JURNAL PROSES KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMANFAATAN TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) (Analisis Deskriptif Kualitatif tentang Proses Komunikasi dalam Sosialisasi Tim Penggerak PKK Desa Ngunut Mengenai Pemanfaatan TOGA kepada Masyarakat di Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar) Oleh : Noorma Luthfiana Aini D0212076 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017 1 PROSES KOMUNIKASI DALAM SOSIALISASI PEMANFAATAN TAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) (Analisis Deskriptif Kualitatif tentang Proses Komunikasi dalam Sosialisasi Tim Penggerak PKK Desa Ngunut Mengenai Pemanfaatan TOGA kepada Masyarakat di Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar) Noorma Luthfiana Aini Tanti Hermawati Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Modernization and innovation in the health sector are continuously expanded. Even though the update continues to be done, the development of traditional health care can not be ruled out, one of which can be used through the Family Crops Medicine (TOGA). According to the Minister of Health Decree (Permenkes) No. 9 Year 2016 on Efforts of Health Development Through SelfCare Utilization of Family Crops Medicine and Skills, self care by traditional health is an effort to maintain and improve health and prevent and overcome health problems lightly by individuals within families, groups, or communities using TOGA and skills. One of the districts that apply TOGA activities is Karanganyar, particularly in Sub Jumantono, Ngunut Village. The purpose of this study was to determine the communication process on socialization TOGA utilization by PKK of Ngunut Village as the communicator and villager as the communicant. Socialization is carried out since 2013 and still goes on. This research is a qualitative descriptive study. Informants in this study are selected using purposive sampling technique. The data is collected using indepth interview techniques and review documents. The data obtained in the field are analyzed using triangulation method. The result of this research is the communication process that occurs during socialization of TOGA utilization in Ngunut Village is effective by using Lasswell formulations which focus on five elements of communication, which are: communicator, message, media, communicant, and effect that followed. Keywords: TOGA Utilization, Socialization, Communication Process. 2 Pendahuluan Pada masa kini perkembangan pada sektor kesehatan telah berkembang pesat dengan begitu banyaknya inovasi. Meskipun modernisasi dan pembaruan terus dilakukan, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional tidak dapat dikesampingkan. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan disebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional juga telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan WHO Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Dari pertemuan WHO pada tahun 2009 disebutkan dalam salah satu resolusinya bahwa WHO mendorong negara-negara anggotanya agar mengembangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional di negaranya sesuai kondisi setempat (www.gizikia.depkes.go.id, 2011). Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional agar dapat diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab. Penggunaan obat generik (OG) masih terbilang lebih tinggi dari pada penggunaan obat tradisional. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 diperoleh hasil bahwa 35,2% masyarakat menyimpan obat untuk swamedikasi dimana proporsi Rumah Tangga (RT) yang menyimpan obat keras 35,7% dan antibiotika 27,8%. Adanya obat keras dan antibiotika untuk swamedikasi menunjukkan penggunaan obat yang tidak rasional. Sedangkan RT yang menggunakan Yankestrad (Pelayanan Kesehatan Tradisional) hanya 30,4%. Pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan pemanfaatan obat tradisional di Indonesia. Dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pengobatan penyakit yang sederhana merupakan salah satu cara dalam pengembangan Kebijakan Obat 3 Tradisional Nasional (KONTRANAS). TOGA merupakan sekumpulan tanaman berkhasiat obat untuk kesehatan keluarga yang ditata menjadi sebuah taman dan memiliki nilai keindahan. Beberapa alasan pemanfaatan TOGA antara lain karena murah, aman dan mudah di dapat karena ada di sekitar kita, dapat meningkatkan asupan gizi keluarga, menciptakan keindahan dan penghijauan lingkungan, untuk melestarikan warisan budaya bangsa, penggalian jenis tanaman lokal asli daerah setempat/tanaman langka yang berkhasiat obat, serta menambah pendapatan keluarga. Pemanfaatan TOGA perlu dikembangkan sebagai bentuk asuhan mandiri atau selfcare masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan, asuhan mandiri kesehatan tradisional adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan ringan oleh individu dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat dengan memanfaatkan TOGA dan keterampilan. Kesadaran akan pentingnya TOGA untuk kemandirian kesehatan masyarakat Indonesia telah dirasakan oleh sebagian masyarakat, namun belum merata. Merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat memang tidak mudah sehingga perlu mengadakan sosialisasi. Seperti dalam penelitian Peran Komunikasi Interpersonal dan Proses Sosialisasi dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Kota untuk Menciptakan Budaya Gaya Hidup yang Peduli Lingkungan oleh Suharsono (2012), menciptakan budaya gaya hidup peduli lingkungan tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena menyangkut perubahan baik pola pikir maupun perilaku yang selama ini jarang diperhatikan bahkan cenderung bertolak belakang dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh kebanyakan orang. Dengan konsep peduli lingkungan maka pola pikir dan perilakunya harus berubah. Singkatnya harus ada perubahan pola pikir dan perilaku baik individu, kelompok, atau masyarakat harus peduli terhadap lingkungannya masing-masing. Untuk mengubah pola pikir dan perilaku tersebut dapat dilakukan dengan proses sosialisasi. 4 Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tidak lengah dalam mensosialisasikan TOGA dan memotivasi masyarakat agar menanam tanaman obat-obatan. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan PKK di masing-masing kabupaten di Indonesia, sosialisasi TOGA terus dilakukan baik melalui pelatihanpelatihan hingga pengadaan lomba Desa Pelaksana Terbaik Kegiatan Pemanfaatan Hasil TOGA hingga tingkat nasional. Untuk mengikuti lomba ini, maka suatu desa harus memiliki kelayakan untuk disebut sebagai Desa TOGA. Salah satu kabupaten yang mengikuti lomba tersebut adalah Kabupaten Karanganyar dengan Desa Ngunut yang terletak di Kecamatan Jumantono sebagai perwakilannya. Sejak tahun 2013 Desa Ngunut sudah aktif dalam budidaya dan pemanfaatan TOGA. Bahkan pada bulan November 2016 lalu Desa Ngunut bahkan berhasil menjuarai lomba Desa Pelaksana Terbaik Kegiatan Pemanfaatan Hasil TOGA tingkat nasional yang diadakan oleh PKK Pusat. Sosialisasi kepada masyarakat di Desa Ngunut dalam pemanfaatan TOGA memang terbilang cukup baik sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya TOGA cukup tinggi. Terbukti keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA di Desa Ngunut sebanyak 992 KK atau 80,58% dari total 1231 KK pada tahun 2015. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK. Kader TOGA Desa Ngunut yang berjumlah 22 orang pun sudah terlatih. Sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat di Desa Ngunut dikoordinir oleh Tim PKK Desa Ngunut dan didukung oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar. Melihat peningkatan kesadaran dan keaktifan masyarakat Desa Ngunut mengenai TOGA tersebut, tentu tidak lepas dari proses komunikasi dalam sosialisasi Tim Penggerak PKK Desa Ngunut kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai Pemanfaatan TOGA. Cara komunikasi yang tepat akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya penyebaran informasi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Hal ini juga bisa memudahkan masyarakat melakukan proses adopsi terhadap hal tersebut. 5 Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas bagaimana proses komunikasi dalam sosialisasi kepada masyarakat Desa Ngunut mengenai pemanfaatan TOGA. Peneliti akan mengulas bagaimana penerapan proses komunikasi yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKK Desa Ngunut sebagai penyampai pesan kepada masyarakat setempat sebagai penerima pesan agar efek atau tujan yang diharapkan mengenai pemanfaatan TOGA oleh masyarakat tercapai. Rumusan Penelitian Bagaimana proses komunikasi dalam sosialisasi pemanfaatan TOGA oleh Tim Penggerak PKK kepada masyarakat Desa Ngunut, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar yang meliputi lima unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan, efek)? Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2006: 9). Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai alat untuk bertukar pesan antar individu. Hal ini memungkinkan adanya suatu penyebaran informasi dari komunikator (penyampai pesan) kepada komunikan sebagai penerima pesan. Komunikasi sendiri bisa dilakukan secara verbal maupun non verbal. Secara verbal bisa melalui perbincangan secara langsung antar personal maupun menggunakan media, tergantung tujuan dari komunikasi tersebut. Salah satu model komunikasi yang paling tua adalah model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Harold Lasswell menggunakan lima pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses 6 komunikasi, yaitu who (siapa), says what (mengatakan apa), in wich channel (dalam media apa), to whom (kepada siapa), dan what effect (apa efeknya) (Arni Muhammad, 2001: 5). Melihat pentingnya komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari peran dan fungsinya di dalam masyarakat. William I. Golden dalam Deddy Mulyana (2010: 5-30) mengatakan bahwa fungsi komunikasi dibagi menjadi empat bagian, yaitu: (1) Sebagai komunikasi sosial; (2) Sebagai komunikasi ekspresif; (3) Sebagai komunikasi ritual; dan (4) Sebagai komunikasi instrumental. Terdapat dua saluran komunikasi guna menyebarluaskan suatu pesan, yaitu saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi nonpersonal atau saluran komunikasi media massa. Berikut dijabarkan mengenai saluran komunikasi personal dan saluran komunikasi media massa menurut Riswandi (2009: 157-160) yaitu: (1) Saluran komunikasi personal dimana saluran komunikasi ini bersifat langsung perseorangan maupun kelompok dan dinilai lebih persuasif dibandingkan dengan saluran komunikasi media massa; dan (2) Saluran komunikasi media massa yang memiliki jangkauan khalayak yang luas dan cepat. b. Proses Komunikasi Menurut Effendy dalam Rosmawaty (2010: 20), proses komunikasi adalah berlangsungnya penyampaian ide, informasi, opini, kepercayaan, perasaan dan sebagainya oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan lambang, misalnya bahasa, gambar, warna, dan sebagainya yang mempunyai syarat. Dalam bukunya Komunikasi; Teori dan Praktek cetakan kedua puluh, Effendy mengatakan bahwa proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. 7 Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (2006: 11). Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam penelitian ini menggunakan model komunikasi Lasswell dimana terdapat lima pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses komunikasi, yaitu who (siapa), says what (mengatakan apa), in wich channel (dalam media apa), to whom (kepada siapa), dan what effect (apa efeknya) (Arni Muhammad, 2001: 5). Siapa (Pembicara) Apa (Pesan) Saluran (Medium) Siapa (Audien) Efek Bagan 1.1 Model Komunikasi Lasswell (Arni Muhammad, 2001: 6) Kalau pertanyaan Lasswell divisualisasi dalam gambar, dapat dinilai sebai model komunikasi, sebab komponen-komponen yang membangunnya cukup signifikan. Di sini Lasswell melihat bahwa suatu proses komunikasi selalu mempunyai efek atau pengaruh (Hafied Cangara, 2012: 46). Lebih lanjut, menurut Courtland L. Bovee dan John V. Thil dalam Business Communication Today, proses komunikasi (communication process) terdiri atas enam tahap, yaitu: (1) Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan; (2) Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan; (3) Pengirim menyampaikan pesan; (4) Penerima menerima pesan; (5) Penerima menafsirkan pesan; (6) Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada pengirim (Purwanto, 2003: 11 – 14). Proses komunikasi berdasarkan situasi dan jumlah orang yang terlibat dalam proses tersebut memiliki tingkatan-tingkatan tertentu. Denis McQuail dalam Riswandi (2009: 9-11) menjabarkan bahwa secara umum proses komunikasi berlangsung dalam enam tingkatan sebagai berikut: (1) Komunikasi intra-pribadi; (2) Komunikasi antar-pribadi; (3) Komunikasi kelompok; (4) Komunikasi antar-kelompok/asosiasi; (5) Komunikasi organisasi; dan (6) Komunikasi dengan masyarakat luas. 8 c. Sosialisasi Menurut Horton (1999: 118) sosialisasi ialah proses mempelajari kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari suatu masyarakat, sebagian adalah proses mempelajari peran. Sedangkan menurut Schaefer dalam Sociology: A Brief Introduction (2011: 96) definisi sosialisasi adalah: “Socialization is the process which people learn attitudes, values, and actions appropriate for members of a particular culture” (Sosialisasi adalah proses dimana orang belajar sikap, nilai, dan tindakan yang tepat untuk anggota dari budaya tertentu). Melalui proses sosialisasi, diharapkan setiap anggota masyarakat dapat belajar untuk mengetahui nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga mereka dapat bertindak sesuai dengannilai, norma, dan keyakinan tersebut. Dalam pelaksanaannya sosialisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni: (1) Dengan jalan represif yang menekankan pada pemberian hukuman; (2) Partisipatif yang menekankan pada pemberian imbalan; dan (3) Ekualitas yang menekankan pada kerjasama (Setiadi dan Kolip, 2011: 159). Sosialisai membutuhkan komunikasi dalam berinteraksi dari penyampai pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan). Berger and Luckman (1990: 34) mengatakan bahwa proses sosialisasi diperluakan satu interaksi, karena manusia tidak dapat bereksistensi dalam kehidupan sehari-hari tanpa secara terus-menerus berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Pada dasarnya sosialisasi mengandung dua pengertian dasar, yakni sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer merupakan sosialisasi yang pertama yang dialami oleh individu dalam masa kanakkanak sebagai bagian dari anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder merupakan proses berikutnya yang mengimbas individu yang telah disosialisasikan ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya (Berger and Luckman, 1990: 187). 9 Metodologi Penelitian Berdasarkan masalah yang akan diteliti, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti halhal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian ini biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis (Sarwono, 2006: 257-258). Penelitian ini dapat digunakan untuk meneliti organisasi, kelompok, dan individu (Strauss dan Corbin, 2009: 6). Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2000: 24). Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya. Deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi, Hadari, Martini, 1996: 174). Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini akan bersifat memberi penggambaran mengenai objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan pada saat ini melalui kata-kata, bukan menyajikan data secara statistik dan dengan angkaangka. Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari informan di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari buku-buku, jurnal, dokumentasi, dan sebagainya. Teknik pengumpulan data melalui wawanara mendalam (indepth interview) dan telaah dokumen. Sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling atau mekanisme disengaja. Arti mekanisme disengaja adalah sebelum melakukan penelitian para peneliti menetapkan kriteria tertentu yang mesti dipenuhi oleh 10 orang yang akan dijadikan seumber informasi. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan peneliti telah mengetahui identitas orang-orang yang akan dijadikan informan penelitiannya sebelum penelitian dilakukan (Afrizal, 2015: 140). Validitas data menggunakan triangulasi sumber dimana Triangulasi berarti segitiga, tetapi tidak berarti informasi cukup dicari dari tiga sumber saja. Prinsipnya adalah, menurut teknik triangulasi, informasi mestilah dikumpulkan atau dicari dari sumber-sumber yang berbeda agar tidak bias sebuah kelompok. Dalam kaitan ini, triangulasi dapat berarti adanya informan-informan yang berbeda atau adanya sumber data yang berbeda mengenai sesuatu (Afrizal, 2015: 168) Sajian dari Analisis Data Proses Komunikasi dalam Sosialisasi Pemanfaatan TOGA oleh Tim Penggerak PKK Desa Ngunut kepada masyarakat dilakukan memenuhi penggunakan model komunikasi Lasswell yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Komunikator Komunikator dalam penelitian ini adalah tim penggerak PKK Desa Ngunut di bawah naungan Kelompok Kerja 4 (Pokja 4) yang menangani bidang kesehatan. Komunikator yang baik adalah seseorang yang memiliki kredibilitas yang mencakup keahlian, keterpercayaan, empati, dan daya tarik. Selain itu komunikator yang baik harus memiliki pengetahuan tentang sistem sosial tempat komunikasi berlangsung, sehingga ia mudah beradaptasi dengan lingkungan dimana ia menyampaikan pesan. Tim Penggerak PKK Desa Ngunut dianggap masyarakat ahli di bidang pemanfaatan TOGA karena telah mendapatkan pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh dinas-dinas baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar, maupun dari Kementerian Kesehatan. Pengurus PKK merupakan opinion leader, sehingga rasa percaya masyarakat kepada komunikator tinggi. Selain itu cara 11 penyampaian yang baik, menggunakan bahasa penduduk setempat, menyenangkan, akrab, serta dapat menyesuaikan diri dengan komunikannya membuat penerimaan pesan efektif. Komunikator juga merupakan penduduk setempat sehingga ada kesamaan latar belakang dan cara pandang memudahkan komunikator untuk meraih komunikannya. 2. Pesan Pesan memiliki beberapa karakteristik, yaitu harus mampu menstimulir sesuatu kepada sasaran, pesan harus berisi lambang-lambang, dapat membangkitkan keperluan atau kepentingan (needs) tertentu pada sasarannya, harus dapat membangkitkan harapan-harapan tertentu, serta harus direncanakan terlebih dahulu. Pesan berisi ajakan kepada masyarakat untuk melakukan pemanfaatkan TOGA sebagai sarana meningkatkan kesehatan masyarakat karena TOGA berfungsi sebagai upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit-penyakit ringan, dan juga untuk meningkatkan kesehatan dengan mengonsumsi jamu tradisional serta manfaat lainnya. Bahkan TOGA juga bisa menambah income masyarakat dengan menjual hasil panen TOGA. Hal ini yang mampu menstimulir komunikan sehinga tertarik untuk memanfaatkan TOGA, serta memotivasi masyarakat untuk memiliki kebutuhan atau kepentingan untuk memanfaatkan TOGA. Pesan yang disampaikan tersebut mampu menumbuhkan harapan bagi masyarakat Desa Ngunut untuk mandiri dalam hal kesehatan serta dapat menjadi sumber mata pencaharian penduduk. Pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut melalui proses perencanaan terlebih dahulu dengan cara mempersiapkan poin-poin apa saja yang perlu disampaikan kepada komunikan. Referensi isi pesan berasal dari buku panduan dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, maupun dari internet. 3. Media Sosialisasi pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut menggunakan saluran komunikasi personal dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal. Penyampaian pesan dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang ada di 12 desa. Pertemuan itu meliputi pertemuan Dasa Wisma, RT, Kebayanan, RW, Karangtaruna, mendatangi PAUD, Posyandu, hingga melaksanakan program minum jamu bersama di SDN 1 Ngunut. Selain itu Tim Penggerak PKK juga kadang membagikan brosur agar masyarakat lebih mudah mengingat cara pemanfaatan dan pembudidayaan TOGA. 4. Komunikan Komunikan dalam proses komunikasi ini adalah seluruh masyarakat Desa Ngunut. Syarat-syarat yang harus dimiliki komunikan adalah komunikan yang cakap dan mudah menerima dan mencerna materi, komunikan yang mempunyai pengetahuan luas akan cepat menerima informasi, komunikan harus bersikap ramah, supel, dan pandai bergaul, komunikan harus memahami dengan siapa ia berbicara, serta komunikan bersikap bersahabat dengan komunikator. TOGA merupakan tanaman obat-obatan yang jenisnya tidak jauh berbeda dengan rempah-rempah sehingga masyarakat cukup familiar dengannya. Hal ini memudahkan sosialisasi TOGA diterima oleh masyarakat. Suasana yang tercipta selama proses sosialisasi berlangsung di dalam pertemuan-pertemuan selalu kondusif. Komunikan banyak yang menanyakan berbagai hal tentang TOGA, mulai dari mempertanyakan apa saja jenis dan manfaat TOGA, hingga bagaimana cara pemanfaatannya. Masyarakat selaku komunikan menanggapinya dengan antusias, bersikap ramah kepada komunikator, dan dapat nemerima pesan yang disampaikan komunikator dengan baik. 5. Efek Tujuan akhir dari suatu proses komunikasi disebut efek. Tujuan dari sosialisasi ini adalah masyarakat Desa Ngunut dapat melakukan pemanfaatan TOGA di dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang telah mendapat pengetahuan mengenai TOGA kini menilai bahwa TOGA sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan. Lebih dari itu, sebagian masyarakat kini 13 menjadikannya sebagai sumber penghasilan dengan menjual hasil panen TOGA kepada pengepul di Desa Ngunut ataupun dijual sendiri ke pasar. Perkembangan pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut tidak terjadi begitu saja. Selama kurun waktu kurang lebih empat tahun terhitung dari tahun 2013 kesadaran masyarakat akan pentingnya TOGA pun terus meningkat. Terbukti keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA di Desa Ngunut sebanyak 992 KK atau 80,58% (Kartu Keluarga) dari total 1231 KK pada tahun 2015. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK (dalam arsip Tim Penggerak PKK Desa Ngunut). Perkembangan pemanfaatan TOGA di Desa Ngunut tidak terjadi begitu saja. Selama kurun waktu kurang lebih tiga tahun terhitung dari tahun 2013 kesadaran masyarakat akan pentingnya TOGA pun terus meningkat. Terbukti keluarga yang membuat dan memanfaatkan TOGA di Desa Ngunut sebanyak 992 KK atau 80,58% (Kartu Keluarga) dari total 1231 KK pada tahun 2015. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 673 KK atau sebesar 57,76% dari total 1165 KK. (dalam arsip Tim Penggerak PKK Desa Ngunut). Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Tim Penggerak PKK Desa Ngunut melakukan usaha sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan pemanfaatan TOGA. Dalam sosialisasi tersebut terdapat proses komunikasi yang meliputi lima unsur yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, serta efek dimana sayarat masing-masing unsur tersebut telah terpenuhi. Saran Penelitian ini memiliki sudut pandang dari proses komunikasinya dimana fokus pada lima aspek komunikasi yang ada di dalamnya, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, serta efeknya. Saran untuk penelitian selanjutnya akan 14 sangat berguna jika penelitian difokuskan pada salah satu tingkatan proses komunikasi. Contoh: komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, komunikasi kelompok, dan seterusnya. Daftar Pustaka Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Menggunakan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basari). Jakarta: LP3ES. Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Effendy Uchjana, Onong, M.A. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Gizikia. 2011. Mengenal Pelayanan Kesehatan Tradisional di Indonesia. Diakses dari www.gizikia.depkes.go.id pada Rabu, 16 Nopember 2016. Horton, Paul. B. dan Hunt, Chester. L. 1999. Sosiologi. Jakarta: Gelora Aksara Pratama. Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kemendagri RI. 2016. Pedoman Penilaian Pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) Kementerian Kesehatan 2016. Jakarta: Kemendagri RI. Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, H., Hadari, dan Mimi Martini. 1996. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Purwanto, Djoko. 2003. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga. Rakhmat, Jallaludin. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 tentang Kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara. Riswandi. 2009. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rosmawati, H.P. 2010. Mengenai Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Preneda Media Group. 15 Strauss, A. dan Corbin, J. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharsono. 2012. Peran Komunikasi Interpersonal dan Proses Sosialisasi dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Kota untuk Menciptakan Budaya Gaya Hidup yang Peduli Lingkungan. Jakarta: Universitas Multimedia Nusantara. Vol. 4, No. 1.