kata pengantar

advertisement
Penulis :
Dra. Gusmailina, M.Si
Dra. Sri Komarayati
Prof. Ris. Dr. Gustan Pari, M.Si
Editor :
Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc
Dr. Ika Heriansyah, S.Hut., M.Agr
Penyunting :
Ir. Didik Purwito, M.Sc
Ir. Erna Rushernawati
Penerbit :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Jl. Gunung Batu No.5
Bogor – 161999
web: www.pustekolah.org
email: [email protected]
KATA PENGANTAR
Di pasar dunia, Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor
arang terbesar selain China, Malaysia, Afrika Selatan dan Argentina.
Produksi arang kualitas ekspor di Indonesia pada umumnya diperoleh dari
usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan teknik dan proses yang
beragam sehingga mutu arang yang dihasilkan juga beragam.
Tak ada yang tak mengenal arang, karena keberadaannya di muka
bumi ini sudah ada sejak ribuan tahun silam, walaupun awal
penggunaannya masih ditujukan untuk keperluan rumah tangga seperti
memasak, memanggang makanan atau untuk seterika. Setelah banyak
hasil penelitian tentang arang, maka diketahui bahwa sifat dan karakteristik
arang yang unik dapat diaplikasikan pada berbagai kebutuhan hidup,
diantaranya sebagai bahan obat-obatan, kosmetik, peralatan mandi, bahan
kain asal serat arang, filter rokok, membangun kesuburan lahan, dan lainlain.
Mengingat banyaknya kegunaan yang dimiliki arang bagi
kehidupan manusia, pengkajian terhadap manfaatnya yang menakjubkan
pun telah banyak dilakukan. Di antara sifat dan keunikan arang yaitu
memiliki pori-pori kecil yang sangat banyak, sehingga satu gram arang
mempunyai luas permukaan sekitar 250 meter persegi. Pori-pori ini dapat
melekatkan zat-zat yang berlainan pada dindingnya, yang nantinya akan
dilepaskan. Dengan karakteristik tersebut, maka arang mampu menyerap
bau ruangan dan mengatur kelembaban suhu udara, di samping itu ionion negatif yang dihasilkan dapat memberikan efek rileks dan santai.
Terkait dengan arang sebagai pembangun kesuburan lahan, Pusat
Litbang Hasil Hutan telah melakukan penelitian dan pengembangan, dan
teknologi yang dihasilkan telah diterapkan dan diaplikasikan oleh
kelompok tani di Kabupaten Cianjur.
Buku ”Membangun Kesuburan Tanah dengan Arang” menyajikan
hasil penelitian dan pengembangan berupa informasi teknologi pembuatan
dan pemanfaatan arang untuk kesuburan tanah.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi hingga
diterbitkannya buku ini. Semoga apa yang disajikan dalam buku ini dapat
memberi manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2015
Kepala Pusat
Dr. Ir. Dwi Sudharta, M.Si
i
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------
i
DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------------------- iii
DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------------- v
DAFTAR GAMBAR
----------------------------------------------------------------------- vii
DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------------- viii
I.
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------
1
II.
ARANG -------------------------------------------------------------------------------A. Sifat Arang ------------------------------------------------------------------------B. Manfaat Arang di Bidang Pertanian dan Peternakan --------------1. Arang untuk Soil Conditioning (membangun kesuburan
tanah) ------------------------------------------------------------------------2. Penemuan Terra Preta -------------------------------------------------3. International Biochar Initiatif ----------------------------------------4. Arang dan Karbon Offset ---------------------------------------------5. Siklus Carbon --------------------------------------------------------------6. Meningkatkan Aktivitas dan Populasi Mikroba Tanah -------C. Kualitas Arang -----------------------------------------------------------------1. Arang Serbuk Gergaji (ASG) ------------------------------------------2. Arang Sekam Padi (ASP) -----------------------------------------------D. Aplikasi Arang ------------------------------------------------------------------
4
4
6
III.
ARANG KOMPOS BIOAKTIF -----------------------------------------------A. Mengenal Arang Kompos Bioaktif (Arkoba) -----------------------1. Manfaat dan Keunggulan Arang Kompos Bioaktif
(Arkoba) ---------------------------------------------------------------------2. Pentingnya Arkoba sebagai Suplai Bahan Organik
Tanah -------------------------------------------------------------------------B. Potensi Bahan Baku Arkoba ----------------------------------------------C. Teknologi Pembuatan Arkoba -------------------------------------------1. Pembuatan Arang Kompos ---------------------------------------------
9
12
13
14
17
18
20
21
28
30
33
33
34
35
37
40
40
iii
DAFTAR ISI
(Lanjutan)
D. Macam-macam Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba) --------------1. Arkoba Sampah Kota ---------------------------------------------------2. Arkoba dari Gulma (Tumbuhan Pengganggu) ----------------3. Arkoba dari Limbah Industri Pulp dan Kertas ------------------4. Arkoba dari Limbah Penyulingan Nilam --------------------------
43
43
46
48
51
IV. APLIKASI ARKOBA, PROSPEK, DAN PELUANG ----------------------A. Aplikasi Arkoba --------------------------------------------------------------1. Produksi dan Aplikasi Arkoba di Desa Karyasari -------------2. Produksi dan Aplikasi Arkoba dari Garut ------------------------3. Pembuatan dan Aplikasi Arkoba di Kabupaten Muaro
Jambi ------------------------------------------------------------------------4. Aplikasi Arkoba pada Tanaman Nilam --------------------------5. Aplikasi Arkoba pada Anakan/bibit Tanaman Jati ----------B. Prospek dan Peluang -------------------------------------------------------
53
53
53
54
V.
PENUTUP ---------------------------------------------------------------------------- 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
57
59
60
60
DAFTAR TABEL
Tabel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hal.
Beberapa sifat arang -----------------------------------------------------------Pemanfaatan arang di beberapa sektor ---------------------------------Pengaruh penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos
dan cuka kayu terhadap anakan Sengon dan Jabon sampai
umur 10 bulan -------------------------------------------------------------------Peranan arang dalam pembuatan arang kompos ------------------Analisis unsur hara makro Arkoba dari limbah penyulingan
nilam --------------------------------------------------------------------------------Perbandingan kualitas aragh kompos bioaktif Garut dengan
standar yang diakui ------------------------------------------------------------Efek penggunaan arkoba pada tanaman tembakau ----------------Pengaruh penambahan arkoba terhadap rendemen minyak
nilam --------------------------------------------------------------------------------Pengaruh penambahan arkoba terhadap kualitas minyak
nilam ---------------------------------------------------------------------------------
5
8
10
32
52
56
57
59
60
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
vi
Hal.
Macam-macam arang --------------------------------------------------------Mikroskopis pori arang ------------------------------------------------------Temuan tanah hitam atau Terra Preta di lembah Amazon -----Sketsa siklus karbon secara sederhana ----------------------------------Pengaruh aplikasi arang terhadap kondisi ph tanah (A) dan
pengaruhnya terhadap perkembangan mikroorganisme
tanah (B) --------------------------------------------------------------------------Manfaat arang ------------------------------------------------------------------Pengaruh pemberian beberapa jenis arang terhadap
pertumbuhan diameter batang tanaman Eucalyptus
urophylla -------------------------------------------------------------------------Potensi beberapa jenis limbah sebagai bahan baku arang -------Proses pembuatan arang serbuk gergaji dengan tungku semi
kontinyu model P3HH ------------------------------------------------------Sketsa tungku semi kontinyu model P3HH, 1997 ------------------Arang serbuk gergaji ----------------------------------------------------------Pembuatan arang dengan tungku drum -------------------------------Arang tempurung kelapa, arang sebetan/limbah kayu ------------Cara sederhana membuat arang sekam padi -------------------------Aplikasi arang pada lahan pertanian dan kehutanan --------------Pengaruh pemberian arang pada perkembangan akar
tanaman Acacia mangium --------------------------------------------------(A) Aplikasi arang pada semai dan anakan Eucalyptus
citriodora, (B) penampakan akar Gmelina arborea sampai 2
bulan, (C&D) Eucalyptus urophylla di lapangan sekitar
Pustekolah ------------------------------------------------------------------------Sampah organik sebagai bahan baku Arkoba ------------------------Limbah penyulingan minyak nilam, pala dan cengkeh
berpotensi sebagai bahan baku Arkoba --------------------------------Sludge limbah padat industri pulp sebagai bahan baku
potensial pembuatan Arkoba ----------------------------------------------Demo masak (2 & 3) dengan menggunakan biogas sampah
kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco (1) dan
pembangkit listrik (4) ---------------------------------------------------------Beberapa jenis wadah pengomposan -------------------------------------
6
6
13
18
20
20
23
24
25
25
26
27
28
30
31
31
32
38
38
38
39
41
DAFTAR GAMBAR
(Lanjutan)
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Tahap awal proses pem-buatan Arkoba --------------------------------Proses lanjutan pembuatan Arkoba ---------------------------------------Pembuatan Arkoba di bawah tegakan Acacia mangium ---------Skema pembuatan Arkoba --------------------------------------------------Gulma sebagai bahan baku Arkoba --------------------------------------Proses pembuatan Arkoba dari di Desa Karyasari, kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor ----------------------------------------------Limbah padat industri pulp dan kertas ----------------------------------Limbah kulit kayu pada industri kertas ----------------------------------Limbah sludge yang memerlukan lahan luas untuk
pembuangan ---------------------------------------------------------------------Pile composting limbah kulit dan sludge -------------------------------Arkoba limbah penyulingan nilam ---------------------------------------Pola pengelolaan nilam sekaligus pemanfaatan limbah -----------Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman pertanian
cabai gendot, brokoli dibawah tegakan Pinus, dan salderi (A)
Aplikasi Arkoba pada tanaman kehutanan jati (B) ------------------Transfer teknologi Arkoba kepada Kelompok Tani Rimba
Sejahtera di Desa Karyasari, Leuwi. Liang, Kabupaten Bogor,
serta aplikasi pada tanaman murbey (A), palawija, nilam dan
tanaman Kehutanan (B) ------------------------------------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman sayuran kol ---------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman bunga ---------------------------------Aplikasi Arkoba pada lahan Gerhan di lokasi Ranca Salak,
Kab. Garut (A); Arang kompos produksi Garut (B) ----------------Pelatihan produksi Arkoba di Kabupaten Garut
Sosialisasi pembuatan Arkoba di Jambi ---------------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman cabai dan selederi di Jambi
(A); Aplikasi Arkoba pada anakan bulian dan tanaman
penghasil gaharu di Jambi ---------------------------------------------------Pengaruh pemberian Arkoba terhaap pertambahan tinggi
anakn bulian (Eusyderoxylon zwageri dan gaharu (Aquilaria
malaccensis) selama 4 bulan di kebun bbit Dinas Kehutanan
Jambi -------------------------------------------------------------------------------Arkoba (Arang kompos Bioaktif) ------------------------------------------
42
42
42
43
47
47
49
49
50
50
52
52
53
54
55
55
56
58
58
58
59
61
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
viii
Hal.
Kandungan hara arang dari beberapa jenis limbah kayu --------Kandungan hara kompos dan arang kompos ------------------------Komposisi dan kandungan unsur hara arang serbuk gergaji
dan arang sekam padi --------------------------------------------------------Kandungan unsur hara kompos dan arang kompos serasah
tusam -------------------------------------------------------------------------------Kandungan unsur hara kompos (K), arkoba serbuk gergaji,
dan arkoba serbuk gergaji+jerami padi sebagai campuran
media tumbuh anakan bulian (E. Zwageri) dan gaharu (A.
malaccensis) ----------------------------------------------------------------------Kandungan unsur hara arang kompos dari limbah padat
penyulingan bioetanol dar sagu ------------------------------------------Standar kompos menurut PERHUTANI, Jepang, dan WHO ---Kualitas dan kandungan unsur hara arang kompos hasil
ujicoba di laboratorium (GA) dibandingkan dengan
beberapa kualitas kompos lainnya ---------------------------------------Kualitas dan kandungan unsur hara arkoba kulit kayu dan
sludge ------------------------------------------------------------------------------Analisi kandungan unsur hara makro beberapa jenis arkoba ---Daftar Glosari --------------------------------------------------------------------
73
73
74
74
75
75
76
76
77
78
78
Pendahuluan
I.
PENDAHULUAN
“Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” demikian
ungkapan yang cocok diberikan pada arang. Masyarakat Indonesia pada
umumnya telah menggunakan arang kayu sejak ribuan tahun yang lalu,
namun penggunaannya lebih ditujukan untuk konsumsi sendiri sebagai
bahan bakar memasak, padahal penggunaan dan manfaat arang telah
meluas ke berbagai segi kehidupan. Akibat kemajuan di bidang teknologi
tingkat konsumsi masyarakat terhadap arang semakin berkurang. Bahkan
volume permintaan arang kayu di pasaran dalam dan luar negeri semakin
menurun. Hal ini tidak terlepas dari beralihnya penggunaan bahan bakar
arang kepada bahan bakar migas dan energi listrik. Akan tetapi beberapa
tahun terakhir ini arang kayu mulai dilirik kembali setelah munculnya
berbagai penemuan baru yang menyatakan bahwa produk arang tersebut
mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi
modern kini telah menemukan berbagai manfaat arang bagi kepentingan
manusia dengan aneka kegunaannya. Hasil penelitian di Jepang menunjukkan bahwa arang yang mengandung karbon tersebut dapat diolah menjadi
berbagai produk rumah tangga yang berkhasiat bagi kesehatan, kosmetik,
maupun produk kerajinan, bahkan untuk rehabilitasi lahan pertanian,
perkebunan maupun kehutanan.
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu sistem
pertanian adalah sumber daya lahan, karena hampir semua usaha
budidaya berbasis pada sumber daya lahan. Di Indonesia lahan marginal
banyak sekali dijumpai, baik pada lahan basah maupun lahan kering.
Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang
surut seluas 24 juta ha, sementara lahan kering berupa tanah ultisol 47,5
juta ha dan oxisol 18 juta ha. Indonesia memiliki panjang garis pantai
mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha, secara
umum termasuk lahan marginal (Kurnia, dkk., 2006). Berjuta-juta hektar
lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau, ber-prospek baik
untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola
dengan baik. Lahan tersebut tingkat kesuburannya rendah, sehingga
diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki dan meningkatkan
produktivitasnya.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 1
Pendahuluan
Diantara faktor penyebab menurunnya kesuburan lahan adalah
penggunaan pupuk dan pestisida kimia selama puluhan tahun secara terus
menerus dan cenderung berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan
kualitas tanah yang berimbas pada produksi tanaman karena membuat
lahan menjadi bertambah masam dan keras. Selain itu harga pupuk kimia
yang semakin mahal serta sulit diperoleh, yang berakibat pada rendahnya
produksi pertanian, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor beberapa
komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi mengingat lahan potensial di Indonesia sangat
luas, hanya perlu perbaikan kondisi lahan agar bisa optimal kembali. Lahan
rusak belum tentu tidak ada unsur hara, hanya tidak tersedia bagi tanaman
sehingga tidak bisa diserap dan dimanfaatkan tanaman. Salah satu penyebabnya adalah lahan dalam kondisi masam, akibatnya mikroorganisme
yang berperan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman tidak bisa hidup.
Membuat lahan rusak menjadi subur tidaklah sulit, hanya dibutuhkan
ketekunan untuk memper-baiki dan merawat tanah tersebut agar terus
subur.
Arang adalah solusi tepat yang dapat mengembalikan kondisi lahan
menjadi subur kembali. Arang dapat dibuat dengan mudah dan murah
karena memanfaatkan berbagai jenis limbah baik limbah pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Arang bukanlah pupuk, tetapi dengan keberadaan arang di dalam tanah dapat membangun kembali kesuburan tanah
yang rusak, karena arang dapat menaikkan pH tanah dari masam ke
tingkat netral. Biasanya petani melakukan dengan menambahkan kapur
pertanian yang mengandung senyawa Ca (Calcium) dan Mg (Magnesium)
ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi dan menetralkan sifat racun
dari Al (Alumunium) serta akibat buruk lainnya akibat kondisi tanah yang
masam. Karena sifat arang sebagai agen untuk meningkatkan pH tanah,
maka arang sangat cocok digunakan untuk lahan marginal yang tersebar
luas di Indonesia. Arang juga dapat memperbaiki struktur, serta aerasi dan
drainase tanah, sehingga dapat memacu perkembangan mikroorganisme
penting dalam tanah, oleh karena itu pemberian arang dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Jika struktur dan tekstur tanah baik,
maka kehidupan mikroorganisme tanah akan berkembang lebih baik,
sehingga memudahkan pembentukan dan peningkatan jumlah spora dari
ekto maupun endomikoriza serta mikroorganisme yang berperan dalam
mengikat N (Nitrogen) bebas dari udara.
2 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Pendahuluan
Selain penggunaan arang pada lahan dapat memperbaiki dan
meningkatkan kondisi tanah, meningkatkan aliran air tanah, mendorong
pertumbuhan akar tanaman, arang juga dapat menyerap residu pestisida
dan kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta sebagai media mikroorganisme untuk simbiosis, mencegah penyakit tertentu,
serta meningkatkan rasa buah dan produksi. Demikian banyak manfaat
dan keuntungan penggu-naan arang untuk memperbaiki kondisi lahan di
Indonesia khususnya lahan pertanian, maka dirasa penting untuk menyebarluaskan informasi ini dalam bentuk buku. Pada Bab II berisikan
informasi tentang sifat arang, kualitas arang, potensi bahan baku serta
teknologi pembuatan arang. Sementara Bab III lebih fokus pada arang
kompos bioaktif (Arkoba), mulai dari manfaat dan keunggulan, teknologi
pembuatannya, sampai pada ragam Arkoba sebagai altenatif pemanfaatan
limbah. Pada Bab IV, disajikan beragam bentuk aplikasi Arkoba serta
prospek dan peluangnya.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 3
Arang
II. A R A N G
A. Sifat Arang
Secara umum arang adalah hasil pembakaran atau proses
karbonisasi dari bahan berlignoselulosa yang dikarbonisasi pada suhu 400500oC dan keaktifannya masih rendah, serta mengandung karbon yang
berbentuk padat dan berpori. Arang yang dihasilkan pada suhu 4005000C, sebagian besar porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter
dan senyawa organik lain yang komponen-nya terdiri dari abu, air,
nitrogen dan sulfur. Jika arang ini diproses lebih lanjut pada suhu 7009000C akan menjadi arang aktif dan mempunyai pori lebih terbuka
dengan permukaan yang relatif bersih dari senyawa hidrokarbon.
Umumnya proses pembuatan arang dilakukan dengan cara memanaskan
bahan berlignoselulosa dalam suatu tempat tertutup (kiln) tanpa kontak
langsung dengan udara pada suhu. Kiln dapat terbuat dari bata, logam,
atau juga dapat dibuat dari tanah liat. Pembuatan arang pada prinsipnya
hampir sama di beberapa negara. Perbedaannya hanya pada disain dan
model tungku yang digunakan, namun tujuannya sama yaitu untuk
mendapatkan arang yang berkualitas tinggi.
Penggunaan arang sangat tergantung pada jenis dan kualitas arang.
Seperti nano karbon secara fisik berguna antara lain: untuk penyerap
radiasi sinar matahari, isolator gelombang elektromag-netik, elektrode,
filamen karbon, serta air batere. Morfologi arang aktif mempunyai
porositas yang berguna untuk penjernihan air, purifikasi udara, penghisap
gas, penyuburan tanah, filter, anti embun, penumbuh mikroorganisme dan
lain-lain. Secara kimia arang bersifat reaktivitas meliputi penyalaan api,
produksi karbon sulfat, gasifikasi, bahan farmasi dan pembuatan baja.
Arang juga sebagai sumber energi untuk rumah tangga, memasak, dan
power supply. Sebagai komponen non organik berguna sebagai glasir,
mikroelement, penggunaan untuk keramik serta pembangun kesuburan
tanah.
Arang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penyerap
dan pelepas unsur hara (pupuk) dalam bidang kesuburan tanah karena
memiliki luas permukaan yang besar dan kurang lebih sama dengan koloid
4 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
tanah. Pohan (2002), menyatakan bahwa arang tempurung kelapa
mempunyai luas permukaan yang paling besar dibandingkan dengan jenis
arang lainnya. Arang tempurung kelapa umumnya mempunyai luas
permukaan dalam antara 500-1500 m2/g, sehingga sangat efektif dalam
menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Begitu pula dengan arang
sekam padi, dapat memiliki luas permukaan dalam antara 300-2000m2/g
(Hsieh & Hsieh (1990); John (1989)). Sifat penting arang kayu memiliki
kerapatan total antara 1,38-1,46 g/cm3; porositas 70 %; permukaan dalam
50 m3/g; berat bagian terbesar antara 80-220 kg/m2; kandungan karbon
80-90 %; kandungan abu 1-2 %; dan zat mudah menguap antara 10-18 %
(Angel, 1995). Oleh karena itu arang juga dapat berfungsi sebagai
penyedia unsur hara P dan K serta disebut juga sebagai pembenah tanah
(Soil amendment).
Penggunaan arang sebagai pembangun kesuburan lahan di bidang
pertanian, perkebunan maupun kehutanan lebih difokuskan kepada arang
yang bahan bakunya berasal dari limbah. Komposisi arang umumnya
terdiri dari air, volatile matter tar dan cuka kayu, abu, dan karbon terikat.
Komposisi tersebut tergantung dari jenis bahan baku, dan metode
pengarangan, namun tetap memiliki keunggulan komparatif pada setiap
penggunaan.Komposisi beberapa jenis arang dapat dilihat pada Lampiran 1
dan 2. Sebagai contoh pada pertanian semua unsur sangat diperlukan,
namun di bidang industri kandungan air diharapkan seminimal mungkin.
Macam-macam arang dan mikroskopis pori arang disajikan pada Gambar 1
dan 2. Sedangkan sifat dan keunggulan arang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa sifat arang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Sifat arang
Karbon berwarna hitam hasil proses karbonisasi dari bahan berlignoselu-losa pada
suhu 400-500oC
Padat, porous dan berpori berguna untuk purifikasi udara, penyuburan tanah,
filter, anti embun, penumbuh mikroorganisme dan lain-lain.
Sebagian besar porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa
organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur
Terdiri dari air, volatile matter tar dan cuka kayu, abu, dan karbon terikat
Secara kimia arang bersifat reaktivitas meliputi penyalaan api, produksi karbon
sulfat, gassifikasi, bahan farmasi dan pembuatan baja
Struktur arang sebagian besar amorf tetapi berisi beberapa struktur kristal lokal
senyawa aromatik yang terkonjugasi
Atom karbon yang terikat erat sehingga tahan terhadap serangan dan dekomposisi
mikroorganisme
Mengandung senyawa organik aromatik-alifatik struktur yang kompleks (termasuk
sisa volatil) , dan senyawa mineral (abu anorganik)
Catatan : Tabel diolah dari berbagai sumber
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 5
Arang
Gambar 1.
Macam-macam arang
(Foto dok. Gusmailina)
Gambar 2.
Mikroskopis pori arang
(Sumber : Pari, 2010)
B. Manfaat Arang di Bidang Pertanian dan Peternakan
Bahan organik tanah bukan hanya berfungsi sebagai pemasok hara,
tetapi juga berguna untuk menjaga kehidupan biologis di dalam tanah.
Oleh sebab itu salah satu cara untuk membangun kembali kesuburan lahan
yaitu dengan penambahan arang. Hal ini dimungkinkan karena arang
mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah
yang akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan
tanaman (slow release). Selain itu arang bersifat higroskopis sehingga hara
dalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan berada dalam keadaan siap
pakai. Manfaat arang secara terpadu di bidang pertanian antara lain:
memperbaiki dan meningkatkan kondisi tanah, meningkatkan aliran air
tanah, mendorong pertumbuhan akar tanaman, menyerap residu pestisida
dan kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta
sebagai media mikro-organisme untuk simbiosis, mence-gah penyakit
tertentu, serta meningkatkan rasa buah dan produksi (Anonimus, 2002).
Di bidang pertanian arang dapat digunakan untuk menaikkan pH tanah
dari masam ke tingkat netral yang biasanya dilakukan dengan menambahkan kapur pertanian.
6 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
Dewasa ini penggunaan arang untuk lahan baik itu pertanian,
perkebunan, maupun kehutanan secara Internasional menggunakan istilah
biochar. Di Indonesia sesungguhnya pemanfaatan arang telah lama digunakan sebagai campuran dalam media tanam. Arang adalah supplement
tanah yang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas tanah. Sebagai
arang yang mengandung bahan organik tinggi, dapat dibuat dari biomas
tanaman, limbah pertanian, kotoran hewan ataupun bahan organik lain
dengan proses pirolisis. Kuantitas dan kualitas arang biochar ditentukan
oleh bahan baku, suhu pirolisis dan lama waktu pirolisis.
Usaha untuk meningkatkan hasil pertanian sampai saat ini masih
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat.
Di lain pihak, lahan pertanian semakin berkurang kapasitasnya dalam
mendukung pemenuhan hara bagi tanaman. Kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sangat terbatas sehingga
perlu masukan dari luar baik berupa pupuk anorganik maupun organik.
Selain itu, kondisi alam yang tidak menentu akibat dari pemanasan global
membuat usaha-usaha perta-nian perlu mencari suatu teknologi yang dapat
menghadapi hal tersebut. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi
arang yang merupakan teknologi kuno yang dimunculkan kembali.
Takehiko Hoshi dari Tokai University, Jepang, meneliti efek arang
terhadap tanah perkebunan teh selama 10 tahun di bagian timur Shizuoka,
Jepang. Arang yang ditaburkan di sekeliling tanam-an teh masing-masing
sebanyak 100 g, ternyata memberikan efek pertumbuhan tinggi dan
volume produksi meningkat 40 % diban-ding tanaman yang tak ditaburi
arang. Penyebabnya, arang mengu-bah air yang terperangkap dalam tanah
menjadi air mineral karena berikatan dengan mineral-mineral arang. Arang
juga mengikat nutrisi di udara seperti nitrogen sehingga pH di dalam tanah
tetap netral. Selain kaya mineral arang juga bersifat antibakteri dan
beberapa jenis asam penyubur tanaman. Konsep itulah yang diterapkan
Korea Selatan untuk menjaga kesuburan rumput lapangan golf. Minimal
satu ton arang batok kelapa dipakai untuk lapangan golf pada lapisan
ketiga. Manfaatnya, menyerap kelembapan berlebih sehing-ga cendawan
tidak berkembang dan menghalau hama perusak rumput.
Di sektor kehutanan kandungan bahan organik pada lahan yang
dicadangkan untuk hutan tanaman umumnya rendah. Pada pemanenan
kayu telah terjadi proses pengeluaran hara secara besar-besaran akibat
penggunaan alat pemanenan hutan. Selain itu bahan organik pada lapisan
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 7
Arang
permukaan tanah semakin terancam akibat penyiapan lahan hutan
tanaman secara mekanis. Rendahnya bahan organik akan menurunkan
produktivitas lahan hutan, terutama pada rotasi berikutnya. Kenyataan
juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi kerusakan lahan yang masih
meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus dihijaukan, serta
hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali.
Di sektor pertanian, terjadi penurunan produksi padi jenis IR 36
akibat pemberian pupuk kimia/anorganik secara intensif selama 25 musim
tanam (Martodiresi & Suryanto, 2001). Hal ini akibat menurunnya
kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tak bisa
digantikan perannya oleh pupuk kimia NPK, sehingga kemampuan padi
membentuk anakan menurun. Keadaan ini menun-jukkan betapa
pentingnya pemeliharaan stabilitas bahan organik tanah bagi kelestarian
produktivitas baik pertanian, perkebunan maupun kehutanan.
Arang juga digunakan sebagai pencampur pakan ternak. Hasil
riset Do Thi Thanh Vana dari Goat and Rabbit Research Centre , Hatay,
Vietnam terhadap 42 kambing di National Institute of Animal Husbandry,
Hanoi, menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot kambing yang diberi
pakan 10 g arang per kg bobot tubuh selama 12 minggu lebih cepat. Pada
Tabel 2 dapat dilihat beberapa penggunaan dan pemanfaatan arang.
Tabel 2. Pemanfaatan arang di beberapa sektor
Pemanfaatan arang
No.
1
2
3
4
5
6
Pertanian, perkebunan &
kehutanan
Memperbaiki kondisi tanah
(struktur, pH tanah), sehing-ga
memacu pertumbuhan akar
tanaman
Meningkatkan perkembang-an
mikroorganisme tanah (arang
sebagai rumah mikroba);
Peternakan
Bahan pembuat
silase
Keperluan sehari-hari
Menghilangkan bau
limbah/MCK, bau lemari es,
& penjernihan air minum
Membantu proses Menjaga stabilitas kelempe-nguraian serta
baban ruangan, gudang,
mem-bantu
tempat makanan, produksi
pencernaan ternak pertanian, dll.
Meningkatkan kemampuan tanah Mengurangi dan meng-hilangkan bau kotoran
menahan air/menjaga kelembaban ternak (dapat dipakai sebagai alas lapisan tempat
tanah
pembuangan kotoran ternak unggas)
Menyerap residu pestisida serta
Mencegah diare
kelebihan pupuk di dalam tanah
Meningkatkan rasa buah dan
Meningkatkan produksi dan kualitas daging dan
produksi
telur
Pori arang mempunyai sifat memegang air dengan kapasitas tinggi, sehing-ga baik
untuk pembenah tanah dan penyerapan kelebihan bahan kimia.
Catatan : Diolah berdasarkan data yang ada
8 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
1. Arang untuk Soil Conditioning (membangun kesuburan tanah)
Arang memiliki pori-pori kecil yang sangat banyak, sehingga satu
gram arang mempunyai luas permukaan sekitar 250 meter persegi. Poripori ini sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah serta
dapat melekatkan zat-zat yang berlainan pada dindingnya, yang nantinya
akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan tanaman
(slow release). Selain itu arang bersifat higroskopis sehingga hara dalam
tanah tidak mudah tercuci dan lahan berada dalam keadaan siap pakai.
Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai pembangun kesuburan
tanah (PKT) karena arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki
sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga
pada akhirnya dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan
perkembangan akar tanaman.
Karena sifatnya sebagai agen untuk meningkatkan pH tanah, maka
arang sangat baik digunakan untuk lahan-lahan marginal yang tersebar luas
di Indonesia. Selain arang dapat memperbaiki struktur, serta aerasi dan
drainase tanah, juga dapat memacu perkembangan mikroorganisme
penting dalam tanah. Pemberian arang pada tanah dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah, karena pemberian arang pada media
tanam dapat mengurangi pencucian unsur N secara signifikan (Steiner,
2007). Jika struktur dan tekstur tanah baik, maka kehidupan mikroorganisme tanah yang berperan juga akan berkembang lebih baik, sehingga
memudahkan pemben-tukan dan peningkatan jumlah spora dari ektomikoriza mupun endomikoriza. Ogawa (1989) dan Japan Domestic Fuel
Dealers Association/JDFDA (1994), melaporkan bahwa pemberian arang
dan kalsium posfat secara bersamaan pada beberapa jenis tanaman kehutanan dapat meningkatkan populasi mikoriza empat kali lebih banyak
dibanding tanpa pemberian arang, sehingga dapat merangsang
pertumbuhan akar tanaman serta memberikan habitat yang baik untuk
pertumbuhan semai tanaman. Arang memiliki keunggulan dalam hal total
ruang pori dan kapasitas air tersedia yang lebih tinggi sampai 12 bulan
masa simpan (Santi dan Goenadi, 2010).
Di Jepang, penggunaan arang dapat meningkatkan produksi padi
sampai 50 %. Selain itu penggunaan arang dapat menambah jumlah daun
serta memperluas tajuk pohon tanaman hutan kota, sehingga efektif untuk
mengurangi serta menurunkan polusi dan suhu udara melalui penyerapan
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 9
Arang
CO2 udara (JDFDA, 1994). Pada tanaman pinus, secara nyata meningkatkan pembentukan cabang dan daun. Demikian juga pada tanaman bambu
dapat meningkatkan jumlah anakan. Di Indonesia, Faridah (1996), menyimpulkan bahwa pemberian serbuk arang pada kadar 10 % volume
media berpenga-ruh positif terhadap pertumbuhan awal tinggi semai kapur
(Dryobalanops sp). Sunarno & Faiz (1997) menyarankan pemberian arang
sekam padi sebagai bahan utama media semai di dalam pottray sebagai
alternatif pengganti gambut.
Hasil penelitian Komarayati dan Pari (2012), menyimpulkan bahwa
penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos dan campuran arang
kompos dan cuka kayu dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan
diamater anakan jabon dan sengon. Konsentrasi arang serbuk gergaji sebesar 5 %, campuran arang serbuk gergaji 5 % dan cuka kayu 2 %; arang
kompos 10 %, merupakan konsentrasi yang sesuai dan merupakan konsentrasi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan anakan Jabon dan Sengon.
Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh penambahan arang, arang kompos
pada tanaman jabon dan sengon.
Tabel 3.
Pengaruh penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos dan cuka kayu
terhadap anakan Sengon dan Jabon sampai umur 10 bulan
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
Sumber
Keterangan
Tinggi (cm)
2,06
4,64
3,48
4,33
6,89
6,64
7,60
8,40 *
7,66
6,34
9,85 *
12,14 *
Sengon
Diameter (cm)
0,25
0,17
0,19
0,22
0,26
0,22
0,22
0,34 *
0,33
0,19
0,25
0,34 *
Tinggi (cm)
0,39
6,39
3,20
8,21
13,02
3,34
9,20
24,47 *
22,67
25,83 *
30,59 *
24,93 *
Jabon
Diameter (cm)
0,34
0,59
0,47
0,54
0,47
0,50
0,49
1,06 *
0,94
1,03 *
1,12 *
0,83 *
: Komarayati & Pari (2012)
: A= kontrol; B= arang serbuk gergaji 5%; C= arang serbuk gergaji 5% + cuka kayu
1%; D=arang serbuk gergaji 5% + cuka kayu 2%; E=arang serbuk gergaji 10%; F=
serbuk gergaji 10% + cuka kayu 1%; G= arang serbuk gergaji 10% + cuka kayu 2%;
H= arang kompos 10%; I= arang kompos 10% + cuka kayu 1%; J= arang kompos
10% + cuka kayu 2%; K= arang kompos 20%; L= arang kompos 20% + cuka kayu
1%.
*) : signifikan
Hasil penelitian Santi dan Goenadi (2012), menyimpulkan bahwa
arang cangkang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pembawa
10 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
mikroba pemantap agregat. Selanjutnya Dariah dan Nurida (2012), menyimpulkan bahwa arang/biochar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering beriklim kering. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa pemberian pembenah tanah berbahan baku arang/biochar dengan
dosis 2,5 ton/ha cenderung meningkatkan persentase agregasi tanah. Selain
itu aplikasi mulsa vertikal dan pembenah tanah berbahan dasar arang/
biochar berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi
jagung. Kemampuan arang/biochar memegang air pada tanah bertekstur
pasir juga telah diteliti oleh Sutono dan Nurida (2012), yang menyimpulkan bahwa arang yang terbuat dari kulit buah kakao lebih mampu
mempertahankan kandungan air di dalam tanah bertekstur pasir dibandingkan dengan arang tempurung kelapa sawit dan arang sekam. Dimana
jumlah pori aerasi pada tanah bertekstur pasir yang diberi arang kulit buah
kakao paling tinggi. Dikemukakan juga bahwa arang kulit buah kakao
sangat nyata meningkatkan pori air tersedia pada tanah bertekstur pasir
50% sampai 92%.
Peran arang untuk remediasi lahan pertanian tercemar limbah
tambang emas juga telah dibuktikan oleh Hamzah dkk.,(2012). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa arang yang ditambah dengan pupuk kandang,
ferosulfat mampu memperbaiki pH tanah dan meningkatkan kandungan
N, P, K dan kadar tukar kation (KTK). Tanaman Vetiveria zizanoides L.
yang ditanam pada tailing tambang emas yang diberi perlakuan pupuk
kandang dan biochar mampu menyerap logam berat Hg dan Pb masingmasing sebesar 14,3-33,2 mg/kg dan 48-92 mg/kg. Persentase serapan Hg
tertinggi pada akar 88,91% kemudian pada daun 23,54%, sedangkan
untuk serapan Pb tertinggi yaitu pada akar sebesar 51,17% dan pada daun
sebesar 48,83%.
Penggunaan arang selain mampu memperbaiki kualitas tanah, juga
mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil studi Igarashi (2002)
melaporkan adanya pengaruh pemberian arang dari sekam padi yang
dicampur dengan kapur terhadap pertumbuhan kedele dan jagung. Penelitian di Amazone menunjukkan bahwa penambahan arang mampu meningkatkan hasil padi dan shorgum hingga 40 % (Glaser et al., 2002). Selain
itu penggunaan arang dalam bentuk serbuk mampu memicu pertumbuhan
akar akasia dan mendorong pembentukan akar nodul dalam beberapa
bulan (Okimori, 2003). Hasil penelitian Nurida dkk., (2012), menyimpulkan bahwa aplikasi arang selain mampu meningkatkan pH tanah juga
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 11
Arang
menigkatkan kandungan C organik tanah menjadi 1,02%-1,07% dan KTK
meningkat menjadi 5,79-5,95 cmol(+)/kg.
Aplikasi arang pada tanah penting untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan karbon, meningkatkan kesuburan tanah,
menjaga keseimbangan ekosistem tanah serta bertindak sebagai agen untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan menyediakan
dan mempertahankan hara (Glaser et al., 2002). Widowati dkk.,(2012)
menyimpulkan bahwa penggunaan arang secara mandiri tanpa pupuk KCL
dapat menekan pencucian K dan garam larut sedangkan kadar K tersedia
dan K total tanah serta serapan K semakin tinggi. Lebih lanjut Sukartono
dan Utomo (2012) menyimpulkan bahwa aplikasi biochar selain meningkatkan status C organik tanah selama tiga musim tanam, juga berkontribusi
terhadap pembenah sifat fisika-kimia tanah yaitu, retensi hara (N, P, K, Ca,
Mg), KTK dan retensi air tanah. Hasil penelitian Siringoringo dan Siregar
(2011) menyimpulkan bahwa dosis optimum arang 5% (v/v) sudah cukup
efektif untuk mening-katkan laju pertumbuhan awal tanaman hutan jenis
Michelia montana Blume. pada umur enam bulan setelah penanaman
pada tipe tanah latosol yang bertekstur liat. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa aplikasi arang pada tanaman Michelia montana Blume. setelah
enam bulan penanaman pada tipe latosol yang bertekstur liat mampu
memperbaiki sebagian besar kondisi kritikal parameter parameter sifat
kesuburan tanahnya, yaitu dengan meningkatnya pH, Ca, KTK, KB, Mg, P,
K2O5, K2O tanah serta dapat menurunkan kemasaman dan Al tanah.
2. Penemuan Terra Preta
Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI)
menguji pemberian arang pada produksi padi gogo di Laos bagian utara.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi arang dapat meningkatkan
konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan atas tanah dan meningkatkan
hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P). Hasil suatu riset
menunjukkan bahwa keberadaan arang di dalam tanah tidak akan terpengaruh selama 130 tahun lamanya. Lebih meyakinkan lagi dari temuan
kesuburan tanah hitam di lembah Amazon yang disebut sebagai Terra
Preta. Para ilmuwan dunia menemukan unsur arang dalam kandungan
tanah hitam tersebut yang diperkirakan merupakan hasil pengelolaan
bangsa Amerindian sejak 500 tahun hingga 2.500 tahun silam. Dari buku
kuno di Jepang juga diketahui istilah pupuk-api (fire-manure) sebagai
12 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
penyubur pertanian pada tahun 1697 adalah arang. Demikian juga tradisi
di China menyuburkan lahan sejak lama dikembangkan melalui pembakaran biomassa, yang diikuti oleh penelitian ilmiah terhadap peran arang
terhadap pertumbuhan bibit padi ternyata sudah dikembangkan sejak
tahun 1915.
Penemuan terbaru tentang tanah Terra Preta di Malinau, Provinsi
Kalimantan Timur oleh peneliti CIFOR (2012), memberi perhatian terhadap aplikasi arang/biochar. Diharapkan temuan ini dapat mengakselerasi
implementasi dan aplikasi arang/biochar secara nasional serta menumbuhkan berbagai industri arang di berbagai daerah di Indonesia dan Asia
Tenggara. Penemuan ini diperkirakan dilakukan oleh masyarakat lokal
yang hidup nomaden di pedalaman Kalimantan sejak berabad silam.
Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan membakar secukupnya untuk budidaya tanaman demi memenuhi kebutuhan hidup, secara
tidak sengaja meninggalkan bekas berupa tanah hitam layaknya seperti
Terra Preta di lembah Amazon. Ketidaksengajaan ini akibat faktor lingkungan dimana sewaktu proses slash-burn atau tebang bakar, terjadi hujan
sehingga hasil pembakaran tidak berlanjut menjadi abu. Oleh karena itu
istilahnya bukan lagi “slash and burn” tetapi menjadi “slash and char”
tebang dan arang.
Gambar 3.
Temuan tanah hitam atau
Terra Preta di lembah
Amazon
(Sumber: Glaser dkk., 2001)
3. International Biochar Initiatif (IBI)
International Biochar Initiative (IBI) dibentuk pada bulan Juli 2006
pada side meeting yang diadakan pada Soil World Science Congress
(WSSC) di Philadelphia, yang diwakili oleh praktisi dan para ahli dari
banyak negara seperti individu dan perwakilan dari lembaga akademis,
pengusaha, investor, organisasi pemerintah dan non pemerintah. Dunia
mengakui kebijakan dalam mempromosikan penelitian, pengembangan,
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 13
Arang
demonstrasi, serta penyebaran (RDD & D) perlu dilakukan secara bersama,
sekaligus untuk komersialisasi teknologi produksi biochar. Missi dari pembentukan IBI ini adalah untuk sosialisasi dan mempromosikan pengembangan sistem biochar mengikuti aturan keberlanjutan. Untuk mendukung
kegiatan ini perlu penyebaran informasi tentang semua aspek biochar,
mengem-bangkan pedoman keberlanjutan, memonitor serta mengevaluasi
proyek-proyek yang berkaitan dengan biochar.
Fokus dari IBI adalah Biochar yang berkelanjutan, merupakan salah
satu dari beberapa teknologi mitigasi perubahan iklim dan pengkayaan/
pembangun kesuburan tanah yang relatif murah, yang dapat diaplikasikan
secara luas, dan cepat. Selain itu juga untuk mendukung tumbuhnya
industri biochar sesuai standar dan kualitas, pedoman keberlanjutan, dan
program sertifikasi sebagai jaminan dalam industri. IBI juga mendorong
dan berupaya untuk meningkatkan praktek industri yang baik untuk
memastikan kepercayaan publik dan peraturan bahwa organisasi yang
terlibat dalam penelitian biochar, produksi dan pemasaran mematuhi
standar etika yang tinggi serta produk yang dihasilkan aman dan sesuai
dengan standar IBI. Organisasi ini sangat didukung oleh banyak negara,
termasuk Indonesia. Indonesia mendirikan organisasi semacam ini dengan
nama Asosiasi Biochar Indonesia (ABI) yang dideklarasikan di Balikpapan
pada 11 Desember tahun 2012. Hingga kini kegiatan ABI meliputi sosialisasi, diseminasi, seminar dan workshop tentang perkembangan aplikasi
biochar dan berbagai penelitian tentang manfaat biochar di Indonesia.
4. Arang dan Karbon Offset
Pemanasan global adalah kondisi yang diakibatkan karena meningkatnya emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Dampak yang dirasakan
adalah terjadinya perubahan iklim serta berbagai bencana alam yang
mendorong semakin kerapnya anomali iklim seperti El-Nino yang menyebabkan kekeringan atau La-Nina yang mendorong terjadinya banjir. Studi
dampak perubahan iklim di Asia Tenggara oleh Asian Development Bank
(ADB) pada tahun 2009 : berdasar skenario emisi tinggi, rata-rata suhu di
empat negara – Indonesia, Philipina, Thailand dan Vietnam– diproyeksikan
akan naik 4,8 0C pada 2100 dari level tahun 1990; rata-rata kenaikan air
laut global adalah 70 cm selama waktu tersebut, dan Indonesia, Thailand
dan Vietnam diproyeksi akan mengalami musim iklim lebih kering pada
dua atau tiga dekade ke depan. Asia Tenggara kelihatannya lebih besar
14 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
terkena dampak perubahan iklim ini dibandingkan rata-rata global.
Beberapa akibatnya di Indonesia antara lain: dalam kehidupan sehari-hari
sangat terasa bahwa setiap dua hingga tiga tahun udara semakin panas,
bencana alam makin meningkat. Areal padi sawah yang terkena
kekeringan meningkat dari 0,3-1,4 % menjadi 3,1-7,8 % & puso: 0,0040,41 % menjadi 0,04-1,87 % (±150 ribu ha/musim). Areal rawan banjir
pun meningkat dari 0,75-2,68 % menjadi 0,97-2,99 %, & puso: 0,240,73% menjadi 8,7-13,8% (850 ribu ha). Akibatnya resiko penurunan
produksi meningkat dari 2,4-5 % menjadi sekitar 10 %.
Telah diketahui bahwa, emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2005
mencapai 2,3 giga ton. Emisi ini akan terus meningkat sehingga mencapai
3,6 giga ton pada 2030, jika tidak ada perbaikan dalam cara pengelolaan
di beberapa sektor terkait. Pada berbagai kesempatan Presiden Indonesia
menyampaikan bahwa Indonesia berpeluang mengurangi gas rumah kaca
sebesar 2,3 giga ton pada tahun 2030, dan mentargetkan mengurangi
emisi karbondioksida sebanyak 26 % sampai tahun 2020. Kebijakan lebih
difokuskan pada sektor kehutanan, pertanian, transportasi, bangunan, dan
semen. Presiden juga menekankan bahwa sasaran kebijakan ini harus
dicapai dengan cara mengontrol penggunaan energi BBM yang berlebihan,
karena berkaitan dengan karbondioksida yang dikeluarkannya, pengelolaan limbah, dan lain-lain serta yang paling utama adalah pengelolaan
hutan. Sejalan dengan program teknologi arang terpadu dan turunannya
mempunyai prospek, peran, serta berpe-luang dalam mendukung target
dan sasaran pemerintah. Hal ini berdasarkan kepada hasil penelitian, kandungan karbon dalam arang mencapai 80 % dari berat arang. Jika dosis
yang diberikan adalah 100-400 kg/ha maka telah terjadi penambahan
deposit karbon pada lahan sebesar 80-320 kg/ha ke dalam reservoir
(carbon store).
Dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik, aplikasi arang
akan lebih menguntungkan bagi lingkungan secara jangka panjang, sementara pupuk organik bersifat menyuburkan tanah dalam jangka pendek.
Bagi lingkungan, pupuk organik menjadi penyuplai kadar metana (CH 4)
yang cukup signifikan karena mengandung unsur organik yang membusuk.
Pada proses pembusukan tersebut keluar CH 4 ke atmosfer. CH4 di atmosfer
bisa merusak ozon, efek yang ditimbulkan oleh CH 4 bisa mencapai 21 kali
lipat efek CO2. Arang dapat mengikat karbon sampai 50 % pada pembakaran 3 % dan diperkirakan mengalami dekomposisi biologi di bawah
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 15
Arang
20% setelah 5-10 tahun. Dengan demikian, dari perspektif iklim, arang
yang ditanam dalam tanah bisa menahan pemanasan global. Walaupun
pada awalnya arang bisa untuk bahan bakar, tetapi manfaat bagi
lingkungan jauh lebih besar jika diaplikasikan ke dalam tanah.
Salah satu keuntungan nyata dari penggunaan arang pada lahan
adalah kemampuannya sebagai tambahan karbon offset, yaitu dalam hal
pengurangan emisi gas rumah kaca yang diukur dalam ton setara karbondioksida (CO2). Pemanasan global yang diakibatkan beberapa jenis gas
rumah kaca seperti metana, nitrous oxide, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, heksafluorida belerang akibat beberapa aktivitas manusia dari
berbagai sektor akan diserap oleh arang dan tersimpan dalam jangka
waktu yang sangat lama. Lalu mengapa harus arang/biochar?. Beberapa
pertimbangannya adalah karena pembuatan arang sangat sederhana,
mudah dan murah yang dapat dilakukan oleh masyarakat umum. Selain itu
arang adalah karbon negatif. CO 2 di atmosfir akan dikonsumsi oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis kemudian dikembalikan ke tanah tersimpan dengan manfaat selama ribuan tahun, sehingga arang akan membantu
keseimbangan siklus karbon di alam.
Selain menjaga keseimbangan siklus karbon di alam, arang
berfungsi menyerap gas rumah kaca yang berasal dari residu akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan pada lahan pertanian,
sehingga akan membantu mengurangi segala dampak buruk pada alam
dan lingkungan. Aplikasi arang adalah solusi dan alat yang sangat potensial
untuk memperlambat dan menurunkan tingkat gas rumah kaca di atmosfir
secara signifikan serta pemanasan global secara umum. Pada saat yang
bersamaan aplikasi arang pada lahan dapat menjaga stabilitas kelembaban
dalam tanah, meningkatkan kesuburan tanah dan perkembangan mikroorganisme yang berperan aktif dalam penyediaan unsur hara pada tanah
sehingga meningkatkan produktivitas tanaman.
Sebagai deposit karbon di tanah, arang atau biochar bekerja
dengan cara mengikat dan menyimpan CO 2 dari udara untuk mencegahnya terlepas ke atmosfir. Kandungan karbon yang terikat dalam tanah
jumlahnya besar dan tersimpan hingga waktu yang lama, diperkirakan
ratusan hingga ribuan tahun, tetapi perhitungan secara persis tentang
jumlah CO2 yang bisa diikat sangat jarang tersedia. Lehmann (2007),
menyatakan bahwa untuk area 250 ha mampu mengikat 1900 ton CO 2
dalam setahun. Biochar merupakan salah satu bahan pembenah tanah
16 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
dengan sifat uniknya yang mampu menyerap unsur kimia logam (hara
tanah terlarut) hingga tersedia bagi akar tanaman, selain itu biochar atau
disebut juga dengan istilah arang hayati ini mampu mengurangi emisi gas
Metan (CH4), CO2 dan NO2 dari dalam tanah yang merusak lapisan ozon.
Lehmann, Peneliti dari Cornell University dan berbagai tempat di
dunia telah membuktikan secara ilmiah pengaruh arang terhadap kesuburan tanah. Efek lain penggunaan arang ke dalam tanah adalah untuk mereduksi pemanasan global (global warming), yakni dengan cara mengikat gas
rumah kaca dari atmosfer seperti CO 2. Pengikatan CO2 ke dalam tanah
juga berakibat baik bagi pertumbuhan tanaman. Teknologi untuk
mereduksi global warming sedang dikembangkan saat ini dan belum
ditemukan teknologi yang efektif dan bisa diaplikasikan secara masal selain
menanam arang ke tanah.
5. Siklus Carbon
Siklus karbon adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
perubahan karbon (dalam berbagai bentuk) di atmosfer, laut, biosfer
terestrial dan deposit geologis. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan
secara sederhana dengan siklus karbon. Siklus karbon merupakan siklus
biogeokimia yang mencakup pertukaran/perpindahan karbon diantara
biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon
sesungguhnya merupakan suatu proses yang rumit dan setiap proses saling
mempengaruhi proses lainnya. Ada sekitar 1.000.000 gigaton karbon di
bumi, sebagian besar yang tersimpan pada batuan sedimen dan tidak
pernah mencapai permukaan. Di permukaan, karbon terus terlibat dalam
pertukaran dinamis konsumsi dan produksi. Pertukaran aktif ini disebut
sebagai siklus karbon. Atmosfer berisi sekitar 750 gigaton karbon, sebagian
besar dalam bentuk karbon dioksida (CO 2).
Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui
proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai
waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon
tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua
komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah,
akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu
sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar
dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 17
Arang
Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk
berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan
maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan
dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar.
Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini
mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer.
Gambar 4. Sketsa siklus karbon secara sederhana
(Sumber : Sutaryo, 2009)
Peran arang dalam siklus karbon, tentunya menambah jumlah
karbon tersimpan. Jika diaplikasikan pada tanah akan menambah simpan
karbon dalam tanah. Selain itu akan membantu percepatan simpanan
karbon dalam bentuk biomasa pada tumbuhan melalui fotosintesis.
6. Meningkatkan Aktivitas dan Populasi Mikroba Tanah
Walaupun bukan sebagai pupuk, arang dapat membangun kualitas
kondisi tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil pengamatan
ternyata penambahan arang dapat meningkatkan aktivitas mikroba perombak bahan organik tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan populasi
bakteri pengikat N dalam tanah. Aplikasi arang pada tanah yang berasal
dari limbah sangat sesuai dengan pola pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, karena dapat menbantu menyelesaikan masalah
limbah sekaligus memperbaiki lahan-lahan masam dan kritis, serta membuat tanah dalam keadaan stabil. Karakteristik arang berguna sebagai agen
bagi pembangun, penyubur sekaligus menjaga stabilitas tanah, sehingga
18 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
arang mempunyai peran sebagai pemberi kehidupan berjangka panjang
pada tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya.
Arang yang bersifat alkali dapat meningkatkan pH tanah yang
masam, sehingga sangat baik digunakan sebagai pengganti kapur pada
lahan-lahan masam yang perluasannya semakin bertambah di Indonesia.
Arang mempunyai daya serap yang tinggi terhadap residu pestisida dan
sisa pupuk kimia yang berada di dalam tanah, mengandung mineral yang
berguna bagi pertumbuhan tanaman, serta mempunyai pori-pori yang
luas, sehingga memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme tanah yang diperlukan oleh tanaman. Aplikasi arang pada tanah
sangat diperlukan di masa datang, mengingat sifat dan perannya yang
cukup penting. Oleh sebab itu arang jangan dipandang sebagai komoditi
energi dan ekonomi saja, namun memiliki nilai ekologis yang tinggi,
sehingga perlu dikembangkan model pertanian/peter-nakan dan kehutanan
berbasis teknologi arang secara terpadu.
Pemberian arang pada media tanam memberikan hasil yang nyata
terhadap peningkatan jumlah mikroorganisme tanah, diantaranya bakteri
tanah dan bakteri yang berfungsi sebagai pengikat N bebas ( soil bacteria
dan nitrogen fixation bacteria) (Gambar 5).
Arang yang diperuntukkan dengan tujuan perbaikan lahan adalah
arang yang berasal dari limbah, karena sangat disayangkan jika menggunakan arang yang berasal dari kayu yang masih mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Dari beberapa pengamatan ternyata penambahan arang dapat
meningkatkan aktivitas mikroba perombak bahan organik tanah, selain
juga dapat meningkatkan populasi bakteri pengikat N dalam tanah. Pada
Gambar 6, dapat dilihat perkembangan spora mikoriza, berkecambah,
tumbuh dan berkembang pada media arang, hyfa mikoriza terlihat keluar
masuk pada poros besar arang (A), demikian juga mikoriza yang hidup
bersimbiosis dengan tumbuhan Dipterocarps (B) terlihat tumbuh dengan
baik pada media arang. Pemberian arang juga berpengaruh baik pada
perkembangan bintil akar yang hidup bersimbiosis dengan tumbuhan
kacang-kacangan (C), terlihat bintil akar berkembang secara nyata pada
tanaman kacang kedelai.
Sudah dapat dipastikan bahwa keberadaan arang di dalam tanah
dapat digunakan sebagai habitat fungi dan mikroba tanah lainnya.
Sebagaimana dilaporkan oleh Saito dan Marumoto (2002) bahwa fungi
dapat bersporulasi di dalam pori mikro arang karena di dalam pori
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 19
Arang
tersebut kompetisi yang terjadi dengan saprofit lainnya cukup rendah.
Oleh karena itu pemanfaatan arang sebagai bahan pembawa bioamelioran
dengan bahan aktif hayati/bakteri merupa-kan peluang baru yang dapat
menghasilkan sebuah penemuan inovasi. Hal ini cukup beralasan karena
penelitian terkait dengan karakteristik arang dan viabilitas mikroba dalam
interaksinya dengan arang masih belum banyak dilakukan (Santi &
Goenadi, 2010).
A
B
Gambar 5. Pengaruh aplikasi arang terhadap kondisi ph tanah (A) dan pengaruhnya
terhadap perkembangan mikroorganisme tanah (B)
(Sumber Gusmailina, dkk. 1999)
Gambar 6 . Manfaat arang
(Sumber Ogawa, 2001)
C. Kualitas Arang
Kualitas arang tergantung dari bahan baku serta proses
pengarangan. Makoto Ogawa pada tahun 2007 melaporkan, bahwa
komposisi arang dalam % terdiri dari: Carbon = 77,58; Volatile matter =
20 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
12,92; Ash/abu = 9,50. Sedangkan kandungan mineral abu dalam %
terdiri dari : SiO2 = 36.5; Al2O3 = 10.9; CaO = 19,2; K2O = 1,1; Na2O3
= 5,35; Fe2O3 = 7,5; MgO = 10,3; dan P2O5 = 1,7. Pada Lampiran 1
dapat dilihat kualitas dan kandungan hara arang dari beberapa jenis
limbah kayu.
1. Arang Serbuk Gergaji (ASG)
Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah yang dihasilkan
oleh industri penggergajian dan pengolahan kayu, yang dapat ditemui
pada lokasi perindustrian di perkotaan maupun di lokasi penggergajian
kayu di sekitar hutan. Limbah serbuk gergaji ini dapat mencemari lingkungan jika dibiarkan menumpuk, karena serbuk gergaji adalah limbah
yang membutuhkan waktu lama untuk hancur secara alami, juga akan
membutuhkan tempat yang luas apalagi bagi industri skala besar. Kondisi
ini akan menyebabkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan.
Salah satu kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, yaitu memanfaatkan kayu secara optimal, dengan volume
limbah serendah mungkin atau bahkan tanpa limbah (Zero waste).
Kebijakan ini berarti bahwa semua industri pengolahan kayu baik besar
maupun kecil, harus mengusahakan tidak menghasilkan limbah kayu.
Namun kenyataan di lapangan umumnya rendemen industri penggergajian
kayu masih berkisar antara 50–60 %. Sebanyak 15-20 % terdiri dari serbuk
gergaji kayu. Untuk beberapa industri besar, limbah serbuk gergaji sudah
dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual
secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala kecil
limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu potensi
limbah yang besar ini perlu diberdayakan sehingga dapat digunakan
sebagai bahan baku beberapa produk berguna dan mempunyai nilai
ekonomis. Dengan demikian pemanfaatan serbuk gergaji dapat ditujukan
untuk mencari peluang strategis dalam peningkatan pengelolaan hasil
hutan melalui pemanfaatan kembali limbah serbuk gergaji.
Arang serbuk gergaji dapat diolah lebih lanjut menjadi arang
kompos, arang kandang, briket arang atau arang aktif. Briket Arang Serbuk
Gergaji (BASG) dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti
minyak tanah dan kayu bakar, sehingga dapat menghemat pengeluaran
biaya bulanan. Penggunaan briket arang serbuk gergaji dapat menekan
penggunaan kayu bakar, sehingga selanjutnya selain dapat mencegah
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 21
Arang
kerusakan hutan secara fisik, juga pelepasan sebesar 3,5 juta ton CO 2/bulan
ke atmosfir dapat dicegah (Indonesia). Pada tahun 2000, kebutuhan kayu
bakar dunia mencapai 1,70 x 109 m3. Seandainya BASG digunakan sebagai
pengganti kayu bakar, maka sekitar 6,07x 109 ton penambahan CO2/tahun
ke atmosfir dapat dicegah (Moreira, 1997; Turker & Ayaz, 1997). Briket
arang ini pada masa yang akan datang merupakan sumber energi alternatif
karena sifatnya yang dapat diperbaharui, mengingat sumber energi yang
digunakan oleh hampir semua penduduk saat ini menggunakan sumber
energi yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak tanah, gas, bensin dan
solar.
Selain sebagai pengganti bahan bakar, pemanfaatan arang serbuk
gergaji lebih ditujukan kepada perbaikan kondisi lahan dengan sifatnya
sebagai soil conditioner (PKT). Arang serbuk gergaji dapat digunakan
langsung sebagai agent pembangun kesuburan tanah, selain itu juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Pembuatan arang
kompos merupakan salah satu teknik yang telah dikembangkan oleh Pustekolah dengan memanfaatkan arang pada proses pengomposan. Tujuan
penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan
kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dapat menambah jumlah
dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekom-posisi
dapat berlangsung lebih cepat. Selain dapat meningkatkan pH tanah, arang
kompos dapat memacu perkembangan mikroorganisme (mikoriza) tanah,
sehingga cocok digunakan untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat
kesuburan tanah dengan produk-tivitas yang rendah.
a. Komponen Hara Arang Serbuk Gergaji
Kandungan hara yang terdapat pada arang serbuk gergaji
tergantung pada bahan bakunya. Secara umum arang yang dihasilkan dari
serbuk gergaji campuran mempunyai kandungan hara N berkisar antara
0,3 sampai 0,6 %; kandungan P total dan P tersedia berkisar antara 200500 ppm dan 30-70 ppm; kandungan hara K berkisar antara 0,9-3,0
meq/100 gram; kandungan hara Ca berkisar antara 1-15 meq/100 gram;
dan kandungan hara Mg berkisar antara 0,9-12 meq/100 gram (Gusmailina
dkk. 1999). Pada Lampiran 2 dapat dilihat komposisi kandungan hara
arang serbuk yang biasa digunakan sebagai pembangun kesuburan tanah.
Hasil uji coba pemberian arang sebagai campuran media semai
tanaman secara nyata meningkatkan diameter batang Eucalyptus urophylla
22 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
(Gambar 7). Aplikasi arang memberikan respon positif, baik terhadap
tinggi tanaman maupun diameter batang tanaman Acacia mangium sampai
umur 1,5 bulan. Demikian juga pada tanaman Eucalyptus urophylla di
lapangan sampai umur 15 bulan menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi pada perlakuan penambahan arang bambu memberikan hasil
yang lebih baik. Demikian juga pemberian arang berpengaruh sangat baik
terhadap pertumbuhan tanaman Acacia mangium dan Eucalyptus
urophylla. Serbuk gergaji dan serasah merupakan bahan baku yang
potensial dan mempunyai prospek yang baik serta dapat disarankan
sebagai arang untuk PKT (pembangun kesuburan tanah). Gambaran hasil
secara umum hingga saat ini menegaskan bahwa pemberian arang baik
sebagai campuran media, ataupun di lapangan perlu dikembangkan dan
disebar luaskan.
Gambar 7.
Pengaruh pemberian beberapa
jenis arang terhadap pertumbuhan
diameter batang tanaman
Eucalyptus urophylla
(Sumber: Gusmailina, dkk. 1999)
b. Potensi Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang umumnya
berasal dari limbah kehutanan, pertanian dan perkebunan. Semua jenis
biomassa, kayu, bambu, tempurung kelapa dan kelapa sawit, tempurung
kemiri serta berbagai jenis limbah dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk produksi arang. Potensi bahan baku kayu yang belum dimanfaatkan
secara optimal adalah sekitar 29,70 juta m3/tahun untuk limbah pemanenan hutan; 2,03 juta m3/tahun untuk industri pengolahan kayu termasuk
0,78 juta m3 serbuk gergaji kayu dan 27,32 juta m3/tahun untuk limbah
sektor pertanian (Anonim, 2000 dalam Pari, 2010).
Bahan baku kayu untuk arang realtif tidak memerlukan spesifikasi
khusus. Pada umumnya kayu yang memiliki berat jenis tinggi adalah yang
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 23
Arang
diinginkan konsumen. Bagian yang perlu diperhatikan dari bahan baku
kayu adalah kesinambungannya. Bahan baku kayu dari hutan tanaman
yang dikelola dengan lestari, sustainable forest management mulai dari
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, penebangan merupakan jaminan
ketersediaan bahan baku kayu untuk arang. Indonesia sebagai negara
tropis dengan potensi limbah biomassa sangat berlimpah terutama dari
agro-industri sangat potensial untuk mengaplikasikan arang/biochar pada
lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan.
Gambar 8. Potensi beberapa jenis limbah sebagai bahan baku arang
(Foto: dok. Gusmailina)
c. Teknologi Pembuatan Arang
1) Pembuatan Arang Serbuk Gergaji/Sekam Padi dengan Tungku Semi
Kontinyu
Ada beberapa cara untuk membuat arang, baik arang bentuk
bongkahan maupun arang serbuk gergaji atau arang sekam padi
tergantung kebutuhan. Pada bab ini akan dikemukakan teknologi
pembuatan arang serbuk gergaji atau sekam padi. Karena arang untuk
soil conditioner maupun arang kompos dibutuhkan arang yang berukuran kecil seperti serbuk gergaji atau sekam padi, sehingga tidak
perlu menumbuk seperti meng-gunakan arang berbentuk bongkahan.
Teknologi ini dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi
siku yang dapat dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan
24 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
lembaran seng yang juga menggunakan sistem baut. Dalam satu hari
(9 jam) dapat mengarangkan serbuk gergaji sebanyak 150–200 kg
yang menghasilkan rendemen arang antara 20–24 %. Kadar air 3,49
%; kadar abu 5,19 %; kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon
sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji yang dihasilkan dapat dibuat
atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang, arang kompos, arang
aktif, atau bahkan digunakan langsung sebagai sebagai campuran
media semai tanaman.
Gambar 9. Proses pembuatan arang serbuk gergaji dengan tungku semi kontinyu
model P3HH
(Foto: dok. Gusmailina)
Pada bagian depan tungku terdapat bak yang berisi air yang
berguna untuk memadamkan api setelah pengarangan sekaligus
mencegah arang menjadi abu. Spesifikasi tungku semi kontinyu ini
dapat dilihat pada Gambar 10.
Spesifikasi :
1. Type : Kubus (120 x 100 cm)
2. Tinggi pengarangan : 30 cm
3. Tinggi ruang pembakaran : 130 cm
4. Tinggi leher cerobong : 70 cm
5. Tinggi cerobong : 146 cm
6. Diameter cerobong : 50 cm
Gambar 10.
Sketsa tungku semi kontinyu model
P3HH, 1997
(Sumber Gusmailina, dkk. 2002)
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 25
Arang
Langkah-langkah membuat arang dengan tungku semi kontinyu:
 Masukkan serpihan kayu sebanyak 5-10 kg sebagai umpan bakar di
bagian pengarangan kemudian biarkan terbakar sampai panas dan
membara;
 Masukkan serbuk gergaji atau sekam padi ke bagian pembakaran
sebanyak tiga karung (sekitar 35-40 kg) melalui pintu bagian
belakang tungku;
 Biarkan sampai membara sambil sesekali diaduk, sehingga serbuk
yang terbakar akan jatuh ke bagian tempat pengarangan;
 Biarkan terbakar sampai warna menjadi hitam, lalu ditarik ke
bagian penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat warna
serbuk yang coklat, aduk sampai semua berubah menjadi arang;
 Setiap 30 menit lakukan penambahan bahan baku sebanyak satu
karung (10-15 kg);
 Proses selanjutnya sama, dilakukan berulang-ulang dan kontinyu
sampai didapatkan arang sesuai dengan kebutuhan;
 Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian dikeringkan. Setelah kering arang siap untuk dikemas atau
digunakan.
Gambar 11. Arang serbuk gergaji
(Foto: dok. Gusmailina)
2) Pembuatan Arang dengan Cara Tungku Drum
Pembuatan arang dengan tungku drum ini sudah banyak
digunakan oleh masyarakat umum. Tungku drum dapat digunakan
untuk membuat arang dari tempurung kelapa, tempurung kemiri,
limbah kulit, ranting atau sebetan. Cara ini termasuk sederhana,
mudah dan murah dengan menggunakan drum bekas minyak tanah
atau oli dengan kapasitas 200 liter.
26 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
Spesifikasi kiln/tungku
berikut:
Tipe
:
Tinggi drum
:
Diameter
:
Tinggi cerobong
:
Diameter cerobong
:
Lubang udara
:
Diameter lubang udara
:
Jarak antar baris lubang
:
drum yang dimodifikasi adalah sebagai
Silinder (Drum)
90 cm
57 cm
30 cm
10 cm
24 buah
13 mm
15 cm
Gambar 12. Pembuatan arang dengan tungku drum
(Foto: dok. Gusmailina)
Langkah-langkah membuat arang dengan tungku drum:
 Masukkan sebatang bambu/kayu berdiameter 10 cm di tengah
drum, tegak lurus pada tengah atau pusat drum
 Isi drum dengan bahan baku sampai penuh;
 Cabut bambu/kayu dengan perlahan, hingga membentuk lubang
pada drum;
 Tutup lubang udara dengan asbes atau tanah liat;
 Masukkan umpan bakar ke dasar drum melalui lubang yang
terbentuk;
 Nyalakan, jika pembakaran sempurna maka kiln/tungku ditutup
lalu dipasang cerobong asap;
 Buka lobang udara pada baris pertama bagian bawah badan drum;
 Jika pada lobang udara terlihat bara merah, segera tutup dengan
asbes atau tanah liat, kemudian lobang udara baris berikutnya
dibuka. Demikian seterusnya hingga pembakaran berlangsung
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 27
Arang
sampai terjadi bara pada lobang baris paling atas badan drum;
 Pengarangan berlangsung antara 6-7 jam tergantung jenis bahan
baku, kadar air, dan keadaan angin. Tutup cerobong dengan kain,
kemudian bagian atas drum ditutup dengan pasir untuk mencegah
agar udara tidak masuk ke dalam drum yang dapat menyebabkan
arang jadi abu;
 Pengarangan dihentikan bila asap yang keluar dari cerobong sudah
tipis dan berwarna kebiru-biruan. Biarkan tungku dingin selama
enam jam lalu tutup kiln dibuka. Pisahkan antara arang dari abu;
 Untuk mengurangi asap, cerobong diperpanjang yang dapat
disambung dengan bambu yang sudah dilobangi bagian tengahnya.
Makin panjang cerobong makin sedikit asap sehingga tidak
mengganggu lingkungan.
Gambar 13. Arang tempurung kelapa, arang sebetan/limbah kayu dan arang limbah
potongan kayu yang dibuat dengan tungku drum.
(Foto: dok. Gusmailina)
2. Arang Sekam Padi (ASP)
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir
beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan
seperti bahan baku industri, pakan ternak dan bahan bakar.
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20
sampai 30 %, dedak antara 8-12 % dan beras giling antara 50-63,5 %
data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut
dapat menimbulkan problem lingkungan. Ditinjau dari komposisi kimiawi,
sekam mengandung beberapa unsur kimia penting yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya: (a) sebagai bahan baku pada
28 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia; (b) sebagai
bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika
(SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen
portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata
merah; (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia,
kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang
merata dan stabil. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125
kg/m3, dengan nilai kalori sekam sebesar 3300 k.kalori/kg. Menurut
Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori
antara 3300 -3600 k.kal/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.
Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam
perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak
voluminous. Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang
sekam. Arang sekam dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai bahan
bakar yang tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket
arang sekam mempunyai manfaat yang lebih luas lagi yaitu di samping
sebagai bahan bakar ramah lingkungan, juga sebagai media tumbuh
tanaman hortikultura khususnya tanaman bunga.
Arang sekam memiliki peranan penting sebagai media tanam
pengganti tanah. Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan
dapat menahan air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam
budidaya tanaman hias maupun sayuran, terutama budidaya secara
hidroponik. Saat ini arang sekam mudah diperoleh di toko-toko pertanian.
Namun arang sekam dapat dibuat sendiri dengan cara sederhana, untuk
keperluan sendiri atau bahkan dapat dijadikan sebagai usaha sampingan.
Arang sekam padi dapat dibuat dengan menggunakan tungku semi
kontinyu tipe P3HH, atau dengan cara sederhana dengan cara disangrai.
Peralatan yang diperlukan adalah tungku dan seng. Caranya, sekam padi
diletakkan di atas seng yang telah ditempatkan di atas tungku. Selanjutnya
sekam disangrai sambil diaduk. Dengan cara ini akan diperoleh arang
sekam sebanyak 40-50 kg dari 100 kg sekam segar. Pembuatan arang
sekam juga dapat dilakukan dengan cara dibakar dalam drum. Caranya,
masukkan sekam ke dalam drum sampai tinggi sekitar 20 cm. Tuang oli ke
dalam drum dan bakar. Jika asap dari pembakaran berkurang, maka sekam
ditambah sedikit demi sedikit hingga drum penuh. Kemudian drum ditutup
karung basah dan di atasnya diberi tutup hingga rapat. Biarkan sekam
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 29
Arang
menjadi dingin. Setelah itu pisahkan arang sekam dengan abunya melalui
penyaringan. Jumlah arang sekam yang diperoleh juga sekitar 40-50 kg
dari 100 kg sekam segar. Cara ini kurang efisien karena memerlukan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan tungku semi kontinyu
tipe P3HH dan cara disangrai.
Gambar 14. Cara sederhana membuat arang sekam padi
(Sumber: Juniadi, 2012)
Untuk daerah perkotaan yang terbatas dengan lahan serta padat
penduduk teknik budidaya dengan menggunakan arang yang dicampur
dengan kompos, pupuk organik atau arang kompos selanjutnya disterilisasi
untuk media tanam sangat cocok khususnya untuk model pertanian
hidroponik. Teknik ini akan mampu mengembangkan model pertanian
modern misalnya untuk menanam sayuran dengan media tanam seperti
ini. Hasil akhir telah terbukti berupa perbaikan pertumbuhan dan
produktivitas panen.
D. Aplikasi Arang
Arang bukanlah pupuk, jadi aplikasi arang tidak dapat menggantikan peran pupuk. Oleh karena itu dengan menambah arang tanpa
penambahan sejumlah nitrogen dan unsur hara lain tidak akan meningkatkan hasil tanaman. Jumlah arang yang ditambahkan berpengaruh pada
hasil tanaman. Di Laos, Asai et al. (2009) melaporkan hasil tanaman padi
tertinggi yaitu pada tanaman yang ditanam dengan penambahan arang
sebanyak 4 ton/ha. Akan tetapi ketika arang ditambahkan sampai 8 atau
16 ton/ha, hasilnya tidak berbeda dengan kontrol (tanpa penambahan
arang). Selain itu Gaskin et al. (2010) juga melaporkan penambahan arang
yang berasal dari kulit kacang dan kulit batang pinus sebanyak 11 dan 22
30 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang
ton/hektar, dapat mengurangi hasil tanaman jagung. Lebih lanjut dikemukakan sampai saat ini masih dipelajari bahan dasar arang dan dosis yang
terbaik untuk diaplikasikan kepada tanaman sesuai dengan pengelolaan
tanah yang spesifik.
Karena sifatnya yang rekalsitran terhadap dekomposisi dalam
tanah, aplikasi arang tunggal dapat memberikan efek yang bermanfaat
selama beberapa musim tanam di lahan. Oleh karena itu, arang tidak perlu
diaplikasikan setiap musim tanam seperti pada pengaplikasian pupuk
kandang, kompos dan pupuk buatan. Tergantung pada target tingkat
aplikasi, ketersediaan cadangan arang dalam sistem pengelolaan tanah,
penambahan arang dapat diaplikasikan secara bertahap. Bagaimanapun
juga bahwa efek bermanfaat dari aplikasi arang ke tanah akan meningkat
seiring waktu, dan hal ini perlu dipertimbangkan ketika saat pelaksanaan
aplikasi sepanjang waktu.
Pemberian arang ke dalam tanah untuk tujuan meningkatkan
kesuburan, idealnya arang ditempatkan dekat permukaan tanah di daerah
perakaran, dimana siklus unsur hara dan penyerapan oleh tanaman terjadi.
Jika tujuan pemberian arang untuk mengikat karbon atau untuk pengelolaan kelembaban, aplikasi penempatan arang lebih tepat di lapisan bawah
daerah perakaran. Jika arang diaplikasikan semata-mata untuk tujuan
mengikat karbon, penempatan yang lebih dalam di tanah akan lebih baik.
Gambar 15. Aplikasi arang pada lahan pertanian dan kehutanan
Sumber: Major 2010 dalam Adhi, 2012)
Gambar 16.
Pengaruh pemberian arang pada
perkembangan akar tanaman
Acacia mangium
(Sumber: Gusmailina, dkk. 2004)
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 31
Arang
Gambar 17. (A) Aplikasi arang pada semai dan anakan Eucalyptus citriodora, (B)
penampakan akar Gmelina arborea sampai 2 bulan, (C&D) Eucalyptus urophylla di
lapangan sekitar Pustekolah
( Foto: dok. Gusmailina)
Aplikasi arang dalam pembuatan kompos juga sangat baik, selain
membuat kondisi proses pengomposan menjadi lebih optimal, arang yang
memiliki pori dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang bekerja dalam
proses pengomposan sebagai rumah atau home stay, sehingga proses
berlangsung lebih cepat akibat produktivitas perkembangan mikroorganismenya optimal. Hasil penelitian Komarayati, Gusmailina dan Pari (2007),
menunjukkan bahwa perkembangan mikroorganisme pada proses pembuatan kompos yang menggunakan arang tiga kali lebih banyak dibanding
tanpa penambahan arang (Tabel 4).
Tabel 4. Peranan arang dalam pembuatan arang kompos
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Parameter
C organik, %
N Total, %
Nisbah C/N
P2O5, %
K2O, %
MgO, %
CaO, %
pH
Kadar air, %
Total populasi Mikroorganisme/gr
Kompos
18,29
0,83
22
1,27
1,84
1,08
0,97
6,40
42,13
12,6x10.000.000
Sumber : Komarayati, Gusmailina & Pari (2003).
32 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang kompos
48,59
0,94
51,70
1,76
2,37
1,28
1,28
6,40
51,69
36x10.000.000
Arang Kompos Bioaktif
III. ARANG KOMPOS BIOAKTIF
A. Mengenal Arang Kompos Bioaktif (Arkoba)
Arang kompos bioaktif (Arkoba) adalah produk lanjutan dari
arang, merupakan campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan
dengan bantuan mikroba lignoselulolitik yang tetap hidup di dalam
kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan sebagai biofungisida,
yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut
bioaktif. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah
selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga akan menambah
jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses
dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Arang juga membuat suasana
netral pada keberlangsungan proses, pori arang menjadi tempat tinggal
bagi mikroba sehingga proses menjadi optimal.
Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun
kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu
meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di
dalam tanah. Oleh sebab itu Arkoba cocok dan tepat dikembangkan secara
luas di Indonesia mengingat 2/3 dari lahan pertanian maupun kehutanan
berada dalam kondisi masam (pH rendah), kritis dan marjinal akibat menurunnya kandungan bahan organik tanah. Arkoba dibuat melalui proses
pengomposan dengan menggunakan mikroorganisme terseleksi sebagai
bioaktivator yang terdiri dari bakteri Cytophaga dan fungi Trichoderma
sehingga proses pengomposan berlangsung secara terkendali dan menghasilkan produk yang kualitasnya terjamin. Mikroorganisme yang berperan
sebagai aktivator tersebut tetap tersimpan di dalam Arkoba. Jika Arkoba
digunakan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk
mencegah penyakit busuk akar, sehingga disebut bioaktif.
Arkoba dibuat dalam rangka optimalisasi dan pemanfaatan limbah
industri perkayuan terutama serbuk gergaji. Produk Arkoba juga dapat
dibuat dengan memanfaatkan limbah organik, baik yang berasal dari sampah rumah tangga, pertanian, perkebunan atau sampah kota. Teknologi
arkoba merupakan salah satu alternatif dan solusi yang tepat dalam
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 33
Arang Kompos Bioaktif
mengatasi persoalan sampah kota, karena merupakan teknologi inovatif,
tepat guna, serta mudah dilakukan oleh masyarakat. Teknologi ini dapat
dikelola oleh perorangan, kelompok, badan usaha, atau bahkan skala
industri.
Berdasarkan evaluasi pengamatan pertumbuhan tanaman yang
ditanam pada beberapa jenis media arang serbuk gergaji, terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada media campuran arang
serbuk gergaji dan kompos. Oleh karena itu sejak tahun 1999 Puslitbang
Hasil Hutan mulai mengembangkan produk Arkoba dengan bahan baku
utama arang dari serbuk gergaji. Sedangkan bahan baku kompos berasal
dari limbah organik pertanian, serasah mangium, serasah tusam, serasah
campuran dari beberapa jenis pohon, serta sampah kota. Sejalan dengan
program pengembangan tersebut, Puslitbang Hasil Hutan, sejak tahun
2000 juga telah melaksanakan sosialisasi sekaligus peragaan pembuatan
arang kompos di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera yang dikemas
dalam bentuk acara Gelar Teknologi dan Temu Lapang. Beberapa daerah
tersebut antara lain di Kabupaten Serang, Ciamis, Tasikmalaya, Garut,
Pandeglang, Ciloto (KPH Cianjur), RPH Jembolo Utara (Kota Semarang),
kota Palembang dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
1. Manfaat dan Keunggulan Arang Kompos Bioaktif (Arkoba)
a. Arkoba mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos biasa yang
dihasilkan secara konvensional. Hal ini karena selain keberadaan arang
yang menyatu dalam kompos, juga karena menggunakan bioaktivator
yang mengandung mikroorganisme terseleksi sehingga proses pengomposan berlangsung secara terkendali.
b. Mikroorganisme yang berfungsi sebagai aktivator tetap tersimpan
dalam Arkoba dan jika Arkoba digunakan pada lahan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk mencegah penyakit
busuk akar.
c. Morfologi arang pada Arkoba mempunyai pori sangat efektif untuk
mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow
release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu
berada dalam kondisi siap pakai.
d. Pori-pori arang pada arkoba juga berfungsi sebagai tempat tinggal
mikroorganisme, sehingga produktivitas untuk merom-bak dan
34 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
menyediakan unsur hara di dalam tanah menjadi meningkat.
e. Arkoba dapat memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
f. Arang pada arkoba sangat efektif meningkatkan pH tanah yang sangat
berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah, sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga cocok untuk
reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan rendah dan kemasaman tanah yang tinggi.
g. Arkoba akan menjaga stabilitas bahan organik tanah, sehingga
kelestarian produktivitas tanaman terjaga. Oleh sebab itu sangat cocok
diterapkan untuk mencapai keberhasilan pembangunan hutan tanaman
serta kesinambungan dan kelestarian hutan.
h. Arkoba dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik lengkap melalui
pengkayaan unsur hara dengan bahan-bahan organik alam.
i. Bahan baku yang digunakan berasal dari limbah, baik limbah kehutanan, pertanian, perkebunan, pengolahan kayu atau industri kehutanan, bahkan sampah organik dari rumah tangga atau pasar juga dapat
diolah menjadi arkoba, sehingga teknologi ini merupakan teknologi
bersih.
2. Pentingnya Arkoba sebagai Suplai Bahan Organik Tanah
Merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya lahan akibat
pemanfaatan yang melampaui batas mengakibatkan kerusakan sumberdaya lahan yang tidak dapat dihindari. Kenyataan juga menunjukkan
bahwa program rehabilitasi pada lahan terdegradasi yang telah dilakukan
masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus
dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan
kembali (Reintjes dkk., 1999).
Kenyataan juga membuktikan bahwa efisiensi pupuk kimia lebih
rendah. Tanaman di lahan kering di daerah tropis kehilangan 40 sampai
50 % N yang diberikan, padi sawah kehilangan N kurang dari 60-70 %.
Bila kondisi kurang mendukung, misalnya tingginya curah hujan, musim
kemarau yang panjang, tingginya erosi tanah, serta rendahnya bahan
organik tanah, maka efisiensinya bisa lebih rendah lagi (FAO, 1990 dalam
Reijntjes dkk. 1999).
Kenyataan juga menunjukkan bahwa pupuk kimia bisa
mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, yang kemudian akan
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 35
Arang Kompos Bioaktif
menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi
terhadap kekeringan, sehingga produktivitas rendah. Penggunaan pupuk
kimia NPK yang terus menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro
seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron,
yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia
(Sharma, 1985; Tandon, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).
Kenyataan lingkungan global menunjukkan bahwa penggunaan
pupuk kimia di negara maju dan negara berkembang memberikan andil
pada resiko global yang muncul dari pelepasan Nitrogen oksida (N 2O)
pada atmosfir dan lapisan di atasnya. Pada lapisan stratosfir, N 2O akan
menipiskan lapisan ozon dan dengan menyerap gelombang sinar infra
merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan
mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola,
tingkat dan resiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut
akan membawa konsekuensi besar bagi daerah delta yang rendah dan
muara. Mengingat bahaya ini, larangan penggunaan pupuk kimia di
seluruh dunia tak bisa dikesampingkan lagi untuk masa datang (Conway
dan Pretty, 1988, 1988 dalam Reijntjes dkk. 1999).
Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu upaya yang lebih besar
untuk mempromosikan penggunaan pupuk organik yang lebih efisien serta
ramah lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini meningkatnya kecenderungan
masyarakat terhadap produk-produk yang berasal dari budidaya organik
yang bebas dari bahan kimia, sehingga cukup aman dan sehat untuk dikonsumsi. Penggunaan sumber pengganti N dengan limbah biomassa seperti:
sampah tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, penanaman leguminosa
secara bergantian dan sebagai pohon pelindung, alga biru-hijau dan bakteri
pengikat N pada sawah dan hutan seperti Rhizobium dan Mikoriza merupakan alternatif solusi yang dapat dilakukan. Di sektor kehutanan limbah
biomassa cukup potensial untuk digunakan seperti limbah pemanenan,
sera-ah tanaman (dedaunan segar atau kering), serta limbah industri
pengolahan kayu yang salah satunya adalah serbuk gergaji.
Arkoba merupakan salah satu produk bahan organik yang lebih
mengutamakan pada kelestarian lingkungan, dengan memanfaatkan limbah serbuk gergaji, serasah hutan, ranting, cabang/dahan yang tertinggal
sewaktu pemanenan. Limbah-limbah tersebut dengan sedikit input teknologi dapat dijadikan bahan organik yang mem-punyai banyak manfaat.
Dampak yang akan diperoleh dengan menggunakan produk ini adalah
36 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
meningkatnya produksi dan produktivitas tanah yang akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
B. Potensi Bahan Baku Arkoba
Potensi sampah organik sangat tiggi, terutama dari perkotaan
berpenduduk padat. Sebagai ilustrasi, pada kota dengan penduduk satu
juta jiwa, akan diperoleh timbunan sampah kurang lebih setara dengan
500 ton/hari. Data untuk kota Bandung menunjukkan bahwa sebagian
besar sampah dari pemukiman berupa sampah organik, yang proporsinya
dapat mencapai 78%. Sampah ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu
dapat terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas
mikroorganisme tanah. Penguraian dari sampah organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan,
sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk organik.
Pada saat matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesis
untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan
oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada
hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang
mengalami pertumbuhan yang cepat. Manusia memakan tumbuhan hijau
untuk kebutuhan hidup sebagai asupan makanan yang kemudian
menyisakan limbah sebagai sampah. Semakin banyak manusia mengakibatkan jumlah sampah juga semakin banyak. Secara alami sampah ini
akan membusuk dengan bantuan mikroba pembusuk dan mikroba
pengurai dengan bantuan karbon sebagai sumber energi. Begitulah daur
alami yang terjadi di alam.
Sampah organik dari perumahan dengan volume yang cukup besar
dapat dipandang sebagai sumberdaya hayati yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi berbagai kegiatan pertanian,
perkebunan maupun kehutanan. Berbagai jenis limbah (Gambar 20) dapat
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan Arkoba. Arkoba juga dapat
diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah industri penyulingan
minyak atsiri seperti minyak nilam, minyak pala dan minyak daun cengkeh
(Gambar 21). Arkoba yang dihasilkan dari limbah pengolahan minyak atsiri
ini juga telah diuji coba aplikasikan pada berbagai jenis tanaman di
lapangan, sehingga teknologi ini telah menyatu dalam berbagai aspek
produksi.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 37
Arang Kompos Bioaktif
Gambar 18. Sampah organik sebagai bahan baku Arkoba
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 19. Limbah penyulingan minyak nilam, pala dan cengkeh
berpotensi sebagai bahan baku Arkoba
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 20. Sludge limbah padat industri pulp sebagai bahan baku
potensial pembuatan Arkoba
(Foto: dok. Gusmailina)
38 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
Gambar 21. Demo masak (2 & 3) dengan menggunakan biogas sampah
kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco (1) dan pembangkit listrik (4)
(Foto:dok. Gusmailina)
Selain limbah penyulingan minyak atsiri, juga ada limbah industri
yang sangat potensial yaitu limbah sludge industri pulp kertas (Gambar
20). Hal ini didasari karena limbah padat industri pulp dan kertas mengandung bahan organik sekitar 60%, dan mengandung sumber karbon yang
diperlukan bagi mikroorganisme dalam proses pengomposan.
Pengolahan limbah biomassa sebagai produk bernilai ekonomi tinggi
akan memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan
hutan, menghemat bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan memperkuat sektor pangan, mereduksi gas
rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif bernilai ekonomi dengan
mengolah limbah biomassa yang pada awalnya bernilai ekonomi rendah
menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
kelestarian lingkugan.
Pada tahun 1985 sampai 1986, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan bekerja sama dengan Kerajaan Belgia dengan proyek ATA 251
telah melakukan penelitian pemanfaatan limbah eceng gondok menjadi
energi biogas melalui teknologi Liquid State Fermentation (LSF) dan
sampah kota dengan teknologi Solid State Fermentation (SSF). SSF
kemudian berlanjut hingga Pilot Plant dengan memanfaatkan sampah kota
organik dengan teknologi Dry Anaerobic Composting (Dranco) dengan
kapasitas masukan 2 ton per hari. Biogas yang dihasilkan dapat membiayai
biaya operasional peralatan dan pembangkit listrik. Pada Gambar 23 dapat
dilihat beberapa aktivitas pada saat demo menggunakan biogas sampah
kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco dan pembangkit listrik.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 39
Arang Kompos Bioaktif
C. Teknologi Pembuatan Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba)
1. Pembuatan Arang Kompos
Pembuatan arang kompos prinsipnya sama dengan pengomposan
biasa, yaitu melalui proses fermentasi. Langkah-langkah pembuatan arang
kompos adalah sbb:
a. Arang yang digunakan antara lain: arang serbuk gergaji, arang sekam
padi, arang kulit kayu, arang tongkol jagung, arang tempurung kelapa/
kelapa sawit yang sudah ditumbuk/dihaluskan seukuran arang sekam
padi. Cara pembuatan arang dapat dilihat pada Bab II.
b. Bahan kompos: serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan
seperti serasah tusam, serasah mangium, atau serasah campuran, limbah
organik pertanian, limbah sayuran, jerami, kulit/tongkol jagung,
sampah organik pasar dan kotoran hewan. Jika bahan baku yang akan
dikomposkan berukuran besar sebaiknya digiling/dicacah dahulu
dengan alat giling (chopper), golok atau parang sampai mencapai
ukuran 2-3 cm.
c. Aktivator: Berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan
bahan aktif mikroorganisme. Aktivator yang digunakan mengandung
pengurai lignoselulosa yang terdiri dari Trichoderma sp. dan
Cytophaga sp.
d. Peralatan pengomposan: Proses pengomposan dapat dilakukan pada
berbagai macam wadah/tempat seperti: kotak kayu dengan ukuran 1 m
x 1 m x 1 m, bak semen permanen, kombinasi bak semen dengan
penutup kayu, dan kantong plastik jumbo.
e. Pada bahan baku yang sudah dicacah ditambah serbuk arang sebanyak
5-10 % dari berat bahan baku yang akan dikomposkan;
f. Tambahkan aktivator sebanyak 0,5-10 % tergantung dari keras atau
lunaknya bahan yang akan dikomposkan.
g. Aduk campuran hingga rata dan tambahkan air hingga kondisi kadar
air campuran bahan berkisar antara 20-30 %.
h. Masukkan ke dalam wadah pengomposan.
i. Khusus untuk bahan yang sulit hancur seperti limbah kehutanan,
sebaiknya pada minggu ke dua, ke tiga, ke empat di balik kemudian
diaduk ulang, tambahkan air bila kondisi agak kering.
j. Pengukuran suhu dilakukan guna mengetahui apakah proses berjalan
40 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
dengan sempurna. Proses berjalan dengan sempurna apabila pada
minggu pertama dan ke dua suhu meningkat hingga mencapai 55 0C–
600C, lalu menurun pada minggu-minggu berikutnya. Apabila kondisi
suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah selesai dan
kompos dapat dibongkar. Proses pengomposan berlangsung antara 2-4
bahkan 10 minggu tergantung bahan baku yang digunakan. Untuk
limbah sayuran/ dedaunan segar pengomposan berlangsung selama
dua minggu, pengomposan serasah dedaunan kering berlangsung
selama satu bulan, sedangkan serbuk gergaji selama 2-3 bulan.
k. Secara visual kompos yang sudah matang akan mengalami perubahan
warna, sedangkan indikator kompos yang siap pakai yaitu mempunyai
nisbah C/N ≤ 20.
l. Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus
kemudian dikemas lalu disimpan di tempat yang kering dan teduh.
m. Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.
Pembuatan arang kompos juga dapat dilakukan di areal tegakan
hutan. Bahan baku yang dapat digunakan berupa limbah pemanenan
hutan. Ranting dan cabang yang tertinggal dijadikan arang kemudian
sebagai bahan untuk kompos adalah dedaunan segar atau serasah. Proses
pengomposan dapat dilakukan dengan jalan membuat lobang persegi atau
lobang sepanjang larikan sedalam 0,5 m. Lobang ini sebelumnya dialas
dengan plastik agar proses pengomposan tidak ada kontak langsung
dengan tanah, kemudian semua bahan yang akan dikomposkan
dimasukkan ke dalam lobang lalu ditutup lagi dengan plastik, kemudian
biarkan sampai kompos terbentuk. Kompos yang terbentuk kemudian
dapat dibongkar lalu dipindahkan, atau dibiarkan sebagai pengganti pupuk
pada penanaman berikutnya.
Gambar 22.
Beberapa jenis wadah pengomposan
(Foto: dok. Gusmailina)
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 41
Arang Kompos Bioaktif
Gambar 23.
Tahap awal
proses pembuatan Arkoba
(Foto: dok.
Gusmailina)
Gambar 24.
Proses lanjutan
pembuatan Arkoba
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 25. Pembuatan Arkoba di bawah tegakan Acacia mangium
(Foto: dok. Gusmailina)
42 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
C/N ≤ 20
Gambar 26. Skema pembuatan Arkoba
(Sumber: Gusmailina dkk., 2002)
D. Macam-macam Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba)
1. Arkoba Sampah Kota
Sampah di perkotaan makin menimbulkan masalah yang cukup
serius, karena jumlahnya sangat besar dengan jenis yang bervariasi. Di
negara maju, sampah organik yang berasal dari rumah tangga, kebun/
perkebunan, pasar, pangkasan taman kota dan lain-lain dikelola secara
cermat dan didaur ulang menjadi kompos yang bermanfaat sebagai bahan
dasar pupuk organik. Dampak pengguna-an kompos/pupuk organik ini,
memiliki nilai yang lebih tinggi dari pupuk kimia terutama untuk
dikonsumsi manusia sehari-hari karena lebih sehat dan bebas dari bahan
beracun akibat kelebihan pembe-rian bahan-bahan kimia. Oleh sebab itu di
negara maju kompos menjadi pilihan utama bagi para petani.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 43
Arang Kompos Bioaktif
Di Indonesia, sampah masih terasa sebagai beban, baik bagi
RT/RW, Kelurahan, maupun Dinas Kebersihan, karena pembuangannya
menimbulkan berbagai persoalan, antara lain menyangkut biaya, lahan,
sarana transportasi, maupun masalah SDM. Kenyataan juga menunjukkan
bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki kesadaran yang kurang
terhadap persoalan sampah, sehingga dapat dilihat bahwa sampah menjadi
penyebab timbulnya banjir bila hujan, karena memenuhi selokan/got
maupun kali/sungai, sehingga air tidak dapat mengalir sebagaimana
mestinya. Di wilayah pedesaan, sampah pertanian dan peternakan lebih
berdaya guna, namun pengelolaannya belum optimal dan efisien sehingga
manfaatnya belum terasa dibanding potensi yang ada.
Meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah
sampah juga akan meningkat. Timbunan sampah kota diperkirakan
meningkat lima kali lipat tahun 2020. Kalau tahun 1995 jumlah rata-rata
produksi sampah perkotaan di Indonesia 0,8 kg per kapita per hari, maka
tahun 2000 menjadi 1,0 kg dan pada tahun 2020 diperkirakan 2,1 kg per
kapita. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi
gas methana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan sampah
organik 56 % akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya
atau setara dengan 486.500 ton CO 2. Masyarakat Eropa sepakat sejak
tahun 2005 tidak membuang sampah organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak diproduksi dalam jumlah
besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan produksi
biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment
Facility yang dianggap sesuai diterapkan di Indonesia untuk mereduksi
produksi GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan
sampah di Indonesia.
a. Arkoba Sampah di TPA; Alternatif Reduksi Emisi dan Pemanasan
Global
Pemanasan global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang
diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia. Selain itu pertambahan
populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri juga
memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK. Salah satu GRK
yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem
landfill adalah CH4 (metana) yang dihasilkan dari proses dekomposisi
44 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
bahan organik sampah secara alami. Sekalipun keberadaannya di atmosfir
lebih sedikit dibanding dengan CO2 (karbondioksida) tetapi memiliki
potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO2. Dengan
demikian pengomposan merupa-kan salah satu alternatif untuk
mengendalikan emisi gas metana dari TPA.
Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan
mencapai 167 ribu ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah
penduduk Indonesia atau sama dengan 800 gram/hari/orang (Laksono,
2008). Dari volume sampah tersebut diperkirakan akan menghasilkan gas
metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan
konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (0,75 ton). Jika produksi ratarata gas metana adalah 235 l/kg sampah, dimana 80% sampah ditimbun
di TPA, maka sebanyak 0,5 juta ton metana (setara 12,8 juta ton CO2)
dihasilkan dari TPA. Namun angka tersebut masih kecil bila dibandingkan
dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan kehutanan, energi,
transportasi dan pertanian. Akan tetapi meskipun konstribusinya terhitung
kecil, daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat
dibandingkan dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990).
Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), pada
tahun 2008 sampah yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 % atau
12.800 ton/hari. Apabila dikelola dengan baik maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan negara (Laksono, 2008).
b. Reduksi CH4 dari Pembuatan Arkoba di TPA, Studi Kasus Bangkonol,
Pandeglang
Pengomposan sampah merupakan salah satu target alternatif untuk
mereduksi emisi metana dari TPA. Jika produksi kompos sebesar 100.000
ton/tahun, maka dapat mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 600.000
ton CO2 ekuivalen per tahun (Anonimus, 1989). Menurut Henry and
Heinke (1996), dari pengomposan 1,9 ton sampah dapat dihasilkan satu
ton kompos, sedangkan satu ton sampah jika ditimbun di landfill dapat
melepaskan 0,20-0,27 m3 CH4. Metana memiliki densitas 0,5547 g/l.
Dengan demikian, jika menghasilkan satu ton kompos, emisi gas rumah
kaca sebesar 0,21- 0,29 ton CH4 atau 5-7 ton CO2 ekuivalen dapat
dicegah. Jika 2 ton sampah dikonversi menjadi 1 ton kompos, maka emisi
sebesar 0,2-0,3 ton CH4 dapat dicegah. Nilai ini setara dengan 5-7 ton
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 45
Arang Kompos Bioaktif
CO2. Dengan kata lain produksi kompos telah mereduksi emisi CH 4 sebesar
0,2-0,3 ton atau setara dengan 5-7 ton CO2.
Pada tahun 2005, telah dilakukan uji coba pembuatan Arkoba di
TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan sampah organik pasar sebagai
bahan baku. Hampir 60% terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah
sayuran, buah, pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota. Volume
sampah per hari rata-rata mencapai 5-10 ton. Dalam proses pengomposan
volume penyusutan mencapai 50%, karena sebagian besar bahan yang
digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air tinggi. Dari 12 ton sampah
yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton kompos/bulan
(mulai proses awal). Selanjutnya arkoba dikemas dalam karung sebanyak
110 karung dengan bobot masing-masing karung berkisar antara 50–55 kg
(Gusmailina, dkk., 2005). Jika menggunakan persamaan dan estimasi
menurut Anonimus (1989), maka dari 6 ton arkoba yang dihasilkan di TPA
Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton = 1,8
ton CH4, atau setara dengan 30-42 ton CO2 atau seharga dengan US $
150-210/bulan (harga minimal), karena pada Protokol Kyoto 1997 salah
satunya adalah mengatur kerangka kerja konvensi pada perubahan iklim
global, dimana emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan, meskipun
reduksi emisi gas rumah kaca memerlukan verifikasi dan sertifikasi.
Menurut Soemarwoto (2001), harga reduksi emisi tersebut berkisar antara
US$ 5 sampai 20/ton CO2.
Jika di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Bangkonol, Pandeglang
secara kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton/bulan, maka akan
dihasilkan kompos 72 ton/tahun. Berarti dari TPA Bangkonol Pandeglang
dapat mencegah emisi metan sebesar 21,6 ton CH 4, atau setara dengan
108–151,2 ton CO2. Maka volume ini dapat menghasilkan nilai ER
(Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US$ 540–756. Nilai ER
ini kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin
kesinambungan pengelolaan sampah yang baik (sustainable municipal
solids waste management).
2. Arkoba dari Gulma (Tumbuhan Pengganggu)
Gulma merupakan bahan yang cukup potensial karena dapat
dijumpai dimana saja, keberadaannya mengganggu tanaman budidaya
yang harus disingkirkan dan dibuang. Memanfaatkan gulma menjadi
Arkoba adalah solusi tepat untuk diterapkan, sebab gulma mudah diolah
46 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
dan dapat dikembalikan ke lahan sebagai suplai bahan organik atau
pembenah tanah. Oleh sebab itu kepada petani dan kelompok tani disarankan agar gulma dimanfaatkan menjadi Arkoba sebagai penyedia bahan
organik bagi lahan budidaya. Potensi gulma cukup banyak, beragam dan
hampir selalu ada di lingkungan baik di lingkungan perumahan, kebun,
sawah, atau perkebunan hutan rakyat, sehingga para petani tidak sulit
untuk mendatangkan bahan baku. Jenis tumbuhan gulma bervariasi
tergantung lokasi, tetapi biasanya jenis yang selalu ada adalah rumputrumputan (Graminae), ilalang, sejenis tumbuhan menjalar, Ageratum sp.,
ki pait, dan lain-lain, bahkan dedaunan seperti daun pisang juga dapat
dijadikan sebagai bahan utama. Oleh sebab itu gulma atau tumbuhan liar
dan pengganggu adalah bahan baku yang cukup potensial yang dapat
dimanfaatkan petani untuk dibuat kompos maupun arang kompos sebagai
pengganti pupuk kimia.
Pembuatan gulma menjadi Arkoba sangat mudah, dicacah
secukupnya lalu tambahkan aktivator dan sedikit arang serbuk, kemudian
diaduk lalu simpan didalam wadah yang tertutup. Kualitas Arkoba gulma
bervariasi tergantung bahan baku yang digunakan. Biasanya makin banyak
ragamnya makin baik kualitas produk yang diperoleh.
Gambar 27.
Gulma sebagai bahan baku Arkoba
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 28. Proses pembuatan Arkoba dari di Desa Karyasari, kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor
(Foto: dok. Gusmailina)
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 47
Arang Kompos Bioaktif
3. Arkoba dari Limbah Industri Pulp dan Kertas
Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah
industri pulp dan kertas. Namun dengan semakin meningkatnya produksi,
volume limbah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari proses produksi
industri pulp dan kertas akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah
limbah sludge. Teknologi Arkoba merupakan inovasi yang dipandang
sebagai alternatif penanganan limbah sludge yang paling baik, karena di
samping tidak mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang
bermanfaat dengan investasi yang relatif murah. Hasil uji coba pembuatan
Arkoba dari lim-bah sludge pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di
laboratorium, menunjukkan bahwa kualitas Arkoba yang dihasilkan lebih
baik dengan waktu yang lebih singkat. Kandungan unsur logam yang
berbahaya juga menurun tajam, jauh di bawah ambang batas yang
diperbolehkan baik skala internasional maupun skala nasional. Dengan
demikian limbah sludge pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan
dikembangluaskan untuk konsumsi kalangan industri sendiri, baik dijual ke
pasar umum, bebas maupun ekspor. Kualitas arkoba yang dihasilkan
dengan menggunakan bahan baku sludge dapat dilihat pada Lampiran.
Sekitar 80 % (15,18 ton/ha) dari kulit Acacia mangium akan terangkut ke industri pulp. Sekitar 20 % limbah kulit ini dapat dimanfaatkan
untuk bahan bakar boiler, sisanya 60 % akan menjadi limbah dan polutan
yang potensial mencemari lingkungan, terutama perairan sekitarnya
(Gusmailina dkk., 2002). Mengembalikan limbah ke areal dimana tanaman
tersebut dipanen, merupakan cara yang sesuai dengan konsep ekologi serta
konsep pembangunan hutan lestari yang berkesinambungan. Oleh karena
itu bahan organik yang terangkut atau hilang sewaktu pemanenan, sebagian dapat terpenuhi kembali melalui teknologi daur yang berwawasan
lingkungan juga. Pemberian bahan organik pada lahan dan tanaman
penting dilakukan agar produktivitas lahan dan tanaman tetap terjaga,
sehingga industripun dapat terus berproduksi sesuai dengan target.
Limbah kulit kayu (Gambar 31) dapat digunakan sebagai substitusi
alami dari media topsoil dan gambut untuk persemaian apabila ketersdiaan
media terbatas dan mahal. Namun demikian kelemahan dari kulit kayu ini
mempunyai C/N sangat tinggi yang menyebabkan defisiensi unsur hara
pada bibit tanaman hutan (Brundrett dkk.,1996). Kulit kayu dapat
terdekomposisi dengan cepat, yang menyebabkan kandungan nitrogen
48 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
tersedia dapat tercuci oleh air dan keluar serta hilang, sehingga tidak dapat
diserap oleh akar tanaman (Handrech and Black, 1984). Namun beberapa
jenis kulit kayu dapat menyebabkan racun bagi pertumbuhan akar,
sehingga perlu diatasi melalui proses komposting dan dapat dicampur
dengan beberapa bahan organik lainnya. sehingga kekurangan unsur hara
essensial dapat diatasi. Dalam pengomposan diperlukan mikroorganisme
sebagai aktivator untuk mempercepat degradasi kulit kayu, sehingga kulit
kayu yang telah terdekomposisi dapat digunakan sebagai media tanam,
dan akhirnya kulit kayu yang potensi sebagai limbah dapat dimanfaatkan.
Selain kulit kayu, limbah industri pulp kertas juga menghasilkan limbah
sludge sebagai hasil samping. Menurut Carter, 1983 dan Alton, 1991 dalam
Rina dkk.,2002), sludge industri pulp dan kertas banyak mengandung
bahan organik. Namun di Indonesia sludge masih merupakan limbah yang
bermasalah karena belum dimanfaatkan secara keseluruhan, sehingga
membutuhkan lahan luas untuk menampung dan membuangnya.
Gambar 29. Limbah padat industri pulp dan kertas
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 30. Limbah kulit kayu pada industri kertas
(Foto:dok.Gusmailina)
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 49
Arang Kompos Bioaktif
Gambar 31. Limbah sludge yang memerlukan lahan luas untuk pembuangan
(Foto.dok Gusmailina)
Gambar 32. Pile composting limbah kulit dan sludge
(Foto.dok Gusmailina)
Arkoba yang dihasilkan baik, karena proses berjalan sempurna.
Hal ini dibuktikan berdasarkan suhu proses yang mencapai 65 oC. Semakin
tinggi suhu semakin baik, sebab mikroba yang terdapat pada aktivator
akan optimal bekerja pada suhu thermofilik (suhu >55oC). Pada Lampiran
dapat dilihat kualitas Arkoba yang dihasilkan dengan menggunakan bahan
baku kulit kayu, sludge, dan campuran kulit kayu dan sludge, serta kulit
kayu + sludge + kotoran hewan/kambing (kohe) seperti kotoran kambing.
Teknologi Arkoba yang diterapkan pada percobaan pemanfaatan limbah
industri pulp dan kertas berupa kulit kayu dan sludge skala laboratorium,
meng-hasilkan kompos Arkoba yang memenuhi standar kualitas SNI 197030-2004. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan arkoba berkisar
antara tujuh sampai delapan minggu. Pada Gambar 34 memperlihatkan
salah satu teknik pengomposan yang sederhana, mudah dan murah untuk
dilakukan. Teknik seperti ini juga bisa diterapkan pada skala dan kapasitas
yang besar. Dengan demikian limbah industri pulp kertas tidak akan
menjadi masalah lagi jika teknologi Arkoba ini diterapkan.
50 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Arang Kompos Bioaktif
4. Arkoba dari Limbah Penyulingan Nilam
Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri
penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali
menjadi masalah bagi pihak industri pengolahan itu sendiri maupun
lingkungan. Setiap kali penyulingan akan didapat limbah daun sekitar 95%
dari bahan yang disuling. Sementara itu arkoba nilam dapat diaplikasikan
sebagai pupuk tanam nilam maupun tanaman lainnya.
Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang
tinggi dan berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik.
Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan
kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam bahan
tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang selama proses pengomposan. Selain sebagai sumber bahan kompos, limbah nilam berpotensi
sebagai mulsa. Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi
lingkungan tumbuh terutama dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi
dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah
hasil penyulingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa
perlu penelitian yang lebih seksama, karena berkaitan dengan keberadaan
senyawa allelopati yang masih tersisa pada limbah tersebut.
Tanaman nilam dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama
N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu
adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk organik.
Namun demikian, rendahnya kondisi sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa menyebabkan tanaman nilam tidak
diberi pupuk yang memadai dan hanya mengandalkan dari tingkat
kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan. Pembuatan arkoba dari limbah
hasil penyulingan minyak nilam memberikan hasil yang cukup baik dan
perlu disaran-kan kepada petani penyulingan nilam. Kualitas arkoba yang
dihasil-kan dapat dilihat pada Tabel 5.
Pola pengelolaan usaha budidaya dan penyulingan nilam dapat dilihat
seperti pada Gambar 36. Limbah dari penyulingan diolah menjadi arkoba
selanjutnya Arkoba digunakan untuk pupuk pada budidaya tanaman
nilam. Hasil yang diperoleh selain pertumbuhan nilam menjadi lebih baik,
rendemen dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan juga lebih baik secara
signifikan. Produksi nilam meningkatkan hingga 120 ton segar atau setara
30 ton kering per ha. Tanpa arkoba, pekebun hanya memperoleh panen
50 ton segar atau 12 ton kering.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 51
Arang Kompos Bioaktif
Gambar 33. Arkoba limbah penyulingan nilam
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 34. Pola pengelolaan nilam sekaligus pemanfaatan limbah
(Foto: dok. Gusmailina)
Tabel 5. Analisis unsur hara makro arkoba dari limbah penyulingan nilam
Parameter
pH (1 : 1)
Moisture
Content, %
C organik, %
C/N ratio
P2O5
CaO total, %
MgO total, %
K2O total, %
Arkoba
7,30
49,98
37
1,4
19
1,1
1,2
1,1
1,7
Rendah
6,60
24,90
14,50
0,60
<10
0,30
2,70
0,30
0,20
PPHK*
Sedang
7,30
35,90
19,60
1,10
10-20
0,90
4,90
0,70
0,60
*) PPHK = Pedoman pengharkatan Hara kompos (Biotrop)
**) SNI 19-7030-2004
52 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Tinggi
8,20
52,60
27,10
2,10
>20
1,80
6,20
1,60
1,40
SNI**
Min
Maks
6,8
7,49
50
9,8
32
0,4
10
20
0,1
0
0,20
-
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
IV. APLIKASI ARKOBA, PROSPEK DAN PELUANG
A. Aplikasi Arkoba
Dari beberapa aplikasi Arkoba yang telah diuji cobakan baik di
laboratorium, maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan
tanaman yang diberi Arkoba meningkat hingga dua kali lipat dibanding
dengan yang tidak diberi Arkoba. Hasil yang diperoleh dengan aplikasi
Arkoba di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak-choi, brokoli, dan
wortel pada lahan seluas 400 m2, produksi meningkat 150 kg, jika dibandingkan dengan pupuk yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi.
Selain itu juga mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia sebesar
40 %. Demikian juga Aplikasi Arkoba pada tanaman jati umur 5 tahun di
hutan tanaman JIFPRO, Sekaroh, Mataram, Lombok memberikan hasil
yang baik dan signifikan (Gambar 35).
A
B
Gambar 35. Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman pertaniancabai gendot, brokoli
dibawah tegakan Pinus, dan salderi (A) Aplikasi Arkoba pada tanaman kehutanan jati (B)
(Foto: dok. Gusmailina)
1.
Produksi dan Aplikasi Arkoba di Desa Karyasari
Di desa Karyasari, Kabupaten Bogor, produksi Arkoba lebih
difokuskan untuk memacu produktivitas daun murbei untuk budidaya ulat
sutera. Selain itu juga diaplikasikan pada budidaya nilam, pepaya, dan
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 53
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
tanaman Melaleuca bractheata. Hasil yang diperoleh sangat meyakinkan,
karena hanya dengan memberi Arkoba 0,5 kg/rumpun pada tanaman
murbei yang berumur 10 bulan (Gambar 36), jumlah daun murbei
meningkat sebesar lima kali lipat, selain itu juga meningkatkan kualitas
benang sutera yang dihasilkan.
A
B
Gambar 36. Transfer teknologi Arkoba kepada Kelompok Tani Rimba Sejahtera di Desa
Karyasari, Leuwi. Liang, Kabupaten Bogor, serta aplikasi pada tanaman
murbey (A), palawija, nilam dan tanaman Kehutanan (B)
(Foto: dok. Gusmailina)
2. Produksi dan Aplikasi Arkoba dari Garut
Salah satu daerah binaan yang telah memproduksi dan mengaplikasikan Arkoba adalah Kabupaten Garut. Terdapat 12 Kelompok Tani
binaan Dinas Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan produksi Arkoba,
namun baru tujuh kelompok yang aktif sebagai produsen. Kelompok
tersebut dikoordinasi oleh LSM Gepak dan Arkoba yang dihasilkan
langsung digunakan pada persemaian dan penanaman di lapangan.
Aplikasi Arkoba pada tanaman kol sangat baik dengan produksi kol
yang lebih besar dan lebih padat dengan kisaran berat 3-5 kg/buah.
Padahal biasanya maksimum hanya 2 kg/buah (Gambar 39).
Demikian juga aplikasi arkoba pada tanaman hias (bunga ros/
mawar dan algebra) sangat bagus. Efek yang ditunjukkan adalah selain
warna bunga dan daun lebih cerah dan tajam, juga lebih tahan (tidak
mudah gugur), bahkan jika dibiarkan kelopak bunga sama sekali tidak
rontok sampai kering (Gambar 40).
54 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
Gambar 37. Aplikasi Arkoba pada tanaman sayuran kol
(Foto: dok. Gusmailina)
Gambar 38. Aplikasi Arkoba pada tanaman bunga
(Foto: dok. Gusmailina)
Kabupaten Garut menggunakan Arkoba selain untuk tanaman
pertanian, juga untuk menunjang program GERHAN 2003-2004 dengan
mengembangkan arang kompos sebanyak 360 ton sampai dengan bulan
April 2004. Pada tahun 2008, 80 % Arkoba yang dihasilkan diserap oleh
kegiatan GERHAN, sisanya dipakai sendiri oleh anggota kelompok untuk
budidaya, dijual ke pedagang atau pesanan khusus, seperti ke Bekasi,
Lampung, Bogor, dan Cianjur. Hingga tahun 2008 kelompok ini telah
melakukan produksi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
Aplikasi Arkoba di lokasi GERHAN pada tanaman Suren tahun
tanam 2004, menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman mencapai
sekitar 6 m dengan diameter sekitar 15-20 cm. Sedangkan suren yang
ditanam tanpa Arkoba, tinggi tanaman hanya mencapai 3 m. Sistem pola
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 55
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
tanam adalah tumpang sari, dengan tanaman pepaya di pinggir lahan,
sedangkan di tengah ditanami jagung, kopi, pisang, dan temu-temuan,
dengan konsep penghasilan mulai dari bulanan hingga tahunan.
A
B
Gambar 39. Aplikasi Arkoba pada lahan Gerhan di lokasi Ranca Salak, Kab. Garut (A);
Arang kompos produksi Garut (B)
(Foto: dok. Gusmailina)
Kualitas Arkoba yang diproduksi oleh beberapa kelompok yang
dikoordinir oleh LSM Gepak di Garut bervariasi setiap kali produksi. Unsur
hara makro yang terkandung dalam Arkoba produksi Garut antara lain: C
organik =30-35 %; N total=1,4-1,8%; P total=0,3-1,2%; K=0,5-1,0%;
Ca=1,0-1,2%; dan Mg=0,4-1 %.
Dibandingkan dengan Pedoman Pengharkatan hara kompos
(PPHK) (Anonimus, 2000) dan SNI (Anonimus, 2004), maka rata-rata
kualitas Arkoba produksi Garut sudah termasuk ke dalam kriteria sedang
sampai tinggi. Sehingga Arkoba produksi Garut layak untuk dikembangkan
dan dipasarkan secara nasional (Gambar 39 B).
Tabel 6. Perbandingan kualitas arang kompos bioaktif Garut dengan standar yang diakui
Parameter
pH (1 : 1)
Moist cont, %
C organik, %
N total, %
C/N ratio
P2O5 total, %
CaO total, %
MgO total, %
K2O total, %
PPHK *
SNI **
Arkoba
produksi Garut
rendah
sedang
tinggi
7.25 – 7,30
29,98
30 - 35
1,4 – 1,8
19 - 20
0,3 – 1,2
1,0 – 1,2
0,4 - 1
0,5 – 1,05
6.60
24.90
14.50
0.60
<10
0.30
2.70
0.30
0.20
7.30
35.90
19.60
1.10
10~20
0.90
4.90
0.70
0.60
8.20
52.60
27.10
2.10
>20
1.80
6.20
1.60
1.40
Keterangan : *) PPHK (Anonim, 2000); **) Anonimus (2004)
56 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Min
6.8
9.8
0.4
10
0.1
0.20
Max
7.49
50
32
20
*
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
Penggunaan Arkoba juga dilakukan pada tanaman tembakau dan
hasilnya sangat bagus. Tembakau yang ditanam dengan Arkoba menghasilkan daun rajangan seberat 7,5 ons, sedangkan yang tidak menggunakan Arkoba hanya mempunyai berat 3 ons. Dengan demikian daun
tembakau yang ditanam dengan Arkoba memberikan hasil daun 2 kali
lebih banyak dibanding dengan daun tembakau yang tidak menggunakan
Arkoba. Pengeringan daun tembakau yang ditanam dengan menggunakan
Arkoba juga lebih efisien, hanya membutuhkan waktu 3-4 hari pengeringan, sedangkan yang tidak menggunakan Arkoba memerlukan waktu
lebih lama. Demikian juga aroma rajangan daun tembakau yang ditanam
dengan Arkoba lebih tajam dibanding dengan aroma rajangan daun yang
tidak pakai Arkoba. Pada Tabel 7 dapat dilihat perbandingan efek penggunaan Arkoba pada tanaman tembakau dubanding dengan tembakau yang
ditanam tanpa menggunakan Arkoba dan efisiensi penggunaan pupuk.
Selain itu penggunaan Arkoba lebih efisien, hanya 24 karung. Sedangkan
tembakau yang ditanam memakai pupuk yang bukan Arkoba mencapai 40
karung.
Tabel 7. Efek penggunaan Arkoba pada tanaman tembakau
No
1
2
3
4
5
Parameter
Lebar daun
Berat daun rajangan
Pengeringan daun
Aroma daun
Penggunaan pupuk
Pakai Arkoba
60 x 80 cm
7,5 ons/3 pohon
3-4 hari
Lebih tajam
24 karung
Tanpa Arkoba
20 – 30 cm
3 ons/3 pohon
Sampai 30 hari
Biasa/kurang tajam
40 karung pakai pupuk
biasa
3. Pembuatan dan Aplikasi Arkoba di Kabupaten Muaro Jambi
Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman sayuran di
Kabupaten Muaro Jambi, diawali dengan sosialisasi pembuatan arang dan
arkoba di salah satu sawmill di tepian Sungai Batanghari dengan memanfaatkan limbah serbuk gergaji (Gambar 41). Hasil yang diperoleh sangat
memuaskan dan sangat nyata (Gambar 42). Hasil penelitian pemanfaatan
Arkoba sebagai campuran media partumbuhan anakan bulian
(Eusyderoxylon zwageri) dan anakan gaharu (Aquilaria malaccensis) dua
jenis tanaman andalan setempat yang sedang dikembangkan, menunjukkan bahwa pertumbuhan anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 57
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
gaharu (Aquilaria malaccensis) pada media ASG dan ASGJ berpengaruh
nyata. Pertambahan tinggi dan diameter anakan, meningkat masing-masing
mencapai 2-4 kali lipat dibanding dengan kontrol.
Arkoba yang dibuat dan diaplikasikan adalah Arkoba serbuk gergaji
yang dicampur dengan jerami padi. Analisis Arkoba yang diperoleh adalah
sebagai berikut : pH Arkoba serbuk gergaji berkisar antara 6,2-7,1; C
organik=30,42-39,21%; N total=1,421,77%; Nisbah C/N=19,6-27,0;
P=1,46-2,44%; K=0,79-0,98%, Ca=1,82-3,06%; Mg=0,42-1,32%;
KTK=14,66-28,38 me/100 g; dan kadar air=26,51-37,34%. Hasil pengamatan selama tiga bulan menunjukkan bahwa pengaruh penambahan
40% Arkoba serbuk gergaji dan pupuk kandang pada tanaman
Eusyderoxylon zwageri dan Aquilaria malaccensis dapat meningkatkan
pertambahan tinggi dan diamater batang tanaman masing-masing 2,2 dan
1,6 kali lebih baik dibanding kontrol.
Gambar 40. Pelatihan produksi Arkoba
di Kabupaten Garut
(Foto: dok. Gusmailina)
A
Gambar 41. Sosialisasi pembuatan
Arkoba di Jambi
(Foto: dok. Gusmailina)
B
Gambar 42. Aplikasi Arkoba pada tanaman Cabai dan Salderi di Jambi (A); Aplikasi
Arkoba pada anakan bulian dan tanaman penghasil gaharu di Jambi (B)
(Foto: dok. Gusmailina)
58 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
cm
50
45
40
35
30
25
bulian
20
gaharu
15
10
5
0
Ao
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
Gambar 43. Pengaruh pemberian Arkoba terhadap pertambahan tinggi anakan bulian
(Eusyderoxylon zwageri) dan gaharu (Aquilaria malaccensis) selama 4 bulan di kebun bibit
Dinas Kehutanan Jambi
4.
Aplikasi Arkoba pada Tanaman Nilam
Penambahan Arkoba pada budidaya nilam memberikan pengaruh
sangat baik terhadap rendemen minyak nilam. Pada Tabel 8 dapat dilihat
pengaruh penambahan Arkoba terhadap rendemen minyak hasil
penyulingan nilam.
Tabel 8. Pengaruh penambahan arkoba terhadap rendemen minyak nilam
No
Perlakuan penanaman nilam
Rendemen minyak nilam,%
1
Tanpa Arkoba
2 – 2,1
2
Memakai Arkoba
3 – 4,5
Tabel 9 menyajikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan nilam yang diberi Arkoba lebih baik dibanding pertumbuhan
yang tidak diberi Arkoba yaitu lebih kokoh, daun lebih lebar, dan
mengkilat dengan warna lebih cerah dan tajam. Pemberian Arkoba juga
berpengaruh terhadap rendemen minyak nilam, yaitu mencapai 3-4,5 %,
dengan rata-rata 4 %, sedangkan rendemen minyak nilam yang ditanam
tanpa menggunakan Arkoba hanya berkisar 2-2,3 % dengan rata-rata 2 %.
Kadar patchouli alkohol minyak nilam yang ditanam dengan
penambahan Arkoba yaitu 40,01%, sedangkan yang tanpa Arkoba hanya
32,26%. Mengacu pada syarat SNI 06-2385-1998, hasil analisis kualitas
minyak nilam pada uji coba ini, semua kriteria masuk ke dalam standar
yang disyaratkan. Hasil percobaan ini menunjuk-kan bahwa penambahan
Arkoba pada budidaya nilam memberikan pengaruh sangat baik, baik
terhadap produktivitas nilam maupun terhadap kualitas minyak yang
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 59
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
dihasilkan. Dengan demikian penggunaan Arkoba pada budidaya nilam
selanjutnya sangat dianjurkan.
Tabel 9. Pengaruh penambahan arkoba terhadap kualitas minyak nilam
Karakteristik
Berat jenis 25/25oC
Dengan
arkoba
0,957
Hasil analisis kualitas minyak nilam
Tanpa
Hasil penelitian
SNI 06-2385arkoba
Rumondang, 2004
1998
0,956
0,967
0,943-0,983
Indek bias 20oC
1,511
1,506
1.506
1.506-1.516
Putaran optik
- 59
- 0,53
- 51
(-47o) – (-66o)
Kelarutan dalam
alkohol 90 %
Bilangan asam
maksimum
Bilangan ester
maksimum
Patchouli alkohol, %
o
o
o
1:1
1:1
1:1
1:10
4,5
4,3
4,23
5,0
3,97
3,90
12,29
10,0
40,01
32,26
33,14
-
5. Aplikasi Arkoba pada Anakan/Bibit Tanaman Jati
Aplikasi Arkoba sebagai campuran media tumbuh anakan jati di
KRPH Jembolo Utara (Jawa Tengah) selama 4 bulan menunjukkan bahwa
pemberian Arkoba dari serbuk gergaji dapat meningkatkan tinggi dan
jumlah anakan yang hidup sebesar 100 %. Demikian juga pada percobaan
penggunaan Arkoba pada anakan Gmelina, dimana hasil yang diperoleh
dapat meningkatkan pertambahan tinggi dan diamater batang tanaman
masing-masing 2,2 dan 1,6 kali lebih baik dibanding kontrol (Komarayati,
dkk., 2000).
B. Prospek dan Peluang
Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis memiliki
kawasan hutan yang luas sebagai paru-paru dunia sekaligus dinobatkan
sebagai negara kedua setelah Brazil tentang kekayaan keanekaragaman
hayatinya. Berbagai produk industri hasil hutan telah dimanfaatkan
manusia sejak ribuan tahun silam. Kayu adalah produk paling populer
disamping rotan dan damar. Aplikasi kayu telah merambah berbagai lini
kehidupan manusia.
Pengolahan kayu akan menghasilkan berbagai limbah seperti
serbuk gergaji dan serpihan kayu. Beberapa industri pengolah kayu telah
menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar pengeringan kayu. Namun
60 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
masih banyak dijumpai industri pengolahan kayu yang membuang limbah
ke sungai, sehingga mencemari lingkungan dan menyebabkan pendangkalan sungai serta dapat membunuh biota di perairan tersebut. Arang dan
Arkoba adalah produk yang dihasilkan dengan teknologi yang mudah dan
murah karena memanfaatkan limbah sebagai bahan baku utamanya. Jika
teknologi arang dan arkoba ini secara kontinyu diterapkan, maka hasil
yang akan diperoleh selain kebersihan lingkungan juga mengembalikan
kesuburan lahan sehingga produktivitas lahan dan tanaman dapat
ditingkatkan.
Gambar 44. Arkoba (Arang kompos Bioaktif) dalam kemasan
Foto: dok. Gusmailina
Keberlanjutan produksi pertanian padi di Indonesia sangat bergantung pada pemupukan yang efektif namun tidak ber-efek negatif pada
kesuburan lahan dalam jangka panjang. Tingginya volume sampah organik
perkotaan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku potensial bagi
pembuatan Arkoba yang dapat digunakan sebagai pupuk organik dalam
budidaya padi atau budidaya tanaman lainnya.
Pemakaian Arkoba untuk pertanian
memberikan keuntungan
ekologis maupun ekonomis. Bahan organik yang terkandung dalam pupuk
berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah,
sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesu-buran tanah, serta
mengurangi ketergantungan pada pupuk an-organik/kimia. Pemupukan
organik yang banyak diaplikasikan oleh petani di Indonesia adalah aplikasi
pupuk kandang. Meskipun demikian, penggunaan pupuk kandang belum
dapat meningkatkan kembali produktivitas pertanian padi karena
kurangnya perbaikan struktur dan kesuburan tanah sawah padi. Struktur
dan kesuburan tanah dapat diperbaiki dengan penggunaan pupuk sejenis
pembenah tanah seperti kompos atau Arkoba.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 61
Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang
Sebenarnya peluang pemanfaatan bahan organik untuk produk
kompos atau Arkoba di Indonesia cukup terbuka lebar dan dapat dijadikan
peluang bisnis baik usaha kecil, menengah maupun skala besar. Sudah
banyak penelitian yang dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah,
lembaga tertentu atau institusi akademisi/universitas. Namun sayangnya
belum terkoordinasi dan teraplikasi dengan baik untuk mencapai sasaran
yang tepat. Tanpa adanya networking dan transparansi dalam pengelolaan
limbah agar dapat dimanfaatkan sebagai produk yang bermanfaat,
misalnya melalui waste exchange atau bursa limbah, maka pengelolaan
tersebut akan selalu menjadi cost center, bukan suatu profit center.
Indikasi permasalahan saat ini adalah peluang agar teknologi ini dapat
teraplikasi meski dengan dasar bisnis kerakyatan dengan tetap memperhatikan asas kelestarian, kepedulian, dan manfaat.
62 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Penutup
V. PENUTUP
Arang memiliki pori yang mempunyai kemampuan sebagai
adsorbent atau penjerap, mampu menahan nutrisi dan air lebih lama,
sehingga bisa berperan sebagai slow release fertilizer. Bila semua limbah
biomasa bisa dikonversi menjadi energi dan hasil samping arang, maka
pabrik tersebut telah mengurangi pemanasan global ( carbon neutral fuel
with biomass & carbon negative with biochar application) dan benar-benar
zero waste. Hal ini jelas akan menjadi solusi atas kampanye negatif
perkebunan sawit di Indonesia. Teknologi pirolisis dalam proses pengarangan yang sesuai untuk skala tersebut tentu menjadi kebutuhan.
Ditinjau dari kondisi iklim global, neraca keseimbangan karbon antara
perluasan lahan sawit, karbon yang dilepas ketika proses produksi arang/
biochar dengan pirolisis dan penyerapan karbon dari atmosfer oleh arang.
Optimasi dari ketiganya akan memberikan hasil terbaik untuk lingkungan,
kesejahteraan manusia dan ekosistem. Dengan demikian arang merupakan
salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan di
muka bumi ini. Aplikasi arang dari bahan yang tepat dan dosis yang sesuai
merupakan kunci sukses dalam usaha meningkatkan hasil tanaman. Usaha
untuk menemukan komposisi yang tepat dapat kita lakukan sesuai dengan
kondisi lahan yang spesifik.
Arang berguna sebagai alat yang penting untuk meningkatkan
keamanan pangan dan keragaman tanaman di wilayah dengan tanah yang
miskin hara, kekurangan bahan organik, dan kekurangan air dan ketersediaan pupuk kimia. Arang juga meningkatkan kualitas dan kuantitas air
dengan meningkatnya penyimpanan tanah bagi unsur hara dan agrokimia
yang digunakan oleh tumbuhan dan tanaman. (IBI, 2012). Selain itu
penambahan arang ke tanah akan meningkatkan ketersediaan kation
utama dan posfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang
pada akhimya meningkat-kan hasil karena dapat mengurangi risiko
pencucian hara khususnya kalium dan N-NH4 (Bambang, 2012).
Tidak kalah pentingnya teknologi Arkoba merupakan teknologi
inovatif yang perlu dipertimbangkan keberadaannya. Teknologi ini
bertujuan selain untuk memperkaya arang juga menjawab berbagai isu
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 63
Penutup
kekhawatiran perubahan iklim yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. TPA sebagai salah satu sumber emisi methan (CH 4) yang
mempunyai kekuatan 23 kali dibanding CO 2 dapat dicegah dan dikurangi
pelepasannya ke atmosfir dengan teknologi ini. Teknologi Arkoba dari
sampah tidak hanya memberikan keuntungan teknis, tetapi juga memiliki
implikasi ekonomis. Hal ini dimungkinkan melalui mekanisme perdagangan gas rumah kaca dengan harga reduksi emisi sebesar US$ 5–20/ton
karbon. Demikian juga dengan berbagai jenis limbah lainnya dapat
dijadikan sebagai sumberdaya untuk dijadikan Arkoba. Bahkan tanaman
pengganggu yang berasal dari kebun petani dapat dijadikan Arkoba secara
sederhana, mudah, murah, dan cepat.
Arkoba yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik dari kompos
yang dihasilkan secara konvensional. Uji coba Arkoba pada berbagai jenis
tumbuhan dan tanaman meningkat hingga 2-4 kali lipat, baik pertumbuhannya maupun produksi yang diperoleh, sehingga penerapan Arkoba
sangat menguntungkan.
Pengembangan dalam rangka efisiensi Arkoba dapat dilakukan
dengan mencetak Arkoba dalam bentuk briket media. Produk ini
merupakan pengembangan lebih lanjut guna memenuhi tuntutan bahwa
dalam aplikasi penghijauan skala nasional yang luas terdapat kendala
penanaman pada lahan target yang sulit dijangkau, sehingga tidak
ekonomis apabila bibit dibawa dengan menggunakan tenaga manusia.
Produk ini dirancang sebagai media bibit sekaligus pengganti polybag,
sehingga dalam operasional pada lahan sulit dilakukan dengan menggunakan kabel layang. Briket media ini berukuran tinggi 10 cm, diameter 5
cm. Di tengah-tengah terdapat lobang untuk penempatan biji tanaman.
Media ini cukup mensuplai unsur hara sampai bibit berumur 4-5 bulan
hingga bibit siap tanam di lapangan. Briket media arkoba merupakan
terobosan baru untuk menunjang kegiatan penghijauan nasional, dan
berfungsi sebagai pengganti polybag sehingga tidak perlu membuka
polybag sewaktu penanaman.
Pengolahan limbah biomassa sebagai produk bernilai ekonomi
tinggi akan memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah
penggundulan hutan, menghemat bahan bakar fossil, mengurangi
pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan memperkuat sektor
pangan, mere-duksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif
bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya
64 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang
Penutup
bernilai ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan kelestarian lingkugan.
Di sektor perkebunan, perluasan kebun sawit di Indonesia semakin
digalakkan untuk mengejar komoditas non-migas. Peruntukkan lahan
untuk perkebunan sawit harus dilakukan dengan pertimbangan yang
cermat dan komprehensif, sehingga tidak merusak keseimbangan lingkungan. Hal ini menjadi sorotan para pencinta lingkungan, dan pasar
pengguna produk sawit dari Indonesia. Hal ini karena faktor lain yang
perlu diperhatikan adalah produktivitas perkebunan sawit itu sendiri.
Dengan teknik budidaya yang baik atau mulai intensifikasi maka produktivitas sawit Indonesia akan meningkat. Dibandingkan Malaysia dengan
produktivitas kebun sawitnya 3,5 ton CPO/ha, sedangkan Indonesia hanya
2,5 ton CPO/ha/tahun. Akibat perbedaan produktivitas tersebut Malaysia
yang luas kebun sawitnya hanya 61,5% dari luas Indonesia tetapi mampu
memproduksi CPO hingga 17 juta ton atau 85,3 % dari produksi CPO
Indonesia. Peningkatan produktivitas tersebut salah satunya adalah dengan
pemupukan yang baik dan berkualitas. Proses produksi CPO akan banyak
menghasilkan limbah biomasa yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi pabrik CPO tersebut dan hasil samping berupa arang.
Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 65
DAFTAR BACAAN
Adhi, R.K. 2012. Biochar sang pembenah tanah. Kementan BPPSDMP. Situs
web Widyaiswara Pertanian. Jakarta.
Adam, I. H. 1998. Membuat tungku bioarang. Jakarta: Kanisius.
ASTM. 1982. Coal and coke. Philadelphia : American society for testing
and material,.
Anonimus. 1989. Abwasser technische vereinigung (ATV), Recovery,
processing and utilization of biogas, Korrespondenz Abwasser,
36 (13), pp. 153 – 164, 1989.
Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara kompos. Laboratorium
Natural Products. Bogor : SEAMEO – BIOTROP.
Anonim. 2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. SNI 197030-2004. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional [BSN].
Anonim. 2003. Kompos sludge & fly ash. Proses pembuatan dan aplikasi
di HTI. Divisi R & D. PT. Arara. Tidak diterbitkan.
Angel. 1995. Kayu kimia ultra struktur reaksireaksi. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Bambang Sapto A. 2012. Si hitam biochar yang multiguna. Surabaya : PT.
Perkebunan Nusantara X (Persero).
Cerda, A. 2000. Aggregate stability against water forces under different
climates on agriculture land and scrubland in southern Bolivia.
Soil Till Res 57,159-166.
Dariah A.,& Nurida, N.L. 2012. Pemanfaatan biochar untuk meningkatkan
produktivitas lahan kering beriklim kering. Buana Sains. Jurnal
Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. 12 (1). 2012 (Edisi Khusus).
Seminar Nasional 26-27 Juni 2012. Malang: Universitas
Tribhuwana Tunggadewi.
Eneje. R.C., Oguike, P.C., & Osuaku. 2007. Temporal variations in organic
carbon, soil reactivity and aggregate stability in soils of
contrasting cropping history. African JBiotechnol 6(4), 369-374.
Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). 2006. Biofertilizer
manual. Japan Atomic Industrial Forum (JAIF). pp 124.
Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and
Chemical Properties of Highly Weathered Soils in The Tropics
With Charcoal: A Review. Biology and Fertility of Soils 35:219230
Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 1999. Teknologi penggunaan arang
dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman.
Laporan Proyek. Bogor : Pusat Litbang Hasil Hutan.
Gusmailina, Komarayati, S., &. Pari, G. 2005. Pengembangan pembuatan
arang kompos dalam rangka menunjang GERHAN (Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Pandeglang, Prov.
66
Banten. Laporan Hasil Penelitian. Bogor : Pusat Litbang Hasil
Hutan.
Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 2002. Pedoman pembuatan arang
kompos. ISBN: 979-3132-27. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi hasil Hutan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan.
Gusmailina, Komarayati, S., &. Pari, G. 2007. Pengembangan teknologi
arang kompos bioaktif di TPA (Tempat Pembuanagan Akhir)
dalam rangka pengurangan dampak pemanasan global.
Makalah pada seminar MAPEKI. Kalimantan: Fakultas
Kehutanan, Universitas Tanjung Pura.
Gusmailina. 2007. Mengeliminasi kemungkinan kegagalan GERHAN
melalui teknologi dan aplikasi arang kompos bioaktif. Buku
panduan dalam rangka pelatihan peningkatan kualitas arang
kompos bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas
Kehutanan Kab Garut dengan KopKar GEPAK Wira Satria Sejati.
Desember 2007.
Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah
PLTB. Makalah pada Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan
Lahan Tanpa Bakar), Nopember 2007. Kerjasama. Puslitbang
Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan Palembang.
Gusmailina, Komarayati, S.. Pari, G., & Hendra, D. 2002. Kajian teknologi
pengolahan arang dan limbah pengolahan pulp dan kertas di
Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Teknologi
Hasil Hutan. Bogor
Gusmailina & Komarayati, S. 2008. Teknologi inovasi penanganan limbah
industri pulp dan kertas menjadi arang kompos bio aktif.
Makalah pada Seminar Teknologi Pemanfaatan Limbah Industri
Pulp dan Kertas untuk Mengurangi Beban Lingkungan.
Kerjasama antara Puslitbang Hasil Hutan, Bogor dengan PT.
TEL Palembang.
Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 1999. Teknologi penggunaan arang
dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman.
Laporan proyek. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan. Bogor.
Gusmailina, Komarayati, S., Pari, G. & Roliadi, H. 2004. Socialization and
application of charcoal compost. Proceeding of the international
workshop on “Better Utilization of Forest Biomass for Local
Community and Environments”. Cooperation between Research
Development Center for Forest Products Technology (RDCFPT,
Indonesia) and Japan International Promotion and Cooperation
Center (Jifpro, Japan). Bogor.
67
Gusmailina & Komarayati, S. 2003. Prospek penggunaan arang untuk
meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba tanah. Prosiding
Seminar Mikoriza Bandung, 16 September 2003. Bandung.
Glaser, B, J Lehmann and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and
chemical properties of highly weathered soils in the tropics with
charcoal –A review. Biol & Fertility of Soils 35, 219–230.
Glaser, B., L. Haumaier, G. Guggenberger and W. Zech. 2001.The Terra
Preta phenolmenon – A model for sustainable agriculture in the
humid tropics. Naturwissenschaften. 88, 37–41.
Hamzah, A., Z. Kusuma, W.H. Utomo dan B. Guritno. 2012. Penggunaan
tanaman Vetiveria zizanoides dan biochar untuk remediasi lahan
pertanian tercemar limbah tambang emas. Buana Sains. Jurnal
Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. Volume 12 Nomor 1, 2012
(Edisi Khusus). Seminar Nasional 26-27 Juni 2012. Malang :
Universitas Tribhuwana Tunggadewi.
Hsieh, S.C. and C. F. Hsieh, 1990. The of organic matter In crop
production. Paper presented at seminar on the organic fertilizer
in crop production. At Suweon, South Korea 18-24 June 1990.
Henry, J. G., 1996. Solid wastes (Chapter 14). Environmental science and
engineering, ed. J. G. Henry and G.W. Heinke, Prentice-Hall
International: New Jersey, pp. 567-619,
Houghton, J.T., G.J. Jenkins and J.J. Epharaums, 1990. Climate change.
The IPCE Scientific Assessment Cambridge University Press. New
York.
Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amandement of tropical soil,
association for international cooperation of agriculture and
forestry. P 127-134.
JFE. 2012. Project with aim to market the continuous pyrolysis technology
and business systems for Indonesia and Southeast Asia Region.
Yogyakarta. Pirolisis skala industri paling mudah digunakan.
Magazine JFE-pyroproject
John, G. H., 1989. Suatu pengantar hasil hutan dan ilmu kayu. Yogyakarta:
Gadjah Mada.
Juniadi, 2012. Teknis pembuatan arang sekam. Lembang: Balai Besar
Pelatihan Pertanian. www.bbpp-lembang.info.
Komarayati, S. Gusmailina, G. Pari dan H. Pari. 2000. Aplikasi arang
kompos sebagai campuran media tumbuh anakan jati di KRPH
Jembolo Utara, Jawa Tengah. Laporan Gelar Teknologi. Pusat
Litbang Hasil Hutan. Bogor.
Komarayati, S. Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan
arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin
Penelitian Hasil Hutan Bogor, (20) 3, 231 – 242.
68
Komarayati S., Gusmailina & Pari, G. 2002. Pembuatan kompos dan arang
kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian
Hasil Hutan Bogor, (20) 3, 231 – 242.
Komarayati, S., Gusmailina & Santoso, E. 2007. Teknologi produksi skala
kecil pupuk organik plus arang (POA) dari sludge industri pulp
dan kertas. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Komarayati, S. & Pari, G. 2012. Arang hayati dan turunannya sebagai
stimulan pertumbuhan Jabon dan Sengon. Buana Sains. Jurnal
Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman, (12)1, 2012. Malang:Universitas
Tribhuwana Tunggadewi.
Kurnia E, Agus F., Adimihardja, A., & Dariah, A. 2006. Sifat fisik tanah dan
metode analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Laksono, T.S. 2009. Asdep pengendalian limbah domestik Kementrian
Negara LH, Jakarta. (Diskusi langsung).
Lehmann,J. and S,Joseph. 2009. Biochar for environmental management:
science and technology. Earthscan-UK.p, 71-78.
Lehmann, J. 2007. Biochar for mitigating climate change: carbon
sequestration in the black. Forum Geookol 18(2):15-17.
Lehmann, J. and M, Rondon. 2005. Bio-char soil management on highlyweathered soils in the humid tropics. In: N. Uphoff (ed.),
Biological Approaches to SustainableSoil Systems, Boca Raton,
CRC Press.
Lehmann, J, J.P. da Silva Jr, C. Steiner, T. Nehls, W. Zech and B. Glaser.
2003. Nutrient availability and leaching in an archaeological
anthrosol and a ferralsol of the Central Amazon basin: fertilizer,
manure and charcoal amendments. Plant and Soil, 249, 343–
357.
Lehmann, J., N. Kaempf, W.I. Woods, W. Sombroek, D.C. Kern, T.J.F.
2003. Classification of Amazonian Dark Earths and other
Ancient Anthropic Soils" in "Amazonian Dark Earths: origin,
properties, and management . Chapter 5. (eds J. Lehmann, D.
Kern, B. Glaser & W.I. Woods); cited in Lehmann et al., 2003,
pp. 77–102.
Major, J. 2010. Guidelines on Practical Aspects of Biochar Application to
Field Soil in Various Soil Management Systems . International
Biochar Initiative. www.biochar-international.org
Mindawati, N., N.H.L. Tata, Y. Sumarna dan A.S. Kosasih. 1998. Pengaruh
beberapa macam limbah organik terhadap mutu dan proses
pengomposan dengan bantuan efektif mikroorganisme 4 (EM4).
Buletin Penelitian Hutan Bogor. No. 614 : 29-40.
69
Nurida, N.L., Rachman, A., & Sutomo. 2012. Potensi Pembenah Tanah
Biochar Dalam Pemulihan Sifat Tanah Terdegradasi dan
Peningkatan Hasil Jagung Pada Tepic Kanhapludults Lampung.
Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. Volume 12
Nomor 1, 2012 Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang.
Okimori, Y, Ogawa, M. and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2
Reduction by Carbonizing biomass waste from Industrial Tree
Plantation in South Sumatera, Indonesia. Mitigation and
Adaptation Strategies for Global Change 8. p 261-280.
Pari, G. 2010. Peran dan masa depan arang yang prospektif untuk
Indonesia. Orasi Ilmiah Profesor Riset. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Jakarta 20 Mei 2010
Pohan. 2002. Pengaruh suhu dan konsentrasi natrium kidroksida pada
pembuatan karbon aktif dan sekam padi. Balai Pengembangan
Khemurgi dan Aneka Industri. Balai Besar Penelitian dan
Pengambangan
Industri
Hasil
Pertanian.
Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.
Prasetyo, B.H., & Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, potensi, dan
teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan
pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2),
39-46.
Radiansyah, A.D. 2004. Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos.
Makalah pada stadium generale Fakultas Kehutanan IPB, 4 Juli
2004 Bogor. Jakarta : Kementrian Lingkungan Hidup.
Reintjes, C., Haverkort, B., & Bayer, W. 1999. Pertanian masa depan.
Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar
rendah. Jakarta : Penerbit Kanisius.
Santi, L.P., & Goenadi, D.H.. 2012. Pemanfaatan biochar asal cangkang
kelapa sawit sebagai bahan pembawa mikroba pemantap
agregat. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman.
(12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi.
Saito, M. & Marumoto, T. 2002. Inoculation with arbuscular mycorrhizal
fungi: The status quo in Japan and the future prospects. Plant
and Soil 244, 273–279. 60 Menara Perkebunan 2010, 78(2),
52-60
Santi, L.P, A. Dariah dan D.H. Goenadi. 2008. Peningkatan kemantapan
agregat tanah mineral oleh bakteri penghasil eksopolisakarida.
Menara Perkebunan 76 (2), 92-102.
Santi, L.P., & D.H. Goenadi. 2010. Menara Perkebunan, 78(2), 52-60
Santoso, F. 2009. Arang batok kelapa beromzet miliaran. Kompas Senin,
2 November 2009. Jakarta
Siringoringo, H.H. &. Siregar, C.A. 2011. Pengaruh aplikasi arang terhadap
pertumbuhan awal Michelia montana Blume dan perubahan
70
sifat kesuburan tanah pada tipe tanah latosol. Bogor: Pusat
Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan.
Soemarwoto, O. 2001. Peluang berbisnis lingkungan hidup di pasar global
untuk pembangunan berkelanjutan. Makalah Seminar
“Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan
berkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai
KTT Rio. Jakarta, 8 Februari 2001.
Suprihatin, N.S. Indrasti dan M. Romli. 2003. Potensi penurunan emisi gas
rumah kaca melalui pengomposan sampah di wilayah
Jabotabek. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor: Environmental Of Research
Center. PPLH-IPB.
Sombroek. W, M.L., Ruivo, P.M., Fearnside, B., Glaser., & Lehmann, J.
(2003). Amazonian dark earths as carbon stores and sinks. In: J
Lehmann et al. (eds). Amazonian Dark Earths: Origin,
Properties, Management,
Sukartono dan W.H. Utomo. 2012. Peranan Biochar sebagai pembenah
tanah pada pertanaman jagung di tanah lempung berpasir
semiarid tropis Lombok Utara. Buana Sains. Jurnal Penelitian
Ilmu-ilmu Kealaman. (12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana
Tunggadewi.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan biomassa. Sebuah pengantar untuk studi
karbon dan perdagangan karbon. Bogor:Wetlands International
Indonesia Programme.
Steiner, C. 2007. Soil charcoal amendments maintain soil fertility and
establish carbon sink-research and prospects. Soil Ecology Res
Dev,1-6.
Widowati, Asnah & Sutoyo. 2012. Pengaruh penggunaan biochar dan
pupuk kalium terhadap pencucian dan serapan kalium pada
tanaman jagung. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu
Kealaman. (12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi.
.
71
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kandungan hara arang dari beberapa jenis limbah kayu
Jenis Limbah
Limbah pembalakan hutan
tanaman produksi dari kayu
campuran (tungku drum)
Limbah pembalakan hutan
tanaman produksi dari kayu
puspa (tungku drum)
Limbah pembalakan hutan
tanaman produksi dari kayu
jati menggunakan tungku
kubah)
Limbah sabetan kayu,
potongan ujung dan limbah
pada pembuatan komponen
meubel kayu campuran
(tungku tradisional)
Serbuk gergajian dari kayu
campuran (Semi kontinyu)
Serbuk gergajian dari kayu
campuran (Tungku bak)
SNI (Standar Nasional
Indonesia)
6,53
Kadar (%)
Zat
Abu
terbang
2,64
19,56
4,01
2,94
17,31
79,77
6925
25,42
4,06
3,75
8,64
87,61
6805
28,35
5,21
3,42
16,56
84,81
6651
27,73
15,85
18,57
19,82
68,29
-
26,15
2,71
1,19
22,25
75,70
-
-
6
4
30
-
-
-
Air
Karbon
Nilai
kalor
(kal/g)
Rendemen
rata-rata
(%)
77,80
6621
26,50
Sumber : Laboratorium kimia dan energi biomassa, Puslitbang Hasil Hutan Bogor
Lampiran 2. Kandungan hara kompos dan arang kompos
No
Parameter
Kompos
Arang Kompos 1)
Arang Kompos 2)
1.
Carbon (C), %
48,04
46,31
53,27
2.
Nitrogen (N), %
2,39
2,35
2,82
3.
P2O5, %
1,17
1,12
1,24
4.
CaO, %
0,97
0,93
1,28
5.
MgO, %
0,93
0,67
0,87
6.
K2O, %
1,54
1,47
1,39
7.
C/N
20,10
19,71
18,89
8.
PH
6,80
7,20
7,10
9.
Kadar Air, %
56,23
55,81
56,21
10. Berat Jenis, kg/liter
0,78
0,74
0,72
11. Asam Humik, %
1,83
2,06
2,19
12. Asam Fulfik, %
0,08
0,09
0,11
13.
KTK, meq/100 gram
37,21
36,29
33,58
Keterangan : 1) Arang kompos dengan pemacu proses OrgaDec; 2) Arang kompos dengan
pemacu proses EM4 + kotoran sapi
73
Lampiran 3. Komposisi dan kandungan unsur hara arang serbuk gergaji dan arang sekam padi
Parameter, satuan
Rendemen, %
Kadar Air, %
Kadar abu
Kadar zat terbang, %
Kadar karbon (C total), %
Derajat keasaman
Kandunga unsur hara, ppm
 Nitrogen (N)
 (C/N ratio)
 Posfor (P)
 Kalium (K)
 Natrium (Na)
 Ca (Calsium)
 Mg (Magnesium)
 Besi (Fe)
 Tembaga (Cu)
 Seng (Zn)
 Mangan (Mn)
 Belerang (S)
 Mg
 Nitrogen (N), %
 C/N ratio
 Posfor (P), %
 Kalium (K), %
 Natrium (Na), %
 Ca (Calsium), %
 Mg (Magnesium), %
 Besi (fe), ppm
 Tembaga (Cu), ppm
 Seng (Zn), ppm
 Mangan (Mn), ppm
Kandungan
Arang serbuk gergaji
Arang sekam padi
24,5
2,78
5,74
20,10
74,16
10,00 (C organik)
10,20
9,30
5397,60
1476,0
783,13
313,69
1506,03
1234,0
1617,6
103,64
62,32
112,95
528,92
5397,60
1476,0
783,13
313,69
1506,03
1234,0
103,64
62,32
112,95
528,92
0,22
45;45
0,29
0,88
0,19
1968 ppm
63 ppm
611 ppm
0,10
0,22;
45;45
0,29
0,88
0,19
0,10
1968 ppm
16 ppm
63 ppm
611 ppm
Sumber : Laboratorium kimia dan energi biomassa, Pustekolah, Bogor
Lampiran 4. Kandungan unsur hara kompos dan arang kompos serasah tusam
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Parameter
Carbon ( C ) , %
Nitrogen (N), %
P2O5, %
CaO, %
MgO, %
K2O, %
C/N
Kadar air, %
pH
Sumber : Komarayati, dkk. (2001)
74
Kompos
18,29
0,83
1,27
0,97
1,08
1,84
22,00
42,13
6,40
Arang kompos
48,59
0,94
1,76
1,28
1,28
2,37
51,70
51,69
6,40
Lampiran 5. Kandungan unsur hara kompos (K), Arkoba serbuk gergaji, dan arkoba serbuk
gergaji + jerami padi sebagai campuran media tumbuh anakan bulian (E. Zwageri)
dan gaharu (A. Malaccensis)
Nilai
No.
Parameter
1 pH (1 : 1,25)
2 Kadar air1050C, %
3 C organik, %
4 Nitrogen total, %
5 Nisbah C/N
6 P2O5 total, %
7 CaO total, %
8 MgO total, %
9 K2O total, %
10 KTK (kadar tukar kation), meq/100 gr
Sumber : *) Anonim, 2000
Lampiran 6.
Kompos
Arkoba
serbuk
gergaji
7,10
19,63
11,46
0,6
19,1
0,23
0,43
0,37
0,51
-
7,30
23,03
32,45
1,53
21,20
2,12
0,97
1,67
2,34
36,42
Arkoba
serbuk
gergaji +
jerami
padi
7,20
24,13
34,98
1,78
19,65
2,16
0,83
1,61
2,19
36,61
Standard
7,30
24,90*
19,60*
1,10*
10-20*
1,80*
2,70*
1,60*
1,40*
30,00*
Kandungan unsur hara arang kompos dari limbah padat penyulingan
bioetanol dari sagu
No.
Parameter
Hasil
Keterangan
1.
pH (1 : 1)
6,80
**
2.
Kadar air, %
18,66
**
3.
C organik , %
34,52
**
4.
N total, %
1,27
**
5.
Nisbah C/N
27,00
**
6.
P2O5 total, %
1,04
**
7.
K2O total, %
1,36
**
8.
CaO total, %
0,67
*
9.
MgO total, %
2,08
*
10.
KTK, meq/100g
36,48
*
Keterangan: *) Standar (Anonim, 2000); **)Persyaratan teknis minimal pupuk organik
(Sri Komarayati & Gusmailina, 2011)
75
Lampiran 7. Standar kompos menurut PERHUTANI, JEPANG dan WHO
No.
1
2
3
4
5
6
Parameter
C organik, %
N total, %
Nisbah C/N
Kadar air, %
pH
KTK, meq/100 g
Standard
PERHUTANI *)
19,60
1,10
10 – 20
35,60
7,30
-
Standard
JEPANG **)
< 35
5,50 – 7,50
-
Standard)
WHO ***
0,40 – 35
10 – 20
6,50 – 7,50
> 20
Sumber: *) PERHUTANI, 1977 dalam Mindawati et al., 1998; **)HARADA et al., 1993 dalam
Noor et al., 1996; ***) WHO, 1980 dalam Rina et al., 2002.
Lampiran 8. Kualitas dan kandungan unsur hara arang kompos hasil uji coba di laboratorium
(GA) dibandingkan dengan beberapa kualitas kompos lainnya
Nilai
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Parameter
PT. AA
Lab. PT
Lab.
AA
IPB
7,68
14
0,60
26
0,11
5,57
0,26
0,29
-
SK
ARKOBA
GA **)
US EPA
(1993)
Standar pasar
khusus
***)
7
≥20
≥ 15
≥ 2,30
≥ 15
≥ 1,60
≥ 1,00
≥ 3,25
≥ 2,40
-
pH (1 : 1)
7- 7,15
7,10
Kadar air,%
26,00
24,5
C organik ,%
18,03
19
N total ,%
0,71
1,78
Nisbah C/N
25,60
13,76
P2O5 total,%
0,58
1,01
CaO total,%
0,28
2,41
MgO total,%
0,19
1,03
K2O total,%
1,42
2,84
KTK, meq/100 g
5,33
Unsur logam:
- Zn (mg/kg)
34,60
40,50
23,76
7500
< 400
- Cu mg/kg
76,90
21,10
19,92
4300
< 150
- Co mg/kg
20,00
*
- Mo mg/kg
7,19
*
75
≥ 0,10
- Se mg/kg
<0,003
*
100
- Pb mg/kg
16,25
4,81
0,01
3,01
840
< 150
- Cr mg/kg
20,28
18,90
3000
< 45
- Cd mg/kg
1,33
0,24
0,03
0,21
85
<3
- Ni mg/kg
8,62
19,30
420
< 50
- Hg mg/kg
<0,01
*
57
<1
- As mg/kg
2,00
*
75
< 10
Keterangan:
1. Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk diaplikasikan ke dalam
tanah menurut US EPA (1993) dalam Alloway (1995) dalam Anonimus (2003)
2. SK : Analisis kompos sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 )
3. GA : Kompos sludge hasil uji coba di laboratorium
4. * : tidak terdeteksi
5. **) : Dianalisis di Lab Natural Products. Biotrop Bogor.
6. ***) : Sumber Radiansyah (2004)
76
Lampiran 9. Kualitas dan kandungan unsur hara Arkoba kulit kayu dan sludge
Nilai / komposisi
Arkoba
Arkoba
pembanding
kulit
kayu +
sludge
SK
GA
+ kohe
No.
Parameter
Arkoba
kulit
kayu
Arkoba
sludge
+ kulit
kayu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH (1 : 1)
Kadar air ,%
C organik,%
N total ,%
Nisbah C/N
P2O5 total,%
CaO total,%
MgO total,%
K2O total,%
KTK ,
meq/100 g
Unsur logam:
Zn (mg/kg)
Cu mg/kg
Co mg/kg
Mo mg/kg
Se mg/kg
Pb mg/kg
Cr mg/kg
Cd mg/kg
Ni mg/kg
Hg mg/kg
As mg/kg
7,68
25
16
1,03
23
1,61
1,08
1,86
1,09
33,58
7,40
27
18
0,98
24
1,66
1,47
1,73
1,82
30,15
7,25
30
18
1,81
20
1,98
1,35
1,01
1,82
39,25
9,31
3,23
*
*
*
0,21
0,10
10,12
11,31
*
*
*
1,01
0,11
*
*
10,21
9,04
1,05
0,12
11
7- 7,15
26,00
18,03
0,71
25,60
0,58
0,28
0,19
1,42
5,33
7,10
24,5
19
1,78
13,76
1,01
2,41
1,03
2,84
37,21
0,01
23,76
19,92
*
*
*
3,01
0,21
*
*
0,03
SNI
STANDAR
Standar
PT.
PUSRI
***)
7
≥20
≥ 15
≥ 2,12
< 20
≥ 1,30
≥ 2,00
≥ 3,19
≥ 2,00
Standar
pasar
khusus
***)
7
≥20
≥ 15
≥ 2,30
≥ 15
≥ 1,60
≥ 1,00
≥ 3,25
≥ 2,40
-
Min
Max
6.8
9.8
0.4
10
0.1
0,20
-
7.49
50
32
20
-
< 400
< 150
≥ 0,10
< 150
< 45
<3
< 50
<1
< 10
Keterangan:
1 Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk diaplikasikan ke dalam tanah menurut US EPA
(1993) dalam Alloway (1995) dalam Anonimus (2003)
2 SK
: Analisis kompos Sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 )
3 GA : Analisis arkoba sludge oleh Gusmailina (2008)
4 *)
: tidak terdeteksi
5 **)
: Gusmailina & Komarayati (2008)
6 ***) : Sumber Radiansyah (2004)
7 Kohe : kotoran hewan
77
Lampiran 10. Analisis kandungan unsur hara makro beberapa jenis arkoba
Jenis
AKSR
AKSR
Arkol ld.
Arko Lb.
Unsur
AKSRtusam
AKSG
camp
mangium
pisang
jagung
Hara
C organik 30 - 35
30 - 35
30 - 40
30 - 39
30 - 35
30 - 37
N total
1,6 – 1,8 1,5 – 1,6 1,5 – 1,6
1,4 – 1,7 1,6 – 2,0 1,6 – 2,0
P total
0,6 – 1,2 0,5 – 1,2 1,0 – 1,3
1,0 – 1,5 1,0 – 1,5 1,0 – 1,7
K
1,3 – 1,6 1,0 – 1,5 1,4 – 1,7
0,5 – 1,0 1,0 – 1,5 07 – 1,8
Ca
0,8 – 1,0 0,5 – 1,2 0,5 – 1,5
1,0 – 1,8 0,4 – 1,0 0,5 – 1,8
Mg
0,3 – 0,5 0,4 – 1,0 0,6 – 1,1
0,4 – 1,3 0,5 – 1,1 0,4 – 1,0
Sumber : Gusmailina, 2007.
Keterangan: AKSR cam = arkoba serasah daun campuran; AKSR mangium = arkoba serasah
daun Acacia mangiu; AKSR tusam = arkoba serasah daun tusam (Pinus merkusii);
AKSG = arkoba serbuk gergaji; Ark old. Pisang = arkoba limbah daun pisang; Arko
Lb. jagung = arkoba limbah kulit jagung.
Lampiran 11. Daftar Glosari
No
1
Arang
2
3
Activator
ASG
4
5
Agent
Arkoba
6
Biochar
7
Biofungisida
8
Bioaktif
9
10
Biodegradable
Briket arang serbuk
gergaji (BASG)
11
Bulk density
78
Uraian
Keterangan
arang adalah hasil pembakaran atau proses karbonisasi dari
bahan berlignoselulosa yang di karbonisasi pada suhu 400 o500oC dan keaktifannya masih rendah, serta mengandung
karbon yang berbentuk padat dan berpori
Bahan peng-aktif untuk memacu suatu proses
Arang serbuk gergaji, arang yang dibuat dengan bahan baku
limbah serbuk gergaji dalam rangka pemanfaatan limbah
Perantara/katalis kea rah yang lebih baik
Arang Kompos BioAktif : campuran arang dan kompos hasil
proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik
yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai
kemampuan sebagai biofungisida, yaitu melindungi tanaman
dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif.
penggunaan arang untuk lahan baik itu pertanian, perkebunan,
maupun kehutanan secara Internasional menggunakan istilah
’biochar’.
Mikroorganisme yang berfungsi sebagai pencegah/membunuh
penyebab penyakit pada tanaman
Sistem pertahanan yang dimiliki oleh suatu organisme dalam
menangkal serangan penyakit
Bahan yang mudah terurai
Arang serbuk gergaji yang dicetak menjadi briket sebagi energy
pengganti minyak tanah atau kayu bakar yang dapat menekan
laju kerusakan hutan
berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu, volume
kepadatan tanah termasuk ruang-ruang pori, petunjuk kepadatan
tanah. Makin padat suatu tanah maka semakin tinggi bulk density
Lampiran 11. (lajnutan)
No
Uraian
12
13
14
15
Carbon store
Cuka kayu
Fotosinthesis
Gas rumah kaca
16
Gerhan
17
Higroskopis
18
International Biochar
Initiative (IBI)
19
20
21
22
Karbonisasi
Karbon Offset
Kiln
Landfill
23
Nano karbon
24
25
Simbiosis
Siklus Carbon
26
27
28
29
30
31
32
Slash-burn
Slash and char
Soil amandement
Soil Conditioning
Solid State
Fermentation (SSF).
Supplement
Terra Preta
33
Volatile matter
Keterangan
yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar
tanaman.
Deposit karbon di alam
Cairan destilat hasil samping dari proses pengarangan
Proses fisiologis tumbuhan dalam menyerap CO2 udara
Gas-gas seperti metana, nitrous oxide, hidrofluorokarbon,
perfluorokarbon, heksafluorida belerang yang dihasilkan dari
aktivitas manusia/suatu proses produksi yang menyebabkan
pemanasan global
Gerakan nasional rehabilitasi lahan, upaya penghijauan melalui
penanaman pohon baik di lahan hutan negara maupun
masyarakat
Kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari
lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat
disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan
menyerap molekul air yang baik.
Organisasi dunia dengan misi sosialisasi dan
promosi
pengembangan semua aspek biochar, pedoman, keberlanjutan,
monitor serta evaluasi proyek-proyek yang berkaitan dengan
biochar, dengan focus teknologi mitigasi perubahan iklim dan
pengkayaan/ pembangun kesuburan tanah yang relatif murah,
yang dapat diaplikasikan secara luas, dan cepat
Proses pengarangan/pembuatan arang
Simpanan karbon dan potensi
Tungku pengarangan
Salah satu cara pembuangan sampah secara terbuka di tempat
pembuangan akhir
Arang yang berukuran sangat halus yang digunakan dalam
berbagai industry maju
Hidup bersama saling menguntungkan
perubahan karbon dalam berbagai bentuk di atmosfer, laut,
biosfer terrestrial dan deposit geologis.
Tebang/tebas - bakar
Tebang/tebas - arang
Bahan pembenah tanah
Pembangun kesuburan lahan
Teknik fermentasi berbahan baku padat dengan hasil gas bio dan
kompos
Bahan tambahan
temuan kesuburan tanah hitam di lembah Amazon, yang
diperkirakan merupakan hasil pengelolaan bangsa Amerindian
sejak 500 tahun hingga 2.500 tahun silam.
Zat terbang hasil samping suatu proses
79
Download