variabilitas musiman dan antar tahunan salinitas

advertisement
VARIABILITAS MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN
SALINITAS PERMUKAAN LAUT JAWA SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN
PELAGIS KECIL
AHMAD NAJID
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Variabilitas Musiman dan
Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Jawa serta Implikasinya Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Pelagis Kecil adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
Ahmad Najid
C 561 070 091
ABSTRACT
AHMAD NAJID. The Sea Surface Salinity Monsoonal and Interannual
Variability; Their Implications on The Catch Rate of Small Pelagic Fish, Java Sea.
Supervised by JOHN ISKANDAR PARIWONO, DIETRICH G BENGEN,
SUBHAT NURHAKIM and AGUS S ATMADIPOERA.
The monthly average of sea surface salinity (January 1994–December 2010
with a spatial resolution of 1o x1o) from Estimating Circulation and Climater of
Ocean (ECCO) Dataset is used as a primary data, Dataset of wind (European
Center For Medium Range Forecast, ECMWF) as a secondary parameter
(monthly averages both for east-west (zonal) component and north-south
(meridional) component, it is derived from 10 meters above sea level within
period of January 1994–December 2010, with a spatial resolution of 2.5o x 2.5o) in
this study. Time series analysis is conducted to obstain a complete picture of the
Sea Surface Salinity (SSS) seasonal fluctuations. Results showed that SSS in the
Java Sea has seasonal variability, which is shown by appearences of two SSS
maximum and two SSS minimum annually. Based on monthly average in the
northern part of Java Seas, the SSS is having range of 32 and 34,4 psu. In the first
transitional season (March-April-May), SSS is relatively lower than the other
season, i.e. NW monsoon, SE monsoon. The second transitional season
(September-October-November), where it is found a low core SSS consentrated in
the western part of the Java Sea and also in the south of Makassar strait. Results
of the analysis shows that the catch varies according to temporal (monthly,
seasonal, and annual), and to spatial in the Java Sea during the period 1990 to
1995. In the Java Sea, there are seven fishing ground of small pelagic fish, namely
in the waters of north Pekalongan-Tegal, Java Karimun Islands, Bawean Island,
Masalembo-Masalima Island, Matasiri Island, the southern Makassar Strait, and
on the Kangean Island. Based on the total catch from the of seven regions, the
average monthly percentage of the catch of round scads (Decapterus spp.),
mackerels (Rastrelliger kanagurta), flat sardinella (Sardinella spp), round
sardinella (Sardinella lemuru), bigeye scads (Selar crumenophthalmus), and
yellowstripe scads (Selaroides leptolepis) are 48.50%, 16.97%, 14,15%, 10.80%,
8.65% and 0.93% respectively.
Keywords: Java Sea, monsoonal and interannual variability, sea surface salinity,
and small pelagic.
RINGKASAN
AHMAD NAJID. Variabilitas Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan
Laut Jawa serta Implikasinya terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil.
Dibimbing oleh JOHN ISKANDAR PARIWONO, DIETRICH G BENGEN,
SUBHAT NURHAKIM dan AGUS S ATMADIPOERA
Data model assimilasi Estimating Circulation and Climater of Ocean
(ECCO) Salinitas Permukaan Laut pada kedalaman 5 meter (10 harian),
digunakan sebagai data primer dalam penelitian ini, merupakan rerata bulanan
dari Januari 1994–Desember 2010 dengan resolusi spasial 1o x1o. Data angin yang
bersumber dari ECMWF sebagai data sekunder merupakan rerata bulanan untuk
komponen timur-barat (zonal) dan komponen utara selatan (meridional) pada
ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dari Januari 1994–Desember 2010,
dengan resolusi spasial 2,5o x 2,5o. Hasil kajian menunjukkan bahwa Salinitas di
perairan Laut Jawa memilik variabilitas musiman (tahunan) yang ditunjukkan
dengan dua puncak salinitas maksimum dan dua salinitas minimum dalam
setahun. Berdasarkan rerata bulanan pada tahun 1994–2010 di Laut Jawa, salinitas
berkisar antara 32–34,4 psu. Pada musim peralihan I (Maret-April-Mei) salinitas
relatif terendah dibandingkan pada musim yang lain, yakni musim barat, dan
musim timur. Pada musim peralihan II (September-Oktober-Nopember), salinitas
rendah terkonsentrasi di bagian timur Laut Jawa, di selatan Selat Makasar.
Salinitas maksimum diduga terkait dengan sirrkulasi dari Arus Lintas Indonesia di
Selat Makassar memasuki Laut Jawa, sedangkan salinitas minumum
kemungkinan berhubungan dengan masukan massa air dari Selat Karimata dan
sistem sungai-sungai besar di Laut Jawa.
Berdasarkan analisis time series menggunakan FERRET 6 dan Wavelet
terhadap data salinitas permukaan laut pada kedalaman 5 meter, kurun waktu
bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 2010 menunjukkan bahwa
periodesasi fluktuasi salinitas permukaan di Laut Jawa memiliki selang periode
tertentu, seperti rentang waktu musiman atau tahunan, dan antar tahunan. Rentang
periode musiman (tahunan), pada sekitar 350 hari memiliki intensitas spektral
yang paling dominan, dengan power spektrum terkuat antara 0,7–1,0. Fluktuasi
salinitas yang paling besar tersebut terlihat pada periode antara tahun 1994-1998
dan tahun 2005-2009. Spektral yang relatif kuat juga ditunjukkan pada rentang
periode Intraseasonal (sekitar 2–6 bulan) dan periode antar tahunan (interannual).
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada rentang waktu antara tahun 1994 sampai
dengan 2010, fluktuasi salinitas di Laut Jawa yang paling besar terjadi dalam
periode musiman atau tahunan dan antar tahunan.
Data hasil tangkapan ikan pelagis kecil di daerah penangkapan di perairan
Laut Jawa, hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) dari tahun
1990–1995 digunakan untuk mengkaji dan menganalisis tentang variabilitas hasil
tangkapan per satuan upaya (catch per unit of effort, CPUE) secara temporal
maupun spasial. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa CPUE ikan
pelagis kecil bervariasi menurut waktu (bulanan, musiman/tahunan, dan antar
tahunan) dan menurut daerah penangkapan (fishing ground) di Laut Jawa selama
periode tahun 1990–1995. Di perairan Laut Jawa terdapat tujuh daerah
penangkapan ikan pelagis kecil, yaitu di perairan utara Tegal-Pekalongan,
Kepulauan Karimun Jawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-Masalima, Matasiri,
bagian selatan Selat Makassar, dan di Pulau Kangean. Berdasarkan keseluruhan
hasil tangkapan di tujuh daerah penangkapan tersebut, persentase rata-rata
bulanan hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil berturut-turut adalah layang
(Decapterus spp.) 48,50%, banyar (Rastrelliger kanagurta) 16,97%, juwi
(Sardinella spp.) 14,15%, lemuru (Ablygaster sirm) 10,80%, bentong (S.
crumenophthalmus) 8,65%, dan selar (Selaroides leptolepis) 0,93%. Dari
keseluruhan spesies yang tertangkap di perairan laut Jawa, ditemukan bahwa
persentase hasil tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada daerah
utara Tegal-Pekalongan (34,14% dan 31,76%) dan kepulauan Karimunjawa
(45,53% dan 17,34%), dimana musim puncaknya terjadi pada bulan Maret-AprilMei (Musim peralihan I). Sedangkan persentase tangkapan jenis layang dan
banyar dominan di daerah Pulau Bawean (50,54% dan 19,30%), MasalemboMasalima (42,12% dan 23,12%), Pulau Matasiri (42,83% dan 20,52%), Selat
Makassar (44,63% dan 16,83%), dan di Pulau Kangean (79,68% dan 10,59%).
Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan
tersebut di atas terjadi pada bulan Juli-Agustus-September (musim Timur).
Berdasarkan analisis koresponden, terdapat hubungan antara sebaran jenis
ikan pelagis kecil dengan salinitas permukaan di perairan Laut Jawa. Juwi
(Sardinella spp.) lebih banyak ditemukan pada fisihing ground yang bersalinitas
rendah hingga sedang (32,86-33,55 psu). Layang (Decapterus spp.) banyak
ditemukan di perairan yang lebih jauh dari pantai pada salinitas tinggi (lebih besar
dari 33,55 psu). Lemuru (Ablygaster sirm) banyak ditemukan di perairan pada
salinitas rendah hingga sedang dan di bagian timur Laut Jawa.
Kata Kunci : Ikan pelagis kecil, Laut Jawa, salinitas permukaan laut, variabilitas
musiman dan antar tahunan.
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
VARIABILITAS MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN
SALINITAS PERMUKAAN LAUT JAWA SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN
PELAGIS KECIL
AHMAD NAJID
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc.
2. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas, M.Agr.
2. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Judul Disertasi
: Variabilitas Musiman dan Antar Tahunan Salinitas
Permukaan Laut Jawa serta Implikasinya Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Pelagis Kecil
Nama
: Ahmad Najid
NRP
: C561070091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. John Iskandar Pariwono
Ketua
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Anggota
Prof. (R). Dr. Ir. Subhat Nurhakim, MS
Anggota
Dr.Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc.
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 30 Juli 2012
Tanggal Lulus : ……………….
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga disertasi ini dengan berjudul Variabilitas Musiman dan
Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Jawa serta Implikasinya Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan Pelagis Kecil berhasil diselesaikan.
Disertasi ini memuat tiga topik yang merupakan pengembangan dari naskah
makalah ilmiah yang diajukan ke jurnal ilmiah. Topik pertama tentang Variabilitas
Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Jawa, telah publikasikan
pada Jurnal MASPARI (Marine Science Research) pada Volume 4 Nomor 2 tahun
2012, ISSN : 2087-0558, terbitan Program Studi Ilmu Kelautan Universitas
Sriwijaya. Topik lainnya tentang Fluktuasi Musiman dan Antar Tahunan Hasil
Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada Laut Jawa dan tentang Hubungan Fluktuasi
Salinitas Permukaan Laut Jawa dan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil akan
dipublikasikan pada Jurnal SEGARA akreditasi A (ISSN : 1907-0659) edisi tahun
2012, terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Karya-karya ilmiah
tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. John Iskandar
Pariwono, Prof. Dr. Dietriech G. Bengen, DEA, Prof. (R). Dr. Subhat
Nurhakim,MS, dan Dr. Agus S. Atmadipoera, DESS selaku pembimbing, serta
Bapak Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas, M.Agr, Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.,
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc., Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc, dan Ibu
Dr. Ir. Neviaty P Zamani, M.Sc yang telah banyak memberi saran. Terima kasih
dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo,
M.Sc dari Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI (Kepala BRKP RI
1999-2007) dan Bapak Dr. Budi Sulistiyo beserta para peneliti Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. Duto Nogroho, M.Si., Kepala Pusat Penelitian
Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Ibu Dr. Ir. Suhartati M.
Natsir, Kepala Bidang Dinamika Laut P2O LIPI, Dr. Ir. Sugiarta Wirasantosa,
M.Sc., Dr. Ing. Widodo Pranowo, S. Makarim,M.Sc, Fitria Darajah, Jawad Muctar
Jawad, Resni Oktaviani, Admo Wibowo, Ega Putra, Anugrah Adityayuda dan
Aldinno R. Wicaksono, yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri dan anakanakku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor,
Juli 2012
Ahmad Najid
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1967, sebagai anak ke empat
dari lima bersaudara dari pasangan H. Muhammad Amin (alm) dan Hj. Siti Aisah
(alm), di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Oseanologi, Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas
Hang Tuah Surabaya, lulus tahun 1994. Pada tahun 1996, penulis diterima di
Program Studi Ilmu Kelautan Sub Program Studi Oseanografi pada Program (S2)
Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program doktor (S3) pada program studi dan perguruan tinggi yang
sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sejak
tahun 2001 dan ditempatkan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Laut dan Pesisir KKP, Jakarta. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab
peneliti adalah oseanografi fisika.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota dan pengurus
Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI). Karya ilmiah berjudul Pola Musiman
dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut di Perairan Utara-Madura telah
dipublikasikan pada Jurnal MASPARI (Marine Science Research) pada Volume 4
Nomor 2 tahun 2012, ISSN : 2087-0558, terbitan Program Studi Ilmu Kelautan
Universitas Sriwijaya, Indralaya. Karya ilmiah lain tentang Fluktuasi Musiman dan
Antar Tahunan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil pada Laut Jawa dan tentang
Hubungan Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut Jawa dan Hasil Tangkapan Ikan
Pelagis Kecil akan dipublikasikan pada Jurnal SEGARA (akreditasi A LIPI ISSN :
1907-0659) edisi tahun 2012, terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Halaman
.........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
...................................................................................
v
................................................................................
xi
1. PENDAHULUAN
..................................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
1.6 Kebaharuan (Novelty) ....................................................................
1
1
2
3
4
4
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
.........................................................................
2.1 Kondisi Umum Hidro-oseanografi Laut Jawa dan Sekitarnya ....
2.2 Salinitas dan Distribusinya di Laut ...............................................
2.3 Sistem Arus Permukaan di Sekitar Jalur ARLINDO ....................
2.4 Sistem Monsoon (Muson) dan Slinitas Permukaan Laut Jawa .....
2.5 El Nino Southern Oscillation (ENSO) ..........................................
2.6 Indian Ocean Dipole Mode (IODM) .............................................
2.7 Sirkulasi Arus Muson dan Arus Lintas Indonesia .........................
2.8 Pola Iklim dan Curah Hujan Di Indonesia ...................................
2.9 Karakter Oseanografi Perairan Laut Jawa dan Pengaruhnya
terhadap Organisme ......................................................................
2.10 Interaksi Laut Jawa - Selat Makassar ............................................
2.11 Sumber Daya Perikanan Ikan Pelagis di Laut Jawa ......................
2.12 Interaksi Sumberdaya Ikan dengan Faktor Iklim dan
Oseanografi ...................................................................................
2.13 Sintesa (Review) Hasil Penelitian Terdahulu ................................
2.13.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan ...................................
2.13.2 Komposisi Jenis ...............................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................
7
7
11
13
15
18
20
23
24
DAFTAR LAMPIRAN
3.
METODOLOGI UMUM .......................................................................
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................
3.2. Bahan dan Metode ........................................................................
3.3. Analisis Data .................................................................................
3.4. Analisis Wavelet dan Deret Waktu (Time Series) ..........................
3.5. Continuos Wavelet Transform (CWT) ..........................................
3.6. Analisis Koresponden (Corresponden Analysis) ..........................
Daftar Pustaka .........................................................................................
26
27
31
37
40
42
42
44
49
49
49
52
54
59
56
57
ii
4.
VARIABILITAS SALINITAS PERMUKAAN LAUT MUSIMAN
DAN ANTAR TAHUNAN DI LAUT JAWA .....................................
4.1. Abstrak ..........................................................................................
4.2. Abstract .........................................................................................
4.3. Pendahuluan ..................................................................................
4.4. Metodologi Penelitian ...................................................................
4.4.1
Lokasi dan Data Penelitian .............................................
4.4.2
Analisis Data ..................................................................
4.5. Hasil dan Pembahasan .......................................................................
4.5.1 Sistem Angin Muson di Laut Jawa ......................................
4.5.2 Variabilitas Salinitas Permukaan Laut Musiman dan
Antar Tahunan di Laut Jawa ..........................................
4.6. Simpulan .......................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................
5. FLUKTUASI MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN HASIL
TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN LAUT JAWA ..
5.1 Abstrak ...........................................................................................
5.2 Abstract .........................................................................................
5.3 Pendahuluan ..................................................................................
5.4 Metodologi Penelitian ...................................................................
5.5 Hasil dan Pembahasan ..................................................................
5.5.1 Daerah Penangkapan dan Jenis Ikan Hasil Tangkapan ......
5.5.2 Perkembangan Komposisi Spesies Pelagis Kecil Pada Setiap
Fishing Ground .............................................................................
5.5.3 Fluktuasi Bulanan Musiman CPUE Jenis Ikan Pelagis Kecil
Pada Setiap Fishing Ground .........................................................
5.5.4 Analisis koresponden (Coresponden Analysis) Salinitas
Permukaan Laut Jawa dan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil ..
5.6 Simpulan .......................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................
59
59
60
61
62
62
62
63
63
72
91
92
93
93
94
95
97
99
99
100
109
115
121
122
6. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM ...................................
6.1 Pembahasan Umum .......................................................................
6.2 Kesimpulan Umum ........................................................................
6.3 Saran .............................................................................................
Daftar Pustaka .........................................................................................
125
125
129
131
132
LAMPIRAN
133
..................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
...........................
51
1.
Data Salinitas Observasi Dengan Model Assimilasi
2.
Posisi geografis 7 lokasi wilayah penangkapan ikan pelagis kecil
......
98
3.
Persentase Rata-Rata Hasil Tangkapan Jenis Ikan Pada Daerah
Penangkapan Di Laut Jawa
.................................................................
99
iv
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
....................................
5
1.
Kerangka Konseptual dan Tahapan Penelitian
2.
Topografi Dasar Laut Jawa dan Sekitarnya
.........................................
7
3.
Pola Arah Dan Kecepatan Angin serta Curah Hujan di Wilayah
Indonesia
.............................................................................................
9
Pola Arah dan Kecepatan Angin serta Curah Hujan di Wilayah
Indonesia ..............................................................................................
10
5.
Persentase Kandungan Larutan Garam (3,5%) Dalam Air Laut
........
12
6.
Sistem Arus Permukaan dan Arlindo
.................................................
14
7.
Skematik dari Proses Variasi Salinitas Permukaan Musiman di
Perairan Indonesia (Laut Jawa) selama Musim Timur (Juni-Agustus)
dan Musim Barat (Desember–Februari) ...............................................
17
Intrusi Massa Air dari Selat Makassar dan Laut Flores ke Laut Jawa
(Juli-September)
................................................................................
17
Skematik dari Proses Variasi Salinitas Musiman di Perairan Laut Jawa
dan sekitar selama (a) Musim Barat (Desember-Februari) Dan (b)
Musim Timur (Juni-September)
.........................................................
18
Perbandingan Kondisi di Samudera Pasifik pada saat a) Normal dan b)
Terjadi El Nino
...................................................................................
19
11.
Fenomena IODM a) IODM Positif b) IODM Negatif
........................
21
12.
Perkembangan Kejadian Indian Ocean Dipole Mode Evolusi
Komposit SPL dan Anomali Kecepatan Angin pada Bulan a) Mei-Juni
b) Juli-Agustus c) September-Oktober d) November-Desember .........
22
Anomali Sea Surface Temperatur Bulan Oktober 2010 di Perairan
Barat Sumatera dan sekitarnya
...........................................................
22
Anomali Presipitasi Bulan Oktober 2010 di Perairan Barat Sumatera
dan sekitarnya
.....................................................................................
23
15.
Skematik Sirkulasi Massa Air Laut Jawa dan Sirkulasi Arlindo
........
24
16.
Tiga Daerah Pola Hujan Di Indonesia
.................................................
25
17.
Skema Sirkulasi Arus Lintas Indonesia yang Keluar Melewati
beberapa Selat
....................................................................................
30
Daerah Penangkapan Ikan dengan Purse Seine di Laut Jawa sampai
Tahun 1995
.........................................................................................
33
Daerah Penangkapan Ikan di Laut Jawa dalam Kurun Waktu
2002-2007
...........................................................................................
37
4.
8.
9.
10.
13.
14.
18.
19.
vi
20.
Lokasi Penelitian dan Pembagian Wilayah Penangkapan Pukat Cincin
di Laut Jawa .........................................................................................
49
21.
Titik Stasiun Data Salinitas
50
22.
Hubungan Salinitas Observasi dan Model
23.
Validasi Data Salinitas Observasi Dengan Model Assimilasi
.............
51
24.
Rata-rata angin bulan Januari mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
65
Rata-rata angin bulan Februari mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
65
Rata-rata angin bulan Maret mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
66
Rata-rata angin bulan April mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
66
Rata-rata angin bulan Mei mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
67
Rata-rata angin bulan Juni mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
67
Rata-rata angin bulan Juli mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
68
Rata-rata angin bulan Agustus mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
68
Rata-rata angin bulan September mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
69
Rata-rata angin bulan Oktober mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
69
Rata-rata angin bulan November mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
70
Rata-rata angin bulan Desember mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
70
Fluktuasi Musiman Angin (U dan V) selama Tahun 1994-2010 di Laut
Jawa .....................................................................................................
71
Fluktuasi Antar Tahunan Angin (U dan V) selama Tahun 1994-2010
di Laut Jawa .........................................................................................
71
38.
Wavelet (CWT) Angin Zonal di Atas Laut Jawa 1994-2010
..............
72
39.
Salinitas permukaan laut (kedalaman 5 meter) di Laut Jawa-Madura,
perata-rataan dari 27 Desember 1993 – 03 Januari 2011 (~18 tahun) ......
72
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Januari 1994 –
2010 di Laut Jawa ................................................................................
76
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
40.
.................................................................
...........................................
50
vii
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Februari 1994–
2010 di Laut Jawa ................................................................................
76
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Maret 1994–2010
di Laut Jawa .........................................................................................
77
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan April 1994–2010
di Laut Jawa .........................................................................................
77
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Mei 1994–2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
78
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juni 1994–2010 di
Laut Jawa
............................................................................................
78
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juli 1994–2010 di
Laut Jawa .............................................................................................
79
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Agustus 1994–
2010 di Laut Jawa
...............................................................................
79
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan September 1994–
2010 di Laut Jawa ................................................................................
80
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Oktober 1994–
2010 di Laut Jawa ................................................................................
80
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan November 1994–
2010 di Laut Jawa ................................................................................
81
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Desember 1994–
2010 di Laut Jawa
...............................................................................
81
Puncak Salinitas Permukaan Laut Maksimum dan Salinitas
Permukaan Laut Minimum di Laut Jawa ............................................
82
Distribusi Time longitude Plot (Bulan-Bujur) Salinitas Permukaan
Laut Mulai Januari sampai dengan Desember 1994–2010 di Laut Jawa .
84
Distribusi Time Longitude Plot (Bulan-Bujur) Salinitas Permukaan di
Laut Jawa Mulai Tahun 1994–2010 ...................................................
84
Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut (A) di Laut Jawa-Madura, PerataRataan dari Januari 1994–Desember 2010
.........................................
85
Anomali Salinitas Permukaan Laut di Laut Jawa-Madura, PerataRataan dari Januari 1994–Desember 2010 ..........................................
85
Power Spektrum Wavelet (A) dan (B) Anomali (Standarzed) dari
Masing-masing Sinyal Rentang Periodesasi Selama Tahun 19942010 di Laut Jawa ................................................................................
86
Sinyal Variasi Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut
Mulai Januari 1994 Sampai dengan Desember 2010 di Laut Jawa .....
86
Fluktuasi Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Selama Tahun 1994-2010
di Laut Jawa (108o BT-114o BT; 5o LS–7o LS) ...................................
89
Wavelet (a) dan Indeks SOI pada periode tahun 1994–2010
86
..............
viii
61.
Wavelet Nino 3.4 (a) dan Indeks Nino 3.4 pada periode tahun 1994–
2010 .....................................................................................................
90
Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dan Pembagian 7 Lokasi
Wilayah Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa ..............................
98
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Utara Tegal–
Pekalongan ...........................................................................................
100
64.
Perubaha%n Musiman Komposisi Spesies di Perairan Karimunjawa
.
101
65.
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Bawean
..
102
66.
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau
Masalembo-Matasiri ............................................................................
103
67.
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Matasiri
..
103
68.
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Selat Makassar
.
104
69.
Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Kangean
.
104
70.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Utara TegalPekalongan ...........................................................................................
105
71.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Karimunjawa
.....
105
72.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Pulau Bawean
....
106
73.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Masalembo dan
Masalima .............................................................................................
106
74.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Matasiri
107
75.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Selat Makassar
..
107
76.
Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Pulau Kangean
.
108
77.
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan layang
(Decapterus spp.) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995 .................................................................................
110
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan banyar
(Rastrelliger kanagurta) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995 .....................................................................
112
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan juwi
(Sardinella spp.) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995 .................................................................................
113
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan lemuru
(Amblygaster sirm) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995 .................................................................................
113
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan
bentong (S. crumenophthalmus) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut
Jawa selama Tahun 1990-1995 ............................................................
114
62.
63.
78.
79.
80.
81.
.............
ix
82.
Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan selar
(Selaroides leptolepis) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995 .....................................................................
114
Hasil Analisis Koresponden Seabaran Ikan Pelagis Kecil 1990-1995 di
Laut Jawa .............................................................................................
116
Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut di Daerah Penangkapan (fishing
ground) di Laut Jawa ...........................................................................
116
Sebaran Salinitas Permukaan Laut Bulan Januari–Desember di Daerah
Penangkapan (fishing ground) di Laut Jawa .......................................
117
86.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Utara Tegal-Pekalongan
................
118
87.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Karimunjawa
..................................
118
88.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Bawean
...........................................
118
89.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Masalembo dan Masalima
90.
83.
84.
85.
....
118
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Matasiri
.................................
119
91.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Selat Makassar
................................
119
92.
Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Kangean
................................
120
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Utara Tegal-Pekalongan ......................................................................
135
Rata-rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Kepulauan Karimunjawa .....................................................................
135
Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Bawean ......................................................................................
136
Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Masalembo-Masalima ...............................................................
136
Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Matasiri Kepulauan ....................................................................
137
Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Selat Makasar ......................................................................................
137
Rata Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Kangean .....................................................................................
138
8.
Nilai Rata-rata Bualanan CPUE Ikan Layang
.....................................
139
9.
Nilai Rata-rata Bualanan CPUE Ikan Banyar
......................................
139
2.
3.
4.
5.
6.
7.
10.
Nilai Rata-rata Bulanan Persentase Ikan Banyar
.................................
140
11.
Nilai Rata-rata Bulanan Persentase Ikan Layang
................................
140
12.
Nilai Rata-rata Bulanan Salinitas setiap Fishing Ground
...................
141
13.
Hasil Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa Tahun 1990-1995 .
142
14.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Utara TegalPekalongan ...........................................................................................
145
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Kep,
Karimunjawa ...........................................................................................
146
16.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Bawean
......
147
17.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Masalembo
dan Masalima .......................................................................................
148
18.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Matasirih
....
149
19.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Selat Makassar .
150
20.
CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Kangean
.....
151
21.
CPUE Ikan Banyar setiap Fishing Ground
.........................................
152
22.
CPUE Ikan Bentong setiap Fishing Ground
.......................................
153
23.
CPUE Ikan Juwi setiap Fishing Ground
.............................................
154
15.
xii
24.
CPUE Ikan Layang setiap Fishing Ground
.........................................
155
25.
CPUE Ikan Lemuru setiap Fishing Ground
........................................
156
26.
CPUE Ikan Selar setiap Fishing Ground
.............................................
157
27.
Tabulasi Rata-rata Tahunan Spesies Ikan Per Fishing Ground (FG IFG III) ..................................................................................................
158
Tabulasi Rata-rata Tahunan Spesies Ikan Per Fishing Ground (FG IVFG VI) ..................................................................................................
158
Pengelompokkan CPUE Berdasarkan Salinitas (Banyar-BentongJuwi) ......................................................................................................
159
Pengelompokkan CPUE Berdasarkan Salinitas (Layang-LemuruSelar) .......................................................................................................
160
31.
Squared cosines of the points-rows
.....................................................
161
32.
Squared cosines of the points-columns
................................................
161
33.
Ikan Pelagis Dominan (Ikan Layang)di Laut Jawa
34.
Beberapa Jenis Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa
28.
29.
30.
.............................
162
.................................
162
1.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laut Jawa adalah dangkalan benua dengan luas permukaan sekitar 467.000
2
km kedalaman rata-rata sekitar 40 meter terletak dibagian tenggara Paparan
Sunda dimana perairan tersebut terutama dipengaruhi oleh siklus monsoon
(muson), angin dan arus dari arah timur pada muson baratdaya (muson barat) dan
angin dan arus dari arah barat pada musim muson tenggara (timur).
Produksi ikan di Indonesia adalah sekitar 2.200.000 ton pada tahun 1991.
Laut
Jawa
yang
mempunyai
luas
7%
dari
luas
perairan
Indonesia
menyumbangkan 32% (760.000 ton) dari total produksi ikan yang sebagian besar
terdiri dari ikan-ikan pelagis. Jenis-jenis ikan utama yang tertangkap dan
didaratkan adalah jenis ikan pelagis kecil yang memberikan kontribusi sebanyak
40 % dari total yang didaratkan (Potier dan Sadhotomo, 1995). Disamping itu,
Laut Jawa juga memberikan kontribusi yang penting bagi kegiatan ekonomi
lainnya, seperti perhubungan, perdagangan, energi dan sumberdaya mineral.
Tidak semua organisme laut, termasuk ikan dapat hidup di air dengan
konsentrasi salinitas yang berbeda. Secara mendasar, ada dua kelompok ikan laut,
yaitu ikan euryhaline, yang toleran terhadap perubahan salinitas, dan ikan
stenohaline, yang hidupnya memerlukan salinitas yang konstan dan tidak berubah.
Jenis spesies ikan pelagis di Laut Jawa yang termasuk kedalam jenis ikan
stenohaline yaitu spesies banyar (Rastreiliger kanagurta) dan spesies layang deles
(Decapterus macrosoma) dan migrasinya mengikuti pola migrasi salinitas Laut
Jawa.
Salinitas merupakan parameter penting dalam studi oseanografi maupun
iklim. Pada saat ini ketersedian data salinitas air laut masih sangat terbatas.
Variasi salinitas air laut berkaitan dengan kesetimbangan hidrologi (presipitasievaporasi (P-E) yang selanjutnya berkaitan dengan variasi salinitas muka air laut
(sea surface salinity). Kedua parameter yaitu P-E dan juga salinitas ini merupakan
parameter penting dalam studi iklim maupun oseanografi (Cahyarini, 2009).
Akhir-akhir ini kegiatan survei maupun kajian terkait tentang oseanografi
dan iklim di perairan Indonesia lebih giat dilakukan, terutama di perairan bagian
2
timur Indonesia dan di wilayah Indonesia di Samudera Hindia. Beberapa hasilnya
telah dipublikasikan, antara lain; Ilahude dan Gordon, 1996; Susanto dan Gordon,
2001; Gordon, 2005; Pariwono et.al., 2005; Aldrian et al., 2005; Qu et.al., 2005;
Robertson dan Ffield; Ray at al., 2005; Potemra, 2005; Hendiarti et al., 2005; dan
Susanto dan Marra, 2005; Tubalawony, 2009; Makarim et al., 2011;
Sukorahardjo, 2012. Sedangkan kegiatan survei dan penelitian hidrooseanografi
yang fokus di perairan dan laut yang relatif dangkal, seperti di utara pulau JawaMadura relatif tidak banyak dilakukan.
Hasil penelitian dan survei hidrooseanografi dan sumberdaya ikan di
perairan Laut Jawa dan sekitarnya, antara lain Soeriaatmadja, 1957; Wyrtki, 1957;
1961; Nurhakim et al., 1987; Amin dan Suwarso, 1990; Sadhotomo dan Duran,
1996; Petit et al., 1996; Hendiarti et al., 2005; Gaol dan Sadhotomo, 2007;
Atmadipoera dan Nurjaya, 2011; dan Atmadipoera, 2012.
Hasil penelitian terdahulu menggambarkan bahwa salinitas permukaan laut
adalah parameter yang sudah banyak diketahui dan variasinya dapat
menggambarkan sirkulasi massa air secara menyeluruh dari Laut Jawa. Namun
demikian penelitian yang lebih mendalam tentang variabilitas salinitas permukaan
Laut Jawa dan kaitannya dengan fluktuasi sumberdaya ikan pelagis kecil perlu
dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih tepat berdasarkan daerah
penangkapan (fishing ground), perubahan musim, dan perubahan antar tahunan.
1.2
Perumusan Masalah
Penyebaran dari ikan-ikan pelagis kecil yang penting di Laut Jawa terutama
terbatas pada perairan pantai sampai paparan benua. Daerah penangkapan ikan
pelagis telah menyebar hampir seluruh Paparan Sunda dan bagian timur Laut Jawa
(Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri) sampai bagian selatan Laut Natuna
(sekitar Pulau Pejantan dan Kepulauan Natuna) sejalan dengan investasi kapal
baru yang lebih besar (>80 GT) pada tahun 1982/1983. Sekarang, perikanan pukat
cincin telah mengeksploitasi sumber daya ikan pelagis di daerah penangkapan dari
sekitar perairan Pulau Pejantan dan Kepulauan Natuna sampai ke sekitar Perairan
bagian barat Selat Makasar. Beberapa ikan pelgias kecil, seperti layang, banyar,
3
juwi, bentong, selar, dan ikan lemuru. Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis
yang paling dominan.
Pada musim timur didominasi oleh ikan berkarakter stenohaline karena pada
saat ini terjadinya musim kemarau akan meningkatkan salinitas permukaan laut.
Sebaliknya ditemukan bahwa pada musim barat jenis ikan yang ditemukan adalah
yang berkarakter euryhaline karena menurunnya salinitas perairan. Di samping itu
terlihat adanya pergeseran lokasi penangkapan berdasarkan musim. Demikian
juga terhadap parameter oseanografi lainnya, setiap jenis ikan memiliki preferensi
hidup yang berbeda-beda (Atmaja et al., 1986; Suwarso et al., 1987; Atmaja dan
Nugroho, 1995). Ikan-ikan pantai dengan toleransi yang tinggi terhadap salinitas
yang rendah, walaupun tidak seluruhnya bersifat eurihaline. Fluktuasi hasil
tangkapan ikan pelagis kecil di Laut Jawa, terutama ikan–ikan yang dominan,
seperti layang (Decapterus spp) dan banyar (R. kanagurta) berhubungan dengan
perubahan salinitas massa air yang datang dari Selat Makassar dan Laut Flores
pada musim timur (musim kemarau) dan pada musim barat (musim hujan)
berhubungan dengan massa air Selat Karimata.
Dalam konteks penelitian ini bahwa penyebaran ikan-ikan pelagis kecil di
perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh salinitas massa air, terutama jenis ikan
pelagis yang dominan. Oleh karena ini diperlukan kajian yang lebih mendalam
tentang fluktuasi salinitas permukaan Laut Jawa kaitannya dengan sumberdaya
ikan pelagis kecil. Kerangka konseptual dan tahapan penelitian ini diberikan pada
Gambar 1.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitiaan ini bertujuan untuk :
1.
Mengkaji fluktuasi salinitas permukaan laut musiman atau tahunan dan
antar tahunan secara spasial maupun temporal di perairan Laut Jawa.
2.
Mengkaji fluktuasi bulanan (musiman) hasil tangkap per unit usaha
(CPUE) dan perubahan komposisi spesies ikan pelagis kecil pada setiap
fishing ground di Laut Jawa.
3.
Mengkaji hubungan fluktuasi salinitas permukaan laut dan ikan pelagis
kecil yang dominan di Laut Jawa.
4
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1.
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan
dengan variabilitas musiman dan antar tahunan salinitas permukaan laut
serta hubungannya dengan sumberdaya ikan pelagis kecil.
2.
Bahan kebijakan penetapan zona penangkapan, dan untuk kajian stok ikan
pelagis kecil di Laut Jawa.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian berikut ini:
1.
Variabilitas salinitas permukaan laut (5 m) musiman atau tahunan dan
antar tahunan secara spasial maupun temporal di perairan Laut Jawa
selama 1994-2010.
2.
Fluktuasi musiman dan antar tahunan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di
Laut Jawa selama 1990-1995.
3.
Hubungani salinitas permukaan laut dan hasil tangkapan ikan pelagis kecil
di Laut Jawa.
1.6
Kebaharuan (Novelty)
Berdasarkan kesamaan dan perbedaan penelitian tentang variabilitas
musiman dan antar tahunan salinitas permukaan laut jawa serta implikasinya
terhadap hasil tangkapan ikan pelagis kecil dengan penelitian terdahulu, dapat
disusun kebaharuan penelitian ini:
1.
Terdapat hubungan antara salinitas permukaan laut dengan ikan pelagis
kecil.
2.
Menggunakan parameter salinitas untuk memperkirakan hasil tangkap ikan
pelagis kecil di Laut Jawa.
MASALAH
PENDEKATAN MASALAH
BAHAN DAN METODE
Gambar 1. Kerangka Konseptual dan Tahapan Penelitian
PARAMETER
LUARAN
APLIKASI
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kondisi Umum Hidro-oseanografi Laut Jawa dan Sekitarnya
Umumnya perairan Indonesia dibagi atas dua bagian, yaitu perairan dangkal
dari Paparan Sunda di bagian barat, seperti Selat Karimata dan Laut Jawa dan
Paparan Sahul di bagian timur. Antara keduanya terdapat laut dalam yang terdiri
dari Laut Banda, Laut Flores
dan Laut Sulawesi serta Samudera Hindia di
Selatan. Gambaran dangkalnya Laut Jawa dibandingkan perairan di sekitarnya
seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Topografi Dasar Laut Jawa dan Sekitarnya (Smith and Sandwell, 1997
dalam Gordon, 2005)
Laut Jawa dengan luas permukaan sekitar 467.000 km2 terletak dibagian
tenggara Paparan Sunda. Kedalaman rata-rata adalah 40 meter dengan kedalaman
maksimum dibagian utara Pulau Madura. Kondisi hidrooseanografi Laut Jawa
sangat dipengaruhi adanya dua jenis angin muson, yaitu angin muson barat dan
angin muson timur. Kedua pola angin tersebut menyebabkan timbulnya perubahan
yang sangat nyata pada pola arus dan kecepatan arus, salinitas dan suhu di
perairan ini (Wyrtki, 1961). Kondisi sistem iklim di Laut Utara Jawa tidak dapat
dilepaskan dari sistem iklim di Indonesia.
8
Iklim di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang
mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Pada musim barat
terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari, dimana angin umumnya
bertiup dari arah barat laut. Bulan Juni sampai bulan Agustus merupakan puncak
musim timur dimana angin umumnya bertiup dari arah timur laut. Disamping itu
juga terdapat angin berasal dari utara dan barat laut. Sebelum kembali ke musim
barat, terjadi musim peralihan dari timur ke barat yang terjadi antara bulan
September sampai bulan November dan hanya sebagian yang berasal dari angin
timur laut. Pergantian musim juga ikut memberikan pengaruh terhadap pergerakan
masa air seperti arus. Pada musim barat pergerakan arus umumnya menuju ke
arah timur atau arus timur. Musim timur arus bergerak sebaliknya yaitu menuju
arah barat. Musim peralihan I (bulan Maret sampai bulan Mei) dan peralihan II
(bulan September sampai bulan November). Di wilayah pantai arus umumnya
merupakan arus gabungan yang ditimbulkan oleh arus regional dan arus pasut
(Nontji, 2009).
Tiga faktor diduga berperan dalam dinamika musiman perairan Laut Jawa
(Petit et al., 1996), yaitu: curah hujan lokal, arah angin serta ketidaksimetrisan
dasar perairan. Pada musim kering (angin tenggara) proses peningkatan salinitas
diawali dari utara pada perairan dangkal yang kemudian bergerak kearah selatan
melalui percampuran tegak (vertical mixing). Pada musim hujan (angin barat
laut), proses penurunan salinitas juga dimulai dari utara dan kemudian terjadi
pembalikan sesaat gradien salinitas yang selanjutnya terus bergerak kearah selatan
hingga batas pengenceran oleh curah hujan. Berulangnya musim kering
menyebabkan proses homogenisasi salinitas. Gambaran pola arah dan kecepatan
angin dan curah hujan di wilayah Laut Jawa dan Sekitarnya seperti pada Gambar
3 dan Gambar 4 (KK Liu, 2004).
9
A
B
mm
mm
Gambar 3. Pola Arah dan Kecepatan Angin Serta Curah Hujan di Wilayah
Indonesia (KK Liu, 2004); A) Bulan Februari, B) bulan Mei Panjang
Panah menunjukan Kecepatan Angin (m/det), Skala Warna
Menunjukkan Besaran Curah Hujan
10
C
D
mm
mm
Gambar 4. Pola Arah dan Kecepatan Angin serta Curah Hujan di Wilayah
Indonesia (KK Liu, 2004); C) Bulan Agustus; D) Bulan November.
Panjang Panah Menunjukan Kecepatan Angin (m/det), Skala Warna
Menunjukkan Besaran Curah Hujan
11
2.2
Salinitas dan Distribusinya di Laut
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah total garam yang dinyatakan dalam
gram yang terdapat dalam satu kilo gram air laut, jika semua karbonat diubah
menjadi okside, bromine, dan iodine dihitung sebagai chlorine dan semua
senyawa organik telah teroksidasi (Forch et al., 1902 dalam Neuman and Pierson,
1966). Satuan dari salinitas adalah persen permil atau menurut komisi
internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) adalah Practical Salinity Unit
(PSU), yang artinya adalah jumlah garam dalam gram yang terdapat dalam satu
kilo gram air laut. Satuan PSU adalah pengganti satuan permil karena satuan
permil tidak lagi digunakan di dunia internasional. Sebaran salinitas di laut,
khususnya Laut Jawa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain penguapan
(evaporasi), curah hujan (presipitasi), pola sirkulasi massa air, dan aliran sungai
(run off).
Salinitas, sama halnya dengan suhu, merupakan parameter penting dalam
oseanografi. Distribusi salinitas sangat membantu dalam mempelajari gerak massa
air, yang berhubungan dengan percampuran (mixed). Garam-garam di laut
umumnya berasal dari proses pelapukan batuan atau masuknya mineral-mineral
dari daratan dan kegiatan vulkanik. Dengan terbawanya larutan mineral ke lautan,
dimanalarutan mineral ini terakumulasi dan mengalami siklus melalui proses
periode-periode waktu yang lama, maka salinitas di perairan laut terbuka
umumnya konstan dan berkisar antara 33,0-37,0 psu.
Konsentrasi garam yang terlarut dalam air laut sebagian besar adalah ion
klorida, natrium, sulfat, magnesium, kalsium, kalium, bikarbonat, bromida, borat,
stronsium dan florida (major element), dengan komposisi di lautan relatif tetap.
Berhubung senyawa kimia yang ada di laut sangat kompleks, maka dalam
menentukan jumlah zat-zat yang terlarut adalah sulit. Atas dasar inilah, maka
Forch, Knudsen dan Sorensen pada tahun 1903 mencoba mengatasi kesulitan dan
memperkenalkan istilah salinitas dengan istilah sebagai berat total zat anorganik
(dalam gram) yang terlarut dalam 1000 gram air laut dengan asumsi bahwa
bromida dan iodida diganti dengan klor dalam jumlah yang setara, serta semua
karbonat dan zat organik telah teroksidasi. Persentase kandungan larutan garam
(3,5%) dalam air laut, seperti diberikan pada Gambar 5.
12
Gambar 5. Persentase Kandungan Larutan Garam (3,5%) dalam Air Laut
(Gordon, 2005)
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar
3,5 % dan sisanya adalah air tawar. Beberapa danau garam di daratan dan
beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya.
Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5%, air
laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Air Laut paling tawar terdapat di
timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut
Baltik sedangkan air laut yang paling asin terdapat di Laut Merah, di mana suhu
tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air
dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi.
Distribusi atau penyebaran salinitas di suatu perairan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain yaitu:
1.
Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat
penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2.
Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka
salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah
hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3.
Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak
sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan
13
rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut
maka salinitasnya akan tinggi.
Umumnya di laut sebaran salinitas erat kaitannya dengan proses penguapan
dimana garam-garam yang terkandung pada air laut akan mengendap atau
terkonsentrasi. Daerah yang mengalami penguapan (E) yang lebih tinggi
dibandingkan presipitasi (P)/curah hujannya (E>P) akan mengakibatkan salinitas
yang tinggi. Menurut Nybakken (1988), salinitas pada berbagai tempat di lautan
terbuka yang jauh dari daerah pantai keragamannya cukup sempit, biasanya antara
34-37 psu dengan rata-rata 35 psu. Perbandingan salinitas di perairan Indonesia
pada umumnya menunjukkan kandungan salinitas laut di permukaan perairan
bagian barat di Indonesia (termasuk Laut Jawa) adalah relatif rendah, rata-rata
sekitar kurang dari 34 psu dan di wilayah bagian timur Indonesia relatif lebih
tinggi (34-36 psu).
Secara horisontal, perbedaan salinitas ini di suatu perairan laut dan
samudera terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan curah hujan. Distribusi
salinitas ditentukan oleh proses-proses yang berlangsung di permukaan laut dan
oleh arus dan percampuran. Salinitas tertinggi ditemukan di lintang 20-30o
Lintang Utara dan 15-20o Lintang Selatan, dimana laju evaporasi tinggi akibat
suhu yang tinggi dan angin muson yang kuat. Di daerah katulistiwa, salinitas lebih
rendah karena besarnya curah hujan dan rendahnya kekuatan angin. Selanjutnya
ke arah kutub, salinitas menurun akibat curah hujan yang lebih besar dibanding
dari evaporasi. Di lapisan dalam lautan, variasi salinitas lebih kecil dari pada di
dekat permukaan akan tetapi sangat penting dalam hubungannya dengan sirkulasi
utama dunia.
2.3
Sistem Arus Permukaan di Sekitar Jalur ARLINDO
Massa air dari arus lintas Indonesia (ARLINDO) menurut Morey et al.,
(1999) berasal dari massa air Pasifik Utara sebanyak 92% dan massa air Pasifik
Selatan sebanyak 8%. Massa air dari Samudra Pasifik Selatan yang masuk ke
perairan Indonesia dibawa oleh Arus Pantai Papua (New Guinea Coastal
Current/NGCC) yang merupakan perpanjangan dari Arus Katulistiwa Selatan
Pasifik (Pacific South Equatorial Current), yang kemudian sebagian besar
14
berbelok arah (retroflects) ke Samudera Pasifik oleh Pusaran Halmahera
(Halmahera Eddy), kemudian mengalir bersama Arus Sakal Katulistiwa Utara
(North Equatorial Countercurrent/NECC).
Sedangkan arus yang membawa massa air dari Samudra Pasifik Utara
adalah Arus Utara Katulistiwa (North Equatorial Current/NEC) menuju ke barat
lalu bercabang di timur Filipina, dengan cabang ke arah utara menjadi awal Arus
Kuroshio dan yang ke arah selatan menjadi Arus Mindanao (Mindanao
Current/MC). Massa air dari Samudra Pasifik Utara yang telah dibawa oleh Arus
Mindanao kemudian oleh Pusaran Mindanao (Mindanao Eddy/ME) dibawa masuk
ke jalur ARLINDO di lapisan bawah permukaan. Massa air dari Samudera Pasifik
Utara juga masuk ke jalur ARLINDO dari lintasan sebelah selatan Laut Sulu yang
melewati dari Laut Cina Selatan. Selain itu sebagian Arus Mindanao yang
mengalir ke selatan, ada yang berbelok arah di sekitar Pusaran Mindanao
(Mindanao Eddy/ME) dan menjadi Arus Sakal Katulistiwa Utara (North
Equatorial Countercurrent/NECC).
Sebagian besar massa air ARLINDO kemudian keluar menuju ke Samudra
Hindia melalui Pintasan (passage) Timor, dengan transpor yang kecil melalui
Laut Sawu dan Selat Lombok. Sistem arus permukaan dan Arlindo secara global
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sistem Arus Permukaan dan Arlindo (Morey et al., 1999)
15
2.4
Sistem Monsoon (Muson) dan Salinitas Permukaan Laut Jawa
Secara geografis posisi wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia
dan Australia, serta antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga
karakteristik hidrooseanografi (seperti salinitas) perairan indonesia sangat
dipengaruhi oleh sistem angin muson dan sirkulasi massa air antar samudra. Pada
bulan Desember-Maret letak bumi terhadap matahari adalah sedemikian rupa,
sehingga belahan bumi selatan menerima lebih banyak penyinaran matahari dari
pada belahan utara. Sebagai akibatnya daratan Australia mengalami tekanan udara
rendah, sedangkan daratan Asia mengalami tekanan udara tinggi. Antara kedua
wilayah tekanan yang berbeda ini berkembanglah angin muson yang bertiup dari
daratan Asia ke Australia. Dikawasan Indonesia utara katulistiwa angin bertiup
dari arah timur laut, sehingga disebut angin Muson Timur laut. Di bagian selatan
katulistiwa anginnya bertiup dari arah barat laut, sehingga disebut angin Muson
Barat Laut (Wytrki, 1961; Ilahude, 1994).
Sebaliknya pada Muson timur-tenggara yang biasanya terjadi pada bulan
Juni-September, daratan Asia
mengalami pemanasan yang intensif sehingga
menjadi pusat tekanan udara rendah, sedangkan di benua Australia terbentuk pusat
tekanan udara tinggi, akibatnya angin bertiup dari Australia ke Asia. Di kawasan
Indonesia bagian selatan katulistiwa angin bertiup dari arah tenggara, sehingga
disebut angin Muson Tenggara, sedangkan di bagian utara katulistiwa angin
bertiup dari baratdaya sehingga disebut angin Muson Baratdaya. Untuk wilayah
yang tepat berada di katulistiwa, berlaku angin muson utara dan angin muson
selatan (Wyrtki, 1961; Ilahude, 1994).
Angin Muson Tenggara di selatan Katulistiwa bersamaan waktunya dengan
Muson baratdaya di utara Katulistiwa (Juli-Agustus) dan Muson baratlaut
bersamaan dengan Muson Timurlaut di kawasan utara Katulistiwa (DesemberMaret). Sirkulasi massa air di permukaan di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh
sistem angin Muson (Wyrtki, 1961). Sirkulasi masa air permukaan di perairan
Indonesai (Laut Jawa) pada puncak Muson Baratlaut pada Februari dan puncak
Muson tenggara pada bulan Agustus. Sedangkan pada bulan-bulan diantaranya
merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur (SeptemberNovember), dan peralihan dari musim timur ke musim barat.
16
Umumnya perairan Indonesia dibagi atas dua bagian, yaitu perairan dangkal
dari paparan Sunda di bagian barat, seperti Laut Jawa dan Selat Karimata dan
paparan Sahul di bagian timur. Antara keduanya terdapat laut dalam yang terdiri
dari laut Banda, Laut Flores dan Laut Sulawesi serta Samudera Hindia di Selatan.
Secara umum, secara bergantian terjadi angin muson barat (musim barat), bertiup
dari barat ke timur dan angin muson timur (musim timur) arahnya dari timur ke
barat. Sistem angin Muson tersebut mengakibatkan pergerakan massa air (arus),
terutama di bagian permukaan mengikuti pola angin Muson.
Pada musim barat (Desember-Februari) salinitas minimum mencapai
puncaknya pada bulan Januari atau Februari. Pada musim ini massa air dari Laut
Natuna melewati Selat Karimata memasuki Laut Jawa dari arah barat yang dalam
perjalanannya banyak mengalami pengenceran dari aliran-aliran sungai di sungai
disekitarnya (Sumatera, Kalimantan, dan Jawa). Akibatnya salinitas turun dan
mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke timur ke arah Laut Flores .
Sebaliknya pada musim timur, dimana massa air laut bergerak dari Timur (Laut
Flores dan Selat Makassar) ke barat memasuki Laut Jawa mendorong massa air
salinitas rendah di Laut Jawa kembali ke barat sampai ke Laut Cina Selatan
melewati Selat Karimata.
Pola sebaran salinitas di Laut Jawa akan mengikuti pola musim, dimana
angin dan gelombang pada musim barat atau musim timur di perairan Laut Jawa
akan menghasilkan lapisan turbulensi atau lapisan tercampur (mixer layer). Arus
di Laut Jawa pada musim timur dari bulan (Mei–September) mengalir menuju ke
arah barat. Sebaliknya pada musim barat (November–Maret) arus mengalir ke
arah timur. Saat musim barat massa air salinitas rendah (minimum) bergerak dari
Selat Karimata ke Laut Jawa dan pada musim timur massa air salinitas tinggi
(maksimum) bergerak dari arah timur (Laut Flores dan Selat Makassar) masuk ke
Laut Jawa. Gambaran skematik pengaruh musim terhadap proses variasi salinitas
permukaan di perairan Indonesia, seperti disajikan pada Gambar 7.
Selama musim barat, angin bertiup ke timur dan menimbulkan hujan hampir
di semua wilayah bagian barat Indonesia. Curah hujan di Laut Jawa dan ditambah
dengan aliran sungai-sungai dari pulau-pulau Sunda Besar (Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan) menyebabkan penurunan salinitas di pantai-pantai. Kadang-kadang
17
isohalin 30 psu terdorong jauh ke laut lepas. Pada saat yang sama arus permukaan
dari Laut Cina Selatan membawa massa air bersalinitas rendah ke bagian barat
Laut Jawa dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke timur. Sebaliknya,
pada musim timur massa air dengan salinitas rendah tadi didorong kembali ke
Laut Jawa dan Laut Cina Selatan, dan diganti oleh massa air yang bersalinitas
tinggi dari Selat Makassar dan Laut Flores (Gambar 8). Pada Gambar 9 disajikan
skematik dari proses variasi salinitas musiman di perairan Laut Jawa dan sekitar
selama musim barat (Desember-Februari) dan musim timur (Juni-September).
Gambar 7. Skematik dari Proses Variasi Salinitas Permukaan Musiman di
Perairan Indonesia (Laut Jawa) Selama Musim Timur (Juni-Agustus)
dan Musim Barat (Desember–Februari) (Gordon, 2005)
Gambar 8. Intrusi Massa Air dari Selat Makassar dan Laut Flores ke Laut Jawa
(Juli-September) (Atmadipoera dan Nurjaya, 2011)
18
Gambar 9. Skematik dari Proses Variasi Salinitas Musiman di Perairan Laut Jawa
dan Sekitar Selama (a) Musim Barat (Desember-Februari) dan (b)
Musim Timur (Juni-September) (Miyama et al., 1996)
2.5
El Nino Southern Oscillation (ENSO)
El Nino Southern Oscillation atau ENSO adalah kondisi abnormal iklim di
mana suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru lebih
tinggi dari rata-rata normalnya. Istilah ini pada mulanya digunakan untuk
menamakan arus laut hangat yang terkadang mengalir dari utara ke selatan antara
pelabuhan Paita dan Pacasmayo di daerah Peru yang terjadi pada bulan Desember.
Kejadian ini kemudian semakin sering muncul yaitu setiap tiga hingga tujuh tahun
serta dapat mempengaruhi iklim dunia selama lebih dari satu tahun (Philander,
1990). Fenomena ENSO ini memiliki dua fenomena yang saling berlawanan fase.
Dimana fase panas disebut sebagai kondisi El Nino dan fase dingin disebut
sebagai kondisi La Nina.
Parameter yang dapat digunakan untuk melihat adanya fase El Nino dan La
Nina adalah Southern Oscillation Index (SOI). SOI merupakan indeks yang
menggambarkan perbedaan tekanan udara permukaan laut antara Darwin (yang
mewakili Indonesian Low) dengan Tahiti (yang mewakili South Pasific High).
Nilai tersebut didapatkan dengan mengurangi nilai tekanan paras laut di Tahiti
dengan tekanan paras laut di Darwin. Pada saat terjadinya El Nino, nilai Indeks
Osilasi Selatan negatif dalam jangka waktu yang lama, terjadi penurunan tekanan
udara di bawah kondisi normalnya di Tahiti dan terjadi peningkatan tekanan udara
di atas kondisi normalnya di Darwin. Sebaliknya pada saat nilai Indeks Osilasi
Selatan positif dalam jangka waktu yang lama (Fase La Nina), terjadi kenaikan
tekanan udara di atas kondisi normalnya di Tahiti dan terjadinya penurunan
19
tekanan udara di bawah kondisi normalnya di Darwin. Pola inilah yang
dinamakan pola jungkat-jangkit, dimana posisi kedua ujungnya akan selalu
berlawanan. Fenomena Osilasi Selatan ini berkaitan dengan kejadian El Nino,
maka disebut sebagai ENSO (Brown et al., 1989).
Perbandingan kondisi pada saat normal dan terjadi El Nino ditunjukkan
pada Gambar 10. Pada kondisi normal, berhembus angin permukaan ini
membangkitkan arus permukaan di Samudera Pasifik yang mengalir dari timur ke
barat. Hal ini mengakibatkan elevasi muka air laut di Samudera Pasifik tropis
bagian barat lebih tinggi dan suhu permukaan laut (SPL) di bagian ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan Samudera Pasifik tropis bagian timur (Gambar 10a).
Melemahnya Angin Pasat menyebabkan terjadinya perubahan arah arus ekuator
yang semula ke arah barat menjadi ke arah timur (Gambar 10b). Perubahan arah
arus ini menyebabkan makin tingginya SPL di Samudera Pasifik tropis bagian
timur. Semakin besarnya gradien suhu antara timur-barat membangkitkan angin
baratan yang bertiup dari Pasifik barat ke bagian timurnya. Bertiupnya angin
baratan ini menambah kuatnya perbedaan suhu atau makin bertambahnya suhu di
bagian timur Pasifik. Sirkulasi tersebut terjadi pada kondisi El Nino. Pada tahun
1997 terjadi pengaruh global dari kejadian ENSO yang menyebabkan anomali
kondisi iklim yang berkepanjangan.
Gambar 10. Perbandingan Kondisi di Samudera Pasifik pada Saat a) Normal dan
b) Terjadi El Nino (NOAA, 2004)
20
2.6
Indian Ocean Dipole Mode (IODM)
Saji et al., (1999) melaporkan bahwa terdapat juga osilasi klimatologi di
Samudera Hindia. Fenomena ini ditunjukkan dengan adanya variabilitas internal
dengan SPL negatif atau lebih dingin dari normalnya di pantai barat Sumatera
atau Samudera Hindia bagian timur (90°-110° BT, 10° LS-ekuator) dan anomali
positif di Samudera Hindia bagian barat (50°-70° BT, 10° LS-10° LU). Fenomena
ini bersifat unik dan melekat di Samudera Hindia dan terlihat tidak bergantung
pada ENSO. Fenomena ini dinamakan Indian Ocean Dipole Mode (IODM).
Dipole Mode Index (DMI) dapat digunakan untuk mengidentifikasi fenomena
IODM. Nilai DMI menggambarkan perbedaan anomali suhu permukaan laut dari
dua daerah yaitu bagian barat ekuator dari Samudera Hindia (50°-70° BT dan 10°
LS-10° LU) dan timur ekuator dari Samudera Hindia (90°-110° BT dan 10° LSekuator). Nilai DMI yang ekstrim positif menggambarkan terjadinya fenomena
IODM positif dan nilai DMI ekstrim negatif menunjukkan terjadinya fenomena
IODM negatif.
Fenomena IODM ditunjukkan pada Gambar 11. Pada waktu normalnya,
angin barat yang lemah bergerak dari sisi bagian timur Afrika (Samudera Hindia
bagian barat) ke pantai barat Sumatera (Samudera Hindia bagian timur).
Sedangkan pada saat terjadinya fenomena IODM positif di pantai barat Sumatera
terbentuk anomali SPL negatif (lebih rendah dari suhu normalnya) yang pada
gambar ditandai dengan warna biru. Sedangkan di pantai timur Afrika terbentuk
anomali SPL positif (suhu permukaan lautnya lebih tinggi dari kondisi normal)
yang ditandai dengan warna merah pada gambar. Kondisi ini menimbulkan angin
timur yang kuat yang bertiup ke pantai timur Afrika, sehingga curah hujan di atas
Afrika berada di atas normal sementara di Indonesia terjadi kekeringan. Hal
sebaliknya terjadi pada saat fenomena IODM negatif (Saji et al., 1999).
Vinayachandran et al. (2002) menambahkan IODM positif juga ditandai dengan
pendangkalan lapisan termoklin di S. Hindia bagian timur sedangkan di Samudera
Hindia bagian barat menjadi lebih dalam.
21
Gambar 11. Fenomena IODM a) IODM Positif b) IODM Negatif (Saji et al.,
2001)
Proses terbentuknya IODM ditampilkan pada Gambar 11. Siklus dipole
mode diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan laut negatif di sekitar
Selat Lombok hingga Selatan Jawa pada sekitar bulan Mei–Juni. Selanjutnya pada
bulan Juli – Agustus, anomali negatif tersebut terus menguat dan semakin meluas
sampai pantai barat Sumatera, sementara itu di Samudera Hindia bagian barat
muncul pula anomali suhu permukaan laut positif. Adanya perbedaan tekanan di
antara keduanya, semakin memperkuat angin tenggara di sepanjang ekuator dan
pantai barat Sumatera. Proses pembentukan Indian Ocean Dipole Mode dimulai
pada bulan Mei hingga Juni. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan
September–Oktober dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan
November–Desember.
Menurut Saji et al., (1999) dan Meyers et al,. (2006) fenomena IODM
positif terjadi pada tahun 1982, 1983, 1987, 1991, 1994, dan 1997. Sedangkan
fenomena IODM negatif terjadi pada tahun 1980, 1981, 1985, 1989, 1992 dan
2010. Bukti terjadinya IODM negatif kuat pad tahun 2010 dengan anomali positif
suhu permukaan laut (SST) dan anomali presifitasi (curah hujan) telah
ditunjukkan oleh Makarim et.al., 2011. Anomali akibat fenomena IODM dapat
dilihat pada Gambar 12, 13 dan 14.
22
Gambar 12. Perkembangan Kejadian Indian Ocean Dipole Mode. Evolusi
Komposit SPL dan Anomali Kecepatan Angin pada Bulan a) Mei-Juni
b) Juli- Agustus c) September-Oktober d) November-Desember (Saji
et al.,1999)
ºC
Gambar 13. Anomali Sea Surface Temperatur bulan Oktober 2010 di Perairan
Barat Sumatera dan Sekitarnya (Makarim, et al., 2011)
23
mm
Gambar 14. Anomali Presipitasi Bulan Oktober 2010 di Perairan Barat Sumatera
dan Sekitarnya (Makarim, et al., 2011)
2.7
Sirkulasi Arus Muson dan Arus Lintas Indonesia
Perairan Indonesia bagian barat, lebih didominasi oleh Armondo (Arus
Monsun Indonesia) sedangkan Arlindo (Arus Lintas Indonesia) lebih dominan di
perairan Indonesia bagian tengah dan timur seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 15. Pada wilayah perairan Indonesia bagian barat, disamping terdapat
pengaruh ENSO dan monsun, juga diduga dipengaruhi oleh Dipole Mode.
Variasi transpor Arlindo di perairan Indonesia bagian barat yang meliputi
Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Jawa dan Selat Luzon telah
dilakukan untuk tahun 1988-1989 (fasa La Nina kuat), 1996 (tahun normal) dan
1997-1998 (fasa El Nino kuat) dengan menggunakan simulasi model numerik 3D
barotropik POM (Pricenton Ocean Model) yang dimodifikasi oleh Ningsih (2000)
dengan gaya pembangkit angin untuk mengetahui variabilitas Arlindo akibat
interaksi ENSO, Monsun dan Dipole Mode.
Secara umum diperoleh bahwa monsun berpengaruh kuat terhadap variasi
transpor Arlindo di perairan Indonesia bagian barat. Adanya penguatan angin
zonal (meridional) akan diikuti dengan meningkatnya arus ke arah yang sama.
Pengaruh ENSO yang terlihat dengan jelas ditemukan di Laut Cina Selatan dan
Selat Luzon (Hidayati, 2004). Transpor massa air di perairan yang terlintasi oleh
24
Arlindo cenderung konstan sepanjang tahunnya, namun besarnya sangat erat
kaitannya dengan pengaruh situasi iklim regional/global.
Gambar 15. Skematik Sirkulasi Massa Air Laut Jawa dan Sirkulasi Arlindo
(Gordon, 2005)
2.8
Pola Iklim dan Curah Hujan di Indonesia
Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia,
sehingga sangat dipengaruhi oleh iklim Monsoon (monsoon type climate).
Umumnya, musim barat berlangsung dari bulan Desember sampai Februari dan
musim timur berlangsung dari bulan Juni sampai Agustus. Sedangkan bulan-bulan
diantaranya merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur
(September-November). Selama musim barat, angin bertiup ke timur dan
menimbulkan hujan hampir di semua kepulauan Indonesia. Curah hujan dan
ditambah dengan aliran sungai-sungai dari pulau-pulau Sunda Besar (Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan) menyebabkan penurunan salinitas di pantai-pantai.
Kadang-kadang isohalin 30 psu terdorong jauh ke laut lepas. Pada saat yang sama
arus permukaan dari Laut Cina Selatan membawa massa air bersalinitas rendah ke
bagian barat Laut Jawa dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke
timur. Sebaliknya, pada musim timur massa air dengan salinitas rendah tadi
didorong kembali ke Laut Jawa dan Laut Cina Selatan, dan diganti oleh massa air
yang bersalinitas tinggi dari Selat Makassar dan Laut Flores. Penetrasi massa air
25
bersalinitas tinggi ke barat mencapai puncaknya pada bulan September (Wyrtki,
1961; Gordon, 2005).
Iklim didefinisikan sebagai kondisi atmosfir rata-rata pada suatu wilayah
untuk periode waktu yang cukup lama, biasanya sekitar 30 tahun yang
dipengaruhi oleh interaksi antara atmosfir, daratan dan lautan. Secara statistik,
iklim juga mencakup tidak hanya nilai rata-rata, tetapi juga variasi besaran dari
hari ke hari, bulan ke bulan, hingga tahun ke tahun. Iklim suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh garis lintang rendah (tropis), menengah (sedang), atau tinggi
(kutub), topografi, ada tidaknyanbadan air, seperti laut, danau, atau sungai.
Wilayah yang berada di lintang rendah (tropis) akan menerima radiasi matahari
maksimum hampir sepanjang tahun. Cuaca adalah kondisi atmosfir pada suatu
wilayah untuk periode waktu yang singkat, jam atau hari. Unsur-unsur cuaca dan
iklim terdiri dari: suhu udara, tekanan udara, kelembababn udara, jumlah partikel
atmosfir, radiasi matahari, evapotranspirasi potensial, angin, dan curah hujan
(Nasrullah, 2011).
Indonesia memiliki iklim yang unik, selain disebabkan oleh wilayahnya
yang berupa kepulauan dan berada di wilayah tropis, keunikan iklim Indonesia
juga dipengaruhi oleh letaknya yang berada di antara dua samudera dan dua
benua. Di Indonesia terdapat tiga jenis pola iklim. Menurut Aldrian dan Susanto,
(2003), pola curah hujan di Indonesia terbagi menjadi tiga zona utama, yaitu zona
iklim monsunal, iklim equatorial, dan zona iklim lokal dengan sebuah wilayah
peralihan (Gambar 16) yaitu:
Gambar 16. Tiga Daerah Pola Hujan di Indonesia (Aldrian E. Dan D. Susanto,
2003).
26
1. Daerah monsunal (zona A) merupakan pola yang dominan di Indonesia,
karena melingkupi hampir seluruh wilayah Indonesia. Daerah tersebut
memiliki satu puncak pada bulan November-Maret (NDJFM) dipengaruhi
oleh monsun barat laut yang basah dan satu palung pada bulan MeiSeptember (MJJAS) dipengaruhi oleh monsun tenggara yang kering,
sehingga dapat dibedakan dengan jelas antara musim kemarau dan musim
hujan Selain itu daerah A berkorelasi kuat terhadap perubahan SPL.
2. Daerah ekuatorial (zona B) mempunyai dua puncak pada bulan OktoberNovember (ON) dan pada bulan Maret-Mei (MAM). Pola ini dipengaruhi
oleh pergeseran ke utara dan selatan dari ITCZ atau titik equinox
(kulminasi) matahari.
3. Daerah iklim lokal (zona C) mempunyai satu puncak pada bulan Juni-Juli
(JJ) dan satu palung pada bulan Novenber-Februari (NDJF). Pola ini
merupakan kebalikan dari pola A.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai pola hujan yang sama, dan curah
hujan adalah parameter iklim yang paling mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat. Pola curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain monsoon, Inter Tropical Covergence Zone (ITCZ), Indian Ocean
Dipole Mode (IODM), El Nino southern oscillation (ENSO), dan sirkulasi
regional lainnya, yang terdapat di Samudera Hindia dan samudera Pasifik (Aldrian
dan Susanto, 2003).
2.9
Karakter Oseanografi Perairan Laut Jawa dan Pengaruhnya terhadap
Organisme
Interaksi faktor lingkungan dengan organisme menjadi hal penting dalam
kajian kehidupan laut secara keseluruhan.Akan tetapi yang harus menjadi
pertimbangan mendasar bahwa faktor lingkungan lebih mudah diamati, dipantau
serta lebih mudah diprediksi dibanding kelimpahan dan distribusi suatu
spesies.Perlu dicatat bahwa tidak ada keseimbangan yang stabil antara lingkungan
dan organisme karena faktor lingkungan terikat dengan variabilitasnya sedangkan
27
organisme memiliki daya adaptasi terhadap fluktuasi lingkungan yang
terjadi.Kondisi ini mejadikan hubungan faktor lingkungan dan organisme menjadi
faktor fisik dan fisiologis dalam tubuh yang dapat mengoroientasikan dirinya
untuk mengarah atau berada dalam suatu lingkungan tertentu (Leavastu dan Hela,
1970; Laevastu dan Hayes, 1981).
Stok sumberdaya ikan dan hasil tangkapan bervarisasi secara musiman dan
tahunan yang berkaitan dengan variabilitas lingkungan pada skala waktu yang
sama (Cushing, 1975 dalam Laevastu dan Hayes, 1981). Berkaitan dengan
kondisi perikanan di Selat Makassar dan Laut Jawa, angin munson merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi kelimpahan dan jenis hasil
tangkapan yang mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi oseanografi baik
secara temporal maupun spasial. Hasil tangkapan menunjukkan adanya
kemunculan jenis ikan pada musim tertentu dan akan menghilang seiring dengan
adanya perubahan musim yang kemudian digantikan oleh jenis yang lain pada
cakupan kawasan tersebut. Demikian halnya dengan jumlah hasil tangkapan
berdasarkan musim menunjukkan adanya perbedaan dimana terjadi musim puncak
penangkapan dan paceklik pada bulan-bulan tertentu (Atmaja dan Nugroho, 1995;
Priatna dan Suwarso, 2008).
2.10 Interaksi Laut Jawa-Selat Makassar
Karakteristik massa air dan iklim Laut Jawa dipengaruhi langsung oleh dua
angin munson yaitu angin munson barat yang berlangsung antara bulan
September–Februari dan angin munson timur antara bulan Maret–Agustus. Pada
munson timur, massa air bersalinitas tinggi (>34 psu) memasuki Laut Jawa
melalui Selat Makassar dan Laut Flores, sedangkan pada munson barat selain
terjadi pengenceran oleh air sungai, juga masuk massa air bersalinitas rendah (<32
psu) yang berasal dari Laut Cina Selatan mendorong massa air bersalinitas tinggi
ke bagian timur Laut Jawa. Hal ini mempengaruhi temperatur permukaan dan pola
arus (Veen, 1953; Wyrtki, 1961 dalam Atmaja dan Nugroho, 1995).
Sejalan dengan hal tersebut di atas, Ilahude (1970) menjelaskan bahwa pada
saat musim timur massa air Laut Flores akan memasuki perairan Selat Makassar
28
bagian selatan sehingga meningkatkan nilai salinitas di perairan ini. Pada daerah
pantai Selat Makassar terdapat kantong-kantong air dengan salinitas tinggi, yang
hanya dapat dijelaskan dengan proses penaikan massa air karena pada daerah yang
berdekatan justru bersalinitas rendah. Selama proses penaikan air berlangsung
pada musim timur, salinitas dapat mencapai 34-34,5 psu. Sebaliknya pada musim
barat, massa air dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah akan memasuki perairan
Selat Makassar bagian selatan sehingga dapat menurunkan salinitas permukaan.
Pengamatan oleh Gordon et al. (2003) dan NCEP/National Center
Environmental Prediction (Sofian et al., 2006; Sofian et al., 2007) dengan
pemodelan arah angin menunjukkan bahwa salinitas permukaan Laut Jawa yang
rendah bergerak ke selatan Selat Makassar selama munson barat laut dari Oktober
sampai Maret. Angin monsun tenggara mengembalikan massa air bersalinitas
rendah tersebut ke Laut Jawa selama dari bulan April sampai September.
Pengamatan oleh Sofian et al. (2006) juga membuktikan bahwa kuatnya volume
transpor berlangsung kuat ke arah timur mengakibatkan naiknya muka laut di Laut
Jawa. Selain itu, transport massa air mengarah ke timur selama munson barat laut
dari Oktober hingga Maret dan ke barat selama munson tenggara.
Hubungan antar lautan antara Selat Makassar dan Laut Jawa diselidiki
dengan model Hybrid Coordinat Ocean Model (HYCOM). Hasil yang diperoleh
bahwa bahwa di Selat Makassar aliran terkuat mengarah ke selatan pada lapisan
150–250 meter. Berkaitan dengan fenomena ENSO, kecepatan aliran permukaan
akan menurun pada saat munson barat laut selama periode La Nina. Hal ini
disebabkan oleh aliran massa air Laut Jawa menuju timur dapat menghambat
aliran massa air hangat yang dialirkan oleh arus permukaan Selat Makassar yang
menuju ke selatan dimana membawa massa air dari Samudera Pasifik memasuki
Samudera Hindia selama periode ini. Di sisi lain, kecepatan arus yang menuju
timur dan air permukaan bergerak dari selatan Selat Makassar menuju ke Laut
Jawa mengalami peningkatan selama munson tenggara selama periode El Nino
1997/1998 (Sofian et al., 2006).
Sofian
(2007)
memberikan
gambaran
mengenai
arus
permukaan
berdasarkan pemodelan model berbasis pengamatan in situ dan citra satelit
altimeter untuk bulan Januari (munson barat laut) dan Agustus (munson tenggara)
29
pada perairan jalur barat Arlindo. Selama munson barat laut dimana bertiup angin
barat laut, angin munson menggiring massa air Laut Jawa menuju timur dan
perairan selat Karimata ke arah selatan. Arus permukaan Selat Sunda mengarah ke
timur dan memasuki Samudera Hindia menuju Laut Jawa selama periode ini.
Sebaliknya, saat arah angin berubah dari arah tenggara selama munson tenggara
menciptakan arus menuju barat karena hembusan angin tersebut yang
mengarahkan permukaan Laut Jawa dan Selat Karimata masing-masing bergerak
menuju barat dan utara.
Adapun massa air permukaan Selat Sunda akan keluar dari Laut Jawa
menuju Samudera Hindia selama munson tenggara. Berbeda dengan arus Selat
Makassar yang tidak mengikuti arah angin munson, arus permukaan Selat
Makassar cenderung mengarah ke selatan sepanjang tahun.Kecepatan arus
permukaan Selat Makassar rendah pada munson barat laut meskipun arah angin
dari utara berlangsung intensif. Rendahnya kecepatan arus permukaan Selat
Makassar karena terhalangi oleh kuatnya arus Laut Jawa yang mengarah ke
timur.Akan tetapi, pada saat munson tenggara arah selatan arus permukaan Selat
Makassar menjadi lebih cepat. Hal ini diketahui, kuatnya arus permukaan menuju
selatan mendorong massa air permukaan dengan salinitas dan temperatur yang
rendah kembali ke Laut Jawa.
Atmadipoera et al. (2009) menjelaskan skema Arus Lintas Indonesia yang
melewati beberapa selat di perairan Indonesia sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 17. Massa air air Pasifik Utara dibawa dari Arus Mindanao dan mengikuti
aliran barat dari pintu masuknya di timur laut Laut Sulawesi menuju ke Selat
Makassar dan seterusnya ke Laut Flores. Dari sini, sekitar 20% mengalir ke luar
menuju Samudera Hindia melalui Selat Lombok dan pada bagian timur masuk
melalui Laut Banda, sebelum keluar menuju Samudera Hindia melewati Selat
Ombai dan Perlintasan Timor. Massa air Pasifik Utara dicirikan dengan salinitas
maksimum pada lapisan termoklin (Perairan Subtropis Pasifik Utara, NPSW) dan
salinitas minimum pada lapisan bawah termoklin (Perairan Intermediate Pasifik
Utara, NPIW) dimana perairan Pasifik Selatan merupakan komponen kecil dari
30
aliran massa ini. Massa air terdiri dari Perairan Bawah Termoklin Subtropis
Pasifik Selatan (SPSLTW) yang muncul pada kedalaman bawah termoklin
sepanjang jalur timur yang melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku menuju
Laut Seram, dan kemudian menuju ke Laut Banda (Wyrtki, 1961; Ilahude dan
Gordon, 1996).
Salinitas permukaan memperlihatkan variasi tahunan yang kuat pada
perairan Indonesia yang berasosiasi dengan suplai terbesar perairan tawar Laut
Jawa selama musim hujan pada munson barat laut dari Desember sampai Maret
(Wyrtki, 1961). Survei dengan CTD yang dilakukan pada puncak musim hujan
dan kemarau pada 1993/94 melalui eksperimen Arlindo memperlihatkan bahwa
perairan besalinitas rendah terdapat pada lapisan permukaan sampai bagian atas
lapisan termoklin di selatan Selat Makassar selama puncak munson barat laut pada
periode Arlindo. Salinitas permukaan yang rendah dibawa oleh arus munson yang
mengalir ke timur dari Laut Jawa ke Laut Banda.Sepanjang aliran ini, profil
perairan Arlindo merupakan pokok dari percampuran pasang surut yang
membentuk lapisan termoklin dari Arlindo yang keluar menuju Samudera Hindia.
Skema Arlindo melewari selat-selat di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Skema Sirkulasi Arus Lintas Indonesia yang Keluar Melewati
Beberapa Selat (Atmadipoera et al., 2009)
31
2.11 Sumber Daya Perikanan Ikan Pelagis di Laut Jawa
Sumber daya perikanan Selat Makassar dimanfaatkan oleh nelayan dan
perusahaan penangkapan yang berada di kawasan Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Bali serta Jawa. Jenis-jenis
ikan pelagis kecil yang terdapat di Selat Makassar terdiri dari ikan layang,
kembung, selar, tembang, siro, julung-julung dan teri. Dari data statistik perikanan
terdapat 15 jenis ikan yang dikelompokkan ke dalam kelompok pelagis kecil dan
yang paling dominan adalah ikan layang (Gafa et al., 1993).
Jenis layang di Selat Makassar pada dasarnya tertangkap sepanjang tahun,
fluktuasi terjadi secara musiman; puncak kelimpahan ikan layang berlangsung
antara November sampai Januari. Adapun musim paceklik penangkapan layang
terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei.Terkait dengan musim ikan di Laut Jawa,
musim puncak layang di Selat Makassar lebih lambat sekitar dua bulan dibanding
dengan musim puncak kelimpahan di Laut Jawa (perairan sekitar Kepulauan
Masalembo dan Pulau Matasirih) yang berlangsung pada musim peralihan 2
(September–November). Selisih musim puncak tersebut diduga karena adanya
spawning migration dari timur Laut Jawa ke arah barat Selat Makassar. Indikasi
tersebut berdasarkan temuan Potier dan Sadhotomo (2003) bahwa adanya
pergeseran ukuran ikan layang yang berhubungan dengan tingkat kematangan
gonad ikan layang (Priatna dan Suwarso, 2008).
Kondisi perikanan tangkap pada tahun 1975–1980 di Laut Jawa
menunjukkan bahwa perikanan demersal telah memberikan tekanan pengusahaan
yang tinggi terhadap sumber daya ikan, sedangkan perikanan pelagis belum
dimanfaatkan secara intensif. Penerapan Keputusan Presiden RI No.39 Tahun
1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl dan Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI
Nomor 39 Tahun 1980 secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya perubahan
dalam komposisi hasil tangkapan yakni perikanan demersal mengalami penurunan
sekitar 38% termasuk produksi udang dan peperek yang turun 50% pada tahun
1981, sedangkan perikanan pelagisnya mengalami kenaikan sekitar 7%.
Selanjutnya pada awal 1980 nelayan beralih menggunakan alat tangkap untuk
32
pemanfaatan ikan pelagis yang dioperasikan dalam kuantitas dan kualitas yang
besar (Dwiponggo, 1983).
Ikan layang, Decapterus spp merupakan salah satu komoditi utama dari
hasil tangkapan pukat cincin di perairan utara Jawa. Hasil tangkapan rata-rata
selama periode tahun 1981–1982 di TPI Pekalongan saja mencapai 19,442 ton
atau sekitar 32% dari hasil tangkapan total ikan pelagis. Kondisi biologisnya
menunjukkan bahwa pada salah satu jenis yakni D. maruadsi matang seksual pada
ukuran 18,8 cm. Aktifitas penangkapan yang berjalan ditemui banyak ikan yang
tertangkap sebelum mencapai ukuran matang seksual. Adapun pola penambahan
anggota baru tahunan puncaknya terjadi pada dua musim yakni barat dan timur
dengan puncak tertinggi pada musim timur (Atmaja, 1983). Demikian halnya di
Selat Makassar diketahui bahwa layang merupakan tangkapan utama pukat cincin
dengan kontribusi sekitar 58%. Sedangkan perairan Selat Makassar bagian selatan
sebagai salah satu tujuan utama penangkapan ikan layang memiliki kontribusi
sebesar 43%.Adapun jenis ikan layang yang tertangkap di Selat Makassar adalah
layang (Decapterus ruselli) dan layang abu-abu (D. macrosoma) (Prasetyo dan
Suwarso, 2010).
Fluktuasi CPUE beberapa jenis ikan dari musim ke musim dan daerah
penangkapan mempunyai pola yang sama dan beberapa jenis ikan tertentu
cenderung berlawanan. Berdasarkan CPUE total tiap musim dan daerah
penangkapan sangat ditentukan oleh CPUE ikan layang. Puncak hasil tangkapan
ikan layang berlangsung pada musim peralihan II, yaitu terdapat pada perairan
sekitar Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri, sedangkan pada musim yang lain
yakni musim peralihan I dan perairan tenggara jauh lebih rendah. Pola fluktuasi
CPUE yang hampir sama terjadi pada banyar (kembung), sedangkan untuk tanjan,
siro dan bentong cenderung berlawanan. Puncak hasil tangkapan tanjan
berlangsung pada musim tenggara, terutama di perairan sebelah utara Tegal dan
Pekalongan serta Matasiri dengan hasil tangkapan terendah terjadi pada musim
peralihan I terutama di perairan sekitar Bawean dan Masalembo. Hasil tangkapan
siro tertinggi berlangsung pada musim barat, yaitu di sekitar Bawean dan
Pejantan. Hasil tangkapan terendah pada musim peralihan II, yaitu di periran
sebelah utara Tegal dan Pekalongan dan sekitar Karimunjawa. Portier dan
33
Sadhotomo (1994) dalam Atmaja dan Nugroho (1995) mendeskripsikan lokasi
penangkapan di atas yang dikelompokkan dalam perikanan pelagis kecil di utara
Jawa (Gambar 18).
Gambar 18. Daerah Penangkapan Ikan dengan Purse Seine di Laut Jawa Sampai
Tahun 1995 (Sadhotomo, 1994 dalam Atmaja dan Nugroho, 1995)
Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu
untuk melakukan ruaya, misalnya layang (Decapterus spp) dan banyar
(Rastrelliger kanagurta) yang beruaya mengikuti perubahan salinitas sehingga
ikan tersebut selalu beruaya musiman. Menurut Sujastani (1974) ikan kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) beruaya untuk memijah dari Tanjung Satai
(Kalimantan Barat) pada bulan Mei–Oktober, populasi ikan kembung musim barat
beruaya dari perairan Laut Jawa untuk memijah dan atau Laut Cina Selatan,
sedangkan populasi ikan kembung musim timur memijah di bagian timur Laut
Jawa (Laut Flores). Migrasi ikan kembung ini mengikuti corak migrasi ikan
layang yang biasanya terlambat satu atau dua minggu (Atmaja et.al., 1986).
Sampling yang dilakukan oleh Suwarso et.al (1987) dari 179 kapal purse
seine diperoleh komposisi hasil tangkapan ikan Layang yang dipisahkan menurut
daerah penangkapan dan musim di perairan Laut Jawa. Hasil analisis
menunjukkan bahwa semakin ke arah timur daerah penangkapan jumlah
(persentase) layang deles yang tertangkap semakin banyak dan sebaliknya
34
semakin ke arah barat layang biasa yang semakin banyak. Terdapat
kecenderungan naiknya CPUE ikan layang dengan semakin jauhnya daerah
penangkapan. Disebutkan juga bahwa pada setiap musim nelayan lebih banyak
menagkap ikan di perairan sekitar Masalembo dan Matasirih (kira-kira 21,8% dan
30,9%), sedangkan di empat daerah penangkapan lainnya (perairan sebelah utara
Tegal dan Pekalongan, sekitar Kepulauan Karimunjawa dan sekitar Pulau
Bawean) sekitar 47,3%. Dengan demikian kenaikan hasil tangkapan layang
disebabkan oleh kenaikan hasil tangkapan layang deles, dimana ini telah
mengakibatkan perubahan komposisi dari layang.
Pukat cincin mini (mini purse seine) juga merupakan jenis alat tangkap ikan
pelagis kecil di Laut Jawa dengan daerah penangkapan tersendiri. Armada
penangkapan yang berbasis di Eretan Wetan beroperasi di sekitar Pulau Biawak
dan utara Blanakan dengan jarak 2-3 jam berlayar dari pangkalan. Di daerah
Pekalongan, nelayan umumnya beroperasi di sekitar perairan utara Pekalongan
hingga sekitar 3-7 jam. Di daerah Banyutowo sebagian besar dilakukan di utara
Tanjung Mandalika, Jepara dan timur Tayu. Terdapat juga di daerah Tasik Agung
(Rembang) dan Sarang, Lasem, Bonang dan Juana.Armada yang berbasis
pendaratan di Kranji beroperasi dari kawasan pantai hingga perairan di utara
Madura dan sekitar Pulau Bawean (Atmaja dan Nugroho, 1999).
Komposisi hasil tangkapan pukat cincin mini di perairan utara Pekalongan
yakni kelompok ikan Sardinella spp. menempati urutan pertama, diikuti R.
brachysoma, Selar spp., Auxis sp., Trichiurus spp., Scomberomorus spp., Fornio
nigerdan Squid. Variasi spasial temporal, kelompok ikan Sardinella spp.
memperlihatkan kelimpahan yang tinggi pada musim Timur (Juni-Agustus) dan
musim peralihan timur ke musim barat (September-November). Pada musim
peralihan, ikan ini digantikan oleh kembung (R. brachyosoma) dan bentong (S.
crumenophthaimus) (Atmaja dan Nugroho, 2000).
Sumber daya ikan pelagis di perairan Laut Jawa terdiri dari komunitas ikan
pelagis pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta, Selar
spp.),
ikan
pelagis
neritik
dan
oseanik
(Decapterus
russelli,
Selar
35
crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Decapterus acrosoma, Amblygaster
sirm, Megalaspis cordyla, Scombemorus spp., Auxis thazard). Kelompok jenis
ikan Layang (Decapterus spp.) merupakan komponen utama di perairan ini,
dominasi jenis ikan ini terjadi pada daerah penangkapan yang dipengaruhi oleh
massa air bersifat oseanik. Penyebaran ikan pelagis berdasarkan hasil tangkapan
pukat cincin menunjukkan konsentrasi ikan pelagis berada di bagian timur Laut
Jawa (Atmaja et al., 2003).
Nugroho (2006) mengemukakan bahwa seiring dengan dinamika perikanan
pukat cincin, produksi ikan layang terus meningkat dengan puncak pada tahun
1985 mencapai sekitar 54.000 ton atau 107.000 ton berdasarkan pada statistik
perikanan, kemudian menurun sangat tajam mencapai 21.000 ton pada tahun
1988. Sejak tahun 1989, produksi ikan layang meningkat kembali dan mencapai
puncak produksi pada tahun 1995. Berdasarkan pada statistik perikanan Indonesia,
sejak tahun 1988 sampai dengan 1997 trend produksi cenderung terus meningkat.
Sadhotomo (1998) mengatakan bahwa produksi ikan berdasarkan pada statistik
perikanan Indonesia cenderung meningkat sekitar 4 sampai dengan 10% per
tahun, apapun kondisi perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2004)
memperlihatkan perkembangan produksi perikanan ikan laut meningkat rata-rata
5,4% selama kurun waktu tahun 2001 sampai dengan 2003. Sebaliknya realitas
perikanan memperlihatkan bahwa produksi ikan layang yang berasal dari
perikanan pukat cincin cenderung terus menurun sebelum ekspansi daerah
penangkapan ikan layang (D. russelli) merupakan proporsi terbesar (>70%) dari
ke-2 jenis ikan layang (D. russelli dan D. macrosoma) yang tertangkap di Laut
Jawa dan sekitarnya. Peningkatan biomassa ikan layang seharusnya diikuti dengan
kenaikan hasil tangkapan per satuan upaya. Situasi perikanan pukat cincin saat ini
memperlihatkan hasil tangkapan terus menurun dan rata-rata hari operasi
penangkapan terus naik, walaupun kemampuan tangkap cenderung meningkat.
Hal ini menunjukkan nelayan semakin sulit mencari gerombolan ikan. Dari
kenyataan tersebut menunjukkan kondisi biomassa ikan layang berlanjut menurun
atau pulih stok bersifat semu (quasi recovery). Indikasi sangat nyata telah
36
dijumpai bahwa setelah tahun 1992, tingkat eksploitasi telah melampaui hasil
tangkapan lestari (marginal sustainable yield).
Pengamatan terkini mengenaimusim dan daerah penangkapan oleh
Chodriyah dan Hariati (2010) diperoleh bahwa musim penangkapan ikan layang
(Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus, ikan siro dan selar bentong pada
bulan Desember, ikan kembung banyar bulan September dan ikan tembang atau
juwi bulan Juni. Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan
sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa (utara Tegal dan
Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean),
perairan Laut Cina Selatan (Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan)
dan perairan Selat Makassar (Lumu-lumu, Lari-larian, dan Kota Baru)
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 19.
Prediksi musim pemijahan layang deles (Decapterus macrosoma) yang
dilakukan
oleh
Atmaja
dan
Sadhotomo
(2005)
menemukan
bahwa
berlangsungnya sepanjang tahun, bukan ikan tetapi juvenil ikan memasuki masa
penangkapan ketika dimulainya proses rekruitmen. Terdapat dua kelompok
rekruitmen di Laut Jawa. Kelompok utama rekruitmen memasuki penangkapan
sepanjang munson tenggara (Juni–Juli) dan kelompok kecil berlangsung pada
November. Berdasarkan kalkulasi mundur dari usia kelompok termuda di
rekruitmen utama, dapat disimpulkan bahwa rekruitmen tidak diturunkan dari ikan
dewasa yang mendiami daerah tersebut sepanjang tahun. Puncak kematangan ikan
yang mendiami Laut Jawa terjadi pada Juni–Juli, dan puncak musim pemijahan
dapat berlangsung antara Juli–November sedangkan perkiraan pemijahan untuk
rekruitmen utama berlangsung sekitar November. Dalam pengamatannya hampir
tidak ditemukan adanya indikasi sampel yang mengalami kematangan dan
memijah pada daerah pemijahan di Laut Jawa (minimal tidak berada pada daerah
penangkapan armada purse seine).
37
Gambar 19. Daerah Penangkapan Ikan di Laut Jawa dalam Kurun Waktu 20022007 (Atmaja dan Sadhotomo, 2005)
2.12 Interaksi Sumberdaya Ikan dengan Faktor Iklim dan Oseanografi
Pola angin
munson
sangat
nyata berpengaruh
terhadap
kegiatan
penangkapan dan keberadaan ikan di Laut Jawa.Pada munson timur, ikan yang
bersifat stenohaline banyak tertangkap, seperti layang (Decapterus macrosoma
dan D. russelli), banyar (Rastrelliger kanagurta) dan siro (Ambligaster sirm).
Pada angin munson barat, ikan yang bersifat euryhaline mendominasi hasil
tangkapan seperti kembung (Ratrelliger brachysoma) dan juwi (Sardinella spp.)
(Haidenberg, 1938; Beck dan Sudrajat, 1978); Atmaja dan Ecoutin, 1995; dan
Hariati et al., 1995). Berdasarkan cluster analysis hasil tangkapan pukat cincin,
sediaan ikan layang deles (D. macrosoma) dan siro (A. sirm) tergolong bersifat
stenohaline, hidup dekat continental shelf edge dan tertangkap pada setiap akhir
tahun (Sadhotomo and Potier, 1995 dalam Atmaja dan Nugroho, 1995). Tingkat
pemanfaatan sediaan masing-masing spesies tersebut berbeda satu dengan dengan
lainnya.Coastal dan neritic species misalnya D. ruselli, Sardinella spp., bentong
(Selar crumenopthalmus) telah dieksploitasi mendekati lebih tangkap, sedangkan
oceanic species misalnya D. macrosoma, R. kanagurta dan A. sirm masih dapat
38
ditingkatkan (Sujastani, 1978; Nurhakim et al, 1995; Sadhotomo dan Potier, 1995
dalam Atmaja dan Nugroho, 1995).
Variabilitas beberapa ikan pelagis (D. russelli, D. macrosoma, R.
kanagurta) berasosiasi dengan perubahan salinitas massa air yang datang dari
Laut Flores dan Selat Makassar pada musim kemarau (Hardenberg, 1938).
Kelompok ikan coastal seperti Auxis sp., Sardinella sp., Teri (Steloporus spp. dan
Encraicholine spp.) dan juvenil ikan pelagis berasosiasi dengan perubahan suhu.
Dua jenis ikan yang mempunyai respon berbeda terhadap lingkungan
digambarkan oleh hasil tangkapan ikan layang dan juwi di perairan utara BonangSarang, pada musim peralihan dari musim timur ke musim barat (SeptemberNopember) sebagian besar hasil tangkapan pukat cincin didominasi oleh ikan
layang, pada musim timur (Maret-Mei) ikan juwi menggantikan ikan layang
(Atmaja dan Ecoutin, 1995 dalam Atmaja et al., 2003). Potier (1998) dalam
Atmaja et al. (2003) juga menyatakan bahwa stok ikan pelagis sangat peka
terhadap perubahan lingkungan, terutama penyebaran salinitas secara spasial yang
dibangkitkan oleh dua angin munson barat laut dan tenggara. Pada tahun basah
(curah hujan di atas normal) akan mengurangi penetrasi ikan-ikan yang bersifat
oseanik menurun di bagian timur Laut Jawa. Hubungan hasil tangkapan dengan
salinitas permukaan menunjukkan berkorelasi positif dan hasil tangkapan
berkorelasi negatif dengan curah hujan. Hasil survei akustik menerangkan
kelimpahan dan sebaran spasial kelompok ikan.
Perubahan keberadaan dan kelimpahan kelompok ikan tersebut terlihat
bahwa pengelompokan ikan di bagian tengah cenderung menghilang pada bulan
Desember dan Februari. Dengan menghubungkan adanya perubahan karakteristik
lingkungan yang dicirikan oleh adanya perubahan profil suhu dan salinitas pada
ketiga waktu tersebut maka dapat diketahui setidaknya kondisi lingkungan pada
bulan Oktober relatif homogen sehingga stok kelompok ikan cenderung tersebar
merata dengan nilai reverberasi yang tinggi. Pergeseran kelompok ikan ke arah
timur diduga sebagai akibat dari pengaruh penurunan salinitas akibat dari
masuknya pengaruh massa air salinitas rendah hingga menyebabkan kondisi
lingkungan dalam keadaan tidak homogen. Kondisi ini diduga merupakan salah
satu faktor utama di mana pada ikan kelompok jenis oseanik layang deles (D.
39
macrosoma) dan kembung lelaki (R. kanagurta) cenderung bergerak ke arah timur
mengikuti pergerakan massa air bersalinitas tinggi. Perubahan musimam
karakteristik lingkungan di Laut Jawa tersebut telah diterangkan oleh Wyrtki
(1958) dan Durand dan Petit (1995) dalam Atmaja et al.(2003) di mana secara
umum dikatakan bahwa perubahan musim di Laut Jawa dicirikan oleh adanya
perubahan suhu, salinitas serta arah angin dan pola arus yang berbeda pada dua
musim utama yaitu musim barat dan timur.
Analisis parameter-parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, dan
konsentrasi klorofil-a menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
mnunjukkan bahwa variabilitas parameter-parameter oseanografi di Laut Jawa
secara kuat dipengaruhi pergerakan angin munson. Pada periode musim angin
muson tenggara, suhu permukaan laut di Laut Jawa lebih rendah, namun salinitas
meningkat dan sebaliknya terjadi pada saat musim muson barat laut. Konsentrasi
klorofil-a di bagian barat Laut Jawa relatif sama pada kedua musim, tetapi di
bagian timur Laut Jawa, konsentrasi klorofil-a meningkat pada musim barat.
Selain pengaruh angin muson, perubahan iklim global ENSO juga terlihat
mempengaruhi parameter suhu dan konsentrasi klorofil-a.Pada saat ENSO, terjadi
anomali negatif suhu permukaan laut yang menurun sampai dengan mencapai
suhu 25,3oC, sebaliknya di bagian timur Laut Jawa terjadi anomali positif
konsentrasi klorofil-a. Variasi parameter-parameter oseanografi yang terjadi di
Laut Jawa baik yang berhubungan dengan perubahan musim maupun iklim global
berpengaruh terhadap distribusi, dengan kelimpahan ikan. Oleh karena itu, data
parameter-parameter oseanografi yang secara terus menerus diamati khususnya
dari citra satelit sebaiknya digunakan sebagai informasi untuk pengelolaan sumber
daya ikan secara optimal dan lestari di Laut Jawa (Gaol dan Sadhotomo, 2007).
Data target strength menunjukkan bahwa rata-rata ukuran ikan pelagis yang
terdeteksi di perairan pantai utara Jawa bagian timur adalah 10 sampai dengan 56
cm. Ukuran ikan di daerah lepas pantai lebih kecil dibanding daerah dekat pantai.
Pada musim peralihan, kondisi suhu dan salinitas perairan relatif homogen
sehingga faktor tersebut kurang signifikan terhadap distribusi keadaan ikan.
Diduga faktor lingkungan lain seperti faktor biologi dan kimia berperan dalam
pola penyebaran ikan pelagis kecil di perairan ini. Di Laut Flores dan sekitar
40
pulau-pulau Sunda, densitas ikan tertinggi pada stratum 10 sampai dengan 50 m
dengan ukuran 10 sampai dengan 20 cm terutama di bagian lahan marginal seperti
sekitar selat dan kepulauan. Selain merupakan lapisan tercampur di mana kondisi
suhu dan salinitas relatif stabil pada kedalaman 10 sampai 50 m, lahan marginal
merupakan daerah subur tempat pertemuan 2 massa air yang berbeda yang
membentuk front diharapkan merupakan tempat berkumpul ikan. Lapisan
termoklin yang bersifat lemah berada di bawah 50 m, hal ini mempengaruhi
densitas ikan yang semakin rendah pada kedalaman lebih dari 50 m. Ikan pelagis
yang berada pada lapisan termoklin mempunyai ukuran yang lebih besar yaitu 14
sampai dengan 40 cm. Pada musim yang sama, rata-rata kepadatan dan ukuran
ikan pelagis kecil di wilayah timur lebih rendah daripada sebelah barat (Priatna
dan Natsir, 2007).
2.13 Sintesa (Review) Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan beberapa hasil studi literatur (tinjauan pustaka) seperti yang
ditelah berikan pada bab tinjauan pustaka (Bab 2), maka dapat disusun sintesa
sebagai berikut :
1. Laut Jawa merupakan wilayah perairan yang menjadi daerah penangkapan
(fishing ground) beberapa ikan pelgias kecil, seperti ikan layang, banyar, juwi,
bentong, selar, dan ikan lemuru. Ikan layang merupakan jenis ikan pelagis yang
paling dominan. Pada musim timur didominasi oleh ikan berkarakter
stenohaline karena pada saat ini terjadinya musim kemarau akan meningkatkan
salinitas permukaan laut. Sebaliknya ditemukan bahwa pada musim barat jenis
ikan yang ditemukan adalah yang berkarakter euryhaline karena menurunnya
salinitas perairan. Di samping itu terlihat adanya pergeseran lokasi
penangkapan berdasarkan musim. Demikian juga terhadap parameter
oseanografi lainnya, setiap jenis ikan memiliki preferensi hidup yang berbedabeda (Atmaja et al., 1986; Suwarso et al., 1987; Atmaja dan Nugroho, 1995).
Kondisi ini menggambarkan kekhasan yang terjadi pada kedua perairan
tersebut dalam membentuk karakteristik lingkungan jenis ikan yang berasosiasi
di dalamnya.
41
2. Bahwa pengaruh faktor lingkungan yang disebabkan oleh interaksi Selat
Makassar dan Laut Jawa ini telah mengakibatkan adanya perbedaan pola
sebaran jenis ikan baik secara spasial maupun temporal. Jenis ikan yang
tertangkap menunjukkan bahwa Di perairan Laut Jawa, salinitas permukaan
laut berfluktuasi yang sangat kuat pada periode musiman (tahunan) dan antar
tahunan. Terdapat keterkaitan antara sirkulasi massa air Laut Jawa dengan
sirkulasi massa air dari laut atau selat sekitarnya, seperti Selat Makasar pada
musim timur (Southeast monsoon) dan Selat Karimata pada musim barat
(Northwest monsoon). Di perairan Laut Jawa, terjadi variabilitas salinitas
permukaan Laut Jawa, yaitu massa air dengan salinitas maksimum (S-maks)
pada musim timur (musim kemarau) dan massa air salinitas minimum (S-min)
pada musim barat (musim hujan). S-maks pada musim timur berhubungan
dengan sirkulasi massa air Selat Makasar (Sirkulasi Arlindo), sedangkan S-min
pada musim hujan berhubungan dengan presipitasi (curah hujan) langsung di
Laut Jawa dan curah hujan di daratan (Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan)
memasuki Laut Jawa melalui sungai-sungai di sekitar Laut Jawa. Namun
demikian, belum ada studi literatur yang mengkaji secara khusus tentang
keterkaitan antara fluktuasi salinitas musiman (tahunan) dan antar tahunan baik
secara spasial maupun temporal.
3. Variabilitas atau fluktuasi hasil tangkapan (CPUE) beberapa ikan pelagis kecil
di Laut Jawa, terutama ikan–ikan yang dominan, seperti ikan layang
(Decapterus spp) dan ikan banyar (R. kanagurta) berasosiasi dengan perubahan
salinitas massa air yang datang dari Selat Makassar dan Laut Flores pada
musim timur (musim kemarau) dan pada musim barat (musim hujan) berasoasi
Selat Karimata pada musim kemarau. Namun demikian belum ada studi
literatur yang mengkaji secara lebih mendalam keterkaitan antara CPUE ikan
yang dominan (ikan layang dan banyar) dengan fluktuasi salinitas permukaan
Laut Jawa.
4. Berdasarkan beberapa hasil studi literatur dari bahwa penyebaran ikan-ikan
pelagis kecil di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh salinitas massa air,
terutama jenis ikan pelagis yang dominan (ikan layang dan banyar). Oleh
karena ini diperlukanan kajian yang lebih mendalam tentang fluktuasi salinitas
kaitannya dengan sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa.
42
2.13.1 Penyebaran/Daerah Penangkapan
Daerah penangkapan ikan pelagis telah menyebar hampir seluruh Paparan
Sunda dan bagian timur Laut Jawa (Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri) sampai
bagian selatan Laut Natuna (sekitar Pulau Pejantan dan Kepulauan Natuna)
sejalan dengan investasi kapal baru yang lebih besar (>80 GT) pada tahun
1982/1983. Sekarang, perikanan pukat cincin telah mengeksploitasi sumber daya
ikan pelagis di sembilan daerah penangkapan dari sekitar perairan Pulau Pejantan
dan Kepulauan Natuna (bagian Laut Natuna) sampai ke sekitar Perairan
Balikpapan (bagian barat Selat Makasar). Berdasarkan hasil analisa hirarki
terhadap variasi komposisi hasil tangkapan pukat cincin besar, daerah
penangkapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat zona penangkapan
(Potier, 1998), yaitu I. Pantai utara Jawa Tengah (utara Tegal–Kepulauan,
Karimunjawa), II. Bagian timur Laut Jawa (Pulau Bawean, Kepulauan
Masalembo, Pulau Kangean dan Pulau Matasiri), III. Bagian barat Selat Makassar
(Pulau Samber Gelap, Pulau Lumu-lumu, Pulau Lari-larian) dan IV. Laut Natuna.
Definisi Laut Jawa dan sekitarnya dalam buku ini adalah perairan yang meliputi
Laut Jawa sampai bagian barat Selat Makassar.
2.13.2 Komposisi Jenis
Pemanfaatan sumber daya ikan pelagis di Laut Jawa terdiri dari komunitas
ikan pelagis pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma, Dusumieria acuta,
Selar spp.), ikan pelagis neritik dan oseanik (D. russelli, D. macrosoma, Selar
crumenophthalmus, R. kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis cordyla,
Scombermorus spp., Auxis thazard). Lima spesies utama hasil tangkapan kapal
pukat cincin, yaitu: ikan layang (D. russeli dan D. macrosoma), bentong (S.
crumenophthalmus), banyar (R. kanagurta), siro (A. sirm) digunakan sebagai data
dasar analisa. Berdasarkan data pendaratan diketahui bahwa kelompok jenis ikan
pelagis kecil didominasi (50%) oleh ikan layang diikuti oleh jenis kembung (15%)
dan siro (11%) sebagai “latent stock” di kawasan tropis.
Berdasarkan sintesa dari hasil penelitian terdahulu tersebut, maka disertasi
ini disusun untuk mengetahui dan mengkaji hal-hal (sesuai dengan tujuan
penelitian), sebagai berikut:
1. Variabilitas salinitas permukaan laut (5 m) musiman atau tahunan dan
antar tahunan secara spasial maupun temporal di perairan Laut Jawa,
disajikan pada BAB 4.
43
2. Mengkaji fluktuasi musiman dan antar tahunan hasil tangkapan per unit
upaya (CPUE) dan perubahan komposisi spesies ikan pelagis kecil pada
setiap fishing ground di Laut Jawa, disajikan pada BAB 5.
3. Mengkaji hubungan fluktuasi salinitas permukaan laut dan beberapa jenis
ikan pelagis kecil yang dominan di Laut Jawa, disajikan pada BAB 5.
44
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., dan Susanto, R. Dwi. 2003. Indentification of Three Dominant
Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea
Surface Temperature. International Journal of Climatology. 23:14351452.
Atmadipoera A, R Molcard, Madec G, S Wijffels, Sprintall J, A Koch-Larrouy, I.
Jaya, dan A Supangat. 2009. Characteristics and variability of the
indonesian throughflow water at the outflow straits. Deep-Sea Res I 56
1942-1954.
Atmadipoera, A.S dan I.W. Nurjaya, 2011. Seasonal Variation of Salinity in the
Java Sea, and its Link to Makassar ITF.
Atmaja S.B. 1983. Matang seksual dan pola penambahan anggota baru ikan
layang (Decapterus meruadsi, Temminck dan Schlegel). Laporan
Penelitian Perikanan Laut. No.29. Balai Penelitian Perikanan Laut.
Jakarta.
Atmaja S.B, Suwarso, dan Nurhakim S. 1986. Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Menurut Musim dan Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. (36).
Atmaja, S.B and Ecoutin, J.M. 1995. Mini purse seine fisheries in north coast of
Java waters. Paper presented at the Fourth Asian Fisheries Forum,
Beijing. 16-20 October.
Atmaja S.B dan D Nugroho. 1995. Aspek reproduksi ikan layang deles
(Decapterus macrosoma) dan siro (Amblygaster sirm) sebagai
pertimbangan dalam pengelolaannya di Laut Jawa. JPPI. 1(3).
Atmaja S.B dan D Nugroho. 1999. Perikanan pukat cincin mini di Pantai Utara
Jawa: daerah operasi, aktivitas penangkapan dan hasil tangkapan. JPPI.
5(4).
Atmaja S.B, D Nugroho, Suwarso, Hariati T dan Mahisworo. 2003. Pengkajian
stok ikan di WPP Laut Jawa. Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan
Laut Indonesia, Jakarta 23-24 Juli 2003. Pusat Riset Perikanan
Tangkap-Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Atmaja S.B dan B Sadhotomo. 2005. Study on the reproduction of “layang deles”
shortfin scad (Decapterus macrosoma) in the Java Sea. Indonesian
Fisheries Research Journal. (11).
Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Musim Penangkapan Ikan di Indonesia.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 116 p.
Chodriyah U dan T Hariati. 2010. Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut
Jawa. JPPI. 16(3).
45
Durand, J.R. dan D. Petit. 1995. The Java Sea Environment. Dalam : Potier dan S.
Nurhakim, editor : Biodynex .Seminar Biology, Dynamics and
Exploitation of small Pelagic in Java Sea. Jakarta, 21-25 March 1994.
EEC/AARD/ ORSTOM. 15- 123.
Dwiponggo A. 1983. Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut di Laut Jawa.
Laporan Penelitian Perikanan Laut (Marine Fisheries Research Report)
No.28. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Gafa B, S Bahar dan Karyana. 1993. Potensi Sumber Daya Perikanan di Perairan
Laut Flores dan Selat Makassar. JPPL. (72).
Gaol J.L dan B Sadhotomo. 2007. Karakteristik dan Variabilitas ParameterParameter Oseonografi Laut Jawa Hubungannya dengan Distribusi
Hasil Tangkapan Ikan. JPPI. 13(3).
Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow.
J. Pys. Oceanogr. 18(4): 15-27
Gordon A.L, RD Susanto dan Vranes K. 2003. Cool Indonesian Throughflow as a
Consequence of Restricted Surface Layer Flow. Nature, 425: 824-828.
Hardenberg, J.D.F. 1938. Theory on the Migration of layang (Decapterus spp.) in
the Java Sea. Med. Inst. Zeevisscherji, Batavia, 124-131.
Hariati, T., M.W. Maria., Suwarso., D. Krissunari. 1995. North Coast of Java
Fisheries : Preliminary Observations on Small Seine nets Exploitation.
In : Potier and Nurhakim (Eds.): Biology, Dynamic and Exploitation
(BIODYNEX). AARD/ORSTOM. 185-194
Hendiarti, N., Suwarso, Aldrian, E., Amri, K., Andiastuti, R., Sachoemar, S. I.,
dan Wahyono, I. B . 2005. Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch .
Oceanogr Cont. 18(4):112-123
Hidayati, 2004. Analisis Arlindo di Perairan Indonesia Bagian Barat Akibat
Interaksi ENSO, Monsun dan Dipole Mode.
Illahude A.G. 1970. On The Occurance of Upwelling in Southern Makassar Strait.
Mar Res Indone. 10: 81-107.
Illahude, A.G. and A.L. Gordon, 1996. Thermocline stratification within the
Indonesian Seas, Journal of Geophysical Research. Vol. 101, No. C5, p
12,401-12,409
Laevastu T dan I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Book Ltd.
London.
Laevastu T dan M.L Hayes. 1981. Fisheries Oseanography and Ecology. Fishing
News Book. Farhan-Surrey-England.
Makarim, S, Weidong, Y, and T. R Adi, 2011. The Positive Indian Ocean Dipole
and The Negative Indian Ocean Dipole indicated by Sea Surface
Temperature Anomaly Analysis from satellite and mooring data.
International Seminar of Marine on Implications of Climate Change in
46
the Coral triangle Iniatives (CTI) Region, Udayana University–BROK,
Bali.
Marra, J. dan Susanto, R. D. 2005. Effect of the 1997/1998 El Nino on
Chlorophyll a Variability Along the Southern Coasts of Java and
Sumatera. Oceanography Content. 18(4):124-127.
Miyama, T., T. Awaji, K. Akitomo, and N. Imasato. A Lagrangian approach to the
seasonal variation of salinity in the mixed layer of the Indonesian Seas,
Journal of Geophysical Research. Vol. 101, No. C5, p 12,265-12,285.
Nasrullah, 2011. Perubahan Iklim dan Trend Data Iklim. http:/www.bmkg.go.id
Neuman, G. and W. J. Pierson. 1966. Principles of Physical Oceanography.
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
Nugroho D. 2006. Kondisi Trend Biomassa Ikan Layang (Decapterus spp.) di
Laut Jawa dan Sekitarnya. JPPI. 12(3).
Nurhakim, S. 1995. Population Dynamics of Ikan Banyar. dalam : Potier dan S.
Nurhakim, editor : Biodynex. Seminar Biology, Dynamics and
Exploitation of Small Pelagic in Java Sea. Jakarta, 21-25 March 1994.
EEC/AARD/ORSTOM. 109-123.
Nurhakim, S., S. Banon., M. Potier., and T. Boely. 1987. Study on the Big Purse
Seiners Fishery in the Java Sea (II. Evoluation and Structure of the
Javanese Purse Seiners Fleet). JPPL no. 40 Th. 1987. BPPL. Jakarta.
Nybekken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Biologis. Terjemahan.
Penerbit PT Kgedia. Jakarta. Ltd. Edition.
Pariwono J.I, A.G. Ilahude, dan M. Hutomo. 2005. Progress in oceanography of
the Indonesian Seas. Oceanogr Cont. 18(4):42-49
Philander, S. G. H. 1990. Elnino, La Nina, and the Southern Oscillation.
Academic Press. Inc. New York, NY.
Potemra, J. T. 2005. Indonesian Throughflow Transport Variability Estemated
From Satellite Altimetry. Oceanogr Cont. 18(4):98-107.
Potier, M., dan B. Sadhotomo. 1995. Seiner Fisheries in Indonesia, BIODYNEX
of the Small Pelagic Fishes in the Java Sea, Jakarta, 49-66.
Potier. M. 1998. Pêcherie de laying et senneurs semi industriels Javanais:
Perspective historique et approche systême. Phd Theis, Universitê de
Montpellier II, 280p.
Potier, M. dan B. Sadhatomo.2003. BIODYNEX 2nd Edition : Exploratory
Scheme for the Recruitment and Migration of the Main Pelagic Species.
The Agency for Marine and Fisheries Research, Ministry of Marine
Affairs and Fisheries. 155-168.
Prasetyo A.P dan Suwarsono. 2010. Produktifitas Primer dan Kelimpahan Ikan
Layang (Decapterus spp.) Hubungannya dengan Fenomena ENSO di
Selat Makassar Bagian Selatan. JTMPL. 1(2).
47
Priatna A dan M Natsir. 2007. Distribusi Kepadatan Ikan Pelagis di Perairan
Pantai Utara Jawa Bagian Timur, Pulau-Pulau Sunda dan Laut Flores.
JPPI. 13(3).
Qu, T., Y. Du., J. Strachan, G. Meyer, dan J. Slingo . 2005. Seasonal Variation of
Pelagic Fish Catch . Oceanogr Cont. 18(4):50-61.
Robertson, R., dan A. Ffield. 2005. M 2 Baroclinic Tides in the Indonesian Seas.
Oceanogr Cont. 18(4):112-123
Sadhotomo, G. dan Durand, J. R. 1996. General Features of Java Sea Ecology.
Proceeding of Acoustics. 43-54.
Saji, N. H., B. H. Goswami, P. N. Vinayachandran, T. Yamagata. 1999. A dipole
mode in the tropical Indian Ocean. Nature, 401 (1371): 360-363.
Soeriaatmadja, R.E. 1956. Seasonal Fluctuations in the Surface Salinity of the
North Coast of Java. Mar. Res. Indonesia. 1:1-19.
Soeriaatmadja, R. E., 1957. The Coastal Current South of Java. Mar. Res. In
Indo., No. 3 : 41-45.
Sofian I, K Kozai dan Ohsawa T. 2007. Investigation on the Relationship
between Wind-Induced Transport and Mean Sea Level in the Java Sea
Using an Oceanic General Circulation Model. UMITOSORA, in press.
Sujastani, T. 1974. Dinamika populasi ikan kembung di Laut Jawa LPPL No. 1
Tahun 1974 Hal. 30 – 64.
Sujastani, T. 1978. Perhitungan Besarnya Stock Sumber-sumber Perikanan di
Laut Jawa berdasarkan Data Statistik Perikanan Daerah. Simposium
Modernisasi Perikanan Rakyat.
Sukoraharjo, S. 2007. Kajian Klorofil-a dan Nutrien serta Interrealsinya dengan
Dinamika Massa Air di Perairan Barat Sumatera dan Selatan JawaSumbawa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Susanto, D., dan J. Marra . 2005. Effect on the 1997/1998 El Nino on Chlorophyll
a Variability Along the Southern Coasts of Java and Sumatra .
Oceanogr Cont. 18(4):124-127.
Suwarso, S.B Atmaja, dan Wahyono M. 1987. Perkembangan Komposisi Ikan
Layang (Decapterus spp.) dari Hasil Tangkapan Pukat Cincin Menurut
Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. (38).
Tubalawony, S. 2007. Kajian Klorofil-a dan Nutrien serta Interrealsinya dengan
Dinamika Massa Air di Perairan Barat Sumatera dan Selatan JawaSumbawa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Veen, P. 1953. Prelimenary charts of the Indonesian Archipelago and Adjacent
Waters. Org. Sci. Res. Indonesia, 17. 46 p.
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga
Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of
California. La Jolla. California. 195 p.
3. METODOLOGI UMUM
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di perairan utara Laut Jawa-Madura yakni pada area antara
108° BT-115 °BT dan 7° LS-5° LS, merupakan wilayah fishing ground ikan pelagis
kecil (Gambar 20). Kajian fluktuasi salinitas permukaan laut di perairan Laut Jawa
pada periode Januari 1994-Desember 2010, sedangkan kajian fluktuasi sumberdaya
ikan pelagis dilakukan untuk periode Januari 1990–1995. Pengolahan data dilakukan
di laboratorium Oseanografi Fisika, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK
IPB.
Gambar 20. Lokasi penelitian dan pembagian Wilayah Penangkapan Pukat Cincin
(fishing ground ikan pelagis kecil) di Laut Jawa
3.2
Bahan dan Metode
Data salinitas permukaan laut yang digunakan pada penelitian ini adalah data
10 harian hasil model assimilasi yang berasal dari Estimating Circulation and
Climater of Ocean (ECCO) pada kedalaman 5 meter pada Laut Jawa, periode dari
bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 2010, dengan resolusi spasial 1o x 1o
dalam format NetCDF.
50
Titik-titik stasiun data observasi salinitas di Laut Jawa, untuk validasi data
model, disajikan pada Gambar 21, dan Gambar 22 adalah menunjukkan hubungan
(model regresi linier) yang relatif besar (R2 = 51,50 %) antara data observasi (x) dan
data salinitas model (y) yang digunakan (ECCO).
Salinitas Model (PPT)
Gambar 21. Titik Stasiun Data Observasi Salinitas pada Laut Jawa
Hubungan Salinitas Observasi & Model
33,5
33,4
33,3
y = 0,2153x + 26,041
33,2
R² = 0,5155
33,1
33
32,9
32,8
32,7
32,6
30,00
31,00
32,00
33,00
34,00
Salnitas observasi (PPT)
Gambar 22. Hubungan Salinitas Observasi dan Model
51
Adapun penyimpangan besar data observasi salinitas pada bulan Januari
(Gambar 23), diduga disebabkan observasi salinitas dilakukan di perairan dekat
pantai (Teluk Jakarta dan sekitarnya), dimana banyak dipengaruhi oleh limpasan
daratan (run off) dan sungai-sungai.
Gambar 23. Validasi Data Salinitas Observasi Dengan Model Assimilasi
Tabel 1. Data Salinitas Observasi Dengan Model Assimilasi
Bulan Salinitas Model StDev Salinitas Data StDev
Jan
32.89
0.24
30.99
1.51
Feb
32.94
0.3
31.88
1.02
Mar
32.98
0.31
32.35
0.82
Apr
32.83
0.33
32.35
0.49
May
32.77
0.37
32.24
0.74
Jun
32.94
0.28
32.83
0.21
Jul
33.19
0.33
32.8
0.09
Aug
33.39
0.41
33.17
0.93
Sept
33.44
0.39
33.57
0.94
Oct
33.38
0.33
33.95
0.5
Nov
33.22
0.27
32.53
2.31
Des
33.01
0.21
33.41
0.6
52
Data angin yang bersumber dari ECMWF (Europen Centre for Medium Range
Forcase)
dalam
periode
dari
Januari
1994–Desember
2010
diunduh
dari www.ecmwf.int. Data angin terdiri dari data bulanan rata-rata komponen timurbarat (zonal) dan komponen utara selatan (meridional) angin, pada ketinggian 10
meter di atas permukaan laut, dari Januari 1994–Desember 2010 dengan resolusi
spasial 2,5o x 2,5o dalam format NetCDF.
Data hasil tangkapan ikan pelagis kecil adalah data hasil tangkapan per satuan
upaya (CPUE) di daerah penangkapan di perairan Laut Jawa, hasil penelitian Balai
Penelitian Perikanan Laut (BPPL) dari tahun 1990–1995. Pengumpulan data hasil
tangkapan dilakukan berdasarkan data pendaratan di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pekalongan pada periode Januri 1990 sampai dengan Desember 1995 (lima tahun)
yang di katagorikan menjadi 7 daerah
penangkapan (fishing ground).
Pengelompokan fishing ground ikan, disamping jaraknya yang relatif berdekatan juga
didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perairan di daerah-daerah tersebut relatif sama
(Amin dan Suwarso, 1990).
Daerah penangkapan adalah di perairan Laut Jawa yang dibagi menjadi tujuh
daerah penangkapan (fishing ground), yaitu (I) di perairan utara Tegal-Pekalongan,
(II) Kepulauan KarimunJawa, (III) Pulau Bawean, (IV) Pulau Masalembo-Masalima,
(V) Matasiri-Matalima, (VI) perairan bagian selatan Selat Makasar, dan (VII)
perairan Pulau Kangean (Gambar 20).
3.3
Analisis Data
Pola sebaran angin setiap bulan dikaji dengan melihat arah dan kecepatannya.
Data Vektor angin untuk setiap komponen yang diperoleh dari tahun Januari 1994–
Desember 2010 selanjutnya dirata-ratakan kecepatan dan arahnya setiap komponen
angin, dilakukan untuk setiap titik pengamatan pada bulan-bulan yang sama.
Hasil analisis kecepatan dan arah tiupan angin kemudian ditampilkan dalam
bentuk gambar sebaran angin dengan bantuan perangkat lunak Ocean Data View
(ODV). Pola sebaran dan fluktuasi salinitas permukaan laut (5 m) setiap bulan dikaji
53
secara spasial dan temporal dengan cara melakukan perataan data salinitas permukaan
untuk setiap titik pengamatan pada bulan-bulan yang sama. Hasil analisis tersebut
selanjutnya ditampilkan dalam bentuk gambar sebaran dan fluktuasi salinitas
permukaan laut bulanan rata-rata dan tahunan rata-rata (1994-2010) dengan bantuan
perangkat lunak Ocean Data View (ODV) dan FERRET ver. 6. Berdasarkan gambar
sebaran sebaran angin dan salinitas permukaan laut selanjutnya dilakukan analisis
untuk mengkaji pengaruh perubahan tiupan angin muson terhadap sebaran salinitas
permukaan laut di perairan Laut Jawa.
Data salinitas permukaan laut selanjutnya diolah dan dianalisis dengan
pendekatan Continuous Wavelet Transform (CWT) terhadap data deret waktu, yakni
digunakan untuk mendekati dan melihat kemungkinan adanya periodesitas seperti
antar musiman (intraseasonal), musiman (seasonal), dan antar tahunan (inter-anual).
Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui kemungkinan adanya pengaruh
intraseasonal, seasonal, dan inter-anual dengan menginterpretasi perodesitas data
yang dominan.
Untuk mengkaji dinamika komposisi spesies dan musim penangkapan ikan
pelagis kecil di Laut Jawa, data yang digunakan adalah data tangkapan dalam Cacth
Per Unit of Effort (CPUE). CPUE tiap jenis ikan diperoleh dari data hasil tangkapan
dibagi oleh lama (jumlah hari) di laut untuk setiap fishing ground.
Pengolahan dan analisis secara grafis dan deskriptif
dilakukan untuk
mengetahui distribusi hasil tangkapan ikan pelagis baik secata spasial dan temporal
serta untuk mengetahui perubahan komposisi beberapa jenis/spesies, yaitu ikan
Banyar, Bentong, Juwi, Layang, Lemuru, dan ikan Selar hasil tangkapan bulanan
pada setiap fishing ground.
Untuk menganalisis hubungan antara CPUE ikan pelagis kecil dan salinitas
permukaan laut (5 m) pada setiap fishing ground di perairan Laut Jawa (Utara TegalPekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, Masalembo-Masalima, Matasiri,
Selat
Makassar,
dan
Pulau
(Correspondents Analysis).
Kangean)
menggunakan
analisis
koresponden
54
3.4
Analisis Wavelet dan Deret Waktu (Time Series)
Dari sebaran spasial dan temporal selanjutnya dianalisis korelasi dan koherensi
antar parameter data yang didapat dengan analisis wavelet. Transformasi wavelet
merupakan pengembangan dari transformasi fourier. Menurut Torrence dan Compo
(1998), analisis wavelet merupakan upaya mendekomposisi deret waktu ke dalam
ruang waktu-frekuensi secara simulatan. Metode ini mengkalkulasi energi spektrum
dari deret waktu.
Kelebihan dari analisis wavelet yaitu dapat mendeteksi fluktuasi-fluktuasi
periodik yang bersifat transien dan dapat menggambarkan proses dinamik nonlinier
komplek yang diperlihatkan oleh interaksi gangguan dalam skala ruang dan waktu.
Perangkat lunak yang digunakan dalam analisis wavelet adalah MATLAB.
3.5
Continous Wavelet Transform (CWT)
Wavelet adalah sebuah fungsi dengan perata-rataan mol dan dibatasi oleh
frekuensi dan waktu. Wavelet dapat digolongkan dengan bagaimana membatasinya
terhadap waktu (Δt) dan frekuensi (Δω atau lebar pita). Versi klasik dari
ketidakpastian Heisenberg menyatakan bahwa selalu terjadi antara pembatasan dalam
waktu dan frekuensi. Tanpa definisi Δt dan Δω yang jelas dapat dikatakan bahwa
terdapat sebuah batas untuk bagaimana mempeerkecil ketidakpastian hasil Δt Δω.
Salah satu wavelet yaitu Morlet didefinisikan sebagai:
2
𝜓(𝜂 ) = 𝜋 −¼ 𝑒 𝑖𝜔0 𝑒 −½𝜂 ………….
(1)
Dimana ω 0 adalah frekuensi tak berdimensi dan η adalah waktu tak berdimensi.
Ketika wavelet dipergunakan untuk maksud ekstraksi fitur maka wavelet Morlet (ω 0
= 6) adalah pilihan yang terbaik. Dikarenakan Morlet menyediakan sebuah
keseimbangan yang baik antara pembatasan waktu dan frekuensi.
Ide dibalik CWT adalah untuk menerapkan fungsi wavelet sebagai filter
bandpass terhadap seri waktu. Wavelet dilebarkan terhadap waktu bervariasi terdapat
skala (s), dimana η = s.t dan dinormalisasi untuk mendapatkan sattuan energy. untuk
wavelet Morlet (ω 0 = 6) periode Fourier (λ ωt ) hamper sama terhadap skala (λ ωt = 1,03
s). CWT dari seri waktu (X n , n = 1…..N) dengan langkah waktu yang sama adalah
55
didefinisikan sebagai konvulsi dari X n dengan penskalaan dan normalisasi wavelet.
Dapat ditulis:
𝑊𝑛𝑋 (𝑠) = �
𝛿𝑡
𝑠
𝛿𝑡
′
∑𝑁
𝑛′ =1 𝑋𝑛′ �(𝑛 − 𝑛) � ………
𝑠
(2)
Dalam penerapannya adalah lebih cepat untuk mengimplementasikan konvolusi
dalam ruang Fourier (Torrence dan Compo, 1998) power wavelet didefinisikan
sebagai |W n X(s)|2. Argumen kompleks W n X(s)| dapat diinterpretasikan sebagai fase
lokal.
CWT mempinyai tepi artifak disebabkan karena wavelet bukanlah pembatasan
yang utuh terhadap waktu. Oleh karena itu sangat berguna untuk mempergunakan
cone of influence (COI) sehingga efek tepi dapat diabaikan. Disini penggunaan COI
sebagai daerah dimana power wavelet disebabkan oleh diskontinuitas pada tepi yang
telah diturunkan menjadi e-2 dari nilai di tepi.
Signifikansi statistik dari power wavelet dapat diduga relatif terhadap hipotesa
nol yang sinyal dibandingkan oleh proses stasioner dengan sebuah memberikan
power spectrum latar belakang (P k ). Beberapa seri waktu geofisika mempunyai
karakteristik red noise yang dapat dimodelkan dengan sangat baik dengan pangkat
pertama dari proses autoregressive (AR1). Power spectrum Fourier dari sebuah proses
AR1 dengan lag 1 autokorelasi α (diestimasi dari segi waktu observasi), Allen dan
Smith, in application of the cross wavelet and wavelet coherence to geophysical time
series didefinisikan sebagai berikut:
𝑃𝑘 =
1−𝛼 2
2
�1−𝛼𝑒 −2𝑡𝜋𝑘 �
……………..
(3)
Dimana k adalah indeks frekuensi Fourier.
Transformasi wavelet dapat dipikirkan sebagai pertautan seri dan filter
bandpass yang diaplikasikan terhadap seri waktu dimana skala wavelet secara linier
berhubungan dengan periode khusus dari filter (λ ωt ). Oleh karena itu untuk proses
stasioner dengan power spectrum P k . Jika P k cukup halus kemudian dapat
aproksimasi variansi yang diberikan oleh skala sederhana dengan P k dengan
mempergunakan konversi K-1 = λ ωt . Torrence dan Compo (1998) menggunakan
56
metode Montecarlo untuk memperlihatkan bahwa aproksimasi ini sangat baik untuk
spectrum AR1. Kemudian juga diperlihatkan bahwa probabilitas power spectrum
wavelet dari proses-proses dengan menggunakan power spectrum (P k ) menjadi lebih
besar dibandingkan dengan p yaitu:
𝐷�
�𝑊𝑛𝑋 (𝑠)�
2
𝜎𝑋
2
1
< 𝑝� = 𝑃𝑘 𝜒𝜐2 (𝑝) ………….
2
(4)
Dimana 𝜐 adalah sama dengan 1 untuk riil dan 2 untuk wavelet kompleks.
3.6
Analisis Koresponden (Corresponden analysis)
Hubungan salinitas permukaan laut dengan sumberdaya ikan pelagis kecil
dianalisis menggunakan analisis faktorial koresponden (Corresponden analysis).
Menurut
Bengen
(2000),
analisis
faktorial
koresponden
bertujuan
untuk
merealisasikan satu (atau beberapa) grafik dari suatu tabel/matriks data, dengan
mereduksi dimensi ruang representasi data, tanpa kehilangan banyak informasi pada
waktu reduksi dilakukan. Untuk itu, cukup dengan mendeterminasi sumbu proyeksi
yang mempresentasikan secara tepat suatu konstruksi.
Analisis koresponden didasarkan pada matriks data i baris yang merupakan
fishing ground dengan 3 strata salinitas, yaitu rendah, sedang dan tinggi, sementara j
kolom merupakan CPUE ikan pelagis kecil. Variabel menurut modalitas dari tiap
klasifikasi tersebut yang ditemukan pada tiap fishing ground terdapat pada baris ke-i
dan kolom ke-j.
Dalam tabel kontingensi, i dan j mempunyai peranan yang simetrik yakni
membandingkan unsur-unsur i (untuk tiap j) sama dengan membandingkan hukum
probabilitas bersyarat yang diestimasi dari n ij /n j , dimana n i = jumlah i yang memiliki
semua karakter j, dan n j = jumlah jawaban karakter j.
Selanjutnya pengukuran
kemiripan antara dua unsur i 1 dan i 2 dari i dilakukan melalui jarak khi-kuadrat (χ2)
dengan rumus :
𝑋′ 2
𝑋𝑖𝑗
𝑖 𝑗
�−�
�
𝑋′
𝑋𝑖
𝑖
�
d2 (i,i’)= ∑𝑝𝑗=1 �
𝑋𝑗
� ........................................................ (5)
57
DAFTAR PUSTAKA
Amin, E.M. dan Suwarso. 1990. Perubahan Intensitas penangkapan Ikan pelagis kecil
di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No.56. Balai Penelitian
Perikanan Laut. Jakarta.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Torrence, C. dan G. P. Compo. 1988. A Practical Guide to Wavelet Analysis. Bul. Of
The American Meteor. Soc. 79(1): 51-78.
4. VARIABILITAS SALINITAS PERMUKAAN LAUT
MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN DI LAUT JAWA
4.1
Abstrak
Data model assimilasi Estimating Circulation and Climater of Ocean
(ECCO) Salinitas Permukaan Laut pada kedalaman 5 meter (10 harian),
digunakan sebagai data primer dalam penelitian ini, merupakan rerata bulanan
dari Januari 1994–Desember 2010 dengan resolusi spasial 1o x 1o. Data angin
yang bersumber dari ECMWF sebagai data sekunder merupakan rerata bulanan
untuk komponen timur-barat (zonal) dan komponen utara selatan (meridional)
pada ketinggian 10 meter di atas permukaan laut dari Januari 1994–Desember
2010, dengan resolusi spasial 2,5o x 2,5o. Analisa deret waktu (time series)
dilakukan untuk menghasilkan pemahaman yang komplit. Hasil kajian
menunjukkan bahwa salinitas permukaan laut di perairan Laut Jawa memilik
variabilitas musiman atau tahunan yang diindikasikan dengan dua puncak salinitas
permukaan laut maksimum dan dua lembah salinitas permukaan laut minimum
dalam setahun. Berdasarkan rerata bulanan pada tahun 1994–2010 di Laut Utara
Jawa-Madura, salinitas permukaan laut berkisar antara 32,–34,4 psu. Musim
peralihan I (Maret-April-Mei) salinitas permukaan laut relatif terendah
dibandingkan pada musim yang lain, yakni musim barat dan musim timur. Pada
musim peralihan II (September-Oktover-Nopemebr), salinitas permukaan laut
rendah terkonsentrasi di bagian timur Laut Jawa, di selatan Selat Makassar.
Kata kunci: fluktuasi musiman, Laut Jawa, salinitas permukaan laut, sistem
angin muson.
60
4.2
Abstract
The monthly average of sea surface salinity (January 1994–December 2010
with a spatial resolution of 1o x1o) from Estimating Circulation and Climater of
Ocean (ECCO) Dataset is used as a primary data, Dataset of wind (European
Center For Medium Range Forecast, ECMWF) as a secondary parameter
(monthly averages both for east-west (zonal) component and north-south
(meridional) component, it is derived from 10 meters above sea level within
period of January 1994–December 2010, with a spatial resolution of 2.5o x 2.5o) in
this study. Time series analysis is conducted to obstain a complete picture of the
Sea Surface Salinity (SSS) seasonal fluctuations. Results showed that SSS in the
Java Sea has seasonal variability, which is shown by appearences of two SSS
maximum and two SSS minimum annually. Based on monthly average in the
northern part of Java Seas, the SSS is having range of 32 and 34,4 psu. In the first
transitional season (March-April-May), SSS is relatively lower than the other
season, i.e. NW monsoon, SE monsoon. The second transitional season
(September-October-November), where it is found a low core SSS consentrated in
the western part of the Java Sea and also in the south of Makassar strait.
Keywords : Java Sea, seasonal fluctuation, sea surface salinity, wind monsoon
system
61
4.3
Pendahuluan
Iklim di Laut Jawa mengikuti pola musim dimana musim kering
berlangsung pada bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan pada
bulan November hingga Maret. Pada perairan yang secara musiman dipengaruhi
oleh curah hujan, salinitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam
perubahan sebaran dan kelimpahan fauna (ikan) (Petit et.al, 1996). Di sepanjang
perairan utara Jawa-Madura merupakan wilayah lintasan poros utama Angin
Muson sehingga kondisi hidrooseanografi dan klimatologinya sangat terkait
dengan pola muson dan sirkulasi massa air di sekitarnya (Wyrtki, 1961; Nontji,
2008; Atmadipoera dan Nurjaya, 2011; Atmadipoera, 2012).
Akhir-akhir ini kegiatan survei maupun kajian terkait tentang oseanografi
dan iklim di perairan Indonesia lebih giat dilakukan, dan beberapa hasilnya telah
dipublikasikan, antara lain; Ilahude dan Gordon, 1996; Susanto dan Gordon,
2001; Aken, 2005; Gordon, 2005; Pariwono et.al., 2005; Aldrian et al., 2005; Qu
et al., 2005; Ray et al., 2005; Potemra, 2005; Hendiarti et al., 2006; dan Susanto
and Marra, 2005; Tubalawony, S., 2009; Makarim et al., 2011; Sukorahardjo,
2012. Sedangkan kegiatan survei dan penelitian hidrooseanografi yang fokus di
perairan dan laut yang relatif dangkal, seperti di utara pulau Jawa-Madura relatif
tidak banyak dilakukan.
Tercatat hasil penelitian dan survei hidrooseanografi dan ekologi laut di
perairan Laut Jawa-Madura dan sekitarnya yang pernah dilakukan, antara lain
Wyrtki, 1957, 1961; Sadhotomo dan Duran, 1996; Petit et al., 1996; Hendiarti et
al., 2005, Yusniati, 2006; Baruna Jaya P2O-LIPI, 2009; Baruna Jaya BPPT, 2010;
Survei INDOMIX, 2010; Atmadipoera, dan Nurjaya, 2011; Atmadipoera, 2012).
Salinitas permukaan adalah salah satu parameter yang sudah cukup banyak
diketahui dan variasinya dapat mengambarkan sirkulasi massa air secara
menyeluruh di Laut Jawa dan Madura. Penelitian yang lebih mendalam perlu
dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih tepat berdasarkan wilayah
musim dan perubahan antar tahunan.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji fluktuasi musiman dan antar tahunan
parameter salinitas permukaan laut di perairan Laut Jawa serta parameter terkait,
antara lain angin muson (monsoon) dan curah hujan.
62
4.4
Metodologi Penelitian
4.4.1 Lokasi dan Data Penelitian
Lokasi penelitian di perairan utara Laut Jawa-Madura yakni pada area
antara 108° BT-115° BT dan 7° LS-5° LS. Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data hasil reanalisis dari beberapa arsip data, antara lain: data ECCO
(Estimating Circulation and Climater of Ocean), dan ECMWF (Europen Centre
for Medium Range Forcase).
Data angin yang bersumber dari ECMWF diunduh dari www.ecmwf.int.
Data angin terdiri dari data bulanan rata-rata komponen timur-barat (zonal) dan
komponen utara selatan (meridional) angin, pada ketinggian 10 meter di atas
permukaan laut, dari Januari 1994–Desember 2010 dengan resolusi spasial 2,5o x
2,5o dalam format NetCDF. Data tersebut merupakan data hasil analisis ulang dan
interpolasi data meteorologi yang diperoleh dari berbagai pusat data pengamatan
dan parameter meteorologi dunia.
Data Salinitas Permukaan Laut (Sea Surface Salinity/SSS) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Data Salinitas Permukaan Laut (SSS) yang merupakan
data assimilasi (ECCO) bulanan rata-rata dari Januari 1994–Desember 2010
dengan resolusi spasial 1o x1o dalam format NetCDF.
4.4.2 Analisis Data
Pola sebaran angin setiap bulan dikaji dengan melihat arah dan
kecepatannya. Data Vektor angin untuk setiap komponen yang diperoleh dari
tahun Januari 1994–Desember 2010 selanjutnya dirata-ratakan kecepatan dan
arahnya setiap komponen angin, dilakukan untuk setiap titik pengamatan pada
bulan-bulan yang sama.
Hasil analisis kecepatan dan arah tiupan angin kemudian ditampilkan
dalam bentuk gambar sebaran angin dengan bantuan perangkat lunak Ocean Data
View (ODV). Pola sebaran salinitas permukaan laut setiap bulan dikaji secara
spasial dan temporal dengan cara melakukan perataan data salinitas permukaan
laut untuk setiap titik pengamatan pada bulan-bulan yang sama. Hasil analisis
tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk gambar sebaran salinitas
permukaan laut bulanan rata-rata dan tahunan rata-rata (1994-2010) dengan
bantuan perangkat lunak Ocean Data View (ODV) dan FERRET ver. 6.
63
Berdasarkan gambar sebaran sebaran angin dan salinitas permukaan laut
selanjutnya dilakukan analisis untuk mengkaji pengaruh perubahan tiupan angin
muson terhadap sebaran salinitas permukaan laut di perairan utara Laut JawaMadura.
Data deret waktu (Januari 1994- Desember 2010) salinitas permukaan laut
selanjutnya diolah dan dianalisis dengan pendekatan Continuous Wavelet
Transform (CWT), yakni digunakan untuk mendekati dan melihat kemungkinan
adanya periodesitas seperti antar musiman (intraseasonal), musiman (seasonal),
dan antar tahunan (interannual). Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui
kemungkinan adanya pengaruh intraseasonal, seasonal, dan interannual dengan
menginterpretasi perodesitas data yang dominan.
4.5
4.5.1
Hasil dan Pembahasan
Sistem Angin Muson di Laut Jawa
Secara geografis posisi perairan Laut Jawa (seperti di wilayah Indonesia
pada umumnya) terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta antara
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga karakteristik hidrooseanografi
(seperti salinitas) perairan indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem angin muson
dan sirkulasi massa air antar samudra. Pada bulan Desember-Maret letak bumi
terhadap matahari adalah sedemikian rupa, sehingga belahan bumi selatan
menerima lebih banyak penyinaran matahari dari pada belahan utara. Sebagai
akibatnya daratan Australia mengalami tekanan udara rendah, sedangkan daratan
Asia mengalami tekanan udara tinggi. Antara kedua wilayah tekanan yang
berbeda ini berkembanglah angin muson yang bertiup dari daratan Asia ke
Australia. Dikawasan Indonesia utara katulistiwa angin bertiup dari arah timurlaut, sehingga disebut angin Muson Timur laut. Di bagian selatan katulistiwa
anginnya bertiup dari arah barat-laut, sehingga disebut angin Muson Baratlaut
(Wytrki, 1961; Ilahude, 1994).
Sebaliknya pada Muson timur-tenggara yang biasanya terjadi pada bulan
Juni-September, daratan Asia mengalami pemanasan yang intensif sehingga
menjadi pusat tekanan udara rendah, sedangkan di benua Australia terbentuk pusat
tekanan udara tinggi, akibatnya angin bertiup dari Australia ke Asia. Di kawasan
Indonesia bagian selatan katulistiwa angin bertiup dari arah tenggara, sehingga
64
disebut angin Muson Tenggara, sedangkan di bagian utara katulistiwa angin
bertiup dari baratdaya sehingga disebut angin Muson Baratdaya. Untuk wilayah
yang tepat berada di katulistiwa, berlaku angin muson utara dan angin muson
selatan (Wyrtki, 1961; Ilahude, 1994).
Angin Muson Tenggara di selatan Katulistiwa bersamaan waktunya dengan
Muson baratdaya di utara katulistiwa (Juli-Agustus) dan Muson baratlaut
bersamaan dengan Muson Timurlaut di kawasan utara Katulistiwa (DesemberMaret). Sirkulasi massa air di permukaan di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh
sistem angin Muson (Wyrtki, 1961). Sirkulasi masa air permukaan di perairan
Indonesia (Laut Jawa) pada puncak Muson Baratlaut pada Februari dan puncak
Muson tenggara pada bulan Agustus. Sedangkan pada bulan-bulan diantaranya
merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur (SeptemberNovember), dan peralihan dari musim timur ke musim barat.
Gambaran tentang rataan angin bulanan ketinggian 10 m, mulai bulan
Januari sampai dengan Desember selama tahun 1994-2010 di Laut Jawa, seperti
disajikan pada Gambar 24 sampai Gambar 35, sedangkan fluktuasi angin
musiman dan antar tahunan, serta wavelet angin zonal disajikan pada Gambar 36
sampai Gambar 38. Secara umum pola angin di Laut Jawa mengikuti pola Angin
Muson yang berkembang di Indonesia, dimana pada saat musim Barat
(Desember–Januari-Februari) dan musim Timur (Juni–Juli-Agustus) angin bertiup
lebih kencang dengan kecepatan berkisar antara 0,96–7,11 m/s. Puncak dari
musim Barat terjadi pada bulan Januari dan Agustus adalah puncak musim Timur
dengan kecepatan masing-masing mencapai sekitar 7,11 m/s dan 6,79 m/s. Angin
pada musim Barat berhembus menuju ke timur, sedangkan pada musim Timur
angin berhembus menuju ke Barat Laut. Pada saat musim Peralihan I (MaretApril-Mei) dan musim Peralihan II (September–Oktober-Nopember) angin
cenderung bertiup dengan kecepatan lebih rendah, yaitu berkisar antara 0,38–6,16
m/s dan arah angin yang tidak menentu.
Perairan Laut Jawa merupakan lintasan utama dari angin dan arus musim
(muson) yang dipengaruhi oleh sirkulasi antar samudera (Arlindo) (Wirtki, 1961;
Gordon, 2005; dan Nontji, 2009).
65
Gambar 24. Rata-rata angin bulan Januari mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa
Gambar 25. Rata-rata angin bulan Februari mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa
66
Gambar 26. Rata-rata angin bulan Maret mulai 1994 sampai dengan 2010 di Laut
Jawa
Gambar 27. Rata-rata angin bulan April mulai 1994 sampai dengan 2010 di Laut
Jawa
67
Gambar 28. Rata-rata angin bulan Mei mulai 1994 sampai dengan 2010 di Laut
Jawa
Gambar 29. Rata-rata angin bulan Juni mulai 1994 sampai dengan 2010 di Laut
Jawa
68
Gambar 30. Rata-rata angin bulan Juli mulai 1994 sampai dengan 2010 di Laut
Jawa
Gambar 31. Rata-rata angin bulan Agustus mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa
69
Gambar 32. Rata-rata angin bulan September mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa
Gambar 33. Rata-rata angin bulan Oktober mulai 1994 sampai dengan 2010 di
Laut Jawa
70
Gambar 34. Rata-rata angin bulan November mulai 1994 sampai dengan 2010
di Laut Jawa
Gambar 35. Rata-rata angin bulan Desember mulai 1994 sampai dengan 2010
71
Gambar 36. Fluktuasi Musiman Angin (U dan V) selama Tahun 1994-2010 di
Laut Jawa
Keterangan: Warna Merah merupakan komponen V (meridional utara-selatan)
dan warna Hitam merupakan komponen U (zonal timur-barat).
Gambar 37. Fluktuasi Antar Tahunan Angin (U dan V) selama Tahun 1994-2010
di Laut Jawa
Keterangan: Warna Merah merupakan komponen V (meridional utara-selatan)
dan warna Hitam merupakan komponen U (zonal timur-barat).
72
Gambar 38. Wavelet (CWT) Angin Zonal di Atas Laut Jawa 1994-2010
4.5.2 Variabilitas Salinitas Permukaan Laut Musiman dan Antar Tahunan
di Laut Jawa
Gambaran dari karakteristik rata-rata salinitas permukaan laut pada
kedalaman 5 meter 10 harian selama Januari 1994 sampai Desember 2010 (17
tahun) di Laut Jawa yang diwakili oleh salinitas permukaan laut di wilayah antara
106o–116o BT dan 3o-8o LS, seperti disajikan pada (Gambar 39). Rata-rata bulanan
SSS mulai Januari sampai dengan Desember selama tahun 1994 sampai dengan
2010, seperti diberikan pada (Gambar 40–Gambar 51).
Rata-rata bulanan di perairan Utara Jawa-Madura (Laut Jawa) pada tahun
1994–2010 dengan kisaran antara 32,0 psu – 34,4 psu. Pada umumnya salinitas
permukaan laut di Laut Jawa relatif rendah (32,00 psu–33,00 psu) dibandingkan
perairan sekitarnya (Laut Flores, Selat Makassar, Selat Karimata, dan Selatan
Jawa). Dari wilayah bagian barat ke timur salinitas permukaan laut semakin
tinggi, dan di bagian perairan sekitar Pulau Kalimantan Selatan dan Sumatera
73
Selatan ditemukan salinitas permukaan laut relatif rendah (antara 32,0–32,5 psu),
kemungkinan karena pengaruh sungai-sungai di kedua pulau tersebut dan
menyebar bersama arus permukaan dari selat-selat sekitar Laut Jawa, seperti Selat
Karimata, Selat Makassar dan Selat Sunda.
Pola distribusi salinitas permukaan laut di Laut Jawa sangat dipengaruhi
oleh pergerakan angin muson. Selama bulan-bulan muson tenggara, angin yang
diikuti oleh arus permukaan laut, datang dari timur dan pada waktu yang sama,
massa air oseanik masuk ke Laut Jawa dan mendorong massa air yang bersalinitas
rendah di Laut Jawa ke barat. Kejadian sebaliknya terjadi pada bulan-bulan-bulan
musim barat (Desember-Januari-Februari).
Berdasarkan pola pergerakan massa air, seperti dijelaskan oleh Wyrtki
(1961), massa air pada Laut Jawa kemungkinan terjadi pengaruh dan percampuran
dengan massa air dari perairan di wilayah sekitarnya, seperti yang datang dari
Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan, Laut Flores, dan dari perairan massa
air dari Selat Makassar, serta kemungkinan dari Samudera Hindia melalui Selat
Sunda.
Secara umum berdasarkan rataan bulanan salinitas permukaan laut mulai
dari tahun 1994–2010, bahwa di perairan Laut Jawa memperlihatkan adanya
variabilitas musiman dengan diindikasikan dua puncak salinitas permukaan laut
maksimum dan dua lembah salinitas permukaan laut minimum (Gambar 52). Pada
musim peralihan I (Maret-April-Mei) lebih rendah dibandingkan musim barat,
musim timur, dan musim peralihan II (September-Oktober-Nopember), dan
salinitas permukaan laut rendah terkonsentrasi di bagian timur Laut Jawa, di
selatan Selat Makasar.
Pada musim timur (Juni-Juli-Agustus), salinitas permukaan laut tampak
lebih tinggi dibagian timur, terutama di sisi dekat Kalimantan cenderung
meningkat. Pada Musim Peralihan II (September-Oktober-Nopember), salinitas
permukaan laut relatif sama dengan Musim Timur dan terlihat salinitas rendah
ditemukan di perairan bagian Barat di sekitar
Selat Sunda, dengan salinitas
permukaan laut sekitar antara 33,00 psu–34,00 psu. Kondisi tersebut
kemungkinan disebabkan oleh
masuknya massa air bersalinitas tinggi dari
74
Samudera Pasifik ke perairan Indonesia, menyebabkan sebaran salinitas
permukaan di perairan Indonesia meningkat dari barat ke timur dan berkisar
antara 30,00 psu –35,00 psu. Dalam muson timur masuknya massa air dari yang
bersalinitas tinggi dari arah timur dari Selat Makassar dan Laut Flores, mendorong
massa air bersalinitas rendah kembali ke barat sampai ke laut Cina Selatan
melewati Selat Karimata (Wyrtki, 1961; Nontji, 1987; Gordon, 2005). Menurut,
(Atmadipoera dan Nurjaya, 2011) bahwa salinitas permukaan laut perairan
Makasar-Arlindo adalah pemasok utama perairan Laut Jawa selama musim timur,
bukan dari Laut Flores seperti yang diduga sebelumnya. Komponen arus
Makassar-Arlindo yang mengalir ke barat menuju Laut Jawa merupakan respon
lokal dari Musim timur (Angin Muson Tenggara) melalui Ekman transport.
Pada musim barat (Desember-Januari-Februari), salinitas permukaan laut
terlihat relatif rendah berkisar antara 32,00–33,00 psu, terutama pada wilayah
perairan bagian barat Pulau Jawa. Pada musim ini massa air dari Laut Natuna
melewati Selat Karimata memasuki Laut Jawa dari arah barat yang dalam
perjalanannya banyak mengalami pengenceran dari aliran-aliran sungai di sungai
disekitarnya (Sumatera, Kalimantan, dan Jawa). Akibatnya salinitas turun dan
mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke timur ke arah laut Flores. Nilai
rata-rata tahunan yang terendah di perairan Indonesia sering dijumpai pada
perairan Indonesia bagian barat dan semakin ke timur nilai rata-rata tahunannya
semakin meningkat. Pada Muson barat massa air dari Laut Natuna memasuki Laut
Jawa dari arah barat yang dalam perjalanannya dalam musim hujan tersebut
banyak mengalami pengenceran dari aliran-aliran sungai dari Sumatera,
Kalimantan, dan Pulau Jawa. Akibatnya salinitas turun dan mendorong massa air
yang bersalinitas tinggi ke timur ke arah Laut Flores.
Berdasarkan karakteristik dari salinitas massa air, bahwa sirkulasi massa air
di perairan Laut Jawa diklasifikasikan menjadi tiga tipe (Wytrki, 1956). Pertama
adalah perairan oseanik dengan massa air salinitas lebih dari 34,00 psu. Terjadi
intrusi massa air salinitas relatif tinggi dari arah timur yang sangat jelas terlihat
pada waktu angin muson timur (muson tenggara, Juni-Agustus) berhembus. Garis
75
isohalin (33,50 psu) yang melintang dengan bentuk mengerucut dari arah timur
menuju ke barat menunjukkan pergerakan massa air oseanik bersalinitas tinggi
dari arah timur ke barat sampai dengan dengan ujung lidah massa air salinitas
tinggi mencapai 113o BT. Massa air kedua adalah bersalinitas sekitar 32,00 psu
sampai dengan 34,00 psu. Massa air ini berasal dari dari bagian selatan Laut Cina
Selatan dan bercampur dengan massa air yang lebih tawar di Laut Jawa.
Percampuran massa air sangat jelas terlihat pada waktu angin muson barat laut
(Musim Barat, Desember-Februari), pergerakan isohaline 33,80 psu. Massa air
ketiga adalah massa air yang relatif tawar dengan salinitas sekitar 32,00 psu, dan
jenis massa air lain di Laut Jawa adalah massa air yang berasal dari sungai atau
gelontoran dari daratan dengan salinitas kurang dari 30,00 psu.
Gambar 39. Salinitas Permukaan Laut (Kedalaman 5 Meter) di Laut Jawa, PerataRataan dari 27 Desember 1993 – 03 Januari 2011 (~18 tahun)
76
Gambar 40. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Januari 1994–
2010 di Laut Jawa
Gambar 41. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Februari 1994–
2010 di Laut Jawa
77
Gambar 42. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Maret 1994–
2010 di Laut Jawa
Gambar 43. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan April 1994–2010
di Laut Jawa
78
Gambar 44. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Mei 1994–2010
di Laut Jawa
Gambar 45. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juni 1994–2010
di Laut Jawa
79
Gambar 46. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Juli 1994–2010
di Laut Jawa
Gambar 47. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Agustus 1994–
2010 di Laut Jawa
80
Gambar 48. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan September
1994–2010 di Laut Jawa
Gambar 49. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Oktober 1994–
2010 di Laut Jawa
81
Gambar 50. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan November 1994–
2010 di Laut Jawa
Gambar 51. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Rataan Bulanan Desember 1994–
2010 di Laut Jawa
82
Bagian Barat
Bagian Tengah
Bagian Timur
Gambar 52. Puncak Salinitas Permukaan Laut Maksimum dan Salinitas
Permukaan Laut Minimum di Laut Jawa
Gambar 52, memperlihatkan bahwa amplitudo (selisih salinitas permukaan
laut maksimum dan salinitas permukaan laut minimum) salinitas permukaan yang
relatif lebar sekitar 2 psu, yaitu antara 32,50 psu–34,50 psu di perairan bagian
timur Laut Jawa, sedangkan di bagian tengah dan barat amplitudonya relatif
sempit, yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu–33,5 psu. Hal ini diperkirakan
bahwa di perairan bagian timur wilayah studi lebih dinamik karena pengaruh yang
lebih intensif dari massa air di sekitarnya dibandingkan dengan di wilayah bagian
barat dan bagian tengah Laut Jawa. Salinitas maksimum diduga terkait dengan
sirkulasi massa air dari Arus Lintas Indonesia di Selat Makassar memasuki Laut
Jawa, sedangkan salinitas minumum kemungkinan berhubungan dengan masukan
massa air dari Selat Karimata dan sistem sungai-sungai besar (Sungai Musi,
Sungai Barito, dan sungai Pulau Jawa).
Pada perairan bagian barat wilayah studi di Laut Jawa (106o BT–108o BT)
di sebelah barat Pekalongan, terlihat bahwa di sepanjang tahun (Januari–
83
Desember) diisi oleh massa air salinitas rendah kurang dari 33,00 psu. Di perairan
di bagian timur dan bagian selatan Laut Jawa, yaitu di utara pulau Bawean dan
Kangen, terlihat antara Februari sampai dengan Mei diisi oleh massa air
bersalinitas rendah kurang dari 32,50 psu. Massa air relatif rendah diduga berasal
dari sisa-sisa massa air dari selatan Kalimantan dan selatan Selat Sunda pada
musim barat (Desember-Januari-Februari).
Puncak salinitas minimum (Gambar 52) selama musim barat, kemungkinan
terkait dengan terjadinya periode musim hujan, dimana ada presipitasi langsung
ke laut dan gelontoran air sungai. Sedangkan puncak salinitas maksimum pada
musim timur, kemungkinan terkait dengan tingginya penguapan langsung dari laut
dan pengaruh suplai massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui
Selat Makassar.
Proses percampuran selama 1 tahun berdasarkan pada pola sebaran salinitas
permukaan di Laut Jawa mulai tahun 1994 sampai dengan 2010, tergambar pada
Gambar 53. Bulan-bulan Desember sampai dengan Maret pada saat periode angin
muson barat, pola garis isohalin menunjukkan bahwa massa air bergerak dari
barat ke timur. Selama periode musim ini Laut Jawa didominasi diisi oleh massa
dari barat dengan salinitas rata-rata 32,20 psu sampai dengan 32,80 psu.
Sebaliknya mulai bulan Juni (musim Timur), garis isohalin (33,00 psu)
menunjukkan massa air bergerak dari timur ke barat. Pada periode musim ini
massa air Laut Jawa didominasi oleh massa air di atas 33,00 psu. Penetrasi yang
paling jauh dari massa air salinitas tinggi (33,40 psu) ini terjadi pada bulan sekitar
antara bulan Agustus-September-Oktober, ketika ujung lidah isohaline 33,40 psu
mencapai bagian tengah/barat Laut Jawa dan selama periode musim Timur
memperlihatkan kisaran nilai salinitas antara 33,40 psu sampai dengan 34,20 psu
(Gambar 53).
Pada Gambar 54, memperlihatkan kisaran salinitas maksimum yang relatif
lebar (sepanjang Laut Jawa) pada tahun 1994/1995, 1997/1998, dan tahun 2006,
diduga terkait dengan fenomena antar tahunan (El Nino). Sedangkan pengaruh
fenomena La Nina pada tahun 2010, diperlihatkan dengan jelas oleh kisaran
salinitas minimum di sepanjang Laut Jawa.
84
Gambar 53. Distribusi Time longitude Plot (Bulan-Bujur) Salinitas Permukaan
Laut Mulai Januari sampai dengan Desember 1994–2010 di Laut
Jawa
Gambar 54. Distribusi Time Longitude Plot (Bulan-Bujur) Salinitas Permukaan
di Laut Jawa Mulai Tahun 1994–2010
85
Gambar 55. Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut (A) di Laut Jawa-Madura,
Perata-Rataan dari Januari 1994–Desember 2010
Anomali
Gambar 56. Anomali Salinitas Permukaan Laut di Laut Jawa-Madura, PerataRataan dari Januari 1994–Desember 2010
Gambaran tentang periodesasi, durasi, dan intensitas dari fluktuasi salinitas
permukaan laut pada kedalaman 5 meter di Laut Jawa pada kurun waktu bulan
Januari 1994 sampai dengan Desember 2010, seperti disajikan pada Gambar 55
dan Gambar 56. Pada Gambar 58, memperlihatkan periodesasi fluktuasi salinitas
86
permukaan di Laut Jawa terjadi pada selang periode tertentu, terutama rentang
waktu musiman atau tahunan, dan antar tahunan. Rentang periode musiman
(tahunan) pada sekitar 350 hari memiliki spektral yang paling dominan, dengan
power spektrum terkuat antara 0,7–1,0. Fluktuasi salinitas yang paling besar
tersebut terlihat terjadi pada periode antara tahun 1994/1995, dan 1997/1998 dan
pada tahun 2006, seperti telah ditunjukkan juga pada Gambar 54. Spektral yang
relatif kuat juga ditunjukkan pada rentang periode Intraseasonal (sekitar 2–6
bulan) dan periode antar tahunan (interannual). Hal tersebut menunjukkan bahwa
pada periode rentang waktu tahun 1994 sampai dengan 2010, fluktuasi salinitas di
Laut Jawa yang paling besar terjadi dalam periode musiman atau tahunan dan
antar tahunan.
Gambar 57. Power Spektrum Wavelet (A) dan (B) Anomali (Standarzed) dari
Masing-masing Sinyal Rentang Periodesasi Selama Tahun 19942010 di Laut Jawa
Pada Gambar 57, menunjukkan variasi dari salinitas permukaan laut dengan
periode 6 dan 12 bulan adalah representasi dari semiannual (monsoonal) dan
87
annual variability. Sedangkan periode sekitar 32 bulan (2,5 tahun) adalah
representasi dari variabilitas antar tahunan (interannual). Variabilitas tersebut
diduga berhubungan dengan angin muson yang berhembus di atas laut Jawa dan
perubahan iklim global yaitu interaksi atmosfir dan laut secara nyata yang terjadi
di Samudera Pasifik yang dikenal dengan fenomena ENSO.
Sinyal Semi-annual
Sinyal Musiman (annual)
Gambar 58. Sinyal Variasi Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan
Laut Mulai Januari 1994 Sampai dengan Desember 2010 di Laut
Jawa
Berdasarkan pada hasil analisis spektral rata-rata salinitas permukaan pada
kedalaman 5 meter di Laut Jawa selama tahun 1994-2010 (Gambar 58), terlihat
88
signal yang signifikan dengan periode musiman atau tahunan dan periode antar
tahunan (interannual), yang merupakan representasi dari pengaruh muson
(monsoon) dan perubahan iklim global seperti ENSO (El Nino dan La Nina). Pada
tahun 1994/1995 dan 1997/1998, terjadi anomali salinitas positif yang relatif
tinggi (Gambar 54 dan 58) diduga berhubungan dengan fenomena iklim pada
periode musiman atau tahunan antara 300–500 hari dengan intensitas tinggi dan
durasi yang lama sekitar 40 bulan (Gambar 57 dan Gambar 58). Kajadian tersebut
diduga berhubungan kuat dengan kejadian El Nino kuat pada tahun-tahun tersebut
(Gambar 55 dan Gambar 57, Gambar 54). Pada saat El Nino tahun 1997/1998, di
wilayah Indonesia, termasuk di Laut Jawa terjadi intensitas penyinaran matahari
yang tinggi dan curah hujan yang rendah di atas Laut Jawa (Gambar 55), maupun
di atas daratan Pulau Jawa. Akibatnya salinitas permukaan laut di perairan di Laut
Jawa pada periode tersebut menjadi meningkat dengan fluktuasi yang tinggi
(Gambar 55, Gambar 56, Gambar 60).
Variasi massa air dengan Salinitas maksimum dan Salinitas minimum yang
relatif besar, yaitu dengan amplitudo antara -1,5–(1,5) terjadi pada periode antara
1994-1995, dan antara tahun 1997-1998. Sedangkan pada tahunn 1999–2005
variasinya relatif kecil, dan variasi salinitas permukaan laut relatif besar juga
terlihat pada periode tahun 2006–2009. Pada periode tahun 2010, terlihat salinitas
rendah sepanjang tahun di laut Jawa, hal ini kemungkinan berhubungan dengan
fenomena Indian Dipole Mode Negatif (Makarim, 2011) dengan anomali suhu
permukaan laut (SSTA) positif dan anomali hujan (precepitasi) yang besar di
hampir sepanjang tahun 2010. Fenomena iklim dengan curah hujan intensitas
tinggi di hampir sepanjang tahun 2010 tersebut, maka tahun 2010 dikenal sebagai
tahun iklim kemarau basah (tanda lingkaran hitam). Akibatnya salinitas
permukaan laut di perairan di Laut Jawa pada periode tersebut menjadi relatif
sangat rendah (menurun) dengan fluktuasi yang tinggi (lingkaran hitam Gambar
58, Gambar 59).
Berdasarkan analisis spektral wavelet dan indeks ENSO (SOI, Nino 3.4)
memperlihatkan bahwa fluktuasi salintas permukaan Laut Jawa pada periode
antara tahun 1994 sampai dengan 2010, lebih dipengaruhi oleh iklim musiman
89
atau tahunan (monsoon) dibandingkan dengan iklim antar tahunan (ENSO)
(Gambar 60 dan Gambar 61).
Gambar 59. Fluktuasi Curah Hujan Rata-Rata Tahunan Selama Tahun 19942010 di Laut Jawa (108o BT-114o BT ; 5o LS–7o LS)
Gambar 60. Wavelet (a) dan Indeks SOI pada periode tahun 1994–2010
90
Gambar 61. Wavelet Nino 3.4 (a) dan Indeks Nino 3.4 pada periode tahun 1994–
2010
91
4.6
Simpulan
Variabilitas massa air (salinitas) di laut Jawa secara kuat dipengaruhi oleh
pergerakan angin muson. Pada periode musim angin tenggara (Juni-Juli-Agustus).
Berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994–2010, salinitas permukaan laut (5
meter), di perairan Laut Jawa terlihat variabilitas musiman atau tahunan dengan
dua puncak Salinitas maksimum dan dua lembah Salinitas minimum. Variasi
musiman salinitas dengan amplitudo sekitar 2 psu. (32,50–34,25 psu). Puncak
salinitas minimum selama musim barat, diduga terkait dengan terjadinya periode
musim hujan, dimana ada presipitasi langsung ke laut dan gelontoran air sungai.
Sedangkan puncak salinitas maksimum pada musim timur, kemungkinan terkait
dengan tingginya penguapan langsung dari laut dan pengaruh suplai massa air
bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Selat Makassar.
Pada periode musim peralihan I (Maret-April-Mei) saliniats permukaan
relatif terendah dibandingkan pada musim-musim yang lain, yaitu musim barat
(Desember-Januari-Februari), musim timur (Juni-Juli-Agustus), dan musim
peralihan
II
(September-Oktober-Nopember),
dimana
saliniats
rendah
terkonsentrasi di bagian timur laut Jawa, di selatan Selat Makassar atau selatan
Kalimantan. Rendahnya salinitas di wilayah tersebut kemungkinan berhubungan
dengan sistem sungai di sekitar, seperi Sungai Barito. Di laut Jawa, bagian timur
yaitu di utara pulau Bawean dan Kangean, amplitudo salinitas permukaan sekitar
2 psu (32,50 psu – 34,50 psu). Hal ini diperkirakan bahwa di wilayah studi lebih
dinamik karena pengaruh yang lebih intensif dari massa air di sekitarnya. Di
perairan bagian barat Laut Jawa (di sebelah barat Pekalongan) dan bagian tengah
(antara Pekalongan-Karimunjawa) amplitudo salinitas permukaan relatif sempit,
yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu–33,5 psu.
Berdasarkan analisis deret waktu dan wavelet dari data salinitas permukaan
Laut Jawa pada Januari 1994–Desember 2010, menunjukkan spektral relatif
sangat kuat terlihat pada periode musiman/tahunan (monsoonal/annual) dan pada
periode antar tahun 1994/1995, 1997/1998 dan pada tahun 2006 dan 2010, diduga
berhubungan dengan fenomena perubahan antar tahunan (interannual), seperti
ENSO (El Nino atau La Nina).
92
DAFTAR PUSTAKA
Aken, H.M.V. 2005. Dutch Oceanographic Research in Indonesia in Colonial
Times. Oceanogr Cont. 18(4):30-41.
Atmadipoera, A. S. dan Kusmanto, E. Submitted to the Continental Shelf
Research 16 May 2012. Observation of Coastal Front and Circulation in
the Northeastern Java Sea, Indonesia.
Atmadipoera, A.S dan I.W. Nurjaya, 2011. Seasonal Variation of Salinity in the
Java Sea, and its Link to Makassar ITF.
Gordon, A. L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their
Throughflow. Oceanogr Cont. 18(4):15-27.
Hendiarti, N., Suwarso, Aldrian, E., Amri, K., Andiastuti, R., Sachoemar, S. I.,
dan Wahyono, I. B . 2005. Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch .
Oceanogr Cont. 18(4):112-123.
Marra, J. dan Susanto, R. D. 2005. Effect of the 1997/1998 El Nino on
Chlorophyll a Variability Along the Southern Coasts of Java and
Sumatera. Oceanography Content. 18(4):124-127.
Makarim, S, Weidong, Y, T. R Adi, 2011. The Positive Indian Ocean Dipole and
The Negative Indian Ocean Dipole indicated by Sea Surface
Temperature Anomaly Analysis from satellite and mooring data.
International Seminar of Marine on Implications of Climate Change in
the Coral triangle Iniatives (CTI) Region, Udayana University–BROK,
Bali.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Pariwono J.I, A.G. Ilahude, dan M. Hutomo. 2005. Progress in oceanography of
the Indonesian Seas. Oceanogr Cont. 18(4):42-49.
Sadhotomo, G. dan Durand, J. R. 1996. General Features of Java Sea Ecology.
Proceeding of Acoustics. 43-54.
Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Water. NAGA
Report Vol 2. Scripps Inst. Oceanography. The University of
California. La Jolla, California
Wyrtki, K. 1957. Precipitation, Evaporation and Energy Exchange at the Surface
of the Southeast Asian Water. Lembaga Penjilidan Laut–Institute of
Marine Research. Bogor.
5. FLUKTUASI MUSIMAN DAN ANTAR TAHUNAN HASIL
TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN
LAUT JAWA
5.1
Abstrak
Data hasil tangkapan ikan pelagis kecil berdasarkan daerah penangkapan di
perairan Laut Jawa, hasil penelitian kerjasama antara ORSTOM dan Balai
Penelitian Perikanan laut (BPPL) dari tahun 1990–1995 digunakan untuk
mengkaji dan menganalisis tentang variabilitas hasil tangkapan (catch per unit of
effort, CPUE) secara temporal maupun spasial. Berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa hasil tangkapan bervariasi menurut waktu (bulanan,
musiman, dan tahunan) dan menurut daerah penangkapan (fishing ground) di laut
Jawa selama periode tahun 1990–1995. Di perairan Laut Jawa terdapat tujuh
daerah penangkapan ikan pelagis kecil, yaitu di perairan utara Tegal-Pekalongan,
Kepulauan Karimunjawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-Masalima, Matasiri,
bagian selatan Selat Makassar, dan di Pulau Kangean. Berdasarkan keseluruhan
hasil tangkapan pada tujuh daerah penangkapan tersebut, persentase rata-rata
bulanan hasil tangkapan jenis ikan berturut-turut adalah layang (Decapterus spp.)
48,50%, banyar (Rastrelliger kanagurta) 16,97%, juwi (Sardinella spp) 14,15%,
lemuru (Ablygaster sirm) 10,80%, bentong (Selar crumenophthalmus) 8,65%, dan
selar (Selaroides leptolepis) 0,93%. Dari keseluruhan spesies yang tertangkap di
perairan laut Jawa, ditemukan bahwa persentase hasil tangkapan jenis layang dan
juwi dominan terdapat pada perairan utara Tegal-Pekalongan (34,14% dan 31,76
%) dan pada kepulauan Karimunjawa (45,53% dan 17,34%), musim puncaknya
pada bulan Maret-April-Mei (Musim peralihan I). Sedangkan persentase CPUE
jenis layang dan banyar di perairan Pulau Bawean (50,54% dan 19,30%),
Masalembo-Masalima (42,12% dan 23,12%), Pulau Matasiri (42,83% dan
20,52%), Selat Makassar (44,63% dan 16,83%), dan di perairan Pulau Kangean
(79,68% dan 10,59%). Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima
daerah penangkapan tersebut diatas terjadi pada musim Timur (Juli-AgustusSeptember). Berdasarkan hasil tangkapan pukat cincin (medium), ikan layang
(Decapterus spp.) merupakan jenis ikan pelagis yang paling utama, mencapai
sekitar 48,50% dari hasil tangkapan total ikan pelagis kecil.
Kata kunci: Ikan pelagis kecil, Laut Jawa, variabilitas musiman dan antar tahunan
94
5.2
Abstract
Data of small pelagic fish catch in the Java Sea fishing ground betwen 1990
and 1995 (research cooperation between ORSTOM and Balai Penelitian
Perikanan Laut (BPPL)) is used to analyze the variability of catch (catch per unit
effort, CPUE) in accordance with temporal and spatial. Results of analysis shows
that betwen the period of 1990 and 1995, the catch varies temporally and spatially
and fishing ground in the Java Sea. There are seven fishing grounds of small
pelagic fish in the Java Sea, namely north of Pekalongan-Tegal waters,
Karimunjawa Islands, Bawean Island, Masalembo Island, Matasiri Island, south
of Makassar Strait, and Kangean Island. Based on the total catch from the seven
fishing regions, the average monthly percentage of the catch of round scads
(Decapterus spp.), mackerels (Rastrelliger kanagurta), flat sardinella (Sardinella
spp), round sardinella (Sardinella lemuru), bigeye scads (Selar
crumenophthalmus), and yellowstripe scads (Selaroides leptolepis) were 45.50%,
16.97%, 14,15%, 10.80%, 8.65% and 0.93% respectively. From all of fish species
were mentioned above, the CPUE is dominated by round scads and flat sardinella
in north of Tegal-Pekalongan (34.14% and 31,76%) and Karimunjawa Island
(45,33% and 17,34%). The peak cacth season occurred in March-May (first
transitional season). However, the CPUE of round scads and mackerels dominate
in Bawean Island (50,54% and 19,30%), Masalembo Island (42,12% and
23,12%), Matasiri Island (42,83% and 20,52%), Makassar Strait (44,63% and
16,83%), and Kangean Island (79,68% and 10,59%). The peak catch season of
round scads and mackerels at five fishing grounds above, occurred in JulySeptember (east monsoon). CPUE of pelagic fish in the Java Sea is dominated by
round scads (Decapterus spp.), with an average percentage of 48,50%.
Keywords: Java Sea, monsoonal and interannual variability, small pelagic.
95
5.3
Pendahuluan
Sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa telah lama ditangkap dengan
berbagai alat tangkap. Penangkapan yang semula hanya menggunakan alat
tangkap tradisional seperti payang, jabur, dogol, cantrang, dan lain-lain semakin
berkembang dengan diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin mini dan pukat
cincin besar.
Sejak tahun 1970-an perkembangan eksploitasi sumberdaya ikan pelagis
kecil di Laut Jawa sangat erat kaitannya dengan perkembangan alat tangkap pukat
cincin. Setelah pasca pelarangan pukat harimau tahun 1980-an, alat tangkap ini
menjadi semi industri dan berkembang cepat (Nugroho, 2006).
Menurut (Suwarso et al., 1987) bahwa hasil tangkapan terbesar kapal pukat
cincin di Laut Jawa terutama jenis ikan layang deles (Decapterus macrosoma) dan
ikan layang biasa (Decapterus russelli), dengan persentase sekitar 52,4% dari
seluruh hasil tangkapan ikan pelagik kecil yang didaratkan.
Pengetahuan tentang penyebaran ikan sangat berguna untuk menjawab
beberapa pertanyaan sehubungan dengan dengan pencarian ikan dan pemilihan
teknik penangkapan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dari
kondisi dan fluktuasi lingkungan perairan tersebut. Faktor-faktor lingkungan ini
meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi lingkungan. Suhu dan salinitas merupakan
parameter fisika yang penting artinya dalam mempelajari kehidupan biota laut.
Perubahan faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu
perairan (Lavestu dan Hayes dalam Priatna dan Nasir, 2007).
Iklim muson merupakan faktor yang menentukan sifat-sifat Laut Jawa.
Pertukaran massa air secara musiman dengan laut dan selat-selat di sekitar Laut
Jawa (seperti Laut Flores, Selat Makassar, Selat Karimata) menentukan pola
penyebaran kelimpahan dan keberadaan ikan pelagis. Kelompok ikan oseanik dan
neritik muda memasuki Laut Jawa mengikuti massa air bersalinitas lebih tinggi
yang datang dari timur (Selat Makassar dan Laut Flores). Sementara itu kelompok
ikan pantai cenderung tinggal di Laut Jawa sepanjang tahun (Sadhotomo dan
Durand, 1997).
Pendugaan pola musim penangkapan ikan merupakan salah satu upaya
untuk memperoleh informasi yang memadai tentang keberadaan ikan disuatu
96
daerah penangkapan (fishing ground). Diharapkan berdasarkan atas informasi
tersebut nelayan dapat mengarahkan operasinya pada daerah dan musim yang
memberi peluang mendapatkan hasil tangkapan yang tinggi.
Faktor utama yang mempengaruhi berubahnya daerah penangkapan ikan
secara spasial maupun temporal adalah ruaya ikan, baik untuk keperluan makan,
pembesaran, proses produksi, berubahnya lingkungan perairan, dan lain-lain
kondisi lingkungan perairan. Menurut Hariati et al. (2009), perbedaan dominasi
jenis-jenis ikan pelagis kecil dibeberapa bagian perairan Laut Cina Selatan diduga
perbedaan geografi dan lingkungan di tiap lokasi, terutama salinitas.
Kelimpahan ikan pelagis sangat peka terhadap perubahan lingkungan
terutama penyebaran salinitas secara spasial yang dibangkitkan oleh angin Muson.
Pada tahun basah, saat curah hujan di atas normal (musim barat) penetrasi ikan
oseanik ke Laut Jawa berkurang akibat pengurangan massa air oseanik di bagian
timur Laut Jawa. Terdapat korelasi positif antara hasil tangkapan dengan salinitas
permukaan, tetapi korelasi ini menunjukkan negatif dengan curah hujan. Secara
spasial, ikan pelagis tersebar ke arah timur dengan konsentrasi kelimpahan berada
di Laut Jawa bagian timur, variabilitas beberapa jenis ikan berasosiasi dengan
perubahan salinitas.
Ikan-ikan pelagis kecil di Laut Jawa ditangkap dengan menggunakan
berbagai jenis alat tangkap baik di perairan pantai maupun di perairan lepas
pantai. Sebagian besar hasil tangkapan berasal dari kapal-kapal perikanan pukat
cincin. Kelompok jenis ikan layang (Decapterus spp.) merupakan komponen
utama di Laut Jawa. Menurut Atmaja et al. (1986), perubahan kondisi lingkungan
mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu untuk melakukan ruaya seperti ikan
layang dan banyar yang beruaya mengikuti perubahan salinitas perairan.
Sedangkan kelompok ikan pelagis kecil yang hidup di perairan pantai dan yuwana
(anak-anak ikan) diketahui lebih berlimpah di pantai utara Jawa yang merupakan
daerah penangkapan tradisional purse seine mini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi hasil tangkapan per satuan
upaya (CPUE) ikan pelagis kecil secara spasial dan temporal serta hubungan
antara CPUE dan salinitas permukaan Laut Jawa, yaitu:
97
1. Perubahan komposisi spesies ikan pelagis kecil berdasarkan waktu pada
setiap fishing ground.
2. Fluktuasi bulanan (musiman) CPUE setiap jenis ikan pelagis kecil (ikan
banyar, bentong, juwi, layang, lemuru, dan ikan selar) pada setiap fishing
ground.
3. Hubungan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) spesies ikan
pelagis dan salinitas permukaan Laut Jawa.
Diharapkan hasilnya dapat menambah pengetahuan dan informasi yang
diperlukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan sumberdaya laut
serta kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan, khususnya sumberdaya ikan
pelagis di Laut Jawa.
5.4
Metodologi Penelitian
Penelitian ini didasarkan atas data hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang
ditangkap oleh kapal “medium purse seine” yang mendarat di Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan. Data yang diambil selama lima tahun mulai
tahun 1990–1995, data hasil penelitian kerjasama antara ORSTOM dan Balai
Penelitian Perikanan laut (BPPL) Jakarta.
Pengumpulan
data
hasil
tangkapan
ikan
pelagis
di
Laut
Jawa,
dikelompokkan menjadi tujuh daerah penangkapan (fishing ground), yaitu (I) di
perairan utara Tegal-Pekalongan, (II) Kepulauan Karimunjawa, (III) Pulau
Bawean, (IV) Pulau Masalembo-Masalima, (V) Matasiri-Matalima, (VI) perairan
bagian selatan Selat Makassar, dan (VII) perairan Pulau Kangean (Gambar 62).
Pengelompokan fishing ground ikan, disamping jaraknya yang relatif berdekatan
juga didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perairan di daerah-daerah tersebut
relatif sama (Amin dan Suwarso, 1990). Posisi geografis tujuh lokasi wilayah
penangkapan ikan pelagis kecil, diberikan pada Tabel 2.
Untuk mengkaji dinamika komposisi spesies dan musim penangkapan ikan
pelagis kecil di Laut Jawa, data yang digunakan adalah data tangkapan dalam
Cacth Per Unit of Effort (CPUE). CPUE tiap jenis ikan diperoleh dari data hasil
tangkapan dibagi oleh lama (jumlah hari) di laut untuk setiap fishing ground.
98
Pengolahan dan analisis secara grafis dan eksploratif dilakukan untuk
mengetahui distribusi hasil tangkapan ikan pelagis baik secata spasial dan
temporal serta untuk mengetahui perubahan komposisi beberapa jenis/spesies,
yaitu ikan banyar, bentong, juwi, layang, lemuru, dan ikan selar hasil tangkapan
bulanan pada setiap fishing ground.
Untuk mengetahui hubungan antara hasil tangkapan (CPUE) ikan pelagis
kecil dan salinitas permukaan laut pada setiap fishing ground di perairan Laut
Jawa (Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean, MasalemboMasalima, Matasiri, Selat Makassar, dan Pulau Kangean) menggunakan analisis
faktorial koresponden (Bengen, 2000).
Gambar 62. Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dan Pembagian 7 Lokasi
Wilayah Penangkapan Pukat Cincin di Laut Jawa
Tabel 2. Posisi geografis 7 lokasi wilayah penangkapan ikan pelagis kecil
99
5.5
Hasil dan Pembahasan
5.5.1
Daerah Penangkapan dan Jenis Ikan Hasil Tangkapan
Pengumpulan data hasil tangkapan ikan pelagis di Laut Jawa, dilakukan
berdasarkan data pendaratan ikan pukat cincin medium di Pelabuhan Perikanan
Nusantara pekalongan selama tahun 1990-1995. Penangkapan ikan berasal dari
tujuh daerah penangkapan (fishing ground) pada Laut Jawa, yaitu (I) di perairan
utara Tegal-Pekalongan, (II) Kepulauan Karimunjawa, (III) Pulau Bawean, (IV)
Pulau Masalembo-Masalima, (V) Matasiri-Matalima, (VI) perairan bagian selatan
Selat Makassar, dan (VII) perairan Pulau Kangean (Gambar 62, Tabel 2).
Jenis spesies ikan pelagis kecil hasil tangkapan yang didaratkan (Tabel 3),
terdiri
dari
ikan
banyar
(Rastrelliger
kanagurta),
bentong
(Selar
crumenophthalmus), juwi (Sardinella spp), layang (Decapterus spp.), lemuru
(Amblygaster sirm), dan selar (Selaroides leptolepis). Berdasarkan hasil
tangkapan per unit upaya (CPUE), dari keseluruhan spesies yang tertangkap di
perairan Laut Jawa, ditemukan bahwa hasil tangkapan kelompok jenis ikan layang
(Decapterus spp.) merupakan komponen utama, dengan komposisi (persentase)
sekitar 48,50 % dari total hasil tangkapan, diikuti banyar (Rastrelliger kanagurta),
16,97 %, juwi (Sardinella spp) 14,15 %, lemuru (Amblygaster sirm) 10,80 %,
ikan bentong (Selar crumenophthalmus) 8,65%, dan selar (Selaroides leptolepis)
0,93%.
Tabel 3. Persentase Rata-Rata Hasil Tangkapan Jenis Ikan Pada Daerah
Penangkapan Di Perairan Laut Jawa
Daerah
penangkapan
(Fishing Ground)
Jenis Ikan (%)
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Utara Tegal-Pekalongan
13,18
12,79
31,76
34,14
5,67
2,46
Kep. Karimunjawa
15,28
13,70
17,34
45,53
6,35
1,80
P. Bawean
19,30
7,98
10,46
50,54
11,04
0,68
P. Masalembo-Masalima
23,12
7,61
10,14
42,12
16,47
0,53
P. Matasirih
20,52
6,58
13,23
42,83
16,32
0,52
Selat Makassar
16,83
8,96
13,94
44,63
15,17
0,46
P. Kangean
10,59
2,93
2,20
79,68
4,56
0,04
Rata-rata (%)
16,97
8,65
14,15
48,50
10,80
0,93
100
5.5.2
Perkembangan Komposisi Spesies Pelagis Kecil Pada Setiap Fishing
Ground
Prosentase hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dan komposisi dari
keseluruhan spesies yang tertangkap di tujuh daerah penangkapan (fishing
ground)
pada Laut Jawa, di perairan utara Tegal-Pekalongan, Kepulauan
Karimunjawa, Pulau Bawean,) Pulau Masalembo-Masalima, Matasiri-Matalima,
perairan bagian selatan Selat Makassar, dan perairan Pulau Kangean, masingmasing disajikan pada Gambar 63, Gambar 64, Gambar 65, Gambar 66, Gambar
67, Gambar 68, dan pada Gambar 69.
31,76%
34,14%
13,18%
Gambar 63. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Utara Tegal Pekalongan
Komposisi hasil tangkapan pukat cincin medium selama tahun 1990-1995 di
perairan utara Tegal-Pekalongan, seperti disajikan pada Gambar 63. Kelompok
jenis ikan layang (Decapterus spp.) merupakan komponen utama (34,14 %) jenis
ikan yang tertangkap di perairan ini, diikuti juwi (31,76 %), dan banyar (13,18 %).
Variasi
spasial
temporal,
kelompok
ikan
layang
(Decapterus
spp.)
memperlihatkan puncak tangkapan pada musim Barat (Desember-JanuariFebruari) dan pada musim peralihan barat ke musim timur (Maret-April-Mei),
layang
digantikan
crumenophthaimus).
oleh
juwi
(Sardinella
Spp.)
dan
bentong
(S.
101
Komposisi spesies ikan pelagis kecil yang relatif sama ditemukan di
perairan Karimunjawa (Gambar 64), walaupun dengan persentase yang berbeda.
Pada musim barat (Desember-Januari-Februari) kelompok layang (Decapterus
spp.) masih yang paling dominan, dengan persentase meningkat, yaitu 45,53 %,
disusul juwi (Sardinella Spp.) 17,34 % dan banyar ( R. kanagurta) 15, 28 %.
Puncak tangkapan layang pada musim barat dan tangkapan terendah terjadi pada
sekitar bulan Juni.
45,53%
17,34%
15,28%
Gambar 64. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Karimunjawa
Komposisi hasil tangkapan di perairan bagian timur dari laut Jawa, yaitu
Kepulauan Bawean (Gambar 65), Pulau Masalembo (Gambar 66), Pulau Matasiri
(Gambar 67), dan di perairan di barat Selat Makasar (Gambar 68), kelompok
layang (Decapterus spp.) masih yang paling dominan, diikuti banyar ( R.
kanagurta). Puncak tangkapan layang berlangsung pada musim timur (JuniSeptember) dan tangkapan terendah terjadi pada musim barat (Desember-JanuariFebruari). Di perairan bagian timur dari Laut Jawa tersebut, terjadi perubahan
komposisi spesies ikan pelagis kecil yang dominan, yaitu dominasi juwi
digantikan oleh lemuru (Amblygaster sirm). Khusus di perairan Kangean Madura
(Gambar 69), selama tahun 1990 – 1995 data tangkapan ikan pelagis kecil yang
tercatat hanya pada bulan Juni sampai dengan Desember, sehingga tidak dapat
102
menggambarkan perubahan musiman dari komposisi spesies ikan pelagis kecil
tersebut.
Perkembangan komposisi spesies ikan pelagis kecil tersebut menunjukkan
bahwa sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam
sebaran dan kelimpahan menurut musim. Puncak kelimpahan ikan pelagis di
daerah penangkapan dekat pantai utara Jawa (inshore) didominasi oleh ikan
tembang (juwi) terjadi pada bulan Mei. Sedangkan puncak kelimpahan ikan
pelagis di lepas pantai (off shore) yang didominasi oleh ikan layang terjadi pada
bulan September.
11,04%
50,54%
19,30%
Gambar 65. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Bawean
103
16,47%
42,12%
23,12%
Gambar 66. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau
Masalembo-Matasiri
16,32%
42,83%
20,52%
Gambar 67. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Matasiri
104
15,17%
44,63%
16,83%
Gambar 68. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Selat Makassar
4,56%
79,68%
10,59%
Gambar 69. Perubahan Musiman Komposisi Spesies di Perairan Pulau Kangean
Hasil tangkapan (persentase) rataan tahunan selama tahun 1990 sampai
dengan 1995 pada tujuh fishing ground untuk setiap jenis ikan pelagis kecil yaitu
ikan layang (Decapterus spp.), banyar (Rastrelliger kanagurta), juwi (Sardinella
105
spp), lemuru (Amblygaster sirm), bentong (Selar crumenophthalmus) dan selar
(Selaroides leptolepis), diberikan pada Gambar 70 sampai dengan Gambar 76.
Gambar 70. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Utara TegalPekalongan
Gambar 71. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Karimunjawa
106
Gambar 72. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Pulau Bawean
Gambar 73. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Masalembo dan
Masalima
107
Gambar 74. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Matasiri
Gambar 75. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Selat Makasar
108
Gambar 76. Perubahan Tahunan Komposisi Spesies di Perairan Pulau Kangean
Berdasarkan atas data hasil tangkapan, upaya serta daerah penangkapan
perikanan pukat cincin di Laut Jawa pada tahun 1984-1985 dari tempat pendaratan
ikan Tegal dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (Atmaja et al., 1986)
diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil bervariasi menurut
musim dan daerah penangkapan (dari utara Tegal dan Pekalongan sampai Matasiri
dan Laut Cina Selatan). Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada musim peralihan 2
(bulan September sampai dengan November) dan tangkapan terendah pada musim
timur (bulan Juni sampai Agustus). Pada umumnya hasil tangkapan didominasi
oleh spesies ikan layang. Saat itu semakin jauh daerah penangkapan dari fishing
base (Pekalongan), indeks kelimpahan CPUE (Catch Per Unit of Effort) jenis ikan
layang, dan banyar semkin tinggi. Sebaliknya kelimpahan ikan bentong (Selar
crumenophathalmus), dan ikan tembang semakin rendah.
Menurut Wijopriono (2008) pada periode tahun 1999–2002 sumberdaya
ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam sebaran dan
kelimpahan menurut musim. Puncak kelimpahan ikan pelagis di daerah
penangkapan dekat pantai (inshore) utara Jawa didominasi oleh ikan tembang
(Juwi) terjadi pada bulan Mei. Sedangkan puncak kelimpahan ikan pelagis di
lepas pantai (off shore) yang didominasi oleh ikan layang terjadi pada bulan
September.
109
5.5.3
Fluktuasi Bulanan (Musiman) CPUE Jenis Ikan Pelagis Kecil Pada
Setiap Fishing Ground
Pola distribusi dan fluktuasi bulanan (musiman) hasil tangkap per unit
upaya (CPUE) pada setiap fishing ground untuk setiap jenis ikan pelagis kecil,
yaitu layang (Decapterus spp.), banyar (Rastrelliger kanagurta), bentong (Selar
crumenophthalmus), juwi (Sardinella spp), lemuru (Amblygaster sirm), dan selar
(Selaroides leptolepis), yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pekalongan padatahun 1990 – 1995, disajikan pada Gambar 77, Gambar 78,
Gambar 79, Gambar 80, Gambar 81, dan pada Gambar 82.
Berdasarkan atas data hasil tangkapan dari tempat pendaratan ikan Tegal
dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan bahwa hasil tangkapan ikan
pelagis kecil bervariasi menurut musim dan daerah penangkapan (dari perairan
utara Tegal dan Pekalongan sampai ke bagian barat Selat Makasar, FG I – FG
VI). Hasil tangkapan cenderung tinggi pada daerah penangkapan sekitar pulaupulau Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Selat Makasar.
Pada Gambar 77, kelompok ikan pelagis kecil yang dominan di Laut Jawa,
yaitu layang (Decapterus spp.) memperlihatkan bahwa CPUE tertinggi antara
sekitar pada bulan September sampai dengan bulan November (akhir musim
timur), daerah penangkapan terkonsentrasi di daerah penangkapan bagian timur
Laut Jawa yaitu Selat Makassar (FG VI) dan Matasiri (FGV) dan semakin ke
daerah barat (perairan utara Pekalongan, FG I) konsentrasi atau kelimpahannya
semakin berkurang sebagaimana ditunjukkan oleh garis kontur CPUE (1000
ton/hari). Sedangkan antara bulan Maret sampai dengan bulan Juni (musim
peralihan I) kelimpahan ikan layang relatif sangat rendah di seluruh Laut Jawa
sebagaimana ditunjukkan oleh garis kontur CPUE (140 ton/hari). Hal ini
menunjukkan bahwa musim penangkapan ikan layang yang optimum terjadi pada
musim timur yang menyebar dari Laut Jawa bagian timur ke bagian barat.
Fluktuasi antar tahunan 1990-1995 CPUE jenis ikan layang (Decapterus spp),
menunjukkan bahwa layang pada tahun 1994 lebih banyak tertangkap dibanding
tahun 1990,1991, 1992, 1993, dan tahun 1995.
110
Menurut Prasetyo dan Suwarso (2010) bahwa jenis ikan layang (Decapterus
spp.) merupakan salah satu komoditi utama dari hasil tangkapan pukat cincin di
perairan utara Jawa. Hasil tangkapan rata-rata selama periode tahun 1981–1982 di
TPI Pekalongan saja mencapai 19,442 ton atau sekitar 32% dari hasil tangkapan
total ikan pelagis. Lebih lanjut dijelaskan, kondisi biologisnya menunjukkan
bahwa pada salah satu jenis yakni D. maruadsi matang seksual pada ukuran 18,8
cm. Aktifitas penangkapan yang berjalan ditemui banyak ikan yang tertangkap
sebelum mencapai ukuran matang seksual. Adapun pola penambahan anggota
baru tahunan puncaknya terjadi pada dua musim yakni barat dan timur dengan
puncak tertinggi pada musim timur (Atmaja, 1983). Demikian halnya di Selat
Makassar diketahui bahwa layang merupakan tangkapan utama pukat cincin
dengan kontribusi sekitar 58%. Sedangkan perairan Selat Makassar bagian selatan
sebagai salah satu tujuan utama penangkapan ikan layang memiliki kontribusi
sebesar 43%. Adapun jenis ikan layang yang tertangkap di Selat Makassar adalah
layang (Decapterus ruselli) dan layang abu-abu (D. macrosoma) (Prasetyo dan
Suwarso, 2010).
Gambar 77. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan layang
(Decapterus spp.) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995
111
Pengamatan terkini mengenai musim dan daerah penangkapan oleh
Chodriyah dan Hariati (2010) diperoleh bahwa musim penangkapan ikan layang
(Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus, ikan siro dan selar bentong pada
bulan Desember, ikan kembung banyar bulan September dan ikan tembang atau
juwi bulan Juni. Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan
sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa (utara Tegal dan
Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean),
perairan Laut Cina Selatan (Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan)
dan perairan Selat Makassar (Lumu-Lumu, Lari-Larian, dan Kota Baru).
Sampling yang dilakukan oleh Suwarso et.al. (1987) dari 179 kapal purse
seine diperoleh komposisi hasil tangkapan ikan layang yang dipisahkan menurut
daerah penangkapan dan musim di perairan Laut Jawa. Hasil analisis
menunjukkan bahwa semakin ke arah timur daerah penangkapan jumlah
(persentase) layang deles yang tertangkap semakin banyak dan sebaliknya
semakin ke arah barat layang biasa yang semakin banyak. Terdapat
kecenderungan naiknya CPUE ikan layang dengan semakin jauhnya daerah
penangkapan. Disebutkan juga bahwa pada setiap musim nelayan lebih banyak
menagkap ikan di perairan sekitar Masalembo dan Matasirih (kira-kira 21,8% dan
30,9%), sedangkan di empat daerah penangkapan lainnya (perairan sebelah utara
Tegal dan Pekalongan, sekitar Kepulauan Karimunjawa dan sekitar Pulau
Bawean) sekitar 47,3%. Dengan demikian kenaikan hasil tangkapan ikan layang
disebabkan oleh kenaikan hasil tangkapan layang deles, dimana ini telah
mengakibatkan perubahan komposisi dari ikan layang.
Selanjutnya musim penangkapan dan pola penyebaran ikan banyar (Gambar
78) memperlihatkan pola yang hampir sama dengan ikan Layang. Musim tangkap
ikan banyar terjadi pada akhir musim timur, antara bulan September sampai
dengan bulan November dengan nilai CPUE relatif rendah, antara 250 ton/hari
sampai dengan 500 ton/hari. Hal ini memperlihatkan bahwa kelimpahan ikan
banyar lebih rendah dibandingkan dengan kelimpahan ikan Layang di perairan
Laut Jawa pada periode tahun 1990 sampai dengan tahun 1995.
112
Gambar 78. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan banyar
(Rastrelliger kanagurta) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995
Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu
untuk melakukan ruaya, misalnya layang (Decapterus spp) dan banyar atau
kembung (Rastrelliger kanagurta) yang beruaya mengikuti perubahan salinitas
sehingga ikan tersebut selalu beruaya musiman. Menurut Sujastani (1974) ikan
kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) beruaya untuk memijah dari
Tanjung Satai (Kalimantan Barat) pada bulan Mei–Oktober, populasi ikan
kembung musim barat beruaya dari perairan Laut Jawa untuk memijah dan atau
Laut Cina Selatan, sedangkan populasi ikan kembung musim timur memijah di
bagian timur Laut Jawa (Laut Flores). Migrasi ikan kembung atau banyar ini
mengikuti corak migrasi ikan layang yang biasanya terlambat satu atau dua
minggu (Atmaja et al., 1986).
Pola distribusi dan rata-rata bulanan (musiman) selama tahun 1990- 1995,
hasil tangkap per unit upaya (CPUE) untuk jenis ikan pelagis kecil lainnya, yaitu
juwi (Sardinella Spp.) dan lemuru
(Amblygaster sirm), bentong (S.
crumenophthalmus) dan selar (Selaroides leptolepis) pada setiap fishing ground di
Laut Jawa, masing-masing disajikan pada Gambar 79, Gambar 80, Gambar 81 dan
Gambar 82.
113
Gambar 79. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan juwi
(Sardinella spp.) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995
Gambar 80. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan lemuru
(Amblygaster sirm) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa selama
Tahun 1990-1995
114
Gambar 81. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan
bentong (S. crumenophthalmus) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut
Jawa selama Tahun 1990-1995
Gambar 82. Distribusi dan Kelimpahan Rata-rata Bulanan (Musiman) ikan selar
(Selaroides leptolepis) Pada Setiap Fishing Ground Di Laut Jawa
selama Tahun 1990-1995
115
5.5.4
Analisis Koresponden (Corresponden Analysis) Salinitas Permukaan
Laut Jawa dan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil
Untuk mengetahui hubungan antara hasil tangkapan per unit upaya (CPUE)
spesies ikan pelagis kecil dan salinitas permukaan Laut Jawa pada setiap fishing
ground (perairan Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau Bawean,
Masalembo-Masalima, Matasiri, dan Selat Makassar) menggunakan analisis
faktorial koresponden (Corresponden analysis). Hasil analisis koresponden antara
salinitas permukaan Laut Jawa dan hasil tangkapan ikan pelagis, pada Gambar 83.
Analisis koresponden didasarkan pada matriks data baris yang merupakan
fishing ground dengan 3 strata salinitas, yaitu rendah, sedang dan tinggi,
sedangkan matrik data kolom
merupakan CPUE ikan pelagis kecil.
Pengelompokan CPUE jenis ikan pelagis kecil berdasarkan strata salinitas
(rendah, sedang dan tinggi), diberikan pada Lampiran 29 dan Lampiran 30. Hasil
perhitungan nilai kosinus kuadrat (F1 dan F2) matriks data baris dan kolom
analisis faktorial koresponden, seperti diberikan pada Lampiran 31 dan Lampiran
32.
Berdasarkan hasil analisis faktorial koresponden (Gambar 83), sebaran
jenis-jenis ikan pelagis kecil teridentifikasi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Ikan layang (Decapterus spp.) banyak ditemukan dan menyebar di
perairan pada salinitas sedang sampai dengan tinggi (lebih besar dari
33,55 psu), yaitu di periran yang lebih jauh dari pantai (Pulau Bawean,
Masalembo, Matasiri, dan di perairan Selat Makasar).
2. Ikan lemuru (Ablygaster sirm) banyak ditemukan di perairan pada salinitas
rendah), di perairan di bagian timur Laut Jawa di Bawean, Masalembo,
dan Matasiri. Di Periaran Selat Makasar, lemuru juga ditemukan pada
perairan dengan salinitas rendah hingga sedang (32,86-33,55 psu).
3. Ikan juwi (Sardinella spp.) ditemukan di perairan utara Pekalongan
bersalinitas rendah hingga sedang (32,86-33,55 psu).
Gambaran beberapa jenis ikan pelagis kecil di Laut Jawa, disajikan pada
Lampiran 33 dan Lampiran 34. Sedangkan gambaran fluktuasi dan sebaran
salinitas pada setiap fishing ground, masing-masing di berikan pada Gambar 84
dan Gambar 85.
116
Gambar 83. Hasil Analisis Koresponden Sebaran Ikan Pelagis Kecil 1990-1995
di Laut Jawa
Gambar 84. Fluktuasi Salinitas Permukaan Laut di Daerah Penangkapan (fishing
ground) di Laut Jawa
117
Gambar 85. Sebaran Salinitas Permukaan Laut Bulan Januari 1993–Desember
1995 di Daerah Penangkapan (fishing ground) di Laut Jawa
Adapun fluktuasi hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) spesies ikan
pelagis kecil dan salinitas permukaan laut pada setiap fishing ground di perairan
Laut Jawa, yaitu di perairan Utara Tegal-Pekalongan, Pulau Karimunjawa, Pulau
Bawean, Masalembo-Masalima, Matasiri, Selat Makassar, dan Pulau Kangean,
masing-masing disajikan pada Gambar 86, Gambar 87, Gambar 88, Gambar 89,
Gambar 90, Gambar 91, dan Gambar 92.
118
Gambar 86. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Utara Tegal-Pekalongan
Gambar 87. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Karimunjawa
Gambar 88. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Bawean
119
Gambar 89. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Masalembo dan Masalima
Gambar 90. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Matasiri
Gambar 91. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Selat Makassar
120
Gambar 92. Fluktuasi CPUE dan Salinitas di Pulau Kangean
121
5.4
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE)
ikan pelagis kecil di Laut Jawa dalam periode 1990 sampai dengan tahun 1995
menunjukkan bahwa hasil tangkapan bervariasi menurut waktu (bulanan,
musiman, tahunan, dan antar tahunan) dan menurut daerah penangkapan (fishing
ground) di laut Jawa selama periode tahun 1990–1995. Perkembangan komposisi
spesies ikan pelagis kecil tersebut menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis
di perairan Laut Jawa mengalami variasi menurut musim dan daerah
penangkapan.
Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan di tujuh daerah penangkapan di
perairan Laut Jawa, menunjukkan hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil
(persentase) rata-rata bulanan berturut-turut adalah ikan layang (Decapterus spp.)
48,50%, ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) 16,97%, ikan juwi 14,15%, ikan
lemuru 10,80%, ikan bentong 8,65%, dan ikan selar 0,93%.
Dari keseluruhan spesies yang tertangkap ditemukan bahwa persentase hasil
tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada daerah utara TegalPekalongan (34,14% dan 31,76%) dan kepulauan Karimunjawa (45,53% dan
17,34%), dimana musim puncaknya terjadi pada bulan Maret-Mei (Musim
peralihan I). Sedangkan persentase tangkapan jenis layang dan banyar dominan di
daerah Pulau Bawean (50,54% dan 19,30%), Masalembo-Masalima (42,12% dan
23,12%), Pulau Matasiri (42,83% dan 20,52%), Selat Makassar (44,63% dan
16,83%), dan di Pulau Kangean (79,68% dan 10,59%). Musim puncak tangkapan
layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan tersebut di atas terjadi pada
bulan Juli-September (musim Timur).
Berdasarkan analisis faktorial koresponden, bahwa terdapat hubungan antara
sebaran jenis ikan pelagis kecil dengan salinitas permukaan di perairan Laut Jawa.
Juwi (Sardinella spp.) lebih banyak ditemukan pada daerah fisihing ground yang
bersalinitas rendah hingga sedang (32,86-33,55 psu). Layang (Decapterus spp.)
banyak ditemukan di perairan yang lebih jauh dari pantai, pada salinitas tinggi
(lebih besar dari 33,55 psu). Lemuru (Ablygaster sirm) banyak ditemukan di
perairan pada salinitas rendah hingga sedang dan di bagian timur Laut Jawa.
122
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja S.B. 1983. Matang seksual dan pola penambahan anggota baru ikan
layang (Decapterus meruadsi, Temminck dan Schlegel). Laporan
Penelitian Perikanan Laut (Marine Fisheries Research Report) No.29.
Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Atmaja S.B, Suwarso, dan Nurhakim S. 1986. Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Menurut Musim dan Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. (36).
Atmaja S.B dan D Nugroho. 1995. Aspek reproduksi ikan layang deles
(Decapterus macrosoma) dan siro (Amblygaster sirm) sebagai
pertimbangan dalam pengelolaannya di Laut Jawa. JPPI. 1(3).
Atmaja S.B dan D Nugroho. 1999. Perikanan pukat cincin mini di Pantai Utara
Jawa: daerah operasi, aktivitas penangkapan dan hasil tangkapan. JPPI.
5(4).
Atmaja S.B, D Nugroho, Suwarso, Hariati T dan Mahisworo. 2003. Pengkajian
Stok Ikan di WPP Laut Jawa. Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan
Laut Indonesia, Jakarta 23-24 Juli 2003. Pusat Riset Perikanan
Tangkap-Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Atmaja S.B dan B Sadhotomo. 2005. Study on the reproduction of “layang deles”
shortfin scad (Decapterus macrosoma) in the Java Sea. Indonesian
Fisheries Research Journal. (11).
Amin, E.M. dan Suwarso. 1990. Perubahan Intensitas penangkapan Ikan pelagis
kecil di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No.56. Balai Penelitian
Perikanan Laut. Jakarta.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data
Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Chodriyah U dan T Hariati. 2010. Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut
Jawa. JPPI. 16(3).
Laevastu T dan I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Book Ltd.
London.
Laevastu T and ML Hayes. 1981. Fisheries Oseanography and Ecology. Fishing
News Book. Farhan-Surrey-England.
Nugroho D. 2006. Kondisi Trend Biomassa Ikan Layang (Decapterus spp.) di
Laut Jawa dan Sekitarnya. JPPI. 12(3).
Prasetyo A.P dan Suwarsono. 2010. Produktifitas Primer dan Kelimpahan Ikan
Layang (Decapterus spp.) Hubungannya dengan Fenomena ENSO di
Selat Makassar Bagian Selatan. JTMPL. 1(2).
Priatna A dan M Natsir. 2007. Distribusi Kepadatan Ikan Pelagis di Perairan
Pantai Utara Jawa Bagian Timur, Pulau-Pulau Sunda dan Laut Flores.
JPPI. 13(3).
123
Sadhotomo B dan Durrand JR. 1997. General Features of Java Sea Ecology dalam
Proceeding of Acustics Seminar Akustikan 2 (Bandungan, 27th-29 th
May, 1996). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian. Jakarta.
Sujastani, T. 1974. Dinamika populasi ikan kembung di Laut Jawa LPPL No. 1
Tahun 1974 Hal. 30 – 64.
Suwarso, S.B Atmaja, dan Wahyono M. 1987. Perkembangan Komposisi Ikan
Layang (Decapterus spp.) dari Hasil Tangkapan Pukat Cincin Menurut
Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. (38).
6.
6.1
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM
Pembahasan Umum
Secara umum berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994–2010, salinitas
permukaan laut (5 m) di perairan Laut Jawa memperlihatkan adanya variabilitas
antar musim dengan diindikasikan dua puncak salinitas permukaan laut
maksimum dan dua lembah salinitas permukaan laut minimum (Gambar 83 dan
84). Pada musim peralihan I (Maret-April-Mei) lebih rendah dibandingkan musim
barat, musim timur, dan musim peralihan II dan salinitas permukaan laut rendah
terkonsentrasi di bagian timur Laut Jawa, di selatan Selat Makassar.
Pada musim timur (Juni-Juli-Agustus), salinitas permukaan laut tampak
lebih tinggi dibagian timur, terutama di sisi dekat Kalimantan cenderung
meningkat. Pada Musim Peralihan II (September-Nopember), salinitas permukaan
laut relatif sama dengan Musim Timur dan terlihat salinitas rendah ditemukan di
perairan bagian Barat di sekitar Selat Sunda, dengan salinitas permukaan laut
sekitar antara 33–34 psu. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan oleh
masuknya massa air bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik ke perairan
Indonesia, menyebabkan sebaran salinitas permukaan di perairan Indonesia
meningkat dari barat ke timur dan berkisar antara 30–35 psu. Dalam muson timur
masuknya massa air dari yang bersalinitas tinggi dari arah timur dari Selat
Makassar dan Laut Flores, mendorong massa air bersalinitas rendah kembali ke
barat sampai ke Laut Cina Selatan melewati Selat Karimata (Wyrtki, 1961;
Nontji, 1987; Gordon, A.L. 2005). Menurut, (Atmadipoera dan Nurjaya, 2011)
bahwa salinitas permukaan laut perairan Makassar-Arlindo adalah pemasok utama
perairan Laut Jawa selama musim timur, bukan dari Laut Flores seperti yang
diduga sebelumnya. Komponen arus Makassar-Arlindo yang mengalir ke barat
menuju Laut Jawa merupakan respon lokal dari Musim timur (Angin Muson
Tenggara) melalui Ekman transport.
Pada musim barat (Desember-Januari-Februari), salinitas permukaan laut
terlihat relatif rendah berkisar antara 32–33 PSU. Pada musim ini massa air dari
Laut Natuna melewati Selat Karimata memasuki Laut Jawa dari arah barat yang
dalam perjalanannya banyak mengalami pengenceran dari aliran-aliran sungai di
126
sungai disekitarnya (Sumatera, Kalimantan, dan Jawa). Akibatnya salinitas turun
dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke timur ke arah Laut Flores.
Pada Muson barat massa air dari Laut Natuna memasuki Laut Jawa dari arah barat
yang dalam perjalanannya dalam musim hujan tersebut banyak mengalami
pengenceran dari aliran-aliran sungai dari Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Jawa.
Akibatnya salinitas turun dan mendorong massa air yang bersalinitas tinggi ke
timur ke arah Laut Flores.
Interaksi faktor lingkungan dengan organisme menjadi hal penting dalam
kajian kehidupan laut secara keseluruhan, akan tetapi yang harus menjadi
pertimbangan mendasar bahwa faktor lingkungan lebih mudah diamati, dipantau
serta lebih mudah diprediksi dibanding kelimpahan dan distribusi suatu spesies.
Tidak ada keseimbangan yang stabil antara lingkungan dan organisme karena
faktor lingkungan terikat dengan variabilitasnya sedangkan organisme memiliki
daya adaptasi terhadap fluktuasi lingkungan yang terjadi. Kondisi ini mejadikan
hubungan faktor lingkungan dan organisme menjadi faktor fisik dan fisiologis
dalam tubuh yang dapat mengoroientasikan dirinya untuk mengarah atau berada
dalam suatu lingkungan tertentu (Leavastu dan Hela, 1970; Laevastu dan Hayes,
1981).
Berdasarkan atas data hasil tangkapan, upaya serta daerah penangkapan
perikanan pukat cincin di Laut Jawa pada tahun 1984-1985 dari tempat
pendaratan ikan Tegal dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (Atmaja et
al., 1986) diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil bervariasi
menurut musim dan daerah penangkapan (dari utara Tegal dan Pekalongan sampai
Matasiri dan Laut Cina Selatan). Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada musim
peralihan 2 (bulan September sampai dengan Nopember) dan tangkapan terendah
pada musim timur (bulan Juni sampai Agustus). Pada umumnya hasil tangkapan
didominasi oleh spesies ikan layang. Saat itu semakin jauh daerah penangkapan
dari fishing base (Pekalongan), indeks kelimpahan CPUE (Catch Per Unit Effort)
jenis ikan layang, dan banyar semkin tinggi. Sebaliknya kelimpahan ikan bentong
(Selar crumenophathalmus), dan ikan Tembang semakin rendah.
Menurut Wijopriono (2008) pada periode tahun 1999–2002 sumberdaya
ikan pelagis di perairan Laut Jawa mengalami variasi dalam sebaran dan
127
kelimpahan menurut musim. Puncak kelimpahan ikan pelagis di daerah
penangkapan dekat pantai (inshore) utara Jawa didominasi oleh ikan Tembang
(Juwi) terjadi pada bulan Mei. Sedangkan puncak kelimpahan ikan pelagis di
lepas pantai (off shore) yang didominasi oleh ikan layang terjadi pada bulan
September.
Fluktuasi CPUE beberapa jenis ikan dari musim ke musim dan daerah
penangkapan mempunyai pola yang sama dan beberapa jenis ikan tertentu
cenderung berlawanan. Berdasarkan CPUE total tiap bulan (musim) dan daerah
penangkapan sangat ditentukan oleh CPUE ikan Layang. Puncak hasil tangkapan
ikan layang berlangsung pada musim peralihan II, yaitu terdapat pada perairan
sekitar Pulau Masalembo dan Pulau Matasiri, sedangkan pada musim yang lain
yakni musim peralihan I dan tenggara jauh lebih rendah. Pola fluktuasi CPUE
yang hampir sama terjadi pada Banyar (Kembung), sedangkan untuk tanjan
(layang), Siro dan Bentong cenderung berlawanan. Puncak hasil tangkapan tanjan
berlangsung pada musim tenggara, terutama di perairan sebelah utara Tegal dan
Pekalongan serta Matasiri dengan hasil tangkapan terendah terjadi pada musim
peralihan I, terutama di perairan sekitar Bawean dan Masalembo. Hasil tangkapan
siro tertinggi berlangsung pada musim barat, yaitu di sekitar Bawean dan
Pejantan. Hasil tangkapan terendah pada musim peralihan II, yaitu di perairan
sebelah utara Tegal dan Pekalongan dan sekitar Karimunjawa.
Perubahan kondisi lingkungan mempengaruhi beberapa jenis ikan tertentu
untuk melakukan ruaya, misalnya Layang (Decapterus spp) dan Banyar
(Rastrelliger kanagurta) yang beruaya mengikuti perubahan salinitas sehingga
ikan tersebut selalu beruaya musiman. Menurut Sujastani (1974) ikan Kembung
perempuan (Rastrelliger brachysoma) beruaya untuk memijah dari Tanjung Satai
(Kalimantan Barat) pada bulan Mei–Oktober, populasi ikan Kembung musim
barat beruaya dari perairan Laut Jawa untuk memijah dan atau Laut Cina Selatan,
sedangkan populasi ikan kembung musim timur memijah di bagian timur Laut
Jawa (Laut Flores). Migrasi ikan Kembung ini mengikuti corak migrasi ikan
Layang yang biasanya terlambat satu atau dua minggu (Atmaja et.al., 1986).
Jenis Layang di Selat Makassar pada dasarnya tertangkap sepanjang tahun,
fluktuasi terjadi secara musiman; puncak kelimpahan ikan Layang berlangsung
128
antara Nopember sampai Januari. Adapun musim paceklik penangkapan layang
terjadi sekitar bulan Maret sampai Mei. Terkait dengan musim ikan di Laut Jawa,
musim puncak layang di Selat Makassar lebih lambat sekitar dua bulan dibanding
dengan musim puncak kelimpahan di Laut Jawa (perairan sekitar Kepulauan
Masalembo dan Pulau Matasirih) yang berlangsung pada musim peralihan 2
(September–Nopember).Selisih musim puncak tersebut diduga karena adanya
spawning migration dari timur Laut Jawa ke arah barat Selat Makassar.Indikasi
tersebut berdasarkan temuan Potier dan Sadhotomo (2003) bahwa adanya
pergeseran ukuran ikan Layang yang berhubungan dengan tingkat kematangan
gonad ikan layang (Priatna dan Suwarso, 2008).
Ikan Layang, Decapterus spp merupakan salah satu komoditi utama dari
hasil tangkapan pukat cincin di perairan utara Jawa. Hasil tangkapan rata-rata
selama periode tahun 1981–1982 di TPI Pekalongan saja mencapai 19,442 ton
atau sekitar 32% dari hasil tangkapan total ikan pelagis. Kondisi biologisnya
menunjukkan bahwa pada salah satu jenis yakni D. maruadsi matang seksual pada
ukuran 18,8 cm. Aktifitas penangkapan yang berjalan ditemui banyak ikan yang
tertangkap sebelum mencapai ukuran matang seksual. Adapun pola penambahan
anggota baru tahunan puncaknya terjadi pada dua musim yakni barat dan timur
dengan puncak tertinggi pada musim timur (Atmaja, 1983). Demikian halnya di
Selat Makassar diketahui bahwa Layang merupakan tangkapan utama pukat
cincin dengan kontribusi sekitar 58%. Sedangkan perairan Selat Makassar bagian
selatan sebagai salah satu tujuan utama penangkapan ikan Layang memiliki
kontribusi sebesar 43%. Adapun jenis ikan Layang yang tertangkap di Selat
Makassar adalah layang (Decapterus ruselli) dan layang abu-abu (D. macrosoma)
(Prasetyo dan Suwarso, 2010).
Pengamatan terkini mengenai
musim dan daerah penangkapan oleh
Chodriyah dan Hariati (2010) diperoleh bahwa musim penangkapan ikan Layang
(Decapterus spp.) terjadi pada bulan Agustus, ikan Siro dan Selar Bentong pada
bulan Desember, ikan Kembung Banyar bulan September dan ikan Tembang atau
Juwi bulan Juni. Daerah penangkapan (fishing ground) purse seine Pekalongan
sama dengan periode sebelumnya, meliputi perairan Laut Jawa (utara Tegal dan
Pekalongan, Karimunjawa, Bawean, Masalembo, Matasiri, dan Kangean),
129
perairan Laut Cina Selatan (Pejantan, Natuna, Midai, Tarempa, serta Tambelan)
dan perairan Selat Makassar (Lumu-Lumu, Lari-Larian, dan Kota Baru).
Prediksi musim pemijahan Layang Deles (Decapterus macrosoma) yang
dilakukan
oleh
Atmaja
dan
Sadhotomo
(2005)
menemukan
bahwa
berlangsungnya sepanjang tahun, akan tetapi juvenil ikan memasuki masa
penangkapan ketika dimulainya proses rekruitmen. Terdapat dua kelompok
rekruitmen di Laut Jawa. Kelompok utama rekruitmen memasuki penangkapan
sepanjang munson tenggara (Juni–Juli) dan kelompok kecil berlangsung pada
Nopember. Berdasarkan kalkulasi mundur dari usia kelompok termuda di
rekruitmen utama, dapat disimpulkan bahwa rekruitmen tidak diturunkan dari ikan
dewasa yang mendiami daerah tersebut sepanjang tahun. Puncak kematangan ikan
yang mendiami Laut Jawa terjadi pada Juni–Juli, dan puncak musim pemijahan
dapat berlangsung antara Juli–Nopember sedangkan perkiraan pemijahan untuk
rekruitmen utama berlangsung sekitar Nopember. Dalam pengamatannya hampir
tidak ditemukan adanya indikasi sampel yang mengalami kematangan dan
memijah pada daerah pemijahan di Laut Jawa (minimal tidak berada pada daerah
penangkapan armada purse seine).
6.2
Kesimpulan Umum
Berdasarkan rataan bulanan dari tahun 1994–2010, salinitas permukaan laut
(5 meter), di perairan Laut Jawa terlihat variabilitas musiman atau tahunan dengan
dua puncak Salinitas maksimum dan dua lembah Salinitas minimum. Variasi
musiman salinitas dengan amplitudo sekitar 2 psu. (32,50–34,25 psu). Puncak
salinitas minimum selama musim barat, diduga terkait dengan terjadinya periode
musim hujan, dimana ada presipitasi langsung ke laut dan gelontoran air sungai.
Sedangkan puncak salinitas maksimum pada musim timur, kemungkinan terkait
dengan tingginya penguapan langsung dari laut dan pengaruh suplai massa air
bersalinitas tinggi dari Samudera Pasifik melalui Selat Makassar.
Pada periode musim peralihan I (Maret-April-Mei) saliniats permukaan
relatif terendah dibandingkan pada musim-musim yang lain, yaitu musim barat
(Desember-Januari-Februari), musim timur (Juni-Juli-Agustus), dan musim
peralihan
II
(September-Oktober-Nopember),
dimana
saliniats
rendah
terkonsentrasi di bagian timur laut Jawa, di selatan Selat Makassar atau selatan
130
Kalimantan. Rendahnya salinitas di wilayah tersebut kemungkinan berhubungan
dengan sistem sungai di sekitar, seperi Sungai Barito. Di laut Jawa, bagian timur
yaitu di utara pulau Bawean dan Kangean, amplitudo salinitas permukaan sekitar
2 psu (32,50 psu – 34,50 psu). Hal ini diperkirakan bahwa di wilayah studi lebih
dinamik karena pengaruh yang lebih intensif dari massa air di sekitarnya. Di
perairan bagian barat Laut Jawa (di sebelah barat Pekalongan) dan bagian tengah
(antara Pekalongan-Karimunjawa) amplitudo salinitas permukaan relatif sempit,
yaitu sekitar 1 psu, antara 32,75 psu–33,5 psu.
Berdasarkan analisis deret waktu dan wavelet dari data salinitas permukaan
Laut Jawa pada Januari 1994–Desember 2010, menunjukkan spektral relatif
sangat kuat terlihat pada periode musiman/tahunan (monsoonal/annual) dan pada
periode antar tahun 1994/1995, 1997/1998 dan pada tahun 2006 dan 2010, diduga
berhubungan dengan fenomena perubahan antar tahunan (interannual), seperti
ENSO (El Nino atau La Nina).
CPUE ikan pelagis kecil di Laut Jawa selama periode tahun 1990–1995,
bervariasi menurut waktu (bulanan, musiman/tahunan, dan antar tahunan) dan
menurut daerah penangkapan (fishing ground), yaitu di perairan utara TegalPekalongan,
Kepulauan Karimun Jawa, Pulau Bawean, Pulau Masalembo-
Masalima, Matasiri, bagian selatan Selat Makassar, dan di Pulau Kangean.
Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan di tujuh daerah penangkapan tersebut,
persentase rata-rata bulanan hasil tangkapan jenis ikan pelagis kecil berturut-turut
adalah layang (Decapterus spp.) 48,50%, banyar (Rastrelliger kanagurta)
16,97%, juwi (Sardinella spp.) 14,15%, lemuru (Ablygaster sirm) 10,80%,
bentong (S. crumenophthalmus) 8,65%, dan selar (Selaroides leptolepis) 0,93%.
Dari keseluruhan spesies yang tertangkap di perairan laut Jawa, ditemukan bahwa
persentase hasil tangkapan jenis layang dan juwi dominan terdapat pada daerah
utara Tegal-Pekalongan (34,14% dan 31,76%) dan kepulauan Karimunjawa
(45,53% dan 17,34%), dimana musim puncaknya terjadi pada bulan Maret-AprilMei (Musim peralihan I). Sedangkan persentase tangkapan jenis layang dan
banyar dominan di daerah Pulau Bawean (50,54% dan 19,30%), MasalemboMasalima (42,12% dan 23,12%), Pulau Matasiri (42,83% dan 20,52%), Selat
Makassar (44,63% dan 16,83%), dan di Pulau Kangean (79,68% dan 10,59%).
131
Musim puncak tangkapan layang dan banyar pada kelima daerah penangkapan
tersebut di atas terjadi pada bulan Juli-Agustus-September (musim Timur).
Berdasarkan analisis koresponden, terdapat hubungan antara sebaran jenis
ikan pelagis kecil dengan salinitas permukaan di perairan Laut Jawa. Juwi
(Sardinella spp.) lebih banyak ditemukan pada fisihing ground yang bersalinitas
rendah hingga sedang (32,86-33,55 psu). Layang (Decapterus spp.) banyak
ditemukan di perairan yang lebih jauh dari pantai pada salinitas tinggi (lebih besar
dari 33,55 psu). Lemuru (Ablygaster sirm) banyak ditemukan di perairan pada
salinitas rendah hingga sedang dan di bagian timur Laut Jawa.
6.3
Saran
Mengingat pentingnya posisi dan fungsi dari perairan Laut Jawa terutama
berkaitan dengan perannya sebagai penyangga terhadap aktifitas manusia di
pulau-pulau besar yang melingkupinya seperti Pulau Jawa, Sumatera dan
Kalimantan maka disaranakan sebagai berikut:
1. Dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dan berkesinambungan tentang
parameter-parameter hidro-oseanografi dan sumberdaya laut di perairan Laut
Jawa dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang
berkelanjutan.
2. Dilakukan monitoring secara kontinyu kondisi perairan Laut Jawa dan sistem
sungai-sungai besar disekitarnya di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan
dalam rangka menjaga eksistensi peran dan fungsi Laut Jawa.
132
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja S.B. 1983. Matang seksual dan pola penambahan anggota baru ikan
layang (Decapterus meruadsi, Temminck dan Schlegel). Laporan
Penelitian Perikanan Laut. No.29. Balai Penelitian Perikanan Laut.
Jakarta.
Atmaja S.B, Suwarso, dan Nurhakim S. 1986. Hasil Tangkapan Pukat Cincin
Menurut Musim dan Daerah Penangkapan di Laut Jawa. JPPL. (36).
Atmaja S.B dan B Sadhotomo. 2005. Study on the reproduction of “layang deles”
shortfin scad (Decapterus macrosoma) in the Java Sea. Indonesian
Fisheries Research Journal. (11).
Atmadipoera, A.S dan I.W. Nurjaya, 2011. Seasonal Variation of Salinity in the
Java Sea, and its Link to Makassar ITF.
Chodriyah U dan T Hariati. 2010. Musim Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut
Jawa. JPPI. 16(3).
Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow.
J. Pys. Oceanogr. 18(4): 15-27
Laevastu T dan I Hela. 1970. Fisheries Oceanography. Fishing News Book Ltd.
London.
Laevastu T dan M.L Hayes. 1981. Fisheries Oseanography and Ecology. Fishing
News Book. Farhan-Surrey-England.
Prasetyo A.P dan Suwarsono. 2010. Produktifitas Primer dan Kelimpahan Ikan
Layang (Decapterus spp.) Hubungannya dengan Fenomena ENSO di
Selat Makassar Bagian Selatan. JTMPL. 1(2).
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga
Report. Vol 2. Scripps Institution of Oceanography. The University of
California. La Jolla. California. 195 p.
LAMPIRAN
135
Lampiran 1. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Utara Tegal-Pekalongan
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
17,56
10,99
11,74
52,11
1,31
6,29
Pebruari
15,39
13,73
8,80
54,29
1,19
6,60
Maret
13,97
17,48
35,66
30,37
0,11
2,41
April
10,78
12,40
64,20
9,44
1,32
1,85
Mei
8,41
10,87
68,97
7,64
1,54
2,56
Juni
13,60
29,67
40,77
9,36
3,72
2,88
Juli
17,38
18,07
39,86
9,85
13,92
0,92
Agustus
13,01
8,13
44,75
19,78
13,21
1,11
September
14,23
4,51
26,44
39,27
15,44
0,11
Oktober
13,58
5,89
23,66
46,35
10,12
0,41
Nopember
11,61
7,71
9,21
65,19
3,96
2,32
Desember
8,60
14,08
7,01
66,03
2,23
2,05
%
13,18
12,79
31,76
34,14
5,67
2,46
Lampiran 2. Rata-rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Kepulauan Karimunjawa
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
13,41
14,64
6,10
60,46
3,22
2,16
Pebruari
19,61
13,85
8,09
50,62
4,00
3,83
Maret
17,77
23,74
14,23
39,44
2,83
1,99
April
22,46
15,84
23,20
32,80
3,80
1,90
Mei
18,15
11,72
34,96
28,76
3,88
2,53
Juni
15,84
28,37
32,58
17,75
1,48
3,98
Juli
15,49
15,88
33,62
26,56
7,26
1,20
Agustus
15,99
10,46
17,78
43,67
11,56
0,53
September
13,39
4,42
16,29
50,10
15,76
0,05
Oktober
11,72
6,00
12,63
58,29
11,14
0,22
Nopember
10,49
7,57
4,03
69,35
7,07
1,49
Desember
8,99
11,92
4,57
68,52
4,24
1,75
%
15,28
13,70
17,34
45,53
6,35
1,80
136
Lampiran 3. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Bawean
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
24,24
6,45
8,41
36,26
23,39
1,26
Pebruari
25,16
6,38
14,43
30,51
22,66
0,86
Maret
16,89
18,04
10,74
43,29
9,77
1,27
April
27,16
14,90
15,03
27,17
13,97
1,77
Mei
25,34
14,22
19,89
33,41
5,89
1,25
Juni
23,39
10,86
24,08
31,52
9,04
1,11
Juli
15,58
4,84
5,09
70,87
3,55
0,07
Agustus
12,80
3,21
3,05
77,49
3,35
0,09
September
14,02
2,64
2,71
75,17
5,44
0,02
Oktober
15,58
3,25
2,82
73,85
4,43
0,07
Nopember
16,93
4,72
6,35
61,99
9,74
0,26
Desember
14,54
6,26
12,90
44,97
21,24
0,09
%
19,30
7,98
10,46
50,54
11,04
0,68
Lampiran 4. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada
Daerah Pulau Masalembo-Masalima
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
23,62
7,31
4,78
25,17
38,91
0,20
Pebruari
24,72
5,79
6,55
27,32
35,16
0,46
Maret
29,84
11,24
8,07
28,56
21,66
0,64
April
22,36
13,20
19,94
20,24
22,46
1,80
Mei
35,75
11,14
25,21
18,40
7,37
2,13
Juni
35,70
18,37
17,01
25,76
2,73
0,44
Juli
16,53
7,29
8,37
63,38
4,32
0,11
Agustus
14,42
3,62
4,15
74,93
2,86
0,03
September
17,52
2,58
4,49
66,87
8,54
0,00
Oktober
20,42
2,70
5,29
62,59
8,94
0,05
Nopember
18,76
3,83
7,41
51,43
18,43
0,14
Desember
17,82
4,30
10,46
40,81
26,30
0,32
%
23,12
7,61
10,14
42,12
16,47
0,53
137
Lampiran 5. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada
Daerah Pulau Matasiri Kepulauan
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
19,54
7,73
3,65
35,95
32,63
0,50
Pebruari
19,08
6,17
11,54
25,41
37,58
0,22
Maret
32,49
9,12
9,41
25,75
22,70
0,54
April
17,45
11,32
19,16
31,71
18,79
1,57
Mei
24,62
8,93
31,10
23,21
10,51
1,62
Juni
26,66
5,95
23,74
37,51
5,38
0,76
Juli
18,66
9,18
31,29
36,86
3,82
0,18
Agustus
7,66
1,19
0,58
88,38
2,09
0,10
September
23,00
3,44
11,24
47,49
14,83
0,00
Oktober
24,51
3,52
5,04
58,28
8,44
0,21
Nopember
14,56
5,29
4,48
62,15
13,29
0,23
Desember
18,04
7,14
7,52
41,27
25,77
0,26
%
20,52
6,58
13,23
42,83
16,32
0,52
Lampiran 6. Rata-Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada
Daerah Selat Makasar
Bulan
banyar
bentong
juwi
layang
lemuru
selar
Januari
15,01
5,01
8,05
44,38
27,43
0,13
Pebruari
15,71
9,05
10,53
36,43
28,16
0,12
Maret
13,15
17,58
7,30
44,91
16,91
0,15
April
18,91
12,63
22,45
30,55
13,08
2,38
Mei
30,52
13,00
19,91
21,83
13,26
1,49
Juni
18,29
8,99
32,68
40,04
0,00
0,00
Juli
14,93
10,60
13,14
61,22
0,00
0,10
15,53
1,74
12,34
64,49
5,91
0,00
Nopember
11,92
5,09
0,11
62,86
20,02
0,00
Desember
14,34
5,96
12,92
39,63
26,91
0,23
%
16,83
8,96
13,94
44,63
15,17
0,46
Agustus
September
Oktober
138
Lampiran 7. Rata Rata Bulanan Presentase CPUE Setiap Jenis Ikan pada Daerah
Pulau Kangean
Bulan
banyar
Januari
-
bentong
-
Pebruari
-
-
Maret
-
April
juwi
lemuru
-
layang
-
-
selar
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Mei
-
-
-
-
-
-
Juni
-
-
-
-
-
-
Juli
10,87
0,22
5,40
78,60
4,91
0,00
Agustus
11,18
6,65
2,30
79,50
0,37
0,00
September
8,93
0,52
1,13
85,53
3,90
0,00
Oktober
12,93
0,92
1,81
77,94
6,38
0,03
Nopember
7,91
7,34
0,00
79,68
4,83
0,24
Desember
11,71
1,95
2,54
76,84
6,95
0,00
%
10,59
2,93
2,20
79,68
4,56
0,04
Lampiran 8. Nilai Rata-rata Bualanan CPUE Ikan Layang
Fishing
Ground
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Keterangan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
I
402,79
429,65
144,31
70,93
48,01
67,34
73,98
160,15
484,83
495,32
752,94
601,42
Utara TegalPekalongan
II
323,09
293,79
376,80
178,95
141,37
185,05
774,54
960,98
1194,87
809,33
841,51
573,86
Kep, Karimunjawa
III
323,09
293,79
376,80
178,95
141,37
185,05
774,54
960,98
1194,87
809,33
841,51
573,86
IV
257,82
254,16
162,27
136,29
94,37
159,43
689,29
936,24
1294,97
1083,20
1044,43
543,58
P, Bawean
P, MasalemboMasalima
V
396,00
227,03
194,58
240,53
130,77
311,85
302,04
737,30
871,97
1158,59
1234,19
438,01
P, Matasirih
VI
624,04
373,04
470,99
193,83
125,09
326,45
501,76
1843,24
544,58
Selat Makasar
1851,37
695,96
P, Kangean
327,50
VII
1620,97
3702,62
1985,42
1251,47
Lampiran 9. Nilai Rata-rata Bualanan CPUE Ikan Banyar
Fishing
Ground
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Keterangan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Utara TegalPekalongan
Kep, Karimunjawa
I
135,73
121,79
66,38
80,95
52,84
97,82
130,58
105,36
175,68
145,08
134,09
78,34
II
215,97
242,33
147,03
178,91
107,25
137,30
170,27
158,76
222,89
170,77
229,86
185,48
III
215,97
242,33
147,03
178,91
107,25
137,30
170,27
158,76
222,89
170,77
229,86
185,48
IV
241,92
229,96
169,56
150,59
183,38
220,96
179,80
180,14
339,28
353,41
381,02
237,38
V
215,31
170,52
245,49
132,39
138,75
221,70
152,91
63,93
422,33
487,17
289,06
191,43
P, Bawean
P, MasalemboMasalima
P, Matasirih
VI
211,04
160,90
137,89
119,97
174,88
149,15
122,36
349,69
197,09
Selat Makasar
183,81
106,06
P, Kangean
VII
45,30
390,30
520,48
207,19
207,69
139
140
Lampiran 10. Nilai Rata-rata Bulanan Persentase Ikan Banyar
Fishing
Ground
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Keterangan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Utara TegalPekalongan
Kep, Karimunjawa
I
17,56
15,39
13,97
10,78
8,41
13,6
17,38
13,01
14,23
13,58
11,61
8,6
II
13,41
19,61
17,77
22,46
18,15
15,84
15,49
15,99
13,39
11,72
10,49
8,99
III
24,24
25,16
16,89
27,16
25,34
23,39
15,58
12,8
14,02
15,58
16,93
14,54
IV
23,62
24,72
29,84
22,36
35,75
35,7
16,53
14,42
17,52
20,42
18,76
17,82
V
19,54
19,08
32,49
17,45
24,62
26,66
18,66
7,66
23
24,51
14,56
18,04
P, Bawean
P, MasalemboMasalima
P, Matasirih
VI
15,01
15,71
13,15
18,91
30,52
18,29
14,93
11,92
14,34
Selat Makasar
7,91
11,71
P, Kangean
15,53
10,87
VII
11,18
8,93
12,93
Lampiran 11. Nilai Rata-rata Bulanan Persentase Ikan Layang
Fishing
Ground
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Keterangan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
I
52,11
54,29
30,37
9,44
7,64
9,36
9,85
19,78
39,27
46,35
65,19
66,03
Utara TegalPekalongan
II
60,46
50,62
39,44
32,8
28,76
17,75
26,56
43,67
50,1
58,29
69,35
68,52
Kep, Karimunjawa
III
36,26
30,51
43,29
27,17
33,41
31,52
70,87
77,49
75,17
73,85
61,99
44,97
IV
25,17
27,32
28,56
20,24
18,4
25,76
63,38
74,93
66,87
62,59
51,43
40,81
P, Bawean
P, MasalemboMasalima
V
35,95
25,41
25,75
31,71
23,21
37,51
36,86
88,38
47,49
58,28
62,15
41,27
P, Matasirih
VI
44,38
36,43
44,91
30,55
21,83
40,04
61,22
62,86
39,63
Selat Makasar
79,68
76,84
P, Kangean
VII
78,60
64,49
79,50
85,53
77,94
Lampiran 12. Nilai Rata-rata Bulanan Salinitas setiap Fishing Ground
Fishing
Ground
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Keterangan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Utara TegalPekalongan
Kep, Karimunjawa
I
32,88
32,92
32,89
32,76
32,88
32,91
32,93
33,00
33,10
33,13
33,14
32,98
II
32,81
32,97
33,01
33,11
33,25
33,07
33,03
33,17
33,36
33,33
33,14
32,81
III
32,69
32,91
32,97
32,84
32,73
32,90
33,13
33,43
33,54
33,63
33,41
32,81
IV
32,59
32,74
32,75
32,58
32,34
32,83
33,37
33,79
33,82
33,69
33,46
32,84
V
32,62
32,80
32,79
32,45
32,64
33,10
33,66
34,03
34,02
33,63
33,45
32,90
P, Bawean
P, MasalemboMasalima
P, Matasirih
VI
32,51
32,62
32,54
32,17
32,76
33,44
34,00
34,23
34,14
34,00
33,66
32,99
Selat Makasar
VII
33,02
32,91
32,89
32,61
32,62
32,86
33,36
33,71
33,72
33,54
33,49
33,30
P, Kangean
141
142
Lampiran 13. Hasil Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa Tahun 1990-1995
143
144
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1991
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
CPUE(ton/day)
CPUE(ton/day)
Lampiran 14. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Utara Tegal- Pekalongan
Fishing Ground : North of Tegal - Pekalongan
2000
1800
1600
1400
1200
banyar
1000
bentong
800
juwi
600
layang
lemuru
400
200
selar
Fishing Ground : North of Tegal - Pekalongan
800
700
600
500
banyar
bentong
400
juwi
300
layang
lemuru
200
selar
100
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
145
0
CPUE(ton/day)
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1990
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
CPUE(ton/day)
146
Lampiran 15. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Kep. Karimunjawa
Fishing Ground : Karimunjava Islands
2500
2000
1500
banyar
bentong
1000
juwi
layang
500
lemuru
selar
900
Fishing Ground : Karimunjava Islands
800
700
600
banyar
500
bentong
400
juwi
layang
300
lemuru
200
selar
100
0
Oktober
November
Desember
CPUE(ton/day)
0
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1990
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
CPUE(ton/day)
Lampiran 16. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Bawean
Fishing Ground : Bawean Island
2500
2000
1500
banyar
bentong
1000
juwi
layang
500
lemuru
selar
1400
Fishing Ground : Bawean Island
1200
1000
banyar
800
bentong
juwi
600
layang
400
lemuru
selar
147
200
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
CPUE(ton/day)
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1990
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
CPUE(ton/day)
148
Lampiran 17. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Masalembo dan Masalima
2500
Fishing Ground : Masalembo & Masalima Islands
2000
1500
banyar
bentong
1000
juwi
layang
500
lemuru
selar
1400
Fishing Ground : Masalembo & Masalima Islands
1200
1000
800
banyar
bentong
600
juwi
layang
400
lemuru
200
selar
0
Desember
CPUE(ton/day)
0
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1990
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
8-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
CPUE (ton/day)
Lampiran 18. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Matasirih
Fishing Ground : Matasirih Island
3500
3000
2500
2000
banyar
bentong
1500
juwi
1000
layang
lemuru
500
selar
1400
Fishing Ground : Matasirih Island
1200
1000
banyar
800
bentong
600
juwi
layang
400
lemuru
selar
0
149
200
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
CPUE(ton/day)
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
CPUE(ton/day)
150
Lampiran 19. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground Selat Makassar
Fishing Ground : Makasar Strait
3000
2500
2000
banyar
1500
bentong
juwi
1000
layang
lemuru
500
selar
2000
Fishing Ground : Makasar Strait
1800
1600
1400
banyar
1200
bentong
1000
juwi
800
layang
600
lemuru
400
selar
200
0
September
Oktober
November
Desember
CPUE(ton/day)
10
-1
11 991
-1
12 991
-1
9
1- 9 1
19
2- 9 2
19
3- 9 2
19
4- 9 2
19
5- 9 2
19
6- 9 2
19
7- 9 2
19
8- 9 2
19
9- 9 2
1
10 992
-1
11 99 2
-1
12 99 2
-1
99
1- 2
19
2- 9 3
19
3- 9 3
19
4- 9 3
19
5- 9 3
19
6- 9 3
19
7- 9 3
19
8- 9 3
19
9- 9 3
1
10 993
-1
11 99 3
-1
12 99 3
-1
99
1- 3
19
2- 9 4
19
3- 9 4
19
4- 9 4
19
5- 9 4
19
6- 9 4
19
7- 9 4
19
8- 9 4
19
9- 9 4
1
10 994
-1
11 99 4
-1
12 99 4
-1
99
1- 4
19
2- 9 5
19
3- 9 5
19
4- 9 5
19
5- 9 5
19
6- 9 5
19
7- 9 5
19
8- 9 5
19
9- 9 5
1
10 995
-1
11 995
-1
12 995
-1
99
5
CPUE(ton/day)
Lampiran 20. CPUE jenis-jenis ikan 1990-1995 di Fishing Ground P. Kangean
Fishing Ground : Kangean Island
6000
5000
4000
banyar
3000
bentong
2000
juwi
layang
1000
lemuru
selar
0
Fishing Ground : Kangean Island
4000
3500
3000
2500
banyar
bentong
2000
juwi
1500
layang
lemuru
1000
selar
0
151
500
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
CPUE(ton/day)
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1991
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
CPUE(ton/day)
152
Lampiran 21. CPUE Ikan Banyar setiap Fishing Ground
Species : Banyar
1000
900
800
700
North of Tegal-Pekalongan
600
Karimunjava Islands
500
Bawean Island
400
Masalembo & Masalima Islands
300
Matasirih Island
200
Makassar Strait
100
Kangean Island
Species : Banyar
600
500
400
North of Tegal-Pekalongan
Karimunjava Islands
300
Bawean Island
Masalembo & Masalima Islands
200
Matasirih Island
Makassar Strait
100
Kangean Island
0
Juli
Agustus
September
Oktober
November Desember
CPUE(ton/day)
0
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1991
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
CPUE(ton/day)
Lampiran 22. CPUE Ikan Bentong setiap Fishing Ground
Species : Bentong
900
800
700
600
North of Tegal-Pekalongan
500
Karimunjava Islands
400
Bawean Island
300
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
200
Makassar Strait
100
Kangean Island
350
Species : Bentong
300
250
North of Tegal-Pekalongan
200
Karimunjava Islands
Bawean Island
150
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
100
Makassar Strait
50
Kangean Island
153
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November Desember
CPUE(ton/day)
1-1990
2-1990
3-1990
4-1990
5-1990
6-1990
7-1991
8-1990
9-1990
10-1990
11-1990
12-1990
1-1991
2-1991
3-1991
4-1991
5-1991
6-1991
7-1991
8-1991
9-1991
10-1991
11-1991
12-1991
1-1992
2-1992
3-1992
4-1992
5-1992
6-1992
7-1992
8-1992
9-1992
10-1992
11-1992
12-1992
1-1993
2-1993
3-1993
4-1993
5-1993
6-1993
7-1993
8-1993
9-1993
10-1993
11-1993
12-1993
1-1994
2-1994
3-1994
4-1994
5-1994
6-1994
7-1994
8-1994
9-1994
10-1994
11-1994
12-1994
1-1995
2-1995
3-1995
4-1995
5-1995
6-1995
7-1995
8-1995
9-1995
10-1995
11-1995
12-1995
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
CPUE(ton/day)
154
Lampiran 23. CPUE Ikan Juwi setiap Fishing Ground
Species : Juwi
1800
1600
1400
1200
North of Tegal-Pekalongan
1000
Karimunjava Islands
800
Bawean Island
600
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
400
Makassar Strait
200
Kangean Island
600
Species : Juwi
500
400
North of Tegal-Pekalongan
Karimunjava Islands
300
Bawean Island
Masalembo & Masalima Islands
200
Matasirih Island
Makassar Strait
100
Kangean Island
0
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November Desember
Lampiran 24. CPUE Ikan Layang setiap Fishing Ground
Species : Layang
6000
CPUE(ton/day)
5000
North of Tegal-Pekalongan
4000
Karimunjava Islands
Bawean Island
3000
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
2000
Makassar Strait
Kangean Island
12-1995
11-1995
9-1995
10-1995
8-1995
7-1995
6-1995
5-1995
4-1995
3-1995
2-1995
1-1995
12-1994
11-1994
9-1994
10-1994
8-1994
7-1994
6-1994
5-1994
4-1994
3-1994
2-1994
1-1994
12-1993
11-1993
9-1993
10-1993
8-1993
7-1993
6-1993
5-1993
4-1993
3-1993
2-1993
1-1993
12-1992
11-1992
9-1992
10-1992
8-1992
7-1992
6-1992
5-1992
4-1992
3-1992
2-1992
1-1992
12-1991
11-1991
9-1991
10-1991
8-1991
7-1991
6-1991
5-1991
4-1991
3-1991
2-1991
1-1991
12-1990
11-1990
9-1990
10-1990
8-1990
7-1991
6-1990
5-1990
4-1990
3-1990
2-1990
0
1-1990
1000
Species : Layang
4000
3500
CPUE(ton/day)
3000
North of Tegal-Pekalongan
Karimunjava Islands
2500
Bawean Island
2000
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
1500
Makassar Strait
1000
Kangean Island
155
500
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November Desember
CPUE(ton/day)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
500
400
300
200
100
0
November Desember
12-1995
11-1995
10-1995
9-1995
8-1995
7-1995
6-1995
5-1995
4-1995
3-1995
2-1995
1-1995
12-1994
11-1994
10-1994
9-1994
8-1994
7-1994
6-1994
5-1994
4-1994
3-1994
2-1994
1-1994
12-1993
11-1993
10-1993
9-1993
8-1993
7-1993
6-1993
5-1993
4-1993
3-1993
2-1993
1-1993
12-1992
11-1992
10-1992
9-1992
8-1992
7-1992
6-1992
5-1992
4-1992
3-1992
2-1992
1-1992
12-1991
11-1991
10-1991
9-1991
8-1991
7-1991
6-1991
5-1991
4-1991
3-1991
2-1991
1-1991
12-1990
11-1990
10-1990
9-1990
8-1990
7-1991
6-1990
5-1990
4-1990
3-1990
2-1990
1-1990
0
CPUE(ton/day)
156
Lampiran 25. CPUE Ikan Lemuru setiap Fishing Ground
Species : Lemuru
900
800
700
600
North of Tegal-Pekalongan
500
Karimunjava Islands
400
Bawean Island
Masalembo & Masalima Islands
300
Matasirih Island
200
Makassar Strait
100
Kangean Island
700
Species : Lemuru
600
North of Tegal-Pekalongan
Karimunjava Islands
Bawean Island
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
Makassar Strait
Kangean Island
CPUE(ton/day)
0
10
157
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
40
30
20
0
November Desember
12-1995
11-1995
10-1995
9-1995
8-1995
7-1995
6-1995
5-1995
4-1995
3-1995
2-1995
1-1995
12-1994
11-1994
10-1994
9-1994
8-1994
7-1994
6-1994
5-1994
4-1994
3-1994
2-1994
1-1994
12-1993
11-1993
10-1993
9-1993
8-1993
7-1993
6-1993
5-1993
4-1993
3-1993
2-1993
1-1993
12-1992
11-1992
10-1992
9-1992
8-1992
7-1992
6-1992
5-1992
4-1992
3-1992
2-1992
1-1992
12-1991
11-1991
10-1991
9-1991
8-1991
7-1991
6-1991
5-1991
4-1991
3-1991
2-1991
1-1991
12-1990
11-1990
10-1990
9-1990
8-1990
7-1991
6-1990
5-1990
4-1990
3-1990
2-1990
1-1990
CPUE(ton/day)
Lampiran 26. CPUE Ikan Selar setiap Fishing Ground
Species : Selar
100
90
80
70
North of Tegal-Pekalongan
60
Karimunjava Islands
50
Bawean Island
40
Masalembo & Masalima Islands
30
Matasirih Island
20
Makassar Strait
10
Kangean Island
60
Species : Selar
50
North of Tegal-Pekalongan
Karimunjava Islands
Bawean Island
Masalembo & Masalima Islands
Matasirih Island
Makassar Strait
Kangean Island
158
Lampiran 27. Tabulasi Rata-rata Tahunan Spesies Ikan Per Fishing Ground (FG I-FG III)
FG I (Utara Tegal - Pekalongan)
FG II (Karimunjawa)
FG III (P. Bawean)
IKAN
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Banyar
80.95
113.06
0.00
82.24
120.80
0.00
171.90
186.92
170.77
Bentong
93.11
99.62
0.00
98.48
96.00
0.00
73.93
68.72
35.64
482.13
224.32
0.00
39.42
138.97
0.00
105.66
85.23
30.87
Layang
70.93
332.80
0.00
486.03
361.32
0.00
304.32
661.08
809.33
Lemuru
9.93
57.52
0.00
28.31
63.10
0.00
149.09
93.62
48.57
13.91
19.66
0.00
14.52
11.90
0.00
7.31
4.52
0.73
Juwi
Selar
Lampiran 28. Tabulasi Rata-rata Tahunan Spesies Ikan Per Fishing Ground (FG IV-FG VI)
FG IV (Masalembo)
FG V (P. Matasiri)
FG VI (Selat Makasar)
IKAN
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Banyar
204.82
280.41
290.94
180.49
234.07
281.59
160.93
173.12
287.45
Bentong
72.80
78.50
47.31
69.08
76.78
54.57
100.43
77.63
93.27
Juwi
94.85
120.72
76.81
107.00
122.04
141.96
110.82
221.99
140.30
Layang
229.70
866.86
1104.80
237.78
661.35
767.48
357.40
435.51
1321.99
Lemuru
200.72
210.58
118.65
213.72
194.07
122.22
202.08
369.79
367.76
5.70
2.08
0.64
6.51
4.56
1.61
5.66
3.10
0.86
Selar
Lampiran 29. Pengelompokkan CPUE Berdasarkan Salinitas (Banyar-Bentong-Juwi)
159
160
Lampiran 30. Pengelompokkan CPUE Berdasarkan Salinitas (Layang-Lemuru-Selar)
161
Lampiran 31. Squared cosines of the points-rows
Banyar
Bentong
Juwi
Layang
Lemuru
Selar
F1
0.052
0.456
0.961
0.760
0.000
0.449
F2
0.199
0.001
0.024
0.225
0.979
0.061
F3
0.002
0.529
0.015
0.004
0.004
0.440
Lampiran 32. Squared cosines of the points-columns
Pekal R
Pekal S
Kar R
Kar S
Bawe R
Bawe S
Bawe T
Masa R
Masa S
Masa T
Matas R
Matas S
Matas T
Mks R
Mks S
Mks T
F1
0.932
0.757
0.128
0.438
0.196
0.604
0.662
0.079
0.917
0.710
0.121
0.710
0.312
0.094
0.180
0.718
F2
0.057
0.144
0.362
0.215
0.566
0.378
0.326
0.778
0.000
0.233
0.836
0.220
0.252
0.719
0.680
0.019
F3
0.010
0.079
0.452
0.342
0.125
0.005
0.012
0.033
0.059
0.043
0.015
0.024
0.148
0.144
0.054
0.084
162
Lampiran 33. Ikan Pelagis Dominan (ikan layang) di Laut Jawa
Lampiran 34. Beberapa Jenis Ikan Pelagis Kecil di Laut Jawa
Download