PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR DISCLOSURE) PADA LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA (Studi Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia) Oleh M. Cholid Mawardi*) dan Erwin Saputra**) Abstract This study aims to identify and analyze the effect of foreign ownership and institutional holdings to total social disclosure (CSR). This study population is a listed company on the Indonesian Stock Exchange (BEI) were included in the list LQ 45. While the samples used were taken purposively (in accordance with the criteria), sample criteria are a company that has always existed included in the LQ 45 in 20072009 amounted to 19 companies. Based on the analysis it can be concluded that: a) Foreign Ownership significant positive effect on broad disclosure of social responsibility (CSR Disclosure), and b) Institutional Ownership significant positive effect on broad disclosure of social responsibility (CSR Disclosure) Keyword : foreign ownership, institutional holdings, Corporate Social Responsibility Disclosure 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan suatu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pertanggungjawaban kinerja dalam perusahaan kepada para investor, kreditor, dan pemerintah. Laporan keuangan dapat dikelompokkan dalam pengungkapan yang sifatnya wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan yang sifatnya sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan ketentuan yang harus diikuti oleh setiap perusahaan atau institusi yang berisi tentang hal-hal yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan menurut standar yang berlaku, sedangkan pengungkapan yang bersifat sukarela, tidak disyaratkan oleh standar, tetapi dianjurkan dan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan yang melakukannya. CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai sebuah gagasan menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direflesikan dalam kondisi keuangan (financial) saja, tapi tanggung jawab harus berpijak pada triple bottom line, yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008). Hal ini menunjukan bahwa kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Selain itu perusahaan juga dapat memperoleh legitimasi dengan memperlihatkan tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media termasuk dalam laporan tahunan perusahaan (Oliver, 1991; Haniffa dan Coke, 2005; Ani, 2007). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kiroyan (2006), dalam Sayekti dan Wondabio (2007) menyatakan bahwa dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka 34 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui, negaranegara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu-isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir ini, perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Simerly dan Li, 2001; Fauzi 2006). Stuktur kepemilikan lain adalah kepemilikan institusional, dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang lebih besar (lebih dari 5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004 dalam Arif, 2006). Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sebagaimana tertulis dalam Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.1 (revisi 2000) tahun 2009 paragraph kesembilan yang menyatakan perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. secara implisit dalam SAK no.1 (revisi 2000) tahun 2009 menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial. SAK di atas merupakan manifestasi kepedulian akuntansi akan masalah-masalah sosial yang merupakan wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan. Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan fenomena sosial baru, melainkan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan di akhir 1980-an (Kumalahadi, 2000). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)? 2. Apakah kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah kepemilikan asing berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)? 2. Apakah kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure)? 1.4 Kontribusi Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi konstribusi, yaitu sebagai berukut: JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 35 1. Sebagai informasi dan bahan evaluasi kepada perusahaan mengenai manfaat dari pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. 2. Sebagai informasi kepada kepemilikan asing mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. 3. Sebagai informasi kepada kepemilikan institusional mengenai pengungkapan tanggung sosial dalam laporan tahunan perusahaan. 4. Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahaan. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian akuntansi telah banyak dilakukan di negara-negara Eropa barat, Amerika serikat, kanada, Australia, dan selandia baru. Gray et. al. (1995) dan Ince (1997) meneliti corporate social reporting di inggris; Adams et. al (1997) meneliti corporate social reporting (CSR) pada berbagai industri di enam Negara Eropa Barat; Tsang (1998) di singapura; Andrew et. al. (1998) di Singapura dan Malaysia. Penelitian pertama yang mambahas tentang hubungan antara karakteristik perusahaan dengan luas ungkapan adalah penelitian yang dilakukan oleh Cerf (1961, dalam Gunawan (2002)). Cerf meneliti beberapa faktor yang mempunyai kemungkinan pengaruh terhadap kualitas ungkapan perusahaan dalam laporan tahunan. Penelitian Cerf mengungkapkan bahwa besar aktiva, jumlah pemegang saham, dan status pendaftaran (status listing) memiliki hubungan yang signifikan dengan indeks ungkapan. Penelitian ini kemudian dikembangkan oleh Singhvi dan Desai (1971) yang menilai bahwa terdapat kelemahan pada penelitian Cerf karena tidak diuji secara statistik. Singhvi dan Desai pada tahun 1971 kemudian melakukan pengembangan penelitian dengan menggunakan indeks ungkapan laporan tahunan yang mirip dengan yang digunakan Cerf. Walaupun indeks yang digunakan mirip, terdapat 3 tambahan karakteristik yang diuji dalam penelitian ini. Variabel yang diuji adalah besar aktiva, jumlah pemegang saham, status pendaftaran, KAP yang mengaudit, rate of return, dan earnings margin menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kualitas ungkapan. Sedangkan dengan menggunakan analisis regresi berganda Sinhvi dan Desai menemukan bahwa besar perusahaan, jumlah pemegang saham, status pendaftaran, kantor akuntan publik yang mengaudit, rate of return, dan earnings margin memiliki hubungan signifikan dengan kualitas ungkapan. Buzby (1975) melakukan penelitian yang memiliki tujuan utama untuk mengkonfirmasi temuan penelitian yang saling bertentangan antara Cerf dengan Singhvi dan Desai. Penelitian Cerf menunjukkan bahwa besar aktiva-lah yang paling berpengaruh terhadap kualitas ungkapan sedangkan Singhvi dan Desai menemukan bahwa status pendaftaranlah yang paling berpengaruh. Buzby sendiri menilai penelitian Singhvi dan Desai memiliki beberapa kelemahan. Yang pertama adalah tidak dijelaskannya secara rinci prosedur yang digunakan dalam pengukuran indeks. Kedua, dengan menggunakan skor absolut. Singhvi dan Desai telah mengandaikan bahwa tidak adanya informasi dalam laporan keuangan, berarti tidak ada ungkapan. Kelemahan ketiga adalah terdapatnya variabel-variabel independen yang memiliki multikolinearitas tinggi, sehingga analisis regresi menghasilkan interperstasi yang tidak benar. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh dengan kualitas pengungkapan adalah jumlah akitiva dan tidak dipengaruhi status listing. 36 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 Chow dan Wong Boren (1987) melakukan penelitian serupa terhadap 52 perusahaan Manufaktur di meksiko. Variabel yang diteliti adalah besar perusahaan, leverage ratio, dan proporsi aktiva. Ungkapan diukur dengan menggunakan 2 alternatif, yang pertama di ukur dengan menggunakan pembobotan dan yang ke-2 tanpa pembobotan. Dengan menggunakan skor pengukuran yang terdiri dari 24 item informasi, Chow dan Wong Baren menemukan bahwa skor dengan pembobotan dan tanpa pembobotan berkorelasi positif dan signifikan dengan menggunakan analisis regresi, diketahui bahwa hanya besar perusahaan yang memiliki hubungan signifikan dengan luas ungkapan sukarela, sedangkan leverage ratio dan proporsi aktiva tidak memiliki hubungan yang signifikan. Susanto (1992) melakukan penelitian untuk menguji hubungan basis perusahaan, waktu listing, dan tingkat kepemilikan saham oleh investor asing terhadap luas corporate disclosure dalam laporan tahunan. Untuk menguji hipotesis, ia memasukkan variabel size, profitabilitas, auditor perusahaan, leverage dan tingkat kepemilikan oleh publik sebagai variabel control. Luas pengungkapan diukur dengan 30 item pengungkapan sukarela pada 98 perusahaan yang terdaftar di BEJ. Data tersebut dianalisis dengan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa basis perusahaan, waktu listing, dan size berpengaruh signifikan terhadap corporate disclosures. Fitriani (2001) melakukan penelitian yang mempelajari signifikasi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan tahunan perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menemukan bahwa size perusahaan, status perusahaan, jenis perusahaan, net profit margin, dan KAP mampu mempengaruhi pengungkapan sukarela oleh perusahaan. Penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005) dalam melihat luas adopsi GRI dalam laporan tanggung jawab sosial pada perusahaan publik di Jepang, membuktikan bahwa kepemilikan asing pada perusahaan publik di Jepang menjadi faktor pendorong terhadap adopsi GRI dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Sedangkan penelitian Susanto (1994) dalam Marwata (2006) meneliti luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEJ, menemukan pemilikan saham oleh investor asing dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Pemahaman tentang CSR disclosure a. Perkembangan CSR disclosure Menurur Estees (1976) “The term social accounting is defined as the measurement and reporting, internal or external, of information concerning the impact of an entity and its activities on society”. Siegel dan Marconi (1989: 499) menyatakan “social accounting is defined as the ordering, measuring and analytis of the social and economic consequencies of governmental and entrepreneurial behavior”. Kalimat di atas jika diterjemahkan secara bebas menyatakan bahwa akuntansi sosial didefinisikan sebagai pengukuran dan pelaporan, internal atau eksternal, atas informasi berkaitan dengan dampak adanya suatu perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya terhadap masyarakat sekitar (Masnila 2006). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akuntansi sosial merupakan alat pengukuran, pendokumentasian, dan pelaporan baik keuangan maupun non keuangan berkaitan dengan interaksi suatu organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 37 sosialnya.Social accounting berkembang sejalan dengan berkembangnya corporate social responsibility. Kotler dan Lee (2005) menyatakan “corporate social responsibility is a commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contributions of corporate resources”. Selanjutnya World Business Council for Suistanable Development menggambarkan bahwa “corporate social responsibility as „business‟ commitment to contribute to suistanable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life”. (Kotler dan Lee 2005). Perubahan pandangan masyarakat akan keberadaan suatu perusahaan juga tergambar dari hasil penelitian. Environics International menunjukkan hasil penelitiannya yang menyatakan sebagian besar dari masyarakat di 23 negara memberikan perhatian yang tinggi terhadap perilaku sosial perusahaan (Gupta 2003). Konsumen semakin banyak mencari produk dan jasa yang lebih memperhatikan masalah lingkungan, sehingga pilihan terhadap produk cenderung semakin subjektif. Perusahaan yang melalaikan masalah lingkungan akan mengalami kesulitan untuk ikut bersaing. Bankers dan Investors juga mulai memahami bahwa masalah lingkungan yang dapat menimbulkan risiko dan ini patut dipertimbangkan saat memutuskan untuk memberikan pinjaman atau berinvestasi (Medley 1997). Akuntansi sosial merupakan alat pengukuran, pendokumentasian, dan pelaporan baik keuangan maupun non keuangan berkaitan dengan interaksi suatu organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Darwin (2004);Anggraini (2006) dalam Rimba Kusumadilaga (2010) mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahli dan Siregar (2008), peneliti ini menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. 2.2.2 Pengungkapan sosial sebagai tanggung jawab perusahaan Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate social reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Gray et. Al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat adalah dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan. Gray et. Al. (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu: 1. Decision-userfulnes study 38 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi sosial dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi moderately important. 2. Economic theory study Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada Economic agency theory dan Accounting positivism theory yang menganologikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder). 3. Social and political theory studies Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi, dan teori ekonomi publik. Teori stakeholder mengamsusikan bahwa perusahaan berusaha mencari pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan stakeholder nya. Pengungkapan sosial dalam tanggungjawab perusahaan sangat perlu dilakukan, karena bagaimanapun juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumbersumber sosial (social resources). Jika aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh masyarakat, sedang apabila perusahaan meningkatkan mutu social resources maka akan menimbulkan social benefit (manfaat sosial). 2.2.4 Karakteristik perusahaan dan Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan, karakteristik perusahaan merupakan prediktor kualitas pengungkapan (Lang and Lundholm, 1993). Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda satu entitas dengan entitas lainnya. Lang and Lundhlom (1993) dan Wallance (1994) membagi karakteristik perusahaan menjadi tiga kategori yaitu, variabel struktur (structure-related variables), variabel kinerja (performance-related variable), dan variabel pasar (market-related variables). Dalam penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan sosial diproksikan kedalam kepemilikan asing dan kepemilikan manajemen. a. Kepemilikan asing Kepemilikan asing merupakan porsi outstanding share yang dimiliki oleh investor atau pemodal asing (foreign investors). Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan karena pengungkapan sosial dalam kepemilikan asing akan sangat mempengaruhi nilai perusahaan dan menentukan prestasi terhadap rating perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air, isu-isu lingkungan ini dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan multinasional mengubah perilaku mereka dalam beroperasi JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 39 demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Smirley dan Li, 2001; Fauzi, 2006). b. Kepemilikan lain Struktur kepemilikan terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Kepemilikan institutional merupakan persentase kepemilikan saham oleh investor institutional seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan lembaga dan perusahaan lain. Kepemilikan ini mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional makan semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga akan bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004 dalam arif 2006). Hal ini berarti semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh investor institutional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif karena dapat mengendalikan perilaku opportunistik yang dilakukan oleh para manajer. Tindakan monitoring tesebut akan mengurangi biaya keagenan karena memungkinkan perusahaan menggunakan tingkat utang yang lebih rendah. Hal ini juga berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2001) menunjukkan bahwa kehadiran kepemilikan institutional pada industri manufaktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan. Hal ini konsisten dengan Moh’d et al (1998) bahwa para investor institutional pada industri manufaktur yang terdaftar di BEJ sadar bahwa keberadaan mereka dapat memonitor perilaku manajer perusahaan secara efektif sehingga pihak manajemen akan bekerja untuk kepentingan para pemegang saham. Adanya monitoring yang efektif oleh investor institutional menyebabkan penggunaan utang untuk pendanaan menurun sehingga mengurangi biaya agensi utang. Penelitian Faisal (2000) menunjukkan hasil yang sama bahwa kepemilikan institutional berhubungan negatif dengan kebijakan utang perusahaan. 2. Kepemilikan manajemen Manajer mempunyai kecenderungan untuk menggunakan utang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi nilai perusahaan melainkan untuk kepentingan opportunistik mereka. Hal ini dapat dilihat melalui pemilihan proyek-proyek berisiko tinggi. Hal ini menyebabkan meningkatnya beban bunga perusahaan karena risiko kebangkrutan semakin tinggi sehingga biaya agensi utang semakin tinggi. Peningkatan biaya keagenan tesebut akan berpengaruh pada penurunan nilai perusahaan. Wahidahwati (2001) menyatakan bahwa masalah agensi ini terjadi apabila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan 40 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 (direktur dan komisaris). Dengan adanya kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan merasakan kerugian apabila keputusan yang diambil salah terutama keputusan mengenai utang. Dengan demikian manajer ikut memiliki perusahaan sehingga manajer tidak mungkin bertindak opportunistik lagi dan akan semakin hati-hati dalam menggunakan utang dan berusaha meminimumkan biaya keagenan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh negatif dengan kebijakan utang perusahaan. 2.3 Hipotesis Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan adalah: H1: Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) H2: Kepemilkian institusional berpengaruk positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang termasuk dalam LQ 45. Sampel yang digunakan diambil secara purposif (yang sesuai dengan kriteria), kriteria sampel tersebut adalah perusahan yang selalu eksis termasuk dalam LQ 45 tahun 2007-2009 yaitu berjumlah 19 perusahaan (tabel 10) yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Eksis masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2007-2009, 2. Perusahan mempublikasikan laporan tahunan di Bursa Efek Indonesia, 3. Perusahaan mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya. Alasan menggunakan LQ 45 sebagai sampel sebagai berkut: 1. Berada di TOP 95 % dari total rata-rata tahunan nilai transaksi saham di pasar reguler. 2. Berada di TOP 90 % dari rata-rata tahunan kapitalisasi pasar. 3. Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri BEJ sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya. 4. Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi. 5. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir). 6. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir) 7. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan. 8. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler. 3.2 Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Kepemilikan Asing Pengukuran Kepemilikan asing dalam penelitian ini menggunakan persentase pemilikan saham asing (>5%) yang dilihat dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dapat di tunjukan dalam rumus, sebagai berikut: JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 41 Kepemilikan Asing = Jumlah Saham Asing x 100% Total Saham Beredar 3.2.2 Kepemilikan Institusional Pengukuran Kepemilikan institusi (>5%) dalam penelitian ini menggunakan persentase pemilikan saham institusi yang dilihat dalam laporan tahunan. Hal ini dapat di tunjukan dalam rumus, sebagai berikut: Kepemilikan Institusional = Jumlah Saham Institusional x 100% Total Saham Beredar 3.2.3 CSR Disclosure Pengukuran CSR Dislosure dengan menggunakan indikator dari Global Reporting Initiative (GRI) yang meliputi: economic (EC), environment (EN), human rights (HR), labor practices (LP), product responsibility (PR), dan society (SO). Untuk penelitian ini indikator yang digunakan hanyalah tiga kategori, yaitu indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Indikator kinerja sosial mencakup empat indikator yang terdiri dari : indikator kinerja tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial/kemasyarakatan, dan produk. Content Analysis digunakan untuk melihat pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan menggunakan nilai 1 jika terdapat pengungkapan sesuai dengan indikator GRI dan nilai 0 jika tidak terdapat pengungkapan atau pengungkapan tidak sesuai dengan indikator GRI. Semakin banyak item yang diungkapkan oleh perusahaan, maka indeksnya akan semakin tinggi. Perusahaan dengan angka indeks yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan telah mengungkapkan informasi yang lebih komprehensif dibandingkan dengan angka indeks yang lebih rendah. 3.3 Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan formulasi sebagai berikut: CSDIi = β0 + β1 ASINGi + β2 INSTi + + i Keterangan: CSDI : Corporate Sosial Disclosure Index perusahaan J berdasarkan Indikator GRI ASINGi : Presentase kepemilikan asing (>5%) INSTi : Presentase kepemilikan institusi (>5%) Β0- β2 : Koefisien yang di estimasi i : error term : 1,2,...,N i Dimana N : banyaknya observasi a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji normalitas ini ada 2 cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2005). b. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik harus dilakukan dalam penelitian ini, untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang dilakukan adalah uji Normalitas, uji Multikolinieritas, uji Heteroskedastisitas, dan uji Autokorelasi. 42 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 c. Uji Multikolineraritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen (Ghozali, 2005). Jika multikolinieritas yang terjadi mendekati sempurna maka koefisien regresi dapat ditentukan, meskipun memiliki penyimpangan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat diestimasi secara tepat. Jika multikolinieritas yang terjadi adalah sempurna maka koefisien regresi variabel-variabel independen tidak dapat ditentukan dan penyimpangan standarnya tidak terbatas. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Dalam pengujian ini, apabila hasil pengolahan data yaitu tingkat probabilitas signifikansi variabel independen < 0,05 maka dapat dikatakan mengandung heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas diukur dengan metode plot, jika scatterplot menunjukkan adanya titik-titik yang membentuk pola tertentu maka terjadi heteroskedastisitas. Akan tetapi, bila menyebar di atas dan di bawah sumbu y, serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heteroskedastisitas. e. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2005). Pengujian autokorelasi menggunakan Durbin Watson. Jika angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi (Singgih Santoso, 2000). HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Sampel Terpilih Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian. Berikut hasil seleksi sampel penelitian: Tabel 4.1 Seleksi Sampel Penelitian Kriteria Sampel Jumlah a. Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010 405 b. Tidak masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun (382) 2008-2010 secara berturut-turut c. Perusahan tidak mempublikasikan laporan tahunan di BEI 0 d. Perusahaan tidak mengungkapkan informasi sosial dalam laporan 0 tahunannya e. Perusahaan memenuhi sampel 23 Sumber data: ICMD, tahun 2010 Dari hasil seleksi sampel sebagaimana tampak pada tabel 4.1, Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010 sebanyak 405 perusahaan. Dari 405 perusahaan, sebanyak 382 perusahaan tidak masuk dalam LQ 45 dalam kurun waktu 3 tahun yaitu tahun 2008-2010 secara berturut-turut. Jadi total perusahaan yang terpilih sebagai anggota sampel sebanyak 23 perusahaan. JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 43 4.1.2 Statistik Deskriptif Berikut disajikan statistik deskriptif atas data yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Asing Inst CSRI Minimum Maximum 0,00 0,00 7 Mean 97,52 79,68 24 28,7195 34,7371 13,35 Std. Deviation 34,04712 28,33403 4,239 Sumber : Data diolah, 2011 Kepemilikan Asing Berdasarkan tabel 4.2, Kepemilikan Asing memiliki rata-rata sebesar 28,7195 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 97,52. Sedang standar deviasi sebesar 34,04712. Kepemilikan Institusional Berdasarkan tabel 4.2, Kepemilikan Institusional memiliki rata-rata sebesar 34,7371 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 79,68. Sedang standar deviasi sebesar 28,33403. CSR Disclosure Berdasarkan tabel 4.2, CSR Disclosure memiliki rata-rata sebesar 13,35 dengan nilai minimum sebesar 7 dan nilai maksimum sebesar 24. Sedang standar deviasi sebesar 4,239. 4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan 4.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data tersebar normal atau tidak. Prosedur uji dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Asing ,850 ,437 Inst ,766 ,520 CSRI 1,065 ,225 Sumber: Data primer diolah 2011 Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa masing-masing variabel memiliki Asymptot Significancy diatas 0,05. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa masingmasing variabel berdistribusi normal. 4.2.2 Uji Asumsi Klasik a. Uji Autokorelasi Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.4 Hasil Durbin Watson Nilai Durbin-Watson Keputusan 1.978 Tidak terjadi autokorelasi Sumber Data : Data primer yang diolah, 2011 Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh nilai dw berada diantara 1,65 < 1.978 < 2,35. Berarti dapat disimpulkan bahwa galat nilai-nilai pengamatan bersifat bebas (tidak ada autokorelasi). 44 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 b. Uji Multikolinieritas Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Variabel Tolerance Nilai VIF Keterangan Kepemilikan Asing Tidak ada 0,505 1,982 multikolinearitas Kepemilikan Tidak ada 0,505 1,982 Institusional multikolinearitas Sumber Data : Data primer yang diolah, 2011 Berdasarkan Tabel 4.5 ersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk ke-2 variabel independen tidak terjadi multikolineritas yang ditunjukkan oleh nilai VIF dari variabel independen yang lebih kecil dari 10, dengan nilai tolerance yang > 0.1 c. Uji Heterokedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel t Sig. Kepemilikan Asing -1,367 0,176 Kepemilikan Institusional -1,020 0,311 Sumber : data diolah, 2011 . Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dikatakan tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model yang ditunjukkan oleh nilai sig. t yang berada diatas 0.05. 4.2.3 Hasil Analisis Regresi Berganda Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada lampiran yang secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.7 Rekapitulasi Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Koef. Reg t hitung Sig. Constant 15,323 Kepemilikan Asing 0,302 3,093 0,000 Kepemilikan Institusional 0,319 4,371 0,000 R = 0.684 R Square = 0.468 F hitung = 13,346 Sign. F = 0.000 Sumber data : diolah, 2011 Dari tabel di atas dapat dibuat persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 15,323 + 0,302 X1 + 0,319 X2 + e a = 15,323 adalah bilangan konstanta yang berarti apabila variabel bebas yaitu Kepemilikan Asing dan Kepemilikan Institusional sama dengan nol, maka besarnya variabel CSR Disclosure akan bernilai 15,323. b1 = 0,302 adalah besarnya koefisien regresi variabel bebas Kepemilikan Asing yang berarti setiap peningkatan (penambahan) variabel Kepemilikan Asing maka akan meningkatkan CSR Disclosure. JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 45 b2 = 0,319 adalah besarnya koefisien regresi variabel bebas Kepemilikan Institusional yang berarti setiap peningkatan (penambahan) variabel Kepemilikan Institusional maka akan meningkatkan CSR Disclosure. 4.2.4 Uji F (Pengujian Hipotesis I) Dari tabel di atas didapatkan hasil F hitung sebesar 13,346 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 (< 0.05), yang menunjukkan bahwa Kepemilikan Asing dan Kepemilikan Institusional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CSR Disclosure. 4.2.5 R square (R2) Dari hasil analisis diperoleh nilai R adjust square (R2) sebesar 0.468, hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas (Kepemilikan Asing dan Kepemilikan Institusional) secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap variabel terikat CSR Disclosure sebesar 46,8% dan sisanya sebesar 53,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. 4.2.6 Uji t (Pengujian Hipotesis) a. Uji Hipotesis 1 Hipotesis 1 dalam penelitian ini menyatakan Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dari tabel 4.7 dapat diketahui hasil koefisien t hitung Kepemilikan Asing sebesar 3,093 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dengan demikian H1 pada penelitian ini terbukti secara statistik. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin tinggi prosentase kepemilikan saham oleh investor asing, maka akan semakin meningkatkan luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Hasil ini telah sejalan dengan teori bahwa Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan karena pengungkapan sosial dalam kepemilikan asing akan sangat mempengaruhi nilai perusahaan dan menentukan prestasi terhadap rating perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial; seperti pelanggaran hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan isu lingkungan seperti, efek rumah kaca, pembalakan liar, serta pencemaran air, isuisu lingkungan ini dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini juga yang menjadikan dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan multinasional mengubah perilaku mereka dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Smirley dan Li, 2001; Fauzi, 2006). Hasil ini juga mendukung penelitian Susanto (1992) yang juga dapat membuktikan secara statistik bahwa Kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). b. Uji Hipotesis 2 Hipotesis 2 dalam penelitian ini menyatakan Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dari tabel 4.7 dapat diketahui hasil koefisien t hitung Kepemilikan Asing sebesar 4,371 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap 46 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Dengan demikian H2 pada penelitian ini terbukti secara statistik. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin tinggi prosentase kepemilikan institusional, maka akan semakin meningkatkan luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). Hasil ini telah sejalan dengan teori bahwa kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Kepemilikan ini mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Jadi dengan adanya kepemilikan institutional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Salah satunya dengan memberikan informais secara lebih transparan kepada investor melalui pengungkapan sosial, sehingga diharapkan nantinya nilai perusahaan dapat lebih ditingkatkan. (Faizal, 2004 dalam arif 2006) Hasil ini juga mendukung penelitian Tanimoto dan Suzuki (2005) yang juga dapat membuktikan secara statistik bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure). 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh kepemilikan asing dan kepemilikan insitusional terhadap luas pengungkapan sosial (CSR). Berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepemilikan asing berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) 2. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure) 5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan hasil penelitian, dikemukakan saransaran sebagai berikut: 1. Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan memperluas variabel yang diteliti maupun pengembangan indikator serta item lain yang diduga juga berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure), misalnya profitabilitas, KAP dan sebagainya 2. Pada penelitian yang akan datang, diharapkan dapat menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sehingga hasil penelitiannya dapat lebih digeneralisir pada seluruh perusahaan di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Adams et. Al, 1997. Penelitian corporate social reporting (CSR) pada berbagai industri di enam Negara Eropa Barat. Andrew et. al. 1998. Penelitian corporate social reporting (CSR) di Singapura dan Malaysia. Ani, 2007. Legitimasi tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media termasuk dalam laporan tahunan perusahaan. Arif, 2006. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012 | 47 aktiva perusahaan dan mendorong pencegahan terhadap pemborosan manajemen. Buzby, 1975. Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan luas ungkapan. Chow dan Wong Boren, 1987. Hubungan antara karakteristik perusahaan dengan luas ungkapan. Darwin, 2007. Integrasi corporate social responsibility (CSR) dengan lingkungan dan sosial dalam setiap aspek kegiatan operasionalnya. Diana Zuhroh dan I Putu Pande Heri Sukmawati. 2003. Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor (Studi Kasus pada Perusahaan High-Profile di Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi VI. Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Si. mposium Nasional Akuntansi IV. Gray et. al. 1995 dalam Ince, 1997. Penelitian corporate social reporting di inggris. Gupta, Ashok. 2003. Why Should Companies Care. Mid-American Journal of Business. Spring . pg. 3 Ivancevic, 1992. Tanggung jawab sosial yang mempengaruhi konsumen, masyarakat, dan lingkungan. Kiroyan, 2006 dalam Sayekti dan Wondabio 2007. Penerapkan CSR akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Kumalahadi, 2000. Pertanggungjawaban sosial bukan merupakan fenomena sosial baru, melainkan akibat dari semakin meningkatnya isu lingkungan Maksum dan Kholis, 2003. Tekanan dan tuntutan terhadap perusahaan mengakibatkan berkembangnya akuntansi sosial/ social accounting. Marwata. 2001. Hubungan antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. Muhammad Muslim Utomo, 2000. Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara PerusahaanPerusahaan High-Profile dan Low-Profile). Simposium Nasional Akuntansi III. Sayekti dan Wondabio (2007). Legitimasi tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR dalam media termasuk dalam laporan tahunan perusahaan. Susanto, 1992. Hubungan basis perusahaan, waktu listing, dan tingkat kepemilikan saham oleh investor asing terhadap luas corporate disclosure dalam laporan tahunan. Utomo, Muhammad Muslim, 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan antara Perusahaan High Profile dan Low Profile)”, Yayasan Mitra Mandiri. Wahidahwati, 2001. Agensi pada proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan manufaktur. Yuniati Gunawan. 2000. Analisis Pengungkapan Informasi Laporan Tahunan pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi III. *) M. Cholid Mawardi adalah Dosen Tetap Pada Prodi Akuntansi FE **) Erwin Saputra adalah alumni Prodi Akuntansi FE Unisma 48 | JEMA Vol. 9 No. 1 Maret 2012