BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Kota Salatiga
membangun infrastruktur yang dinamakan sebagai Jalan Lingkar Salatiga
(JLS). JLS tersebut terbentang dari desa Tingkir menuju desa Blotongan yang
melewati wilayah dari Kecamatan Sidorejo. JLS merupakan sebuah sarana
transportasi darat yang dapat memperlancar laju lalulintas jalur SemarangSolo atau sebaliknya. Pembangunan JLS bertujuan untuk memperluas aktivitas
sosial-ekonomi masyarakat yang sebelumnya hanya terpaku pada titik pusat
kota Salatiga yang berada di jalan Jendral Soedirman.
Permasalahan tanah senantiasa menjadi suatu persoalan yang vital
dalam segala aspek kehidupan. Misalnya di pedesaan, lahan merupakan faktor
yan dominan di dalam unit ekonomi, lahan sebagai sumber pokok pendapatan.
Dalam prakteknya, pembangunan jalan tersebut tidak pernah lepas dari
kebutuhan lahan termasuk JLS yang menjadi faktor penting yang
menyebabkan sempitnya lahan subur, sehingga banyak sawah di Pulutan yang
beralih fungsi. Bagi petani Pulutan, lahan merupakan modal dasar yang sangat
penting untuk kelangsungan aktivitas ekonomi mereka.
Desa Pulutan memang dikenal sebagai desa yang masih luas dengan
lahan pertanian yang produktif sehingga mata pencaharian mayoritas
masyarakat Pulutan sebagai petani. Pembangunan yang direncanakan dari
1 pemerintah Kota Salatiga seperti halnya JLS, lebih bersifat topdown dari pusat
(pemerintah Kota Salatiga) yang menyebabkan benturan antara kepentingan
pusat
dengan
kepentingan
masyarakat
Pulutan
sehingga
semakin
menyempitnya kapasitas sektor pertanian untuk memberikan kesempatan
petani untuk bekerja. Padahal masyarakat Pulutan mengandalkan lahan
pertanian tersebut sebagai lahan utama untuk mencari nafkah sehari-hari.
Ketika JLS itu dibangun mengharuskan lahan sawah yang ada di Pulutan
menjadi bagian dari JLS, sehingga asumsinya adalah masyarakat Pulutan yang
notabene sebagai masyarakat petani akan kehilangan mata pencaharian
mereka karena pembangunan JLS membutuhkan lahan pertanian tersebut.
Implikasi yang muncul akan sangat kompleks, ketika alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian yang secara langsung berpengaruh pada pergeseran
kegiatan ekonomi petani di desa Pulutan.
Dengan adanya pembangunan JLS, suatu persoalan yang kemudian
muncul seiring dengan pembangunan dan pengembangan kota adalah desa
Pulutan yang menjadi daerah pinggiran kota yang menghadapi tekanan
kegiatan lingkungan perkotaan yang berdampak pada masyarakat lokal
khususnya petani di desa Pulutan. Dengan berfungsinya JLS sebagai sarana
transportasi bagi masyarakat, keadaaan sekitar Pulutan menjadi ramai karena
kegiatan arus lalulintas yang terjadi. Hal tersebut menjadikan masyarakat
Pulutan shock dengan keramaian di JLS karena desa Pulutan sebagai daerah
persawahan yang notabene jauh dari hiruk pikuk aktivitas lalulintas. Seiring
meningkatnya arus lalulintas di JLS, sektor ekonomi pun berkembang di
2 sekitar Pulutan, sehingga terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian di
desa Pulutan yang diakibatkan oleh peningkatan pembangunan fisik berupa
JLS berdampak pada pergeseran kegiatan ekonomi petani. Masyarakat petani
menjadi tergerak untuk melakukan kegiatan pada sektor non pertanian. Hal itu
dilakukan dengan memanfaatkan sisa lahan yang masih dimiliki oleh para
petani yang terkena pembangunan JLS. Masyarakat Pulutan melihat kondisi
berfungsinya JLS sebagai sebuah peluang untuk menambah pendapatan
mereka yang bertujuan untuk menyediakan tempat mampir (singgah) bagi
pengguna jalan. Ada petani yang memilih memanfaatkan sendiri sisa lahan
yang ada untuk mendirikan warung dan ada petani yang lebih memilih
menyewakan sisa lahannya untuk masyarakat umum yang berniat mendirikan
warung serupa untuk berjualan. Sehingga setelah berfungsinya JLS, para
petani mempunyai aktivitas ekonomi yang baru selain menjadi petani. Hal itu
tentu saja akan menimbulkan perubahan sosial-ekonomi dengan terjadinya
pergeseran kegiatan ekonomi petani setelah pembangunan JLS. Hal inilah
yang menjadi subjek pada penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu
perumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana proses terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi petani setelah
kehilangan lahan untuk pembangunan JLS?
2. Mengapa pergeseran kegiatan ekonomi tersebut terjadi?
3. Apa implikasi perubahan kegiatan ekonomi tersebut?
3 1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya
pergeseran kegiatan ekonomi petani di desa Pulutan.
2. Untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang dilakukan petani desa Pulutan
setelah alih fungsi lahan pertanian menjadi JLS .
3. Untuk mengetahui implikasi yang muncul dari perubahan kegiatan
ekonomi petani di desa Pulutan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya kajian sosiologis
mengenai kegiatan ekonomi petani setelah pembangunan dimana belum
banyak penelitian yang fokus kepada pergeseran kegiatan ekonomi petani
khususnya di wilayah Pulutan sebagai akibat dari pengalifungsian lahan untuk
kepentingan pembangunan Jalan Lingkar Salatiga (JLS), sehingga dapat
menambah pengetahuan masyarakat khususnya berkaitan dengan dampak
sosial ekonomi dari JLS bagi masyarakat petani Pulutan.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pergeseran kegiatan ekonomi petani sebagai
implikasi penggunaan lahan pertanian untuk pembangunan fisik sudah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Kirana Prama Dewi (2007) dalam skripsi
yang berjudul ‘Respon Masyarakat, Strategi Petani dan Implikasi Tekanan
Pembangunan Perumahan Elite’ menuliskan bahwa perubahan penggunaan
4 lahan pertanian di desa Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DIY didominasi oleh
pembangunan perumahan elite. Masyarakat petani desa Sariharjo memberikan
respon yang negatif terhadap pembangunan perumahan elite karena dengan
adanya pembangunan perumahan elite dapat merusak lingkungan dan
ekosistem yang ada serta dapat mengurangi keguyuban yang sudah ada dalam
masyarakat. Petani mengalami tekanan yang luar biasa pada alih fungsi lahan
tersebut. Pasalnya, dari pergeseran mata pencaharian pertanian ke non
pertanian tersebut tidak semuanya berhasil sehingga tidak mampu bertahan
dengan keadaan yang ada setelah terjadi alih fungsi lahan.
Penelitian yang lain yang dilakukan oleh Edy Andriyanto (2002) dalam
skripsi yang berjudul ‘Perkembangan Kota, Alih Fungsi Lahan, dan Respon
Masyarakat Petani’ menuliskan bahwa
terjadinya perubahan penggunaan
lahan dengan munculnya perumahan di desa Sidoarum yang berdampak pada
degradasi lingkungan dan perubahan sosial, ekonomi, budaya masyarakat
antara lain menyangkut mata pencaharian, konsepsi, dan praktek hidup
bersama serta aspek sosio kultur lainnya. Hal ini tentunya memunculkan
berbagai respon dari masyarakat terhadap kondisi riil yang ada, bahkan
masyarakat petani memberikan protes terhadap pembangunan perumahan di
Sidoarum. Secara umum posisi petani terdesak oleh gejala pemekaran kota
sehingga mengharuskan petani untuk mempunyai strategi dalam menghadapi
perubahan yang terjadi baik di bidang sosial, ekonomi, dan budaya yakni
mereka pergi meninggalkan lahan pertaniannya dan melakukan migrasi atau
5 mobilitas kerja, beralih pekerjaan ke sektor non pertanian serta tetap bertahan
di sektor pertanian.
1.6 Kerangka Teori
1.6.1
Desires, Beliefs, Opportunities
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori DBO (Desires,
Beliefs, Opportunities) yang pertama kali diungkapkan oleh Peter Hedstrom,
sosiolog dari Universitas Oxford. Desires, Beliefs dan Opportunities
merupakan teori yang berbasis analisis tindakan yang dilakukan oleh
seseorang. Tindakan sosial yang dilakukan seseorang, terjadi bukan karena
adanya unsur ketidaksengajaan sehingga memunculkan tindakan sosial
tertentu, akan tetapi tindakan sosial tersebut memang sengaja dibuat
(Hedstrom, 2005: 39).
Desires merupakan keinginan yang dimiliki oleh aktor untuk
melakukan tindakan sosial, sedangkan Beliefs yang dimaksud adalah
kepercayaan atau keyakinan yang dianggap benar oleh aktor. Opportunities
adalah kesempatan yang dimiliki oleh aktor. Ketiga komponen tersebut yang
melatarbelakangi tindakan sosial seseorang.
Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Desires of actor i
Beliefs of actor i
Action of actor i
Opportunities of actor i
Gambar 1.1 Komponen dari teori DBO (Hedstrom, 2005:39)
6 Seperti pada gambar diatas, tindakan sosial (action) aktor di bentuk
karena ada tiga komponen yaitu Desires, Beliefs, Opportunities. Jika
dimasukkan ke dalam konsep pergeseran kegiatan ekonomi petani di desa
Pulutan, desires dari petani di desa Pulutan adalah keinginan untuk tetap
mempertahankan kelangsungan hidup setelah kehilangan lahan yang
digunakan untuk pembangunan JLS dengan mata pencaharian yang bergeser
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sedangkan beliefs yang
dimaksudkan adalah para petani di desa Pulutan yang lahannya menjadi
bagian dari pembangunan JLS beranggapan bahwa perubahan mata
pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yang dipilih setelah
adanya pembangunan JLS akan semakin meningkatkan penghasilan
masyarakat. Opportunities yang didapat adalah sebuah peluang yang
dimanfaatkan oleh petani di desa Pulutan untuk meningkatkan penghasilan
dengan memanfaatkan keadaan setelah berfungsinya JLS. Action yang
dihasilkan adalah setelah terjadinya alih fungsi lahan yang kemudian
ditunjukkan melalui tindakan petani di desa Pulutan yang melakukan kegiatan
ekonomi non pertanian.
7 Dalam konsep ini ada kemungkinan lain, yaitu adanya pengaruh dari
pihak luar. Seperti dijelaskan pada gambar dibawah ini :
Desires of actor j
Action or behaviour
of actor i
Beliefs of actor j
Action of
actor j
Opportunities of
actor j
Gambar 1.2 Interaksi dyadic (Hedstrom, 2005: 44)
Pada gambar diatas menjelaskan tentang interaksi dyadic. Menurut
Hedstorm, terjadinya interaksi dyadic ketika adanya interaksi antara dua aktor
secara langsung, dimana salah satu aktor mempengaruhi aktor yang lain
(seperti dalam gambar 1.2, actor ’i’ mempengaruhi actor ’j’). Jika
dimasukkan ke dalam konteks masyarakat petani di desa Pulutan, actor ’j’
merupakan seorang petani di desa Pulutan yang belum bergeser mata
pencahariannya, yang kemudian dipengaruhi oleh actor ’i’ yang merupakan
seorang petani di desa Pulutan yang sudah bergeser mata pencahariannya dan
akan menghasilkan action atau tindakan sosial yang berbeda. Keinginan
(desires) dan keyakinan (beliefs) yang telah dipengaruhi oleh petani yang
sudah bergeser kegiatan ekonominya (actor i) juga mempengaruhi
kesempatan (opportunities) untuk para petani yang lain di desa Pulutan.
Dari ketiga komponen tersebut, menghasilkan sebuah action atau
tindakan sosial yang dilakukan oleh petani desa Pulutan dengan beralih mata
pencaharian dari pertanian ke non pertanian. Dan secara tidak langsung, desa
8 Pulutan yang dulunya menjadi sebuah desa yang berada di pinggiran kota
yang notabene sepi karena hanya ada area persawahan, kini berubah menjadi
desa dengan kawasan yang ramai karena tidak terlepas dari dampak sosial
ekonomi yang dimunculkan dari adanya pembangunan JLS.
1.6.2
Konsep Keterlekatan (embeddedness)
Konsep keterlekatan (embeddedness) pertama kali diungkapkan oleh
Karl
Polanyi
(1944)
dalam
bukunya
yang
berjudul
‘The
Great
Transformation’. Transformasi merupakan sebuah perubahan dalam motif
tindakan para anggota masyarakat: motif substensi harus digantikan dengan
motif keuntungan (Karl Polanyi, 1944, 56). Adanya sistem pasar yang terjadi
dalam transformasi sosial , keberlangsungan dari sistem pasar tersebut harus
dibiarkan tanpa adanya campur tangan dari luar dimana yang disebut dengan
ekonomi pasar. Ekonomi pasar merupakan sebuah sistem pasar yang mampu
mengatur dirinya sendiri. Pergeseran kegiatan ekonomi petani disebabkan
oleh pembangunan, harus melepaskan hubungan-hubungan di antara manusia
dan hal tersebut akan membawa ancaman pemusnahan terhadap habitat
alaminya. Menurut Polanyi (1944), pengaturan ekonomi masyarakat tertanam
dalam hubungan – hubungan sosialnya. Dia tidak bertindak demi menjaga
kepentingan individualnya dalam hal kepemilikan barang-barang material
melainkan dia bertindak demi mengamankan kedudukan sosial, hak-hak
sosial dan aset-aset sosialnya1.
1
Diunduh dari http://mantrikarno.wordpress.com/2008/11/22/the-great-transformation-karlpolanyi/, diakses pada tanggal 15 Mei 2013 9 “The outstanding discovery of recent historical and
anthropological research is that man’s economy, as a rule, is
submerged in his social relationships. He does not act so as to
safeguard his individual interest in the possession of material
goods; he acts so as to safeguard his social standing, his social
claims, his social assets.” (Polanyi, 1944:46)
Pemeliharaan terhadap ikatan-ikatan sosial, di sisi lain sangatlah
penting. Pertama, karena dengan mengabaikan aturan kehormatan yang
disepakati, individu telah melepaskan dirinya dari masyarakat dan menjadi
orang yang terbuang; kedua, karena dalam jangka panjang semua kewajiban
sosial bersifat timbal balik (reciprocal), dan pemenuhan kewajiban-kewajiban
tersebut juga melayani kepentingan- kepentingan individu untuk saling
memberi dan menerima secara maksimal.
Tindakan ekonomi merupakan suatu situasi yang bersifat sosial yang
tercermin pada interaksi sosial di dalam jaringan (social networks) dimana
setiap kepentingan antar aktor – aktor ekonomi bertemu dan melakukan suatu
transaksi. Karl Polanyi menjelaskan konsepnya mengenai ‘The Theory of
Embeddedness’, dimana teori ekonomi saat ini hanya melihat tindakan
ekonomi sebagai ‘individual atomized’, padahal sesungguhnya tindakan
ekonomi sangat dipengaruhi oleh relasi individu dan keberadaan struktur
sosial serta budaya yang mempengaruhi tindakan rasionalitasnya. Sehingga
tindakan ekonomi merupakan bagian dari proses sosial.
Pada konteks penelitian ini, di desa Pulutan terjadi perubahan alih
fungsi lahan pertanian menjadi sarana infrastruktur (JLS) dan memunculkan
pergeseran
kegiatan
ekonomi
petani
yang
mengiringinya
sebagai
10 kecenderungan kemajuan ekonomi. Ketika JLS sudah beroperasional dengan
baik, keadaan desa Pulutan menjadi ramai karena hilir mudik kendaraan yang
melintasi JLS. Tidak jarang, kebiasaan dari para pengguna jalan yang berhenti
untuk beristirahat. Melihat pola-pola yang ada, hal itu kemudian dijadikan
peluang (opportunities) oleh masyarakat petani untuk mendirikan warung.
Semakin banyaknya minat masyarakat luar Pulutan yang juga ingin
mendirikan warung, para petani yang mempunyai sisa lahan yang berada di
tepi JLS menyewakan lahannya untuk didirikan warung. Kemudian masingmasing aktor akan membentuk sebuah jaringan yang menjalin interaksi sosial
satu sama lain. Dimana masing-masing aktor mempunyai kepentingan
tersendiri, seperti halnya petani yang mendirikan warung di tepi JLS, mereka
mendirikan warung tersebut agar mendapatkan hasil yang lebih karena melihat
peluang semakin ramainya pengguna jalan yang melewati JLS daripada hanya
mengandalkan pertanian. Pemilik sewa tanah yang mempunyai sisa lahan
untuk dapat disewakan kepada masyarakat yang ingin mendirikan warung di
sekitar JLS. Sedangkan masyarakat yang ingin beristirahat atau hanya sekedar
ingin menikmati suasana pemandangan alam di sekitar desa Pulutan dapat
singgah ke warung-warung tersebut sambil menikmati jajanan (makanan dan
minuman) yang disediakan oleh warung-warung tersebut. Adanya relasi sosial
di antara petani yang mendirikan warung, pemilik sewa tanah serta
masyarakat memberikan keuntungan ekonomi tersendiri bagi masing-masing
pihak. Proses sosial tersebut akan terus berlangsung dengan baik jika masingmasing pihak menjaga relasi sosial yang sudah terjalin. Dampak sosial
11 ekonomi yang dimunculkan akan dapat dirasakan pada masyarakat Pulutan
pada khususnya dan masyarakat Kota Salatiga pada umumnya.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di desa Pulutan, kelurahan Pulutan,
kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Lokasi penelitian ini dipilih karena
merupakan salah satu wilayah yang lahan pertaniannya digunakan oleh
pemerintah Kota Salatiga dalam pembangunan Jalan Lingkar Salatiga (JLS).
Dimana lahan tersebut menjadi lahan utama masyarakat Pulutan untuk
mencari nafkah sebagai petani. Selain itu, mudahnya peneliti untuk
mengakses lokasi penelitian juga menjadi alasan pemilihan lokasi.
1.7.2
Jenis Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode penelitian kualitatif, dengan jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Mayer dan Greenwood (Silalahi, 2010:27-28)
deskriptif kualitatif merupakan suatu jenis penelitian yang menyajikan satu
gambar yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting sosial, atau
hubungan. Tipe penelitian deskriptif kualitatif bertujuan menggambarkan
secara cermat karakteristik dari suatu gejala sosial dan berusaha mendapatkan
serta menyampaikan fakta-fakta dengan jelas dan teliti, dan lengkap.
Pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada
tujuan penelitian, yakni untuk mengetahui kegiatan ekonomi petani di desa
Pulutan setelah adanya pembangunan JLS dengan melihat faktor-faktor yang
12 melatarbelakangi
pergeseran
kegiatan
ekonomi
tersebut,
sehingga
memunculkan dampak sosial ekonomi bagi petani.
1.7.3
Jenis data
Jenis data ini dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah di atas.
Ada dua jenis data yang dibutuhkan, yaitu :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari informan secara
langsung yang terkait dalam penelitian. Menurut Keller, dkk (Silalahi,
2010:289) data primer adalah data yang dikumpulkan dari situasi aktual ketika
peristiwa terjadi. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh
dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan melihat keadaan yang
terjadi di sekitar desa Pulutan khususnya di JLS serta dari data hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap Ketua Gabungan Kelompok
Tani (Gapoktan) “ Sumber Makmur” kelurahan Pulutan, kecamatan Sidorejo,
Kota Salatiga yang bernama Bapak As’adi sebagai key person. Dari hasil
wawancara dengan Bapak As’adi, peneliti memperoleh data para petani di
desa Pulutan yang lahannya menjadi bagian dari pembangunan JLS. Dari hasil
wawancara dengan para petani, data yang didapatkan adalah berkaitan dengan
luasnya lahan sebelum terkena pembangunan JLS, luas lahan setelah
pembangunan JLS, berkaitan dengan pembebasan lahan petani, harga ganti
rugi yang diberikan berdasarkan kesepakatan antara pemilik lahan dengan
pemerintah Kota Salatiga, pemanfaatan sisa lahan yang masih dimiliki oleh
13 petani, serta berkaitan dengan dampak sosial ekonomi yang dirasakan oleh
masyarakat petani Pulutan setelah pembangunan JLS.
2. Data Sekunder
Menurut Emory (Silalahi, 2010:291) data sekunder merupakan data
yang dikumpulkan melalui sumber-sumber lain yang tersedia. Data tersebut
didapat dari pihak kelurahan Pulutan yang berkaitan dengan data monografi
desa Pulutan, kelurahan Pulutan, kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
Selanjutnya data dari BAPPEDA Kota Salatiga yang berkaitan dengan
pembangunan JLS, review articles (Bernard, 2006 : 97), laporan penelitian,
jurnal dan online database yang berkaitan dengan penelitian tentang
pergeseran kegiatan ekonomi petani akibat dari pembangunan.
1.7.4
Teknik pengumpulan data
Untuk menjawab rumusan masalah diatas, penelitian ini akan
menggunakan tiga teknik pengumpulan data: interview, observasi, dan studi
pustaka. Sesuai dengan pendekatan deskriptif kualitatif, in-dept interview
menjadi bagian utama dalam pengumpulan data. Proses wawancara ini
diawali dengan menentukan informan (key person) yaitu mendatangi Ketua
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Sumber Makmur” kelurahan Pulutan,
kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga yang bernama Bapak As’adi yang
selanjutnya dari Bapak As’adi (key person) akan menunjukkan petani lain
yang lahannya menjadi kawasan pembangunan JLS. Kemudian peneliti
mewawancarai satu per satu secara mendalam petani yang lahan pertaniannya
menjadi bagian dari JLS. Dari informan yang sudah bergeser kegiatan
14 ekonominya setelah pembangunan JLS, maka akan diketahui petani lain yang
ikut bergeser kegiatan ekonominya yang semata-mata mengikuti perubahan
sosial yang terjadi. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih
mendalam tentang pergeseran kegiatan ekonomi yang terjadi pada petani
setelah adanya pembangunan JLS.
Teknik pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi
merupakan kegiatan pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
fenomena yang tampak pada objek penelitian. Observasi yang dilakukan
peneliti adalah dengan melakukan pengamatan keadaan yang terjadi di sekitar
JLS khususnya yang melewati desa Pulutan yang dapat diketahui
pengalihfungsian lahan dari lahan pertanian menjadi lahan untuk mendirikan
warung sehingga lahan tersebut sudah menjadi lahan yang tidak produktif
untuk kegiatan pertanian. Teknik ini berguna untuk melihat secara umum
kegiatan ekonomi petani di desa Pulutan khususnya yang lahannya menjadi
bagian dari JLS.
Teknik pengumpulan data yang ketiga adalah studi pustaka. Teknik
ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur sebagai referensi penelitian.
Studi pustaka disini digunakan untuk menelusuri konsep pergeseran kegiatan
ekonomi yang terdiri dari penelitian terdahulu, buku referensi, e-book, dan
jurnal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu pergeseran kegiatan
ekonomi petani.
15 1.7.5
Teknik Pengumpulan Informan
Untuk proses pengumpulan informan, peneliti memfokuskan pada
petani desa Pulutan yang lahannya terkena pembangunan JLS. Pengambilan
informan ini dilakukan dengan
memanfaatkan seorang responden yang
dianggap sebagai key person untuk mencari data atau informasi dari
responden berikutnya hingga data yang diharapkan dapat diperoleh dan
dianggap cukup.
Pihak-pihak yang menjadi informan berdasarkan kebutuhan dalam
penelitian ini adalah :

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) “Sumber Makmur“
kelurahan Pulutan, kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.

Anggota kelompok tani “Makmur 2” kelurahan Pulutan, kecamatan
Sidorejo, Kota Salatiga yang lahan pertaniannya terkena pembangunan
JLS.

BAPEDA (Badan Perencanaan Daerah) Kota Salatiga.
Peneliti memilih Ketua Gapoktan “Sumber Makmur” sebagai key
person dikarenakan informan tersebut mempunyai informasi kunci yang
dapat menunjukkan informan yang selanjutnya sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Dari Ketua Gapoktan “Sumber Makmur”, selanjutnya dapat
diperoleh informan petani yang lahannya terkena pembangunan JLS yaitu
anggota kelompok tani “Makmur 2” yang mengalami perubahan alih fungsi
lahan yang kemudian berdampak pada bergesernya kegiatan ekonomi mereka
16 sebagai petani. Selanjutnya BAPEDA Kota Salatiga yang menjadi kaki
tangan Pemerintah Kota Salatiga dalam melaksanakan pembangunan JLS
sebagai informasi tambahan dalam memperdalam kajian analisis.
1.7.6
Teknik Analisis data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis
dengan kualitatif (Burhan, 2004:106). Di dalam penelitian kualitatif proses
analisis data sudah dimulai ketika penelitian berada di lapangan secara
berkesinambungan (Andriyanto, 2002:42).
Teknik menganalisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
(Kurniadi, 2010:13) mengumpulkan data-data hasil temuan lapangan setelah
melakukan wawancara secara mendalam (in-dept interview) dengan para
petani di desa Pulutan yang berkaitan dengan proses pergeseran kegiatan
ekonomi yang para petani lakukan serta dampak sosial ekonomi yang muncul
setelah pembangunan JLS yang melewati desa Pulutan, hasil observasi
keadaan yang terjadi di sekitar JLS di desa Pulutan dan data sekunder yang
berkaitan dengan data JLS dari BAPPEDA Kota Salatiga, data monografi dari
kelurahan Pulutan serta studi literatur berkaitan dengan pergeseran kegiatan
ekonomi petani pasca pembangunan. Dari hasil wawancara dari para petani di
desa Pulutan, data dari BAPPEDA Kota Salatiga, data monografi kelurahan
Pulutan, kemudian peneliti melakukan pemilihan data-data tersebut (coding
data) berdasarkan kebutuhan penelitian tentang proses pergeseran kegiatan
ekonomi petani pasca pembangunan JLS, selanjutnya memusatkan perhatian
pada penyederhanaan data yang diperoleh sesuai dengan rumusan masalah
17 yang ada, dan mengabstraksikan serta menafsirkan data-data tersebut sesuai
kebutuhan penelitian.
Data – data primer maupun sekunder yang sudah dipilih terlebih
dahulu sesuai dengan kebutuhan penelitian yang berkaitan dengan pegeseran
kegiatan ekonomi petani desa Pulutan, kemudian dianalisis dengan
menggunakan landasan teori DBO (Desires, Beliefs, Opportunities) dari Peter
Hedstrom. Desires dari petani di desa Pulutan adalah keinginan untuk tetap
mempertahankan kelangsungan hidup setelah kehilangan lahan yang
digunakan untuk pembangunan JLS dengan mata pencaharian yang bergeser
dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Sedangkan beliefs yang
dimaksudkan adalah para petani di desa Pulutan yang lahannya menjadi
bagian dari pembangunan JLS beranggapan bahwa perubahan mata
pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non pertanian yang dipilih setelah
adanya pembangunan JLS akan semakin meningkatkan penghasilan
masyarakat. Opportunities yang didapat adalah sebuah peluang yang
dimanfaatkan oleh petani di desa Pulutan untuk meningkatkan penghasilan
dengan memanfaatkan keadaan setelah berfungsinya JLS. Action yang
dihasilkan adalah setelah terjadinya alih fungsi lahan yang kemudian
ditunjukkan melalui tindakan petani di desa Pulutan yang melakukan kegiatan
ekonomi non pertanian. Sedangkan dampak sosial ekonomi yang muncul
dari terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi petani desa Pulutan dianalisis
dengan konsep keterlekatan (embeddedness) dari Karl Polanyi. Tindakan
ekonomi sangat dipengaruhi oleh relasi individu dan keberadaan struktur
18 sosial serta budaya yang mempengaruhi tindakan rasionalitasnya. Sehingga
tindakan ekonomi merupakan bagian dari proses sosial. Dengan berfungsinya
JLS sebagai sarana transportasi bagi masyarakat serta melihat perkembangan
aktivitas sosial yang terjadi semenjak ada JLS, maka hal tersebut
dimanfaatkan oleh para petani untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Mendirikan warung menjadi salah satu tindakan sosial petani dalam
memanfaatkan situasi yang ada. Seiring berjalannya aktivitas lalulintas, tidak
jarang masyarakat di luar desa Pulutan juga ingin mendirikan warung, hal itu
dimanfaatkan oleh para petani yang masih memiliki sisa lahan di tepi JLS
untuk disewakan. Penghasilan tambahan juga didapat dari hasil menyewakan
lahan.
Data-data yang sudah dianalisis dengan menggunakan teori DBO
(Desires, Beliefs, Opportunities) dan konsep keterlekatan (embeddedness)
dari Karl Polanyi tersebut kemudian menarik sebuah kesimpulan dari analisis
tersebut sehingga mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu mengetahui pergeseran kegiatan ekonomi petani desa Pulutan
dari yang sebelumnya menjadi petani setelah adanya pembangunan JLS
menjadi pedagang, penyewa lahan bahkan menjadi makelar tanah dengan
berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan para petani tersebut untuk
bergeser dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan juga dapat
diketahui secara nyata implikasi sosial ekonomi yang dimunculkan dari
pergeseran kegiatan ekonomi tersebut terhadap kehidupan para petani pada
khususnya serta masyarakat Pulutan pada umumnya.
19 Analisis data dalam penelitian kualitatif ini, berlangsung secara terus
menerus dari awal sampai akhir penelitian. Peneliti juga harus dapat
membedakan antara catatan obyektif (sebagaimana adanya) dan catatan
reflektif (apa yang dipikirkan oleh peneliti yang berkaitan dengan catatan
tersebut). Melalui cara inilah, akan memperoleh obyektifitas penelitian.
20 
Download