JURNAL PROSES KOMUNIKASI DALAM

advertisement
JURNAL
PROSES KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMANFAATAN
TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)
(Analisis Deskriptif Kualitatif tentang Proses Komunikasi dalam Sosialisasi
Tim Penggerak PKK Desa Ngunut Mengenai Pemanfaatan TOGA kepada
Masyarakat di Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten
Karanganyar)
Oleh :
Noorma Luthfiana Aini
D0212076
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
1
PROSES KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMANFAATAN
TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)
(Analisis Deskriptif Kualitatif tentang Proses Komunikasi dalam Sosialisasi
Tim Penggerak PKK Desa Ngunut Mengenai Pemanfaatan TOGA kepada
Masyarakat di Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten
Karanganyar)
Noorma Luthfiana Aini
Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Modernization and innovation in the health sector are continuously
expanded. Even though the update continues to be done, the development of
traditional health care can not be ruled out, one of which can be used through the
Family Crops Medicine (TOGA). According to the Minister of Health Decree
(Permenkes) No. 9 Year 2016 on Efforts of Health Development Through SelfCare Utilization of Family Crops Medicine and Skills, self care by traditional
health is an effort to maintain and improve health and prevent and overcome
health problems lightly by individuals within families, groups, or communities
using TOGA and skills. One of the districts that apply TOGA activities is
Karanganyar, particularly in Sub Jumantono, Ngunut Village.
The purpose of this study was to determine the communication process on
socialization TOGA utilization by PKK of Ngunut Village as the communicator
and villager as the communicant. Socialization is carried out since 2013 and still
goes on.
This research is a qualitative descriptive study. Informants in this study
are selected using purposive sampling technique. The data is collected using
indepth interview techniques and review documents. The data obtained in the field
are analyzed using triangulation method.
The result of this research is the communication process that occurs
during socialization of TOGA utilization in Ngunut Village is effective by using
Lasswell formulations which focus on five elements of communication, which are:
communicator, message, media, communicant, and effect that followed.
Keywords: TOGA Utilization, Socialization, Communication Process.
2
Pendahuluan
Pada masa kini perkembangan pada sektor kesehatan telah berkembang
pesat dengan begitu banyaknya inovasi. Meskipun modernisasi dan pembaruan
terus dilakukan, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional tidak dapat
dikesampingkan. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional
juga telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan
pertemuan WHO Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan
November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman
dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Dari
pertemuan WHO pada tahun 2009 disebutkan dalam salah satu resolusinya bahwa
WHO mendorong negara-negara anggotanya agar mengembangkan Pelayanan
Kesehatan
Tradisional
di
negaranya
sesuai
kondisi
setempat
(www.gizikia.depkes.go.id, 2011).
Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan pembinaan terhadap
pelayanan kesehatan tradisional agar dapat diselenggarakan dengan penuh
tanggung jawab. Penggunaan obat generik (OG) masih terbilang lebih tinggi dari
pada penggunaan obat tradisional. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 diperoleh hasil bahwa 35,2% masyarakat menyimpan obat
untuk swamedikasi dimana proporsi Rumah Tangga (RT) yang menyimpan obat
keras 35,7% dan antibiotika 27,8%. Adanya obat keras dan antibiotika untuk
swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Sedangkan RT
yang menggunakan Yankestrad (Pelayanan Kesehatan Tradisional) hanya 30,4%.
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) merupakan salah satu upaya
dalam mengembangkan pemanfaatan obat tradisional di Indonesia. Dalam upaya
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan penyakit yang
sederhana merupakan salah satu cara dalam pengembangan Kebijakan Obat
3
Tradisional Nasional (KONTRANAS). TOGA merupakan sekumpulan tanaman
berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga yang ditata menjadi sebuah taman dan
memiliki nilai keindahan. Beberapa alasan pemanfaatan TOGA antara lain karena
murah, aman dan mudah di dapat karena ada di sekitar kita, dapat meningkatkan
asupan gizi keluarga, menciptakan keindahan dan penghijauan lingkungan, untuk
melestarikan warisan budaya bangsa, penggalian jenis tanaman lokal asli daerah
setempat/tanaman langka yang berkhasiat obat, serta menambah pendapatan
keluarga.
Pemanfaatan TOGA perlu dikembangkan sebagai bentuk asuhan mandiri
atau selfcare masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.
9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Melalui Asuhan Mandiri
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan, asuhan mandiri kesehatan
tradisional adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan ringan oleh individu dalam
keluarga, kelompok, atau masyarakat dengan memanfaatkan TOGA dan
keterampilan.
Kesadaran
akan
pentingnya
TOGA
untuk
kemandirian
kesehatan
masyarakat Indonesia telah dirasakan oleh sebagian masyarakat, namun belum
merata. Merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat memang tidak mudah
sehingga perlu mengadakan sosialisasi. Seperti dalam penelitian Peran
Komunikasi
Interpersonal
dan
Proses
Sosialisasi
dalam
Meningkatkan
Partisipasi Masyarakat Kota untuk Menciptakan Budaya Gaya Hidup yang
Peduli Lingkungan oleh Suharsono (2012), menciptakan budaya gaya hidup
peduli lingkungan tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena
menyangkut perubahan baik pola pikir maupun perilaku yang selama ini jarang
diperhatikan bahkan cenderung bertolak belakang dengan kebiasaan yang selama
ini dilakukan oleh kebanyakan orang. Dengan konsep peduli lingkungan maka
pola pikir dan perilakunya harus berubah. Singkatnya harus ada perubahan pola
pikir dan perilaku baik individu, kelompok, atau masyarakat harus peduli terhadap
lingkungannya masing-masing. Untuk mengubah pola pikir dan perilaku tersebut
dapat dilakukan dengan proses sosialisasi.
4
Pemerintah
melalui
Kementerian
Kesehatan
tidak
lengah
dalam
mensosialisasikan TOGA dan memotivasi masyarakat agar menanam tanaman
obat-obatan. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan PKK di masing-masing
kabupaten di Indonesia, sosialisasi TOGA terus dilakukan baik melalui pelatihanpelatihan hingga pengadaan lomba Desa Pelaksana Terbaik Kegiatan Pemanfaatan
Hasil TOGA hingga tingkat nasional. Untuk mengikuti lomba ini, maka suatu
desa harus memiliki kelayakan untuk disebut sebagai Desa TOGA. Salah satu
kabupaten yang mengikuti lomba tersebut adalah Kabupaten Karanganyar dengan
Desa Ngunut yang terletak di Kecamatan Jumantono sebagai perwakilannya.
Sejak tahun 2013 Desa Ngunut sudah aktif dalam budidaya dan pemanfaatan
TOGA. Bahkan pada bulan November 2016 lalu Desa Ngunut bahkan berhasil
menjuarai lomba Desa Pelaksana Terbaik Kegiatan Pemanfaatan Hasil TOGA
tingkat nasional yang diadakan oleh PKK Pusat.
Sosialisasi kepada masyarakat di Desa Ngunut dalam pemanfaatan TOGA
memang terbilang cukup baik sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya
TOGA cukup tinggi. Terbukti keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA
di Desa Ngunut sebanyak 992 KK atau 80,58% dari total 1231 KK pada tahun
2015. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK. Kader
TOGA Desa Ngunut yang berjumlah 22 orang pun sudah terlatih. Sosialisasi dan
pemberdayaan masyarakat di Desa Ngunut dikoordinir oleh Tim PKK Desa
Ngunut dan didukung oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Kabupaten
Karanganyar.
Melihat peningkatan kesadaran dan keaktifan masyarakat Desa Ngunut
mengenai TOGA tersebut, tentu tidak lepas dari proses komunikasi dalam
sosialisasi Tim Penggerak PKK Desa Ngunut kepada masyarakat untuk
menyampaikan informasi mengenai Pemanfaatan TOGA. Cara komunikasi yang
tepat akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya penyebaran informasi sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman. Hal ini juga bisa memudahkan masyarakat
melakukan proses adopsi terhadap hal tersebut.
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas
bagaimana proses komunikasi dalam sosialisasi kepada masyarakat Desa Ngunut
mengenai pemanfaatan TOGA. Peneliti akan mengulas bagaimana penerapan
proses komunikasi yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKK Desa Ngunut
sebagai penyampai pesan kepada masyarakat setempat sebagai penerima pesan
agar efek atau tujan yang diharapkan mengenai pemanfaatan TOGA oleh
masyarakat tercapai.
Rumusan Penelitian
Bagaimana proses komunikasi dalam sosialisasi pemanfaatan TOGA oleh Tim
Penggerak PKK kepada masyarakat Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono,
Kabupaten Karanganyar yang meliputi lima unsur komunikasi (komunikator,
pesan, media, komunikan, efek)?
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal
dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang
berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2006:
9). Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai alat untuk
bertukar pesan antar individu. Hal ini memungkinkan adanya suatu
penyebaran informasi dari komunikator (penyampai pesan) kepada
komunikan sebagai penerima pesan. Komunikasi sendiri bisa dilakukan
secara verbal maupun non verbal. Secara verbal bisa melalui perbincangan
secara langsung antar personal maupun menggunakan media, tergantung
tujuan dari komunikasi tersebut.
Salah satu model komunikasi yang paling tua adalah model
komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Harold Lasswell
menggunakan lima pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses
6
komunikasi, yaitu who (siapa), says what (mengatakan apa), in wich
channel (dalam media apa), to whom (kepada siapa), dan what effect (apa
efeknya) (Arni Muhammad, 2001: 5). Melihat pentingnya komunikasi
dalam kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari peran dan
fungsinya di dalam masyarakat. William I. Golden dalam Deddy Mulyana
(2010: 5-30) mengatakan bahwa fungsi komunikasi dibagi menjadi empat
bagian, yaitu: (1) Sebagai komunikasi sosial; (2) Sebagai komunikasi
ekspresif; (3) Sebagai komunikasi ritual; dan (4) Sebagai komunikasi
instrumental.
Terdapat dua saluran komunikasi guna menyebarluaskan suatu
pesan, yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi
nonpersonal atau saluran komunikasi media massa. Berikut dijabarkan
mengenai saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi media
massa menurut Riswandi (2009: 157-160) yaitu: (1) Saluran komunikasi
personal dimana saluran komunikasi ini bersifat langsung perseorangan
maupun kelompok dan dinilai lebih persuasif dibandingkan dengan saluran
komunikasi media massa; dan (2) Saluran komunikasi media massa yang
memiliki jangkauan khalayak yang luas dan cepat.
b. Proses Komunikasi
Menurut Effendy dalam Rosmawaty (2010: 20), proses komunikasi
adalah berlangsungnya penyampaian ide, informasi, opini, kepercayaan,
perasaan dan sebagainya oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan lambang, misalnya bahasa, gambar, warna, dan sebagainya
yang mempunyai syarat.
Dalam bukunya Komunikasi; Teori dan Praktek cetakan kedua
puluh, Effendy mengatakan bahwa proses komunikasi pada hakikatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
7
Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,
kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari
lubuk hati (2006: 11).
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam penelitian ini
menggunakan model komunikasi Lasswell dimana terdapat lima
pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses komunikasi, yaitu who
(siapa), says what (mengatakan apa), in wich channel (dalam media apa),
to whom (kepada siapa), dan what effect (apa efeknya) (Arni Muhammad,
2001: 5).
Siapa
(Pembicara)
Apa
(Pesan)
Saluran
(Medium)
Siapa
(Audien)
Efek
Bagan 1.1 Model Komunikasi Lasswell (Arni Muhammad, 2001: 6)
Kalau pertanyaan Lasswell divisualisasi dalam gambar, dapat dinilai
sebai
model
komunikasi,
sebab
komponen-komponen
yang
membangunnya cukup signifikan. Di sini Lasswell melihat bahwa suatu
proses komunikasi selalu mempunyai efek atau pengaruh (Hafied Cangara,
2012: 46).
Lebih lanjut, menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil dalam
Business Communication Today, proses komunikasi (communication
process) terdiri atas enam tahap, yaitu: (1) Pengirim mempunyai suatu ide
atau gagasan; (2) Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan; (3)
Pengirim menyampaikan pesan; (4) Penerima menerima pesan; (5)
Penerima menafsirkan pesan; (6) Penerima memberi tanggapan dan
mengirim umpan balik kepada pengirim (Purwanto, 2003: 11 – 14).
Proses komunikasi berdasarkan situasi dan jumlah orang yang
terlibat dalam proses tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu. Denis
McQuail dalam Riswandi (2009: 9-11) menjabarkan bahwa secara umum
proses komunikasi berlangsung dalam enam tingkatan sebagai berikut: (1)
Komunikasi intra-pribadi; (2) Komunikasi antar-pribadi; (3) Komunikasi
kelompok; (4) Komunikasi antar-kelompok/asosiasi; (5) Komunikasi
organisasi; dan (6) Komunikasi dengan masyarakat luas.
8
c. Sosialisasi
Menurut Horton (1999: 118) sosialisasi ialah proses mempelajari
kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari suatu
masyarakat, sebagian adalah proses mempelajari peran. Sedangkan
menurut Schaefer dalam Sociology: A Brief Introduction (2011: 96)
definisi sosialisasi adalah:
“Socialization is the process which people learn attitudes, values,
and actions appropriate for members of a particular culture”
(Sosialisasi adalah proses dimana orang belajar sikap, nilai, dan
tindakan yang tepat untuk anggota dari budaya tertentu).
Melalui proses sosialisasi, diharapkan setiap anggota masyarakat
dapat belajar untuk mengetahui nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Sehingga mereka dapat bertindak sesuai dengannilai, norma,
dan keyakinan tersebut. Dalam pelaksanaannya sosialisasi dapat dilakukan
dengan tiga cara, yakni: (1) Dengan jalan represif yang menekankan pada
pemberian hukuman; (2) Partisipatif yang menekankan pada pemberian
imbalan; dan (3) Ekualitas yang menekankan pada kerjasama (Setiadi dan
Kolip, 2011: 159).
Sosialisai membutuhkan komunikasi dalam berinteraksi dari
penyampai pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan).
Berger and Luckman (1990: 34) mengatakan bahwa proses sosialisasi
diperluakan satu interaksi, karena manusia tidak dapat bereksistensi dalam
kehidupan sehari-hari tanpa secara terus-menerus berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain.
Pada dasarnya sosialisasi mengandung dua pengertian dasar, yakni
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer merupakan
sosialisasi yang pertama yang dialami oleh individu dalam masa kanakkanak sebagai bagian dari anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi
sekunder merupakan proses berikutnya yang mengimbas individu yang
telah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif
masyarakatnya (Berger and Luckman, 1990: 187).
9
Metodologi Penelitian
Berdasarkan masalah yang akan diteliti, penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran,
definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti halhal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih
lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena
itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan
banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian ini biasanya berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat praktis (Sarwono, 2006: 257-258). Penelitian ini
dapat digunakan untuk meneliti organisasi, kelompok, dan individu (Strauss dan
Corbin, 2009: 6).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sebagai sebuah penelitian
deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari
hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2000: 24).
Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki,
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat
sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya.
Deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding)
sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi, Hadari, Martini, 1996: 174). Hal ini
menunjukkan bahwa penelitian ini akan bersifat memberi penggambaran
mengenai objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan pada saat
ini melalui kata-kata, bukan menyajikan data secara statistik dan dengan angkaangka.
Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data
yang didapat langsung dari informan di lapangan, sedangkan data sekunder adalah
data yang bersumber dari buku-buku, jurnal, dokumentasi, dan sebagainya.
Teknik pengumpulan data melalui wawanara mendalam (indepth interview) dan
telaah dokumen.
Sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling atau
mekanisme disengaja. Arti mekanisme disengaja adalah sebelum melakukan
penelitian para peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh
10
orang yang akan dijadikan seumber informasi. Berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang akan dijadikan
informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan (Afrizal, 2015: 140).
Validitas data menggunakan triangulasi sumber dimana Triangulasi berarti
segitiga, tetapi tidak berarti informasi cukup dicari dari tiga sumber saja.
Prinsipnya adalah, menurut teknik triangulasi, informasi mestilah dikumpulkan
atau dicari dari sumber-sumber yang berbeda agar tidak bias sebuah kelompok.
Dalam kaitan ini, triangulasi dapat berarti adanya informan-informan yang
berbeda atau adanya sumber data yang berbeda mengenai sesuatu (Afrizal, 2015:
168)
Sajian dari Analisis Data
Proses Komunikasi dalam Sosialisasi Pemanfaatan TOGA oleh Tim
Penggerak PKK Desa Ngunut kepada masyarakat dilakukan memenuhi
penggunakan model komunikasi Lasswell yang meliputi unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Komunikator
Komunikator dalam penelitian ini adalah tim penggerak PKK Desa
Ngunut di bawah naungan Kelompok Kerja 4 (Pokja 4) yang menangani
bidang kesehatan. Komunikator yang baik adalah seseorang yang memiliki
kredibilitas yang mencakup keahlian, keterpercayaan, empati, dan daya tarik.
Selain itu komunikator yang baik harus memiliki pengetahuan tentang sistem
sosial tempat komunikasi berlangsung, sehingga ia mudah beradaptasi dengan
lingkungan dimana ia menyampaikan pesan.
Tim Penggerak PKK Desa Ngunut dianggap masyarakat ahli di bidang
pemanfaatan TOGA karena telah mendapatkan pelatihan-pelatihan yang
diberikan
oleh
dinas-dinas
baik
dari
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Karanganyar, Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, maupun dari
Kementerian Kesehatan. Pengurus PKK merupakan opinion leader, sehingga
rasa percaya masyarakat kepada komunikator tinggi. Selain itu cara
11
penyampaian
yang baik, menggunakan bahasa penduduk setempat,
menyenangkan, akrab, serta dapat menyesuaikan diri dengan komunikannya
membuat penerimaan pesan efektif. Komunikator juga merupakan penduduk
setempat sehingga ada kesamaan latar belakang dan cara pandang
memudahkan komunikator untuk meraih komunikannya.
2. Pesan
Pesan memiliki beberapa karakteristik, yaitu harus mampu menstimulir
sesuatu kepada sasaran, pesan harus berisi lambang-lambang, dapat
membangkitkan keperluan atau kepentingan (needs) tertentu pada sasarannya,
harus
dapat
membangkitkan
harapan-harapan
tertentu,
serta
harus
direncanakan terlebih dahulu.
Pesan berisi ajakan kepada masyarakat untuk melakukan pemanfaatkan
TOGA sebagai sarana meningkatkan kesehatan masyarakat karena TOGA
berfungsi sebagai upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit-penyakit
ringan, dan juga untuk meningkatkan kesehatan dengan mengonsumsi jamu
tradisional serta manfaat lainnya. Bahkan TOGA juga bisa menambah income
masyarakat dengan menjual hasil panen TOGA. Hal ini yang mampu
menstimulir komunikan sehinga tertarik untuk memanfaatkan TOGA, serta
memotivasi masyarakat untuk memiliki kebutuhan atau kepentingan untuk
memanfaatkan TOGA.
Pesan yang disampaikan tersebut mampu menumbuhkan harapan bagi
masyarakat Desa Ngunut untuk mandiri dalam hal kesehatan serta dapat
menjadi sumber mata pencaharian penduduk. Pesan-pesan yang disampaikan
oleh komunikator tersebut melalui proses perencanaan terlebih dahulu dengan
cara mempersiapkan poin-poin apa saja yang perlu disampaikan kepada
komunikan. Referensi isi pesan berasal dari buku panduan dari Kementerian
Kesehatan dan Dinas Kesehatan, maupun dari internet.
3. Media
Sosialisasi pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut menggunakan saluran
komunikasi personal dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal.
Penyampaian pesan dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang ada di
12
desa. Pertemuan itu meliputi pertemuan Dasa Wisma, RT, Kebayanan, RW,
Karangtaruna, mendatangi PAUD, Posyandu, hingga melaksanakan program
minum jamu bersama di SDN 1 Ngunut. Selain itu Tim Penggerak PKK juga
kadang membagikan brosur agar masyarakat lebih mudah mengingat cara
pemanfaatan dan pembudidayaan TOGA.
4. Komunikan
Komunikan dalam proses komunikasi ini adalah seluruh masyarakat
Desa Ngunut. Syarat-syarat yang harus dimiliki komunikan adalah
komunikan yang cakap dan mudah menerima dan mencerna materi,
komunikan yang mempunyai pengetahuan luas akan cepat menerima
informasi, komunikan harus bersikap ramah, supel, dan pandai bergaul,
komunikan harus memahami dengan siapa ia berbicara, serta komunikan
bersikap bersahabat dengan komunikator.
TOGA merupakan tanaman obat-obatan yang jenisnya tidak jauh
berbeda dengan rempah-rempah sehingga masyarakat cukup familiar
dengannya. Hal ini memudahkan sosialisasi TOGA diterima oleh masyarakat.
Suasana yang tercipta selama proses sosialisasi berlangsung di dalam
pertemuan-pertemuan selalu kondusif. Komunikan banyak yang menanyakan
berbagai hal tentang TOGA, mulai dari mempertanyakan apa saja jenis dan
manfaat TOGA, hingga bagaimana cara pemanfaatannya. Masyarakat selaku
komunikan menanggapinya dengan antusias, bersikap ramah kepada
komunikator, dan dapat nemerima pesan yang disampaikan komunikator
dengan baik.
5. Efek
Tujuan akhir dari suatu proses komunikasi disebut efek. Tujuan dari
sosialisasi ini adalah masyarakat Desa Ngunut dapat melakukan pemanfaatan
TOGA di dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang telah mendapat
pengetahuan mengenai TOGA kini menilai bahwa TOGA sangat bermanfaat
untuk meningkatkan kesehatan. Lebih dari itu, sebagian masyarakat kini
13
menjadikannya sebagai sumber penghasilan dengan menjual hasil panen
TOGA kepada pengepul di Desa Ngunut ataupun dijual sendiri ke pasar.
Perkembangan pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut tidak terjadi begitu
saja. Selama kurun waktu kurang lebih empat tahun terhitung dari tahun 2013
kesadaran masyarakat akan pentingnya TOGA pun terus meningkat. Terbukti
keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA di Desa Ngunut sebanyak
992 KK atau 80,58% (Kartu Keluarga) dari total 1231 KK pada tahun 2015.
Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK
(dalam arsip Tim Penggerak PKK Desa Ngunut).
Perkembangan pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut tidak terjadi begitu
saja. Selama kurun waktu kurang lebih tiga tahun terhitung dari tahun 2013
kesadaran masyarakat akan pentingnya TOGA pun terus meningkat. Terbukti
keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA di Desa Ngunut sebanyak
992 KK atau 80,58% (Kartu Keluarga) dari total 1231 KK pada tahun 2015.
Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK.
(dalam arsip Tim Penggerak PKK Desa Ngunut).
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Tim Penggerak PKK
Desa Ngunut melakukan usaha sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan
pemanfaatan TOGA. Dalam sosialisasi tersebut terdapat proses komunikasi yang
meliputi lima unsur yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, serta efek
dimana sayarat masing-masing unsur tersebut telah terpenuhi.
Saran
Penelitian ini memiliki sudut pandang dari proses komunikasinya dimana
fokus pada lima aspek komunikasi yang ada di dalamnya, yaitu komunikator,
pesan, media, komunikan, serta efeknya. Saran untuk penelitian selanjutnya akan
14
sangat berguna jika penelitian difokuskan pada salah satu tingkatan proses
komunikasi.
Contoh:
komunikasi
interpersonal,
komunikasi
organisasi,
komunikasi kelompok, dan seterusnya.
Daftar Pustaka
Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung
Menggunakan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta:
Rajawali Pers.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan:
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (diterjemahkan dari buku asli The
Social Construction of Reality oleh Hasan Basari). Jakarta: LP3ES.
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Effendy Uchjana, Onong, M.A. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Gizikia. 2011. Mengenal Pelayanan Kesehatan Tradisional di Indonesia. Diakses
dari www.gizikia.depkes.go.id pada Rabu, 16 Nopember 2016.
Horton, Paul. B. dan Hunt, Chester. L. 1999. Sosiologi. Jakarta: Gelora Aksara
Pratama.
Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kemendagri RI. 2016. Pedoman Penilaian Pemanfaatan Taman Obat Keluarga
(TOGA) Kementerian Kesehatan 2016. Jakarta: Kemendagri RI.
Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, H., Hadari, dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Purwanto, Djoko. 2003. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Rakhmat, Jallaludin. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosadakarya.
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 tentang Kesehatan. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rosmawati, H.P. 2010. Mengenai Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Preneda Media Group.
15
Strauss, A. dan Corbin, J. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suharsono. 2012. Peran Komunikasi Interpersonal dan Proses Sosialisasi dalam
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Kota untuk Menciptakan Budaya Gaya
Hidup yang Peduli Lingkungan. Jakarta: Universitas Multimedia Nusantara.
Vol. 4, No. 1.
Download