BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Era Globalisasi ini

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada Era Globalisasi ini, persaingan negara- negara maju dan berkembang
tak terkecuali pada bidang bisnis manufakturnya semakin ketat seiring dengan
perkembangan perekonomian yang mengakibatkan adanya tuntutan bagi
perusahaan untuk terus mengembangkan inovasinya dalam hal memperbaiki
kinerja perusahaanya dan melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan
(going concern) dan bersaing. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan kinerja keuangan
perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk
dapat membantu menunjang operasional perusahaan. Salah satu kinerja keuangan
yang dinilai oleh perusahaan dan pemegang saham adalah Return On Equity
(ROE). Untuk mengetahui besar dari nilai Return On Equity (ROE), maka
perusahaan harus menganalisis kembali bagaimana kinerja keuangan pada
beberapa periode tertentu. Analisis laporan keuangan ini dilakukan karena laporan
keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai
alat komunikasi antara data keuangan atau aktivitas keuangan perusahaan dengan
pihak- pihak yang berkepentingan. Namun pengelolaan perusahaan yang kurang
sehat mengakibatkan penurunan kualitas dari kinerja perusahaan tersebut. Hal ini
menyebabkan munculnya ketidak percayaan dari stakeholders khususnya para
pemegang saham atas return yang dapat diperoleh dari investasi yang mereka
1
2
tanamkan. Akibatnya para pemegang saham kurang tertarik untuk berinvestasi
karena pengelolaan manajemen kurang sehat.
Perusahaan merupakan sebuah organisasi yang memproses perubahan
keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan/ atau jasa untuk
memuaskan atau memenuhi kebutuhan para pembeli, dengan harapan memberikan
laba bagi para pemiliknya. Meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemegang saham merupakan tujuan perusahaan. Hal ini banyak
diketahui oleh pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan dalam hal
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan dengan pemilik. Sebagai pengelola, manajemen memiliki kewajiban
untuk menginformasikan kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun informasi
yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kenyataan. Kondisi tersebut
yang dinamakan sebagai asimetri informasi. Munculnya pemikiran bahwa
manajemen melakukan tindakan yang hanya mementingkan kepentingannya
sendiri (self interested behaviour). Hal tersebut yang mengakibatkan konflik
kepentingan antara manajer dan pemegang saham yang disebut sebagai agency
problem. Berdasarkan teori keagenan, konflik tersebut dapat diselesaikan dengan
adanya Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan dituntut untuk
menerapkan sistem yang baru dan lebih baik dalam pengelolaan bisnis yang
berdasarkan prinsip- prinsip tata kelola yang baik. Good Corporate Governance
merupakan suatu mekanisme yang memliki kemampuan pengendalian yang dapat
mensejajarkan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen, sehingga dapat
menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba
3
yang berkualitas (Boediono, 2005: 176). Dengan adanya sistem tata kelola
perusahaan yang baik serta dapat menerapkan lima unsur penting atas Corporate
Governance, yaitu transparancy, accountability, responsibility, independency dan
fairness, diharapkan bisnis akan lebih mampu bersaing dengan cepat berkembang
karena perusahaan terstruktur dengan baik dan adanya pengawasan untuk
meminimalisir kerugian. Corporate Governance dapat menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder), yaitu berupa perlindungan
efektif terhadap pemegang saham dalam memperoleh kembali investasinya
dengan wajar dan bernilai tinggi.
Terdapat empat mekanisme Corporate Governance yang sering digunakan
pada berbagai penelitian mengenai good corporate governance yang bertujuan
untuk mengurangi konflik keagenan, diantaranya adalah kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit.
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan
good corporate governance. Dewan komisaris berperan dalam mengarahkan
strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa manajer
benar- benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah
ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham, yaitu untuk
meningkatkan nilai ekonomis perusahaan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian Xie et al. (2003) tentang efektivitas
komite audit dalam mengurangi manajemen laba yang dilakukan manajemen
perusahaan adalah bahwa komite audit yang berasal dari luar mampu melindungi
kepentingan pemegang saham dari tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh
4
manajemen perusahaan. Kontrol terhadap perusahaan akan berjalan baik dengan
melaksanakan fungsi komite audit sehingga dapat meningkatkan kinerja
perusahaan.
Kepemilikan institusional juga dapat menurunkan agency cost, karena
dengan adanya pemonitoran yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan
penggunaan hutang menurun (Moh’d et al., 1998 dalam Sekaredi: 2011). Semakin
besar tingkat kepemilikan institusionalnya, maka semakin kuat suara untuk
pengambilan keputusan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gil dan Obradovich (2012)
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Melalui penerapan GCG tersebut diharapkan: (1)
perusahaan mampu untuk meningkatkan kinerja melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional
perusahaan, (2) meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di perusahaan tersebut, (3) meningkatkan pelayanan kepada
stakeholders, serta (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan sekaligus meningkatkan shareholders value dan dividen.
Setelah adanya upaya penerapan GCG di dunia usaha memberikan
perhatian lebih pada informasi pertanggung jawaban sosial sebagai kewajiban
terhadap masyarakat dan lingkungannya yang telah diatur dalam Undang- Undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan
terbatas
dan
disebut
sebagai
Corporate
Social
Responsibility
(CSR).
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sering disebut juga sebagai CSR
5
atau social disclosure, corporate social reporting, social reporting merupakan
proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara
keseluruhan (Sembiring: 2005).
Dalam melakukan CSR, perusahaan mengorbankan sumber daya yang
dimilikinya, sehingga dibutuhkan suatu pengungkapan dalam pelaporan keuangan
untuk kepentingan perusahaan dan pemakai laporan keuangan perusahaan.
Perusahaan melakukan pengungkapan CSR dengan harapan dapat meningkatkan
reputasi dan nilai perusahaan (Rustarini, 2010: 3).
Penjelasan mengenai laporan tahunan yang mengharuskan untuk
mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan juga disampaikan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 1 tahun 2009, paragraf kesembilan:
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan mengenai lingkungan hidup
dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri
dimana faktor- faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan
bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna
laporan yang memegang peranan penting”.
CSR dijadikan sebagai sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak
hanya memprioritaskan pada kondisi keuangannya saja. Namun, perusahaan harus
berpijak pada triple bottom lines yang berarti bahwa perusahaan tidak hanya
berpijak pada kondisi keuangannya saja, tetapi juga berpijak pada sosial dan
lingkungan. Hal ini dikarenakan kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin
perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan
akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.
Perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan akan memaksimalkan ukuran
6
keuangan dalam jangka waktu yang panjang (Sayekti dan Wondabio: 2007). Hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan
yang menerapkan CSR berharap akan
direspon positif oleh para pelaku pasar seperti investor dan kreditur yang pada
nantinya akan berdampak positif pada kinerja keuangan perusahaan. Sedangkan
pengungkapan tanggung jawab sosial dimaksudkan agar bisa digunakan sebagai
bahan evaluasi dan juga sebagai alat komunikasi dengan stakeholders. Adanya
pelaporan tersebut merupakan wujud dari perlunya akuntanbilitas perusahaan atas
pelaksanaan kegiatan CSR, sehingga stakeholders dapat menilai pelaksanaan
kegiatan CSR secara transparan. Hal ini dapat meningkatkan image positif
perusahaan dan sekaligus kinerja perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan diatas maka penelitian
merumuskan
1. Apakah independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap kinerja
keuangan ?
2. Apakah komite audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?
3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?
4. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kinerja keuangan ?
5. Apakah pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh
terhadap kinerja keuangan ?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian terhadap perusahaan yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh penerapan mekanisme Good Corporate Governance
(Proporsi
dewan
komisaris
independen,
komite
audit,
kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial) terhadap kinerja keuangan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk menguji pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap
kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Sebagai masukan bagi manajemen perusahaan untuk melakukan koreksi dan
perbaikan atas dampak yang terjadi dari mekanisme Good Corporate
Governance terhadap kinerja keuangan di dalam industri manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Sebagai masukan bagi manajemen perusahaan untuk melakukan perbaikan
atas dampak dari penerapan Corporate Social Respnsibility pada laporan
keuangan perusahaan terhadap kinerja keuangan di dalam industri manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
8
3. Sebagai bahan untuk pemahaman secara teoritis mengenai dampak yang
dihasilkan oleh pengungkapan
Corporate Social Responsibility dan
mekanisme Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan lima variabel independen, yaitu mekanisme
Good Corporate Governance (GCG) yang meliputi proporsi dewan komisaris
independen, komite audit, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial,
dan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), serta variabel
dependen yaitu kinerja keuangan.
Adapun objek penelitian ini adalah perusahaan- perusahaan manufaktur go
public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan
2014.
Download