9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Akuntansi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Akuntansi Sektor Publik
2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik menurut Renyowijoyo (2008) adalah sebagai
berikut:
“Sistem akuntansi yang dipakai oleh lembaga-lembaga publik sebagai
salah satu alat pertanggungjawaban kepada publik”
Sedangkan Bastian (2006) menjelaskan tentang pengertian akuntansi
sektor publik adalah sebagai berikut:
“Mekanisme teknik analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan
dana
masyarakat
di
lembaga-lembaga
tinggi
Negara
dan
departemendepartemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD,
LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor
publik dan swasta”.
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa akuntansi sektor publik merupakan sistem akuntansi yang diterapkan dan
digunakan pada pengelolaan dana masyarakat oleh lembaga-lembaga publik
sebagai alat pertanggung jawaban kepada publik.
2.1.1.2 Perbedaan Sektor Publik dan Sektor Swasta
Terdapat perbedaan mendasar antara sektor publik dan sektor swasta.
Menurut Mardiasmo (2009:8) perbedaan sektor publik dengan sektor akuntansi
swasta adalah sebagai berikut :
9
10
Tabel 2.1
Perbedaan Sektor Publik dan Sektor Swasta
Aspek Perbedaan
Sektor Publik
Tujuan Organisasi
nonprofit motive
Sumber Pendanaan
Pajak,
retribusi,
Sektor Swasta
profit motive
utang,
• Pembiayaan internal :
obligasi
modal
pemerintah, BUMN/BUMD,
ditahan,
sendiri,
laba
penjualan
aktiva
penjualan aset negara, dsb.
• Pembiayaan eksternal :
utang
bank,
obligasi,
penerbitan saham
Pertanggungjawaban
Karakteristik
Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban
kepada masyarakat (publik)
kepada pemegang saham
dan parlemen (DPR/DPRD)
dan kreditor
Terbuka untuk publik
Tertutup untuk publik
cash to accrual bassic
Accrual bassic
Anggaran
Sistem Akuntansi
Sedangkan menurut Mahmudi (2010:23) perbedaan antara kedua sektor
tersebut adalah sebagai berikut :
11
Tabel 2.2
Perbedaan Sektor Publik dengan Sektor Swasta
Sektor perbedaan
Tujuan organisasi
Sektor swasta
Sektor publik
• Nonprofit
• Mencari
• pelayanan publik (public
Laba
(profit oriented)
• Penyediaan barang dan
service oriented)
jasa komersial
Sumber Pendanaan
 Pajak, PNBP, Retribusi,
Utang, Bagian Laba
penjualan aset
• Dimiliki
Negara
• Struktur
atau
Anggaran
Birokrasi
Standar Akuntansi
• Dimiliki
Pemegang
• Struktur
Organisasi
Bisnis
• Terbuka Untuk Publik
• Tertutup untuk Publik
• Merupakan
• Merupakan
Dokumen
publik
Sistem Akuntansi
 Hasil Penjualan, Utang,
saham/Investor
(pemerintahan)
Karakteristik
Laba
Penerbitan Saham
Seluruh rakyat
Struktur Organisasi
Modal,
ditahan,
 Perusahaan negara, hibah,
Kepemilikan
 Setoran
•
Cash Accounting
•
Accrual Accounting
•
Fund Accounting
•
Budgetary Accounting
•
Comitment accounting
Standar akuntansi Pemerintah
Dokumen
rahasia
• Accrual accounting
Standar Akuntansi Bisnis
12
Berdasarkan kedua pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
antara sektor publik dan sektor swasta memilik perbedaan antara tujuan, sumber
pendanaan, pertanggung jawaban, struktur organisasi, karakteristik anggaran dan
sistem akuntansi. Secara garis besar organisasi sektor publik berorientasi pada
aktivitas nonprofit sedangkan pada sektor swasta organisasi berorientasi pada
aktivitas yang menghasilkan laba (profit oriented). Hal ini dikarenakan tujuan
utama dari organisasi sektor publik sendiri adalah memberikan layanan kepada
publik atau masyarakat sehingga laba bukan menjadi prioritas yang paling utama,
berbanding terbalik dengan organisasi swasta yang tujuan utamanya adalah
mencari laba.
2.1.2
Transparansi
2.1.2.1 Pengertian Transparansi
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi yang tersedia harus
memadai agar dapat dimengerti dan mudah dipantau. Terdapat
beberapa
pengertian tentang transparansi publik yaitu :
Standar Akuntansi Pemerintahan (2010:22) definisi transparansi adalah
sebagai berikut:
“Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan.”
Mardiasmo (2005:30) definisi transparansi adalah sebagai berikut:
13
“Transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam
memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber
daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.
Transparansi suatu kebebasan untuk mengakses aktifitas politik dan
ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Transparansi
memungkinkan semua stakeholder dalam melihat struktur dan fungsi
pemerintahan, tujuan dari kebijakan dan proyeksi fiskalnya serta laporan
pertanggungjawaban tahun lalu.”
Dari
definisi-definisi
diatas
dapat
dikatakan
bahwa
transparansi
merupakan bentuk keterbukaan pemerintah kepada masyarakat dan pihak-pihak
yang membutuhkan informasi berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh sebagai bentuk
pertanggung jawaban pemerintah terhadap masyarakat.
2.1.2.2 Dimensi Transparansi
Dimensi transparansi merupakan prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan
bagi
setiaap
orang
untuk
memperoleh
informasi
tentang
penyelenggaraan pemerintahan berupa informasi mengenai kebijakan, proses
pembuatan, pelaksanaan, dan hasil yang dicapai. Menurut Krina (2003) prinsip ini
menekankan kepada 2 aspek:
a.
Komunikasi publik oleh pemerintah
b.
Hak masyarakat terhadap akses informasi
2.1.2.3 Indikator Transparansi
Menurut Krina (2003) indikator-indikator dari transparansi adalah sebagai
berikut:
1.
Penyediaan informasi yang jelas tentang tanggung jawab
14
2.
Menyusun suatu mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang
dilanggar atau permintaan untuk membayar uang suap
3.
Kemudahan akses informasi
4.
Meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media
massa dan lembaga non pemeritah
2.1.3
Akuntabilitas
2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas
berasal
dari
istilah
dalam
bahasa
inggris
yaitu
accountability, yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk diminta
pertanggungjawaban (Salim, 1991:33). Pertanggungjawaban pemerintah kepada
masyarakat sangatlah diperlukan karena organisasi pemerintah pada dasarnya
adalah suatu lembaga yang berorientasi kepada publik atau masyarakat dan hasil
laporan dari organisasi pemerintah tersebut perlu disampaikan kepada masyarakat
sebagai bentuk pertanggung jawaban.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2003:3) definisi akuntabilitas
adalah sebagai berikut:
“Akuntabilitas merupakan kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab atau menerangkan kinerja dan tindakan
seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan akan
pertanggungjawaban.”
Sedarmayanti (2003:3) pengertian akuntabilitas adalah sebagai berikut:
“Akuntabilitas
adalah
suatu
perwujudan
kewajiban
untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.”
Mardiasmo (2004:20) definisi akuntabilitas adalah sebagai berikut:
15
“Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untung
memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya kepada pihak pemberi amanah (prinscipal) yang memiliki hak
dan kewenangan untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.
Berdasarkan beberapa definisi akuntabilitas yang dilihat dari berbagai
sudut pandang tersebut, maka akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban
untuk menyampaikan, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
kegiatan dan aktifitas yang menjadi tanggung jawab kepada pihak yang memiliki
hak atau berkewenangan sebagai bentuk pertanggung jawaban yang dilaksanakan
secara periodik.
2.1.3.2 Jenis-jenis Akuntabilitas
Mardiasmo (2006:21) secara umum akuntabilitas publik terdiri dari dua
macam, yaitu:
1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability)
2. Akuntabilitas Horisontal (Horizontal Accountability)
Kedua macam akuntabilitas tersebut dapat diartikan sebagai berikut.
Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability) adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban
unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah
daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan
Akuntabilitas Horisontal (Horizontal Accountability) adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas
publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja
finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
16
tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek
pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.
Sedangkan menurut Rosjidi (2001:144) akuntabilitas dibagi menjadi dua
macam, yaitu :
1.
Akuntabilitas Internal
2.
Akuntabilitas Eksternal
Akuntabilitas internal berlaku bagi setiap tingkatan organisasi internal
penyelenggaraan pemerintah Negara termasuk pemerintah dimana setiap pejabat
atau pengurus publik baik individu maupun kelompok secara hierarki
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada atasanya langsung
mengenai perkembangan kinerja kegiatan secara periodik maupun sewaktu-waktu
bila dipandang perlu. Keharusan dari akuntabilitas internal pemerintah tersebut
telah diamanatkan dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Instansi Pemerintah (AKIP). Sedangkan akuntabilitas eksternal
melekat
pada setiap
lembaga Negara sebagai
suatu organisasi
untuk
mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan
ataupun
perkembangan
untuk
dikomunikasikan
kepada
pihak
eksternal
lingkunganya.
2.1.3.3 Sifat Akuntabilitas
Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat
dipakai
oleh
pengguna
laporan
keuangan
untuk
menilai
akuntabilitas
pemerintahan dalam membuat keputusan ekonomi, sosial, maupun politik.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang
17
kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas
pihak pengendali tersebut. Dalam hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang
accountable untuk memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap
seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan
dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui tanpa pemerintah
memberitahukan
kepada
rakyat
tentang
informasi
sehubungan
dengan
pengumpulan sumber daya dan sumber dana masyarakat beserta penggunaannya.
Akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif akuntansi,
Ellwood (1993:368) menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan
dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Sumber daya finansial
2. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administrasi
3. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan
4. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian
tujuan, manfaat, dan efektivitas.
Akuntabilitas juga dapat dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap
yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih banyak membutuhkan ukuranukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang membutuhkan lebih banyak
ukuran-ukuran subyektif . Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Probility
and
legality
accountability
Hal
ini
menyangkut
pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang
18
telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (compliance).
2. Process accountability Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau
ukuran-ukuran dalam
melaksanakan kegiatan
yang ditentukan
(planning, allocating and managing).
3. Performance accountability Pada level ini dilihat apakah kegiatan
yang dilakukan sudah efisien (efficient and economy).
4. Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and
effectiveness).
5. Policy accountability Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai
kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).
2.1.3.4 Ciri-ciri Pemerintahan yang Akuntabel
Finner dalam Joko Widodo (2010:104) menjelaskan akuntabilitas sebagai
konsep yang berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran
suatu tindakan birokrasi. Pengendalian dari luar (external control) menjadi
sumber akuntabilitas yang memotivasi dan mendorong aparat untuk bekerja keras.
Masyarakat luas sebagai penilai objektif yang akan menetukan accountable atau
tidaknya sebuah birokrasi. Terdapat beberapa ciri pemerintahan yang accountable
di antaranya sebagai berikut :
1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara
terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat.
19
2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
3. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan
publik secara proposional.
4. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam
prosespembangunan dan pemerintahan.
5. Adanya sasaran bagi publik untuk menilai kinerja (performance)
pemerintah. Dengan pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat
menilai derajat pencapaian pelaksanaan program/kegiatan pemerintah.
2.1.3.5 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Pemerintah
menuntut
peningkatan
terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih (Good governance dan clean government)
melalui Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang jelas dan teratur dan efektif yang dikenal dengan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) penerapan tersebut
bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdayaguna,
berhasil guna dan bertanggungjawab dan bebas dari praktik kolusi, korupsi dan
nepotisme. (KKN).
Akuntabilitas merupakan perwujudan dari kewajiban seseorang atau unit
organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban dan berupa
laporan akuntabilitas yang disusun secara periodik. Sistem Akip ini juga perlu di
20
evaluasi melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi. Oleh karena itu
setelah menyusun Lakip maka selanjutnya Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) memberikan informasi kinerja instansi pemerintah dan
memberikan manfaat untuk :
a. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum
pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance)
yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
kebijaksanaan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan pada
masyarakat;
b. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi
secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan
lingkungannya;
c. Menjadi
masukan
serta
umpan
balik
bagi
pihak-pihak
yang
berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah;
d. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
2.1.3.5.1 Akuntabilitas dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Menurut Peppres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
(tender) adalah sebagai berikut:
21
22
23
2.1.3.6 Dimensi Akuntabilitas
Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik
tersebut antara lain Ellwood (1993:371).
1. Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accountability for probility and
legality),
2. Akuntabilitas Proses (process accountability),
3. Akuntabilitas program (program accountability),
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembagalembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati
ketentuan hukum yang berlaku. Penggunaan dana publik harus dilakukan
secara benar dan telah mendapatkan otorisasi. Akuntabilitas hukum
24
berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
disyaraktan dalam menjalankan organisasi, sedangkan akuntabilitas
kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse
of power), korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menuntut penegakan
hukum (law enforcement), sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut
adanya praktik organisasi yang sehat tidak terjadi malpraktek dan
maladministrasi.
2. Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,
sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas
proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat
responsif, dan murah biaya.
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang
optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada
pelaksanaan program.
25
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga
publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik
hendaknya dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan
yang telah
ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak dimasa depan.
2.1.3.7 Indikator Akuntabilitas
Dari dimensi akuntabilitas yang telah di jelaskan dan disebutkan di atas
yang bersumber dari Ellwood (1993:374) dimensi tersebut dapat di turunkan
menjadi indikator akuntabilitas adalah sebagai berikut:
1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
a.
Kepatuhan terhadap hukum.
b.
Penghindaran korupsi dan kolusi.
2. Akuntabilitas Proses
a.
Adanya Kepatuhan Terhadap Prosedur.
b.
Adanya pelayanan publik yang responsif.
c.
Adanya pelayanan publik yang cermat.
d.
Adanya pelayanan publik yang biaya murah.
3. Akuntabilitas Program
a.
Alternatif program yang memberikan hasil yang optimal.
b.
Mempertanggung jawabkan yang telah dibuat.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diambil.
26
2.1.4
Laporan Keuangan Daerah
Laporan
keuangan
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban
atas
kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas. Laporan
keuangan yang diterbitkan harus disusun sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas
yang jelas.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 pengertian laporan keuangan
adalah sebagai berikut:
“Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan.”
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, yang
terdiri dari:
a. Pemerintah pusat;
27
b. Pemerintah daerah
c. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
Bastian (2006:15) pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut:
“Laporan keuangan sektor publik merupakan representasi posisi keuangan
dari transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas Sektor Publik.”
Sedangkan menurut Nordiawan, dkk (2012:20) pengertian laporan
keuangan adalah:
“Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban atas
kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas.
Laporan keuangan yang diterbitkan harus disusun berdasarkan standar
akuntansi yang berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau
dibandingkan dengan laporan keuangan entitas yang lain.”
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
laporan keuangan pemerintah merupakan representasi posisi keuangan dari
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh entitas Sektor Publik yang terstruktur dan
merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas kepengurusan sumber daya
ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas pelaporan.
2.1.4.1 Komponen Laporan Keuangan Daerah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat dalam satu
set laporan keuangan berbasis akrual terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran
28
(budgetary reports) dan laporan finansial, yang jika diuraikan adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran;
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
3. Laporan Operasional;
4. Laporan Perubahan Ekuitas;
5. Neraca;
6. Laporan Arus Kas;
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan pelaksanaan anggaran adalah Laporan Realisasi Anggaran dan
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, sedangkan yang termasuk laporan
finansial adalah Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca dan
Laporan Arus Kas. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan
oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh
entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum, dan Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum Negara dan
entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan konsolidasi.
2.1.4.2 Standar Audit Pemerintahan
Audit
kinerja
terhadap
lembaga-lembaga
pemerintahan
indonesia
dilakukan dengan berpedoman pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang
dikeluarkan oleh Badan Pemerikasa Keuangan (BPK) tahun 1995. SAP tersebut
merupakan buku standar untuk melakukan audit atas semua kegiatan
pemerintahan yang meliputi pelaksanaan APBN, APBD, pelaksanaan anggaran
29
tahunan BUMN dan BUMD, serta kegiatan yayasan yang didirikan oleh
pemerintah, BUMN dan BUMD atau badan hukum lain yang didalamnya terdapat
kepentingan keuangan negara atau yang menerima bantuan pemerintah.
Standar-standar yang menjadi pedoman dalam audit kinerja terhadap lembaga
pemerintah menurut standar audit pemerintahan adalah sebagai berikut:
1) Standar Umum
 Staf melaksanakan audit harus secara kolektif, memiliki kecakapan
profesional yang memadai untuk tugas yang disyaratkan.
 Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit harus
independen, bebas dari gangguan indepedensi yang bersifat pribadi dan
yang diluar pribadinya, yang dapat mempengaruhi independensinya,
serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang
independen.
 Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan pelaporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
 Memiliki sistem pengendalian intern yang memadai, dan sistem
pengendalian mutu tersebut harus di review oleh pihak lain yang
kompeten.
2) Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
Standar pekerjaan lapangan untuk audit kinerja terdiri atas empat hal:

Perencanaan
Perencanaan harus direncanakan secara memadai
30

Supervisi
Staf harus diawasi (disupervisi) dengan baik

Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Auditor harus merancang audit tersebut untuk memberikan keyakinan
yang memadai mengenai kepatuhan tersebut. Dalam semua audit
kinerja, auditor harus waspada terhadap situasi atau transaksi yang
dapat merupakan indikasi adanya unsure pembuatan melanggar
hukum atau penyalahgunaan wewenang.

Pengendalian Manajemen
Auditor harus benar-benar memahami pengendalian manajemen yang
relevan dengan audit.
3) Standar Pelaporan Audit Kinerja
Standar pelaporan audit kinerja terdiri dari 5 hal:
1. Bentuk
Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat
mengkomunikasikan hasil setiap audit.
2. Ketepatan Waktu
Auditor harus menerbitkan laporan untuk menyediakan informasi yang
dapat digunakan secara tepat waktu oleh manajemen dan pihak lain
yang berkepentigan.
3. Isi Laporan
a. Tujuan, Lingkup, Metodologi Audit
Auditor harus melaporkan tujuan, lingkup, dan metodologi audit.
31
b. Hasil Audit
Audit harus melaporkan temuan audit yang signifikan.
c. Rekomendasi
Auditor harus menyamaikan rekomendasi untuk melakukan
tindakan perbaikan atas bidang yang bermasalh dan untuk
meningkatkan pelaksanaan kegiatan entitas audit
d. Pernyataan Standar Audit
Auditor harus melaporkan bahwa audit melaksanakan berdasarkan
SAP
e. Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan
f. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
penyalahgunaan wewenang.
g. Pelaporan secara langsung tentang unsur perbuatan melanggar.
h. Pengendalian manajemen.
i. Tanggapan pejabat yang bertanggungjawab.
j. hasil/prestasi kerja yang patut dihargai.
k. Hal yang memerlukan penelaahan lebih lanjut.
l. Informasi istimewa dan rahasia.
4. Penyajian Pelaporan
Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan
ringkas.
5. Distribusi Pelaporan

Pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang diaudit
32

Kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang
meminta audit.

Pejabat lain yang mempunyai tanggungjawab atas pengawasan
secara hokum atau pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan
tindak lanjut berdasarkan temuan dan rekomendasi audit.

Kepada pihak lain yang diberi wewenang oleh entitas yang diaudit
untuk menerima laporan tersebut.
2.1.4.3 Kualitas Laporan Keuangan
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 1 paragraf 9
sebagaimana terdapat di Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
SAP menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur
mengenai posisi keuangan dan transaksi transaksi yang dilakukan oleh suatu
entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan
suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Pada dasarnya laporan
keuangan pemerintah adalah asersi dari pihak manajemen pemerintah yang
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk
menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan.
Laporan keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah
ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu
entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
33
perundang–undangan (Daniel dan Suhardjo, 2013). Laporan keuangan yang
berkualitas menunjukkan bahwa kepala daerah bertanggungjawab sesuai dengan
wewenang yang dilimpahkan kepadanya dalam pelaksanaan tanggung jawab
dalam mengelola organisasi. Kualitas merupakan suatu penilaian terhadap output
pusat pertanggungjawaban atas suatu hal, baik itu dilihat dari segi yang berwujud
seperti barang maupun segi yang tidak berwujud.
Definisi Kualitas menurut Mulyana (2010:96) adalah sebagai berikut
“Kualitas diartikan sebagai kesesuaian dengan standar, diukur berbasis
kadar ketidaksesuaian, serta dicapai melalui pemeriksaan.”
Berdasarkan pengertian diatas, kualitas merupakan suatu penilaian
terhadap output pusat pertanggungjawaban atas suatu hal, baik itu dilihat dari segi
yang berwujud seperti barang maupun segi yang tidak berwujud, seperti suatu
kegiatan.
Menurut Masmudi (2003:77) definisi laporan keuangan adalah:
“Laporan keuangan sektor publik pada hakekatnya merupakan suatu
bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat atas pengelolaan
dana publik baik dari pajak, retribusi atau transaksi lainnya”.
Laporan keuangan merupakan suatu pernyataan entitas pelaporan yang
terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Laporan keuangan adalah
bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu
periode. Laporan keuangan pemerintah daerah adalah pertanggungjawaban
pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Bastian (2003:48) dapat
34
dikategorikan sebagi berikut:
a. Kualitas tertinggi; dapat dipahami dan berguna.
b. Kualitas primer; relevan (nilai prediksi, nilai umpan balik, tepat waktu),
andal (daya uji, netral, tepat saji).
c. Kualitas sekunder; konsisten, komparatif.
d. Kendala; materialitas, konservatif, biaya manfaat.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan mendefinisikan karakteristik kualitatif laporan keuangan sebagai
ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi
sehingga dapat memenuhi tujuannya. Ada empat karakteristik komponen yang
diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang
dikehendaki:
a) Relevan;
b) Andal;
c) Dapat dibandingkan; dan
d) Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pemakai. Untuk
maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang
aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari
informasi dengan ketekuan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks
yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan
hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut sulit untuk dapat
35
dipahami oleh pemakai tertentu (Permana, 2012).
2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai masukan serta pengkajian yang terkait dengan penelitian ini telah
dilakukan oleh beberapa orang. Untuk memperjelas perbedaan dan persamaannya
dengan penelitian sekarang. Maka dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.3
Penelitian dan Referensi Terdahulu
No
1
2
Nama Peneliti
dan Tahun
Sri
Ayu
Wulandari
Aswadi (2014)
Muhammad
Saifrizal
(2013)
Judul
Penelitian
Pengaruh
Akuntabilitas
dan
Transparansi
Terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan (Studi
Kasus
Pada
Pemerintah
Kabupaten
Pinrang)
Variabel yang
Diteliti
X1=Akuntabilitas
Pengaruh
Penyajian
Neraca Daerah
dan
Aksesibilitas
Laporan
Keuangan
terhadap
Transparansi
dan
Akuntabilitas
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
X1=Penyajian Neraca
Daerah
X2=Transparansi
Y=Kualitas
Keuangan
Laporan
X2=Aksesibilitas
Laporan Keuangan
Y1=Transparansi
Y2=Akuntabilitas
Hasil Penelitian
Hasil uji F yang telah
dilakukan
menunjukan
bahwa variabel akuntabilitas
(X1) dan transparansi (X2)
secara parsial dan simultan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas
laporan
keuangan
(Y).
Pengaruh
positif
dan
signifikan
menunjukkan
bahwa akuntabilitas dan
transparansi sangat berperan
penting
terhadap
peningkatan
pencapaian
laporan keuangan yang
berkualitas
Penyajian neraca daerah
dan aksesibilitas laporan
keuangan secara bersamasama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
transparansi
dan
akuntabilitas
keuangan
daerah. Hasil penelitian ini
memberi
beberapa
implikasi,
diantaranya:
salah satu upaya konkrit
untuk
mewujudkan
transparansi
dan
akuntabilitas pengelolaan
36
keuangan daerah adalah
penyampaian
laporan
pertanggungjawaban
keuangan pemerintah secara
lengkap (termasuk neraca
daerah) dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi
pemerintahan yang telah
diterima secara umum atau
dengan kata lain memiliki
kualitas laporan keuangan
yang baik.
3
4
2.3
2.3.1
M Fiekri S
Zulfikar (2014)
Imam Subaweh
(2008)
Pengaruh
Transparansi
dan
Akuntabilitas
Terhadap
Pengelolaan
Laporan
Keuangan
Daerah
(Studi
Kasus
pada
Dinas
Pengelolaan
Keuangan dan
Aset
Daerah
Kota Bandung)
X1=Transparansi
Pengaruh
Penerapan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan
X=Standar Akuntansi
Pemerintahan
X2=Akuntabilitas
Y=Pengelolaan
Laporan
Keuangan
Daerah
Y=Kualitas
Keuangan
Laporan
Transparansi
dan
Akuntabilitas Berpengaruh
terhadap
Pengelolaan
Keuangan Daerah pada
Dinas
Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah
Kota Bandung. Pengaruh
positif
dan
signifikan
menunjukkan
bahwa
akuntabilitas
dan
transparansi sangat berperan
penting
terhadap
pengelolaan
laporan
keuangan sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan
akan berkualitas.
Terdapat
pengaruh
penerapan
SAP
di
Inspektorat
Jenderal
Departemen
Pendidikan
Nasional
terhadap
peningkatan kualitas laporan
keuangan
Inspektorat
Jenderal
Departemen
Pendidikan.
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Kerangka Pemikiran
Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
dan mendapat perhatian yang lebih besar dari lembaga-lembaga pemerintah,
perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya
37
dibandingkan dengan pada masa-masa sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih
besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh
lembaga-lembaga sektor publik. Reformasi di berbagai bidang yang sedang
berlangsung di Indonesia telah membawa perubahan terhadap sistem politik,
sosial, kemasyarakatan serta ekonomi, sehingga menimbulkan tuntutan yang
beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda
reformasi yaitu adanya otonomi daerah dan sistem pengelolaan keuangan daerah
yang diatur oleh undang-undang.
Pengelolaan
keuangan
pemerintah
melakukan
reformasi
dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan dengan standar akuntansi
pemerintahan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksaan Keuangan. Pelaksanaan undangundang tersebut diwujudkan oleh lahirnya PP No.24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Pemendagri No.13 tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada dasarnya semua peraturan
tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
38
laporan keuangan dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan
pemerintah.
2.3.2
Hubungan Transparansi dengan Kualitas Laporan Keuangan
Transparansi
berarti
terbukanya
akses
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan
dan perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya
yang
minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala
haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media
massa yang bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan
kebebasan arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk
kemudian) dapat dipantau.
Mardiasmo (2005:30) mendefinisikan transparansi adalah sebagai berikut:
“Transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam
memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber
daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi.
Transparansi suatu kebebasan untuk mengakses aktifitas politik dan
ekonomi pemerintah dan keputusan-keputusannya. Transparansi
memungkinkan semua stakeholder dalam melihat struktur dan fungsi
pemerintahan, tujuan dari kebijakan dan proyeksi fiskalnya serta laporan
pertanggungjawaban tahun lalu.”
Lebih lanjut Mardiasmo (2005:31) mengatakan bahwa:
“Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya informasi yang berkaitan dengan
kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan.”
Transparansi mengisyaratkan bahwa laporan tahunan tidak hanya dibuat
tetapi juga terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, karena aktivitas pemerintah
adalah dalam rangka menjalankan amanat rakyat. Pemerintah daerah harus
39
memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan. Penyajian
laporan keuangan yang baik menjadi tidak berarti apabila tidak memberikan
kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan. Usaha yang dilakukan
untuk menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah tidak akan berjalan
dengan maksimal. Pemerintah daerah harus mampu memberikan kemudahan
akses bagi para pengguna laporan keuangan, tidak hanya kepada lembaga
legislatif dan badan pengawasan tetapi juga kepada masyarakat yang telah
memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dana publik
(Sande, 2013).
Dengan adanya transparansi kepada publik atas laporan keuangan daerah
maka pemerintah berkewajiban memberikan informasi terkait laporan keuangan
pemerintah daerah kepada publik, hal tersebut akan menciptakan interaksi antara
publik dan pemerintah terkait laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah terhadap masyarakat. Jadi dengan adanya
kewajiban transparansi pemerintah daerah kepada publik maka akan mewujudkan
pengeloalaan laporan keuangan daerah yang baik.
Transparansi dan Kualitas Laporan Keuangan memiliki hubungan yang
sangat erat dimana pembuatan Laporan Keuangan merupakan suatu usaha untuk
memenuhi kebutuhan akan transparansi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Aswadi (2014), Zulfikar (2014) dan
Saifrizal (2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aswadi, Zulfikar, dan
40
Saifrizal membuktikan bahwa transparansi dan kualitas laporan keuangan
berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Berdasarkan kerangka teoritis, maka penulis mengembangkan hipotesis
sebagai berikut:
Kualitas Laporan
Keuangan
Transparansi
Gambar 2.1
Hubungan Transparansi dengan Kualitas Laporan Keuangan
H1 : Transparansi Berpengaruh Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
2.3.3
Hubungan Akuntabilitas dengan Kualitas Laporan Keuangan
Akuntabilitas menurut Lembaga Administrasi Negara (2003:3) adalah:
“Akuntabilitas merupakan kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban
atau untuk menjawab atau menerangkan kinerja dan tindakan
seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan akan
pertanggungjawaban.”
Akuntabilitas
merupakan
persyaratan
mendasar
untuk
mencegah
penyalahgunaan kewenangan yang didelegasikan dan menjamin kewenangan tadi
diarahkan pada pencapaian-pencapaian tujuan-tujuan nasional yang diterima
secara luas dengan tingkat efisensi, efektifitas, kejujuran (Widodo, 2011).
Pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan kinerja dan tindakannya
kepada masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena rakyat merupakan pemegang
kedaulatan tertinggi negara. Dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan
satu unsur yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan, hal ini didukung oleh
penelitian terdahulu yang diteliti oleh Aswadi (2014), Zulfikar (2014), Saifrizal
41
(2013), dan Subaweh (2008). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aswadi,
Zulfikar, dan Saifrizal membuktikan bahwa akuntabilitas dan kualitas laporan
keuangan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan sedangkan dalam
penelitian Subaweh yang melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan SAP
terhadap kualitas laporan keuangan Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan
Nasional memberikan pengaruh positif dan signifikan. Dengan kata lain
akuntabilitas memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kualitas
laporan keuangan.
Berdasarkan kerangka teoritis, maka penulis mengembangkan hipotesis
sebagai berikut:
Akuntabilitas
Kualitas Laporan
Keuangan
Gambar 2.2
Hubungan Akuntabilitas dengan Kualitas Laporan Keuangan
H2 : Akuntabilitas Berpengaruh Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
2.3.4
Hubungan Transparansi dan Akuntabilitas dengan Kualitas Laporan
Keuangan
Baik buruknya kualitas laporan keuangan yang dihasilkan oleh instansi
pemerintah memiliki keterkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas. Dengan
adanya transparansi dan akuntabilitas dalam sebuah laporan keuangan, maka
laporan keuangan tersebut akan semakin relevan, andal, dapat dibandingkan, dan
dapat dipahami. Dengan kata lain kualitas laporan keuangan akan semakin baik.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang
42
merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan
(openness) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik.
Transparansi
informasi
terutama
informasi
keuangan
harus
dilakukan
dalambentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo and Tomasi,
1999). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa transparansi dan
akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas dari suatu laporan keuangan.
Penelitian yang mendukung konseptual ini dilakukan oleh Aswadi (2014)
dan Zulfikar (2014). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aswadi dan Zulfikar
membuktikan bahwa transparansi dan akuntabilitas berpengaruh secara signifikan
terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah. Hal ini menjelaskan bahwa
semakin baik transparansi dan akuntabilitas dalam suatu laporan keuangan maka
akan semakin tinggi pula kualitas laporan keuangan tersebut.
Berdasarkan kerangka teoritis, paradigma konseptual penelitian dan
hipotesis adalah sebagai berikut:
Transparansi
Kualitas Laporan
Keuangan
Akuntabilitas
Gambar 2.3
Paradigma Konseptual Penelitian
H3 : Transparansi dan Akuntabilitas berpengaruh Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan
Download