BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan
sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang
semakin lama semakin berkurang karena adanya pembangunan pemukiman dan
pembangunan sektor non-pertanian lainnya. Perluasan lahan tersebut dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai jenis lahan yang ada untuk menunjang pertanian
sebagai salah satu sumber mata pencaharian dan sebagai sumber utama kebutuhan
masyarakat, yaitu pangan. Luas lahan pertanian yang semakin menyempit
menyebabkan masyarakat kemudian mencari jalan keluar dengan memanfaatkan
lahan yang sebenarnya tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau memiliki
banyak faktor pembatas yang disebut dengan tanah marginal.
Padi merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia sebagai
bahan pangan utama sebagian besar masyarakat di Indonesia. Padi yang memiliki
produk hasil utama beras merupakan komoditas yang ditanam oleh petani setiap
tahunnya, terlebih di Pulau Jawa. Menurut Anonim (2013), konsumsi beras rata-rata
seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 85,514 kg, sedangkan luas
pertanaman padi di Indonesia mencapai 13.837.213 ha dengan produksi mencapai
71.291.494 ton. Dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, maka dapat
diasumsikan bahwa konsumsi rata-rata beras di Indonesia akan mengalami
peningkatan. Berdasarkan hasil pengitungan dari Departemen Pertanian tahun 2013,
Apabila konsumsi beras per kapita per tahun 139,15 Kg pada tahun 2010 dan dengan
laju penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5 % maka kebutuhan
beras pada tahun 2014 sebesar 33.013.214 ton. Jumlah tersebut tentu saja
menyebabkan Indonesia akan membutuhkan suplai beras yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun hal ini justru diikuti dengan
1
penurunan luasan lahan pertanian yang justru semakin lama semakin menyempit.
Oleh sebab itu, terobosan-terobosan dan pengembangan usaha tani padi sangat
dibutuhkan untuk dapat mencukupi kebutuhan konsumsi beras di Indonesia dari
dalam sehingga dapat menekan angka impor beras dari luar.
Peningkatan produktivitas tanaman padi melalui perluasan lahan pertanian
telah dilakukan dalam waktu yang cukup lama, khususnya perluasan di lahan-lahan
marginal. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang
memiliki luasan lahan pasir pantai yang cukup besar di Indonesia yaitu 3.300 ha
(Setyono dan Suradal, 2010). Namun berdasarkan kriteria CSR/FAO (1983),
kesesuaian aktual lahan pasir pantai selatan di Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk
kelas Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk komoditas tanaman pangan dan
sayuran. Hal ini juga mengacu pada kondisi salinitas tanah yang cukup tinggi.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk dapat mengatasi permasalahan tanah salin pada
pertanaman padi, yaitu dengan menggunakan varietas padi hibrida yang dapat
bertahan atau memiliki toleransi pada kondisi salinitas yang tinggi. Namun
permasalahan tanah salin ternyata tidak hanya mengenai suatu hamparan yang
terkena cekaman salinitas saja, tetapi juga dampak yang lebih besar yang diakibatkan
oleh akumulasi garam yang berada di dalam tanah dan semakin meningkatkan
konsentrasi salinitas di dalam tanah.
Lahan pantai merupakan salah satu ekstensifikasi pertanian dalam hal
perluasan lahan. Panjang garis pantai di Indonesia adalah 106.000 km dengan potensi
luas lahan 1.060.000 ha (Putri, 2011). Menurut Zelensky (1999) lahan pertanian yang
berada di dekat garis pantai akan memiliki potensi yang besar untuk terkena cekaman
salinitas. Hal ini disebabkan karena garam-garam yang berasal dari laut mudah untuk
masuk ke dalam tanah melalui pasang surut maupun intrusi air laut. Anonim (2006)
menyebutkan bahwa salinitas pada tanah juga dapat terjadi di daerah yang memiliki
curah hujan yang rendah dengan hasil pelindian kation basa tanah yang tinggi.
Gelombang pasang yang terjadi pada lahan pertanian dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan lahan tergenang dengan air yang mengandung salinitas tinggi
2
(Shaaban et al, 2013). Kondisi salinitas yang tinggi inilah yang kerap menyebabkan
beberapa jenis tanaman sulit untuk dibudidayakan di daerah pantai karena beberapa
jenis tanaman tersebut tidak tahan terhadap kondisi salinitas yang tinggi. Irigasi pada
lahan pertanian juga kerap mengandung kadar garam yang cukup tinggi (Kusmiyati
dkk., 2009). Rezaei et al. (2011) mengatakan bahwa pengairan lahan yang
menggunakan tanah salin dalam jangka waktu yang relatif lama akan menyebabkan
akumulasi garam NaCl di dalam tanah dan akan merusak tanaman.
Permasalahan salinitas ini semakin meningkat dengan adanya teknik budidaya
pertanian yang tidak memperhitungkan dampak dari salinitas yang akan terjadi di
dalam tanah. Menurut Gregoria et al. (1997) saat ini salinitas merupakan faktor
pembatas kedua yang terbesar di dunia setelah kekeringan terhadap peningkatan
produktivitas di berbagai negara. Kondisi salinitas tinggi di dalam tanah tidak
diimbangi dengan pemilihan tanaman yang toleran ataupun tahan dengan lingkungan
salin. Modifikasi lahan pun dilakukan dengan kurang memperhitungkan kondisi hara
yang berada di dalam tanah salin, sehingga sering terjadi keracunan hara akibat
penanganan tanah salin yang kurang tepat.
Sistem pertanaman padi membutuhkan pengairan yang tergenang dan secara
terus-menerus tersedia hingga masa pembungaan atau fase generatif muncul
(Anonim, 2010). Hal ini berarti dalam waktu kurang lebih 10 minggu lamanya, padi
akan diberi air secara terus-menerus hingga tergenang. Hal tersebut dapat
menyebabkan kandungan oksigen dalam tanah menurun dan bersifat anaerob.
Kondisi anaerob dapat menyebabkan ketersediaan unsur-unsur hara dalam tanah
menjadi rendah, sehingga tanaman tidak dapat mengoptimalkan penyerapan unsur
hara yang ada di dalam tanah. Suasana anaerob dalam tanah dapat menyebabkan
hipoksia dimana penurunan jumlah O2 akan menjadi faktor pembatas produksi ATP
melalui fosforilasi oksidatif (Dat et al., 2006).
Gipsum adalah suatu bahan yang biasa ditambahkan pada beberapa lahan
pertanian yang tercekam oleh kondisi salin (Khaniz dan Khan, 2013). Keberadaan
3
gipsum dapat membantu dalam reklamasi lahan salin dengan mengganti ion Na+
berlebih dalam tanah dengan Ca2+ sehingga potensial osmotik yang berada di zona
perakaran akan berkurang. Gipsum digunakan secara luas dalam remediasi tanah salin
dan juga digunakan sebagai bahan reklamasi tanah yang terkena dampak salinitas.
Dengan mengurangi ion CO32- dan OH-, gipsum dapat memberi efek keasaman pada
tanah dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi (Landon, 1947).
Gipsum juga digunakan untuk mengatasi lahan yang terkontaminasi oleh
salinitas yang sangat tinggi seperti endapan lumpur marine di Sidoarjo, Jawa Timur
sebagai bahan untuk membantu pengolahan lahan. Dengan pemberian gipsum, pH
dalam tanah akan menurun dan daya hantar listrik (DHL) juga akan menurun
(Thohiron dan Prasetyo, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Lahan yang semakin menyempit untuk pertanian, khususnya pada pertanaman
padi menyebabkan ekstensifikasi perluasan lahan dilakukan di lahan pantai dengan
kandungan garam yang tinggi (Anonim, 2013b). Kandungan garam yang tinggi di
dalam tanah tersebut bersifat racun dan dapat menyebabkan tanaman tidak dapat
hidup dengan baik. Karakteristik lahan pasir pantai yang mengandung garam tinggi,
diikuti dengan kondisi pengairan yang dimungkinkan juga mengandung garam yang
cukup tinggi menyebabkan tanaman padi tidak dapat tumbuh dengan baik di lahan
tersebut tanpa adanya modifikasi-modifikasi lingkungan fisik pada lahan.
Tanah salin dapat ditanggulangi dengan mengetahui ciri-ciri dari tanah
tersebut, sehingga faktor pembatas utama dari unsur yang terkandung dalam tanah
salin dapat diketahui. Dengan mengetahui faktor pembatas utama pada tanah salin
tersebut, dapat dicari metode yang tepat untuk dapat memanfaatkan secara optimal
tanah salin tersebut untuk lahan pertanaman padi. Diharapkan produktivitas tanaman
padi akan meningkat dengan adanya usaha pertanaman padi di lahan pasir pantai.
Selain itu, pemanfaatan lahan pasir pantai sebagai media pertanaman padi sebaiknya
4
tetap menjaga keseimbangan ekosistem pantai dengan tidak merusak komponen
ekosistem yang ada di dalamnya.
Irigasi pada tanah salin juga akan menentukan pertumbuhan dan hasil
tanaman. Irigasi dengan konsentrasi salinitas tinggi yang biasa terjadi di daerah pantai
dapat menyebabkan akumulasi salinitas dalam tanah semakin meningkat. Budidaya
tanaman padi konvensional seperti penggenangan secara terus-menerus hingga masa
vegetatif maksimum padi dapat menyebabkan menyebabkan penurunan hasil
ekonomis.
Penggunaan bahan-bahan yang dapat mengurangi pengaruh garam dalam
tanaman sangat diperlukan, seperti gipsum dengan dosis tertentu, agar dapat
meningkatkan produktivitas tanaman padi. Dosis yang tepat dapat mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman padi, sehingga bahan yang ditambahkan tidak akan menjadi
senyawa racun baru bagi tanaman setelah salinitas yang tinggi. Penggunaan gipsum
juga diharapkan dapat mengurangi cekaman salinitas pada tanaman.
Rumusan masalah yang akan dianalisis dan diteliti lebih lanjut adalah
bagaimana pengaruh pemberian gipsum dengan berbagai takaran pada cara irigasi
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang tercekam salinitas.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan hasil padi.
2. Pengaruh irigasi salin genangan dan macak-macak pada pertumbuhan dan
hasil padi.
3. Pengaruh pemberian gipsum terhadap pertumbuhan dan hasil padi yang
tercekam salinitas pada irigasi genangan dan macak-macak
5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk masyarakat akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan masukan untuk diteliti lebih lanjut.
2. Bagi pemerintah hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk
dapat mengoptimalisasi lahan pasir pantai untuk lahan pertanaman padi.
3. Bagi petani penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi melalui
penambahan gipsum pada pertanaman padi di lahan pasir pantai.
6
Download