.' (': ~' ,' <, t: 'Ill BIRO TATA PEMERINTAHAN _ .... ~ SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI DAERJ oJ ,HU5U,;.'!. IBUKOTA JAKARTA NOTA DINAS Kepada Dari Nomor Sifat Lampiran Hal Yth. Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Kepala Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta ...tG3/~ /. Jil Biasa 1 (satu) berkas Laporan Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Fasilitasi Dan Koordinasi Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dan Permasalahannya Di Daerah Menindaklanjuti disposisi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta atas Surat Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : T.005/1392/BAK tanggal 27 Februari 2017 Hal : Undangan Rapat, dengan ini dilaporkan hasilnya sebagai berikut : A. Kegiatan rapat fasilitasi dan koordinasi masalah pertanahan di daerah yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan penanganan permasalahannya serta konflik pertanahan di daerah yang diikuti peserta seluruh Provinsi dan beberapa Kota/Kabupaten. Rapat dilaksanakan pada r tanggal 8 S.d. 10 Maret 2017, bertempat di Hotel Grand Antares Medan JI. Sisingamangaraja No. 328 Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. B. Kegiatan fasilitasi dan koordinasi masalah pertanahan dibuka oleh ibu Dra. Hj. Endang Try Setyasih MM. Selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan dan beberapa pemaparan dari para nara sumber, antara lain: 1. Hendri Firdaus (Direktorat Bina Administrasi Kewilayah), menyampaikan paparan tentang Kebijakan Umum Pemerintahan Di Bidang Pertanahan, antara lain: a. Kronologis urusan pertanahan dan hubungannya dengan pemerintahan b. Fasilitasi penyelesaian sengketa pertanahan 2. Supardy Marbun SH, M.Hum (Direktur Dengketa dan Konflik Tanah dan Ruang wilayah I Kementerian ATRI BPN) menyampaikan paparan tentang Suber-Sumber Konflik Pertanahan Dan Solusi Penanganannya, antara lain: -. '" " a. Masalah agraria, pemanfaatan ruang dan tanah b. Gambaran sengketa dan konflik pertanahan c. Hambatan penyelesaian konflik pertanahan d. Mekanisme penyelesaian sengketa dankonflik pertanahan 3. Kombes Polisi Siagian SH. MH (polda Sumalera Barat), menyampaikan paparan tentang Penanganan dan Antisipasi Konflik Pertanahan di Wilayah Hukum Polda Sumatera Utara, antara lain: a. Kasus Pertanahan b. Faktor timbulya konflik pertanahan. c. Penanganan konflik pertanahan 4. Drs. Afifi M.Si (PIt. Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi Sumatera Utara) menyampaikan paparan tentang Peranan Pemerintah Provinsi dalam penanganan masalah dan konflik pertanahan di Sumatera Utara, antara lain: a.. Selintas sejarah konflik tanah di Sumatera Utara b. Penyebab timbulnya sengketa/konflik pertanahan c. Regulasi terkait sengketa/konflik hukum d. Fasilitasi penyelesaian sengketa pertanahan C. Pelaksanaan Rapat Fasilitasi dan Koordinasi Pertanahan Di Daerah Penanganan Masalah Konflik . a. Latar Belakang Dengan tingginya angka konflik pertanahan di berbagai daerah di Indonesia mengharuskan pemerintah untuk senantiasa mencari solusi yang tepat dalam merumuskan kebijakan yang berkenaan dengan penanganan masalah konflik bidang pertanahan. Diperlukan peningkatan pengetahuan aparatur daerah di bidang pertanahan agar mampu menjawab tantangan dan permasalahan yang terjadi. Dalam pengamatan Kementerian Dalam Negeri selama ini, proses penanganan sengketa pertanahan di daerah sangat dipen·garuhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : kewenangan pemerintah daerah di bidang pertanahan, regulasi yang mengatur bidang pertanahan masih tumpang lindih, dan belum adanya basis data pertanahan yang dimiliki oleh pemerintah daerah setempat. Terkait masalah konflik kawasan pertanahan yang sering terjadi di daerah adalah : sengketa kawasan perkebunan, sengketa objek landreform, sengkela hak dan balas, sengkela akibal putusan pengadilan, dan berbagai implikasi di lapangan lainnya. Dengan demikian permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan penanganan bersama dengan melibatkan slakeholter baik di lingkat pusal maupun daerah. Seiring perkembangan dalam penyelenggaraan pemerinlahan, pengaturan lebih lanjul pasca lahirnya Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 lenlang UUPA, pengaturan lebih lanjut dalam pemanfaalan dan pengelolaan sumber daya alam dialur dengan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009 ,. ., tentang Pertambangan, undang-undang tersebut dilahirkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai pembentukan kawasan-kawasan seperti kawasan hutan, kawasan tambang (wilayah' pertambangan), maupun kawasan perkebunan, namun di sisi lain berpotensi munculnya permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Permasalahan lain dalam pengelolaan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat adalah dalam penetapan kawasan baik tambang, perkebunan maupun kehutanan tidak sejalan dengan rencana kebutuhan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah daerah setempat (RTRW). Dari berbagai permasalahan tersebut sudah barang tentu menimbulkan potensi konflik dl daerah karena dalam penetapan suatu kawasan seringkali bersinggungan dengan masyarakat bahkan pemerintah daerah itu sendiri. Kemampuan daerah saat ini dalam pengelolaan konflik pertanahan pada wilayah kawasan sumberdaya alam masih terbatas dan belum dapat dilakukan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan kemapuan kapasitas aparatur pemda masih terbatas serta rendahnya keinginan politik para stakeholder di daerah dalam penangnanan konflik pertanahan. b. Pembahasan Dalam penyampaian paparan para nara sumber memberikan informasi dan pengetahuanl wawasan serta membuka kesempatan peserta rapat dari perwakilan provinsi maupun kota/kabupaten untuk menyampaikan persoalanpersoalan terkait pertanahan di daerahnya. Adapun pertanyaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait surat Oirektur Jenderal Sumber Oaya Air tanggal 8 Februari 2017 nomor TN.01.02-0Al055 perihal Pendanaan Bersama Kebutuhan Tanah untuk Pembangunan Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Pembangunan Bendungan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang bermula dari rencana aksi multi pihak penanganan Oaerah Aliran Sungai (OAS) Ciliwung untuk Pengendalian Banjir di Wilayah Provins; OKI Jakarta, yang dilaksanakan di Bogar Bendungan Katulampa tanggal 20 Januari 2014 yang ditanda tangani oleh Gubernur Provinsi OKI Jakarta terdahulu (Bapak H. Joka Widodo), yakni Provinsi DKI Jakarta akan menyediakan dana untuk pembebasan lahan sebesar Rp. 200 Milyar dar; total anggaran sebesar Rp. 1.2 Trilyun (sudah termasuk pembebasan lahan 400 milyar dan siasanya 800 milyar untuk pembangunan infrastruktur), namun disayangkan sampai tahun 2017 anggaran total pembebasan lahan telah mencapai Rp 920.293.771.131,- (biaya perhitungan ulang oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane menggunakan asumsi harga tahun 2016) yang saat ini sudah pada tahap pembayaran ganti rugi warga yang tidak melibatkan pemerintah Provinsi OKI Jakarta dalam penggadaan lahan. Rencana semula bantuan Rp 200 Milyar di tahun 2015 belum juga teralokasikan pada APBO Pemerlntah Provinsi DKI Jakarta hingga tahun anggaran APBD 2017. Terdapat alokasi anggaran belanja langsung Oinas Sumber Oaya Air sebesar ± Rp 74,8 milyar di APBO tahun anggaran 2017 untuk pengadaan lahan (belanja modal) yang be/um ditentukan lokasi pembebasannya. Atas kondisi ,. tersebut, kemudian dari Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berharap dapat dialokasikanl diberikan untuk pembebasan lahan proyek Pembangunan Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Pembangunan Bendungan Sukamahi. Apakah uang ± Rp 74,8 Milyar ini dimungkinkan untuk pembayaran ganti rugi pembebasan lahan pembangunan bendungan Ciawi dan bendungan Sukamahi? Jawaban: Bapak Hendri Firdaus dari Dirjend Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri menyampaikan bahwa apabila menggunakan anggaran belanja langsung pada DPA Dinas Sumber Daya Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar ± Rp 74,8 milyar, maka tidak dapat digunakan untuk pembiayaan proyek pembebasan lahan Pembangunan Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Pembangunan Bendungan Sukamahi, karena pada proses tahapan pengadaan lahan untuk kepentingan umum sejak tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan yaitu saat ini sudah dalam proses pembayaran ganti rugi pemilik lahan tidak pernah melibatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hal ini sesuai ayat 3 pasal 7 Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 ten:ang Pengadaan tanah bagi pembangunan untukkepentingan umum, yaitu "Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan". Yang dimungkinkan untuk ikut pembiayaan pembebasan lahan dengan jalan Hibah Langsung bisa dalam bentuk keuangan kepada pemerintah (kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), dengan menyesuaikan besarannya pada skala prioritas strategis dan mendesak serta kemampuan keuangan APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mengingat biaya pembebasan lahan sesuai kondisi perkembangan harga pasar dan kemampuan APBD yang terbatas, maka bantuan hibah ini bisa berupa " Bantuan Hibah Sebagain Biaya Pembebasan Ganti Rugi Lahan Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi. D. Kesimpulan a. Untuk pehlbiayaan pembebasan lahan Pembangunan Bendungan Ciawi (Cipayung) dan Pembangunan Bendungan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dapat dilakukan dengan alternaUf hibah langsung dari pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta kepada pemer;ntah, diawali proposal permohonan bantuan hibah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat b. Konflik pertanahan merupakan konflik yang akan :erus ada sepanjang manusia masih hidup; c. Diperlukan adanya sinergitas antar lembaga serta menyingkirkan ego sektoral, antara lain dengan jalan : i. Perlu dibentuk Standard Operational Procedure pelaksanaan penanganan konflik pertanahan, sehingga terdapat keseragaman prosedur di seluruh wilayah Republik Indonesia; ii. Sedang dimulai penyusunan peta induk bersama dengan leading sector Badan Informasi Geospasial; iii. iv. Perlu adanya revisi dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur proses penerbitan Hak Guna Usaha, Hak Pakai serta proses pendaftaran tanah khususnya yang mengatur mengenai pendaftaran tanah negara (baik tanah bekas hak asing maupun tanah negara bebas); Pemerintah Oaerah tidak perlu gamang melaksanakan penanganan konflik pertanahan sepanjang dilakukan secara sinergis dengan institusi yang terkait; Oemikian laporan ini disampaikan, mahan petunjuk lebih lanjut. Jakarta, 17 Maret 2017 ~~~:r.ata Pemerintahan rovinsi OKI Jakarta, 12001