BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Tanaman Tanaman

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan Tanaman
Tanaman merupakan makhluk hidup yang memiliki ciri yaitu kesanggupannya untuk
tumbuh dan berkembang. Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan cara yang berbeda.
Pertumbuhan merupakan bertambah besarnya sel yang menyebabkan bertambah besarnya
jaringan, organ dan akhirnya menjadi keseluruhan makhluk hidup (Suarna et al., 1993).
Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan adanya pertambahan ukuran sel dan bahan
kering yang mencerminkan pertambahan protoplasma (Harjadi, 1983). Leiwakabessy (1998)
menyatakan bahwa pertumbuhan ditentukan dengan peningkatan berat kering, tinggi tanaman
atau diameter batang, lebih lanjut lagi Harjadi (1983) bahwa pada masa pertumbuhan vegetatif
tanaman terdapat tiga proses penting yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel, dan tahap awal
dari diferensiasi sel. Ketiga proses akan mengembangkan batang, daun dan sistem perakaran.
Proses pembelahan sel terjadi pada pembuatan sel−sel baru, selanjutnya akan tumbuh
membesar dan memanjang. Tahap pertama dari diferensiasi terjadi pada perkembangan
jaringan primer. Semua proses dalam pertumbuhan ini memerlukan karbohidrat sebagai bahan
baku energi disamping protein dan lemak. Kekurangan persediaan karbohidrat akan berakibat
terganggunya ketiga proses tersebut yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman.
Winaya (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor genetis, sedangkan yang termasuk faktor
ekstrinsik adalah semua faktor yang terdapat di sekitar tanaman (lingkungan) seperti: tanah,
air, dan iklim.
Pertumbuhan dan produksi hijauan makanan ternak sangat tergantung pada daya tahan
bibit atau kemampuan untuk berkembang, kemampuan daya saing, daya tahan terhadap
kekeringan, kemampuan menyerap radiasi dan tingkat kesuburan tanah dimana tanaman itu
tumbuh. Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman adalah fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses untuk memproduksi gula (karbohidrat) pada tumbuhan, beberapa
bakteri dan organisme non-seluler (seperti jamur, protozoa) dengan menggunakan energi
matahari, yang melalui sel-sel yang berespirasi energi tersebut akan dikonversi ke dalam
bentuk ATP sehingga dapat digunakan seluruhnya oleh organisme tersebut. Reaksi umum dan
proses fotosintesis adalah: 6 H2 0 + 6 CO2
C6H1206 + 602
Proses fotosintesis berlangsung dalam dua proses. Proses pertama merupakan proses
yang tergantung pada cahaya matahari, yaitu reaksi terang yang membutuhkan energi cahaya
matahari langsung dan molekul-molekul energi cahya tersebut belum dapat digunakan untuk
proses berikutnya. Oleh karena itu pada reaksi terang ini, energi cahaya matahari yang belum
dapat digunakan tersebut akan dikonversi menjadi molekul-molekul energi yang dapat
digunakan yaitu dalam bentuk energi kimia. Konversi energi cahaya menjadi energi kimia
dilakukan oleh aktivitas pigmen daun (klorofil). Dalam reaksi terang, cahaya matahari akan
membentuk klorofil-a sebagai suatu cara untuk membangkitkan elektron agar menjadi suatu
energi dengan tingkatan yang lebih tinggi. Dua pusat reaksi pada pigmen tersebut yang bekerja
secara berantai mentransfer elektron. Elektron diperoleh dengan memecah air (H20) sehingga
terjadi pelepasan 02 dan 02 tersebut yang kemudian mengkonversi energi menjadi ATP dan
NADP. Proses kedua adalah proses yang tidak membutuhkan cahaya (reaksi gelap) yang
terjadi ketika produk dari reaksi terang digunakan untuk membentuk ikatan kovalen C-C dari
karbohidrat. Pada proses ini, C02 atmosfer ditangkap dan dimodifikasi oleh penambahan
hydrogen menjadi bentuk karbohidrat, reaksi gelap ini berlangsung dalam stroma kroloplas.
2.2. Stylosanthes guianensis
Stylosanthes guianensis termasuk dalam suku Stylosanthes dari familia Leguminosae
dan sub−familia Papilionaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan (Burt et al.,
1983; Reksohadiprodjo 1994). Stylo adalah suatu legum makanan ternak yang sangat disukai
ternak dan kaya akan protein (Horne dan Stur, 1999). Legum ini tumbuh tegak bersifat
perennial kadang-kadang semi-tegak. Batang sedikit berbulu, tinggi tanaman 1,5 m, daun
bewarna hijau berbentuk elip atau pedang yang ujungnya meruncing panjangnya 1- 6 cm,
tangkai daun panjangnya 1 sampai 10 mm dan kelopak tangkai daun berbentuk dua gigi.
Karangan bunga terdiri dari beberapa kumpulan bunga, tiap karangan bunga mengandung 2
sampai 40 bunga yang kecil berwarna kuning bertulang belakang dengan semacam daun-daun
penyangga. Kelopak bunga mempunyai tabung yang panjang 4 sampai 8 mm tidak berbulu
atau sedikit berbulu. Bunga standar agak bulat dengan panjang 4 sampai 8 mm. Bunga dasar
panjangnya 3,5 sampai 5,0 mm berbentuk sabit. Polong tidak berbulu panjangnya 2 sampai 3
mm dan lebar 1,5 sampai 2,5 mm mengandung satu biji, warna biji kuning kecoklat-coklatan.
Bunga menyebar dengan biji yang terlempar bila masak, sebagian biji adalah berkulit keras.
Semua varietas membuat simbiose dengan rizhobia lokal dan rizhobia kacang panjang.
Menurut Yusuf dan Partridge (2002) legum stylo cocok untuk disebarkan pada padang
rumput, dapat mengubah komposisi botani menuju ke spesies yang lebih produktif
berpengaruh baik pada ternak dan tumbuh lebih cepat. Stylosanthes guianensis tahan terhadap
penyakit anthracnose di Asia Tenggara (Horne dan Stur, 1999). Tanaman Stylosanthes
guianensis tumbuh sebagai cover crop dipotong setiap 2-3 bulan. Sangat efektif menekan
pertumbuhan gulma dan baik sebagai feed suplement untuk ternak ayam, babi dan ikan.
Hijauan ini dapat diberikan dalam keadaan segar atau kering diproses dalam bentuk tepung
daun. Stylo tidak tahan terhadap pemotongan yang pendek karena harus ada tunas batang
untuk pertumbuhan kembali, sehingga pemotongan yang baik dilakukan 20 cm diatas
permukaan tanah, umumnya stylo ditanam dari biji, dan beberapa petani dapat melakukannya
dengan potongan batang (stek)
Stylo dapat beradaptasi pada daerah yang beriklim panas dan sedang (‘t Mannetje dan
Jones, 1992). Leguminosa ini tumbuh pada variasi tanah yang luas, bahkan di tanah yang
kurang subur (Reksohadiprodjo, 1994). Humpreys (1980) dan AAK (1999) menyatakan
bahwa Stylo tahan terhadap kekeringan dan sedikit berbeda dengan yang diungkapkan
Reksohadiprodjo (1994) bahwa Stylo agak tahan kering. Sifat Stylo yang lain adalah toleran
terhadap tanah asam dengan drainase yang jelek tetapi tidak toleran terhadap naungan
(Humpreys, 1980; Reksohadiprodjo, 1994; AAK, 1999). Stylo kurang baik bila ditanam
bersama tanaman rumput yang menjalar (AAK, 1999) tetapi tumbuh baik bersama species
yang tidak menjulang tinggi di atasnya (Humpreys, 1980). Menurut AAK (1980) produksi
Stylo per tahun adalah 6 ton/ha.
2.3. Pupuk Organik
Dalam Peraturan Menteri Pertanian (2006) pupuk organik adalah pupuk yang sebagian
besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang
telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk
mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kima dan biologi tanah. Pupuk organik
memiliki fungsi kimia yang berperan penting seperti penyediaan hara makro dan mikro
meskipun jumlahnya relatif sedikit (Suriadikarta et al., 2006). Bahan organik yang
dibenamkan dalam tanah akan mengalami penguraian menjadi bentuk-bentuk sederhana oleh
mikroorganisme. Proses penguraian tersebut akan menghasilkan CO2 dan air, sedangkan
senyawa nitrat akan terbentuk setelah melalui nitrifikasi. Sumber utama bahan organik adalah
sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah dan pupuk organik (Buckman dan Brady,
1982). Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam mempertahankan atau menaikkan
kandungan organik tanah yaitu; 1) menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijauan;
2) mengusahakan dikembalikannya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah; 3) melakukan
penanaman secara tumpang sari sehingga tanah akan tertutup oleh tanaman; 4) pengolahan
tanah dilakukan seminimal mungkin (Supirin, 2004). Pemberian pupuk organik ke dalam
tanah disamping bertujuan untuk menyediakan unsur hara, juga bertujuan untuk memperbaiki
kondisi fisik tanah (Yuwono, 2005). Penambahan bahan organik dalam tanah lebih kuat
pengaruhnya kearah perbaikan fisik tanah (Winarso, 2005). Menurut Hanafiah (2004) secara
fisik bahan organik berperan dalam; 1) merangsang granulasi; 2) menurunkan flastisitas dan
kohesi; 3) memperbaiki struktur tanah; 4) meningkatkan daya tahan tanah dalam menahan air
sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, selain itu
dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sifat fisik tanah dapat
diperbaiki karena humus sebagai hasil perombakan bahan organik dapat bersifat koloid,
sehingga dengan menambahkan bahan organik atau pupuk organik berarti akan menambah
jumlah koloid tanah. Hal ini penting untuk tanah bertekstur kasar yang mempunyai koloid
tanah sedikit, sehingga dengan pemberian pupuk organik maka daya menahan air dan
kapasitas tukar kation menjadi baik (Muhadi, 1979). Bahan organik dapat berfungsi atau
memperbaiki sifat fisika, kimia maupun biologis tanah, sehingga bahan organik dalam tanah
mempunyai fungsi yang tidak tergantikan. Sifat kurang baik dari bahan organik seperti
dikemukakan oleh Rosmarkam dan Yuwono (2006) antara lain: 1) bahan organik yang
mempunyai C/N tinggi berarti masih mentah; 2) bahan organik yang berasal dari sampah kota
atau limbah industri mengandung mikroba patogen dan logam berat yang berpengaruh pada
tanaman, hewan maupun manusia. Kompos adalah jenis pupuk organik yang berasal dari
limbah pertanian, sampah kota, limbah industri yang mempunyai konstribusi besar terhadap
perbaikan sifat fisika, kimia,dan biologi dari tanah. Hal ini karena kompos banyak
mengandung bahan organik. Bahan organik adalah bahan yang penting dalam menyuburkan
tanah karena berfungsi memantapkan agregat tanah. Dilihat dari pengertiannya pupuk organik
ini memiliki beberapa jenis yang biasa dijumpai dalam pertanian, pupuk organik tersebut
diantaranya:
Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Kualitas pupuk
kandang sangat tergantung pada jenis ternak, kualitas pakan ternak, dan cara penampungan
pupuk kandang. Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar
daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan
kotoran cairnya. Kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi daripada kotoran padat
seperti: kompos sebelum digunakan dan pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian.
Dengan demikian kualitas pupuk kandang juga turut ditentukan oleh C/N rasio. Dalam dunia
pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk
kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk
dingin terjadi sebaliknya, C/N yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama
dan tidak menimbulkan panas. Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik
atau kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna cokelat
kehitaman, cukup kering, tidak
menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio kecil (bahan
pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil (Hartatik dan Widowati,
2006)
Pupuk Kompos
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos ditentukan oleh besarnya perbandingan antara
jumlah karbon dan nitrogen (C/N ratio), jika C/N rasio tinggi berarti bahan penyusun
kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai
atau membusuk lebih lama dibanding dengan C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap
baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15. Bahan kompos seperti sekam, jerami padi, batang
jagung dan serbuk gergaji memiliki C/N rasio antara 50-100 daun segar memiliki C/N rasio
sekitar 10-20. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio hingga 12-15 sampai
dengan proses penguraian sempurna, tanaman akan bersaing dengan mikroorganisme tanah
untuk memperebutkan unsur hara. Karena itu disarankan untuk menambah pupuk buatan
apabila bahan kompos yang belum terurai sempurna terpaksa digunakan. Kandungan unsur
hara dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis bahan asal yang digunakan dan
cara pembuatan kompos. Kandungan unsur hara kompos yaitu nitrogen 0,1–0,6%; fosfor 0,1–
0,4%; kalium 0,8–1,5%; dan kalsium 0,8–1,5%. Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna
cokelat kehitaman, agak lembab, gembur dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi.
Penggunaan level tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik
dan biologi tanah daripada untuk menyediakan unsur hara (Yuwono, 2007).
Pupuk Bio-Slurry
Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti
kotoran ternak, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran) difermentasi atau mengalami
proses metanisasi (Hambali dan Eliza, 2007). Limbah biogas merupakan limbah bagian padat
dari hasil pengolahan biogas. Pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk dapat memberikan
keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan pupuk kompos. Sisa keluaran biogas ini
telah mengalami fermentasi anaerob sehingga bisa langsung digunakan untuk memupuk
tanaman. Salah satu dari hasil olahan limbah biogas ini yaitu pupuk bio-slurry. Pupuk bioslurry adalah produk akhir pengolahan limbah yang berbentuk lumpur yang sangat bermanfaat
sebagai sumber nutrisi untuk tanaman. Pupuk bio-slurry merupakan limbah dari biogas
sehingga pupuk bio-slurry merupakan pupuk organik berkualitas tinggi yang kaya kandungan
humus (Karki et al., 2009). Tak hanya memiliki kandungan nutrisi yang baik, pupuk bioslurry mengandung mikroba probiotik yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan dan
kesehatan lahan pertanian, sehingga akan berdampak pada peningkatan kualitas dan kuantitas
hasil panen. Teknologi biogas pada dasarnya adalah proses fermentasi (pembusukan) secara
alami dari sampah organik secara anaerobik (tanpa oksigen) oleh bakteri metan (bakteri
metanogenik) sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto dan Rumi, 2006). Menurut Haryati
(2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses
pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada
kondisi tanpa oksigen. Pengolahan limbah kotoran hewan menjadi biogas memberikan
manfaat yang sangat banyak. Selain menghasilkan sumber energi, produk lain yang tak kalah
bermanfaat adalah ampas biogas (bio-slurry).
Bio-slurry mengandung nutrisi yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.
Nutrisi makro yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak seperti nitrogen (N), phosphor (P),
kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S), serta nutrisi mikro yang hanya
diperlukan dalam jumlah sedikit seperti besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), dan seng (Zn).
Bio-slurry juga mengandung asam amino, nutrisi mikro, vitamin B, macam-macam enzim
hidrolase, asam organik, hormon tanaman, antibiotik dan asam humat. Produk-produk yang
terdapat di dalam bio-slurry yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
adalah nutrisi mikro, vitamin B, asam organik hormon pertumbuhan dan asam humat. Salah
satu produk bio-slurry yang bermanfaat bagi keremahan tanah, menjaga nutrisi tidak mudah
tercuci atau hilang adalah asam humat, dimana kandungan asam humat di dalam bio-slurry
berkisar dari 10 – 20% (Yunnan Normal University, 2010). Kajian yang sama dilakukan oleh
Sharma (2012) dimana kandungan asam humat di dalam bio-slurry berkisar 8,81 – 21,61%.
Selain kaya bahan organik bernutrisi lengkap, bio-slurry juga mengandung mikroba
probiotik yang membantu menyuburkan lahan dan menambah nutrisi serta mengendalikan
penyakit pada tanah. Tanah menjadi lebih subur dan sehat sehingga produktivitas tanaman
lebih baik. Mikroba yang terkandung di dalam bio-slurry antara lain; 1) mikroba selulitik yang
bermanfaat untuk pengomposan; 2) mikroba penambat nitrogen yang bermanfaat untuk
menangkap dan menyediakan nitrogen; 3) mikroba pelarut phosphat yang bermanfaat untuk
melarutkan dan menyediakan phosphor yang siap serap.
Pupuk bio-slurry memiliki dua sifat yaitu; 1) bio-slurry cair, bio-slurry cair memiliki
pH di kisaran 7,5 - 8 dan karenanya cenderung bersifat basa. Kandungan (efektivitas) nitrogen
bio-slurry akan tergantung pada pengelolaannya pada saat di lubang penampung (slurry-pit)
dan penggunaannya di lapang; 2) bio-slurry kering memiliki tampilan lengket, liat, dan tidak
mengkilat. Biasanya berwarna lebih gelap dibandingkan warna kotoran segar dan berukuran
tidak seragam. Bio-slurry kering memiliki kemampuan mengikat air yang baik dan memiliki
kualitas lebih baik dari pupuk kandang. Pupuk bio−slurry ini juga memiliki beberapa ciri-ciri
dan keunggulan dibandingkan dengan kotoran hewan segar atau pupuk kandang biasa
diantaranya: 1) bio-slurry bermanfaat menyuburkan tanah pertanian karena dapat menetralkan
tanah yang asam dengan baik, menambahkan humus sebanyak 10-12% (Yunnan Normal
University, 2010) sehingga tanah lebih bernutrisi dan mampu menyimpan air, mendukung
aktivitas perkembangan cacing dan mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman; 2)
kandungan nutrisi bio-slurry terutama nitrogen lebih baik dibanding pupuk kandang/kompos
atau kotoran segar, dimana nitrogen dalam bio-slurry lebih banyak dan mudah diserap oleh
tanaman; 3) bio-slurry bebas bakteri pembawa penyakit pada tanaman, dimana dalam proses
fermentasi kohe (kotoran hewan) di reaktor biogas dapat membunuh organisme yang
menyebabkan penyakit pada tanaman dan; 4) berlawanan dengan kotoran hewan segar (pupuk
kandang), bio-slurry justru dapat mengusir rayap perusak tanaman, karena itu para petani bisa
menggunakan bio-slurry untuk melapisi lantai lumbung.
Penggunaan pupuk bio-slurry terhadap produksi tanaman beragam tergantung kepada
jenis tanah, kondisi tanah, kualitas bibit, dan iklim. Pemakaian bio-slurry pada dasarnya akan
memberi manfaat sebagai berikut: memperbaiki struktur fisik tanah sehingga tanah menjadi
lebih gembur, meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih lama yang
bermanfaat saat musim kemarau, meningkatkan kesuburan tanah, tanah menjadi lebih
bernutrisi dan lengkap kandungannya, meningkatkan aktivitas cacing dan mikroorganisme
probiotik tanah yang bermanfaat untuk tanah dan tanaman. Penyimpanan dan penggunaan
yang benar terhadap pupuk bio-slurry dapat memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan
produksi tanaman rata-rata sebesar 10 - 30% lebih tinggi dibanding dengan pupuk kandang.
Penelitian di Indonesia pada lahan pertanian dengan penggunaan pupuk bio-slurry juga
memperoleh rata-rata kenaikan hasil yang sama. Bio-slurry sebagai pupuk organik telah
banyak digunakan di areal pertanian di Indonesia untuk komoditi sayur-sayuran daun dan buah
(tomat, cabai, labu siam, timun), umbi (seperti wortel, kentang), pohon buah-buahan (buah
naga, mangga, kelengkeng, jeruk, pepaya, pisang), tanaman pangan (padi, jagung, singkong)
dan tanaman lain (kopi, coklat dan kelapa). Penelitian di luar negeri memperlihatkan bahwa
pemakaian bio-slurry pada padi, gandum, dan jagung dapat meningkatkan produksi masingmasing sebesar 10%, 17%, dan 19% (Yunnan Normal University, 2010). Pemakaian pupuk
bio-slurry, dapat meningkatkan produksi sebesar 21% pada kembang kol, 19% pada tomat,
dan 70% pada buncis (Tim Biogas Rumah, 2012)..
Aplikasi pupuk bio-slurry ke tanaman berbeda-beda tergantung jenis pupuknya, pupuk
bio-slurry basah (cair) diantaranya: 1) dikucurkan langsung di sekeliling tanaman atau di
samping dalam 1 barisan tanaman; 2) disemprotkan ke tanaman atau ke lahan dengan alat
semprot; 3) dilarutkan bersama air irigasi saat membasahi atau mengairi lahan, bio-slurry
kering (padat) diantaranya; 1) disebarkan secara langsung ke lahan atau ke sekililing tanaman
dan selanjutnya dibajak (Yunnan Normal University, 2010)
2.4. Respon Pupuk Organik Terhadap Tanaman Pakan
Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk organik telah cukup lama
dikenal dalam usaha pertanian. Pupuk organik khususnya pupuk kandang dapat memperbaiki
kondisi tanah, struktur tanah serta meningkatkan mikroorganisme tanah. Pupuk organik
merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang diurai (dirombak) oleh mikroba,
yang hasil akhirnya dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat penting artinya sebagai
penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk
dan produktivitas lahan. Dalam penelitan Tata (1995) disebutkan bahwa pemberian pupuk
kotoran kambing dengan level 15 ton/ha mampu meningkatkan produksi pada Arachis pintoi.
Peningkatan produksi tersebut disebabkan pemupukan dengan level 15 ton/ha dapat memenuhi
kebutuhan unsur hara terutama N, P, dan K dalam tanah. Suharlina dan Abdullah (2012)
menyatakan bahwa penambahan pupuk organik cair pada pemupukan 15 hari sebelum panen
pada tanaman Indigofera sp., dapat memperbaiki pertumbuhan kembali dan produktivitas
leguminosa Indigofera sp,. meliputi rasio daun-cabang, jumlah bintil akar, produksi daun dan
tajuk. Penelitian Candraasih et al., (2014) mendapatkan bahwa pemberian pupuk kascing 15
ton/ha pada tanaman Stylosanthes guianensis dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
hijauan berat kering daun, berat kering batang, berat kering tanaman di atas tanah dan nisbah
berat kering tanaman diatas tanah dengan berat kering akar. Hal ini disebabkan kascing selain
mampu meningkatkan pertumbuhan juga mampu meningkatkan hasil tanaman. Menurut
Anwar dan Bambang (2000), bahwa pemberian pupuk kandang (kambing) dengan level 10
ton/ha mampu meningkatkan produksi dari rumput raja (Pannisetum purpupoides). Lugio
(2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang (sapi, domba, kelinci) dengan level 20
ton/ha dapat meningkatkan produksi hijauan berat segar dan berat kering dari rumput Panicum
maximum cv. Riversdale. Pemanfaatan limbah cair biogas dengan level 625 liter/ha dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil kangkung darat (Marselius, 2010). Arnawa (2014)
mendapatkan pemberian jenis pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi, dan limbah
biogas pada level 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan
produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume).
Download