegang oleh orang-orang
yang ahli dibidang penjualan.
5. Faktor-faktor lain
Faktor-faktor lain seperti periklanan, peragaan, kampanye, dan pemberian
hadiah sering mempengaruhi penjualan karena diharapkan dengan adanya
faktor-faktor tersebut pembeli akan kembali membeli lagi barang yang
sama
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi kegiatan penjualan, yaitu: kondisi dan kemampuan
penjualan, kondisi pasar, modal, kondisi organisasi perusahaan, dan faktor-faktor
lain.
Menurut Kotler (2009:257-258) suatu penjualan dikatakan efektif jika
perusahaan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Adanya perkembangan penjualan yang dapat dilihat perkembangan
volume penjualan secara terus menerus meningkat dan adanya anggaran
penjualan yang dapat segera direalisasikan.
32
2.
Transaksi penjualan dicatat sesuai dengan tanggal dan arsip nomor urut.
3.
Kegiatan penjualan mulai dari penerimaan order penjualan sampai dengan
penyerahan barang dapat diselesaikan sesuai dengan order yang diterima
dari pelanggan, sehingga operasi perusahaan dapat berjalan lancar dan
efisien.
4.
Terdapat kepuasan pelanggan terhadap produk yang dipesan.
Jadi, efektivitas penjualan dapat dilihat dari target penjualan yang
dikehendaki dan tercapai baik dalam unit
maupun rupiah. Terjadinya
pengendalian intern penjualan yang meliputi laporan keuangan bidang penjualan
yang handal, ketepatan waktu, dan ketepatan kualitas, serta ada atau tidaknya
penyimpangan terhadap target yang sudah direncanakan.
2.1.3.4 Laporan Penjualan
Isi laporan penjualan menurut Steven M. Bragg (2007:274), meliputi:
1.
Pelaksanaan penjualan yang sebenarnya dengan angka-angka untuk bulan
berjalan dan sampai bulan dua tahun berjalan.
2.
Penjualan yang dianggarkan untuk periode berjalan sampai dengan periode
berikutnya.
3.
Perbandingan penjualan yang sebenarnya dari perusahaan dengan angkaangka dalam jenis industri yang bersangkutan, meliputi presentase dan
total.
4.
Analisa penyimpangan (varians) antara penjualan yang sebenarnya dengan
yang dianggarkan dan sebab-sebab terjadinya penyimpangan.
5.
Hubungan-hubungan antara penjualan dan biaya, misalnya biaya
pertanggungjawaban order yang diterima.
6.
Standar penjualan perbandingan penjualan yang sebenarnya dengan kuota
per penjualan.
7.
Data harga jual per unit.
8.
Data laba kotor.
33
Isi laporan berbeda-beda, disesuaikan dengan keperluan dan personalitas
pemakai.
Laporan-laporan
yang
dibuat
berhubungan
dengan
tingkatan
manajemen, semakin rendah tingkatan manajemen, maka informasi akan menjadi
semakin banyak isinya.
Frekuensi setiap laporan kan tergantung pada kebutuhan masing-masing
eksekutif atau anggotanya, apakah per hari, per minggu, per bulan, per kuartal
atau per tahun. Sebagai contoh, pimpinan tertinggi dan pimpinan utama penjualan
mungkin menginginkan laporan harian tentang penjualan, order yang diterima dan
order yang masih ada di tangan atau cukup dengan laporan per minggu atau
diperlukan suatu laporan harian dalam masa kritis.
2.1.4 Peranan
Akuntansi
Pertanggungjawaban
dalam
Upaya
Meningkatkan Penjualan
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi aktiva,
pendapatan
dan
biaya
yang
dihubungkan
dengan
manajer
yang
bertanggungjawaban atas pusat pertanggungjawaban tertentu. Sistem akuntansi
pertanggungjawaban menghubungkan informasi akuntansi manajemen dengan
wewenang yang dimiliki oleh manajer. Wewenang didelegasikan dari manajer
atas ke manajer di bawahnya, dan pendelegasian wewenang ini menuntut manajer
bawah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang kepada manajer
atasannya.
Dengan demikian, wewenang mengalir dari tingkat manajer atas ke
bawah, sedangkan tanggung jawab mengalir sebaliknya. Oleh karena itu, timbul
kebutuhan
manajemen
pertanggungjawaban
akan
pelaksanaan
informasi
wewenang.
akuntansi
Informasi
untuk
akuntansi
menilai
yang
bersangkutan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan wewenang disebut dengan
informasi akuntansi pertanggungjawaban.
Adapun manfaat informasi akuntansi pertanggungjawaban menurut
Mulyadi (2001:174-175), yaitu:
34
1. Informasi akuntansi pertanggungjawaban berupa informasi masa lalu
bermanfaat sebagai:
a. Penilaian kinerja manajer pusat pertanggungjawaban.
b. Pemotivasi manajer.
2. Informasi
akuntansi
pertanggungjawaban
dalam
activity
based
responsibility accounting system bermanfaat sebagai:
a. Mengelola aktivitas dengan cara mengarahkan usaha manajemen
dalam mengurangi dan akhirnya menghilangkan biaya bukan
penambah nilai.
b. Memantau efektivitas program pengelolaan aktivitas.
Menurut Siagian (2004:29) sistem akuntansi pertanggungjawaban
berfungsi sebagai berikut :
a. Pencatatan
Pusat pertanggungjawaban akan mengumpulkan semua biaya yang terjadi
pada pusat pertanggungjawabannya dan melakukan pencatatan terhadap
biaya-biaya tersebut.
b. Pelaporan
Setelah kegiatan-kegiatan pada pusat pertanggungjawaban terjadi, pusat
pertanggungjawaban akan mempertanggungjawabkan semua aktivitasnya
dengan membuat suatu laporan pertanggungjawaban. Tidak semua biaya
menjadi tanggungjawab manajer pusat pertanggungjawaban, melainkan
hanya biaya-biaya terkendali saja (controllable cost).
c. Pengawasan
Akuntansi pertanggungjawaban dapat digunakan sebagai alat pengawasan
biaya karena akuntansi pertanggungjawaban mengumpulkan semua
informasi akuntansi dari pusat-pusat pertanggungjawaban mengenai biaya
maupun pendapatan, baik yang berupa anggaran maupun hasil produksi
maupun hasil aktivitas sebenarnya. Dengan akuntansi pertanggungjawaban
pimpinan perusahaan dapat melakukan pengawasan biaya secara efisien
dari performance report masing-masing pusat pertanggungjawaban.
35
Informasi
akuntansi
pertanggungjawaban
disajikan
dalam
rangka
pengendalian penjualan, yaitu proses pengendalian penjualan yang nantinya akan
mempengaruhi efektivitas pengendalian penjualan, yaitu:
1.
Menetapkan anggaran penjualan
Anggaran penjualan berfungsi sebagai pedoman pengendalian penjualan
perusahaan dan juga berfungsi sebagai tolak ukur untuk menilai dan
menganalisa aktivitas penjualan dalam usaha pencapaian sasaran
perusahaan. Oleh karena itu, penyusunan anggaran penjualan hanya
mungkin dilakukan jika tersedia informasi akuntansi pertanggungjawaban
yang berperan dalam usaha pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam tahun anggaran.
2.
Membandingkan realisasi penjualan dengan anggaran penjualan
Perbandingan ini berfungsi sebagai pengukuran atas penyimpangan yang
terjadi. Melalui perbandingan ini juga dapat ditentukan prestasi manajer
pusat pertanggungjawaban.
Apabila proses pengendalian penjualan (tercapainya target penjualan yang
sudah direncanakan, adanya ketaatan kebijakan sistem anggaran dan tercapainya
tujuan penjualan yang dianggarkan lebih kecil atau sama dengan realisasi
penjualan, yang berarti efektif) dapat tercapai. Dengan tercapainya tujuan
pengendalian penjualan, maka berarti tercapai efektivitas pengendalian penjualan.
Dengan akuntansi pertanggungjawaban, dapat dilakukan penyusunan
anggaran penjualan yang berfungsi sebagai alat pemotivasi kerja. Laporan
kegiatan penjualan yang menggambarkan hasil penjualan yang sebenarnya serta
dilakukan perbandingan antara pelaksanaan dengan anggaran. Dari perbandingan
tersebut dapat diketahui penyimpangan yang terjadi dan sebab-sebab terjadinya
penyimpangan sehingga dapat diambil tindakan koreksi yang tepat. Perbaikan
yang dilakukan diharapkan dapat mendorong perusahaan untuk beroperasi lebih
optimal dan efektif.
36
2.2
Kerangka Pemikiran
Pengertian akuntansi menurut Hansen dan Mowen (2012:229) adalah
“alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat
elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau
benchmarking, pengevaluasian kinerja dan pemberian penghargaan.”
Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban
merupakan suatu sistem yang sangat penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi
kinerja manajer dan pemberian penghargaan atas kinerja manajer yang
berprestasi, hal ini untuk meningkatkan kinerja manajer sehingga tercapainya
tujuan perusahaan sesuai yang diinginkan.
Aktivitas penjualan yang efektif adalah hal utama yang harus dilaksanakan
dalam upaya mendapatkan pendapatan yang optimal. Hal ini dikarenakan
penjualan terpusat pada sebagian besar aktivitas perusahaan. Aktivitas penjualan
harus direncanakan dan dikendalikan.
Penjualan menurut Warren adalah jumlah yang dibebankan kepada
pelanggan untuk barang dagangan yang dijual, baik secara tunai maupun kredit.
Untuk pelaksanaan penjualan, membutuhkan pengendalian sistem akuntansi
pertanggungjawaban yang dapat dijadikan sebagai alat untu mengendalikan
penjualan, yaitu dengan diterapkannya sistem akuntansi pertanggungjawaban.
Departemen penjualan sebagai bagian dari pusat pertanggungjawaban pendapatan
dan tanggung jawabanya dibebankan kepada individu yang berwenang, yaitu
manajer penjualan. Hasil penjualan dengan anggaran penjualan merupakan ukuran
kinerja manajer pusat pendapatan dalam mencapai sasaran. Anggaran adalah
informasi akuntansi pertanggungjawaban yang menyajikan informasi data hasil
penjualan dan informasi penjualan yang dianggarkan kepada manajer penjualan
untuk memungkinkan manajer penjualan secara individu diberi penghargaan atau
hukuman berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan menghadapi
pesaing yang lebih kompetetif, mengakibatkan perusahaan dituntut untuk lebih
siap dan profesional dalam mengelola perusahaan.Oleh karena itu dibutuhkan
37
dana yang cukup besar. Salah satu sumber dana yang diperoleh perusahaan
semaksimal mungkin dengan cara meningkatkan penjualan.
Berdasarkan uraian di atas dibuatlah kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Akuntansi
Peningkatan Penjualan
Pertanggungjawaban
2.3
Hipotesis Penelitian
Hasil penelitian sebelumnya:
1.
Yoesoef (2014), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Widyatama
dengan
judul
“Peranan
Pemanfaatan
Akuntansi
Pertanggungjawaban dalam Menunjang Efektivitas Penjualan”, dengan
kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban telah bermanfaat pada
PT. Dirgantara Indonesia dalam menunjang efektivitas penjualan. Adapun
perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya terdapat pada teori
akuntansi pertanggungjawaban yang digunakan, lokasi, waktu penelitian
dan perusahaannya.
2.
Mauliddini (2013), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Widyatama dengan judul “Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban dalam
Penilaian Kinerja Pusat Pendapatan Pada PDAM Tirta Raharja”, dengan
kesimpulan bahwa akuntansi pertanggungjawaban berperan dalam menilai
kinerja pusat pendapatan. Perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya,
peneliti sebelumnya menggunakan akuntansi pertanggungjawaban untuk
menilai kinerja pusat pendapatan, sedangkan peneliti menggunakan
38
akuntansi pertanggungjawaban yang berperan untuk meningkatkan
penjualan.
3.
Metaria (2011), dari Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas
Widyatama dengan judul “Peranan Akuntansi Pertanggungjawaban
sebagia Alat Penilaian Kinerja terhadap Peningkatan Pendapatan (Studi
Kasus pada PT. PKP Bandung)”, dengan kesimpulan bahwa akuntansi
pertanggungjawaban berperan sebagai alat penilaian kinerja terhadap
peningkatan pendapatan. Perbedaan peneliti dengan peneliti sebelumnya,
peneliti sebelumnya menggunakan akuntansi pertanggungjawaban untuk
sebagai alat penilaian kinerja terhadap peningkatan pendapatan, sedangkan
peneliti menggunakan akuntansi pertanggungjawaban yang berperan
sebagai upaya dalam meningkatkan penjualan.
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diajukan, maka penulis
mengajukan hipotesis deskriptif bahwa : “Akuntansi pertanggungjawaban yang
memadai berperan dalam meningkatkan penjualan.”
Download