Penulis : Dra. Gusmailina, M.Si Dra. Sri Komarayati Prof. Ris. Dr. Gustan Pari, M.Si Editor : Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc Dr. Ika Heriansyah, S.Hut., M.Agr Penyunting : Ir. Didik Purwito, M.Sc Ir. Erna Rushernawati Penerbit : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No.5 Bogor – 161999 web: www.pustekolah.org email: [email protected] KATA PENGANTAR Di pasar dunia, Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor arang terbesar selain China, Malaysia, Afrika Selatan dan Argentina. Produksi arang kualitas ekspor di Indonesia pada umumnya diperoleh dari usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan teknik dan proses yang beragam sehingga mutu arang yang dihasilkan juga beragam. Tak ada yang tak mengenal arang, karena keberadaannya di muka bumi ini sudah ada sejak ribuan tahun silam, walaupun awal penggunaannya masih ditujukan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak, memanggang makanan atau untuk seterika. Setelah banyak hasil penelitian tentang arang, maka diketahui bahwa sifat dan karakteristik arang yang unik dapat diaplikasikan pada berbagai kebutuhan hidup, diantaranya sebagai bahan obat-obatan, kosmetik, peralatan mandi, bahan kain asal serat arang, filter rokok, membangun kesuburan lahan, dan lainlain. Mengingat banyaknya kegunaan yang dimiliki arang bagi kehidupan manusia, pengkajian terhadap manfaatnya yang menakjubkan pun telah banyak dilakukan. Di antara sifat dan keunikan arang yaitu memiliki pori-pori kecil yang sangat banyak, sehingga satu gram arang mempunyai luas permukaan sekitar 250 meter persegi. Pori-pori ini dapat melekatkan zat-zat yang berlainan pada dindingnya, yang nantinya akan dilepaskan. Dengan karakteristik tersebut, maka arang mampu menyerap bau ruangan dan mengatur kelembaban suhu udara, di samping itu ionion negatif yang dihasilkan dapat memberikan efek rileks dan santai. Terkait dengan arang sebagai pembangun kesuburan lahan, Pusat Litbang Hasil Hutan telah melakukan penelitian dan pengembangan, dan teknologi yang dihasilkan telah diterapkan dan diaplikasikan oleh kelompok tani di Kabupaten Cianjur. Buku ”Membangun Kesuburan Tanah dengan Arang” menyajikan hasil penelitian dan pengembangan berupa informasi teknologi pembuatan dan pemanfaatan arang untuk kesuburan tanah. Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi hingga diterbitkannya buku ini. Semoga apa yang disajikan dalam buku ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Juli 2015 Kepala Pusat Dr. Ir. Dwi Sudharta, M.Si i DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------------- i DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------------------- iii DAFTAR TABEL ---------------------------------------------------------------------------- v DAFTAR GAMBAR ----------------------------------------------------------------------- vii DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------------- viii I. PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------- 1 II. ARANG -------------------------------------------------------------------------------A. Sifat Arang ------------------------------------------------------------------------B. Manfaat Arang di Bidang Pertanian dan Peternakan --------------1. Arang untuk Soil Conditioning (membangun kesuburan tanah) ------------------------------------------------------------------------2. Penemuan Terra Preta -------------------------------------------------3. International Biochar Initiatif ----------------------------------------4. Arang dan Karbon Offset ---------------------------------------------5. Siklus Carbon --------------------------------------------------------------6. Meningkatkan Aktivitas dan Populasi Mikroba Tanah -------C. Kualitas Arang -----------------------------------------------------------------1. Arang Serbuk Gergaji (ASG) ------------------------------------------2. Arang Sekam Padi (ASP) -----------------------------------------------D. Aplikasi Arang ------------------------------------------------------------------ 4 4 6 III. ARANG KOMPOS BIOAKTIF -----------------------------------------------A. Mengenal Arang Kompos Bioaktif (Arkoba) -----------------------1. Manfaat dan Keunggulan Arang Kompos Bioaktif (Arkoba) ---------------------------------------------------------------------2. Pentingnya Arkoba sebagai Suplai Bahan Organik Tanah -------------------------------------------------------------------------B. Potensi Bahan Baku Arkoba ----------------------------------------------C. Teknologi Pembuatan Arkoba -------------------------------------------1. Pembuatan Arang Kompos --------------------------------------------- 9 12 13 14 17 18 20 21 28 30 33 33 34 35 37 40 40 iii DAFTAR ISI (Lanjutan) D. Macam-macam Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba) --------------1. Arkoba Sampah Kota ---------------------------------------------------2. Arkoba dari Gulma (Tumbuhan Pengganggu) ----------------3. Arkoba dari Limbah Industri Pulp dan Kertas ------------------4. Arkoba dari Limbah Penyulingan Nilam -------------------------- 43 43 46 48 51 IV. APLIKASI ARKOBA, PROSPEK, DAN PELUANG ----------------------A. Aplikasi Arkoba --------------------------------------------------------------1. Produksi dan Aplikasi Arkoba di Desa Karyasari -------------2. Produksi dan Aplikasi Arkoba dari Garut ------------------------3. Pembuatan dan Aplikasi Arkoba di Kabupaten Muaro Jambi ------------------------------------------------------------------------4. Aplikasi Arkoba pada Tanaman Nilam --------------------------5. Aplikasi Arkoba pada Anakan/bibit Tanaman Jati ----------B. Prospek dan Peluang ------------------------------------------------------- 53 53 53 54 V. PENUTUP ---------------------------------------------------------------------------- 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv 57 59 60 60 DAFTAR TABEL Tabel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hal. Beberapa sifat arang -----------------------------------------------------------Pemanfaatan arang di beberapa sektor ---------------------------------Pengaruh penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos dan cuka kayu terhadap anakan Sengon dan Jabon sampai umur 10 bulan -------------------------------------------------------------------Peranan arang dalam pembuatan arang kompos ------------------Analisis unsur hara makro Arkoba dari limbah penyulingan nilam --------------------------------------------------------------------------------Perbandingan kualitas aragh kompos bioaktif Garut dengan standar yang diakui ------------------------------------------------------------Efek penggunaan arkoba pada tanaman tembakau ----------------Pengaruh penambahan arkoba terhadap rendemen minyak nilam --------------------------------------------------------------------------------Pengaruh penambahan arkoba terhadap kualitas minyak nilam --------------------------------------------------------------------------------- 5 8 10 32 52 56 57 59 60 v DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. vi Hal. Macam-macam arang --------------------------------------------------------Mikroskopis pori arang ------------------------------------------------------Temuan tanah hitam atau Terra Preta di lembah Amazon -----Sketsa siklus karbon secara sederhana ----------------------------------Pengaruh aplikasi arang terhadap kondisi ph tanah (A) dan pengaruhnya terhadap perkembangan mikroorganisme tanah (B) --------------------------------------------------------------------------Manfaat arang ------------------------------------------------------------------Pengaruh pemberian beberapa jenis arang terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman Eucalyptus urophylla -------------------------------------------------------------------------Potensi beberapa jenis limbah sebagai bahan baku arang -------Proses pembuatan arang serbuk gergaji dengan tungku semi kontinyu model P3HH ------------------------------------------------------Sketsa tungku semi kontinyu model P3HH, 1997 ------------------Arang serbuk gergaji ----------------------------------------------------------Pembuatan arang dengan tungku drum -------------------------------Arang tempurung kelapa, arang sebetan/limbah kayu ------------Cara sederhana membuat arang sekam padi -------------------------Aplikasi arang pada lahan pertanian dan kehutanan --------------Pengaruh pemberian arang pada perkembangan akar tanaman Acacia mangium --------------------------------------------------(A) Aplikasi arang pada semai dan anakan Eucalyptus citriodora, (B) penampakan akar Gmelina arborea sampai 2 bulan, (C&D) Eucalyptus urophylla di lapangan sekitar Pustekolah ------------------------------------------------------------------------Sampah organik sebagai bahan baku Arkoba ------------------------Limbah penyulingan minyak nilam, pala dan cengkeh berpotensi sebagai bahan baku Arkoba --------------------------------Sludge limbah padat industri pulp sebagai bahan baku potensial pembuatan Arkoba ----------------------------------------------Demo masak (2 & 3) dengan menggunakan biogas sampah kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco (1) dan pembangkit listrik (4) ---------------------------------------------------------Beberapa jenis wadah pengomposan ------------------------------------- 6 6 13 18 20 20 23 24 25 25 26 27 28 30 31 31 32 38 38 38 39 41 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. Tahap awal proses pem-buatan Arkoba --------------------------------Proses lanjutan pembuatan Arkoba ---------------------------------------Pembuatan Arkoba di bawah tegakan Acacia mangium ---------Skema pembuatan Arkoba --------------------------------------------------Gulma sebagai bahan baku Arkoba --------------------------------------Proses pembuatan Arkoba dari di Desa Karyasari, kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ----------------------------------------------Limbah padat industri pulp dan kertas ----------------------------------Limbah kulit kayu pada industri kertas ----------------------------------Limbah sludge yang memerlukan lahan luas untuk pembuangan ---------------------------------------------------------------------Pile composting limbah kulit dan sludge -------------------------------Arkoba limbah penyulingan nilam ---------------------------------------Pola pengelolaan nilam sekaligus pemanfaatan limbah -----------Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman pertanian cabai gendot, brokoli dibawah tegakan Pinus, dan salderi (A) Aplikasi Arkoba pada tanaman kehutanan jati (B) ------------------Transfer teknologi Arkoba kepada Kelompok Tani Rimba Sejahtera di Desa Karyasari, Leuwi. Liang, Kabupaten Bogor, serta aplikasi pada tanaman murbey (A), palawija, nilam dan tanaman Kehutanan (B) ------------------------------------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman sayuran kol ---------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman bunga ---------------------------------Aplikasi Arkoba pada lahan Gerhan di lokasi Ranca Salak, Kab. Garut (A); Arang kompos produksi Garut (B) ----------------Pelatihan produksi Arkoba di Kabupaten Garut Sosialisasi pembuatan Arkoba di Jambi ---------------------------------Aplikasi Arkoba pada tanaman cabai dan selederi di Jambi (A); Aplikasi Arkoba pada anakan bulian dan tanaman penghasil gaharu di Jambi ---------------------------------------------------Pengaruh pemberian Arkoba terhaap pertambahan tinggi anakn bulian (Eusyderoxylon zwageri dan gaharu (Aquilaria malaccensis) selama 4 bulan di kebun bbit Dinas Kehutanan Jambi -------------------------------------------------------------------------------Arkoba (Arang kompos Bioaktif) ------------------------------------------ 42 42 42 43 47 47 49 49 50 50 52 52 53 54 55 55 56 58 58 58 59 61 vii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. viii Hal. Kandungan hara arang dari beberapa jenis limbah kayu --------Kandungan hara kompos dan arang kompos ------------------------Komposisi dan kandungan unsur hara arang serbuk gergaji dan arang sekam padi --------------------------------------------------------Kandungan unsur hara kompos dan arang kompos serasah tusam -------------------------------------------------------------------------------Kandungan unsur hara kompos (K), arkoba serbuk gergaji, dan arkoba serbuk gergaji+jerami padi sebagai campuran media tumbuh anakan bulian (E. Zwageri) dan gaharu (A. malaccensis) ----------------------------------------------------------------------Kandungan unsur hara arang kompos dari limbah padat penyulingan bioetanol dar sagu ------------------------------------------Standar kompos menurut PERHUTANI, Jepang, dan WHO ---Kualitas dan kandungan unsur hara arang kompos hasil ujicoba di laboratorium (GA) dibandingkan dengan beberapa kualitas kompos lainnya ---------------------------------------Kualitas dan kandungan unsur hara arkoba kulit kayu dan sludge ------------------------------------------------------------------------------Analisi kandungan unsur hara makro beberapa jenis arkoba ---Daftar Glosari -------------------------------------------------------------------- 73 73 74 74 75 75 76 76 77 78 78 Pendahuluan I. PENDAHULUAN “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” demikian ungkapan yang cocok diberikan pada arang. Masyarakat Indonesia pada umumnya telah menggunakan arang kayu sejak ribuan tahun yang lalu, namun penggunaannya lebih ditujukan untuk konsumsi sendiri sebagai bahan bakar memasak, padahal penggunaan dan manfaat arang telah meluas ke berbagai segi kehidupan. Akibat kemajuan di bidang teknologi tingkat konsumsi masyarakat terhadap arang semakin berkurang. Bahkan volume permintaan arang kayu di pasaran dalam dan luar negeri semakin menurun. Hal ini tidak terlepas dari beralihnya penggunaan bahan bakar arang kepada bahan bakar migas dan energi listrik. Akan tetapi beberapa tahun terakhir ini arang kayu mulai dilirik kembali setelah munculnya berbagai penemuan baru yang menyatakan bahwa produk arang tersebut mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi modern kini telah menemukan berbagai manfaat arang bagi kepentingan manusia dengan aneka kegunaannya. Hasil penelitian di Jepang menunjukkan bahwa arang yang mengandung karbon tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk rumah tangga yang berkhasiat bagi kesehatan, kosmetik, maupun produk kerajinan, bahkan untuk rehabilitasi lahan pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu sistem pertanian adalah sumber daya lahan, karena hampir semua usaha budidaya berbasis pada sumber daya lahan. Di Indonesia lahan marginal banyak sekali dijumpai, baik pada lahan basah maupun lahan kering. Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta ha, sementara lahan kering berupa tanah ultisol 47,5 juta ha dan oxisol 18 juta ha. Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 ha, secara umum termasuk lahan marginal (Kurnia, dkk., 2006). Berjuta-juta hektar lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau, ber-prospek baik untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan baik. Lahan tersebut tingkat kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitasnya. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 1 Pendahuluan Diantara faktor penyebab menurunnya kesuburan lahan adalah penggunaan pupuk dan pestisida kimia selama puluhan tahun secara terus menerus dan cenderung berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas tanah yang berimbas pada produksi tanaman karena membuat lahan menjadi bertambah masam dan keras. Selain itu harga pupuk kimia yang semakin mahal serta sulit diperoleh, yang berakibat pada rendahnya produksi pertanian, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor beberapa komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi mengingat lahan potensial di Indonesia sangat luas, hanya perlu perbaikan kondisi lahan agar bisa optimal kembali. Lahan rusak belum tentu tidak ada unsur hara, hanya tidak tersedia bagi tanaman sehingga tidak bisa diserap dan dimanfaatkan tanaman. Salah satu penyebabnya adalah lahan dalam kondisi masam, akibatnya mikroorganisme yang berperan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman tidak bisa hidup. Membuat lahan rusak menjadi subur tidaklah sulit, hanya dibutuhkan ketekunan untuk memper-baiki dan merawat tanah tersebut agar terus subur. Arang adalah solusi tepat yang dapat mengembalikan kondisi lahan menjadi subur kembali. Arang dapat dibuat dengan mudah dan murah karena memanfaatkan berbagai jenis limbah baik limbah pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Arang bukanlah pupuk, tetapi dengan keberadaan arang di dalam tanah dapat membangun kembali kesuburan tanah yang rusak, karena arang dapat menaikkan pH tanah dari masam ke tingkat netral. Biasanya petani melakukan dengan menambahkan kapur pertanian yang mengandung senyawa Ca (Calcium) dan Mg (Magnesium) ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi dan menetralkan sifat racun dari Al (Alumunium) serta akibat buruk lainnya akibat kondisi tanah yang masam. Karena sifat arang sebagai agen untuk meningkatkan pH tanah, maka arang sangat cocok digunakan untuk lahan marginal yang tersebar luas di Indonesia. Arang juga dapat memperbaiki struktur, serta aerasi dan drainase tanah, sehingga dapat memacu perkembangan mikroorganisme penting dalam tanah, oleh karena itu pemberian arang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Jika struktur dan tekstur tanah baik, maka kehidupan mikroorganisme tanah akan berkembang lebih baik, sehingga memudahkan pembentukan dan peningkatan jumlah spora dari ekto maupun endomikoriza serta mikroorganisme yang berperan dalam mengikat N (Nitrogen) bebas dari udara. 2 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Pendahuluan Selain penggunaan arang pada lahan dapat memperbaiki dan meningkatkan kondisi tanah, meningkatkan aliran air tanah, mendorong pertumbuhan akar tanaman, arang juga dapat menyerap residu pestisida dan kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta sebagai media mikroorganisme untuk simbiosis, mencegah penyakit tertentu, serta meningkatkan rasa buah dan produksi. Demikian banyak manfaat dan keuntungan penggu-naan arang untuk memperbaiki kondisi lahan di Indonesia khususnya lahan pertanian, maka dirasa penting untuk menyebarluaskan informasi ini dalam bentuk buku. Pada Bab II berisikan informasi tentang sifat arang, kualitas arang, potensi bahan baku serta teknologi pembuatan arang. Sementara Bab III lebih fokus pada arang kompos bioaktif (Arkoba), mulai dari manfaat dan keunggulan, teknologi pembuatannya, sampai pada ragam Arkoba sebagai altenatif pemanfaatan limbah. Pada Bab IV, disajikan beragam bentuk aplikasi Arkoba serta prospek dan peluangnya. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 3 Arang II. A R A N G A. Sifat Arang Secara umum arang adalah hasil pembakaran atau proses karbonisasi dari bahan berlignoselulosa yang dikarbonisasi pada suhu 400500oC dan keaktifannya masih rendah, serta mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Arang yang dihasilkan pada suhu 4005000C, sebagian besar porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang komponen-nya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur. Jika arang ini diproses lebih lanjut pada suhu 7009000C akan menjadi arang aktif dan mempunyai pori lebih terbuka dengan permukaan yang relatif bersih dari senyawa hidrokarbon. Umumnya proses pembuatan arang dilakukan dengan cara memanaskan bahan berlignoselulosa dalam suatu tempat tertutup (kiln) tanpa kontak langsung dengan udara pada suhu. Kiln dapat terbuat dari bata, logam, atau juga dapat dibuat dari tanah liat. Pembuatan arang pada prinsipnya hampir sama di beberapa negara. Perbedaannya hanya pada disain dan model tungku yang digunakan, namun tujuannya sama yaitu untuk mendapatkan arang yang berkualitas tinggi. Penggunaan arang sangat tergantung pada jenis dan kualitas arang. Seperti nano karbon secara fisik berguna antara lain: untuk penyerap radiasi sinar matahari, isolator gelombang elektromag-netik, elektrode, filamen karbon, serta air batere. Morfologi arang aktif mempunyai porositas yang berguna untuk penjernihan air, purifikasi udara, penghisap gas, penyuburan tanah, filter, anti embun, penumbuh mikroorganisme dan lain-lain. Secara kimia arang bersifat reaktivitas meliputi penyalaan api, produksi karbon sulfat, gasifikasi, bahan farmasi dan pembuatan baja. Arang juga sebagai sumber energi untuk rumah tangga, memasak, dan power supply. Sebagai komponen non organik berguna sebagai glasir, mikroelement, penggunaan untuk keramik serta pembangun kesuburan tanah. Arang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penyerap dan pelepas unsur hara (pupuk) dalam bidang kesuburan tanah karena memiliki luas permukaan yang besar dan kurang lebih sama dengan koloid 4 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang tanah. Pohan (2002), menyatakan bahwa arang tempurung kelapa mempunyai luas permukaan yang paling besar dibandingkan dengan jenis arang lainnya. Arang tempurung kelapa umumnya mempunyai luas permukaan dalam antara 500-1500 m2/g, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Begitu pula dengan arang sekam padi, dapat memiliki luas permukaan dalam antara 300-2000m2/g (Hsieh & Hsieh (1990); John (1989)). Sifat penting arang kayu memiliki kerapatan total antara 1,38-1,46 g/cm3; porositas 70 %; permukaan dalam 50 m3/g; berat bagian terbesar antara 80-220 kg/m2; kandungan karbon 80-90 %; kandungan abu 1-2 %; dan zat mudah menguap antara 10-18 % (Angel, 1995). Oleh karena itu arang juga dapat berfungsi sebagai penyedia unsur hara P dan K serta disebut juga sebagai pembenah tanah (Soil amendment). Penggunaan arang sebagai pembangun kesuburan lahan di bidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan lebih difokuskan kepada arang yang bahan bakunya berasal dari limbah. Komposisi arang umumnya terdiri dari air, volatile matter tar dan cuka kayu, abu, dan karbon terikat. Komposisi tersebut tergantung dari jenis bahan baku, dan metode pengarangan, namun tetap memiliki keunggulan komparatif pada setiap penggunaan.Komposisi beberapa jenis arang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Sebagai contoh pada pertanian semua unsur sangat diperlukan, namun di bidang industri kandungan air diharapkan seminimal mungkin. Macam-macam arang dan mikroskopis pori arang disajikan pada Gambar 1 dan 2. Sedangkan sifat dan keunggulan arang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Beberapa sifat arang No 1 2 3 4 5 6 7 8 Sifat arang Karbon berwarna hitam hasil proses karbonisasi dari bahan berlignoselu-losa pada suhu 400-500oC Padat, porous dan berpori berguna untuk purifikasi udara, penyuburan tanah, filter, anti embun, penumbuh mikroorganisme dan lain-lain. Sebagian besar porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur Terdiri dari air, volatile matter tar dan cuka kayu, abu, dan karbon terikat Secara kimia arang bersifat reaktivitas meliputi penyalaan api, produksi karbon sulfat, gassifikasi, bahan farmasi dan pembuatan baja Struktur arang sebagian besar amorf tetapi berisi beberapa struktur kristal lokal senyawa aromatik yang terkonjugasi Atom karbon yang terikat erat sehingga tahan terhadap serangan dan dekomposisi mikroorganisme Mengandung senyawa organik aromatik-alifatik struktur yang kompleks (termasuk sisa volatil) , dan senyawa mineral (abu anorganik) Catatan : Tabel diolah dari berbagai sumber Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 5 Arang Gambar 1. Macam-macam arang (Foto dok. Gusmailina) Gambar 2. Mikroskopis pori arang (Sumber : Pari, 2010) B. Manfaat Arang di Bidang Pertanian dan Peternakan Bahan organik tanah bukan hanya berfungsi sebagai pemasok hara, tetapi juga berguna untuk menjaga kehidupan biologis di dalam tanah. Oleh sebab itu salah satu cara untuk membangun kembali kesuburan lahan yaitu dengan penambahan arang. Hal ini dimungkinkan karena arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah yang akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release). Selain itu arang bersifat higroskopis sehingga hara dalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan berada dalam keadaan siap pakai. Manfaat arang secara terpadu di bidang pertanian antara lain: memperbaiki dan meningkatkan kondisi tanah, meningkatkan aliran air tanah, mendorong pertumbuhan akar tanaman, menyerap residu pestisida dan kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta sebagai media mikro-organisme untuk simbiosis, mence-gah penyakit tertentu, serta meningkatkan rasa buah dan produksi (Anonimus, 2002). Di bidang pertanian arang dapat digunakan untuk menaikkan pH tanah dari masam ke tingkat netral yang biasanya dilakukan dengan menambahkan kapur pertanian. 6 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Dewasa ini penggunaan arang untuk lahan baik itu pertanian, perkebunan, maupun kehutanan secara Internasional menggunakan istilah biochar. Di Indonesia sesungguhnya pemanfaatan arang telah lama digunakan sebagai campuran dalam media tanam. Arang adalah supplement tanah yang sangat potensial untuk meningkatkan kualitas tanah. Sebagai arang yang mengandung bahan organik tinggi, dapat dibuat dari biomas tanaman, limbah pertanian, kotoran hewan ataupun bahan organik lain dengan proses pirolisis. Kuantitas dan kualitas arang biochar ditentukan oleh bahan baku, suhu pirolisis dan lama waktu pirolisis. Usaha untuk meningkatkan hasil pertanian sampai saat ini masih dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat. Di lain pihak, lahan pertanian semakin berkurang kapasitasnya dalam mendukung pemenuhan hara bagi tanaman. Kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sangat terbatas sehingga perlu masukan dari luar baik berupa pupuk anorganik maupun organik. Selain itu, kondisi alam yang tidak menentu akibat dari pemanasan global membuat usaha-usaha perta-nian perlu mencari suatu teknologi yang dapat menghadapi hal tersebut. Salah satu teknologi tersebut adalah teknologi arang yang merupakan teknologi kuno yang dimunculkan kembali. Takehiko Hoshi dari Tokai University, Jepang, meneliti efek arang terhadap tanah perkebunan teh selama 10 tahun di bagian timur Shizuoka, Jepang. Arang yang ditaburkan di sekeliling tanam-an teh masing-masing sebanyak 100 g, ternyata memberikan efek pertumbuhan tinggi dan volume produksi meningkat 40 % diban-ding tanaman yang tak ditaburi arang. Penyebabnya, arang mengu-bah air yang terperangkap dalam tanah menjadi air mineral karena berikatan dengan mineral-mineral arang. Arang juga mengikat nutrisi di udara seperti nitrogen sehingga pH di dalam tanah tetap netral. Selain kaya mineral arang juga bersifat antibakteri dan beberapa jenis asam penyubur tanaman. Konsep itulah yang diterapkan Korea Selatan untuk menjaga kesuburan rumput lapangan golf. Minimal satu ton arang batok kelapa dipakai untuk lapangan golf pada lapisan ketiga. Manfaatnya, menyerap kelembapan berlebih sehing-ga cendawan tidak berkembang dan menghalau hama perusak rumput. Di sektor kehutanan kandungan bahan organik pada lahan yang dicadangkan untuk hutan tanaman umumnya rendah. Pada pemanenan kayu telah terjadi proses pengeluaran hara secara besar-besaran akibat penggunaan alat pemanenan hutan. Selain itu bahan organik pada lapisan Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 7 Arang permukaan tanah semakin terancam akibat penyiapan lahan hutan tanaman secara mekanis. Rendahnya bahan organik akan menurunkan produktivitas lahan hutan, terutama pada rotasi berikutnya. Kenyataan juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi kerusakan lahan yang masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali. Di sektor pertanian, terjadi penurunan produksi padi jenis IR 36 akibat pemberian pupuk kimia/anorganik secara intensif selama 25 musim tanam (Martodiresi & Suryanto, 2001). Hal ini akibat menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tak bisa digantikan perannya oleh pupuk kimia NPK, sehingga kemampuan padi membentuk anakan menurun. Keadaan ini menun-jukkan betapa pentingnya pemeliharaan stabilitas bahan organik tanah bagi kelestarian produktivitas baik pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Arang juga digunakan sebagai pencampur pakan ternak. Hasil riset Do Thi Thanh Vana dari Goat and Rabbit Research Centre , Hatay, Vietnam terhadap 42 kambing di National Institute of Animal Husbandry, Hanoi, menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot kambing yang diberi pakan 10 g arang per kg bobot tubuh selama 12 minggu lebih cepat. Pada Tabel 2 dapat dilihat beberapa penggunaan dan pemanfaatan arang. Tabel 2. Pemanfaatan arang di beberapa sektor Pemanfaatan arang No. 1 2 3 4 5 6 Pertanian, perkebunan & kehutanan Memperbaiki kondisi tanah (struktur, pH tanah), sehing-ga memacu pertumbuhan akar tanaman Meningkatkan perkembang-an mikroorganisme tanah (arang sebagai rumah mikroba); Peternakan Bahan pembuat silase Keperluan sehari-hari Menghilangkan bau limbah/MCK, bau lemari es, & penjernihan air minum Membantu proses Menjaga stabilitas kelempe-nguraian serta baban ruangan, gudang, mem-bantu tempat makanan, produksi pencernaan ternak pertanian, dll. Meningkatkan kemampuan tanah Mengurangi dan meng-hilangkan bau kotoran menahan air/menjaga kelembaban ternak (dapat dipakai sebagai alas lapisan tempat tanah pembuangan kotoran ternak unggas) Menyerap residu pestisida serta Mencegah diare kelebihan pupuk di dalam tanah Meningkatkan rasa buah dan Meningkatkan produksi dan kualitas daging dan produksi telur Pori arang mempunyai sifat memegang air dengan kapasitas tinggi, sehing-ga baik untuk pembenah tanah dan penyerapan kelebihan bahan kimia. Catatan : Diolah berdasarkan data yang ada 8 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang 1. Arang untuk Soil Conditioning (membangun kesuburan tanah) Arang memiliki pori-pori kecil yang sangat banyak, sehingga satu gram arang mempunyai luas permukaan sekitar 250 meter persegi. Poripori ini sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah serta dapat melekatkan zat-zat yang berlainan pada dindingnya, yang nantinya akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release). Selain itu arang bersifat higroskopis sehingga hara dalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan berada dalam keadaan siap pakai. Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai pembangun kesuburan tanah (PKT) karena arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga pada akhirnya dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman. Karena sifatnya sebagai agen untuk meningkatkan pH tanah, maka arang sangat baik digunakan untuk lahan-lahan marginal yang tersebar luas di Indonesia. Selain arang dapat memperbaiki struktur, serta aerasi dan drainase tanah, juga dapat memacu perkembangan mikroorganisme penting dalam tanah. Pemberian arang pada tanah dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, karena pemberian arang pada media tanam dapat mengurangi pencucian unsur N secara signifikan (Steiner, 2007). Jika struktur dan tekstur tanah baik, maka kehidupan mikroorganisme tanah yang berperan juga akan berkembang lebih baik, sehingga memudahkan pemben-tukan dan peningkatan jumlah spora dari ektomikoriza mupun endomikoriza. Ogawa (1989) dan Japan Domestic Fuel Dealers Association/JDFDA (1994), melaporkan bahwa pemberian arang dan kalsium posfat secara bersamaan pada beberapa jenis tanaman kehutanan dapat meningkatkan populasi mikoriza empat kali lebih banyak dibanding tanpa pemberian arang, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman serta memberikan habitat yang baik untuk pertumbuhan semai tanaman. Arang memiliki keunggulan dalam hal total ruang pori dan kapasitas air tersedia yang lebih tinggi sampai 12 bulan masa simpan (Santi dan Goenadi, 2010). Di Jepang, penggunaan arang dapat meningkatkan produksi padi sampai 50 %. Selain itu penggunaan arang dapat menambah jumlah daun serta memperluas tajuk pohon tanaman hutan kota, sehingga efektif untuk mengurangi serta menurunkan polusi dan suhu udara melalui penyerapan Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 9 Arang CO2 udara (JDFDA, 1994). Pada tanaman pinus, secara nyata meningkatkan pembentukan cabang dan daun. Demikian juga pada tanaman bambu dapat meningkatkan jumlah anakan. Di Indonesia, Faridah (1996), menyimpulkan bahwa pemberian serbuk arang pada kadar 10 % volume media berpenga-ruh positif terhadap pertumbuhan awal tinggi semai kapur (Dryobalanops sp). Sunarno & Faiz (1997) menyarankan pemberian arang sekam padi sebagai bahan utama media semai di dalam pottray sebagai alternatif pengganti gambut. Hasil penelitian Komarayati dan Pari (2012), menyimpulkan bahwa penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos dan campuran arang kompos dan cuka kayu dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diamater anakan jabon dan sengon. Konsentrasi arang serbuk gergaji sebesar 5 %, campuran arang serbuk gergaji 5 % dan cuka kayu 2 %; arang kompos 10 %, merupakan konsentrasi yang sesuai dan merupakan konsentrasi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan anakan Jabon dan Sengon. Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh penambahan arang, arang kompos pada tanaman jabon dan sengon. Tabel 3. Pengaruh penambahan arang serbuk gergaji, arang kompos dan cuka kayu terhadap anakan Sengon dan Jabon sampai umur 10 bulan Perlakuan A B C D E F G H I J K L Sumber Keterangan Tinggi (cm) 2,06 4,64 3,48 4,33 6,89 6,64 7,60 8,40 * 7,66 6,34 9,85 * 12,14 * Sengon Diameter (cm) 0,25 0,17 0,19 0,22 0,26 0,22 0,22 0,34 * 0,33 0,19 0,25 0,34 * Tinggi (cm) 0,39 6,39 3,20 8,21 13,02 3,34 9,20 24,47 * 22,67 25,83 * 30,59 * 24,93 * Jabon Diameter (cm) 0,34 0,59 0,47 0,54 0,47 0,50 0,49 1,06 * 0,94 1,03 * 1,12 * 0,83 * : Komarayati & Pari (2012) : A= kontrol; B= arang serbuk gergaji 5%; C= arang serbuk gergaji 5% + cuka kayu 1%; D=arang serbuk gergaji 5% + cuka kayu 2%; E=arang serbuk gergaji 10%; F= serbuk gergaji 10% + cuka kayu 1%; G= arang serbuk gergaji 10% + cuka kayu 2%; H= arang kompos 10%; I= arang kompos 10% + cuka kayu 1%; J= arang kompos 10% + cuka kayu 2%; K= arang kompos 20%; L= arang kompos 20% + cuka kayu 1%. *) : signifikan Hasil penelitian Santi dan Goenadi (2012), menyimpulkan bahwa arang cangkang kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan pembawa 10 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang mikroba pemantap agregat. Selanjutnya Dariah dan Nurida (2012), menyimpulkan bahwa arang/biochar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering beriklim kering. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemberian pembenah tanah berbahan baku arang/biochar dengan dosis 2,5 ton/ha cenderung meningkatkan persentase agregasi tanah. Selain itu aplikasi mulsa vertikal dan pembenah tanah berbahan dasar arang/ biochar berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi jagung. Kemampuan arang/biochar memegang air pada tanah bertekstur pasir juga telah diteliti oleh Sutono dan Nurida (2012), yang menyimpulkan bahwa arang yang terbuat dari kulit buah kakao lebih mampu mempertahankan kandungan air di dalam tanah bertekstur pasir dibandingkan dengan arang tempurung kelapa sawit dan arang sekam. Dimana jumlah pori aerasi pada tanah bertekstur pasir yang diberi arang kulit buah kakao paling tinggi. Dikemukakan juga bahwa arang kulit buah kakao sangat nyata meningkatkan pori air tersedia pada tanah bertekstur pasir 50% sampai 92%. Peran arang untuk remediasi lahan pertanian tercemar limbah tambang emas juga telah dibuktikan oleh Hamzah dkk.,(2012). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa arang yang ditambah dengan pupuk kandang, ferosulfat mampu memperbaiki pH tanah dan meningkatkan kandungan N, P, K dan kadar tukar kation (KTK). Tanaman Vetiveria zizanoides L. yang ditanam pada tailing tambang emas yang diberi perlakuan pupuk kandang dan biochar mampu menyerap logam berat Hg dan Pb masingmasing sebesar 14,3-33,2 mg/kg dan 48-92 mg/kg. Persentase serapan Hg tertinggi pada akar 88,91% kemudian pada daun 23,54%, sedangkan untuk serapan Pb tertinggi yaitu pada akar sebesar 51,17% dan pada daun sebesar 48,83%. Penggunaan arang selain mampu memperbaiki kualitas tanah, juga mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil studi Igarashi (2002) melaporkan adanya pengaruh pemberian arang dari sekam padi yang dicampur dengan kapur terhadap pertumbuhan kedele dan jagung. Penelitian di Amazone menunjukkan bahwa penambahan arang mampu meningkatkan hasil padi dan shorgum hingga 40 % (Glaser et al., 2002). Selain itu penggunaan arang dalam bentuk serbuk mampu memicu pertumbuhan akar akasia dan mendorong pembentukan akar nodul dalam beberapa bulan (Okimori, 2003). Hasil penelitian Nurida dkk., (2012), menyimpulkan bahwa aplikasi arang selain mampu meningkatkan pH tanah juga Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 11 Arang menigkatkan kandungan C organik tanah menjadi 1,02%-1,07% dan KTK meningkat menjadi 5,79-5,95 cmol(+)/kg. Aplikasi arang pada tanah penting untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan karbon, meningkatkan kesuburan tanah, menjaga keseimbangan ekosistem tanah serta bertindak sebagai agen untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan menyediakan dan mempertahankan hara (Glaser et al., 2002). Widowati dkk.,(2012) menyimpulkan bahwa penggunaan arang secara mandiri tanpa pupuk KCL dapat menekan pencucian K dan garam larut sedangkan kadar K tersedia dan K total tanah serta serapan K semakin tinggi. Lebih lanjut Sukartono dan Utomo (2012) menyimpulkan bahwa aplikasi biochar selain meningkatkan status C organik tanah selama tiga musim tanam, juga berkontribusi terhadap pembenah sifat fisika-kimia tanah yaitu, retensi hara (N, P, K, Ca, Mg), KTK dan retensi air tanah. Hasil penelitian Siringoringo dan Siregar (2011) menyimpulkan bahwa dosis optimum arang 5% (v/v) sudah cukup efektif untuk mening-katkan laju pertumbuhan awal tanaman hutan jenis Michelia montana Blume. pada umur enam bulan setelah penanaman pada tipe tanah latosol yang bertekstur liat. Lebih lanjut dikemukakan bahwa aplikasi arang pada tanaman Michelia montana Blume. setelah enam bulan penanaman pada tipe latosol yang bertekstur liat mampu memperbaiki sebagian besar kondisi kritikal parameter parameter sifat kesuburan tanahnya, yaitu dengan meningkatnya pH, Ca, KTK, KB, Mg, P, K2O5, K2O tanah serta dapat menurunkan kemasaman dan Al tanah. 2. Penemuan Terra Preta Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI) menguji pemberian arang pada produksi padi gogo di Laos bagian utara. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi arang dapat meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan atas tanah dan meningkatkan hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P). Hasil suatu riset menunjukkan bahwa keberadaan arang di dalam tanah tidak akan terpengaruh selama 130 tahun lamanya. Lebih meyakinkan lagi dari temuan kesuburan tanah hitam di lembah Amazon yang disebut sebagai Terra Preta. Para ilmuwan dunia menemukan unsur arang dalam kandungan tanah hitam tersebut yang diperkirakan merupakan hasil pengelolaan bangsa Amerindian sejak 500 tahun hingga 2.500 tahun silam. Dari buku kuno di Jepang juga diketahui istilah pupuk-api (fire-manure) sebagai 12 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang penyubur pertanian pada tahun 1697 adalah arang. Demikian juga tradisi di China menyuburkan lahan sejak lama dikembangkan melalui pembakaran biomassa, yang diikuti oleh penelitian ilmiah terhadap peran arang terhadap pertumbuhan bibit padi ternyata sudah dikembangkan sejak tahun 1915. Penemuan terbaru tentang tanah Terra Preta di Malinau, Provinsi Kalimantan Timur oleh peneliti CIFOR (2012), memberi perhatian terhadap aplikasi arang/biochar. Diharapkan temuan ini dapat mengakselerasi implementasi dan aplikasi arang/biochar secara nasional serta menumbuhkan berbagai industri arang di berbagai daerah di Indonesia dan Asia Tenggara. Penemuan ini diperkirakan dilakukan oleh masyarakat lokal yang hidup nomaden di pedalaman Kalimantan sejak berabad silam. Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan membakar secukupnya untuk budidaya tanaman demi memenuhi kebutuhan hidup, secara tidak sengaja meninggalkan bekas berupa tanah hitam layaknya seperti Terra Preta di lembah Amazon. Ketidaksengajaan ini akibat faktor lingkungan dimana sewaktu proses slash-burn atau tebang bakar, terjadi hujan sehingga hasil pembakaran tidak berlanjut menjadi abu. Oleh karena itu istilahnya bukan lagi “slash and burn” tetapi menjadi “slash and char” tebang dan arang. Gambar 3. Temuan tanah hitam atau Terra Preta di lembah Amazon (Sumber: Glaser dkk., 2001) 3. International Biochar Initiatif (IBI) International Biochar Initiative (IBI) dibentuk pada bulan Juli 2006 pada side meeting yang diadakan pada Soil World Science Congress (WSSC) di Philadelphia, yang diwakili oleh praktisi dan para ahli dari banyak negara seperti individu dan perwakilan dari lembaga akademis, pengusaha, investor, organisasi pemerintah dan non pemerintah. Dunia mengakui kebijakan dalam mempromosikan penelitian, pengembangan, Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 13 Arang demonstrasi, serta penyebaran (RDD & D) perlu dilakukan secara bersama, sekaligus untuk komersialisasi teknologi produksi biochar. Missi dari pembentukan IBI ini adalah untuk sosialisasi dan mempromosikan pengembangan sistem biochar mengikuti aturan keberlanjutan. Untuk mendukung kegiatan ini perlu penyebaran informasi tentang semua aspek biochar, mengem-bangkan pedoman keberlanjutan, memonitor serta mengevaluasi proyek-proyek yang berkaitan dengan biochar. Fokus dari IBI adalah Biochar yang berkelanjutan, merupakan salah satu dari beberapa teknologi mitigasi perubahan iklim dan pengkayaan/ pembangun kesuburan tanah yang relatif murah, yang dapat diaplikasikan secara luas, dan cepat. Selain itu juga untuk mendukung tumbuhnya industri biochar sesuai standar dan kualitas, pedoman keberlanjutan, dan program sertifikasi sebagai jaminan dalam industri. IBI juga mendorong dan berupaya untuk meningkatkan praktek industri yang baik untuk memastikan kepercayaan publik dan peraturan bahwa organisasi yang terlibat dalam penelitian biochar, produksi dan pemasaran mematuhi standar etika yang tinggi serta produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan standar IBI. Organisasi ini sangat didukung oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Indonesia mendirikan organisasi semacam ini dengan nama Asosiasi Biochar Indonesia (ABI) yang dideklarasikan di Balikpapan pada 11 Desember tahun 2012. Hingga kini kegiatan ABI meliputi sosialisasi, diseminasi, seminar dan workshop tentang perkembangan aplikasi biochar dan berbagai penelitian tentang manfaat biochar di Indonesia. 4. Arang dan Karbon Offset Pemanasan global adalah kondisi yang diakibatkan karena meningkatnya emisi CO2 dan gas rumah kaca lainnya. Dampak yang dirasakan adalah terjadinya perubahan iklim serta berbagai bencana alam yang mendorong semakin kerapnya anomali iklim seperti El-Nino yang menyebabkan kekeringan atau La-Nina yang mendorong terjadinya banjir. Studi dampak perubahan iklim di Asia Tenggara oleh Asian Development Bank (ADB) pada tahun 2009 : berdasar skenario emisi tinggi, rata-rata suhu di empat negara – Indonesia, Philipina, Thailand dan Vietnam– diproyeksikan akan naik 4,8 0C pada 2100 dari level tahun 1990; rata-rata kenaikan air laut global adalah 70 cm selama waktu tersebut, dan Indonesia, Thailand dan Vietnam diproyeksi akan mengalami musim iklim lebih kering pada dua atau tiga dekade ke depan. Asia Tenggara kelihatannya lebih besar 14 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang terkena dampak perubahan iklim ini dibandingkan rata-rata global. Beberapa akibatnya di Indonesia antara lain: dalam kehidupan sehari-hari sangat terasa bahwa setiap dua hingga tiga tahun udara semakin panas, bencana alam makin meningkat. Areal padi sawah yang terkena kekeringan meningkat dari 0,3-1,4 % menjadi 3,1-7,8 % & puso: 0,0040,41 % menjadi 0,04-1,87 % (±150 ribu ha/musim). Areal rawan banjir pun meningkat dari 0,75-2,68 % menjadi 0,97-2,99 %, & puso: 0,240,73% menjadi 8,7-13,8% (850 ribu ha). Akibatnya resiko penurunan produksi meningkat dari 2,4-5 % menjadi sekitar 10 %. Telah diketahui bahwa, emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2005 mencapai 2,3 giga ton. Emisi ini akan terus meningkat sehingga mencapai 3,6 giga ton pada 2030, jika tidak ada perbaikan dalam cara pengelolaan di beberapa sektor terkait. Pada berbagai kesempatan Presiden Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia berpeluang mengurangi gas rumah kaca sebesar 2,3 giga ton pada tahun 2030, dan mentargetkan mengurangi emisi karbondioksida sebanyak 26 % sampai tahun 2020. Kebijakan lebih difokuskan pada sektor kehutanan, pertanian, transportasi, bangunan, dan semen. Presiden juga menekankan bahwa sasaran kebijakan ini harus dicapai dengan cara mengontrol penggunaan energi BBM yang berlebihan, karena berkaitan dengan karbondioksida yang dikeluarkannya, pengelolaan limbah, dan lain-lain serta yang paling utama adalah pengelolaan hutan. Sejalan dengan program teknologi arang terpadu dan turunannya mempunyai prospek, peran, serta berpe-luang dalam mendukung target dan sasaran pemerintah. Hal ini berdasarkan kepada hasil penelitian, kandungan karbon dalam arang mencapai 80 % dari berat arang. Jika dosis yang diberikan adalah 100-400 kg/ha maka telah terjadi penambahan deposit karbon pada lahan sebesar 80-320 kg/ha ke dalam reservoir (carbon store). Dibandingkan dengan penggunaan pupuk organik, aplikasi arang akan lebih menguntungkan bagi lingkungan secara jangka panjang, sementara pupuk organik bersifat menyuburkan tanah dalam jangka pendek. Bagi lingkungan, pupuk organik menjadi penyuplai kadar metana (CH 4) yang cukup signifikan karena mengandung unsur organik yang membusuk. Pada proses pembusukan tersebut keluar CH 4 ke atmosfer. CH4 di atmosfer bisa merusak ozon, efek yang ditimbulkan oleh CH 4 bisa mencapai 21 kali lipat efek CO2. Arang dapat mengikat karbon sampai 50 % pada pembakaran 3 % dan diperkirakan mengalami dekomposisi biologi di bawah Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 15 Arang 20% setelah 5-10 tahun. Dengan demikian, dari perspektif iklim, arang yang ditanam dalam tanah bisa menahan pemanasan global. Walaupun pada awalnya arang bisa untuk bahan bakar, tetapi manfaat bagi lingkungan jauh lebih besar jika diaplikasikan ke dalam tanah. Salah satu keuntungan nyata dari penggunaan arang pada lahan adalah kemampuannya sebagai tambahan karbon offset, yaitu dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca yang diukur dalam ton setara karbondioksida (CO2). Pemanasan global yang diakibatkan beberapa jenis gas rumah kaca seperti metana, nitrous oxide, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, heksafluorida belerang akibat beberapa aktivitas manusia dari berbagai sektor akan diserap oleh arang dan tersimpan dalam jangka waktu yang sangat lama. Lalu mengapa harus arang/biochar?. Beberapa pertimbangannya adalah karena pembuatan arang sangat sederhana, mudah dan murah yang dapat dilakukan oleh masyarakat umum. Selain itu arang adalah karbon negatif. CO 2 di atmosfir akan dikonsumsi oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis kemudian dikembalikan ke tanah tersimpan dengan manfaat selama ribuan tahun, sehingga arang akan membantu keseimbangan siklus karbon di alam. Selain menjaga keseimbangan siklus karbon di alam, arang berfungsi menyerap gas rumah kaca yang berasal dari residu akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan pada lahan pertanian, sehingga akan membantu mengurangi segala dampak buruk pada alam dan lingkungan. Aplikasi arang adalah solusi dan alat yang sangat potensial untuk memperlambat dan menurunkan tingkat gas rumah kaca di atmosfir secara signifikan serta pemanasan global secara umum. Pada saat yang bersamaan aplikasi arang pada lahan dapat menjaga stabilitas kelembaban dalam tanah, meningkatkan kesuburan tanah dan perkembangan mikroorganisme yang berperan aktif dalam penyediaan unsur hara pada tanah sehingga meningkatkan produktivitas tanaman. Sebagai deposit karbon di tanah, arang atau biochar bekerja dengan cara mengikat dan menyimpan CO 2 dari udara untuk mencegahnya terlepas ke atmosfir. Kandungan karbon yang terikat dalam tanah jumlahnya besar dan tersimpan hingga waktu yang lama, diperkirakan ratusan hingga ribuan tahun, tetapi perhitungan secara persis tentang jumlah CO2 yang bisa diikat sangat jarang tersedia. Lehmann (2007), menyatakan bahwa untuk area 250 ha mampu mengikat 1900 ton CO 2 dalam setahun. Biochar merupakan salah satu bahan pembenah tanah 16 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang dengan sifat uniknya yang mampu menyerap unsur kimia logam (hara tanah terlarut) hingga tersedia bagi akar tanaman, selain itu biochar atau disebut juga dengan istilah arang hayati ini mampu mengurangi emisi gas Metan (CH4), CO2 dan NO2 dari dalam tanah yang merusak lapisan ozon. Lehmann, Peneliti dari Cornell University dan berbagai tempat di dunia telah membuktikan secara ilmiah pengaruh arang terhadap kesuburan tanah. Efek lain penggunaan arang ke dalam tanah adalah untuk mereduksi pemanasan global (global warming), yakni dengan cara mengikat gas rumah kaca dari atmosfer seperti CO 2. Pengikatan CO2 ke dalam tanah juga berakibat baik bagi pertumbuhan tanaman. Teknologi untuk mereduksi global warming sedang dikembangkan saat ini dan belum ditemukan teknologi yang efektif dan bisa diaplikasikan secara masal selain menanam arang ke tanah. 5. Siklus Carbon Siklus karbon adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan karbon (dalam berbagai bentuk) di atmosfer, laut, biosfer terestrial dan deposit geologis. Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus karbon. Siklus karbon merupakan siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran/perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon sesungguhnya merupakan suatu proses yang rumit dan setiap proses saling mempengaruhi proses lainnya. Ada sekitar 1.000.000 gigaton karbon di bumi, sebagian besar yang tersimpan pada batuan sedimen dan tidak pernah mencapai permukaan. Di permukaan, karbon terus terlibat dalam pertukaran dinamis konsumsi dan produksi. Pertukaran aktif ini disebut sebagai siklus karbon. Atmosfer berisi sekitar 750 gigaton karbon, sebagian besar dalam bentuk karbon dioksida (CO 2). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosinthesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 17 Arang Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer. Gambar 4. Sketsa siklus karbon secara sederhana (Sumber : Sutaryo, 2009) Peran arang dalam siklus karbon, tentunya menambah jumlah karbon tersimpan. Jika diaplikasikan pada tanah akan menambah simpan karbon dalam tanah. Selain itu akan membantu percepatan simpanan karbon dalam bentuk biomasa pada tumbuhan melalui fotosintesis. 6. Meningkatkan Aktivitas dan Populasi Mikroba Tanah Walaupun bukan sebagai pupuk, arang dapat membangun kualitas kondisi tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil pengamatan ternyata penambahan arang dapat meningkatkan aktivitas mikroba perombak bahan organik tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan populasi bakteri pengikat N dalam tanah. Aplikasi arang pada tanah yang berasal dari limbah sangat sesuai dengan pola pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, karena dapat menbantu menyelesaikan masalah limbah sekaligus memperbaiki lahan-lahan masam dan kritis, serta membuat tanah dalam keadaan stabil. Karakteristik arang berguna sebagai agen bagi pembangun, penyubur sekaligus menjaga stabilitas tanah, sehingga 18 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang arang mempunyai peran sebagai pemberi kehidupan berjangka panjang pada tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Arang yang bersifat alkali dapat meningkatkan pH tanah yang masam, sehingga sangat baik digunakan sebagai pengganti kapur pada lahan-lahan masam yang perluasannya semakin bertambah di Indonesia. Arang mempunyai daya serap yang tinggi terhadap residu pestisida dan sisa pupuk kimia yang berada di dalam tanah, mengandung mineral yang berguna bagi pertumbuhan tanaman, serta mempunyai pori-pori yang luas, sehingga memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme tanah yang diperlukan oleh tanaman. Aplikasi arang pada tanah sangat diperlukan di masa datang, mengingat sifat dan perannya yang cukup penting. Oleh sebab itu arang jangan dipandang sebagai komoditi energi dan ekonomi saja, namun memiliki nilai ekologis yang tinggi, sehingga perlu dikembangkan model pertanian/peter-nakan dan kehutanan berbasis teknologi arang secara terpadu. Pemberian arang pada media tanam memberikan hasil yang nyata terhadap peningkatan jumlah mikroorganisme tanah, diantaranya bakteri tanah dan bakteri yang berfungsi sebagai pengikat N bebas ( soil bacteria dan nitrogen fixation bacteria) (Gambar 5). Arang yang diperuntukkan dengan tujuan perbaikan lahan adalah arang yang berasal dari limbah, karena sangat disayangkan jika menggunakan arang yang berasal dari kayu yang masih mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dari beberapa pengamatan ternyata penambahan arang dapat meningkatkan aktivitas mikroba perombak bahan organik tanah, selain juga dapat meningkatkan populasi bakteri pengikat N dalam tanah. Pada Gambar 6, dapat dilihat perkembangan spora mikoriza, berkecambah, tumbuh dan berkembang pada media arang, hyfa mikoriza terlihat keluar masuk pada poros besar arang (A), demikian juga mikoriza yang hidup bersimbiosis dengan tumbuhan Dipterocarps (B) terlihat tumbuh dengan baik pada media arang. Pemberian arang juga berpengaruh baik pada perkembangan bintil akar yang hidup bersimbiosis dengan tumbuhan kacang-kacangan (C), terlihat bintil akar berkembang secara nyata pada tanaman kacang kedelai. Sudah dapat dipastikan bahwa keberadaan arang di dalam tanah dapat digunakan sebagai habitat fungi dan mikroba tanah lainnya. Sebagaimana dilaporkan oleh Saito dan Marumoto (2002) bahwa fungi dapat bersporulasi di dalam pori mikro arang karena di dalam pori Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 19 Arang tersebut kompetisi yang terjadi dengan saprofit lainnya cukup rendah. Oleh karena itu pemanfaatan arang sebagai bahan pembawa bioamelioran dengan bahan aktif hayati/bakteri merupa-kan peluang baru yang dapat menghasilkan sebuah penemuan inovasi. Hal ini cukup beralasan karena penelitian terkait dengan karakteristik arang dan viabilitas mikroba dalam interaksinya dengan arang masih belum banyak dilakukan (Santi & Goenadi, 2010). A B Gambar 5. Pengaruh aplikasi arang terhadap kondisi ph tanah (A) dan pengaruhnya terhadap perkembangan mikroorganisme tanah (B) (Sumber Gusmailina, dkk. 1999) Gambar 6 . Manfaat arang (Sumber Ogawa, 2001) C. Kualitas Arang Kualitas arang tergantung dari bahan baku serta proses pengarangan. Makoto Ogawa pada tahun 2007 melaporkan, bahwa komposisi arang dalam % terdiri dari: Carbon = 77,58; Volatile matter = 20 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang 12,92; Ash/abu = 9,50. Sedangkan kandungan mineral abu dalam % terdiri dari : SiO2 = 36.5; Al2O3 = 10.9; CaO = 19,2; K2O = 1,1; Na2O3 = 5,35; Fe2O3 = 7,5; MgO = 10,3; dan P2O5 = 1,7. Pada Lampiran 1 dapat dilihat kualitas dan kandungan hara arang dari beberapa jenis limbah kayu. 1. Arang Serbuk Gergaji (ASG) Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh industri penggergajian dan pengolahan kayu, yang dapat ditemui pada lokasi perindustrian di perkotaan maupun di lokasi penggergajian kayu di sekitar hutan. Limbah serbuk gergaji ini dapat mencemari lingkungan jika dibiarkan menumpuk, karena serbuk gergaji adalah limbah yang membutuhkan waktu lama untuk hancur secara alami, juga akan membutuhkan tempat yang luas apalagi bagi industri skala besar. Kondisi ini akan menyebabkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan. Salah satu kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu memanfaatkan kayu secara optimal, dengan volume limbah serendah mungkin atau bahkan tanpa limbah (Zero waste). Kebijakan ini berarti bahwa semua industri pengolahan kayu baik besar maupun kecil, harus mengusahakan tidak menghasilkan limbah kayu. Namun kenyataan di lapangan umumnya rendemen industri penggergajian kayu masih berkisar antara 50–60 %. Sebanyak 15-20 % terdiri dari serbuk gergaji kayu. Untuk beberapa industri besar, limbah serbuk gergaji sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala kecil limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh sebab itu potensi limbah yang besar ini perlu diberdayakan sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa produk berguna dan mempunyai nilai ekonomis. Dengan demikian pemanfaatan serbuk gergaji dapat ditujukan untuk mencari peluang strategis dalam peningkatan pengelolaan hasil hutan melalui pemanfaatan kembali limbah serbuk gergaji. Arang serbuk gergaji dapat diolah lebih lanjut menjadi arang kompos, arang kandang, briket arang atau arang aktif. Briket Arang Serbuk Gergaji (BASG) dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak tanah dan kayu bakar, sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan. Penggunaan briket arang serbuk gergaji dapat menekan penggunaan kayu bakar, sehingga selanjutnya selain dapat mencegah Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 21 Arang kerusakan hutan secara fisik, juga pelepasan sebesar 3,5 juta ton CO 2/bulan ke atmosfir dapat dicegah (Indonesia). Pada tahun 2000, kebutuhan kayu bakar dunia mencapai 1,70 x 109 m3. Seandainya BASG digunakan sebagai pengganti kayu bakar, maka sekitar 6,07x 109 ton penambahan CO2/tahun ke atmosfir dapat dicegah (Moreira, 1997; Turker & Ayaz, 1997). Briket arang ini pada masa yang akan datang merupakan sumber energi alternatif karena sifatnya yang dapat diperbaharui, mengingat sumber energi yang digunakan oleh hampir semua penduduk saat ini menggunakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak tanah, gas, bensin dan solar. Selain sebagai pengganti bahan bakar, pemanfaatan arang serbuk gergaji lebih ditujukan kepada perbaikan kondisi lahan dengan sifatnya sebagai soil conditioner (PKT). Arang serbuk gergaji dapat digunakan langsung sebagai agent pembangun kesuburan tanah, selain itu juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Pembuatan arang kompos merupakan salah satu teknik yang telah dikembangkan oleh Pustekolah dengan memanfaatkan arang pada proses pengomposan. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dapat menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekom-posisi dapat berlangsung lebih cepat. Selain dapat meningkatkan pH tanah, arang kompos dapat memacu perkembangan mikroorganisme (mikoriza) tanah, sehingga cocok digunakan untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah dengan produk-tivitas yang rendah. a. Komponen Hara Arang Serbuk Gergaji Kandungan hara yang terdapat pada arang serbuk gergaji tergantung pada bahan bakunya. Secara umum arang yang dihasilkan dari serbuk gergaji campuran mempunyai kandungan hara N berkisar antara 0,3 sampai 0,6 %; kandungan P total dan P tersedia berkisar antara 200500 ppm dan 30-70 ppm; kandungan hara K berkisar antara 0,9-3,0 meq/100 gram; kandungan hara Ca berkisar antara 1-15 meq/100 gram; dan kandungan hara Mg berkisar antara 0,9-12 meq/100 gram (Gusmailina dkk. 1999). Pada Lampiran 2 dapat dilihat komposisi kandungan hara arang serbuk yang biasa digunakan sebagai pembangun kesuburan tanah. Hasil uji coba pemberian arang sebagai campuran media semai tanaman secara nyata meningkatkan diameter batang Eucalyptus urophylla 22 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang (Gambar 7). Aplikasi arang memberikan respon positif, baik terhadap tinggi tanaman maupun diameter batang tanaman Acacia mangium sampai umur 1,5 bulan. Demikian juga pada tanaman Eucalyptus urophylla di lapangan sampai umur 15 bulan menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi pada perlakuan penambahan arang bambu memberikan hasil yang lebih baik. Demikian juga pemberian arang berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman Acacia mangium dan Eucalyptus urophylla. Serbuk gergaji dan serasah merupakan bahan baku yang potensial dan mempunyai prospek yang baik serta dapat disarankan sebagai arang untuk PKT (pembangun kesuburan tanah). Gambaran hasil secara umum hingga saat ini menegaskan bahwa pemberian arang baik sebagai campuran media, ataupun di lapangan perlu dikembangkan dan disebar luaskan. Gambar 7. Pengaruh pemberian beberapa jenis arang terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman Eucalyptus urophylla (Sumber: Gusmailina, dkk. 1999) b. Potensi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang umumnya berasal dari limbah kehutanan, pertanian dan perkebunan. Semua jenis biomassa, kayu, bambu, tempurung kelapa dan kelapa sawit, tempurung kemiri serta berbagai jenis limbah dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produksi arang. Potensi bahan baku kayu yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah sekitar 29,70 juta m3/tahun untuk limbah pemanenan hutan; 2,03 juta m3/tahun untuk industri pengolahan kayu termasuk 0,78 juta m3 serbuk gergaji kayu dan 27,32 juta m3/tahun untuk limbah sektor pertanian (Anonim, 2000 dalam Pari, 2010). Bahan baku kayu untuk arang realtif tidak memerlukan spesifikasi khusus. Pada umumnya kayu yang memiliki berat jenis tinggi adalah yang Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 23 Arang diinginkan konsumen. Bagian yang perlu diperhatikan dari bahan baku kayu adalah kesinambungannya. Bahan baku kayu dari hutan tanaman yang dikelola dengan lestari, sustainable forest management mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, penebangan merupakan jaminan ketersediaan bahan baku kayu untuk arang. Indonesia sebagai negara tropis dengan potensi limbah biomassa sangat berlimpah terutama dari agro-industri sangat potensial untuk mengaplikasikan arang/biochar pada lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Gambar 8. Potensi beberapa jenis limbah sebagai bahan baku arang (Foto: dok. Gusmailina) c. Teknologi Pembuatan Arang 1) Pembuatan Arang Serbuk Gergaji/Sekam Padi dengan Tungku Semi Kontinyu Ada beberapa cara untuk membuat arang, baik arang bentuk bongkahan maupun arang serbuk gergaji atau arang sekam padi tergantung kebutuhan. Pada bab ini akan dikemukakan teknologi pembuatan arang serbuk gergaji atau sekam padi. Karena arang untuk soil conditioner maupun arang kompos dibutuhkan arang yang berukuran kecil seperti serbuk gergaji atau sekam padi, sehingga tidak perlu menumbuk seperti meng-gunakan arang berbentuk bongkahan. Teknologi ini dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi siku yang dapat dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan 24 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang lembaran seng yang juga menggunakan sistem baut. Dalam satu hari (9 jam) dapat mengarangkan serbuk gergaji sebanyak 150–200 kg yang menghasilkan rendemen arang antara 20–24 %. Kadar air 3,49 %; kadar abu 5,19 %; kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji yang dihasilkan dapat dibuat atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang, arang kompos, arang aktif, atau bahkan digunakan langsung sebagai sebagai campuran media semai tanaman. Gambar 9. Proses pembuatan arang serbuk gergaji dengan tungku semi kontinyu model P3HH (Foto: dok. Gusmailina) Pada bagian depan tungku terdapat bak yang berisi air yang berguna untuk memadamkan api setelah pengarangan sekaligus mencegah arang menjadi abu. Spesifikasi tungku semi kontinyu ini dapat dilihat pada Gambar 10. Spesifikasi : 1. Type : Kubus (120 x 100 cm) 2. Tinggi pengarangan : 30 cm 3. Tinggi ruang pembakaran : 130 cm 4. Tinggi leher cerobong : 70 cm 5. Tinggi cerobong : 146 cm 6. Diameter cerobong : 50 cm Gambar 10. Sketsa tungku semi kontinyu model P3HH, 1997 (Sumber Gusmailina, dkk. 2002) Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 25 Arang Langkah-langkah membuat arang dengan tungku semi kontinyu: Masukkan serpihan kayu sebanyak 5-10 kg sebagai umpan bakar di bagian pengarangan kemudian biarkan terbakar sampai panas dan membara; Masukkan serbuk gergaji atau sekam padi ke bagian pembakaran sebanyak tiga karung (sekitar 35-40 kg) melalui pintu bagian belakang tungku; Biarkan sampai membara sambil sesekali diaduk, sehingga serbuk yang terbakar akan jatuh ke bagian tempat pengarangan; Biarkan terbakar sampai warna menjadi hitam, lalu ditarik ke bagian penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat warna serbuk yang coklat, aduk sampai semua berubah menjadi arang; Setiap 30 menit lakukan penambahan bahan baku sebanyak satu karung (10-15 kg); Proses selanjutnya sama, dilakukan berulang-ulang dan kontinyu sampai didapatkan arang sesuai dengan kebutuhan; Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian dikeringkan. Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan. Gambar 11. Arang serbuk gergaji (Foto: dok. Gusmailina) 2) Pembuatan Arang dengan Cara Tungku Drum Pembuatan arang dengan tungku drum ini sudah banyak digunakan oleh masyarakat umum. Tungku drum dapat digunakan untuk membuat arang dari tempurung kelapa, tempurung kemiri, limbah kulit, ranting atau sebetan. Cara ini termasuk sederhana, mudah dan murah dengan menggunakan drum bekas minyak tanah atau oli dengan kapasitas 200 liter. 26 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Spesifikasi kiln/tungku berikut: Tipe : Tinggi drum : Diameter : Tinggi cerobong : Diameter cerobong : Lubang udara : Diameter lubang udara : Jarak antar baris lubang : drum yang dimodifikasi adalah sebagai Silinder (Drum) 90 cm 57 cm 30 cm 10 cm 24 buah 13 mm 15 cm Gambar 12. Pembuatan arang dengan tungku drum (Foto: dok. Gusmailina) Langkah-langkah membuat arang dengan tungku drum: Masukkan sebatang bambu/kayu berdiameter 10 cm di tengah drum, tegak lurus pada tengah atau pusat drum Isi drum dengan bahan baku sampai penuh; Cabut bambu/kayu dengan perlahan, hingga membentuk lubang pada drum; Tutup lubang udara dengan asbes atau tanah liat; Masukkan umpan bakar ke dasar drum melalui lubang yang terbentuk; Nyalakan, jika pembakaran sempurna maka kiln/tungku ditutup lalu dipasang cerobong asap; Buka lobang udara pada baris pertama bagian bawah badan drum; Jika pada lobang udara terlihat bara merah, segera tutup dengan asbes atau tanah liat, kemudian lobang udara baris berikutnya dibuka. Demikian seterusnya hingga pembakaran berlangsung Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 27 Arang sampai terjadi bara pada lobang baris paling atas badan drum; Pengarangan berlangsung antara 6-7 jam tergantung jenis bahan baku, kadar air, dan keadaan angin. Tutup cerobong dengan kain, kemudian bagian atas drum ditutup dengan pasir untuk mencegah agar udara tidak masuk ke dalam drum yang dapat menyebabkan arang jadi abu; Pengarangan dihentikan bila asap yang keluar dari cerobong sudah tipis dan berwarna kebiru-biruan. Biarkan tungku dingin selama enam jam lalu tutup kiln dibuka. Pisahkan antara arang dari abu; Untuk mengurangi asap, cerobong diperpanjang yang dapat disambung dengan bambu yang sudah dilobangi bagian tengahnya. Makin panjang cerobong makin sedikit asap sehingga tidak mengganggu lingkungan. Gambar 13. Arang tempurung kelapa, arang sebetan/limbah kayu dan arang limbah potongan kayu yang dibuat dengan tungku drum. (Foto: dok. Gusmailina) 2. Arang Sekam Padi (ASP) Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20 sampai 30 %, dedak antara 8-12 % dan beras giling antara 50-63,5 % data bobot awal gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur kimia penting yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya: (a) sebagai bahan baku pada 28 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia; (b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industri bata merah; (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 125 kg/m3, dengan nilai kalori sekam sebesar 3300 k.kalori/kg. Menurut Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300 -3600 k.kal/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU. Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak voluminous. Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang sekam. Arang sekam dapat dengan mudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket arang sekam mempunyai manfaat yang lebih luas lagi yaitu di samping sebagai bahan bakar ramah lingkungan, juga sebagai media tumbuh tanaman hortikultura khususnya tanaman bunga. Arang sekam memiliki peranan penting sebagai media tanam pengganti tanah. Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan dapat menahan air. Penggunaan arang sekam cukup meluas dalam budidaya tanaman hias maupun sayuran, terutama budidaya secara hidroponik. Saat ini arang sekam mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Namun arang sekam dapat dibuat sendiri dengan cara sederhana, untuk keperluan sendiri atau bahkan dapat dijadikan sebagai usaha sampingan. Arang sekam padi dapat dibuat dengan menggunakan tungku semi kontinyu tipe P3HH, atau dengan cara sederhana dengan cara disangrai. Peralatan yang diperlukan adalah tungku dan seng. Caranya, sekam padi diletakkan di atas seng yang telah ditempatkan di atas tungku. Selanjutnya sekam disangrai sambil diaduk. Dengan cara ini akan diperoleh arang sekam sebanyak 40-50 kg dari 100 kg sekam segar. Pembuatan arang sekam juga dapat dilakukan dengan cara dibakar dalam drum. Caranya, masukkan sekam ke dalam drum sampai tinggi sekitar 20 cm. Tuang oli ke dalam drum dan bakar. Jika asap dari pembakaran berkurang, maka sekam ditambah sedikit demi sedikit hingga drum penuh. Kemudian drum ditutup karung basah dan di atasnya diberi tutup hingga rapat. Biarkan sekam Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 29 Arang menjadi dingin. Setelah itu pisahkan arang sekam dengan abunya melalui penyaringan. Jumlah arang sekam yang diperoleh juga sekitar 40-50 kg dari 100 kg sekam segar. Cara ini kurang efisien karena memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan tungku semi kontinyu tipe P3HH dan cara disangrai. Gambar 14. Cara sederhana membuat arang sekam padi (Sumber: Juniadi, 2012) Untuk daerah perkotaan yang terbatas dengan lahan serta padat penduduk teknik budidaya dengan menggunakan arang yang dicampur dengan kompos, pupuk organik atau arang kompos selanjutnya disterilisasi untuk media tanam sangat cocok khususnya untuk model pertanian hidroponik. Teknik ini akan mampu mengembangkan model pertanian modern misalnya untuk menanam sayuran dengan media tanam seperti ini. Hasil akhir telah terbukti berupa perbaikan pertumbuhan dan produktivitas panen. D. Aplikasi Arang Arang bukanlah pupuk, jadi aplikasi arang tidak dapat menggantikan peran pupuk. Oleh karena itu dengan menambah arang tanpa penambahan sejumlah nitrogen dan unsur hara lain tidak akan meningkatkan hasil tanaman. Jumlah arang yang ditambahkan berpengaruh pada hasil tanaman. Di Laos, Asai et al. (2009) melaporkan hasil tanaman padi tertinggi yaitu pada tanaman yang ditanam dengan penambahan arang sebanyak 4 ton/ha. Akan tetapi ketika arang ditambahkan sampai 8 atau 16 ton/ha, hasilnya tidak berbeda dengan kontrol (tanpa penambahan arang). Selain itu Gaskin et al. (2010) juga melaporkan penambahan arang yang berasal dari kulit kacang dan kulit batang pinus sebanyak 11 dan 22 30 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang ton/hektar, dapat mengurangi hasil tanaman jagung. Lebih lanjut dikemukakan sampai saat ini masih dipelajari bahan dasar arang dan dosis yang terbaik untuk diaplikasikan kepada tanaman sesuai dengan pengelolaan tanah yang spesifik. Karena sifatnya yang rekalsitran terhadap dekomposisi dalam tanah, aplikasi arang tunggal dapat memberikan efek yang bermanfaat selama beberapa musim tanam di lahan. Oleh karena itu, arang tidak perlu diaplikasikan setiap musim tanam seperti pada pengaplikasian pupuk kandang, kompos dan pupuk buatan. Tergantung pada target tingkat aplikasi, ketersediaan cadangan arang dalam sistem pengelolaan tanah, penambahan arang dapat diaplikasikan secara bertahap. Bagaimanapun juga bahwa efek bermanfaat dari aplikasi arang ke tanah akan meningkat seiring waktu, dan hal ini perlu dipertimbangkan ketika saat pelaksanaan aplikasi sepanjang waktu. Pemberian arang ke dalam tanah untuk tujuan meningkatkan kesuburan, idealnya arang ditempatkan dekat permukaan tanah di daerah perakaran, dimana siklus unsur hara dan penyerapan oleh tanaman terjadi. Jika tujuan pemberian arang untuk mengikat karbon atau untuk pengelolaan kelembaban, aplikasi penempatan arang lebih tepat di lapisan bawah daerah perakaran. Jika arang diaplikasikan semata-mata untuk tujuan mengikat karbon, penempatan yang lebih dalam di tanah akan lebih baik. Gambar 15. Aplikasi arang pada lahan pertanian dan kehutanan Sumber: Major 2010 dalam Adhi, 2012) Gambar 16. Pengaruh pemberian arang pada perkembangan akar tanaman Acacia mangium (Sumber: Gusmailina, dkk. 2004) Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 31 Arang Gambar 17. (A) Aplikasi arang pada semai dan anakan Eucalyptus citriodora, (B) penampakan akar Gmelina arborea sampai 2 bulan, (C&D) Eucalyptus urophylla di lapangan sekitar Pustekolah ( Foto: dok. Gusmailina) Aplikasi arang dalam pembuatan kompos juga sangat baik, selain membuat kondisi proses pengomposan menjadi lebih optimal, arang yang memiliki pori dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang bekerja dalam proses pengomposan sebagai rumah atau home stay, sehingga proses berlangsung lebih cepat akibat produktivitas perkembangan mikroorganismenya optimal. Hasil penelitian Komarayati, Gusmailina dan Pari (2007), menunjukkan bahwa perkembangan mikroorganisme pada proses pembuatan kompos yang menggunakan arang tiga kali lebih banyak dibanding tanpa penambahan arang (Tabel 4). Tabel 4. Peranan arang dalam pembuatan arang kompos No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Parameter C organik, % N Total, % Nisbah C/N P2O5, % K2O, % MgO, % CaO, % pH Kadar air, % Total populasi Mikroorganisme/gr Kompos 18,29 0,83 22 1,27 1,84 1,08 0,97 6,40 42,13 12,6x10.000.000 Sumber : Komarayati, Gusmailina & Pari (2003). 32 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang kompos 48,59 0,94 51,70 1,76 2,37 1,28 1,28 6,40 51,69 36x10.000.000 Arang Kompos Bioaktif III. ARANG KOMPOS BIOAKTIF A. Mengenal Arang Kompos Bioaktif (Arkoba) Arang kompos bioaktif (Arkoba) adalah produk lanjutan dari arang, merupakan campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulolitik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan sebagai biofungisida, yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga akan menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat. Arang juga membuat suasana netral pada keberlangsungan proses, pori arang menjadi tempat tinggal bagi mikroba sehingga proses menjadi optimal. Keunggulan lain dari Arkoba adalah sebagai agent pembangun kesuburan tanah, karena arang yang menyatu dalam kompos mampu meningkatkan pH tanah sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Oleh sebab itu Arkoba cocok dan tepat dikembangkan secara luas di Indonesia mengingat 2/3 dari lahan pertanian maupun kehutanan berada dalam kondisi masam (pH rendah), kritis dan marjinal akibat menurunnya kandungan bahan organik tanah. Arkoba dibuat melalui proses pengomposan dengan menggunakan mikroorganisme terseleksi sebagai bioaktivator yang terdiri dari bakteri Cytophaga dan fungi Trichoderma sehingga proses pengomposan berlangsung secara terkendali dan menghasilkan produk yang kualitasnya terjamin. Mikroorganisme yang berperan sebagai aktivator tersebut tetap tersimpan di dalam Arkoba. Jika Arkoba digunakan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk mencegah penyakit busuk akar, sehingga disebut bioaktif. Arkoba dibuat dalam rangka optimalisasi dan pemanfaatan limbah industri perkayuan terutama serbuk gergaji. Produk Arkoba juga dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah organik, baik yang berasal dari sampah rumah tangga, pertanian, perkebunan atau sampah kota. Teknologi arkoba merupakan salah satu alternatif dan solusi yang tepat dalam Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 33 Arang Kompos Bioaktif mengatasi persoalan sampah kota, karena merupakan teknologi inovatif, tepat guna, serta mudah dilakukan oleh masyarakat. Teknologi ini dapat dikelola oleh perorangan, kelompok, badan usaha, atau bahkan skala industri. Berdasarkan evaluasi pengamatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada beberapa jenis media arang serbuk gergaji, terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada media campuran arang serbuk gergaji dan kompos. Oleh karena itu sejak tahun 1999 Puslitbang Hasil Hutan mulai mengembangkan produk Arkoba dengan bahan baku utama arang dari serbuk gergaji. Sedangkan bahan baku kompos berasal dari limbah organik pertanian, serasah mangium, serasah tusam, serasah campuran dari beberapa jenis pohon, serta sampah kota. Sejalan dengan program pengembangan tersebut, Puslitbang Hasil Hutan, sejak tahun 2000 juga telah melaksanakan sosialisasi sekaligus peragaan pembuatan arang kompos di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera yang dikemas dalam bentuk acara Gelar Teknologi dan Temu Lapang. Beberapa daerah tersebut antara lain di Kabupaten Serang, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Pandeglang, Ciloto (KPH Cianjur), RPH Jembolo Utara (Kota Semarang), kota Palembang dan Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. 1. Manfaat dan Keunggulan Arang Kompos Bioaktif (Arkoba) a. Arkoba mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos biasa yang dihasilkan secara konvensional. Hal ini karena selain keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, juga karena menggunakan bioaktivator yang mengandung mikroorganisme terseleksi sehingga proses pengomposan berlangsung secara terkendali. b. Mikroorganisme yang berfungsi sebagai aktivator tetap tersimpan dalam Arkoba dan jika Arkoba digunakan pada lahan, mikroba tersebut akan berperan sebagai biofungisida untuk mencegah penyakit busuk akar. c. Morfologi arang pada Arkoba mempunyai pori sangat efektif untuk mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai. d. Pori-pori arang pada arkoba juga berfungsi sebagai tempat tinggal mikroorganisme, sehingga produktivitas untuk merom-bak dan 34 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif menyediakan unsur hara di dalam tanah menjadi meningkat. e. Arkoba dapat memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah. f. Arang pada arkoba sangat efektif meningkatkan pH tanah yang sangat berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah, sekaligus memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan rendah dan kemasaman tanah yang tinggi. g. Arkoba akan menjaga stabilitas bahan organik tanah, sehingga kelestarian produktivitas tanaman terjaga. Oleh sebab itu sangat cocok diterapkan untuk mencapai keberhasilan pembangunan hutan tanaman serta kesinambungan dan kelestarian hutan. h. Arkoba dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik lengkap melalui pengkayaan unsur hara dengan bahan-bahan organik alam. i. Bahan baku yang digunakan berasal dari limbah, baik limbah kehutanan, pertanian, perkebunan, pengolahan kayu atau industri kehutanan, bahkan sampah organik dari rumah tangga atau pasar juga dapat diolah menjadi arkoba, sehingga teknologi ini merupakan teknologi bersih. 2. Pentingnya Arkoba sebagai Suplai Bahan Organik Tanah Merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya lahan akibat pemanfaatan yang melampaui batas mengakibatkan kerusakan sumberdaya lahan yang tidak dapat dihindari. Kenyataan juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi pada lahan terdegradasi yang telah dilakukan masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali (Reintjes dkk., 1999). Kenyataan juga membuktikan bahwa efisiensi pupuk kimia lebih rendah. Tanaman di lahan kering di daerah tropis kehilangan 40 sampai 50 % N yang diberikan, padi sawah kehilangan N kurang dari 60-70 %. Bila kondisi kurang mendukung, misalnya tingginya curah hujan, musim kemarau yang panjang, tingginya erosi tanah, serta rendahnya bahan organik tanah, maka efisiensinya bisa lebih rendah lagi (FAO, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999). Kenyataan juga menunjukkan bahwa pupuk kimia bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, yang kemudian akan Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 35 Arang Kompos Bioaktif menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan, sehingga produktivitas rendah. Penggunaan pupuk kimia NPK yang terus menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia (Sharma, 1985; Tandon, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999). Kenyataan lingkungan global menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul dari pelepasan Nitrogen oksida (N 2O) pada atmosfir dan lapisan di atasnya. Pada lapisan stratosfir, N 2O akan menipiskan lapisan ozon dan dengan menyerap gelombang sinar infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat dan resiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa konsekuensi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara. Mengingat bahaya ini, larangan penggunaan pupuk kimia di seluruh dunia tak bisa dikesampingkan lagi untuk masa datang (Conway dan Pretty, 1988, 1988 dalam Reijntjes dkk. 1999). Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu upaya yang lebih besar untuk mempromosikan penggunaan pupuk organik yang lebih efisien serta ramah lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini meningkatnya kecenderungan masyarakat terhadap produk-produk yang berasal dari budidaya organik yang bebas dari bahan kimia, sehingga cukup aman dan sehat untuk dikonsumsi. Penggunaan sumber pengganti N dengan limbah biomassa seperti: sampah tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, penanaman leguminosa secara bergantian dan sebagai pohon pelindung, alga biru-hijau dan bakteri pengikat N pada sawah dan hutan seperti Rhizobium dan Mikoriza merupakan alternatif solusi yang dapat dilakukan. Di sektor kehutanan limbah biomassa cukup potensial untuk digunakan seperti limbah pemanenan, sera-ah tanaman (dedaunan segar atau kering), serta limbah industri pengolahan kayu yang salah satunya adalah serbuk gergaji. Arkoba merupakan salah satu produk bahan organik yang lebih mengutamakan pada kelestarian lingkungan, dengan memanfaatkan limbah serbuk gergaji, serasah hutan, ranting, cabang/dahan yang tertinggal sewaktu pemanenan. Limbah-limbah tersebut dengan sedikit input teknologi dapat dijadikan bahan organik yang mem-punyai banyak manfaat. Dampak yang akan diperoleh dengan menggunakan produk ini adalah 36 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif meningkatnya produksi dan produktivitas tanah yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. B. Potensi Bahan Baku Arkoba Potensi sampah organik sangat tiggi, terutama dari perkotaan berpenduduk padat. Sebagai ilustrasi, pada kota dengan penduduk satu juta jiwa, akan diperoleh timbunan sampah kurang lebih setara dengan 500 ton/hari. Data untuk kota Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar sampah dari pemukiman berupa sampah organik, yang proporsinya dapat mencapai 78%. Sampah ini umumnya bersifat biodegradable, yaitu dapat terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Penguraian dari sampah organik ini akan menghasilkan materi yang kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan, sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk organik. Pada saat matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Manusia memakan tumbuhan hijau untuk kebutuhan hidup sebagai asupan makanan yang kemudian menyisakan limbah sebagai sampah. Semakin banyak manusia mengakibatkan jumlah sampah juga semakin banyak. Secara alami sampah ini akan membusuk dengan bantuan mikroba pembusuk dan mikroba pengurai dengan bantuan karbon sebagai sumber energi. Begitulah daur alami yang terjadi di alam. Sampah organik dari perumahan dengan volume yang cukup besar dapat dipandang sebagai sumberdaya hayati yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi berbagai kegiatan pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Berbagai jenis limbah (Gambar 20) dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan Arkoba. Arkoba juga dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku limbah industri penyulingan minyak atsiri seperti minyak nilam, minyak pala dan minyak daun cengkeh (Gambar 21). Arkoba yang dihasilkan dari limbah pengolahan minyak atsiri ini juga telah diuji coba aplikasikan pada berbagai jenis tanaman di lapangan, sehingga teknologi ini telah menyatu dalam berbagai aspek produksi. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 37 Arang Kompos Bioaktif Gambar 18. Sampah organik sebagai bahan baku Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 19. Limbah penyulingan minyak nilam, pala dan cengkeh berpotensi sebagai bahan baku Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 20. Sludge limbah padat industri pulp sebagai bahan baku potensial pembuatan Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) 38 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif Gambar 21. Demo masak (2 & 3) dengan menggunakan biogas sampah kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco (1) dan pembangkit listrik (4) (Foto:dok. Gusmailina) Selain limbah penyulingan minyak atsiri, juga ada limbah industri yang sangat potensial yaitu limbah sludge industri pulp kertas (Gambar 20). Hal ini didasari karena limbah padat industri pulp dan kertas mengandung bahan organik sekitar 60%, dan mengandung sumber karbon yang diperlukan bagi mikroorganisme dalam proses pengomposan. Pengolahan limbah biomassa sebagai produk bernilai ekonomi tinggi akan memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan hutan, menghemat bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan memperkuat sektor pangan, mereduksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya bernilai ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan kelestarian lingkugan. Pada tahun 1985 sampai 1986, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan bekerja sama dengan Kerajaan Belgia dengan proyek ATA 251 telah melakukan penelitian pemanfaatan limbah eceng gondok menjadi energi biogas melalui teknologi Liquid State Fermentation (LSF) dan sampah kota dengan teknologi Solid State Fermentation (SSF). SSF kemudian berlanjut hingga Pilot Plant dengan memanfaatkan sampah kota organik dengan teknologi Dry Anaerobic Composting (Dranco) dengan kapasitas masukan 2 ton per hari. Biogas yang dihasilkan dapat membiayai biaya operasional peralatan dan pembangkit listrik. Pada Gambar 23 dapat dilihat beberapa aktivitas pada saat demo menggunakan biogas sampah kota yang dihasilkan dari teknologi Dranco dan pembangkit listrik. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 39 Arang Kompos Bioaktif C. Teknologi Pembuatan Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba) 1. Pembuatan Arang Kompos Pembuatan arang kompos prinsipnya sama dengan pengomposan biasa, yaitu melalui proses fermentasi. Langkah-langkah pembuatan arang kompos adalah sbb: a. Arang yang digunakan antara lain: arang serbuk gergaji, arang sekam padi, arang kulit kayu, arang tongkol jagung, arang tempurung kelapa/ kelapa sawit yang sudah ditumbuk/dihaluskan seukuran arang sekam padi. Cara pembuatan arang dapat dilihat pada Bab II. b. Bahan kompos: serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti serasah tusam, serasah mangium, atau serasah campuran, limbah organik pertanian, limbah sayuran, jerami, kulit/tongkol jagung, sampah organik pasar dan kotoran hewan. Jika bahan baku yang akan dikomposkan berukuran besar sebaiknya digiling/dicacah dahulu dengan alat giling (chopper), golok atau parang sampai mencapai ukuran 2-3 cm. c. Aktivator: Berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif mikroorganisme. Aktivator yang digunakan mengandung pengurai lignoselulosa yang terdiri dari Trichoderma sp. dan Cytophaga sp. d. Peralatan pengomposan: Proses pengomposan dapat dilakukan pada berbagai macam wadah/tempat seperti: kotak kayu dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m, bak semen permanen, kombinasi bak semen dengan penutup kayu, dan kantong plastik jumbo. e. Pada bahan baku yang sudah dicacah ditambah serbuk arang sebanyak 5-10 % dari berat bahan baku yang akan dikomposkan; f. Tambahkan aktivator sebanyak 0,5-10 % tergantung dari keras atau lunaknya bahan yang akan dikomposkan. g. Aduk campuran hingga rata dan tambahkan air hingga kondisi kadar air campuran bahan berkisar antara 20-30 %. h. Masukkan ke dalam wadah pengomposan. i. Khusus untuk bahan yang sulit hancur seperti limbah kehutanan, sebaiknya pada minggu ke dua, ke tiga, ke empat di balik kemudian diaduk ulang, tambahkan air bila kondisi agak kering. j. Pengukuran suhu dilakukan guna mengetahui apakah proses berjalan 40 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif dengan sempurna. Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu meningkat hingga mencapai 55 0C– 600C, lalu menurun pada minggu-minggu berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah selesai dan kompos dapat dibongkar. Proses pengomposan berlangsung antara 2-4 bahkan 10 minggu tergantung bahan baku yang digunakan. Untuk limbah sayuran/ dedaunan segar pengomposan berlangsung selama dua minggu, pengomposan serasah dedaunan kering berlangsung selama satu bulan, sedangkan serbuk gergaji selama 2-3 bulan. k. Secara visual kompos yang sudah matang akan mengalami perubahan warna, sedangkan indikator kompos yang siap pakai yaitu mempunyai nisbah C/N ≤ 20. l. Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus kemudian dikemas lalu disimpan di tempat yang kering dan teduh. m. Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan. Pembuatan arang kompos juga dapat dilakukan di areal tegakan hutan. Bahan baku yang dapat digunakan berupa limbah pemanenan hutan. Ranting dan cabang yang tertinggal dijadikan arang kemudian sebagai bahan untuk kompos adalah dedaunan segar atau serasah. Proses pengomposan dapat dilakukan dengan jalan membuat lobang persegi atau lobang sepanjang larikan sedalam 0,5 m. Lobang ini sebelumnya dialas dengan plastik agar proses pengomposan tidak ada kontak langsung dengan tanah, kemudian semua bahan yang akan dikomposkan dimasukkan ke dalam lobang lalu ditutup lagi dengan plastik, kemudian biarkan sampai kompos terbentuk. Kompos yang terbentuk kemudian dapat dibongkar lalu dipindahkan, atau dibiarkan sebagai pengganti pupuk pada penanaman berikutnya. Gambar 22. Beberapa jenis wadah pengomposan (Foto: dok. Gusmailina) Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 41 Arang Kompos Bioaktif Gambar 23. Tahap awal proses pembuatan Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 24. Proses lanjutan pembuatan Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 25. Pembuatan Arkoba di bawah tegakan Acacia mangium (Foto: dok. Gusmailina) 42 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif C/N ≤ 20 Gambar 26. Skema pembuatan Arkoba (Sumber: Gusmailina dkk., 2002) D. Macam-macam Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba) 1. Arkoba Sampah Kota Sampah di perkotaan makin menimbulkan masalah yang cukup serius, karena jumlahnya sangat besar dengan jenis yang bervariasi. Di negara maju, sampah organik yang berasal dari rumah tangga, kebun/ perkebunan, pasar, pangkasan taman kota dan lain-lain dikelola secara cermat dan didaur ulang menjadi kompos yang bermanfaat sebagai bahan dasar pupuk organik. Dampak pengguna-an kompos/pupuk organik ini, memiliki nilai yang lebih tinggi dari pupuk kimia terutama untuk dikonsumsi manusia sehari-hari karena lebih sehat dan bebas dari bahan beracun akibat kelebihan pembe-rian bahan-bahan kimia. Oleh sebab itu di negara maju kompos menjadi pilihan utama bagi para petani. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 43 Arang Kompos Bioaktif Di Indonesia, sampah masih terasa sebagai beban, baik bagi RT/RW, Kelurahan, maupun Dinas Kebersihan, karena pembuangannya menimbulkan berbagai persoalan, antara lain menyangkut biaya, lahan, sarana transportasi, maupun masalah SDM. Kenyataan juga menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki kesadaran yang kurang terhadap persoalan sampah, sehingga dapat dilihat bahwa sampah menjadi penyebab timbulnya banjir bila hujan, karena memenuhi selokan/got maupun kali/sungai, sehingga air tidak dapat mengalir sebagaimana mestinya. Di wilayah pedesaan, sampah pertanian dan peternakan lebih berdaya guna, namun pengelolaannya belum optimal dan efisien sehingga manfaatnya belum terasa dibanding potensi yang ada. Meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah sampah juga akan meningkat. Timbunan sampah kota diperkirakan meningkat lima kali lipat tahun 2020. Kalau tahun 1995 jumlah rata-rata produksi sampah perkotaan di Indonesia 0,8 kg per kapita per hari, maka tahun 2000 menjadi 1,0 kg dan pada tahun 2020 diperkirakan 2,1 kg per kapita. Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi gas methana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan sampah organik 56 % akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan 486.500 ton CO 2. Masyarakat Eropa sepakat sejak tahun 2005 tidak membuang sampah organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan produksi biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia. a. Arkoba Sampah di TPA; Alternatif Reduksi Emisi dan Pemanasan Global Pemanasan global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfir yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK. Salah satu GRK yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem landfill adalah CH4 (metana) yang dihasilkan dari proses dekomposisi 44 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif bahan organik sampah secara alami. Sekalipun keberadaannya di atmosfir lebih sedikit dibanding dengan CO2 (karbondioksida) tetapi memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO2. Dengan demikian pengomposan merupa-kan salah satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA. Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 167 ribu ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau sama dengan 800 gram/hari/orang (Laksono, 2008). Dari volume sampah tersebut diperkirakan akan menghasilkan gas metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (0,75 ton). Jika produksi ratarata gas metana adalah 235 l/kg sampah, dimana 80% sampah ditimbun di TPA, maka sebanyak 0,5 juta ton metana (setara 12,8 juta ton CO2) dihasilkan dari TPA. Namun angka tersebut masih kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan kehutanan, energi, transportasi dan pertanian. Akan tetapi meskipun konstribusinya terhitung kecil, daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990). Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), pada tahun 2008 sampah yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 % atau 12.800 ton/hari. Apabila dikelola dengan baik maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan negara (Laksono, 2008). b. Reduksi CH4 dari Pembuatan Arkoba di TPA, Studi Kasus Bangkonol, Pandeglang Pengomposan sampah merupakan salah satu target alternatif untuk mereduksi emisi metana dari TPA. Jika produksi kompos sebesar 100.000 ton/tahun, maka dapat mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 600.000 ton CO2 ekuivalen per tahun (Anonimus, 1989). Menurut Henry and Heinke (1996), dari pengomposan 1,9 ton sampah dapat dihasilkan satu ton kompos, sedangkan satu ton sampah jika ditimbun di landfill dapat melepaskan 0,20-0,27 m3 CH4. Metana memiliki densitas 0,5547 g/l. Dengan demikian, jika menghasilkan satu ton kompos, emisi gas rumah kaca sebesar 0,21- 0,29 ton CH4 atau 5-7 ton CO2 ekuivalen dapat dicegah. Jika 2 ton sampah dikonversi menjadi 1 ton kompos, maka emisi sebesar 0,2-0,3 ton CH4 dapat dicegah. Nilai ini setara dengan 5-7 ton Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 45 Arang Kompos Bioaktif CO2. Dengan kata lain produksi kompos telah mereduksi emisi CH 4 sebesar 0,2-0,3 ton atau setara dengan 5-7 ton CO2. Pada tahun 2005, telah dilakukan uji coba pembuatan Arkoba di TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan sampah organik pasar sebagai bahan baku. Hampir 60% terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah sayuran, buah, pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota. Volume sampah per hari rata-rata mencapai 5-10 ton. Dalam proses pengomposan volume penyusutan mencapai 50%, karena sebagian besar bahan yang digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air tinggi. Dari 12 ton sampah yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton kompos/bulan (mulai proses awal). Selanjutnya arkoba dikemas dalam karung sebanyak 110 karung dengan bobot masing-masing karung berkisar antara 50–55 kg (Gusmailina, dkk., 2005). Jika menggunakan persamaan dan estimasi menurut Anonimus (1989), maka dari 6 ton arkoba yang dihasilkan di TPA Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton = 1,8 ton CH4, atau setara dengan 30-42 ton CO2 atau seharga dengan US $ 150-210/bulan (harga minimal), karena pada Protokol Kyoto 1997 salah satunya adalah mengatur kerangka kerja konvensi pada perubahan iklim global, dimana emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan, meskipun reduksi emisi gas rumah kaca memerlukan verifikasi dan sertifikasi. Menurut Soemarwoto (2001), harga reduksi emisi tersebut berkisar antara US$ 5 sampai 20/ton CO2. Jika di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Bangkonol, Pandeglang secara kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton/bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton/tahun. Berarti dari TPA Bangkonol Pandeglang dapat mencegah emisi metan sebesar 21,6 ton CH 4, atau setara dengan 108–151,2 ton CO2. Maka volume ini dapat menghasilkan nilai ER (Emissions Reduction) minimal per tahun sebesar US$ 540–756. Nilai ER ini kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik (sustainable municipal solids waste management). 2. Arkoba dari Gulma (Tumbuhan Pengganggu) Gulma merupakan bahan yang cukup potensial karena dapat dijumpai dimana saja, keberadaannya mengganggu tanaman budidaya yang harus disingkirkan dan dibuang. Memanfaatkan gulma menjadi Arkoba adalah solusi tepat untuk diterapkan, sebab gulma mudah diolah 46 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif dan dapat dikembalikan ke lahan sebagai suplai bahan organik atau pembenah tanah. Oleh sebab itu kepada petani dan kelompok tani disarankan agar gulma dimanfaatkan menjadi Arkoba sebagai penyedia bahan organik bagi lahan budidaya. Potensi gulma cukup banyak, beragam dan hampir selalu ada di lingkungan baik di lingkungan perumahan, kebun, sawah, atau perkebunan hutan rakyat, sehingga para petani tidak sulit untuk mendatangkan bahan baku. Jenis tumbuhan gulma bervariasi tergantung lokasi, tetapi biasanya jenis yang selalu ada adalah rumputrumputan (Graminae), ilalang, sejenis tumbuhan menjalar, Ageratum sp., ki pait, dan lain-lain, bahkan dedaunan seperti daun pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan utama. Oleh sebab itu gulma atau tumbuhan liar dan pengganggu adalah bahan baku yang cukup potensial yang dapat dimanfaatkan petani untuk dibuat kompos maupun arang kompos sebagai pengganti pupuk kimia. Pembuatan gulma menjadi Arkoba sangat mudah, dicacah secukupnya lalu tambahkan aktivator dan sedikit arang serbuk, kemudian diaduk lalu simpan didalam wadah yang tertutup. Kualitas Arkoba gulma bervariasi tergantung bahan baku yang digunakan. Biasanya makin banyak ragamnya makin baik kualitas produk yang diperoleh. Gambar 27. Gulma sebagai bahan baku Arkoba (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 28. Proses pembuatan Arkoba dari di Desa Karyasari, kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor (Foto: dok. Gusmailina) Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 47 Arang Kompos Bioaktif 3. Arkoba dari Limbah Industri Pulp dan Kertas Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri pulp dan kertas. Namun dengan semakin meningkatnya produksi, volume limbah yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari proses produksi industri pulp dan kertas akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah sludge. Teknologi Arkoba merupakan inovasi yang dipandang sebagai alternatif penanganan limbah sludge yang paling baik, karena di samping tidak mencemari lingkungan, juga menghasilkan produk yang bermanfaat dengan investasi yang relatif murah. Hasil uji coba pembuatan Arkoba dari lim-bah sludge pabrik pulp dan kertas yang dilakukan di laboratorium, menunjukkan bahwa kualitas Arkoba yang dihasilkan lebih baik dengan waktu yang lebih singkat. Kandungan unsur logam yang berbahaya juga menurun tajam, jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan baik skala internasional maupun skala nasional. Dengan demikian limbah sludge pabrik pulp dan kertas layak dipakai dan dikembangluaskan untuk konsumsi kalangan industri sendiri, baik dijual ke pasar umum, bebas maupun ekspor. Kualitas arkoba yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku sludge dapat dilihat pada Lampiran. Sekitar 80 % (15,18 ton/ha) dari kulit Acacia mangium akan terangkut ke industri pulp. Sekitar 20 % limbah kulit ini dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar boiler, sisanya 60 % akan menjadi limbah dan polutan yang potensial mencemari lingkungan, terutama perairan sekitarnya (Gusmailina dkk., 2002). Mengembalikan limbah ke areal dimana tanaman tersebut dipanen, merupakan cara yang sesuai dengan konsep ekologi serta konsep pembangunan hutan lestari yang berkesinambungan. Oleh karena itu bahan organik yang terangkut atau hilang sewaktu pemanenan, sebagian dapat terpenuhi kembali melalui teknologi daur yang berwawasan lingkungan juga. Pemberian bahan organik pada lahan dan tanaman penting dilakukan agar produktivitas lahan dan tanaman tetap terjaga, sehingga industripun dapat terus berproduksi sesuai dengan target. Limbah kulit kayu (Gambar 31) dapat digunakan sebagai substitusi alami dari media topsoil dan gambut untuk persemaian apabila ketersdiaan media terbatas dan mahal. Namun demikian kelemahan dari kulit kayu ini mempunyai C/N sangat tinggi yang menyebabkan defisiensi unsur hara pada bibit tanaman hutan (Brundrett dkk.,1996). Kulit kayu dapat terdekomposisi dengan cepat, yang menyebabkan kandungan nitrogen 48 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif tersedia dapat tercuci oleh air dan keluar serta hilang, sehingga tidak dapat diserap oleh akar tanaman (Handrech and Black, 1984). Namun beberapa jenis kulit kayu dapat menyebabkan racun bagi pertumbuhan akar, sehingga perlu diatasi melalui proses komposting dan dapat dicampur dengan beberapa bahan organik lainnya. sehingga kekurangan unsur hara essensial dapat diatasi. Dalam pengomposan diperlukan mikroorganisme sebagai aktivator untuk mempercepat degradasi kulit kayu, sehingga kulit kayu yang telah terdekomposisi dapat digunakan sebagai media tanam, dan akhirnya kulit kayu yang potensi sebagai limbah dapat dimanfaatkan. Selain kulit kayu, limbah industri pulp kertas juga menghasilkan limbah sludge sebagai hasil samping. Menurut Carter, 1983 dan Alton, 1991 dalam Rina dkk.,2002), sludge industri pulp dan kertas banyak mengandung bahan organik. Namun di Indonesia sludge masih merupakan limbah yang bermasalah karena belum dimanfaatkan secara keseluruhan, sehingga membutuhkan lahan luas untuk menampung dan membuangnya. Gambar 29. Limbah padat industri pulp dan kertas (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 30. Limbah kulit kayu pada industri kertas (Foto:dok.Gusmailina) Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 49 Arang Kompos Bioaktif Gambar 31. Limbah sludge yang memerlukan lahan luas untuk pembuangan (Foto.dok Gusmailina) Gambar 32. Pile composting limbah kulit dan sludge (Foto.dok Gusmailina) Arkoba yang dihasilkan baik, karena proses berjalan sempurna. Hal ini dibuktikan berdasarkan suhu proses yang mencapai 65 oC. Semakin tinggi suhu semakin baik, sebab mikroba yang terdapat pada aktivator akan optimal bekerja pada suhu thermofilik (suhu >55oC). Pada Lampiran dapat dilihat kualitas Arkoba yang dihasilkan dengan menggunakan bahan baku kulit kayu, sludge, dan campuran kulit kayu dan sludge, serta kulit kayu + sludge + kotoran hewan/kambing (kohe) seperti kotoran kambing. Teknologi Arkoba yang diterapkan pada percobaan pemanfaatan limbah industri pulp dan kertas berupa kulit kayu dan sludge skala laboratorium, meng-hasilkan kompos Arkoba yang memenuhi standar kualitas SNI 197030-2004. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan arkoba berkisar antara tujuh sampai delapan minggu. Pada Gambar 34 memperlihatkan salah satu teknik pengomposan yang sederhana, mudah dan murah untuk dilakukan. Teknik seperti ini juga bisa diterapkan pada skala dan kapasitas yang besar. Dengan demikian limbah industri pulp kertas tidak akan menjadi masalah lagi jika teknologi Arkoba ini diterapkan. 50 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Arang Kompos Bioaktif 4. Arkoba dari Limbah Penyulingan Nilam Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi masalah bagi pihak industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan. Setiap kali penyulingan akan didapat limbah daun sekitar 95% dari bahan yang disuling. Sementara itu arkoba nilam dapat diaplikasikan sebagai pupuk tanam nilam maupun tanaman lainnya. Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang tinggi dan berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik. Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam bahan tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang selama proses pengomposan. Selain sebagai sumber bahan kompos, limbah nilam berpotensi sebagai mulsa. Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi lingkungan tumbuh terutama dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah hasil penyulingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa perlu penelitian yang lebih seksama, karena berkaitan dengan keberadaan senyawa allelopati yang masih tersisa pada limbah tersebut. Tanaman nilam dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk organik. Namun demikian, rendahnya kondisi sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa menyebabkan tanaman nilam tidak diberi pupuk yang memadai dan hanya mengandalkan dari tingkat kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan. Pembuatan arkoba dari limbah hasil penyulingan minyak nilam memberikan hasil yang cukup baik dan perlu disaran-kan kepada petani penyulingan nilam. Kualitas arkoba yang dihasil-kan dapat dilihat pada Tabel 5. Pola pengelolaan usaha budidaya dan penyulingan nilam dapat dilihat seperti pada Gambar 36. Limbah dari penyulingan diolah menjadi arkoba selanjutnya Arkoba digunakan untuk pupuk pada budidaya tanaman nilam. Hasil yang diperoleh selain pertumbuhan nilam menjadi lebih baik, rendemen dan kualitas minyak nilam yang dihasilkan juga lebih baik secara signifikan. Produksi nilam meningkatkan hingga 120 ton segar atau setara 30 ton kering per ha. Tanpa arkoba, pekebun hanya memperoleh panen 50 ton segar atau 12 ton kering. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 51 Arang Kompos Bioaktif Gambar 33. Arkoba limbah penyulingan nilam (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 34. Pola pengelolaan nilam sekaligus pemanfaatan limbah (Foto: dok. Gusmailina) Tabel 5. Analisis unsur hara makro arkoba dari limbah penyulingan nilam Parameter pH (1 : 1) Moisture Content, % C organik, % C/N ratio P2O5 CaO total, % MgO total, % K2O total, % Arkoba 7,30 49,98 37 1,4 19 1,1 1,2 1,1 1,7 Rendah 6,60 24,90 14,50 0,60 <10 0,30 2,70 0,30 0,20 PPHK* Sedang 7,30 35,90 19,60 1,10 10-20 0,90 4,90 0,70 0,60 *) PPHK = Pedoman pengharkatan Hara kompos (Biotrop) **) SNI 19-7030-2004 52 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Tinggi 8,20 52,60 27,10 2,10 >20 1,80 6,20 1,60 1,40 SNI** Min Maks 6,8 7,49 50 9,8 32 0,4 10 20 0,1 0 0,20 - Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang IV. APLIKASI ARKOBA, PROSPEK DAN PELUANG A. Aplikasi Arkoba Dari beberapa aplikasi Arkoba yang telah diuji cobakan baik di laboratorium, maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi Arkoba meningkat hingga dua kali lipat dibanding dengan yang tidak diberi Arkoba. Hasil yang diperoleh dengan aplikasi Arkoba di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak-choi, brokoli, dan wortel pada lahan seluas 400 m2, produksi meningkat 150 kg, jika dibandingkan dengan pupuk yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi. Selain itu juga mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia sebesar 40 %. Demikian juga Aplikasi Arkoba pada tanaman jati umur 5 tahun di hutan tanaman JIFPRO, Sekaroh, Mataram, Lombok memberikan hasil yang baik dan signifikan (Gambar 35). A B Gambar 35. Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman pertaniancabai gendot, brokoli dibawah tegakan Pinus, dan salderi (A) Aplikasi Arkoba pada tanaman kehutanan jati (B) (Foto: dok. Gusmailina) 1. Produksi dan Aplikasi Arkoba di Desa Karyasari Di desa Karyasari, Kabupaten Bogor, produksi Arkoba lebih difokuskan untuk memacu produktivitas daun murbei untuk budidaya ulat sutera. Selain itu juga diaplikasikan pada budidaya nilam, pepaya, dan Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 53 Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang tanaman Melaleuca bractheata. Hasil yang diperoleh sangat meyakinkan, karena hanya dengan memberi Arkoba 0,5 kg/rumpun pada tanaman murbei yang berumur 10 bulan (Gambar 36), jumlah daun murbei meningkat sebesar lima kali lipat, selain itu juga meningkatkan kualitas benang sutera yang dihasilkan. A B Gambar 36. Transfer teknologi Arkoba kepada Kelompok Tani Rimba Sejahtera di Desa Karyasari, Leuwi. Liang, Kabupaten Bogor, serta aplikasi pada tanaman murbey (A), palawija, nilam dan tanaman Kehutanan (B) (Foto: dok. Gusmailina) 2. Produksi dan Aplikasi Arkoba dari Garut Salah satu daerah binaan yang telah memproduksi dan mengaplikasikan Arkoba adalah Kabupaten Garut. Terdapat 12 Kelompok Tani binaan Dinas Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan produksi Arkoba, namun baru tujuh kelompok yang aktif sebagai produsen. Kelompok tersebut dikoordinasi oleh LSM Gepak dan Arkoba yang dihasilkan langsung digunakan pada persemaian dan penanaman di lapangan. Aplikasi Arkoba pada tanaman kol sangat baik dengan produksi kol yang lebih besar dan lebih padat dengan kisaran berat 3-5 kg/buah. Padahal biasanya maksimum hanya 2 kg/buah (Gambar 39). Demikian juga aplikasi arkoba pada tanaman hias (bunga ros/ mawar dan algebra) sangat bagus. Efek yang ditunjukkan adalah selain warna bunga dan daun lebih cerah dan tajam, juga lebih tahan (tidak mudah gugur), bahkan jika dibiarkan kelopak bunga sama sekali tidak rontok sampai kering (Gambar 40). 54 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang Gambar 37. Aplikasi Arkoba pada tanaman sayuran kol (Foto: dok. Gusmailina) Gambar 38. Aplikasi Arkoba pada tanaman bunga (Foto: dok. Gusmailina) Kabupaten Garut menggunakan Arkoba selain untuk tanaman pertanian, juga untuk menunjang program GERHAN 2003-2004 dengan mengembangkan arang kompos sebanyak 360 ton sampai dengan bulan April 2004. Pada tahun 2008, 80 % Arkoba yang dihasilkan diserap oleh kegiatan GERHAN, sisanya dipakai sendiri oleh anggota kelompok untuk budidaya, dijual ke pedagang atau pesanan khusus, seperti ke Bekasi, Lampung, Bogor, dan Cianjur. Hingga tahun 2008 kelompok ini telah melakukan produksi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Aplikasi Arkoba di lokasi GERHAN pada tanaman Suren tahun tanam 2004, menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman mencapai sekitar 6 m dengan diameter sekitar 15-20 cm. Sedangkan suren yang ditanam tanpa Arkoba, tinggi tanaman hanya mencapai 3 m. Sistem pola Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 55 Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang tanam adalah tumpang sari, dengan tanaman pepaya di pinggir lahan, sedangkan di tengah ditanami jagung, kopi, pisang, dan temu-temuan, dengan konsep penghasilan mulai dari bulanan hingga tahunan. A B Gambar 39. Aplikasi Arkoba pada lahan Gerhan di lokasi Ranca Salak, Kab. Garut (A); Arang kompos produksi Garut (B) (Foto: dok. Gusmailina) Kualitas Arkoba yang diproduksi oleh beberapa kelompok yang dikoordinir oleh LSM Gepak di Garut bervariasi setiap kali produksi. Unsur hara makro yang terkandung dalam Arkoba produksi Garut antara lain: C organik =30-35 %; N total=1,4-1,8%; P total=0,3-1,2%; K=0,5-1,0%; Ca=1,0-1,2%; dan Mg=0,4-1 %. Dibandingkan dengan Pedoman Pengharkatan hara kompos (PPHK) (Anonimus, 2000) dan SNI (Anonimus, 2004), maka rata-rata kualitas Arkoba produksi Garut sudah termasuk ke dalam kriteria sedang sampai tinggi. Sehingga Arkoba produksi Garut layak untuk dikembangkan dan dipasarkan secara nasional (Gambar 39 B). Tabel 6. Perbandingan kualitas arang kompos bioaktif Garut dengan standar yang diakui Parameter pH (1 : 1) Moist cont, % C organik, % N total, % C/N ratio P2O5 total, % CaO total, % MgO total, % K2O total, % PPHK * SNI ** Arkoba produksi Garut rendah sedang tinggi 7.25 – 7,30 29,98 30 - 35 1,4 – 1,8 19 - 20 0,3 – 1,2 1,0 – 1,2 0,4 - 1 0,5 – 1,05 6.60 24.90 14.50 0.60 <10 0.30 2.70 0.30 0.20 7.30 35.90 19.60 1.10 10~20 0.90 4.90 0.70 0.60 8.20 52.60 27.10 2.10 >20 1.80 6.20 1.60 1.40 Keterangan : *) PPHK (Anonim, 2000); **) Anonimus (2004) 56 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Min 6.8 9.8 0.4 10 0.1 0.20 Max 7.49 50 32 20 * Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang Penggunaan Arkoba juga dilakukan pada tanaman tembakau dan hasilnya sangat bagus. Tembakau yang ditanam dengan Arkoba menghasilkan daun rajangan seberat 7,5 ons, sedangkan yang tidak menggunakan Arkoba hanya mempunyai berat 3 ons. Dengan demikian daun tembakau yang ditanam dengan Arkoba memberikan hasil daun 2 kali lebih banyak dibanding dengan daun tembakau yang tidak menggunakan Arkoba. Pengeringan daun tembakau yang ditanam dengan menggunakan Arkoba juga lebih efisien, hanya membutuhkan waktu 3-4 hari pengeringan, sedangkan yang tidak menggunakan Arkoba memerlukan waktu lebih lama. Demikian juga aroma rajangan daun tembakau yang ditanam dengan Arkoba lebih tajam dibanding dengan aroma rajangan daun yang tidak pakai Arkoba. Pada Tabel 7 dapat dilihat perbandingan efek penggunaan Arkoba pada tanaman tembakau dubanding dengan tembakau yang ditanam tanpa menggunakan Arkoba dan efisiensi penggunaan pupuk. Selain itu penggunaan Arkoba lebih efisien, hanya 24 karung. Sedangkan tembakau yang ditanam memakai pupuk yang bukan Arkoba mencapai 40 karung. Tabel 7. Efek penggunaan Arkoba pada tanaman tembakau No 1 2 3 4 5 Parameter Lebar daun Berat daun rajangan Pengeringan daun Aroma daun Penggunaan pupuk Pakai Arkoba 60 x 80 cm 7,5 ons/3 pohon 3-4 hari Lebih tajam 24 karung Tanpa Arkoba 20 – 30 cm 3 ons/3 pohon Sampai 30 hari Biasa/kurang tajam 40 karung pakai pupuk biasa 3. Pembuatan dan Aplikasi Arkoba di Kabupaten Muaro Jambi Aplikasi Arkoba pada beberapa jenis tanaman sayuran di Kabupaten Muaro Jambi, diawali dengan sosialisasi pembuatan arang dan arkoba di salah satu sawmill di tepian Sungai Batanghari dengan memanfaatkan limbah serbuk gergaji (Gambar 41). Hasil yang diperoleh sangat memuaskan dan sangat nyata (Gambar 42). Hasil penelitian pemanfaatan Arkoba sebagai campuran media partumbuhan anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan anakan gaharu (Aquilaria malaccensis) dua jenis tanaman andalan setempat yang sedang dikembangkan, menunjukkan bahwa pertumbuhan anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 57 Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang gaharu (Aquilaria malaccensis) pada media ASG dan ASGJ berpengaruh nyata. Pertambahan tinggi dan diameter anakan, meningkat masing-masing mencapai 2-4 kali lipat dibanding dengan kontrol. Arkoba yang dibuat dan diaplikasikan adalah Arkoba serbuk gergaji yang dicampur dengan jerami padi. Analisis Arkoba yang diperoleh adalah sebagai berikut : pH Arkoba serbuk gergaji berkisar antara 6,2-7,1; C organik=30,42-39,21%; N total=1,421,77%; Nisbah C/N=19,6-27,0; P=1,46-2,44%; K=0,79-0,98%, Ca=1,82-3,06%; Mg=0,42-1,32%; KTK=14,66-28,38 me/100 g; dan kadar air=26,51-37,34%. Hasil pengamatan selama tiga bulan menunjukkan bahwa pengaruh penambahan 40% Arkoba serbuk gergaji dan pupuk kandang pada tanaman Eusyderoxylon zwageri dan Aquilaria malaccensis dapat meningkatkan pertambahan tinggi dan diamater batang tanaman masing-masing 2,2 dan 1,6 kali lebih baik dibanding kontrol. Gambar 40. Pelatihan produksi Arkoba di Kabupaten Garut (Foto: dok. Gusmailina) A Gambar 41. Sosialisasi pembuatan Arkoba di Jambi (Foto: dok. Gusmailina) B Gambar 42. Aplikasi Arkoba pada tanaman Cabai dan Salderi di Jambi (A); Aplikasi Arkoba pada anakan bulian dan tanaman penghasil gaharu di Jambi (B) (Foto: dok. Gusmailina) 58 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang cm 50 45 40 35 30 25 bulian 20 gaharu 15 10 5 0 Ao A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 Gambar 43. Pengaruh pemberian Arkoba terhadap pertambahan tinggi anakan bulian (Eusyderoxylon zwageri) dan gaharu (Aquilaria malaccensis) selama 4 bulan di kebun bibit Dinas Kehutanan Jambi 4. Aplikasi Arkoba pada Tanaman Nilam Penambahan Arkoba pada budidaya nilam memberikan pengaruh sangat baik terhadap rendemen minyak nilam. Pada Tabel 8 dapat dilihat pengaruh penambahan Arkoba terhadap rendemen minyak hasil penyulingan nilam. Tabel 8. Pengaruh penambahan arkoba terhadap rendemen minyak nilam No Perlakuan penanaman nilam Rendemen minyak nilam,% 1 Tanpa Arkoba 2 – 2,1 2 Memakai Arkoba 3 – 4,5 Tabel 9 menyajikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan nilam yang diberi Arkoba lebih baik dibanding pertumbuhan yang tidak diberi Arkoba yaitu lebih kokoh, daun lebih lebar, dan mengkilat dengan warna lebih cerah dan tajam. Pemberian Arkoba juga berpengaruh terhadap rendemen minyak nilam, yaitu mencapai 3-4,5 %, dengan rata-rata 4 %, sedangkan rendemen minyak nilam yang ditanam tanpa menggunakan Arkoba hanya berkisar 2-2,3 % dengan rata-rata 2 %. Kadar patchouli alkohol minyak nilam yang ditanam dengan penambahan Arkoba yaitu 40,01%, sedangkan yang tanpa Arkoba hanya 32,26%. Mengacu pada syarat SNI 06-2385-1998, hasil analisis kualitas minyak nilam pada uji coba ini, semua kriteria masuk ke dalam standar yang disyaratkan. Hasil percobaan ini menunjuk-kan bahwa penambahan Arkoba pada budidaya nilam memberikan pengaruh sangat baik, baik terhadap produktivitas nilam maupun terhadap kualitas minyak yang Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 59 Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang dihasilkan. Dengan demikian penggunaan Arkoba pada budidaya nilam selanjutnya sangat dianjurkan. Tabel 9. Pengaruh penambahan arkoba terhadap kualitas minyak nilam Karakteristik Berat jenis 25/25oC Dengan arkoba 0,957 Hasil analisis kualitas minyak nilam Tanpa Hasil penelitian SNI 06-2385arkoba Rumondang, 2004 1998 0,956 0,967 0,943-0,983 Indek bias 20oC 1,511 1,506 1.506 1.506-1.516 Putaran optik - 59 - 0,53 - 51 (-47o) – (-66o) Kelarutan dalam alkohol 90 % Bilangan asam maksimum Bilangan ester maksimum Patchouli alkohol, % o o o 1:1 1:1 1:1 1:10 4,5 4,3 4,23 5,0 3,97 3,90 12,29 10,0 40,01 32,26 33,14 - 5. Aplikasi Arkoba pada Anakan/Bibit Tanaman Jati Aplikasi Arkoba sebagai campuran media tumbuh anakan jati di KRPH Jembolo Utara (Jawa Tengah) selama 4 bulan menunjukkan bahwa pemberian Arkoba dari serbuk gergaji dapat meningkatkan tinggi dan jumlah anakan yang hidup sebesar 100 %. Demikian juga pada percobaan penggunaan Arkoba pada anakan Gmelina, dimana hasil yang diperoleh dapat meningkatkan pertambahan tinggi dan diamater batang tanaman masing-masing 2,2 dan 1,6 kali lebih baik dibanding kontrol (Komarayati, dkk., 2000). B. Prospek dan Peluang Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis memiliki kawasan hutan yang luas sebagai paru-paru dunia sekaligus dinobatkan sebagai negara kedua setelah Brazil tentang kekayaan keanekaragaman hayatinya. Berbagai produk industri hasil hutan telah dimanfaatkan manusia sejak ribuan tahun silam. Kayu adalah produk paling populer disamping rotan dan damar. Aplikasi kayu telah merambah berbagai lini kehidupan manusia. Pengolahan kayu akan menghasilkan berbagai limbah seperti serbuk gergaji dan serpihan kayu. Beberapa industri pengolah kayu telah menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar pengeringan kayu. Namun 60 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang masih banyak dijumpai industri pengolahan kayu yang membuang limbah ke sungai, sehingga mencemari lingkungan dan menyebabkan pendangkalan sungai serta dapat membunuh biota di perairan tersebut. Arang dan Arkoba adalah produk yang dihasilkan dengan teknologi yang mudah dan murah karena memanfaatkan limbah sebagai bahan baku utamanya. Jika teknologi arang dan arkoba ini secara kontinyu diterapkan, maka hasil yang akan diperoleh selain kebersihan lingkungan juga mengembalikan kesuburan lahan sehingga produktivitas lahan dan tanaman dapat ditingkatkan. Gambar 44. Arkoba (Arang kompos Bioaktif) dalam kemasan Foto: dok. Gusmailina Keberlanjutan produksi pertanian padi di Indonesia sangat bergantung pada pemupukan yang efektif namun tidak ber-efek negatif pada kesuburan lahan dalam jangka panjang. Tingginya volume sampah organik perkotaan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku potensial bagi pembuatan Arkoba yang dapat digunakan sebagai pupuk organik dalam budidaya padi atau budidaya tanaman lainnya. Pemakaian Arkoba untuk pertanian memberikan keuntungan ekologis maupun ekonomis. Bahan organik yang terkandung dalam pupuk berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan kesu-buran tanah, serta mengurangi ketergantungan pada pupuk an-organik/kimia. Pemupukan organik yang banyak diaplikasikan oleh petani di Indonesia adalah aplikasi pupuk kandang. Meskipun demikian, penggunaan pupuk kandang belum dapat meningkatkan kembali produktivitas pertanian padi karena kurangnya perbaikan struktur dan kesuburan tanah sawah padi. Struktur dan kesuburan tanah dapat diperbaiki dengan penggunaan pupuk sejenis pembenah tanah seperti kompos atau Arkoba. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 61 Aplikasi Arkoba, Prospek dan Peluang Sebenarnya peluang pemanfaatan bahan organik untuk produk kompos atau Arkoba di Indonesia cukup terbuka lebar dan dapat dijadikan peluang bisnis baik usaha kecil, menengah maupun skala besar. Sudah banyak penelitian yang dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah, lembaga tertentu atau institusi akademisi/universitas. Namun sayangnya belum terkoordinasi dan teraplikasi dengan baik untuk mencapai sasaran yang tepat. Tanpa adanya networking dan transparansi dalam pengelolaan limbah agar dapat dimanfaatkan sebagai produk yang bermanfaat, misalnya melalui waste exchange atau bursa limbah, maka pengelolaan tersebut akan selalu menjadi cost center, bukan suatu profit center. Indikasi permasalahan saat ini adalah peluang agar teknologi ini dapat teraplikasi meski dengan dasar bisnis kerakyatan dengan tetap memperhatikan asas kelestarian, kepedulian, dan manfaat. 62 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Penutup V. PENUTUP Arang memiliki pori yang mempunyai kemampuan sebagai adsorbent atau penjerap, mampu menahan nutrisi dan air lebih lama, sehingga bisa berperan sebagai slow release fertilizer. Bila semua limbah biomasa bisa dikonversi menjadi energi dan hasil samping arang, maka pabrik tersebut telah mengurangi pemanasan global ( carbon neutral fuel with biomass & carbon negative with biochar application) dan benar-benar zero waste. Hal ini jelas akan menjadi solusi atas kampanye negatif perkebunan sawit di Indonesia. Teknologi pirolisis dalam proses pengarangan yang sesuai untuk skala tersebut tentu menjadi kebutuhan. Ditinjau dari kondisi iklim global, neraca keseimbangan karbon antara perluasan lahan sawit, karbon yang dilepas ketika proses produksi arang/ biochar dengan pirolisis dan penyerapan karbon dari atmosfer oleh arang. Optimasi dari ketiganya akan memberikan hasil terbaik untuk lingkungan, kesejahteraan manusia dan ekosistem. Dengan demikian arang merupakan salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan di muka bumi ini. Aplikasi arang dari bahan yang tepat dan dosis yang sesuai merupakan kunci sukses dalam usaha meningkatkan hasil tanaman. Usaha untuk menemukan komposisi yang tepat dapat kita lakukan sesuai dengan kondisi lahan yang spesifik. Arang berguna sebagai alat yang penting untuk meningkatkan keamanan pangan dan keragaman tanaman di wilayah dengan tanah yang miskin hara, kekurangan bahan organik, dan kekurangan air dan ketersediaan pupuk kimia. Arang juga meningkatkan kualitas dan kuantitas air dengan meningkatnya penyimpanan tanah bagi unsur hara dan agrokimia yang digunakan oleh tumbuhan dan tanaman. (IBI, 2012). Selain itu penambahan arang ke tanah akan meningkatkan ketersediaan kation utama dan posfor, total N dan kapasitas tukar kation tanah (KTK) yang pada akhimya meningkat-kan hasil karena dapat mengurangi risiko pencucian hara khususnya kalium dan N-NH4 (Bambang, 2012). Tidak kalah pentingnya teknologi Arkoba merupakan teknologi inovatif yang perlu dipertimbangkan keberadaannya. Teknologi ini bertujuan selain untuk memperkaya arang juga menjawab berbagai isu Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 63 Penutup kekhawatiran perubahan iklim yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. TPA sebagai salah satu sumber emisi methan (CH 4) yang mempunyai kekuatan 23 kali dibanding CO 2 dapat dicegah dan dikurangi pelepasannya ke atmosfir dengan teknologi ini. Teknologi Arkoba dari sampah tidak hanya memberikan keuntungan teknis, tetapi juga memiliki implikasi ekonomis. Hal ini dimungkinkan melalui mekanisme perdagangan gas rumah kaca dengan harga reduksi emisi sebesar US$ 5–20/ton karbon. Demikian juga dengan berbagai jenis limbah lainnya dapat dijadikan sebagai sumberdaya untuk dijadikan Arkoba. Bahkan tanaman pengganggu yang berasal dari kebun petani dapat dijadikan Arkoba secara sederhana, mudah, murah, dan cepat. Arkoba yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik dari kompos yang dihasilkan secara konvensional. Uji coba Arkoba pada berbagai jenis tumbuhan dan tanaman meningkat hingga 2-4 kali lipat, baik pertumbuhannya maupun produksi yang diperoleh, sehingga penerapan Arkoba sangat menguntungkan. Pengembangan dalam rangka efisiensi Arkoba dapat dilakukan dengan mencetak Arkoba dalam bentuk briket media. Produk ini merupakan pengembangan lebih lanjut guna memenuhi tuntutan bahwa dalam aplikasi penghijauan skala nasional yang luas terdapat kendala penanaman pada lahan target yang sulit dijangkau, sehingga tidak ekonomis apabila bibit dibawa dengan menggunakan tenaga manusia. Produk ini dirancang sebagai media bibit sekaligus pengganti polybag, sehingga dalam operasional pada lahan sulit dilakukan dengan menggunakan kabel layang. Briket media ini berukuran tinggi 10 cm, diameter 5 cm. Di tengah-tengah terdapat lobang untuk penempatan biji tanaman. Media ini cukup mensuplai unsur hara sampai bibit berumur 4-5 bulan hingga bibit siap tanam di lapangan. Briket media arkoba merupakan terobosan baru untuk menunjang kegiatan penghijauan nasional, dan berfungsi sebagai pengganti polybag sehingga tidak perlu membuka polybag sewaktu penanaman. Pengolahan limbah biomassa sebagai produk bernilai ekonomi tinggi akan memiliki banyak keuntungan antara lain mencegah penggundulan hutan, menghemat bahan bakar fossil, mengurangi pencemaran lingkungan, mencegah kelaparan dan memperkuat sektor pangan, mere-duksi gas rumah kaca dan menjadi kegiatan produktif bernilai ekonomi dengan mengolah limbah biomassa yang pada awalnya 64 | Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang Penutup bernilai ekonomi rendah menjadi produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan kelestarian lingkugan. Di sektor perkebunan, perluasan kebun sawit di Indonesia semakin digalakkan untuk mengejar komoditas non-migas. Peruntukkan lahan untuk perkebunan sawit harus dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan komprehensif, sehingga tidak merusak keseimbangan lingkungan. Hal ini menjadi sorotan para pencinta lingkungan, dan pasar pengguna produk sawit dari Indonesia. Hal ini karena faktor lain yang perlu diperhatikan adalah produktivitas perkebunan sawit itu sendiri. Dengan teknik budidaya yang baik atau mulai intensifikasi maka produktivitas sawit Indonesia akan meningkat. Dibandingkan Malaysia dengan produktivitas kebun sawitnya 3,5 ton CPO/ha, sedangkan Indonesia hanya 2,5 ton CPO/ha/tahun. Akibat perbedaan produktivitas tersebut Malaysia yang luas kebun sawitnya hanya 61,5% dari luas Indonesia tetapi mampu memproduksi CPO hingga 17 juta ton atau 85,3 % dari produksi CPO Indonesia. Peningkatan produktivitas tersebut salah satunya adalah dengan pemupukan yang baik dan berkualitas. Proses produksi CPO akan banyak menghasilkan limbah biomasa yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi pabrik CPO tersebut dan hasil samping berupa arang. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang | 65 DAFTAR BACAAN Adhi, R.K. 2012. Biochar sang pembenah tanah. Kementan BPPSDMP. Situs web Widyaiswara Pertanian. Jakarta. Adam, I. H. 1998. Membuat tungku bioarang. Jakarta: Kanisius. ASTM. 1982. Coal and coke. Philadelphia : American society for testing and material,. Anonimus. 1989. Abwasser technische vereinigung (ATV), Recovery, processing and utilization of biogas, Korrespondenz Abwasser, 36 (13), pp. 153 – 164, 1989. Anonim. 2000. Pedoman pengharkatan hara kompos. Laboratorium Natural Products. Bogor : SEAMEO – BIOTROP. Anonim. 2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. SNI 197030-2004. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional [BSN]. Anonim. 2003. Kompos sludge & fly ash. Proses pembuatan dan aplikasi di HTI. Divisi R & D. PT. Arara. Tidak diterbitkan. Angel. 1995. Kayu kimia ultra struktur reaksireaksi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Bambang Sapto A. 2012. Si hitam biochar yang multiguna. Surabaya : PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). Cerda, A. 2000. Aggregate stability against water forces under different climates on agriculture land and scrubland in southern Bolivia. Soil Till Res 57,159-166. Dariah A.,& Nurida, N.L. 2012. Pemanfaatan biochar untuk meningkatkan produktivitas lahan kering beriklim kering. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. 12 (1). 2012 (Edisi Khusus). Seminar Nasional 26-27 Juni 2012. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Eneje. R.C., Oguike, P.C., & Osuaku. 2007. Temporal variations in organic carbon, soil reactivity and aggregate stability in soils of contrasting cropping history. African JBiotechnol 6(4), 369-374. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). 2006. Biofertilizer manual. Japan Atomic Industrial Forum (JAIF). pp 124. Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and Chemical Properties of Highly Weathered Soils in The Tropics With Charcoal: A Review. Biology and Fertility of Soils 35:219230 Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan Proyek. Bogor : Pusat Litbang Hasil Hutan. Gusmailina, Komarayati, S., &. Pari, G. 2005. Pengembangan pembuatan arang kompos dalam rangka menunjang GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di Pandeglang, Prov. 66 Banten. Laporan Hasil Penelitian. Bogor : Pusat Litbang Hasil Hutan. Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 2002. Pedoman pembuatan arang kompos. ISBN: 979-3132-27. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Gusmailina, Komarayati, S., &. Pari, G. 2007. Pengembangan teknologi arang kompos bioaktif di TPA (Tempat Pembuanagan Akhir) dalam rangka pengurangan dampak pemanasan global. Makalah pada seminar MAPEKI. Kalimantan: Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjung Pura. Gusmailina. 2007. Mengeliminasi kemungkinan kegagalan GERHAN melalui teknologi dan aplikasi arang kompos bioaktif. Buku panduan dalam rangka pelatihan peningkatan kualitas arang kompos bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas Kehutanan Kab Garut dengan KopKar GEPAK Wira Satria Sejati. Desember 2007. Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB. Makalah pada Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar), Nopember 2007. Kerjasama. Puslitbang Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Gusmailina, Komarayati, S.. Pari, G., & Hendra, D. 2002. Kajian teknologi pengolahan arang dan limbah pengolahan pulp dan kertas di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Teknologi Hasil Hutan. Bogor Gusmailina & Komarayati, S. 2008. Teknologi inovasi penanganan limbah industri pulp dan kertas menjadi arang kompos bio aktif. Makalah pada Seminar Teknologi Pemanfaatan Limbah Industri Pulp dan Kertas untuk Mengurangi Beban Lingkungan. Kerjasama antara Puslitbang Hasil Hutan, Bogor dengan PT. TEL Palembang. Gusmailina, Pari, G., & Komarayati, S. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan proyek. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Gusmailina, Komarayati, S., Pari, G. & Roliadi, H. 2004. Socialization and application of charcoal compost. Proceeding of the international workshop on “Better Utilization of Forest Biomass for Local Community and Environments”. Cooperation between Research Development Center for Forest Products Technology (RDCFPT, Indonesia) and Japan International Promotion and Cooperation Center (Jifpro, Japan). Bogor. 67 Gusmailina & Komarayati, S. 2003. Prospek penggunaan arang untuk meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba tanah. Prosiding Seminar Mikoriza Bandung, 16 September 2003. Bandung. Glaser, B, J Lehmann and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal –A review. Biol & Fertility of Soils 35, 219–230. Glaser, B., L. Haumaier, G. Guggenberger and W. Zech. 2001.The Terra Preta phenolmenon – A model for sustainable agriculture in the humid tropics. Naturwissenschaften. 88, 37–41. Hamzah, A., Z. Kusuma, W.H. Utomo dan B. Guritno. 2012. Penggunaan tanaman Vetiveria zizanoides dan biochar untuk remediasi lahan pertanian tercemar limbah tambang emas. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. Volume 12 Nomor 1, 2012 (Edisi Khusus). Seminar Nasional 26-27 Juni 2012. Malang : Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Hsieh, S.C. and C. F. Hsieh, 1990. The of organic matter In crop production. Paper presented at seminar on the organic fertilizer in crop production. At Suweon, South Korea 18-24 June 1990. Henry, J. G., 1996. Solid wastes (Chapter 14). Environmental science and engineering, ed. J. G. Henry and G.W. Heinke, Prentice-Hall International: New Jersey, pp. 567-619, Houghton, J.T., G.J. Jenkins and J.J. Epharaums, 1990. Climate change. The IPCE Scientific Assessment Cambridge University Press. New York. Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amandement of tropical soil, association for international cooperation of agriculture and forestry. P 127-134. JFE. 2012. Project with aim to market the continuous pyrolysis technology and business systems for Indonesia and Southeast Asia Region. Yogyakarta. Pirolisis skala industri paling mudah digunakan. Magazine JFE-pyroproject John, G. H., 1989. Suatu pengantar hasil hutan dan ilmu kayu. Yogyakarta: Gadjah Mada. Juniadi, 2012. Teknis pembuatan arang sekam. Lembang: Balai Besar Pelatihan Pertanian. www.bbpp-lembang.info. Komarayati, S. Gusmailina, G. Pari dan H. Pari. 2000. Aplikasi arang kompos sebagai campuran media tumbuh anakan jati di KRPH Jembolo Utara, Jawa Tengah. Laporan Gelar Teknologi. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor. Komarayati, S. Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan Bogor, (20) 3, 231 – 242. 68 Komarayati S., Gusmailina & Pari, G. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan Bogor, (20) 3, 231 – 242. Komarayati, S., Gusmailina & Santoso, E. 2007. Teknologi produksi skala kecil pupuk organik plus arang (POA) dari sludge industri pulp dan kertas. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. Komarayati, S. & Pari, G. 2012. Arang hayati dan turunannya sebagai stimulan pertumbuhan Jabon dan Sengon. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman, (12)1, 2012. Malang:Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Kurnia E, Agus F., Adimihardja, A., & Dariah, A. 2006. Sifat fisik tanah dan metode analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Laksono, T.S. 2009. Asdep pengendalian limbah domestik Kementrian Negara LH, Jakarta. (Diskusi langsung). Lehmann,J. and S,Joseph. 2009. Biochar for environmental management: science and technology. Earthscan-UK.p, 71-78. Lehmann, J. 2007. Biochar for mitigating climate change: carbon sequestration in the black. Forum Geookol 18(2):15-17. Lehmann, J. and M, Rondon. 2005. Bio-char soil management on highlyweathered soils in the humid tropics. In: N. Uphoff (ed.), Biological Approaches to SustainableSoil Systems, Boca Raton, CRC Press. Lehmann, J, J.P. da Silva Jr, C. Steiner, T. Nehls, W. Zech and B. Glaser. 2003. Nutrient availability and leaching in an archaeological anthrosol and a ferralsol of the Central Amazon basin: fertilizer, manure and charcoal amendments. Plant and Soil, 249, 343– 357. Lehmann, J., N. Kaempf, W.I. Woods, W. Sombroek, D.C. Kern, T.J.F. 2003. Classification of Amazonian Dark Earths and other Ancient Anthropic Soils" in "Amazonian Dark Earths: origin, properties, and management . Chapter 5. (eds J. Lehmann, D. Kern, B. Glaser & W.I. Woods); cited in Lehmann et al., 2003, pp. 77–102. Major, J. 2010. Guidelines on Practical Aspects of Biochar Application to Field Soil in Various Soil Management Systems . International Biochar Initiative. www.biochar-international.org Mindawati, N., N.H.L. Tata, Y. Sumarna dan A.S. Kosasih. 1998. Pengaruh beberapa macam limbah organik terhadap mutu dan proses pengomposan dengan bantuan efektif mikroorganisme 4 (EM4). Buletin Penelitian Hutan Bogor. No. 614 : 29-40. 69 Nurida, N.L., Rachman, A., & Sutomo. 2012. Potensi Pembenah Tanah Biochar Dalam Pemulihan Sifat Tanah Terdegradasi dan Peningkatan Hasil Jagung Pada Tepic Kanhapludults Lampung. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. Volume 12 Nomor 1, 2012 Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang. Okimori, Y, Ogawa, M. and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2 Reduction by Carbonizing biomass waste from Industrial Tree Plantation in South Sumatera, Indonesia. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change 8. p 261-280. Pari, G. 2010. Peran dan masa depan arang yang prospektif untuk Indonesia. Orasi Ilmiah Profesor Riset. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta 20 Mei 2010 Pohan. 2002. Pengaruh suhu dan konsentrasi natrium kidroksida pada pembuatan karbon aktif dan sekam padi. Balai Pengembangan Khemurgi dan Aneka Industri. Balai Besar Penelitian dan Pengambangan Industri Hasil Pertanian. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta. Prasetyo, B.H., & Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2), 39-46. Radiansyah, A.D. 2004. Pemanfaatan sampah organik menjadi kompos. Makalah pada stadium generale Fakultas Kehutanan IPB, 4 Juli 2004 Bogor. Jakarta : Kementrian Lingkungan Hidup. Reintjes, C., Haverkort, B., & Bayer, W. 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Jakarta : Penerbit Kanisius. Santi, L.P., & Goenadi, D.H.. 2012. Pemanfaatan biochar asal cangkang kelapa sawit sebagai bahan pembawa mikroba pemantap agregat. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. (12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Saito, M. & Marumoto, T. 2002. Inoculation with arbuscular mycorrhizal fungi: The status quo in Japan and the future prospects. Plant and Soil 244, 273–279. 60 Menara Perkebunan 2010, 78(2), 52-60 Santi, L.P, A. Dariah dan D.H. Goenadi. 2008. Peningkatan kemantapan agregat tanah mineral oleh bakteri penghasil eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76 (2), 92-102. Santi, L.P., & D.H. Goenadi. 2010. Menara Perkebunan, 78(2), 52-60 Santoso, F. 2009. Arang batok kelapa beromzet miliaran. Kompas Senin, 2 November 2009. Jakarta Siringoringo, H.H. &. Siregar, C.A. 2011. Pengaruh aplikasi arang terhadap pertumbuhan awal Michelia montana Blume dan perubahan 70 sifat kesuburan tanah pada tipe tanah latosol. Bogor: Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan. Soemarwoto, O. 2001. Peluang berbisnis lingkungan hidup di pasar global untuk pembangunan berkelanjutan. Makalah Seminar “Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai KTT Rio. Jakarta, 8 Februari 2001. Suprihatin, N.S. Indrasti dan M. Romli. 2003. Potensi penurunan emisi gas rumah kaca melalui pengomposan sampah di wilayah Jabotabek. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor: Environmental Of Research Center. PPLH-IPB. Sombroek. W, M.L., Ruivo, P.M., Fearnside, B., Glaser., & Lehmann, J. (2003). Amazonian dark earths as carbon stores and sinks. In: J Lehmann et al. (eds). Amazonian Dark Earths: Origin, Properties, Management, Sukartono dan W.H. Utomo. 2012. Peranan Biochar sebagai pembenah tanah pada pertanaman jagung di tanah lempung berpasir semiarid tropis Lombok Utara. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. (12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Sutaryo, D. 2009. Penghitungan biomassa. Sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Bogor:Wetlands International Indonesia Programme. Steiner, C. 2007. Soil charcoal amendments maintain soil fertility and establish carbon sink-research and prospects. Soil Ecology Res Dev,1-6. Widowati, Asnah & Sutoyo. 2012. Pengaruh penggunaan biochar dan pupuk kalium terhadap pencucian dan serapan kalium pada tanaman jagung. Buana Sains. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Kealaman. (12) 1. Malang: Universitas Tribhuwana Tunggadewi. . 71 LAMPIRAN Lampiran 1. Kandungan hara arang dari beberapa jenis limbah kayu Jenis Limbah Limbah pembalakan hutan tanaman produksi dari kayu campuran (tungku drum) Limbah pembalakan hutan tanaman produksi dari kayu puspa (tungku drum) Limbah pembalakan hutan tanaman produksi dari kayu jati menggunakan tungku kubah) Limbah sabetan kayu, potongan ujung dan limbah pada pembuatan komponen meubel kayu campuran (tungku tradisional) Serbuk gergajian dari kayu campuran (Semi kontinyu) Serbuk gergajian dari kayu campuran (Tungku bak) SNI (Standar Nasional Indonesia) 6,53 Kadar (%) Zat Abu terbang 2,64 19,56 4,01 2,94 17,31 79,77 6925 25,42 4,06 3,75 8,64 87,61 6805 28,35 5,21 3,42 16,56 84,81 6651 27,73 15,85 18,57 19,82 68,29 - 26,15 2,71 1,19 22,25 75,70 - - 6 4 30 - - - Air Karbon Nilai kalor (kal/g) Rendemen rata-rata (%) 77,80 6621 26,50 Sumber : Laboratorium kimia dan energi biomassa, Puslitbang Hasil Hutan Bogor Lampiran 2. Kandungan hara kompos dan arang kompos No Parameter Kompos Arang Kompos 1) Arang Kompos 2) 1. Carbon (C), % 48,04 46,31 53,27 2. Nitrogen (N), % 2,39 2,35 2,82 3. P2O5, % 1,17 1,12 1,24 4. CaO, % 0,97 0,93 1,28 5. MgO, % 0,93 0,67 0,87 6. K2O, % 1,54 1,47 1,39 7. C/N 20,10 19,71 18,89 8. PH 6,80 7,20 7,10 9. Kadar Air, % 56,23 55,81 56,21 10. Berat Jenis, kg/liter 0,78 0,74 0,72 11. Asam Humik, % 1,83 2,06 2,19 12. Asam Fulfik, % 0,08 0,09 0,11 13. KTK, meq/100 gram 37,21 36,29 33,58 Keterangan : 1) Arang kompos dengan pemacu proses OrgaDec; 2) Arang kompos dengan pemacu proses EM4 + kotoran sapi 73 Lampiran 3. Komposisi dan kandungan unsur hara arang serbuk gergaji dan arang sekam padi Parameter, satuan Rendemen, % Kadar Air, % Kadar abu Kadar zat terbang, % Kadar karbon (C total), % Derajat keasaman Kandunga unsur hara, ppm Nitrogen (N) (C/N ratio) Posfor (P) Kalium (K) Natrium (Na) Ca (Calsium) Mg (Magnesium) Besi (Fe) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Mangan (Mn) Belerang (S) Mg Nitrogen (N), % C/N ratio Posfor (P), % Kalium (K), % Natrium (Na), % Ca (Calsium), % Mg (Magnesium), % Besi (fe), ppm Tembaga (Cu), ppm Seng (Zn), ppm Mangan (Mn), ppm Kandungan Arang serbuk gergaji Arang sekam padi 24,5 2,78 5,74 20,10 74,16 10,00 (C organik) 10,20 9,30 5397,60 1476,0 783,13 313,69 1506,03 1234,0 1617,6 103,64 62,32 112,95 528,92 5397,60 1476,0 783,13 313,69 1506,03 1234,0 103,64 62,32 112,95 528,92 0,22 45;45 0,29 0,88 0,19 1968 ppm 63 ppm 611 ppm 0,10 0,22; 45;45 0,29 0,88 0,19 0,10 1968 ppm 16 ppm 63 ppm 611 ppm Sumber : Laboratorium kimia dan energi biomassa, Pustekolah, Bogor Lampiran 4. Kandungan unsur hara kompos dan arang kompos serasah tusam No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Parameter Carbon ( C ) , % Nitrogen (N), % P2O5, % CaO, % MgO, % K2O, % C/N Kadar air, % pH Sumber : Komarayati, dkk. (2001) 74 Kompos 18,29 0,83 1,27 0,97 1,08 1,84 22,00 42,13 6,40 Arang kompos 48,59 0,94 1,76 1,28 1,28 2,37 51,70 51,69 6,40 Lampiran 5. Kandungan unsur hara kompos (K), Arkoba serbuk gergaji, dan arkoba serbuk gergaji + jerami padi sebagai campuran media tumbuh anakan bulian (E. Zwageri) dan gaharu (A. Malaccensis) Nilai No. Parameter 1 pH (1 : 1,25) 2 Kadar air1050C, % 3 C organik, % 4 Nitrogen total, % 5 Nisbah C/N 6 P2O5 total, % 7 CaO total, % 8 MgO total, % 9 K2O total, % 10 KTK (kadar tukar kation), meq/100 gr Sumber : *) Anonim, 2000 Lampiran 6. Kompos Arkoba serbuk gergaji 7,10 19,63 11,46 0,6 19,1 0,23 0,43 0,37 0,51 - 7,30 23,03 32,45 1,53 21,20 2,12 0,97 1,67 2,34 36,42 Arkoba serbuk gergaji + jerami padi 7,20 24,13 34,98 1,78 19,65 2,16 0,83 1,61 2,19 36,61 Standard 7,30 24,90* 19,60* 1,10* 10-20* 1,80* 2,70* 1,60* 1,40* 30,00* Kandungan unsur hara arang kompos dari limbah padat penyulingan bioetanol dari sagu No. Parameter Hasil Keterangan 1. pH (1 : 1) 6,80 ** 2. Kadar air, % 18,66 ** 3. C organik , % 34,52 ** 4. N total, % 1,27 ** 5. Nisbah C/N 27,00 ** 6. P2O5 total, % 1,04 ** 7. K2O total, % 1,36 ** 8. CaO total, % 0,67 * 9. MgO total, % 2,08 * 10. KTK, meq/100g 36,48 * Keterangan: *) Standar (Anonim, 2000); **)Persyaratan teknis minimal pupuk organik (Sri Komarayati & Gusmailina, 2011) 75 Lampiran 7. Standar kompos menurut PERHUTANI, JEPANG dan WHO No. 1 2 3 4 5 6 Parameter C organik, % N total, % Nisbah C/N Kadar air, % pH KTK, meq/100 g Standard PERHUTANI *) 19,60 1,10 10 – 20 35,60 7,30 - Standard JEPANG **) < 35 5,50 – 7,50 - Standard) WHO *** 0,40 – 35 10 – 20 6,50 – 7,50 > 20 Sumber: *) PERHUTANI, 1977 dalam Mindawati et al., 1998; **)HARADA et al., 1993 dalam Noor et al., 1996; ***) WHO, 1980 dalam Rina et al., 2002. Lampiran 8. Kualitas dan kandungan unsur hara arang kompos hasil uji coba di laboratorium (GA) dibandingkan dengan beberapa kualitas kompos lainnya Nilai No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Parameter PT. AA Lab. PT Lab. AA IPB 7,68 14 0,60 26 0,11 5,57 0,26 0,29 - SK ARKOBA GA **) US EPA (1993) Standar pasar khusus ***) 7 ≥20 ≥ 15 ≥ 2,30 ≥ 15 ≥ 1,60 ≥ 1,00 ≥ 3,25 ≥ 2,40 - pH (1 : 1) 7- 7,15 7,10 Kadar air,% 26,00 24,5 C organik ,% 18,03 19 N total ,% 0,71 1,78 Nisbah C/N 25,60 13,76 P2O5 total,% 0,58 1,01 CaO total,% 0,28 2,41 MgO total,% 0,19 1,03 K2O total,% 1,42 2,84 KTK, meq/100 g 5,33 Unsur logam: - Zn (mg/kg) 34,60 40,50 23,76 7500 < 400 - Cu mg/kg 76,90 21,10 19,92 4300 < 150 - Co mg/kg 20,00 * - Mo mg/kg 7,19 * 75 ≥ 0,10 - Se mg/kg <0,003 * 100 - Pb mg/kg 16,25 4,81 0,01 3,01 840 < 150 - Cr mg/kg 20,28 18,90 3000 < 45 - Cd mg/kg 1,33 0,24 0,03 0,21 85 <3 - Ni mg/kg 8,62 19,30 420 < 50 - Hg mg/kg <0,01 * 57 <1 - As mg/kg 2,00 * 75 < 10 Keterangan: 1. Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk diaplikasikan ke dalam tanah menurut US EPA (1993) dalam Alloway (1995) dalam Anonimus (2003) 2. SK : Analisis kompos sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 ) 3. GA : Kompos sludge hasil uji coba di laboratorium 4. * : tidak terdeteksi 5. **) : Dianalisis di Lab Natural Products. Biotrop Bogor. 6. ***) : Sumber Radiansyah (2004) 76 Lampiran 9. Kualitas dan kandungan unsur hara Arkoba kulit kayu dan sludge Nilai / komposisi Arkoba Arkoba pembanding kulit kayu + sludge SK GA + kohe No. Parameter Arkoba kulit kayu Arkoba sludge + kulit kayu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH (1 : 1) Kadar air ,% C organik,% N total ,% Nisbah C/N P2O5 total,% CaO total,% MgO total,% K2O total,% KTK , meq/100 g Unsur logam: Zn (mg/kg) Cu mg/kg Co mg/kg Mo mg/kg Se mg/kg Pb mg/kg Cr mg/kg Cd mg/kg Ni mg/kg Hg mg/kg As mg/kg 7,68 25 16 1,03 23 1,61 1,08 1,86 1,09 33,58 7,40 27 18 0,98 24 1,66 1,47 1,73 1,82 30,15 7,25 30 18 1,81 20 1,98 1,35 1,01 1,82 39,25 9,31 3,23 * * * 0,21 0,10 10,12 11,31 * * * 1,01 0,11 * * 10,21 9,04 1,05 0,12 11 7- 7,15 26,00 18,03 0,71 25,60 0,58 0,28 0,19 1,42 5,33 7,10 24,5 19 1,78 13,76 1,01 2,41 1,03 2,84 37,21 0,01 23,76 19,92 * * * 3,01 0,21 * * 0,03 SNI STANDAR Standar PT. PUSRI ***) 7 ≥20 ≥ 15 ≥ 2,12 < 20 ≥ 1,30 ≥ 2,00 ≥ 3,19 ≥ 2,00 Standar pasar khusus ***) 7 ≥20 ≥ 15 ≥ 2,30 ≥ 15 ≥ 1,60 ≥ 1,00 ≥ 3,25 ≥ 2,40 - Min Max 6.8 9.8 0.4 10 0.1 0,20 - 7.49 50 32 20 - < 400 < 150 ≥ 0,10 < 150 < 45 <3 < 50 <1 < 10 Keterangan: 1 Batas maksimum konsentrasi unsur dalam sludge yang diizinkan untuk diaplikasikan ke dalam tanah menurut US EPA (1993) dalam Alloway (1995) dalam Anonimus (2003) 2 SK : Analisis kompos Sludge yang dilakukan oleh Komarayati (2007 ) 3 GA : Analisis arkoba sludge oleh Gusmailina (2008) 4 *) : tidak terdeteksi 5 **) : Gusmailina & Komarayati (2008) 6 ***) : Sumber Radiansyah (2004) 7 Kohe : kotoran hewan 77 Lampiran 10. Analisis kandungan unsur hara makro beberapa jenis arkoba Jenis AKSR AKSR Arkol ld. Arko Lb. Unsur AKSRtusam AKSG camp mangium pisang jagung Hara C organik 30 - 35 30 - 35 30 - 40 30 - 39 30 - 35 30 - 37 N total 1,6 – 1,8 1,5 – 1,6 1,5 – 1,6 1,4 – 1,7 1,6 – 2,0 1,6 – 2,0 P total 0,6 – 1,2 0,5 – 1,2 1,0 – 1,3 1,0 – 1,5 1,0 – 1,5 1,0 – 1,7 K 1,3 – 1,6 1,0 – 1,5 1,4 – 1,7 0,5 – 1,0 1,0 – 1,5 07 – 1,8 Ca 0,8 – 1,0 0,5 – 1,2 0,5 – 1,5 1,0 – 1,8 0,4 – 1,0 0,5 – 1,8 Mg 0,3 – 0,5 0,4 – 1,0 0,6 – 1,1 0,4 – 1,3 0,5 – 1,1 0,4 – 1,0 Sumber : Gusmailina, 2007. Keterangan: AKSR cam = arkoba serasah daun campuran; AKSR mangium = arkoba serasah daun Acacia mangiu; AKSR tusam = arkoba serasah daun tusam (Pinus merkusii); AKSG = arkoba serbuk gergaji; Ark old. Pisang = arkoba limbah daun pisang; Arko Lb. jagung = arkoba limbah kulit jagung. Lampiran 11. Daftar Glosari No 1 Arang 2 3 Activator ASG 4 5 Agent Arkoba 6 Biochar 7 Biofungisida 8 Bioaktif 9 10 Biodegradable Briket arang serbuk gergaji (BASG) 11 Bulk density 78 Uraian Keterangan arang adalah hasil pembakaran atau proses karbonisasi dari bahan berlignoselulosa yang di karbonisasi pada suhu 400 o500oC dan keaktifannya masih rendah, serta mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori Bahan peng-aktif untuk memacu suatu proses Arang serbuk gergaji, arang yang dibuat dengan bahan baku limbah serbuk gergaji dalam rangka pemanfaatan limbah Perantara/katalis kea rah yang lebih baik Arang Kompos BioAktif : campuran arang dan kompos hasil proses pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di dalam kompos. Mikroba tersebut mempunyai kemampuan sebagai biofungisida, yaitu melindungi tanaman dari serangan penyakit akar sehingga disebut bioaktif. penggunaan arang untuk lahan baik itu pertanian, perkebunan, maupun kehutanan secara Internasional menggunakan istilah ’biochar’. Mikroorganisme yang berfungsi sebagai pencegah/membunuh penyebab penyakit pada tanaman Sistem pertahanan yang dimiliki oleh suatu organisme dalam menangkal serangan penyakit Bahan yang mudah terurai Arang serbuk gergaji yang dicetak menjadi briket sebagi energy pengganti minyak tanah atau kayu bakar yang dapat menekan laju kerusakan hutan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu, volume kepadatan tanah termasuk ruang-ruang pori, petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah maka semakin tinggi bulk density Lampiran 11. (lajnutan) No Uraian 12 13 14 15 Carbon store Cuka kayu Fotosinthesis Gas rumah kaca 16 Gerhan 17 Higroskopis 18 International Biochar Initiative (IBI) 19 20 21 22 Karbonisasi Karbon Offset Kiln Landfill 23 Nano karbon 24 25 Simbiosis Siklus Carbon 26 27 28 29 30 31 32 Slash-burn Slash and char Soil amandement Soil Conditioning Solid State Fermentation (SSF). Supplement Terra Preta 33 Volatile matter Keterangan yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Deposit karbon di alam Cairan destilat hasil samping dari proses pengarangan Proses fisiologis tumbuhan dalam menyerap CO2 udara Gas-gas seperti metana, nitrous oxide, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, heksafluorida belerang yang dihasilkan dari aktivitas manusia/suatu proses produksi yang menyebabkan pemanasan global Gerakan nasional rehabilitasi lahan, upaya penghijauan melalui penanaman pohon baik di lahan hutan negara maupun masyarakat Kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Organisasi dunia dengan misi sosialisasi dan promosi pengembangan semua aspek biochar, pedoman, keberlanjutan, monitor serta evaluasi proyek-proyek yang berkaitan dengan biochar, dengan focus teknologi mitigasi perubahan iklim dan pengkayaan/ pembangun kesuburan tanah yang relatif murah, yang dapat diaplikasikan secara luas, dan cepat Proses pengarangan/pembuatan arang Simpanan karbon dan potensi Tungku pengarangan Salah satu cara pembuangan sampah secara terbuka di tempat pembuangan akhir Arang yang berukuran sangat halus yang digunakan dalam berbagai industry maju Hidup bersama saling menguntungkan perubahan karbon dalam berbagai bentuk di atmosfer, laut, biosfer terrestrial dan deposit geologis. Tebang/tebas - bakar Tebang/tebas - arang Bahan pembenah tanah Pembangun kesuburan lahan Teknik fermentasi berbahan baku padat dengan hasil gas bio dan kompos Bahan tambahan temuan kesuburan tanah hitam di lembah Amazon, yang diperkirakan merupakan hasil pengelolaan bangsa Amerindian sejak 500 tahun hingga 2.500 tahun silam. Zat terbang hasil samping suatu proses 79