BAB II Landasan Teori dan Data 2.1. Pengertian dan Pemaknaan Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, maksudnya adalah membuat sama. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar) Multimedia Multimedia adalah berarti banyak media atau secara audio-visual, tidak hanya visual saja, atau tidak hanya audio saja. (Stewart, Colin dan Adam Kowaltzke. 1990. Media, New Ways and Meanings) Multimedia secara umum memenuhi syarat-syarat berikut ini: - Bergerak - Dapat dilihat - Dapat didengar - (bahkan) interaktif Media Media adalah: alat-alat yang digunakan manusia sebagai penyampaian pesan. Pesan itu sendiri seiring dengan berkembangnya zaman makin meluas dengan alat-alat yang makin maju pula. (Stewart, Colin dan Adam Kowaltzke. 1990. Media, New Ways and Meanings) Karakteristik Media: - Mencapai banyak orang - Mencakup banyak aspek: bicara, menulis, suara, nonverbal, dan visual - Menggunakan teknologi - Melibatkan industri 10 - Kadang melibatkan banyak kepemilikan - Diatur oleh pemerintah Iliterasi: ketidakmampuan seseorang untuk membaca. Literasi adalah: kemampuan seseorang untuk membaca. Jika sebelumnya istilah ini dipakai dalam kemampuan membaca tulisan (huruf, kata, kalimat, paragraf, wacana, buku), sekarang istilah ini dipergunakan dengan pemaknaan yang lebih luas. Sehingga, Media Literasi adalah: kemampuan seseorang untuk ‘membaca’ kebenaran atau kebohongan dan memilih serta memilah pesan-pesan dan informasi yang disampaikan dalam media. Media Literasi adalah suatu tema baru dalam disiplin ilmu yang membahas tentang media dan perilaku soso-psikologis masyarakat dimana media itu beredar. Tema ini muncul sebagai akibat dari mulai maraknya media yang beredar sementara masyarakat itu sendiri belom siap dalam mencerna semua isi media tersebut. Ini berarti dalam lingkup bahasan media literasi, disiplin ilmu ini jelas-jelas menyatakan bahwa media itu penuh kebohongan dan manipulasi (jika ditelaah secara gamblang). Padahal, media seharusnya menjadi penyampai informasi yang inspiratif dan informatif untuk menerangi dan membangun masyarakat dimana media itu beredar. Contoh: dalam negara Indonesia yang sedang berkembang seperti sekarang ini, seharusnya media menjadi penyuap informasi dan pemberi inspirasi untuk mental rakyat Indonesia yang baru saja lepas dari belenggu penjajahan. Tapi apa yang terjadi, media malah digunakan hampir sepenuhnya untuk mencari uang semata. Konten yang ditampilkan sering penuh kebohongan dan melebih-lebihkan untuk menarik perhatian konsumen. Gaya pencapaian yang seharusnya inspiratif malah jadi cenderung memanas-manasi masyarakat yang masih sangat lugu (contoh dalam kasus ini adalah: propaganda bahwa berbisnis lebih baik daripada mencari kerja. Dimana pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam masalah ini cenderung tidak memberi follow-up yang baik, dan mereka hanya menikmati keuntungan 11 dari fenomena ini seperti dari penjualan buku, seminar, dan jasa konsultasi bisnis). Yang paling terlihat jelas adalah, media informasi yang malah mempergunakannya untuk menyampaikan kebohongan dan gosip, rumor, atau hoax (hoax adalah kebohongan yang dibuat sangat mirip kebenaran untuk mencari sensasi dan kehebohan). Seharusnya, media di Indonesia dimanfaatkan seperti ini: - Untuk menyampaikan berita pembangunan dan perkembangan fisik maupun non-fisik di Indonesia. - Memperlihatkan kisah hidup orang-orang sukses, berpengaruh, serta dapat menjadi suri tauladan bagi masyarakat Indonesia lainnya (contoh: biografi Pak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, atau bahkan sorotan hidup sehari-hari seorang Susi Susanti, yang sukses membawa nama Indonesia di tengah kancah olahraga dunia). Tapi yang ada sekarang ini adalah: Reality Show yang menyorot kehidupan sehari-hari seorang Sofia Latjuba, yang kumpul kebo bersama suami orang lain, dengan kegiatan mereka yang sebetulnya ‘tidak penting’. - Menampilkan cerita yang membantu setiap tahap umur dan jenis pekerjaan untuk mengatasi masalah. Contoh: cerita tentang dunia sekolah SMP yang menyenangkan dan sarat dengan pengejaran dan peraihan cita-cita. Atau cerita tentang pekerjaan di dunia jurnalistik, suka dan dukanya. Yang seharusnya bisa digarap lebih dalam di cerita ‘Dunia Tanpa Koma’. Bentuk dan macam-macam Media: - Televisi - Surat Kabar - Majalah - Komik - Internet - Radio - Lagu dan musik - Banner, Flyer, Poster, Leaflet, dll 12 Televisi sendiri terbagi menjadi bermacam-macam jenis: - Film (film panjang) dan Film Bioskop - Film pendek - Film pendek (sinetron atau film berseri) - Film asing (drama Jepang, Korea, Mandarin, Mexico) - Biografi (biasanya orang-orang luar negeri) - Dokumenter (binatang, tempat, atau kejadian alam) - Acara memasak (Rudi Choirudin, Memasak Ala Kecap Cap Bango) - Lomba (lomba memasak Allez Cuisine, Takeshi Castle, Human Masquarade) - Kuis - Talkshow (Kick Andy, Dorce Show, Ceriwis, Lepas Malam, Tukul) - Infotainment - Sportainment (WWF Smackdown) - Acara Lawak (Srimulat, Extravaganza) - Film kartun anak-anak - Acara belajar untuk anak-anak - Film animasi Jepang - Film animasi non-Jepang (amrik dan lain-lain) - Reality Show (bagi-bagi uang, bagi-bagi hedonisme, ‘ngerjain’, dll) - Acara sulap, hipnotis, dan akrobat - Acara dan pertandingan olahraga (sepakbola, tinju) - Acara dan balap otomotif - Kontes (Indonesian Idol, AFI, The Apprentice, KDI, API) - Berita dan Berita sekilas - Berita ringan (Info Pagi) - Turunan dari Berita (Jelajah, Jalan-jalan, Wisata Kuliner) - Countdown dan Ter- (Teraneh, Terkuat, dll) - Berita lainnya (Laporan Saham dan Bisnis, Berita musik) - Iklan - Music Video (tayangan video klip musik, secara random atau countdown) - Sorotan Event (konser, lomba) 13 - Bumper dan Filler - Adzan - Acara keagamaan dan ceramah - Pembukaan siaran: Klip Lagu Indonesia Raya - Game online (biasanya di awal sebelum stasiun TV siaran) - Kuis online interaktif (melalui telepon atau sms) - Acara semi-mesum (biasanya siaran tengah malam) Iklan sendiri terbagi menjadi beberapa jenis: - Iklan dengan penyampaian maksud secara gamblang - Iklan dengan penyampaian tersirat (retorika, metafora, dll) - Testimoni dari orang biasa (sebetulnya aktor/aktris) - Anjuran dari seorang ahli (sebetulnya aktor/aktris juga) - Pernyataan dari beberapa orang terkenal (tentu saja tidak secara sukarela) - Iklan berupa film pendek - Iklan Layanan Masyarakat - Iklan Statistik atau kenyataan di luar sana (dengan embel-embel produk tertentu pada ending-nya) - Iklan berupa klip musik pendek - Iklan padat informasi - Iklan hanya berupa tulisan still - Iklan bercerita (berupa cerita pendek dan kadang bersambung) Film (panjang/bioskop) terbagi menjadi beberapa genre: - Komedi (Rat Race) - Parodi (Scary Movie, Date Movie) - Horor (The Ring, The Eye) - Percintaan (Before Sunrise/Sunset, Sweet November, Lake House) - Film kriminal, detektif, dan kepolisian (Face off, The Jackal, The Departed) - Film Mafia (Road to Perdition, The Godfather Trilogy) - Action (Die Hard Trilogy, Lethal Weapon) 14 - Hero Action (Blade, Ultraviolet) - Fighting (Film-film Jackie Chan atau Jet Li) - Biografi (Gie, The Aviator) - Kemanusiaan (Hotel Rwanda) - Science-fiction (Star Wars, Star Trek) - Other Fiction (Planet of the Apes) - Anak-anak - Kartun anak-anak (The Lion King, Mulan) - Animasi 3D (Shrek, Finding Nemo) - Thriller (Jurassic Park) - Sex dan Pornography (sebagian masuk ke Indonesia: Basic Instinct, Striptease) - Pop-corn movies (cerita tidak terlalu berat hanya untuk profit: Pirates of the Caribbean) - Propaganda (Schindler’s List, American Soldier ini Iraq) - Based on True Story (WTC, Anna and The King) - Based on Novel (Harry Potter, Eragon, The Prestige) - Based on Comicbook (Superman, Batman, Spiderman, X-Men, V for Vendetta) - Dokumenter (Super Sized Me) - Fantasi (Harry Potter, Eragon) - Colossal (The Lord of Ring, Kingdom of Heaven) - Film Perang (Saving Private Ryan, Pearl Harbor) - Film Keluarga (Night at the Museum) - Film Sport dan Animal Sport (Bend it Like Beckham, MVP, Air Bud) - Film remaja (belum tentu percintaan: Legally Blond) - Film slapstick (Hot Shot) - Film Eksperimental Sementara genre untuk Film Indonesia sangat terbatas: - Horor (Kuntilanak, Jaelangkung, Pocong, Tuyul, Genderowo, dkk) - Percintaan dan Remaja (Ada Apa dengan Cinta, Eiffel I’m in Love) - Komedi (tetap mengarah ke percintaan: Jomblo, 30 Hari Mencari Cinta) 15 - Komedi Lama (Warkop dan Kadir-Doyok) - Biografi (hanya satu: Gie) - Film anak (Sherina, Joshua oh Joshua) - Action (Bad Wolves, dan tidak akan ada lagi karena tidak laku) - Film Perang dan Kemerdekaan (G30S PKI, Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro) - Film Propaganda (G30S PKI) - Eksperimental (Banyu Biru, Koper, Ekskul, 6:30) Film Jepang yang masuk ke Indonesia secara Black Market: - Animasi ‘The Movie’ dari Tv series anime ala Jepang - Animasi Movie Dedicated (contoh: dari Ghibli Studio) - Live Action dari (lagi-lagi) series animasi/komik - Film ninja, samurai (yang menampilkan ciri khas Jepang) - Sentai dan Tokusatsu The Movie (Goggle V, Kamen Rider) - Film Science-fiction (Godzilla) Film Asia (Cina, Korea, Taiwan) yang masuk ke Indonesia: - Komedi Slapstick (Kungfu Hustle, Shaolin Soccer) - Kolosal (Crouching Tiger Hidden Dragon) - Horor - Action (film-film Andy Lau, dkk) Film asing lainnya: biasanya adalah film-film yang menang festival atau masuk dalam award perfilman seperti ‘Life is Beautiful/La Vita Bela’. 16 Film Sejarah Singkat Film Cinematographe, kamera yang juga berfungsi sebagai proyektor, milik Lumiere bersaudara adalah modifikasi dari alat ciptaan Thomas Alfa Edison yang bernama Kinetoscope. Kalau sebelumnya menonton film dilakukan dengan cara mengintip gambar bergerak di satu lubang secara bergantian, maka Cinematographe menandai dimulainya era pertunjukan film utuk orang banyak. Untuk pertama kalinya di dunia, tanggal 28 Desember 1985, puluhan orang berada dalam satu ruang guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa sebuah ruang bilyar tua di bawah tanah di Boulevard des Capucines, Paris yang kemudian dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia. Grand Café, nama tempat itu, tiba-tiba menjadi begitu populer di Eropa. Ribuan orang berbondong-bondong ingin menonton film buatan Auguste dan Louis Lumiere. Saat itu pengalaman menonton film di dlaam sebuah ruangan adalah samasekali baru bagi semua orang. (Bengkel Film Pemula, CD Interaktif Sampoerna) Pada 1967 film-film Indonesia mulai bangkit. Masyarakat Indonesia bisa menyaksikan produksi film-film nasional dan kemunculan artis-artis baru film Indonesia. Film Pendek Adalah film yang berdurasi kurang dari 20 menit, dengan cerita yang singkat dan tidak terlalu kompleks, serta bukan film seri bersambung. (Bengkel Film Pemula, CD Interaktif Sampoerna) 17 2.2. Data dari Artikel Dalam Ruang Pribadi Penonton: Romantisme dan Ekonomi Politik Sinteron Indonesia Oleh NURAINI JULIASTUTI Televisi memang telah jadi perhatian studi-studi kebudayaan sejak lama, dan menurut saya memang tidak ada media lain yang menyamai televisi dalam hal besarnya volume teks-teks budaya populer yang dihasilkan. Rasanya, televisi selalu mampu melahirkan bagian-bagian baru yang menarik untuk diamati dan dianalisa, mulai dari siaran berita, iklan televisi, sinetron, film televisi, talk show , kuis-kuis, acara musik, dan sebagainya. Dengan demikian televisi juga merupakan ruang eksperimen yang menarik bagi para ilmuwan sosial untuk mencobakan berbagai macam metode dan teori sebagai pisau dan alat-alat untuk menganalisa persoalan kebudayaan. Karenanya, banyak hal yang harus dipahami dari televisi. Mulai dari teks, hubungan antara teks dan penonton, aspek ekonomi-politik yang melingkupinya, hubungan televisi dengan aspek-aspek lain diluarnya, sampai pola makna budaya yang ada dalam televisi. Tulisan ini akan melakukan analisa terhadap sinetron sebagai bagian dari dunia televisi. Memang benar bahwa tulisan-tulisan yang beredar selama ini tentang sinetron seperti selalu memberi kita bayangan gelap akan kehidupan sinetron--buruknya mutu penulis naskah sinetron, rendahnya etos kerja para pekerja sinetron mulai dari pemain, sutradara sampai pekerja-pekerja teknis yang ada disitu, ketiadaan festival atau wadah untuk mengukur mutu sinetron-sinetron yang beredar, ketiadaan kritikus sinetron yang baik, sampai penghargaan yang rendah pada diri penonton, dan sebagainya, dan karenanya percakapan tentang sinetron menjadi membosankan dan tidak menyenangkan karena kita seolah-olah sudah mengetahui semua hal-hal buruk tentangnya. Tetapi bukankah memang sebuah tulisan tidak berniat untuk memberikan sebuah penilaian final tentang sesuatu hal? 18 Yang saya lakukan dalam tulisan kali ini adalah memberikan penajaman pada aspek resepsi penonton dan aspek ekonomi-politik dari sinetron indonesia. Penonton menempati posisi penting dalam pembacaan suatu fenomena kebudayaan. Sayangnya mereka sering luput dari perhatian publik, termasuk oleh para peneliti kebudayaan. Proses pembacaan penonton sebuah pameran, sebuah film, sebuah sinetron, apa yang mempengaruhi interpretasi mereka dan bentuk komunikasi seperti apa yang sebetulnya sedang terjadi antara seniman dan penonton, antara sutradara/penulis naskah dan penonton, seharusnya bisa menjadi tema yang menarik untuk diteliti. Selain dimensi resepsi penonton, dimensi lain yang juga terlupakan adalah dimensi ekonomi-politik. Hal ini dilakukan mengingat dalam sebuah sirkuit kebudayaan yang berjalan, tidak hanya terdapat aspek produksi dan konsumsi, tetapi terdapat aspek-aspek lain seperti aspek distribusi, regulasi, representasi dan pembentukan identitas, yang semuanya saling berhubungan erat. Saat ini terdapat sekitar 55 buah sinetron yang sedang diputar di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Jika dideskripsikan lebih jauh, berbagai macam sinetron yang beredar di televisi tersebut mewakili beberapa karakter utama yaitu: karakter cerita yang terbuka dan karakter cerita yang terpusat pada tema hubungan interpersonal pemainnya. Dalam karakter yang pertama, rangkaian episode-episode sinetron berjalan mengalir begitu saja. Setiap episode menampilkan jalinan cerita yang berbeda. Tidak ada persoalan-persoalan tertentu yang dicoba untuk dipecahkan dari awal episode sampai seri episode sinetron ini berakhir. Sedangkan dalam karakter yang kedua, cerita sinetron terpusat pada hubungan pribadi manusia: pertikaian keluarga, jatuh cinta, pernikahan, perpecahan, perselingkuhan, balas dendam, dan sebagainya. Poin yang menarik adalah dari bermacam-macam sinetron yang diputar tersebut, 80% diantaranya berujung pangkal pada persoalan cinta dan segenap romantismenya. Setiap kita melihat sinetron, ada hawa romantisme kuat yang berhembus disitu. Bahkan sinetron-sinetron yang berbasis cerita misteri dan aksi laga yang sedang banyak digemari penonton seperti Misteri Gunung Merapi (Indosiar, Minggu, 19.30 WIB), Dendam Nyi Pelet (Indosiar, Senin, 18.00 WIB), Misteri Nini Pelet (SCTV, Senin, 19.30 WIB), juga Angling Darma (Indosiar, Rabu, 19.30 WIB) dan Prahara Prabu Siliwangi 19 (SCTV, Selasa, 19.30 WIB) sebenarnya juga berpangkal pada persoalan cinta kasih yang romantis. Dendam Nyi Pelet misalnya bercerita tentang seorang gadis yang dendam pada semua laki-laki karena pemuda pujaannya ternyata mempunyai kekasih lain. Maka ia berguru, menguasai ilmu hitam, dan berubah menjadi Nyi Pelet yang selalu siap menyebar maut bagi para pemuda yang ditemuinya. Dari sini terlihat bahwa sebenarnya demokratisasi wacana dalam sinetron Indonesia itu tidak ada. Yang ada justru keseragaman wacana karena semua isu ditarik dalam persoalan cinta. Analisis ekonomi-politik termasuk sisi produksi dan distribusi di dalamnya selama ini diabaikan. Analisis budaya lebih memusatkan perhatiannya pada analisis tekstual. Kenyataan lain yang harus dihadapi adalah bahwa kebudayaan selalu diproduksi dalam hubungan dominasi dan subordinasi. Analisis yang meletakkan kebudayaan dalam sistem produksi dan distribusi dapat membantu menguraikan dan menjelaskan hal-hal yang membatasi produksi suatu artefak kebudayaan, wacana-wacana apa saja yang sedang dominan berlangsung dalam masyarakat saat itu, juga pengaruh aspek politik pada saat artefak kebudayaan tersebut didistribusikan. Sebenarnya, analisis ekonomi-politik juga harus mempertimbangkan persfektif-persfektif lain dalam menganalisis sesuatu. Perspektif-perspektif lain tersebut bisa berupa persfektif gender, ras, etnisitas, kelas, atau nasionalisme. Semakin kaya perpektif yang dipakai untuk menganalisa, maka hasil analisa akan semakin bagus. Mengingat sinetron merupakan sebuah fenomena yang kompleks maka keberagaman persfektif mutlak diperlukan. Rumah produksi (production house), sutradara, pemain, naskah, pembuat naskah, industri musik, iklan, stasiun televisi, dan penonton adalah aspek-aspek yang terdapat dalam sinetron dan terentang dari proses produksi sampai konsumsi. Mungkin masih teringat saat TVRI merayakan ulang tahunnya pada tanggal 20-26 Agustus 1999 yang lalu. Waktu itu TVRI menayangkan acara Sepekan Sinetron HUT TVRI. Sinetron-sinetron yang diputar dalam acara tersebut antara lain: Orang Kaya Baru dari Teater KOMA, Wagiyem , Karsih dan Karsiman , serta Merobek Angan-Angan . Munculnya Teater KOMA di TVRI sangat menarik mengingat di masa lalu Teater KOMA sempat dilarang tampil di TVRI karena naskah-naskah yang dimainkannya dinilai berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Tema-tema naskah-naskah sinetron lain yang tampil juga berkisar pada 20 persoalan politik seperti perjuangan seorang aktivis LSM, persoalan korupsi, tahanan Pulau Buru serta demonstrasi mahasiswa. Sinetron-sinetron ini tidak akan mungkin ditayangkan dengan bebas sebelum peristiwa Mei 1998 terjadi di Indonesia. Fenomena ini juga menunjukkan perubahan sikap politik TVRI karena dulu TVRI sangat dikenal sebagai corong utama orde baru. Pemilihan sinetron-sinetron yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun televisi juga penting untuk dicermati mengingat stasiun televisi mempunyai kriteria dan standar-standar tertentu yang ditetapkan. Kriteria-kriteria tersebut meliputi ide cerita, siapa yang membuat naskah, siapa sutradaranya, siapa saja artis-artis yang dilibatkan. Semua itu adalah nilai-nilai utama dari sinetron yang menentukan apakah sebuah sinetron layak jual atau tidak. Selain persoalan-persoalan diatas, hal lain yang harus diperhitungkan adalah kecocokan antara cerita, jumlah slot tayang yang direncanakan, dengan harga yang ditetapkan. Saat produksi sinetron berjalan, aspek-aspek yang mempengaruhinya juga semakin banyak. Misalnya, jika rating sebuah sinetron naik, dan jumlah iklan yang masuk juga semakin tinggi, sementara rangkaian episodenya sudah hampir habis, maka sutradara dan penulis naskah dipaksa untuk melipatgandakan jumlah episode dan melakukan pengembangan cerita yang kadangkala menyimpang dari ide cerita awal. Bahkan seringkali terjadi pengembangan cerita tersebut dilakukan tanpa perencanaan khusus, dan dilakukan langsung di tempat pengambilan gambar berlangsung. Hal seperti ini biasanya terjadi pada sinetron-sinetron yang jumlahnya sudah mencapai ratusan episode. Sinetron yang banyak digemari seperti Si Doel Anak Sekolahan bahkan dapat semakin terdongkrak popularitasnya karena karakter sejumlah tokohnya laris dipinjam untuk memerankan iklan-iklan produk dan iklan layanan masyarakat. Persoalan lain yang menarik dicermati dalam dunia sinetron adalah hubungan antara sinetron dengan industri musik. Lagu-lagu Indonesia populer dan laris dibeli kasetnya oleh para penggemar kini tidak hanya bisa dinikmati di radio-radio atau dalam acaraacara musik di televisi, melainkan bisa kita dengarkan juga dalam tayangan sinetron 21 sebagai lagu tema sinetron. Kita mengenal ciri-ciri sinetron Cerita Cinta (Indosiar, Senin, 20.30 WIB) dari lagu-lagu yang dilantunkan oleh grup musik Dewa. Kita juga mengenal ciri-ciri sinetron Lupus Millenia (Indosiar, Kamis, 19.30) dan sinetron Cinta Pertama (Indosiar, Kamis, 20.00 WIB) lewat lagu-lagu dari kelompok Sheila On 7. Tidak hanya itu. Hampir semua sinetron yang diputar di televisi sekarang pasti menampilkan satu atau dua lagu Indonesia yang sedang populer. Fenomena ini mirip seperti yang terjadi dalam dunia film. Dulu ketika lagu-lagu Whitney Houston menjadi soundtrack film The Bodyguard , orang jadi bertanya-tanya apakah ketenaran lagu itu yg mendongkrak popularitas film tersebut, atau sebaliknya, film yang dibintangi aktor terkenal Kevin Costner itulah yang menyebabkan banyak orang mencari-cari dan membeli kaset lagu Whitney Houston. Tentunya hubungan yang signifikan antara rating sinetron dengan popularitas sebuah lagu ini menarik untuk dikaji lebih lanjut. Penonton tidak pernah menjadi pihak yang pasif dalam membaca sebuah fenomena kebudayaan. Hal ini disebabkan karena makna yang dikeluarkan oleh sinetron tidak pernah langsung diterima begitu saja oleh penonton. Sebaliknya, penonton melakukan kontekstualisasi makna-makna tersebut dengan kondisi nyata yang dialaminya, penonton juga melakukan modifikasi sendiri sehingga makna tersebut sesuai dengan keinginannya. Maka, penonton adalah pihak yang aktif, dan proses konsumsi fenomena kebudayaan pun menjadi sesuatu yang kreatif. Televisi merupakan sesuatu yang melekat dalam kehidupan sehari-hari, maka itu analisis televisi-termasuk juga sinetron-tidak hanya harus dilekatkan dengan persoalan makna dan interpretasi melainkan harus juga dihubungkan dengan ritme rutinitas kehidupan seharihari. Menonton televisi biasanya dilakukan di ruang keluarga, atau di tempat tidur. Dalam menerima pesan-pesan, penonton sering menempatkan diri dalam posisi yang berbeda-beda sesuai dengan kode-kode pembacaan yang mereka jalankan. Versi pendek tulisan ini termuat di Bernas, 25 Februari 2001. Alamat halaman ini: http://kunci.or.id/esai/misc/juliastuti_sinetron.htm 22 Remaja, Gaya, Selera Oleh ANTARIKSA Para pemikir kajian budaya berpendapat konsep remaja bukanlah sebuah kategori biologis yang bermakna universal dan tetap. Remaja, sebagai usia dan sebagai masa transisi, tidak mempunyai karakteristik-karakteristik umum. Karena itu pertanyaanpertanyaan yang akan selalu muncul adalah: secara biologis, kapan masa remaja dimulai dan berakhir? Apakah semua orang yang berumur 17 tahun sama secara biologis dan secara kultural? Kenapa remaja di Jakarta, Singapura, dan London tampak berbeda? dsb. Remaja adalah sebuah konsep yang bersifat ambigu. Kadang bersifat legal dan kadang tidak. Di Indonesia misalnya, ukuran kapan seseorang boleh mulai melakukan hubungan seks, ukuran kapan seseorang boleh menikah, dan ukuran kapan seseorang boleh berpartisipasi dalam Pemilihan Umum sangatlah berbeda. Termuat di Newsletter KUNCI No. 6-7, Mei-Juni 2000 Alamat halaman ini: http://kunci.or.id/esai/nws/0607/baju.htm Meteor Mimpi, Meteor Garden Oleh YULI ANDARI dan ALIA SWASTIKA Dalam kurun tiga tahun terakhir ini, dunia pertelevisian di Indonesia berkembang sangat pesat. Bertambahnya jumlah stasiun televisi dari 5 menjadi 11 dalam waktu yang singkat menunjukkan keberadaan televisi sebagai salah satu industri media massa "favorit". Kris Budiman (2002) mencatat bahwa jumlah jam siaran masing-masing stasiun tersebut mencapai lebih dari 20 jam sehari. Artinya, dengan jumlah 11 stasiun televisi, ada sekitar 220 jam tayang program per sehari. 23 Dalam banyak karya kajian budaya televisi dianggap telah menjadi media yang memberikan kontribusi terbesar dalam proses produksi dan distribusi budaya populer. Salah satu minat utama dalam kajian televisi adalah pada tayangan drama. Drama adalah salah satu program televisi yang tak pernah habis ditayangkan. Di hampir semua stasiun televisi, tayangan drama (apapun nama atau bentuknya, mulai dari sinetron, opera sabun, telenovela, hingga melodrama) selalu mendapat tempat di jam-jam tayang utama (prime time). Tayangan ini juga menempati posisi yang tinggi dalam perhitungan rating program televisi. Selain memberi suntikan iklan yang cukup besar bagi stasiun televisi, tayangan drama juga menjadi sumber utama bagi beberapa media cetak, yang menyediakan dirinya sebagai media 'resensi' drama televisi. Di Indonesia, tayangan drama awalnya dibanjiri produk impor, seperti telenovela atau serial dari mancanegara. Ketika diputuskan bahwa rasio tayangan lokal dan impor adalah 70:30 (70% produksi dalam negeri, 30% impor), maka sejak itulah sinetron dalam negeri semakin banyak diproduksi (Kitley, 2001). Saat ini terdapat sekitar 80-an sinetron--termasuk telenovela dan melodrama Asia--yang sedang diputar di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia. Yang menarik adalah bahwa 80% di antaranya selalu berujung-pangkal pada persoalan cinta dan segenap romantismenya. Termuat di Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003. Alamat halaman ini: http://kunci.or.id/esai/nws/12/meteor.htm 24