BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Kualitas bernyanyi sangat penting bagi HKBP karena HKBP dikenal juga sebagai ‘The singing Church’ (gereja yang bernyanyi). Jati diri itu harus dipertahankan dan membina semua angota jemaat bernyanyi dengan baik dan benar. Demikian satu kutipan bacaan kotbah pimpinan (Ephorus) dalam buku Almanak HKBP Tahun 2011. 1 Pernyataan di atas menunjukkan betapa nyanyian sangat diperhatikan di gereja HKBP. Dalam pengamatan penulis, kebaktian yang dilakukan di Gereja saat ini, baik di gereja HKBP 2 maupun di gereja lain; unsur yang tidak terpisahkan dari kebaktian adalah musik, baik instrument maupun vokal. Musik vokal yang dimaksud disini adalah nyanyian jemaat dan koor yang dibawakan oleh kelompok koor atau kelompok paduan suara. 1 Almanak HKBP Tahun 2011, Percetakan HKBP, (Pematang Siantar 2011) hal 36 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah Gereja Protestan terbesar di kalangan masyarakat Batak, bahkan juga di antara Gereja-gereja Protestan yang ada di Indonesia. Gereja ini tumbuh dari misi RMG (Rheinische Missions-Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober 1861. Saat ini, HKBP memiliki jemaat sekitar 4.5 juta anggota di seluruh Indonesia. HKBP juga mempunyai beberapa gereja di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Colorado. Meski memakai nama Batak, HKBP juga terbuka bagi suku bangsa lainnya. Sejak pertama kali berdiri, HKBP berkantor pusat di Pearaja (Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) yang berjarak sekitar 2 km dari Tarutung, ibu kota kabupaten tersebut. Pearaja merupakan sebuah desa yang terletak di sepanjang jalan menuju kota Sibolga (ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah). Kompleks perkantoran HKBP, pusat administrasi organisasi HKBP, berada dalam area lebih kurang 20 hektar. Di kompleks ini juga Ephorus (=uskup) sebagai pimpinan tertinggi HKBP berkantor.HKBP adalah anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), anggota Dewan Gereja-gereja Asia (CCA), dan anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Sebagai gereja yang berasaskan ajaran Lutheran, HKBP juga menjadi anggota dari Federasi Lutheran se-Dunia (Lutheran World Federation) yang berpusat di Jenewa, Swiss.Pemerintah Indonesia mengakui HKBP melalui Beslit No. 48 tanggal 11 Juni 1931, yang tercantum dalam Staatblad Tahun 1932 No. 360 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan Departemen Agama No. 33 tahun 1988 tanggal 6 Pebruari 1988. 2 Universitas Sumatera Utara Istilah koor atau paduan suara 3 merujuk kepada suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi secara bersama-sama. Dari pengertian ini, seluruh jemaat yang bernyanyi pun dapat dikelompokkan sebagai suatu paduan suara. Akan tetapi didalam perkembangan seni suara di Indonesia, istilah paduan suara telah digunakan secara khusus untuk menyebutkan suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi dalam dua jenis suara (sopran dan alto) atau lebih (sopran, alto, tenor dan bas). Disamping itu pada masa penjajahan dahulu, istilah “koor” juga digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini 4. Dari segi sejarah, paduan suara unisono merupakan tipe perpaduan suara tertua karena pada masa-masa awal perkembangannya, kelompok biduan bernyanyi hanya dengan satu suara (belum dikenal kategori suara SATB). Inilah paduan suara yang dikenal di dalam Alkitab, misalnya paduan suara imam-imam di Bait Allah atau paduan suara sejenis sesuai gender juga sudah dikenal sejak zaman Alkitab 5. 3 Binsar Sitompul, salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya (1986:3), jenis suara yang dimaksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/ mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/ berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum lelaki) dan bas/ bariton (jenis suara yang rendah/ berat dari laki-laki). 4 Ibid. 5 Ibid, hal., 5. Universitas Sumatera Utara Di HKBP istilah koor mengacu pada 4 pengertian yaitu koor sebagai kelompok Paduan suara gereja, koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu ) lagu, koor sebagai judul dari lagu dan koor sebagai musik vokal. Untuk keterangan selengkapnya akan ditulis pada sub bagian defenisi koor dalam bab ini. Ibadah Kebaktian Minggu HKBP telah ditetapkan dalam Aturan dan Peraturan HKBP dengan salah satu unsurnya adalah nyanyian, baik nyayian dari buku Ende HKBP atau nyayian yang diakui oleh HKBP serta nyanyian-nyanyian yang sesuai dengan Konfessi HKBP. Penulis sebagai seorang jemaat HKBP semenjak anak-anak (masa sekolah minggu) sampai dewasa dan yang saat ini menjadi Pendeta di HKBP melihat bagaimana koor selalu ada dalam ibadah, pada setiap ibadah Minggu ditampilkan nyanyian-nyanyian jemaat dan nyanyian-nyanyian koor yang dinyanyikan oleh kelompok-kelompok Paduan Suara. Sudah ratusan bahkan ribuan lagu-lagu koor yang sudah dinyanyikan di gereja-gereja HKBP, namun sejauh pengamatan penulis hingga penelitian ini dilakukan, gereja HKBP belum pernah mengeluarkan sebuah panduan atau peraturan tentang koor yang bagaimana yang diinginkan atau yang diterima di gereja HKBP. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan dalam benak penulis; siapa yang pertama memunculkan koor ini, kapan jemaat HKBP mulai mengenal koor, siapa pengarangnya, apa yang melatarbelakangi lagu koor itu diciptakan, siapa yang menyuruh pengarang menciptakan lagu itu, kenapa koor harus ada dalam ibadah, apa peran dan fungsi koor dalam ibadah. Universitas Sumatera Utara Menurut asumsi penulis karya-karya ciptaan koor ini muncul sebagai hasil refleksi sipengarang dan umat dalam pergumulannya dengan masalah-masalah hidup disekitarnya. Kemungkinan Koor pada awalnya sudah dipengaruhi oleh kedatangan gereja barat bersama teologinya. Pada perkembangan selanjutnya telah diciptakan karya-karya koor oleh banyak komponis dengan berbagai latar belakang. Penulis melihat pertanyaan-pertanyaan dan asumsi diatas dapat menjadi salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul : “KOOR DI GEREJA HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP): ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK. 1.1.4. POKOK MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang menjadi titik perhatian penelitian bagi penulis adalah Analisis Sejarah, Fungsi Dan Struktur Musik Koor Dalam Ibadah Di HKBP. 1.1.5. Pertanyaan Penelitian Dalam penulisan karya ilmiah ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam menyelesaikan masalah. Untuk menghindari pembahasan yang mengambang ataupun menyimpang dan juga dengan keterbatasan waktu dan dana, maka penulis hanya membahas Analisis Sejarah, Fungsi Dan Struktur Musik Koor Dalam Ibadah Di HKBP. Universitas Sumatera Utara Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti adalah: 1. Bagaimanakah perkembangan koor di HKBP? 2. Bagaimanakah fungsi koor dalam ibadah di HKBP? 3. Apakah latar belakang penciptaan koor yang disajikan dalam ibadah di HKBP? 4. Bagaimanakah struktur musik dan syair dari koor di HKBP? 1.1.6. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan ini adalah 1. Menganalisis sejarah koor digereja HKBP : 2. Menganalisis sumber-sumber dan perkembangan koor digereja HKBP 3. Menganalisis fungsi koor dalam ibadah minggu di HKBP 4. Menganalisis syair koor yang disajikan dalam ibadah HKBP 5. Menganalisis struktur musik dari koor-koor yang akan dianalisis. 1.2. Manfaat penulisan Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya warga jemaat terutama di dalam menyanyikan lagu pujian berupa koor. Adapun manfaat penulisan ini adalah : 1) Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang Musik Gereja khususnya musik vokal. 2) Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang koor di gereja HKBP. Universitas Sumatera Utara 3) Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya dalam hal menganalisis lagu yang lebih relevan di kemudian hari. 4) Untuk memperoleh Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 1.3. TINJAUAN PUSTAKA Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan dasar – dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan koor secara khusus. Tujuan yang kedua adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih. Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang mendalam mengenai koor di gereja HKBP, terlebih yang menguraikan tentang analisis struktur musik dan syair. Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan. Buku-buku acuan tersebut antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. James G. Salct and Percy M. Young. “Chorus”, The New Grove dictionary of Musik and Musicians, Vol. 4 6. Kamus ini amat membantu penulis terutama untuk menguraikan tentang asal usul paduan suara, perkembangan paduan suara mulai dari zaman kuno, Abad Pertengahan, Renaisans, Barok hingga perkembangan paduan suara pada Abad ke Dua Puluh, yang akan di bahas pada Bab II. 2. Buku Ilmu Bentuk Musik 7 karya Prier pada bagian pertama diterangkan tentang kalimat, motif dan bentuk lagu, serta pada bagian lain ditunjukan bentuk siklus yang didalamya mengulas tentang resitatif dan bentuk siklus lain untuk keperluan ibadah. Tulisan ini sangat berguna untuk melihat cara menganalisa lagu. 3. Buku Ilmu Melodi karya Dieter Mack pada bagian pertama disampaikan tentang Choral Gregorien dan beberapa contoh gaya melodi dari zaman ke zaman yang di analisa untuk mencipatakan bagaimana membuat melodi yang baik. Tulisan ini sangat membantu untuk melihat cara menganalisa melodi dalam koor yang menyebabkan kesan ‘rasa’, sedangkan ritme meliputi berbagai kesan fungsional (tanda-tanda, suasana ritual, iringan musik) sampai dengan ide-ide siklus ’ritme kehidupan’. 4. Buku Folk Song Style and Culture 8 karya Alan Lomax . Buku ini berisi hasil analisis ilmiah tentang style dan budaya lagu-lagu rakyat. 6 James G, Salct and Percy M. Young, “Chorus”,The New Grove dictionary of Musik and Musicians,Vol. 4, Macmillan Publisher Ltd, (London : Macmillan Publisher Ltd, 1980) 7 Mack Dieter, Ilmu Melodi, Pusat Musik Liturgi, (Yogyakarta:1995), hal., 37. 8 Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Music Theory 9 karya George Thaddeus Jonas menjelaskan tentang teori-teori musik, kosep umum tentang musik dan terminology musik. 6. The Organ and Choir in Protestant Worship 10 (1968) karya Edwin Liemohn, berisi tentang Hasil Riset beberapa musisisi dari beberapa gereja tentang perkembangan koor. 7. Choral Music : Technique and Artistry karya Charles W. Heffernan. Buku ini berisi tentang partitur koor yang harus memperhatikan vocal, teknik koor dan seni koor. 8. Leon Stein, Structur and Style : The Study and Analysis of Musical Form (Summy-Birchard Musik, 1979). Buku ini berisi mengenai pengetahuan dan analisis bentuk musik yang membantu penulis dalam menganalisis lagu. 9. Benjamin Cutter, Harmonic Analisis 11. Secara umum, pembahasan dari buku ini berkisar pada analisis akord dan analisis non-harmonic tones yang ada dalam musik. 10. Robert W.Ottman, Elementary Harmony, Theory and Practice 12 ( New Jersey, Englewood Cliffs : prentice-Hall,Inc.1962). Buku ini berisi mengenai pelajaran harmoni, teori dan latihan yang membantu penulis dalam menganalisis harmoni lagu. 11. Gustav Strube, The Theory and Use of Chords A Text Book of Harmony (Philadelphia : Over Ditson, 1928). Buku ini membahas tentang harmoni serta 9 Toronto: George Thaddeus Jonas, Music Theory, Fitzhenry & Whiteside Limited, (1974). 10 Edwin Liemohn, The Organ and Choir in Protestant Worship,Fortress Press, (Philadephia:1968) 11 Benjamin Cutter, Harmonic Analisis, Oliver Ditson company, Pennsylvania. 12 Robert W.Ottman, 1962, Elementary Harmony, Theory and Practice, Englewood Cliffs : prentice-Hall,Inc., (New Jersey:1962) Universitas Sumatera Utara latihan-latihan yang juga mendukung penulis dalam memahami akor-akor dan pembalikannya serta kadens. 1.4. LANDASAN KONSEP DAN TEORI Dalam sub bab ini akan dipaparkan landasan konsep dan teori yang yang berlaku umum yang dijadikan acuan ataupun kerangka kerja dalam membahas seluruh masalah dalam Thesis ini. 1.4.1. Konsep Dan Teori Musik Pendapat mengenai musik tentunya sangat banyak dan pada umumnya di sesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan yang ingin dicapai. Tidak ada satu konsep musikpun yang bisa dijadikan sebagai definisi untuk bisa mewakili seluruh keberadaan musik secara representatif. Berikut di kemukakan satu rumusan yang dipilih khusus dalam rangka tujuan penelitian ini. Menurut konsep tersebut musik adalah bunyi, sebagai hasil interaksi getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber bunyi untuk mengungkapkan ide. Di dalam bunyi sudah terkandung jenis atau warna bunyi (timbre) dan waktu (durasi) yaitu interaksi dari nilai waktu yang terkandung oleh bunyi maupun bukan bunyi, yang sering di sebut ritme. Bunyi bisa dari berbagai organ atau instrumen, waktu tidak dibahas dalam bentuk yang terpola saja. Menurut Dieter Mack 13 suatu bunyi di katakan musik tergantung pada pendekatan kata yang pasti bahwa bunyi datang dari dalam 13 Mack Dieter, Ilmu Melodi, Pusat Musik Liturgi, (Yogyakarta:1995), hal., 45. Universitas Sumatera Utara maupun dari luar diri kelompok. Ide bisa berbentuk ide progmatik (programunatic musik) atau ide absolut (absolute musik). Ide absolute biasanya muncul pada saat seorang komponis berkarya. Ide tersebut datang karena terinspirasi atau terangsang oleh interaksi bunyi yang dibuat. Dapat dikatakan musik absolut adalah musik yang semata-mata merupakan keindahan dari elemen-elemen musikal yang ada, ide tersebut terstimulasi pada komponis untuk meramu bunyi. Ide progmatik datang dari satu inspirasi diluar bunyi, sehingga bunyi tersebut dapat menggambarkan atau menceritakan tentang ide tersebut sebagai contoh seorang komponis menggambarkan kicau burung, gemericik air, suara angin, biasanya komponis mendiskripsikan dulu isi cerita karyanya. Dalam proses penciptaan musik pada komunitas rubiah kontemplatif Gdono ada kemungkinan ide progmatik menjadi inspirasi musik mereka keberadaan ide akan membantu melihat bentuk fisik atau bentuk luar dari musik (form of music) dapat dilihat dalam wujud partitur. Serta sangat mungkin menentukan kesatuan bentuk psikis atau ekspresi jiwa dari musik tersebut (form in music) yang di tangkap oleh pendengaran. Kualitas dari karakter bunyi musikal sangat di pengaruhi dan di tentukan oleh cara penggunaan, pemanfaatan serta pengolahan elemen-elemen musik. Berikut di paparkan elemen-elemen yang ada dalam bunyi musikal yang di buat beberapa musikologi seperti : Broekma dalam buku the music listener dalam Dieter 14 Ferris dalam bukunya Music The Art Listening dalam Dieter 15, serta 14 15 Ibid. hal., 22. Ibid. Universitas Sumatera Utara Joseph Kerman dalam Dieter 16 dalam bukunya Listen. Adapun elemen –elemen musikal yang di gunakan sebagai patokan yang akan di teliti sebagai berikut : (1) organ yang di maksud, organ adalah alat atau instrumen ataupun media yang di gunakan sebagai sumber bunyi. Organ dalam musik tidak terbatas pada organ yang sudah lazim dikenal akan tetapi menyangkut apa saja yang di gunakan dalam rangka mengeluarkan bunyi. (2) Melodi yang di maksud dengan melodi adalah rangkaian nada atau bunyi yang membentuk satu kesan ide yang di pengaruhi faktor budaya. Melodi bisa juga di sebut sebagai satu struktur kalimat musik, termasuk dalam penelitian ini adalah gerkan-gerakan nada dan juga struktur nada. (3) Modus yang dimaksud dengan modus adalah susunan nada, yang dalam bentuknya terlihat sebagai satu formula nada yang tentu saja akan berakibat bagi system harmoni maupun atmosfir bunyi secara keseluruhan. (4) Interval yang dimaksud dengan interval adalah jarak antara bunyi satu dengan bunyi yang lain, baik interval bunyi vertikal maupun horizontal. Termasuk dalam kajian elemen ini adalah interval antar bunyi nama-nama interval. (5) Harmoni yang dimaksud dengan harmoni adalah keselarasan yang di timbulkan akibat interksi bunyi dan bukan bunyi. Termasuk obyek penelitian dari elemen ini antara lain sistm ekor modulasi, kadens, serta system keselamatan secara umum yang sesuai dengan pandangan pemilik musik tersebut. (6) Ritme yang di maksud dengan ritme adalah interaksi nilai waktu (interaksi) dari setiap bunyi termasuk dalam hal ini durasi antara bunyi dengan 16 Ibid. Universitas Sumatera Utara saat diam. Termasuk dalam kajian elemen ini antara lain ritme tetap, notasi ritmik, hubungan ritme dengan tempo, aksen menyangkut nilai waktu. (7) Tempo, yang di maksud tempo adalah kesempatan gerak pulsa. Tempo juga berarti kecepatan oleh lamanya satu musik berlangsung. Hal yang diteliti dalam elemen ini antara lain berbagai jenis tempo dan perubahanperubahan tempo. (8) Dinamika yang di maksud dengan dinamika demikian pada hakekatnya adalah segala hal yang dibuat untuk memberi jiwa pada suatu bunyi yang termasuk dalam objek penelitian elemen ini antara lain hal yang menyangkut volume lemah lembutnya bunyi, dinamika register warna suara,dinamika instrumen, aksentuasi, dinamika dalam konteks tertentu, serta ekspresi-ekspresi lain yang dengan jelas memberi karakter dalam satu bunyi. (9) Aksentuasi yang dimaksud dengan aksentuasi adalah penekanan yang dalam hal ini bisa juga ada hubungannya dengan intensitas atau kualitas suatu bunyi termasuk style, dinamik termasuk dan ritme. Hal yang akan di teliti dalam hubungan dengan elemen ini adalah mengulas, pengelompokan, pola tekanan, system birama, standar penulisan serta hubungan karakter atau sifat bunyi itu. Gaya ini berhubungan dengan teknik hubungan tekanan kata dan tekanan musikal. (10) style yang dimaksus style dalam musik adalah gaya dari satu bunyi atau hasil beberapa kombinasi bunyi, didalamnya termasuk karakter atau sifat bunyi itu. Gaya ini berhubungan dengan teknik membunyikan dan menghubungkan dengan dinamik juga. (11) Timbre yang dimaksud dengan timbre adalah menerangkan tentang warna suara termasuk wilayahnya. Hal ini yang akan diteliti menyangkut warna vocal tunggal, warna paduan suara, komposisi antara paduan suara dan vokal tunggal, teknik vokal, Universitas Sumatera Utara serta warna suara instrument. (12) Motif yang dimaksud dengan motif adalah sekelompok nada atau bunyi yang memiliki karakter serta membawa ide atau kesan tertentu. hal yang akan di teliti menyangkut hubungan motif dengan teks. (13) Form yang dimaksud dengan form adalah kesatuan bentuk musik yang terdiri dari strukur-struktur yang termasuk dalam penelitian ini menyangkut strukturstruktur melodi seperti tone dan interval motif, frase, kontras, pengulangan, pengembangan, bentuk bebas. Dalam melakukan analisis struktur musik pada dasarnya merupakan kerja analisis berdasarkan ilmu musik, sehingga secara struktural dapat diketahui dengan jelas. Dalam hal ini, penulis juga akan memperhatikan struktur musik yang ditawarkan oleh Wiliam P. Malm17, yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian yang mengatakan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi adalah: (1) Scale (Tangga nada); (2) Pitch center (nada pusat), reciting tone (nada singgahan yang dianggap penting; (3) Range (wilayah nada); (4) Jumlah nada-nada (frekuensi pemakaian nada); (5) Penggunaan Interval; (6) Pola kadensa; (7) Formula melodi; (8) Melodic contour (Grafik/ kantur melodi). Untuk membicarakan pendeskripsian dari ritim, analisis bentuk, frase dan motif-motif; Netll18 menyarankan bahwa pendeskripsian ritim sebaiknya dimulai dengan membuat daftar harga-harga not yang dipakai dalam sebuah komposisi 17 Malm, William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East and Asia. (New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs, 1977), hal., 15. 18 Nettl Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. (New York: The Free Press, 1964), hal., 148-150. Universitas Sumatera Utara dan menerangkan fungsi dan konteks dari masing-masing nada. Selanjutnya pola ritim yang sering diulang sebaiknya dicatat. Untuk mendeskripsikan bentuk, harus berhadapan dengan dua masalah pokok, yakni: (1) Mengidentifikasikan unsur-unsur musik yang dijadikan dasar yang merupakan tema dari sebuah komposisi; (2) Mengidentifikasikan sambungan-sambungan yang menunjukkan bagian-bagian, frase-frase dan motifmotif di dalam sebuah komposisi. 19 Untuk mendukung pembahasan dari aspek musik di atas diperlukan suatu transkripsi. Pengertian dari transkripsi oleh Bruno Netll 20 adalah proses menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi simbol visual. Dalam hal notasi musik penulis mengacu pada tulisan Charles Seeger dalam Netll 21, yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut: pertama adalah notasi Preskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan bahwa notasi ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi Deskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan deteil-deteil komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Teori musik ini di harapkan dapat menuntun dalam menganalisa data-data dalam thesis ini. 19 Ibid, hal., 148-150. Ibid, hal., 99. 21 Ibid, hal., 24-34. 20 Universitas Sumatera Utara 1.4.2. Teori Etnomusikologi Alan P. Marriam dalam buku the antropologi of music menggunakan teori Etnomusikologi yang menyatakan bahwa music as sound, Music as knowledge, music behaviour. Selanjutnya Merriam berpendapat bahwa musik adalah bunyi, sebagai suatu ekspresi. Apabila ingin memahami musik secara lebih dalam, maka di perlukan usaha menganalisa bagaimana pengelolaan elemen-elemen bunyi musikal serta bagaimana intereksinya sehingga menghasilkan suau amosfir khusus Music as knowledge. Musik merupakan suatu pengetahuan yang memiliki sistem dan metodenya sendiri, baik musik maupun bermusik merupakan perilaku (behaviour). Musik merupakan perilaku seseorang atau masyarakat 22. Bahwa musik tidak hanya terdiri atas bunyi melainkan perilaku manusia yang prakondisi untuk memproduksi bunyi. Musik dapat eksis karena kendali dan perilaku manusia, dan beberapa jenis perilaku terlibat didalamnya salah satu di antaranya adalah “perilaku fisik” yang ditunjukkan oleh sikap dan postur tubuh serta penggunaan otot-otot dalam memainkan istrumen dan menegangkan pita suara dan otot-otot diafragma waktu menyanyi. 22 Merriam Alan.P. The Antropology Of Musik,( Evaston Ill: Northwestern University Press. 1964), hal ., 20-23. Universitas Sumatera Utara Perihal konseptual, proses pembentukan ide, (ideation), atau perilaku kultural menyangkut konsep-konsep perihal musik yang harus di terjemahkan kedalam perilaku fisik guna memproduksi bunyi. Konsep Merriam 23 menunjukkan bahwa ada jiwa dan nilai yang mendasari musik, yang artinya musik tersebut juga tercermin dalam perilaku dari komunitas dan budayanya. Dalam hal ini tercermin dalam perilaku penciptaan Koor di Gereja HKBP. Oleh sebab itu, berati sistem yang di terapkan atau yang terjadi dalam musik tersebut di pengaruhi oleh perilaku serta corak hidup dari penciptanya. Pada bagian lain, Merriam 24 juga menjelaskan bahwa etnomusikologi merupakan studi musik dalam kebudayaan, ia juga mengemukakan mendapat Mantle Hood yang menyatakan bahwa etnomusikologi adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai tujuan penyelidikan seni musik fenomena fisik, pisikologi, estetik dan cultural. Mantle Hood juga mengemukakan bahwa studi ini diarahkan untuk mengerti tentang musik yang di pelajari dari segi struktur musik dan juga untuk memahami musik dalam konteks masyarakatnya. Teori ini kiranya cocok di pakai dan dikolaborasikan dalam teori musik dalam rangka menemukan struktur musik adalah bunyi. Teori ini perlu juga untuk mengetahui fungsi dalam hubungan musik dengan perilaku manusia termasuk di dalamnya soal memahami makna, peran serta kegunaan. 23 24 Ibid. hal., 5. Ibid, hal., 7. Universitas Sumatera Utara Dalam membahas fungsi ini penulis berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Merriam 25 yang membagi fungsi musik kedalam sepuluh fungsi, yaitu: (1) Fungsi Pengungkapan Emosional; (2) Fungsi Penghayatan Estetis; (3) Fungsi Hiburan; (4) Fungsi Komunikasi; (5) Fungsi Perlambangan; (6) Fungsi Reaksi Jasmani; (7) Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial; (8) Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama; (9) Fungsi Kesinambungan kebudayaan; dan (10) Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. 1.4.3. Defenisi Koor Menurut H. A. Pandopo 26 istilah “koor” ini sebenarnya berasal dari kata khorusi dalam bahasa Latin atau khoros dalam bahasa Yunani, yang berarti dua kelompok penyanyi atau penari. Istilah ini kemudian diambil alih dan digunakan di dalam gereja untuk menyebutkan dua kelompok penyanyi yang bernyanyi secara berbalas-balasan dalam ibadah jemaat. Lambat laun, kelompok penyanyi itu sendiri disebut menurut istilah tersebut: di Belanda sebagai koor/ zangkoor dan di Inggris sebagai choir. Dewasa ini, istilah “koor” masih digunakan juga dalam beberapa literatur tentang musik dan nyanyian gereja. Dengan demikian, istilah “paduan suara” di dalam bahasa Indonesia cukup tepat, sebab istilah tersebut lebih menekankan sifat dan karakter kelompok penyanyi ini. Mereka bukan kelompok penyanyi yang di dalam gereja, harus bernyanyi silih-berganti dengan jemaat sebagaimana penampilan klasiknya, 25 Ibid, hal., 219-226. H.A.Pandopo, Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun Untuk Pengadaan Nyayian Gereja,BPK Gunung Mulia,(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1984), hal., 21. 26 Universitas Sumatera Utara melainkan juga menekankan perpaduan yang harmonis baik antara suara masingmasing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi antara masing-masing kategori/ tipe suara penyanyi (Sopran, Alto, Tenor dan Bas). Istilah “paduan suara” merujuk kepada suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi secara bersama-sama. Dari pengertian ini seluruh jemaat yang bernyanyi pun dapat dikelompokkan sebagai suatu paduan suara. Akan tetapi, di dalam perkembangan seni suara di Indonesia, istilah paduan suara telah digunakan secara khusus untuk menyebutkan suatu kelompok penyanyi (biduan) yang bernyanyi dalam dua jenis suara (sopran dan alto) atau lebih (sopran, alto, tenor dan bas). Binsar Sitompul 27, salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya. Jenis suara yang ia maksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/ mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/ berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum lelaki) dan bas/ bariton (jenis suara yang rendah/ berat dari laki-laki). Paduan suara terdapat secara umum di dalam masyarakat umum sebagai suatu bentuk seni suara yang klasik. Sub bab ini secara khusus membahas paduan suara yang berkembang di dalam kehidupan gereja sebagai kelompok biduan dalam rangka peribadahan atau kesaksian gereja ke luar kepada masyarakat umum 27 Binsar Sitompul, Paduan Suara dan Pemimpinnya. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal., 21. Universitas Sumatera Utara kata “gerejawi” menyiratkan eksistensi paduan suara tersebut sebagai suatu kelompok penyanyi yang berciri kegerejaan. Artinya paduan suara itu memiliki karakter religius dalam tampilan dan misinya. Dengan kata lain, sifat gerejawi itu mengharuskan Paduan Suara Gerejawi tunduk pada kriteria-kriteria teologis (Liturgis). Sebenarnya dari segi ilmu seni suara, Paduan Suara Gerejawi (PSG) tidak berbeda dengan paduan suara lainnya di dalam masyarakat. Namun demikian, yang membuatnya berbeda adalah kekhususannya sebagai paduan suara yang berciri kristiani atau gerejawi tersebut. Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa “tempat kehidupan” (setting of life) dari PSG adalah di dalam kehidupan gereja dan tanpa lingkungan kehidupan gereja, suatu PSG tidak dapat hidup. Ia dibutuhkan di dalam gereja sebagai salah satu kelompok biduan pendukung ibadah. Nyanyian yang dibawakannya berhubungan erat dengan peribadahan Kristen atau dengan seluruh ekspresi iman Kristen di dalam gereja itu sendiri maupun kepada masyarakat luas. Pada masa-masa tahun 1960-an, banyak orang lebih suka menggunakan istilah koor atau zangkoor, yang mungkin dipengaruhi oleh kata pinjaman dari bahasa Belanda, karena pada masa itu istilah “paduan suara” belum populer. Di samping itu pada masa penjajahan dahulu, istilah “koor” juga digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini 28. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara Di HKBP istilah koor mengacu pada 4 pengertian yaitu koor sebagai kelompok Paduan suara gereja, koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu ) lagu dan koor sebagai judul dari lagu, dan koor sebagai musik vokal. Pengertian koor sebagai Kelompok Paduan Suara Gereja dapat dilihat dari kutipan wawancara 29 berikut: ”......ai molo didok antong: koor sian dia do na ro nuaeng tu hurianta? namarlapatan ma i patuduhon goar ni parkoor i isarana, koor Maranata, koor parari kamis sian Medan, koor naposobulung sian Jakarta dohot angka naasing.....” Artinya: ”... kalau di tanyakan Koor mana yang datang ke gereja kita? Itu berarti menunjuk pada nama kelompok koornya misalnya: koor Maranata, koor parari kamis dari Medan, koor muda-mudi dari Jakarta dan nama-nama kelompok koor lainnya.....” Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada kelompok koor atau kelompok paduan suara. Pengertian koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu) dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut: ”......jala molo lao pangidohon harotas ni ende manang buku koor iba, somal do ni dok santabi jo Amang, pinjam jolo koor muna i. I ma napatuduhon ia koor i marlapatan do i harotas manang buku namarisi logu ni koor i.....” Artinya: ”... dan kalau kita hendak meminta kertas koor atau buku koor, biasanya kita menyebut permisi Pak, boleh pinjam koornya?. Hal ini menunjukkan kata koor berarti kertas koor atau buku koor.....” 29 Hasil wawancara penulis dengan Bapak Pdt. W. Silitonga (Tarutung 23 januari 2011), Gr. D. Malau ( P.Siantar, 30 Februari 2011, Biv M. Sitorus (Laguboti 19 Januari 2011), Berman L.Tobing (Tarutung 21 Maret 2011). Universitas Sumatera Utara Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada buku koor, kertas notasi atau partitur koor. Pengertian koor sebagai judul sebuah lagu dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut: ”......ai molo didok antong koor aha do siendehonon ta ari minggu on? Na marlapatan ma i patuduhon goar ni ende i isarana Arbab, Nang Gumalunsang, Debatakku, Marsiaminaminan dohot angka naasing.....” Artinya: ”... kalau ditanyakan Koor apa yang akan kita nyanyikan hari minggu ini? Hal ini berarti apa judul koor yang akan dinyanyikan, misalnya: Arbab, Nang Gumalunsang, Debatakku, Marsiaminaminan dan nama-nama judul koor lainnya.....” Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada judul dari lagu koor. Pengertian koor sebagai koor sebagai musik vokal dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut: ”......Mansai tabo hian koor ni parJakarta i bah, sai hira na disurgo nama puang hilalaon ate! Suarani soara sada i timbo alai jago jala parsoara opat i pe bongor jala boho.....” Artinya: ”... koor yang dibawakan kelompok koor yang dari Jakarta tadi benar-benar mantap, saat kita mendengarnya rasanya bagaikan di surga! Suara satu nadanya tinggi tapi kokoh sementara suara empatnya rendah tapi sempurna.....” Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada koor sebagai suguhan musik ataupun sebagai musik vokal. Selain pengertian-pengertian diatas masih ada istilah-istilah lainnya yang berkaitan dengan “koor” yaitu “Parkoor” yang berarti kelompok atau orang yang menyanyikan koor; “Markoor” yang merupakan kata kerja dari kata “koor” dan Universitas Sumatera Utara yang berarti latihan koor, kata “Markoor” juga sering disebut dengan kata “Margurende” yang berasal dari kata “Marguru” (belajar atau Berlatih) dan kata “Ende” (nyanyian), jadi pengertian “Margurende” 30 adalah berlatih koor. Dalam konsep jemaat HKBP sendiri ada sebutan khusus untuk pembagian suara / jenis suara, seperti : “suara satu” untuk menyebut Jenis suara sopran baik untuk formasi koor gabungan (Sopran, Alto,Tenor, dan Bas atau 4 Suara) maupun untuk kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara tenor 1 untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan Bas); “suara dua” untuk menyebut Jenis suara alto pada koor gabungan dan suara mezzo sopran pada kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara tenor 2 untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas); “suara tiga” untuk menyebut Jenis suara tenor pada koor gabungan dan suara alto pada kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara baritone untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas); dan “suara empat” untuk menyebut Jenis suara bas pada koor gabungan dan suara untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas). Istilah kelompok koor wanita (ibu-ibu) disebut “Parari Kamis” yang secara harafiah berarti “Berhari Kamis”. Kata “Parari Kamis” ini berlatar belakang dari kebiasaan kelompok koor ibu-ibu Gereja HKBP yang pada 30 Walaupun Kata “Margurende” berarti berlatih nyanyian, akan tetapi di gereja HKBP tidak pernah disebut kata “Parende” (Penyanyi) kepada anggota atau kelompok koor melainkan kepada penyanyi diluar konsep kata “Koor” (misalnya kepada penyanyi solo atau Vokal grup baik itu penyanyi gereja maupun penyanyi diluar gereja atau sekuler). Sedangkan kata “Parkoor” atau “Pargurende” biasanya dikenakan kepada orang atau kelompok koor di gereja. Universitas Sumatera Utara umumnya berlatih koor pada hari Kamis. Istilah “Parari Kamis” ini hanya disebut kepada kelompok koor ibu-ibu. Istilah kelompok koor pria (kaum bapak) disebut “Mannen koor” yang secara harafiah berarti “koor pria”. Istilah “Mannen koor” ini hanya disebut kepada kelompok koor pria. Istilah lainnya adalah “Koor Gabungan”. Istilah ini mempunyai beberapa pengertian seperti menyatakan dua atau lebih kelompok koor yang dalam penyajiannya sama-sama menyanyikan koor yang sama; baik itu sesama kelompok koor wanita ataupun pria dan penggabungan antara kelompok wanita dan pria. Istilah “Koor Gabungan” ini juga sering disebut dengan “Gemende Koor”. Apabila kelompok-kelompok koor baik dari kelompok koor satu gereja ataupun dari beberapa gereja digabungkan dan sama-sama menyanyikan satu atau lebih koor, sering disebut dengan istilah “Koor Raksasa”. 1.4.4. Pengertian Syair Lagu Di dalam kamus musik 31 M.Soeharto mengemukakan syair adalah teks, atau kata–kata lagu, dengan kata lain suatu komposisis puisi yang sering dilakukan oleh pencipta music. Tanpa syair maka tidak dapat mengetahui makna maupun tujuan dari sebuah komposisi music, karena syair merupakan inti dari sebuah lagu. Dan menurut Badudu-Zain 32, syair atau teks adalah kata-kata yang 31 M. Soeharto. Kamus Musik. (Jakarta: PT. Grasindo, 1992), hal., 131. Zain Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal., 1455. 32 Universitas Sumatera Utara asli dibuat sipengarag lagu. Sigmund Freud dalam Migdolf 33 mengemukakan bahwa syair lagu adalah kata-kata yang keluar dari hati dan keluar dari mulut serta diurapi oleh lidah. Syair adalah kata-kata yang terdapat dalam sebuah komposisi music melalui syair maka dapat diketahui makna dan tujuan dari sebuah lagu. Atas dasar itu, penulis melakukan analisis yaitu struktur dari syair secara detail yang dalam hal ini antara lain berkaitan dengan pola sajak, pola meter dan gaya bahasa yang dipergunakan dalam lagu tersebut. 1.5. METODE PENELITIAN 1.5.1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kulitatif. Lexi. J. Moleong 34 mengatakan : “ Metode Kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yang pertama : menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua : metode kulitatif menyajikan secara langsung hakekat hubungan antar peneliti dan responden, dan ketiga : metode kulitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi. Pada penelitian kualitatif, teoritis dibatasi pada pengertian : suatu pernyataan sistematis berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris”. Bogdan & Biken 35 menggunakan istilah paradigma. “ Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi yang secara logis dianut 33 Migdolf, 2002, hal., 52. Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 5. 35 Ibid. hal., 30. 34 Universitas Sumatera Utara bersama, konsep atau proposisi yang mengutarakan cara berpikir dan cara penelitian”. Orientasi teoritis mengarahkan pelaksanaan penelitian itu atau memamfaatkanya dalam pengumpulan data dan analisais data. Teori membantu penulis dalam menghubungkan dengan data. Maka teori yang digunakan oleh penulis dalam menunjang pendekatan kualitatif ini adalah teori fenomenologis yang artinya berusaha memahami arti peristiwa kaitan-kaitannya terhadap orangorang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Untuk mencapai tujuan dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua metode yaitu : metode literatur dan metode wawancara. Metode literatur adalah metode yang menggali thesis ini melalui buku-buku, majalah, surat kabar, kamus, dan artikel-artikel lainnya. Metode wawancara dengan Tanya jawab penulis dengan orang-orang yang mengetahui sedikit banyaknya mengenai koor dan para komponis pencipta koor, hal ini dilakukan penulis guna menambah pengetahuan dan melengkapi atau membantu metode literatur. 1.5.2. Kehadiran Peneliti Untuk memperoleh data/ informasi dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan wawancara lagsung kepada para komposer pencipta lagu/ koor yang sudah ditentukan sebagai informan. Dalam hal ini penulis bertindak sebagai instrument untuk mengumpulkan data dari lapangan dan peneliti berperan sebagai pengamat penuh dalam penelitian ini, serta kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan dan surat izin keterangan meneliti yang diterbitkan oleh kampus untuk mengadakan penelitian. Universitas Sumatera Utara Sedangkan informan tambahan penulis mewawancarai beberapa orang warga jemaat HKBP yang sudah terdaftar sebagai jemaat dan memiliki pengetahuan mengenai koor di Gereja HKBP. 1.5.3. Sumber Data Lof land 36 mengatakan : “Sumber data utama dalam penelitian kulitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya ada data tambahan seperti dokumen”. Sesuai dengan penelitian ini penulis memperoleh sumber data dari : a. Kata-kata dan tindakan yaitu, dari wawancara yang merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman Video/Audio Tapes, pengambilan foto atau film. b. Sumber tertulis yaitu, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas : partitur koor, sumber buku, majalah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan artikel-artikel yang lain. c. Foto yang dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dipakai dalam berbagai keperluan. d. Data Statistik Penulis menggunakan data statistik yang tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya, Misalnya statistik warga jemaat HKBP 1.5.4. Prosedur Pengumpulan Data 36 Lof land dalam Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 47. Universitas Sumatera Utara Lof Land 37 Mengatakan dalam penelitian kulitatif ini penulis harus mengumpulkan data dengan menggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam rekaman data terdapat dua dimensi yaitu fidelitas dan struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan yaitu dengan memakai instrument Audio dan Video yang memiliki Fidelitas yang kurang. Sedangkan penulis juga menggunakan dimensi struktur yang menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi yang dilakukan penulis secara sistematis dan struktur. 1.5.5.Analisis Data Analisis data, menurut Patton 38 adalah: “mengatur urutan data, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar”. Taylor 39 mendefenisikan : “Analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hiportesis itu”. Maka dari pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut dengan menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data yaitu data yang terkumpul yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar penelitian gambar. Foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan penulis dalam menganalisis data ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan memberikan kode, dan mengkategorikannya. 37 Ibid. Ibid. 39 Ibid. 38 Universitas Sumatera Utara Pengorganisasiannya dan pengelolaan data dilakukan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansi. Analisis data dilakukan penulis dalam suatu poses-proses berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan. Setelah melakukan langkah ini penulis menganalisis hasil wawancara dan hasil analisis awal dari teks dan struktur musik dari sampel lagu yang dipilih guna membuat analisis akhir yang kemudian menghasilkan satu kesimpulan. Pengecekan Keabsahan Data Dalam teknik pengecekan keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Penulis menggunakan teknik triangulasi sesuai dengan teori Patton mengatakan trigulasi sesuai dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kulitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan : (1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara (2) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi Universitas Sumatera Utara (3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu (4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang Pemerintahan. (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 1.5.6. Tahap -Tahap Penelitian Bogdan 40 mengatakan 3 tahap penelitian yakni : (1) Pralapangan (2) Kegiatan Lapangan (3) Analisa intensif ( analisa data) Sesuai dengan teori Bogdan maka, sebelum penulis terjun ke lapangan penelitian ada tahap-tahap yang penulis lakukan yakni : A. Tahap Pra lapangan Dalam tahap pralapangan ada enam kegiatan yang harus dilakukan penelitian pada tahap ini yaitu : a. Menyusun rancangan kualitatif paling tidak, latar belakang masalah dan pelaksanaan penelitian, kajian pustaka dan lain-lain. 40 Bogdan dalam Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 47. Universitas Sumatera Utara b. Memiliki lapangan penelitian, Bogdan menyatakan bahwa pemilihan lapangan itu harus ditentukan dulu sebelum peneliti terjun ke lokasi. c. Mengurus perizinan, penelitian harus mengurus izin dari siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian. d. Menjejaki dan menilai keadaan lapangan Tahap ini merupakan tahap bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data yang sebenarnya. Jadi. Tahap ini haruslah penulis berorientasi kelapangan, namun dalam hal-hal tertentu telah menilai keadaan lapangan. Penjajakan dan penilaian lapangan penulis lakukan terlebih dahulu dari kepustakaan atau mengetahu melalui dari orang dalam tentang situasi dan kondisi daerah tempat penelitian penulis. Sebelum menjajaki lapangan terlebih dahulu penulis mempunyai gambaran umum tentang geografi, sejarah, pendidikan, mata pencaharian, yang membantu penulis dalam penjajakan. e. Memiliki dan memamfaatkan informan Informal adalah orang dalam pada latar penelitian fungsinya sebagai “ Informan” yang memberikan informasi bagi penulis tentang situasi dan kondisi latar penelitian. f. Menyiapkan perlengkapan penelitian Penulis menyiapkan perlengkapan penelitian yang diperlukan. Sebelum penelitian dimulai, peneliti memerlukan izin mengadakan penelitian, kontrak daerah yang menjadi latar penelitian melalui Universitas Sumatera Utara orang yang dikenal atau jalur lainnya. Hal- hal yang perlu juga dipersiapkan oleh peneliti misalnya alat tulis, seperti ball point, kertas, buku catatan, map, klip, kartu, alat perekam seperti tape recorder, video cassette recorder dan kamera foto. Yang paling penting lagi adalah rancangan biaya penelitian tidak akan dapat terlaksana. Dan pada tahap analisis data perlengkapan yang dibutuhkan antara lain kalkulator, computer, map, kertas polio ganda, dan kertas bergaris. g. Persoalan etika penelitian Ciri utama penelitian kualitatif adalah orang sebagai alat yang mengumpulkan data. Dalam pengamatan berperan serta, wawancarawawancara pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Seluruh metode ini menyangkut hubungan penelitian dengan orang yang dijadikan informal. Maka dalam hubungan ini akan timbul persoalan etika dalam penelitian, apabila penelitian tidak dihormati, memahami dan menghargai informannya. 1.5.7. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap pekerjaan terdiri dari 3 bagian yang harus peneliti laksanakan: (1) Memahami Latar Penelitian Dalam memahami latar penelitian ada hal-hal yang perlu dilakukan : a. Pembatasan latar penelitian, untuk memasuki pekerjaan lapangan, penelitian perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Universitas Sumatera Utara b. Penampilan, penampilan yang dimaksud adalah penampilan penelitian itu sendiri harus disesuaikan dengan kebiasaan adat, tata cara, dan kultur latar penelitian. c. Pengenalan hubungan penelitian dilapangan penelitian memamfaatkan pengamatan pada tahap ini, maka hendaknya penulis menjaga hubungan akrab antara subjek dan penelitian dapat dibina. d. Jumlah waktu studi, penulis harus berpegang pada tujuan, masalah dan jadwal yang telah disusun sebelumnya. Waktu studi tidak boleh berkepanjangan karena akan menambah biaya penelitian bagi penulis. (2) Memasuki Lapangan a. Keakraban hubungan, sikap penelitian hendaknya pasif, hubungan yang perlu dibina tidak ada dinding pemisah diantara penelitian dan subjek yang sudah ditentukan. b. Mempelajari bahasa, jika penelitian berasal dari latar yang lain, penelitian harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh orangorang yang berda pada latar penelitian. c. Peran peneliti, sewaktu ada pada penelitian, peneliti akan terjun kedalamnya dan akan ikut berperan serta didalamnya. (3) Berperanserta mengumpulkan Data Dalam tahap ini penulis melaksanakan hal-hal sebagainya: Universitas Sumatera Utara a. Pengarahan Batas Studi, pada waktu menyusun usul penelitian batas studi telah ditetapkan bersama masalah dan tujuan penelitian. b. Mencatat data, penulis menggunakan catatan lapangan (Field notes). Yang merupakan catatan hasil pengamatan. Wawancara, atau menjelaskan kejadian tertentu. 1.6. Sistimatika Penulisan Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah dan Tujuan Penelitian, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penulisan, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori ( Teori Musik, Teori Etnomusikologi, , Defenisi Koor dan Pengertian Syair Lagu), dan Metode Penelitian, (Pendekatan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap -Tahap Penelitian, Tahap Pekerjaan Lapangan, dan Sistimatika Penulisan) Bab II membahas tentang HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP) yang membahas: Sejarah Berdirinya HKBP, Sejarah Terbentuknya Paduan Suara Gerejawi, Sejarah Masuknya Musik Gereja dalam Konteks Misi Gereja Batak, Perkembangan Musik dalam Gereja HKBP (1930-1980) dan Perkembangan Musik dI Gereja HKBP (1980-2000). Bab III membahas Sejarah Koor di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang meliputi: Sejarah koor di HKBP Tahun 1861-200-an, Kumpulan Koor Yang Menjadi Buku Haluaon na Gok HKBP, Keberadaan Koor Dalam Peribadahan HKBP, Koor Dalam Peribadahan Di Gereja HKBP, Koor Dalam Universitas Sumatera Utara Peribadahan Gereja HKBP Dalam Upaya Menuju Liturgi Kontekstual serta Koor Dalam Kurikulum Pendidikan Di HKBP, Daftar Judul Koor Di HKBP. Bab IV membahas Fungsi Koor Dalam Ibadah Minggu Di Gereja HKBP, yang meliputi: Pengertian Ibadah Minggu, Tujuan Kebaktian Minggu, Makna Filosifis Dan Teologis Dari Liturgi Ibadah HKBP, Deskripsi Pelaksanaan Ibadah Minggu, Ibadah Minggu Pada Kebaktian Biasa, Liturgi Alternatif Ibadah Minggu, Fungsi Koor Di HKBP. Bab V membahas Kajian syair koor yang meliputi: Riwayat Lagu Dan Pencipta, Analisis Syair dan Struktur Literatur dari tujuh lagu yang di analisis. Bab VI Membahas kajian Struktur Musik yang menyangkut Bentuk dan struktur lagu yang meliputi: Frase, Melodi, Motif, Kontur Melodi, Tangga Nada, Ambitus, Harmoni, Progresi akord, Kadens, Tempo, Tekstur, Tipe lagu, Kaitan antara syair dan lagu. Bab VII merupakan Bab penutup berupa Kesimpulan dan Saran. Universitas Sumatera Utara