BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan orangtua dan anak adalah hubungan antar manusia yang paling dalam dan mendasar, sebab orangtua merupakan sumber atau asal keberadaan sang anak. Bahkan, terjadi suatu ikatan yang begitu dalam antara keduanya dan tidak tergantikan oleh siapapun. Hubungan yang harmonis ini harus tetap dipelihara, sebab rusaknya hubungan orangtua dan anak dapat mengakibatkan gangguan batin yang membuat hidup tidak bisa tenteram, termasuk anak di usia remaja. Dalam hal ini, komunikasi yang efektif mendefinisikan bagaimana peranan orangtua dalam membina komunikasi dengan anak remaja mereka. Hal ini sangat penting karena salah satu cara mempersiapkan remaja menjadi pribadi yang utuh adalah mengajari mereka bagaimana caranya berkomunikasi.1 Tapi, sebagian besar orangtua tidak menyadari bahwa mereka memiliki pengaruh yang kuat bagi perkembangan identitas, karakter, dan perilaku remaja. Jika komunikasi orangtua dan remaja dapat berlangsung dengan baik, maka masing-masing pihak dapat saling memberi dan menerima informasi, perasaan, pendapat, dan konflikpun dapat dihindari. Sebaliknya, kurangnya komunikasi dapat mengakibatkan para orangtua tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh anak remaja mereka. Koran Kompas, 28 Februari 2009 mencatat ada puluhan siswi yang terlibat dalam prostitusi. Sebagian orangtua tidak mengetahui kegiatan ini. Ketika berpamitan, mereka memiliki alasan yang sama, yaitu main dengan teman dan mengerjakan tugas sekolah di rumah teman. Akhirnya, beberapa pelajar yang ditangkap, dikembalikan kepada keluarga masing-masing karena polisi menilai orangtua mereka bersedia membina anak-anak remaja mereka.2 Hal ini mengungkapkan adanya kesalahpahaman komunikasi antara orangtua dan remaja. Informasi yang disampaikan berbeda dengan tindakan yang dilakukan. 1 Deborah Carroll, Stella Reid, Karen Moline, Nanny 911 (Bandung: Mizan Media Utama, 2008) hlm. 23, 57-60 2 ---, “Metropolitan; Prostitusi: Puluhan Siswi dan Mahasiswi Terlibat” Kompas (Rabu, 18 Februari 2009) hlm. 27 1 Ketidakharmonisan komunikasi juga dapat berakibat fatal dan melahirkan perilaku remaja yang menyimpang. Survei dari Google Trends sejak tahun 2006 mengungkapkan Negara Indonesia sebagai peringkat sepuluh besar dunia yang mengonsumsi materi pornografi. Rata-rata 20% populasi remaja dibawah usia 18 tahun adalah konsumen aktif. Dalam satu tahun, keinginan remaja untuk mencari materi pornografi dengan kata kunci ‘seks’ adalah 20 % dari total 75.608.612 pencarian. Perubahan perilaku remaja yang terjebak dalam kasus kecanduan pornografi tiap tahun semakin meningkat dan sumber utama adalah media informasi.3 Hal ini mengungkapkan, kurangnya perhatian dan penyampaian informasi yang baik dari orangtua terhadap remaja mengenai pornografi. Belum lagi, dalam dasawarsa terakhir, kenakalan remaja juga telah meresahkan masyarakat secara kualitas dan kuantitas. Mengarah pada bentuk tindakan kekerasan dan pelanggaran hukum. Koran Kompas, 26 Februari 2009 melaporkan tindakan kriminal berupa pencurian motor yang dilakukan oleh murid SMP dan SMA.4 Dunia kedokteran melaporkan bahwa 70 % pengguna narkotika adalah dari kalangan remaja.5 Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang menjadi penyebab umum ketidakharmonisan orangtua dan remaja, yaitu: a) Kurangnya pemahaman antar pribadi. Komunikasi antara orangtua dan remaja seringkali menjadi tidak baik karena kurang pemahaman antar pribadi, sehingga mengakibatkan munculnya konflik dalam hubungan mereka. Orangtua merasa bingung dan tidak dapat lagi mengerti anak remajanya. Sebaliknya, remaja merasa bahwa orangtua tidak memahami mereka, sehingga enggan untuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Padahal yang menjadi akar permasalahannya belum tentu pada masalah tersebut melainkan penyampaian dan cara berkomunikasi orangtua dan remaja. Orangtua cenderung tidak mau menjelaskan secara perlahan dan detail dalam menyampaikan sesuatu sehingga remaja pun menjadi enggan untuk mengungkapkan isi hati mereka. Hal ini menjadi masalah yang serius karena masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertanyaan yang berkaitan dengan berbagai perubahan 3 Sony Set, Teen Dating Violence (Yogyakarta: Kanisius, 2009) hlm. 81-83 ---, “Metropolitan: Murid SMP-SMA Merampas Motor” Kompas (Kamis, 26 Februari 2009) hlm. 27 5 Idries, www.cnoa.com/Remaja Dan Narkoba. 4 2 yang terjadi pada dirinya. Dalam hal ini, sumber informasi yang paling baik bagi remaja adalah orangtuanya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wilson Nadeak bahwa orangtua merupakan tempat belajar yang paling aman bagi anak-anak remajanya.6 b) Faktor usia dan kesenjangan generasi. Perbedaan usia dan kemajuan teknologi informasi tanpa disadari juga telah membuat kerenggangan komunikasi antara orangtua dan remaja. Sarana informasi yang tersedia telah menggantikan fungsi atau peranan orangtua sebagai sumber informasi yang baik bagi remaja. Dalam hal ini, informasi yang diperoleh remaja belum tentu diperoleh orangtua. Para remaja bisa mendapatkan informasi dari lingkungan sekitar, dunia pergaulan mereka. Kesenjangan informasi antara orangtua dan remaja juga dapat terjadi karena adanya kesenjangan generasi digital yang menyebabkan perbedaan minat terhadap informasi yang ingin diperoleh. Quentin J. Schultze menyatakan kesenjangan generasi ini juga merupakan kesenjangan komunikasi.7 Hal ini disebabkan, orangtua mengalami kesulitan untuk mengikuti perubahan-perubahan teknologi yang lebih cepat dan bebas dipelajari oleh remaja. Akibatnya, terjadilah pertentangan dan salah paham dalam penyampaian informasi. c) Perlindungan yang berlebihan. Para remaja sering merasa orangtua mereka cerewet, menyebalkan, dan ketinggalan zaman dalam memberikan larangan. Misalnya, dalam hal berpacaran, adanya jam malam; larangan dalam berpakaian, memilih teman bergaul, dan dalam disiplin hidup sehari-hari.8 Wayne Rice mengemukakan bahwa para orangtua harus menghormati dan menghargai privasi anak remaja mereka. Jika orangtua menggali informasi melewati batas-batas hak mereka dengan motivasi keingintahuan belaka, maka hal tersebut dapat menghancurkan kepercayaan diri remaja dan merusak keharmonisan komunikasi.9 Respon yang sering diutarakan orangtua 6 Wilson Nadeak, Memahami Anak Remaja (Yogyakarta: Kanisius, 2000) hlm. 118. Quentin J. Schultze, “How Should We Respond To Popular Culture?” dalam Reaching A Generation For Christ (Ed. Richard R. Dunn and Mark H. Senter III; Chicago: Moody Press, 1977) hlm. 447. 8 Wisesa Kirana, ‘8 Hal Yang Menyebalkan Dari Orangtua’ dalam Buletin Dwiwulan Euangelion, Mengintip Dunia Remaja, edisi 88 (Bandung: Iota Hit Press, 2005) hlm. 79-82 9 Wayne Rice, Help! There’s A Teenager in My House (Terj. Inggris; Bandung: Pionir Jaya, 2006) hlm 61-62 7 3 sebaiknya tidak bersifat memerintah, mengancam, mendesak, memberi kuliah, menyalahkan tanpa bertanya, mencemooh-membuat malu, dan menghindarmengalihkan perhatian. Respon ini dapat merusak terjalinnya komunikasi sehingga membuat remaja menghentikan pembicaraan, mempertahankan diri, berdebat, merasa rendah diri, benci dan marah, merasa bersalah, diperlakukan seperti anak kecil, merasa tidak dimengerti, dan merasa sedang diinterogasi.10 Keadaan Komunikasi Orangtua dan Remaja di GKI Peterongan Dalam empat tahun belakangan ini, masalah komunikasi orangtua dan remaja merupakan masalah yang patut diperhatikan di Gereja Kristen Indonesia Peterongan, Semarang (GKI Peterongan). Sebagian besar remaja mengakui waktu berkomunikasi dengan orangtua menjadi tidak harmonis, khususnya dalam menyampaikan pesan yang terkandung dalam komunikasi tersebut. Dengan kata lain, pesan yang hendak disampaikan tidak tercapai karena cara penyampaian pesan yang tidak sesuai pada tempatnya. Hal ini menjadi semakin rumit lantaran waktu berkomunikasi juga menjadi sangat terbatas, baik karena kegiatan sekolah yang padat; les atau kursus-kursus yang diikuti berdasarkan keinginan orangtua. Belum lagi, kesibukan orangtua dalam bekerja yang menyita waktu dari pagi hingga malam hari. Dalam pelayanan konseling remaja, sebagian remaja juga berkonsultasi tentang masalah komunikasi dengan orangtua mereka. 11 Para remaja mengeluh karena lebih sering mendapat teguran, omelan, dan kemarahan orangtua; dibandingkan menerima pujian atas sesuatu yang baik dari orangtua mereka. Salah satu penyebab keluhan ini karena pesan yang hendak disampaikan orangtua tidak diterima dengan baik oleh anak remaja mereka. Akibatnya, mereka tidak memahami dengan baik, maksud baik dibalik nasihat orangtua mereka12. Jika diteliti secara cermat, maka sebagian besar permasalahan yang terjadi dalam kehidupan remaja tidak terlepas dari kurangnya komunikasi dalam keluarga atau 10 Respon-respon ini dikumpulkan dari hasil wawancara dengan beberapa orangtua dan remaja di GKI Peterongan. 11 Dalam satu minggu minimal ada dua atau tiga orang remaja yang datang berkonsultasi kepada penulis. Masalah yang disampaikan seputar masalah keluarga, yaitu komunikasi dengan orangtua. Sebaliknya, dalam satu bulan ada empat sampai lima orangtua yang juga datang berkonsultasi kepada penulis untuk meminta pertimbangan dan pertolongan dalam menasihati anak remaja mereka di dalam mendengarkan apa yang hendak disampaikan oleh para orangtua tersebut. 12 H. Norman Wright, Menjadi Orangtua yang Bijaksana (Terj.Inggris; Yogyakarta: Andi, 1996) hlm. 15-16. 4 ketidakharmonisan dalam berkomunikasi dengan orangtua mereka.13 Hal ini dapat dilihat melalui beberapa contoh berikut:14 9 Seorang remaja menceritakan kebencian terhadap orangtua lantaran merasa merasa terkekang. Hampir sebagian besar komunikasi yang terjalin dengan orangtua adalah masalah larangan. Dalam hal ini, salah satu masalah larangan yang sering diperdebatkan oleh sebagian besar remaja terhadap orangtua mereka adalah masalah pacaran. Sang remaja berusaha menanyakan alasan mengapa tidak boleh berpacaran, namun orangtuanya hanya mengatakan “pokoknya tidak boleh”. Jawaban lain yang sering dikemukakan oleh orangtua “masih kecil, kog pacaran” “sekolah aja belum selesai” Hal ini mengungkapkan adanya kesalahpahaman yang terjadi dalam penyampaikan informasi atau komunikasi dari orangtua kepada remaja. Artinya, remaja kurang memahami pesan yang terkandung dibalik larangan dari orangtua. Padahal, ada kemungkinan orangtua melarang mereka berpacaran waktu usia remaja karena berbagai pertimbangan dan pengalaman yang pernah dialami, dimana semua itu demi kebaikan remaja. Namun, penyampaian pesan tersebut tidak dapat diterima dengan baik oleh remaja karena bahasa komunikasi yang kurang tepat. 9 Seorang remaja menceritakan bahwa ia sudah melakukan hubungan seks pranikah dengan pacarnya. Hal ini berawal dari kebiasaan menonton film porno yang merupakan salah satu bentuk pelarian dari ‘kesepian’ akan kasih sayang orangtuanya yang hanya memperhatikan dari hal materi – sibuk bekerja. Ada remaja yang jatuh dalam kenakalan yang sama lantaran stress dan kecewa melihat kedua orangtuanya sering bertengkar. Hal ini mengungkapkan pentingnya keberadaan dan peranan komunikasi orangtua yang mempengaruhi pembentukan remaja sebagai seorang pribadi yang utuh. Artinya, peran dan tanggungjawab orangtua bukan sekedar dinyatakan dalam 13 Menurut beberapa sumber dan pengalaman penulis dalam pelayanan remaja, kasus-kasus remaja yang melakukan kenakalan remaja berupa seks pranikah, pencandu narkoba; sebagian besar merupakan remaja yang berasal dari keluarga yang ‘broken home’ dan keluarga yang memiliki ketidakharmonisan dalam berkomunikasi. Dengan kata lain, jika ditelusuri lebih lanjut secara cermat dari setiap permasalahan remaja yang ada, ujung-ujungnya menyangkut keluarga. 14 Beberapa contoh yang penulis paparkan merupakan topik masalah-masalah yang sering dibicarakan dalam konsultasi remaja selama tiga sampai empat tahun ini. 5 hal materi melainkan kehadiran mereka dalam mendidik dan mengkomunikasikan hal-hal yang mendidik bagi remaja. 9 Seorang remaja menceritakan bahwa ia merasa sangat lelah, jenuh dengan keseharian hidupnya. Tugas sekolah begitu menumpuk. Belum lagi kegiatan ekstrakurikuler dan beberapa les yang harus ia jalani atas dasar keinginan orangtua. Hal ini semakin parah karena orangtua menuntut prestasi yang ‘tinggi’ melalui pembatasan jam keluar dengan teman-teman, pembatasan bermain game. Akibatnya, hal yang sering didengarkan ketika menjalin komunikasi dengan orangtua adalah “belajar, belajar, dan belajar”. Orangtuanya tidak pernah menanyakan bagaimana kehidupannya di sekolah, apa yang ia rasakan setiap hari ketika bersekolah. Jika ada ujian, pertanyaan yang diajukan adalah “dapat nilai berapa”; kalau bagus, ga ada komentar tapi kalau ga bagus, yang ada hanyalah marahan. Ia sangat ingin orangtuanya menanyakan “bagaimana ujian hari ini” “ada kesulitan apa”. Hal ini mengungkapkan cara penyampaian komunikasi yang kurang tepat sehingga menimbulkan kesalahpahaman antara orangtua dan remaja. Orangtua mungkin memiliki maksud baik sebagai dorongan agar remaja berhasil mencapai prestasi demi masa depan mereka ketika akan terjun di dunia kerja. Akan tetapi, cara mengolah pesan tersebut kurang efektif sehingga komunikasi yang disampaikan tidak sesuai dengan sasaran atau maksud yang sebenarnya. 9 Seorang remaja putri menceritakan rasa kurang percaya diri atau minder lantaran memiliki postur tubuh yang kurus, pendek. Dia pun sering diejek dan menjadi stress oleh teman-teman di sekolah dengan sebutan “kerdil” “papan”. Sang remaja malu menyampaikan kepada orangtua karena menganggap hal ini adalah hal yang tidak penting bagi orangtuanya. Buktinya, orangtuanya jarang memperhatikan dirinya secara fisik atau perubahan-perubahan fisiknya sebagai seorang remaja. Dalam hal ini, sang remaja memerlukan dukungan dari orangtua untuk menjadikan dirinya sebagai seorang pribadi yang utuh dalam hal kepercayaan diri. Hal ini mengungkapkan komunikasi orangtua juga berpengaruh terhadap kepercayaan dan pembentukan jati diri remaja. Artinya, orangtua memiliki peran dan 6 tanggungjawab yang penting dalam membentuk jati diri remaja secara utuh, baik secara emosional, mental, dan psikis. Berdasarkan beberapa contoh kasus tersebut, maka hubungan komunikasi antara orangtua dan remaja di GKI Peterongan sering mengalami ketidakharmonisan karena pesan yang hendak disampaikan melalui komunikasi, baik dari orangtua ke remaja maupun remaja kepada orangtua tidak diterima dengan baik atau meleset dari sasaran. Dalam menanggapi problema ini, penting sekali untuk menyadarkan orangtua untuk mengembalikan sistem pendidikan anak pada keluarga. Pada waktu mendidik inilah, orang tua melakukan komunikasi yang terbuka dengan anaknya dalam hidup sehari-hari. Belum lagi, komunikasi orang tua dan remaja juga dipengaruhi oleh beberapa perkembangan yang sangat penting pada masa remaja, baik perkembangan emosional, sosial, moral, dan intelektual. Karena itu, pola pendidikan yang diterapkan oleh orangtua sangat mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan remaja. Dalam Firman Tuhan, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru membahas tentang tanggung jawab orangtua di dalam mendidik anaknya, termasuk anak remaja. Salah satunya sebagaimana yang tercantum dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat Efesus 6:1-4. Nasihat Paulus tidak hanya ditujukan kepada anak supaya menghormati dan menaati orangtua mereka seperti kepada Tuhan, tapi juga kepada orangtua untuk tidak membangkitkan amarah dalam hati anak-anaknya. Namun, apa yang dinasihatkan dalam Surat Efesus 6:1-4 seringkali kurang relevan lagi untuk diterapkan pada zaman ini. Sebagian orangtua sering menekankan atau dan menuntut remaja untuk taat terhadap apa yang dinasihatkan atau diucapkan secara mutlak. Hal ini diperkuat dengan kotbah-kotbah atau pembinaan yang lebih menekankan pada aspek ketaatan anak pada orangtua.15 Padahal, bagi sebagian remaja memiliki pandangan bahwa orangtua mereka kuno dan nasihat yang diberikan sudah tidak terpakai atau relevan dengan kehidupan mereka di zaman ini. Apakah benar apa yang disampaikan Tuhan dalam Surat Efesus 6:1-4 kurang relevan untuk diterapkan pada zaman ini? Bagaimana orangtua dapat menyadari kehadiran, peranan, dan tanggungjawab mereka sebagai 15 Pengalaman dan pengamatan penulis selama melayani di GKI Peterongan, kotbah-kotbah dan pembinaan tentang keluarga lebih menekankan ketaatan anak kepada orangtua atau bersifat satu arah, bukan dua arah. 7 wakil Allah dalam mendidik remaja sangat penting agar remaja pun menaati dan menghormati orangtua mereka seturut apa yang diajarkan dalam firman Tuhan?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, penulis akan menggali keluar atau mengeksegese Surat Efesus 6:1-4. Setelah itu, penulis akan berusaha untuk menafsirkannya dengan landasan berpikir hermeneutik secara kontekstual dengan membandingkan kehidupan keluarga pada zaman Yunani-Romawi sehingga bisa menemukan relevansi bagi hubungan komunikasi orangtua dan remaja pada zaman ini. 1.2 Alasan Penulisan Keharmonisan komunikasi orangtua dan remaja adalah faktor terpenting bagi remaja, baik dalam menghargai diri sendiri, memecahkan masalah, dan bergaul dengan orang lain. Jika seorang remaja mudah membicarakan segala sesuatu kepada orangtua, baik mengenai dirinya, sahabat, seks maupun isu-isu kenakalan remaja; maka, remaja tersebut memiliki perasaan dimiliki dan diperhatikan oleh orangtuanya. Bahkan, ia memiliki peluang besar untuk berhasil melewati masa-masa gejolak di usia remaja. Sebaliknya, tanpa komunikasi yang efektif, orangtua akan terjebak dalam adu kekuatan yang tak kunjung usai dengan anak remaja mereka.16 Dalam hal ini, ketidakharmonisan komunikasi bisa terpicu karena adanya permusuhan antara orangtua dan remaja.17 Namun, salah satu hal yang paling sukar menjadi orangtua adalah menyampaikan sesuatu kepada anak remaja. Hal ini juga dialami oleh para remaja yang memiliki kerinduan untuk mengetahui bagaimana cara menyampaikan sesuatu kepada orangtua mereka.18 Itulah sebabnya, masalah komunikasi orangtua dan remaja adalah masalah serius dan perlu ditanggapi oleh gereja-gereja di Indonesia. Para orang tua kurang memahami bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan anak remaja. Hal serupa dengan remaja yang kurang dapat memahami makna dibalik apa yang disampaikan oleh orangtua. Para orangtua dan remaja menganggap telah menjalin 16 Kevin Steede, 10 Kesalahan Orangtua Dalam Mendidik Anak (Terj.Inggris; Jakarta: Tangga Pustaka, 2007) hlm. 47-48 17 EB Surbakti, Kenakalan Orangtua Penyebab Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008) hlm. 207-209 18 Bill Sanders, Dari Remaja Untuk Orangtua (Terj.Inggris; Bandung: Kalam Hidup, 1995) hlm. 5-6 8 komunikasi yang baik, padahal hanya melakukan pembicaraan karena pesan yang hendak disampaikan sering tidak diterima dengan baik oleh salah satu pihak. Para orangtua kurang menyadari tanggungjawab dan tuntutan yang harus diperjuangkan dalam turut membentuk dan mengerti dunia remaja saat ini dan para remaja kurang memahami peran dan tanggungjawab mereka sebagai anak terhadap orangtua. Padahal, jika diteliti secara cermat, ketidakharmonisan komunikasi antara orangtua dan anak adalah salah satu penyebab masalah dalam keluarga. Dalam hal ini, pembinaan komunikasi terhadap orangtua dan remaja kurang mendapat perhatian yang serius dari GKI Peterongan. Hal ini dapat dilihat dari langkanya program yang ada di gereja untuk mempertemukan orangtua dengan remaja.19 Masalah ketidakharmonisan komunikasi juga dianggap sebagai masalah intern keluarga, tanggungjawab keluarga masing-masing. Biasanya, gereja baru terlibat tatkala terjadi masalah antara orangtua dan remaja yang diakibatkan dari ketidakharmonisan yang terjadi.20 Oleh sebab itu, para orangtua dan remaja membutuhkan dukungan dari pihak gereja dalam menjalin komunikasi yang tepat sasaran atau efektif satu dengan yang lainnya. 1.3 Rumusan Permasalahan Dunia remaja adalah sebuah dunia yang kelihatannya mudah ditangani tapi sangat sulit dipahami. Tindakan dan perkataan mereka dapat membuat orangtua menjadi gemas, marah, dan bingung. Sebaliknya, apa yang dilakukan orangtua juga dapat membuat remaja marah dan memberontak. Dalam berkomunikasi, 19 Komisi Remaja di GKI Peterongan hanya mengadakan satu program dalam menjalin dan membangun keharmonisan komunikasi orangtua dan remaja, yang dikenal dengan sebutan MAPERTU (Malam Pertemuan Orangtua dan Remaja) Namun, sejak tahun 2006, program ini sudah tidak diadakan sehubungan kurangnya perhatian dari majelis jemaat. Padahal, program ini memiliki dampak bagi keharmonisan komunikasi orangtua dan remaja karena kesalahpahaman pengertian dan pesan komunikasi dapat dijernihkan melalui percakapan langsung dari para orangtua dan remaja. Sedangkan, program dari majelis jemaat buat keharmonisan komunikasi orangtua dan remaja hanya ditekankan pada bulan keluarga yang lebih menekankan terhadap kehidupan suami dan istri, masalah keluarga secara umum. 20 Selama kurang lebih empat tahun penulis melayani remaja di GKI Peterongan, sebagian besar orangtua baru mengkonsultasikan masalah komunikasi dengan anak remaja tatkala apa yang dikomunikasikan tidak ditanggapi oleh anak remaja mereka. Sebagian besar para orangtua juga merindukan adanya sebuah wadah pembinaan yang dapat memperlengkapi mereka dalam memahami dan mengerti langkah-langkah praktis tatkala berkomunikasi maupun mengenal lebih jauh tentang karakter seorang remaja. 9 mereka seperti dua kutub yang saling bertolakbelakang. Orangtua merasa sulit mengikuti perubahan dalam dunia remaja sedangkan remaja merasa orangtua kurang memahami dan ‘mengekang’ kebebasan mereka dengan membandingkan pada hal-hal yang dulu dialami orangtua. Permasalahan ini juga terjadi di GKI Peterongan. Bahkan, orangtua dan remaja sering membenarkan diri satu dengan yang lainnya tatkala terjadi ketidakharmonisan dalam berkomunikasi dengan menggunakan ayat-ayat firman Tuhan. Salah satunya sebagaimana yang tercatat dalam Surat Efesus 6:1-4.21 Dengan demikian, bagaimana caranya membangun sebuah komunikasi yang tepat sasaran antara orangtua dan remaja di GKI Peterongan?. Apakah hubungan antara Surat Efesus 6:1-4 dengan masalah komunikasi orangtua dan remaja?. Pesan apakah yang sebenarnya hendak disampaikan dalam Surat Efesus 6:1-4 mengenai hubungan orangtua dan remaja?. Bagaimana seharusnya memahaminya?. Masih relevankah pesan tersebut sehubungan dengan masalah komunikasi yang terjadi antara orangtua dan remaja di GKI Peterongan?. 1.4 Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan arti dan dampak dari ketidakharmonisan komunikasi orangtua dan remaja secara psikologis dan ilmu komunikasi. 2. Menguraikan secara teologis apa yang menjadi peran dan tanggungjawab orangtua dan anak berdasarkan Surat Efesus 6:1-4, termasuk membandingkannya pada zaman Yunani-Romawi?. 3. Mengimplementasikan bagaimana peran dan tanggungjawab orangtua dan anak berdasarkan Surat Efesus 6:1-4 dalam membangun komunikasi yang tepat sasaran pada konteks masa kini dan mengusulkan beberapa program maupun kurikulum materi pembinaan dalam menjalin, membantu, dan meningkatkan keharmonisan komunikasi orangtua dan remaja di GKI Peterongan. 21 Ketika terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengan orangtua, para remaja dituntut untuk ‘mengalah’ tanpa penjelasan dari orangtua. Jika remaja membantah, orangtua menganggap mereka tidak menghormati dan tidak taat kepada orangtua. Demikian sebaliknya, ketika remaja merasa terkekang dan marah tatkala terjadi salah paham dengan orangtua; mereka menganggap orangtua tidak mengerti, tidak bisa menjadi orangtua yang ‘baik’ bagi mereka. 10 1.5 Ruang Lingkup Penulisan Dalam penulisan tesis ini, penulis membahas tentang: 1. Apa arti komunikasi dan faktor penyebab ketidakharomisan komunikasi orangtua dan remaja? 2. Apa dan bagaimana memahami serta membangun sebuah komunikasi yang tepat sasaran melalui peran dan tanggungjawab orangtua dan remaja berdasarkan Surat Efesus 6:1-4? 3. Bagaimana menerapkan hasil pergumulan teks (Surat Efesus 6:1-4) dalam membangun, meningkatkan, dan memelihara keharmonisan komunikasi antara orangtua dan remaja di GKI Peterongan pada konteks masa kini. 1.6 Metodelogi Penelitian Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan data dengan metode wawancara, observasi, dan variasi dari metodemetode tersebut yang sesuai dengan penelitian kualitatif.22 Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: Sumber Primer : Kuesioner dan Wawancara. : Pengalaman berdasarkan Live in selama empat tahun di pelayanan remaja GKI Peterongan. Kuesioner diberikan kepada para narasumber yang terdiri dari remaja dan orangtua komisi remaja GKI Peterongan. Sedangkan, wawancara diberikan kepada para remaja yang pernah dan sedang mengalami permasalahan komunikasi dengan orangtua mereka; sebagai usaha penggalian informasi yang lebih mendalam sesuai dengan kepentingan penulisan tesis. Wawancara dilakukan secara kreatif berdasarkan situasi, bersifat pribadi, ditandai dengan keterbukaan, keterlibatan emosional, sikap empati dan kepercayaan antara penulis sebagai pewawancara dan narasumber sebagai pribadi yang diwawancarai. Sumber Sekunder : Studi Literatur Data diperoleh melalui buku-buku, artikel, jurnal, media elektronik, yang bersifat Kristen maupun umum; yang berkaitan dengan topik penulisan tesis. 22 Andreas B.Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif & Kualitatif. (Bandung: Kalam Hidup, 2004) hlm. 228. 11 1.7 Judul Tesis Peran dan Tanggungjawab Orangtua dan Remaja Dalam Membangun Komunikasi Yang Tepat Sasaran di Gereja Kristen Indonesia Peterongan Berdasarkan Surat Efesus 6:1-4 1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam tesis ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu: Bab I. Pendahuluan Pada bagian ini, penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan, alasan penulisan, rumusan masalah penulisan, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode yang digunakan dalam penelitian, judul tesis, dan sistematika penulisan Bab II. Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Ketidakharmonisan Komunikasi Orangtua dan remaja Pada bagian ini, penulis menguraikan faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakharmonisan komunikasi antara orangtua dan remaja berdasarkan tinjauan psikologi remaja dan ilmu komunikasi. Bab III. Peran dan Tanggungjawab Orangtua dan Anak Dalam Membangun Komunikasi Yang Tepat Sasaran Berdasarkan Surat Efesus 6:1-4 Pada bagian ini, penulis menguraikan secara teologis, apa dan bagaimana peran serta tanggungjawab orangtua dan remaja dalam membangun sebuah komunikasi yang tepat sasaran berdasarkan Surat Efesus 6:1-4, termasuk membandingkannya pada zaman Yunani Romawi?. Kemudian, bagaimana menerapkan hasil pergumulan teks secara kontekstual pada masa kini. Bab IV. Masalah Komunikasi Serta Peranan Keluarga dan GKI Peterongan Dalam Membangun Komunikasi Yang Tepat Sasaran Antara Orangtua dan Remaja Pada bagian ini, penulis akan menguraikan keadaan dan arti komunikasi yang terjalin antara orangtua dan remaja di GKI Peterongan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, penulis akan memaparkan apa 12 peranan keluarga dan gereja dalam menjawab masalah komunikasi orangtua dan remaja di GKI Peterongan berdasarkan hasil penulisan dari Bab II dan III. Bab V. Kesimpulan Penguraian mencakupi kesimpulan dari seluruh pembahasan tesis dan mengusulkan beberapa program maupun kurikulum pembinaan komunikasi yang dapat dilaksanakan oleh komisi remaja maupun GKI Peterongan untuk meningkatkan keharmonisan komunikasi dengan orangtua. 13