pengaruh struktur kepemilikan terhadap luas pengungkapan

advertisement
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP LUAS
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR DISCLOSURE)
PADA LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN YANG TERCATAT
DI BURSA EFEK INDONESIA
(Studi Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia)
Oleh
M. Cholid Mawardi*) dan Erwin Saputra**)
Abstract
This study aims to identify and analyze the effect of foreign ownership and
institutional holdings to total social disclosure (CSR). This study population is a listed
company on the Indonesian Stock Exchange (BEI) were included in the list LQ 45.
While the samples used were taken purposively (in accordance with the criteria),
sample criteria are a company that has always existed included in the LQ 45 in 20072009 amounted to 19 companies.
Based on the analysis it can be concluded that: a) Foreign Ownership
significant positive effect on broad disclosure of social responsibility (CSR Disclosure),
and b) Institutional Ownership significant positive effect on broad disclosure of social
responsibility (CSR Disclosure)
Keyword : foreign ownership, institutional holdings, Corporate Social
Responsibility Disclosure
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen untuk
melakukan pertanggungjawaban kinerja dalam perusahaan kepada para investor,
kreditor, dan pemerintah. Laporan keuangan dapat dikelompokkan dalam pengungkapan
yang sifatnya wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan yang sifatnya sukarela
(voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan ketentuan yang harus diikuti
oleh setiap perusahaan atau institusi yang berisi tentang hal-hal yang harus dicantumkan
dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku, sedangkan pengungkapan yang
bersifat sukarela, tidak disyaratkan oleh standar, tetapi dianjurkan dan akan memberikan
nilai tambah bagi perusahaan yang melakukannya.
CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai sebuah gagasan menjadikan
perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direflesikan dalam kondisi
keuangan (financial) saja, tapi tanggung jawab harus berpijak pada triple bottom line,
yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008). Hal ini
menunjukan bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan
tumbuh secara berkelanjutan.
Selain itu perusahaan juga dapat memperoleh legitimasi dengan memperlihatkan
tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media termasuk dalam
laporan tahunan perusahaan (Oliver, 1991; Haniffa dan Coke, 2005; Ani, 2007). Hal
yang sama juga dikemukakan oleh Kiroyan (2006), dalam Sayekti dan Wondabio
(2007) menyatakan bahwa dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan
memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka
34
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR
mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar.
Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui, negaranegara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat
memperhatikan isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan,
tenaga kerja, dan isu-isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta
pencemaran air. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir ini,
perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi
menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi 2006).
Stuktur kepemilikan lain adalah kepemilikan institusional, dimana umumnya
dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang lebih besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional
maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat
bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen
(Faizal, 2004 dalam Arif, 2006). Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi
pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.1
(revisi 2000) tahun 2009 paragraph kesembilan yang menyatakan perusahaan dapat pula
menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan
nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor
lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap
pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. secara
implisit dalam SAK no.1 (revisi 2000) tahun 2009 menyarankan untuk mengungkapkan
tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial. SAK di atas merupakan
manifestasi kepedulian akuntansi akan masalah-masalah sosial yang merupakan wujud
pertanggungjawaban sosial perusahaan. Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan
fenomena sosial baru, melainkan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan di
akhir 1980-an (Kumalahadi, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab
sosial (CSR Disclosure)?
2. Apakah kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah kepemilikan asing berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)?
2. Apakah kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)?
1.4 Kontribusi Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi konstribusi, yaitu sebagai berukut:
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
35
1. Sebagai informasi dan bahan evaluasi kepada perusahaan mengenai manfaat dari
pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan.
2. Sebagai informasi kepada kepemilikan asing mengenai pengungkapan tanggung
jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan.
3. Sebagai informasi kepada kepemilikan institusional mengenai pengungkapan
tanggung sosial dalam laporan tahunan perusahaan.
4. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai pengungkapan tanggung jawab
sosial dalam laporan tahunan perusahaan.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian akuntansi telah banyak dilakukan di negara-negara Eropa barat,
Amerika serikat, kanada, Australia, dan selandia baru. Gray et. al. (1995) dan Ince
(1997) meneliti corporate social reporting di inggris; Adams et. al (1997) meneliti
corporate social reporting (CSR) pada berbagai industri di enam Negara Eropa Barat;
Tsang (1998) di singapura; Andrew et. al. (1998) di Singapura dan Malaysia.
Penelitian pertama yang mambahas tentang hubungan antara karakteristik
perusahaan dengan luas ungkapan adalah penelitian yang dilakukan oleh Cerf (1961,
dalam Gunawan (2002)). Cerf meneliti beberapa faktor yang mempunyai kemungkinan
pengaruh terhadap kualitas ungkapan perusahaan dalam laporan tahunan. Penelitian
Cerf mengungkapkan bahwa besar aktiva, jumlah pemegang saham, dan status
pendaftaran (status listing) memiliki hubungan yang signifikan dengan indeks
ungkapan. Penelitian ini kemudian dikembangkan oleh Singhvi dan Desai (1971) yang
menilai bahwa terdapat kelemahan pada penelitian Cerf karena tidak diuji secara
statistik.
Singhvi dan Desai pada tahun 1971 kemudian melakukan pengembangan
penelitian dengan menggunakan indeks ungkapan laporan tahunan yang mirip dengan
yang digunakan Cerf. Walaupun indeks yang digunakan mirip, terdapat 3 tambahan
karakteristik yang diuji dalam penelitian ini. Variabel yang diuji adalah besar aktiva,
jumlah pemegang saham, status pendaftaran, KAP yang mengaudit, rate of return, dan
earnings margin menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kualitas ungkapan.
Sedangkan dengan menggunakan analisis regresi berganda Sinhvi dan Desai
menemukan bahwa besar perusahaan, jumlah pemegang saham, status pendaftaran,
kantor akuntan publik yang mengaudit, rate of return, dan earnings margin memiliki
hubungan signifikan dengan kualitas ungkapan.
Buzby (1975) melakukan penelitian yang memiliki tujuan utama untuk
mengkonfirmasi temuan penelitian yang saling bertentangan antara Cerf dengan Singhvi
dan Desai. Penelitian Cerf menunjukkan bahwa besar aktiva-lah yang paling
berpengaruh terhadap kualitas ungkapan sedangkan Singhvi dan Desai menemukan
bahwa status pendaftaranlah yang paling berpengaruh. Buzby sendiri menilai penelitian
Singhvi dan Desai memiliki beberapa kelemahan. Yang pertama adalah tidak
dijelaskannya secara rinci prosedur yang digunakan dalam pengukuran indeks. Kedua,
dengan menggunakan skor absolut. Singhvi dan Desai telah mengandaikan bahwa tidak
adanya informasi dalam laporan keuangan, berarti tidak ada ungkapan. Kelemahan
ketiga adalah terdapatnya variabel-variabel independen yang memiliki multikolinearitas
tinggi, sehingga analisis regresi menghasilkan interperstasi yang tidak benar. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh dengan kualitas
pengungkapan adalah jumlah akitiva dan tidak dipengaruhi status listing.
36
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Chow dan Wong Boren (1987) melakukan penelitian serupa terhadap 52
perusahaan Manufaktur di meksiko. Variabel yang diteliti adalah besar perusahaan,
leverage ratio, dan proporsi aktiva. Ungkapan diukur dengan menggunakan 2 alternatif,
yang pertama di ukur dengan menggunakan pembobotan dan yang ke-2 tanpa
pembobotan. Dengan menggunakan skor pengukuran yang terdiri dari 24 item
informasi, Chow dan Wong Baren menemukan bahwa skor dengan pembobotan dan
tanpa pembobotan berkorelasi positif dan signifikan dengan menggunakan analisis
regresi, diketahui bahwa hanya besar perusahaan yang memiliki hubungan signifikan
dengan luas ungkapan sukarela, sedangkan leverage ratio dan proporsi aktiva tidak
memiliki hubungan yang signifikan.
Susanto (1992) melakukan penelitian untuk menguji hubungan basis perusahaan,
waktu listing, dan tingkat kepemilikan saham oleh investor asing terhadap luas
corporate disclosure dalam laporan tahunan. Untuk menguji hipotesis, ia memasukkan
variabel size, profitabilitas, auditor perusahaan, leverage dan tingkat kepemilikan oleh
publik sebagai variabel control. Luas pengungkapan diukur dengan 30 item
pengungkapan sukarela pada 98 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Data tersebut
dianalisis dengan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis
perusahaan, waktu listing, dan size berpengaruh signifikan terhadap corporate
disclosures.
Fitriani (2001) melakukan penelitian yang mempelajari signifikasi perbedaan
tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan tahunan
perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menemukan
bahwa size perusahaan, status perusahaan, jenis perusahaan, net profit margin, dan KAP
mampu mempengaruhi pengungkapan sukarela oleh perusahaan.
Penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005) dalam melihat luas adopsi GRI dalam
laporan tanggung jawab sosial pada perusahaan publik di Jepang, membuktikan bahwa
kepemilikan asing pada perusahaan publik di Jepang menjadi faktor pendorong terhadap
adopsi GRI dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan penelitian Susanto
(1994) dalam Marwata (2006) meneliti luas pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan perusahaan yang terdaftar di BEJ, menemukan pemilikan saham oleh investor
asing dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan luas pengungkapan sukarela
dalam laporan tahunan.
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Pemahaman tentang CSR disclosure
a. Perkembangan CSR disclosure
Menurur Estees (1976) “The term social accounting is defined as the
measurement and reporting, internal or external, of information concerning the
impact of an entity and its activities on society”. Siegel dan Marconi (1989: 499)
menyatakan “social accounting is defined as the ordering, measuring and analytis
of the social and economic consequencies of governmental and entrepreneurial
behavior”.
Kalimat di atas jika diterjemahkan secara bebas menyatakan bahwa
akuntansi sosial didefinisikan sebagai pengukuran dan pelaporan, internal atau
eksternal, atas informasi berkaitan dengan dampak adanya suatu perusahaan
beserta aktivitas-aktivitasnya terhadap masyarakat sekitar (Masnila 2006). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa akuntansi sosial merupakan alat pengukuran,
pendokumentasian, dan pelaporan baik keuangan maupun non keuangan berkaitan
dengan interaksi suatu organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
37
sosialnya.Social accounting berkembang sejalan dengan berkembangnya corporate
social responsibility.
Kotler dan Lee (2005) menyatakan “corporate social responsibility is a
commitment to improve community well-being through discretionary business
practices and contributions of corporate resources”. Selanjutnya World Business
Council for Suistanable Development menggambarkan bahwa “corporate social
responsibility as „business‟ commitment to contribute to suistanable economic
development, working with employees, their families, the local community, and
society at large to improve their quality of life”. (Kotler dan Lee 2005).
Perubahan pandangan masyarakat akan keberadaan suatu perusahaan juga
tergambar dari hasil penelitian. Environics International menunjukkan hasil
penelitiannya yang menyatakan sebagian besar dari masyarakat di 23 negara
memberikan perhatian yang tinggi terhadap perilaku sosial perusahaan (Gupta
2003). Konsumen semakin banyak
mencari produk dan jasa yang lebih
memperhatikan masalah lingkungan, sehingga pilihan terhadap produk cenderung
semakin subjektif. Perusahaan yang melalaikan masalah lingkungan akan
mengalami kesulitan untuk ikut bersaing. Bankers dan Investors juga mulai
memahami bahwa masalah lingkungan yang dapat menimbulkan risiko dan ini patut
dipertimbangkan saat memutuskan untuk memberikan pinjaman atau berinvestasi
(Medley 1997).
Akuntansi sosial merupakan alat pengukuran, pendokumentasian, dan
pelaporan baik keuangan maupun non keuangan berkaitan dengan interaksi suatu
organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Darwin
(2004);Anggraini (2006) dalam Rimba Kusumadilaga (2010) mengatakan bahwa
Corporate Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi,
kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini
mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan
berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative). Global Reporting Initiative
(GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori
perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan
dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di
seluruh dunia (www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang
berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahli dan Siregar (2008),
peneliti ini menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan,
tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk.
2.2.2 Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate
social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas
tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi
negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya
kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai
operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan.
Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa
perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan
aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu:
1. Decision-userfulnes study
38
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi
sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat.
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada
pada posisi moderately important.
2. Economic theory study
Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada Economic
agency theory dan Accounting positivism theory yang menganologikan manajemen
sebagai agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau
traditional users lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi
seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan
berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder).
3. Social and political theory studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi, dan
teori ekonomi publik. Teori stakeholder mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha
mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi
perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan
perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya.
Pengungkapan sosial dalam tanggungjawab perusahaan sangat perlu
dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari
kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumbersumber sosial (social resources). Jika aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan
sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial (social cost) yang
harus ditanggung oleh masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu
social resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial).
2.2.4 Karakteristik perusahaan dan Pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan
Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan
sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas
pengungkapan (Lang and Lundholm, 1993). Setiap perusahaan memiliki karakteristik
yang berbeda satu entitas dengan entitas lainnya. Lang and Lundhlom (1993) dan
Wallance (1994) membagi karakteristik perusahaan menjadi tiga kategori yaitu, variabel
struktur (structure-related variables), variabel kinerja (performance-related variable),
dan variabel pasar (market-related variables).
Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi
pengungkapan sosial diproksikan kedalam kepemilikan asing dan kepemilikan
manajemen.
a. Kepemilikan asing
Kepemilikan asing merupakan porsi outstanding share yang dimiliki oleh
investor atau pemodal asing (foreign investors). Kepemilikan asing dalam
perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan karena pengungkapan sosial dalam kepemilikan
asing akan sangat mempengaruhi nilai perusahaan dan menentukan prestasi terhadap
rating perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United
State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti
pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti,
efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air, isu-isu lingkungan ini dapat
mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun
terakhir, perusahaan multinasional mengubah perilaku mereka dalam beroperasi
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
39
demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Smirley dan Li, 2001; Fauzi,
2006).
b. Kepemilikan lain
Struktur kepemilikan terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
(lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.
Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor
institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun
kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan ini mewakili sumber
kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap
keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya kepemilikan institutional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional makan semakin efisien
pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga akan bertindak sebagai
pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004
dalam arif 2006). Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki
oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin
efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistik yang dilakukan oleh
para manajer. Tindakan monitoring tesebut akan mengurangi biaya keagenan
karena memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat utang yang lebih rendah.
Hal ini juga berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong
perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2001) menunjukkan bahwa
kehadiran kepemilikan institutional pada industri manufaktur mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hal ini konsisten
dengan Moh’d et al (1998) bahwa para investor institutional pada industri
manufaktur yang terdaftar di BEJ sadar bahwa keberadaan mereka dapat
memonitor perilaku manajer perusahaan secara efektif sehingga pihak manajemen
akan bekerja untuk kepentingan para pemegang saham. Adanya monitoring yang
efektif oleh investor institutional menyebabkan penggunaan utang untuk
pendanaan menurun sehingga mengurangi biaya agensi utang. Penelitian Faisal
(2000) menunjukkan hasil yang sama bahwa kepemilikan institutional
berhubungan negatif dengan kebijakan utang perusahaan.
2. Kepemilikan manajemen
Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan utang yang tinggi
bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan melainkan untuk kepentingan
opportunistik mereka. Hal ini dapat dilihat melalui pemilihan proyek-proyek
berisiko tinggi. Hal ini menyebabkan meningkatnya beban bunga perusahaan
karena risiko kebangkrutan semakin tinggi sehingga biaya agensi utang semakin
tinggi. Peningkatan biaya keagenan tesebut akan berpengaruh pada penurunan
nilai perusahaan. Wahidahwati (2001) menyatakan bahwa masalah agensi ini
terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari
100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya
dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan
pendanaan.
Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak
manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan
40
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
(direktur dan komisaris). Dengan adanya kepemilikan manajerial akan
mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga
manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan
benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama
keputusan mengenai utang. Dengan demikian manajer ikut memiliki perusahaan
sehingga manajer tidak mungkin bertindak opportunistik lagi dan akan semakin
hati-hati dalam menggunakan utang dan berusaha meminimumkan biaya
keagenan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain
kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif dengan kebijakan utang
perusahaan.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan adalah:
H1: Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR Disclosure)
H2: Kepemilkian institusional berpengaruk positif terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(BEI) yang termasuk dalam LQ 45. Sampel yang digunakan diambil secara purposif
(yang sesuai dengan kriteria), kriteria sampel tersebut adalah perusahan yang selalu
eksis termasuk dalam LQ 45 tahun 2007-2009 yaitu berjumlah 19 perusahaan (tabel 10)
yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Eksis masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2007-2009,
2. Perusahan mempublikasikan laporan tahunan di Bursa Efek Indonesia,
3. Perusahaan mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya.
Alasan menggunakan LQ 45 sebagai sampel sebagai berkut:
1. Berada di TOP 95 % dari total rata-rata tahunan nilai transaksi saham di pasar
reguler.
2. Berada di TOP 90 % dari rata-rata tahunan kapitalisasi pasar.
3. Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri BEJ
sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya.
4. Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi.
5. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata
nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).
6. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan
terakhir)
7. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan.
8. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah
hari perdagangan transaksi pasar reguler.
3.2 Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Kepemilikan Asing
Pengukuran Kepemilikan asing dalam penelitian ini menggunakan persentase
pemilikan saham asing (>5%) yang dilihat dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini
dapat di tunjukan dalam rumus, sebagai berikut:
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
41
Kepemilikan Asing = Jumlah Saham Asing x 100%
Total Saham Beredar
3.2.2 Kepemilikan Institusional
Pengukuran Kepemilikan institusi (>5%) dalam penelitian ini menggunakan
persentase pemilikan saham institusi yang dilihat dalam laporan tahunan. Hal ini dapat
di tunjukan dalam rumus, sebagai berikut:
Kepemilikan Institusional = Jumlah Saham Institusional x 100%
Total Saham Beredar
3.2.3 CSR Disclosure
Pengukuran CSR Dislosure dengan menggunakan indikator dari Global Reporting
Initiative (GRI) yang meliputi: economic (EC), environment (EN), human rights (HR),
labor practices (LP), product responsibility (PR), dan society (SO). Untuk penelitian ini
indikator yang digunakan hanyalah tiga kategori, yaitu indikator kinerja ekonomi,
lingkungan dan sosial. Indikator kinerja sosial mencakup empat indikator yang terdiri
dari : indikator kinerja tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial/kemasyarakatan, dan
produk.
Content Analysis digunakan untuk melihat pengungkapan tanggung jawab sosial
dalam laporan tahunan menggunakan nilai 1 jika terdapat pengungkapan sesuai dengan
indikator GRI dan nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau pengungkapan tidak
sesuai dengan indikator GRI. Semakin banyak item yang diungkapkan oleh perusahaan,
maka indeksnya akan semakin tinggi. Perusahaan dengan angka indeks yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan telah mengungkapkan informasi yang lebih
komprehensif dibandingkan dengan angka indeks yang lebih rendah.
3.3 Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan formulasi sebagai berikut:
CSDIi = β0 + β1 ASINGi + β2 INSTi + +  i
Keterangan:
CSDI
: Corporate Sosial Disclosure Index perusahaan J berdasarkan Indikator
GRI
ASINGi : Presentase kepemilikan asing (>5%)
INSTi
: Presentase kepemilikan institusi (>5%)
Β0- β2
: Koefisien yang di estimasi
i
: error term
: 1,2,...,N
i
Dimana N : banyaknya observasi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji normalitas ini ada 2
cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2005).
b. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik harus dilakukan dalam penelitian ini, untuk menguji apakah
data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias
mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang dilakukan
adalah uji Normalitas, uji Multikolinieritas, uji Heteroskedastisitas, dan uji
Autokorelasi.
42
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
c. Uji Multikolineraritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas atau independen (Ghozali, 2005). Jika
multikolinieritas yang terjadi mendekati sempurna maka koefisien regresi dapat
ditentukan, meskipun memiliki penyimpangan standar yang besar sehingga koefisien
tidak dapat diestimasi secara tepat. Jika multikolinieritas yang terjadi adalah sempurna
maka koefisien regresi variabel-variabel independen tidak dapat ditentukan dan
penyimpangan standarnya tidak terbatas.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
(Ghozali, 2005). Dalam pengujian ini, apabila hasil pengolahan data yaitu tingkat
probabilitas signifikansi variabel independen < 0,05 maka dapat dikatakan mengandung
heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diukur dengan metode plot, jika scatterplot
menunjukkan adanya titik-titik yang membentuk pola tertentu maka terjadi
heteroskedastisitas. Akan tetapi, bila menyebar di atas dan di bawah sumbu y, serta
tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
e. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (Ghozali, 2005). Pengujian autokorelasi menggunakan Durbin Watson.
Jika angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi (Singgih Santoso,
2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Sampel Terpilih
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan
maksud dan tujuan penelitian. Berikut hasil seleksi sampel penelitian:
Tabel 4.1
Seleksi Sampel Penelitian
Kriteria Sampel
Jumlah
a. Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010
405
b. Tidak masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun
(382)
2008-2010 secara berturut-turut
c. Perusahan tidak mempublikasikan laporan tahunan di BEI
0
d. Perusahaan tidak mengungkapkan informasi sosial dalam laporan
0
tahunannya
e. Perusahaan memenuhi sampel
23
Sumber data: ICMD, tahun 2010
Dari hasil seleksi sampel sebagaimana tampak pada tabel 4.1, Perusahaan yang
terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010 sebanyak 405 perusahaan. Dari 405 perusahaan,
sebanyak 382 perusahaan tidak masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu
tahun 2008-2010 secara berturut-turut. Jadi total perusahaan yang terpilih sebagai
anggota sampel sebanyak 23 perusahaan.
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
43
4.1.2 Statistik Deskriptif
Berikut disajikan statistik deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Variabel
Asing
Inst
CSRI
Minimum
Maximum
0,00
0,00
7
Mean
97,52
79,68
24
28,7195
34,7371
13,35
Std. Deviation
34,04712
28,33403
4,239
Sumber : Data diolah, 2011
Kepemilikan Asing
Berdasarkan tabel 4.2, Kepemilikan Asing memiliki rata-rata sebesar 28,7195
dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 97,52. Sedang standar
deviasi sebesar 34,04712.
Kepemilikan Institusional
Berdasarkan tabel 4.2, Kepemilikan Institusional memiliki rata-rata sebesar
34,7371 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 79,68. Sedang
standar deviasi sebesar 28,33403.
CSR Disclosure
Berdasarkan tabel 4.2, CSR Disclosure memiliki rata-rata sebesar 13,35 dengan
nilai minimum sebesar 7 dan nilai maksimum sebesar 24. Sedang standar deviasi
sebesar 4,239.
4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan
4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data tersebar normal
atau tidak. Prosedur uji dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.3
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Asing
,850
,437
Inst
,766
,520
CSRI
1,065
,225
Sumber: Data primer diolah 2011
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa masing-masing variabel memiliki
Asymptot Significancy diatas 0,05. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa masingmasing variabel berdistribusi normal.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
a. Uji Autokorelasi
Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Hasil Durbin Watson
Nilai Durbin-Watson
Keputusan
1.978
Tidak terjadi autokorelasi
Sumber Data : Data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh nilai dw berada diantara 1,65 < 1.978 <
2,35. Berarti dapat disimpulkan bahwa galat nilai-nilai pengamatan bersifat
bebas (tidak ada autokorelasi).
44
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
b. Uji Multikolinieritas
Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas
Variabel
Tolerance Nilai VIF
Keterangan
Kepemilikan Asing
Tidak ada
0,505
1,982
multikolinearitas
Kepemilikan
Tidak ada
0,505
1,982
Institusional
multikolinearitas
Sumber Data : Data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.5 ersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
ke-2 variabel independen tidak terjadi multikolineritas yang ditunjukkan oleh
nilai VIF dari variabel independen yang lebih kecil dari 10, dengan nilai
tolerance yang > 0.1
c. Uji Heterokedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
t
Sig.
Kepemilikan Asing
-1,367
0,176
Kepemilikan Institusional
-1,020
0,311
Sumber : data diolah, 2011
. Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dikatakan tidak terjadi
Heteroskedastisitas pada model yang ditunjukkan oleh nilai sig. t yang berada
diatas 0.05.
4.2.3 Hasil Analisis Regresi Berganda
Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada lampiran yang secara
ringkas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.7
Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel
Koef. Reg
t hitung
Sig.
Constant
15,323
Kepemilikan Asing
0,302
3,093
0,000
Kepemilikan Institusional
0,319
4,371
0,000
R
= 0.684
R Square
= 0.468
F hitung
= 13,346
Sign. F
= 0.000
Sumber data : diolah, 2011
Dari tabel di atas dapat dibuat persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 15,323 + 0,302 X1 + 0,319 X2 + e
a = 15,323 adalah bilangan konstanta yang berarti apabila variabel bebas yaitu
Kepemilikan Asing dan Kepemilikan Institusional sama dengan nol, maka
besarnya variabel CSR Disclosure akan bernilai 15,323.
b1 = 0,302 adalah besarnya koefisien regresi variabel bebas Kepemilikan Asing yang
berarti setiap peningkatan (penambahan) variabel Kepemilikan Asing maka akan
meningkatkan CSR Disclosure.
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
45
b2 = 0,319 adalah besarnya koefisien regresi variabel bebas Kepemilikan Institusional
yang berarti setiap peningkatan (penambahan) variabel Kepemilikan Institusional
maka akan meningkatkan CSR Disclosure.
4.2.4 Uji F (Pengujian Hipotesis I)
Dari tabel di atas didapatkan hasil F hitung sebesar 13,346 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.000 (< 0.05), yang menunjukkan bahwa Kepemilikan Asing
dan Kepemilikan Institusional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CSR
Disclosure.
4.2.5 R square (R2)
Dari hasil analisis diperoleh nilai R adjust square (R2) sebesar 0.468, hal ini
menunjukkan bahwa variabel bebas (Kepemilikan Asing dan Kepemilikan
Institusional) secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap variabel terikat
CSR Disclosure sebesar 46,8% dan sisanya sebesar 53,2% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
4.2.6 Uji t (Pengujian Hipotesis)
a. Uji Hipotesis 1
Hipotesis 1 dalam penelitian ini menyatakan Kepemilikan asing
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR
Disclosure). Dari tabel 4.7 dapat diketahui hasil koefisien t hitung Kepemilikan
Asing sebesar 3,093 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dengan demikian H1
pada penelitian ini terbukti secara statistik.
Hasil ini memberikan arti bahwa semakin tinggi prosentase kepemilikan
saham oleh investor asing, maka akan semakin meningkatkan luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Hasil ini telah sejalan
dengan teori bahwa Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang
dianggap concern terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan
karena pengungkapan sosial dalam kepemilikan asing akan sangat
mempengaruhi nilai perusahaan dan menentukan prestasi terhadap rating
perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United
State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial;
seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu
lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air, isuisu lingkungan ini dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini juga yang
menjadikan dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan multinasional mengubah
perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi
perusahaan (Smirley dan Li, 2001; Fauzi, 2006).
Hasil ini juga mendukung penelitian Susanto (1992) yang juga dapat
membuktikan secara statistik bahwa Kepemilikan asing berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure).
b. Uji Hipotesis 2
Hipotesis 2 dalam penelitian ini menyatakan Kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR
Disclosure). Dari tabel 4.7 dapat diketahui hasil koefisien t hitung Kepemilikan
Asing sebesar 4,371 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap
46
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dengan demikian
H2 pada penelitian ini terbukti secara statistik.
Hasil ini memberikan arti bahwa semakin tinggi prosentase kepemilikan
institusional, maka akan semakin meningkatkan luas pengungkapan tanggung
jawab sosial (CSR Disclosure). Hasil ini telah sejalan dengan teori bahwa
kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar
(lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.
Kepemilikan ini mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan
adanya kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Salah satunya dengan
memberikan informais secara lebih transparan kepada investor melalui
pengungkapan sosial, sehingga diharapkan nantinya nilai perusahaan dapat lebih
ditingkatkan. (Faizal, 2004 dalam arif 2006)
Hasil ini juga mendukung penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005) yang
juga dapat membuktikan secara statistik bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR
Disclosure).
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh
kepemilikan asing dan kepemilikan insitusional terhadap luas pengungkapan sosial
(CSR). Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepemilikan asing berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan
tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
2. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan hasil penelitian, dikemukakan saransaran sebagai berikut:
1. Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan memperluas variabel yang diteliti
maupun pengembangan indikator serta item lain yang diduga juga berpengaruh
terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure), misalnya
profitabilitas, KAP dan sebagainya
2. Pada penelitian yang akan datang, diharapkan dapat menggunakan seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sehingga hasil penelitiannya
dapat lebih digeneralisir pada seluruh perusahaan di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adams et. Al, 1997. Penelitian corporate social reporting (CSR) pada berbagai industri
di enam Negara Eropa Barat.
Andrew et. al. 1998. Penelitian corporate social reporting (CSR) di Singapura dan
Malaysia.
Ani, 2007. Legitimasi tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media
termasuk dalam laporan tahunan perusahaan.
Arif, 2006. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
|
47
aktiva perusahaan dan mendorong pencegahan terhadap pemborosan manajemen.
Buzby, 1975. Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan luas ungkapan.
Chow dan Wong Boren, 1987. Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan luas
ungkapan.
Darwin, 2007. Integrasi corporate social responsibility (CSR) dengan lingkungan dan
sosial dalam setiap aspek kegiatan operasionalnya.
Diana Zuhroh dan I Putu Pande Heri Sukmawati. 2003. Analisis Pengaruh Luas
Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi
Investor (Studi Kasus pada Perusahaan High-Profile di Bursa Efek Jakarta).
Simposium Nasional Akuntansi VI.
Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan
Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Si. mposium Nasional Akuntansi IV.
Gray et. al. 1995 dalam Ince, 1997. Penelitian corporate social reporting di inggris.
Gupta, Ashok. 2003. Why Should Companies Care. Mid-American Journal of
Business. Spring . pg. 3
Ivancevic, 1992. Tanggung jawab sosial yang mempengaruhi konsumen, masyarakat,
dan lingkungan.
Kiroyan, 2006 dalam Sayekti dan Wondabio 2007. Penerapkan CSR akan memperoleh
legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka
panjang.
Kumalahadi, 2000. Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan fenomena sosial baru,
melainkan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan
Maksum dan Kholis, 2003. Tekanan dan tuntutan terhadap perusahaan mengakibatkan
berkembangnya akuntansi sosial/ social accounting.
Marwata. 2001. Hubungan antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan
Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi IV.
Muhammad Muslim Utomo, 2000. Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan
Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara PerusahaanPerusahaan High-Profile dan Low-Profile). Simposium Nasional Akuntansi III.
Sayekti dan Wondabio (2007). Legitimasi tanggung jawab sosial melalui pengungkapan
CSR dalam media termasuk dalam laporan tahunan perusahaan.
Susanto, 1992. Hubungan basis perusahaan, waktu listing, dan tingkat kepemilikan
saham oleh investor asing terhadap luas corporate disclosure dalam laporan
tahunan.
Utomo, Muhammad Muslim, 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan
Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara Perusahaan High
Profile dan Low Profile)”, Yayasan Mitra Mandiri.
Wahidahwati, 2001. Agensi pada proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan
manufaktur.
Yuniati Gunawan. 2000. Analisis Pengungkapan Informasi Laporan Tahunan pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional
Akuntansi III.
*) M. Cholid Mawardi adalah Dosen Tetap Pada Prodi Akuntansi FE
**) Erwin Saputra adalah alumni Prodi Akuntansi FE Unisma
48
|
JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012
Download