Daftar isi - Perpustakaan BPOM

advertisement
EDITORIAL
Volume 30, No. 1
Juni, 2012
Sejawat Profesional Kesehatan yang kami hormati,
Selamat berjumpa kembali dengan Buletin Berita MESO Edisi pertama bulan Juni tahun 2012.
Buletin Berita MESO kali ini terbit dengan layout berbeda, yang diharapkan dapat memberikan tampilan dan penyampaian informasi keamanan obat yang lebih baik dari Buletin Berita MESO edisi sebelumnya. Buletin Berita MESO edisi ini menampilkan reupdate mengenai tindak lanjut regulatori Badan POM dari hasil pengkajian terkait pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih
(bladder cancer). Informasi keamanan awal pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih sebelumnya pernah dimuat dalam
Buletin Berita MESO Volume 29 No. 2 bulan November 2011.
Informasi lain yang dimuat adalah Informasi untuk Dokter mengenai risiko perdarahan pada pasien yang menerima Dabigatran
Etexilate (Pradaxa®). Terdapat beberapa kasus perdarahan serius dan fatal pada pasien yang menerima Dabigatran etexilate
dari laporan pasca pemasaran di Jepang. Untuk menjamin keamanan pasien, dokter disarankan waspada jika pasien mengalami
gejala perdarahan dan anemia serta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai pengobatan dan selama pengobatan dengan Dabigatran etexilate.
Terdapat dua update informasi keamanan terkini obat pasca pemasaranan yang dipublikasikan, informasi keamanan pertama
adalah untuk produk-produk obat golongan statin. US FDA telah menyetujui beberapa perubahan label produk obat penurun
kolesterol golongan statin terkait aspek keamanan dan secara khusus FDA juga membahas tentang interaksi antara obat golongan statin tertentu dan obat HIV dan atau HCV protease inhibitor yang dapat meningkatkan risiko muscle injury. Informasi keamanan obat yang kedua adalah mengenai aspek keamanan produk obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump
Inhibitor atau PPI) yang diperoleh dari US FDA. Terdapat informasi keamanan terkini berupa peningkatan risiko diare yang berhubungan dengan Clostridium difficile (Clostridium difficile-associated diarrhea atau CDAD) pada pasien yang menggunakan
obat golongan PPI.
Selain informasi keamanan, Buletin Berita MESO kali ini juga menampilkan sekilas tentang Siaran Pers yang berisi informasi
tentang obat tetes hidung, Otrivin bets tertentu yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan dan sekilas tentang Penarikan
CSL Human Albumin (ALBAPURE) bets tertentu karena adanya kontaminasi etilen glikol. Dalam Buletin edisi ini juga disampaikan mengenai profil pelaporan efek samping obat yang diterima oleh Pusat Farmakovigilans Nasional Badan POM RI pada tahun
2011.
Pada bagian akhir, secara khusus disampaikan informasi mengenai aktivitas Surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di
Indonesia yang merupakan hasil kerjasama dengan Subdit Imunisasi, Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan RI.
Semoga artikel pada edisi kali ini dapat bermanfaat bagi Sejawat Profesional Kesehatan sekalian. Saran dan masukan sangat
kami nantikan untuk perbaikan Buletin Berita MESO edisi mendatang.
Redaksi
Daftar isi:
 Re-update Informasi Keamanan Pioglitazone
2
 Informasi untuk Dokter: Dabigatran Etexilate (Pradaxa®) & Risiko Pendarahan : Dianjurkan untuk Memonitor Fungsi
3
Ginjal
 Sekilas tentang Siaran Pers: Obat Tetes Hidung Otrivin dengan Nomor Bets 10081062 TMS Mutu dan Keamanan
3
 Informasi Aspek Keamanan Terkini: Obat Golongan Statin
4
 Informasi Awal Aspek Keamanan Terkini: Penghambat Pompa Proton dan Peningkatan Risiko Diare yang
5
Disebabkan Bakteri Clostridium Difficile
 Sekilas tentang Penarikan ALBAPURE Bets tertentu terkait Kontaminasi Etilen Glikol
5
 Profil Pelaporan Efek Samping Obat yang Diterima oleh Pusat Farmakovigilans Nasional Badan POM RI pada
6
Tahun 2011
 Surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Indonesia
7
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
Re-update Informasi Keamanan Pioglitazone
Informasi keamanan awal terkait pioglitazone dan
risiko kanker kandung kemih (bladder cancer)
sebelumnya pernah dimuat dalam Buletin Berita
MESO Volume 29 No. 2 bulan November 2011.
tenaga kesehatan melalui Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI).
Pioglitazone merupakan obat yang diindikasikan
sebagai tambahan pada diet dan olahraga untuk
memperbaiki kontrol gula darah pada pasien
diabetes tipe 2. Pioglitazone bekerja dengan
menurunkan resistensi insulin melalui aktivasi
peroxisome proliferators activated receptor gamma
(PPAR-ɣ) yang menyebabkan kenaikan sensitivitas
insulin di hati, lemak, dan otot. Produk obat mengandung pioglitazone yang telah disetujui beredar
di Indonesia adalah pioglitazone tunggal dan kombinasi pioglitazone dengan metformin.
Contra Indications:
Current bladder cancer or a history of bladder cancer
Terdapat informasi keamanan terkini mengenai
peningkatan risiko kanker kandung kemih
(bladder cancer) pada pasien diabetes yang
diterapi dengan pioglitazone. Informasi mengenai
aspek keamanan penggunaan pioglitazone
tersebut diperoleh dari hasil studi interim Kaiser
Permanente Northern California (KPNC) di
Amerika dan Studi CNAMTS di Perancis. Studi
interim KPNC dan studi CNAMTS di Perancis
merupakan studi epidemiologi yang meneliti
tentang kaitan antara terapi pioglitazone pada
pasien diabetes dan risiko kanker kandung kemih.
Hasil
studi
interim
KPNC
menunjukkan
peningkatan risiko kanker kandung kemih pada
pasien diabetes yang menggunakan pioglitazone
selama lebih dari 2 tahun sedangkan studi di
Perancis menunjukkan peningkatan risiko kanker
kandung kemih pada penggunan pioglitazone
lebih dari 1 tahun. Terkait dengan isu keamanan
pioglitazone ini, beberapa badan otoritas di negara
lain seperti US Food and Drug Administrations,
European Medicines Agency, Health Canada, dan
Therapeutic Goods Administration Australia telah
melakukan tindak lanjut regulatori berupa update
label.
Badan POM telah melakukan pengkajian aspek
keamanan pioglitazone dan risiko kanker kandung
kemih dalam rapat KOMNAS POJ terbatas pada
tanggal 12 Januari 2012. Dari hasil rapat
pengkajian
tersebut
Badan
POM
telah
menetapkan tindak lanjut regulatori berupa
update label oleh pemegang izin edar produk
dengan penambahan informasi produk terkait
risiko kanker kandung kemih pada bagian
“contraindications” dan “warnings and
precautions” untuk semua produk yang
mengandung pioglitazone yang beredar dan juga
menerbitkan informasi dear doctor letter kepada
2
Warnings and Precautions:
Risk factors for bladder cancer should be assesses
before initiating pioglitazone treatment (risks include age, smoking history, exposure to some occupational or chemotherapy agents e.g. cyclophosphamide or prior radiation treatment in the pelvic
region).
Any macroscopic haematuria should be investigated
before starting pioglitazone therapy.
Patients should be advised to promptly seek the attention of their physician if macroscopic haematuria
or other symptoms such as dysuria or urinary urgency develop during treatment.
Patients who received pioglitzone more than one
year, should be evaluated periodically for bladder
cancer risk by urinalysis.
Tindak lanjut tersebut dilakukan Badan POM
dalam rangka meningkatkan perlindungan yang
optimal kepada masyarakat dan sebagai upaya
jaminan keamanan obat yang beredar di
Indonesia.
Datfar Pustaka:
1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Update to ongoing
safety review of Actos (pioglitazone) and increased risk of bladder cancer, 15 Juni 2011.
2. FRANCE, Afssaps, Press Release : Use of Medications Containing
Pioglitazone (Actos®, Competact®) Suspended, 9 Juni 2011.
3. UK MHRA, Safety Warnings and Messages for medicine: New
advice on risk of bladder cancer with the anti-diabetic drug
pioglitazone (Actos▼, Competact▼), 22 Juli 2011.
4. Australia TGA, Safety advisory: Pioglitazone and risk of bladder
cancer, 18 Juli 2011.
5. EMA, Press Release, ”European Medicines Agency clarifies opinion on pioglitazone and the risk of bladder cancer - Positive benefit-risk balance confirmed as second and third line treatment”,
21 Oktober 2011.
6. Health Canada, Advisory and Warning: Health Canada reviewing
diabetes drug pioglitazone (Actos) and potential risk of bladder
cancer, 17 Juni 2011.
7. Japan PMDA, PMDA: Safety measures for the diabetes medication “pioglitazon-containing products”, 23 Juni 2011.
8. Jerman-BfArM, Dear Doctor Letter (Rote-Hand-Brief) on medicinal products containing pioglitazone (Actos, competact, Tandemact): New contraindications and warnings due to a slightly
increased risk of bladder cancer, 1 Agustus 2011.
9. Singapore-HSA. HSA's advisory on the use of pioglitazone, 8
Agustus 2011.
10. James D. Lewis. et al. Interim report of longitudinal cohort study:
Risk of Bladder Cancer Among Diabetic Patients Treated with
Pioglitazone. Diabetes Care. 2011; 34: 916-922.
11. Paris France-Caisse nationale de l’assurance maladie. Final
report: Paris France, Risk bladder cancer in people with diabetes
treated pioglitazone in France: a group study on SNIRAM and
PMSI data, 7 Juni 2011.
12. Data Badan POM RI
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
INFORMASI UNTUK DOKTER
DABIGATRAN ETEXILATE (PRADAXA®) & RISIKO PERDARAHAN:
DIANJURKAN UNTUK MEMONITOR FUNGSI GINJAL
Dabigatran etexilate (Pradaxa®) telah disetujui beredar di Indonesia sejak tahun 2009 dengan indikasi
untuk pencegahan primer venous thromboembolic
pada pasien dewasa yang telah menjalani operasi
penggantian panggul total elektif atau operasi penggantian lutut total. Pada tahun 2011 telah disetujui
penambahan indikasi untuk pencegahan stroke dan
emboli sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrium
dengan faktor risiko stroke seperti stroke iskemik sebelumnya, serangan iskemik transient (Transient Ischemic
Attack), atau sistemik embolisme; dan disfungsi ventrikel kiri. Dabigatran etexilate merupakan anticoagulant oral yang bekerja dengan menghambat thrombin
secara langsung.
Perdarahan (bleeding) merupakan efek samping
Dabigatran etexilate yang telah diketahui dan tercantum pada informasi produk. Berdasarkan laporan
pasca-pemasaran, risiko perdarahan serius bahkan
fatal dapat terjadi. Hal ini pertama kali dilaporkan
tanggal 13 Juni 2011 di Jepang, bahwa terdapat satu
laporan kasus perdarahan serius dan fatal pada
pasien dengan gagal ginjal yang menerima Dabigatran etexilate. Tanggal 11 Agustus 2011 Kementerian
Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan (MHLW)
Jepang menerima 4 kasus fatal yang disebabkan
perdarahan. Dari 5 kasus fatal tersebut 1 orang lakilaki dan 4 orang wanita. Satu dari mereka berusia 70
tahun dan 4 lainnya berusia 80 tahun. Untuk menjamin keamanan pasien dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan fungsi ginjal sebelum dan selama pengobatan dengan Pradaxa® serta memantau pasien dari
gejala-gejala perdarahan dan anemia dan mengambil
tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan. Tanggal
12 Agustus 2011 MHLW mempublikasikan hal tersebut
melalui web.
Menyikapi hal tersebut diatas, European Medicines
Agency (EMA) setelah melakukan kajian laporan kasus perdarahan fatal yang berasal dari Jepang dan
dari hasil penilaian kasus perdarahan yang diperoleh
dari data seluruh dunia, pada tanggal 18 November
2011 melakukan press release tentang informasi terbaru keamanan Dabigatran Etexilate dan merekomendasikan agar dokter memperhatikan gejalagejala perdarahan dan menghentikan pengobatan
bila terjadi perdarahan yang serius serta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai
pengobatan dan secara berkala selama pengobatan
dengan Pradaxa®. Badan Otoritas lain seperti US FDA,
TGA Australia dan HSA Singapura juga melakukan
press release serupa.
dengan produsen Pradaxa® (Boehringer Ingelheim) dibandingkan dengan Warfarin.
Pada saat ini, Badan POM telah menerima 2 laporan
efek samping obat (ESO) yang diduga berkaitan dengan Dabigatran, 1 laporan berupa melaena, heart failure, cholecystitis dan 1 laporan berupa gejala thrombocytopenia dengan perdarahan melalui hidung, petechiae dan ecchymosis. Keduanya terjadi pada wanita
usia 60 tahun dan 65 tahun untuk indikasi Stroke Prevention in Atrial Fibrilation (SPAF).
Untuk itu perlu menjadi perhatian profesional kesehatan di Indonesia pada pasien dengan gejala-gejala
perdarahan dan anemia dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai
pengobatan dan secara berkala selama pengobatan
dengan Pradaxa® dan melaporkan bila terjadi efek
samping obat (ESO) ke Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI menggunakan formulir pelaporan ESO
(formulir kuning).
Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan
pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka
memberikan perlindungan yang optimal kepada
masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan
produk obat yang beredar di Indonesia.
Datfar Pustaka:
1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Safety review of post-market reports
of serious bleeding events with the anticoagulant Pradaxa (dabigatran etexilate
mesylate), 7 Desember 2012.
2. EMA, European Medicines Agency updates on safety of Pradaxa, 18 November
2011..
3. Australia-TGA, Dabigatran (Pradaxa) & the risk of bleeding: new recommendations for monitoring kidney function, 3 November 2012.
4. Singapore-HSA Safety Alerts: Bleeding events associated with dabigatran
etexilate (Pradaxa): Recommendation to use with caution in the elderly and
renally impaired patients, 27 Desember 2011.
5. Japan-PMDA, Warnings and Alerting: severe haemorrhages in patients treated
with an anticoagulant “Prazaxa (dabigatran etexilate) capsule”, 12 Agustus
2011.
6. Data Badan POM RI
Sekilas tentang Siaran Pers:
Obat Tetes Hidung Otrivin dengan Nomor Bets 10081062
TMS Mutu dan Keamanan
Berdasarkan laporan Industri Farmasi PT. Novartis Indonesia
selaku produsen Obat Tetes Hidung Otrivin 0,1% bahwa di
pasaran telah ditemukan produk Otrivin 0,1% dengan nomor
bets 10081062 dan tanggal kadaluarsa Juli 2013 yang tidak memenuhi persyaratan (TMS) mutu dan keamanan. Otrivin 0,1%
merupakan obat tetes hidung yang termasuk golongan obat
bebas terbatas yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
Sebagai upaya perlindungan masyarakat, Badan POM RI telah
meminta PT. Novartis Indonesia untuk melakukan penarikan produk Otrivin 0,1% dengan nomor bets 10081062 dari peredaran di seluruh Indonesia. Kepada masyarakat diserukan untuk tidak membeli dan menggunakan produk Otrivin 0,1% dengan nomor bets 10081062 tersebut.
Di samping itu, FDA sedang mengkaji kejadian expected perdarahan untuk menentukan frekuensi kejadian perdarahan pada penggunaan Pradaxa® melalui uji klinis besar (18000 pasien) bekerja sama
Siaran Pers selengkapnya dapat diakses melalui website Badan
POM RI: http://www.pom.go.id/public/press_release/detail.asp
3
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
INFORMASI ASPEK KEAMANAN TERKINI :
OBAT GOLONGAN STATIN
tatin adalah golongan obat penurun lemak
(antihiperlipidemia) yang digunakan untuk
menurun-kan kadar kolesterol dan bekerja dengan menghambat secara kompetitif enzim 3-hydroxy3-methylglutaryl coenzym A reductase (HMG-CoA reductase). Di Indonesia, obat golongan statin beredar dalam
bentuk tunggal adalah atorvastatin, atorvastatin calcium, fluvastatin natrium, lovastatin, pravastatin natrium, rosuvastatin calcium, simvastatin dan dalam bentuk kombinasi simvastatin dengan ezetimibe.
S
Pada tanggal 28 Februari 2012 dan 1 Maret 2012 US Food
and Drug Administration (US FDA) telah menyetujui perubahan label produk obat penurun kolesterol golongan
statin terkait aspek keamanan berdasarkan hasil kajian
FDA dari database Adverse Events Reporting System
(AERS), studi/literatur medis terpublikasi dan laporan
hasil studi.
Pada tanggal 28 Februari 2012, US FDA menerbitkan
informasi keamanan perubahan label untuk statin sebagai berikut:
 Pemantauan enzim hati
Penghapusan kalimat “pemantauan enzim hati rutin
berkala”. Hal ini berdasarkan kesimpulan FDA bahwa
kerusakan hati pada penggunaan statin jarang terjadi
dan tidak dapat diprediksi, bersifat individual dan pemantauan tersebut tidak efektif dalam mendeteksi
atau mencegah kerusakan hati serius.
 Informasi kejadian tidak diinginkan (adverse event)
Penambahan informasi tentang potensi efek samping
kognitif yang tidak serius dan reversible (kehilangan
daya ingat/memory loss, kebingungan, dll) dan laporan
kenaikan kadar gula darah dan hemoglobin glikosilasi
(HbA1c) pada pasien yang mengkonsumsi statin.
 Interaksi obat
Label lovastatin telah di-update dengan kontraindikasi
baru dan pembatasan dosis ketika lovastatin digunakan
dengan obat tertentu yang dapat meningkatkan risiko
muscle injury.
Beberapa waktu kemudian, tepatnya tanggal 1 Maret
2012, US FDA kembali menerbitkan update informasi keamanan statin, namun secara khusus membahas tentang
interaksi antara obat golongan statin tertentu dan obat
HIV dan atau Hepatitis C Virus (HCV) protease inhibitor,
yang dapat meningkatkan risiko muscle injury.
Terkait hal ini, US FDA menyampaikan Informasi tambahan untuk menjadi perhatian bagi pasien dan Profesional
Kesehatan.
Hal-hal yang harus menjadi perhatian pasien adalah:
 Obat HIV dan HCV protease inhibitor dapat berinteraksi dengan statin, yaitu meningkatkan risiko
muscle injury.
 Pasien dihimbau menyampaikan informasi semua jenis
obat yang digunakan sebelum memulai terapi obat
HIV atau HCV protease inhibitor atau statin.
 HIV dan HCV protease inhibitor tidak boleh diminum
bersama (dikontraindikasikan) dengan obat Lovastatin dan Simvastatin.
4
 Pasien sebaiknya menghubungi dokter jika ada pertanyaan tentang obat HIV atau HCV protease inhibitor atau statin.
 Pasien sebaiknya melapor jika mengalami efek
samping dari obat-obatan tersebut.
Hal-hal yang harus menjadi perhatian Profesional Kesehatan, adalah:
 Penggunaan secara bersamaan obat HIV dan HCV
protease inhibitor dan statin dapat meningkatkan
kadar statin dalam darah, dan akan meningkatkan
risiko myopathy, hingga risiko paling serius berupa
rhabdomyolisis yang dapat merusak ginjal, memicu
gagal ginjal dan dapat berakibat fatal.
 Profesional Kesehatan harus mengikuti rekomendasi
pada label ketika melakukan peresepan obat HIV
atau HCV protease inhibitor dengan obat statin.
 Profesional Kesehatan harus melaporkan efek samping yang terjadi akibat penggunaan obat HIV atau
HCV protease inhibitor dan atau statin.
Informasi selengkapnya tentang interaksi dan anjuran
peresepan adalah sebagai berikut:
Statin
Atorvastatin
Interacting protease
inhibitor(s)
Anjuran peresepan
 Tipranavir + ritonavir
 Telaprevir
Hindari atorvastatin
 Lopinavir + ritonavir
Gunakan atorvastatin
secara hati-hati dan gunakan dengan dosis terendah seperlunya
 Darunavir + ritonavir
 Fosamprenavir
 Fosamprenavir +
ritonavir
 Saquinavir + ritonavir
Tidak boleh melebihi
dosis 20 mg atorvastatin
setiap hari
 Nelfinavir
Tidak boleh melebihi
dosis 40 mg atorvastatin
setiap hari
Fluvastatin
Tidak ada data tersedia
Lovastatin
 HIV protease inhibitors
 Boceprevir
 Telaprevir
Dikontraindikasikan
Pitavastatin
 Atazanavir ± ritonavir
 Darunavir + ritonavir
 Lopinavir + ritonavir
Tidak ada pembatasan
dosis
Pravastatin
 Darunavir + ritonavir
 Lopinavir + ritonavir
Tidak ada pembatasan
dosis
Rosuvastatin
 Atazanavir ± ritonavir
 Lopinavir + ritonavir
Pembatasan dosis rosuvastatin hingga 10 mg
sekali sehari
Simvastatin
 HIV protease inhibitors
 Boceprevir
 Telaprevir
Dikontraindikasikan
Demikian informasi ini kami sampaikan dalam rangka
kehati-hatian. Badan POM RI akan terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat beredar
untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Daftar Pustaka:
1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Important safety label changes to
cholesterol-lowering statin drugs, 28 Februari 2012.
2. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Interactions between certain HIV
or hepatitis C drugs and cholesterol-lowering statin drugs can increase the
risk of muscle Injury, 1 Maret 2012.
3. Data Badan POM RI
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
INFORMASI AWAL ASPEK KEAMANAN TERKINI :
PENGHAMBAT POMPA PROTON DAN PENINGKATAN RISIKO DIARE
YANG DISEBABKAN BAKTERI CLOSTRIDIUM DIFFICILE
Informasi aspek keamanan
terkini terkait produk obat
golongan
penghambat
pompa proton (Proton
Pump Inhibitor atau PPI)
yang diperoleh dari US FDA
menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko diare
yang berhubungan dengan
Clostridium
difficile
(Clostridium difficile-associated diarrhea atau
CDAD) pada pasien yang menggunakan obat
golongan PPI. Diagnosis CDAD harus dipertimbangkan bagi pengguna PPI dengan diare yang
tidak membaik. Informasi tersebut berdasarkan
hasil kajian FDA dari laporan yang diterima FDA's
Adverse Event Reporting System (AERS) dan literatur medis.
Sekilas tentang Penarikan ALBAPURE
Bets Tertentu terkait
Kontaminasi Etilen Glikol
Baru-baru ini Badan POM RI memperoleh informasi dari CSL Limited Australia dan Therapeutic
Goods Administration (TGA) Australia tentang
penarikan larutan injeksi human albumin
(Albumex) yang diproduksi oleh CSL Limited, Australia. Penarikan ini dilakukan karena kontaminasi
etilen glikol dalam produk tersebut pada saat
proses produksi. Kontaminasi etilen glikol dapat
menimbulkan toksisitas akut dan efek tertunda
dalam jangka waktu lebih dari 72 jam yang tidak
dapat diperkirakan. Kontaminasi etilen glikol terjadi pada beberapa nomor bets larutan injeksi albumin yang diproduksi sejak 22 Agustus 2011 sampai tanggal 25 Januari 2012.
Di Indonesia, produk human albumin produksi CSL
Limited, Australia beredar dengan nama dagang
Albapure 20 (Human Albumin 20%) dan nomor
izin edar DKI0655900243. Terdapat 3 nomor
bets produk human albumin yang terkontaminasi
etilen glikol masuk ke Indonesia yaitu 3470550418,
3470500398, dan 3470500446. Menyikapi perkembangan permasalahan tersebut, dalam rangka tindakan kehati-hatian, Badan POM RI melakukan
penghentian distribusi terhadap produk Albapure
20 bets tersebut di atas sejak tanggal 12 Maret
2012. Pihak PT. Dexa Medica selaku pemegang izin
edar produk telah melaksanakan penarikan bets
tersebut dan melaporkan kepada Badan POM RI.
Hasil kajian FDA menunjukkan bahwa umumnya,
laporan kasus efek samping CDAD terjadi pada
pasien dengan faktor risiko usia lanjut, kondisi medis
kronis atau pasien yang menggunakan antibiotik
spektrum luas. Meskipun faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan risiko CDAD, namun peran PPI
dalam meningkatkan risiko CDAD tidak dapat dikesampingkan. Pasien dengan faktor risiko yang menggunakan PPI secara bersamaan cenderung berkembang menjadi CDAD yang serius.
Gejala CDAD umumnya berupa tinja encer, sakit
perut, dan demam, dan kondisi pasien dapat
berkembang menjadi yang lebih serius. Bila terjadi
diare yang tidak membaik pada pemberian PPI
dilakukan pengobatan CDAD dengan menggantikan cairan dan elektrolit serta penggunaan antibiotik khusus.
Di Indonesia obat-obat golongan penghambat
pompa proton yang telah disetujui beredar adalah
omeprazole, lanzoprazole, natrium rabeprazole, natrium pantoprazole dan esomeprazole. Penghambat
pompa proton digunakan untuk pengobatan jangka
pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif
terhadap obat-obat antagonis reseptor H2, tukak
lambung, esofagitis erosif dan sindroma Zollinger Ellison. Penghambat pompa proton bekerja menekan
sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas enzim H/K ATP-ase (pompa proton) pada permukaan kelenjar sel parietal gastik pada pH<4.
Berdasarkan informasi tersebut, Badan POM RI sedang melakukan pengkajian untuk menetapkan
tindak lanjut regulatori yang tepat. Profesional Kesehatan dihimbau agar melaporkan efek samping
obat golongan penghambat pompa proton (PPI)
dengan menggunakan formulir pelaporan ESO
(formulir kuning) terlampir ke Badan POM.
Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam
rangka memberikan perlindungan yang optimal
kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan
keamanan produk obat yang beredar di Indonesia.
Datfar Pustaka:
1. US FDA: FDA Drug Safety Communication: clostridium difficile-associated diarrhea can be associated with stomach
acid drugs known as proton pump inhibitors (PPIs), 8 Februari 2012.
2. Data Badan POM RI
5
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
PROFIL PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT YANG DITERIMA OLEH PUSAT FARMAKOVIGILANS NASIONAL
BADAN POM RI PADA TAHUN 2011
Dalam rangka pengawasan aspek keamanan obat pasca pemasaran, dilakukan pemantauan penggunaan obat melalui pelaporan sukarela dari petugas kesehatan terkait efek obat yang tidak diinginkan,
utamanya efek samping obat yang belum diketahui pada saat obat diberikan persetujuan ijin edar. Jumlah laporan ESO yang diterima mulai tahun 2007 hingga tahun 2011 berfluktuasi. Untuk laporan dari
tenaga kesehatan (formulir kuning) terjadi penurunan pada tahun 2009, namun pada tiga tahun berikutnya jumlah laporan cenderung mengalami peningkatan. Sedangkan untuk laporan dari industri
farmasi terutama laporan kasus efek samping obat yang terjadi di Indonesia (local report) secara keseluruhan mengalami peningkatan mulai tahun 2008 hingga tahun 2011. Kasus efek samping obat yang terjadi di luar negeri (foreign report) mengalami peningkatan jumlah laporan yang cukup tinggi pada tahun
2009 namun pada tahun-tahun berikutnya lebih bersifat fluktuatif. Jumlah tersebut dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Trend Laporan Efek Samping Obat di Indonesia Tahun 2007-2011
700
600
89
500
207
137
Tenaga Kesehatan
400
Jumlah
300
0
374
369
200
100
Industri Farmasi (Foreign
Report)
431
Industri Farmasi (Local
Report)
134
15
73
71
17
13
3
0
2007
2008
2009
2010
2011
25
Tahun
Dari data laporan tenaga kesehatan yang diterima pada tahun 2011, 10 golongan obat yang diduga sering menimbulkan kasus efek samping antara lain : Antibiotik (22 %), Antacida (15%), NSAIDS (13%), Cardiac Therapy (12%), Analgesics (9%), Tuberculostatics (7%), Systemic Antivirals (7%), Vitamins (6%), Cough
& Cold Preparation (5%), Diuretics (3%). Sedangkan 10 jenis efek samping yang sering dilaporkan meliputi
rash (39 %), rash maculo papular (18%), nausea (11%), vomiting (7%), dyspnoea (6%), abdominal pain (5%),
urticaria (4%), oedema periorbital (4%), tachycardia (3%), Steven Johnson Syndrome (3%). Profil laporan
efek samping dan golongan obat yang diduga menimbulkan efek samping pada tahun 2011 dapat dilihat
pada bagan dibawah.
Profil 10 Besar Jenis
Efek Samping Obat yang Dilaporkan Tahun 2011
Profil 10 Besar Golongan Obat yang Diduga
Menimbulkan
Efek Samping Obat Tahun 2011
ANTI BI OTI CS
Ras h
ANTACIDS, ANTI FLATULENTS
AND ANTI-PEPTI C ULCERANTS
5%
4%
Ras h ma cul o pa pula r
NSAI D
22%
6%
5%
7%
4%
3%
3%
Nause a
5%
CARDIAC THERAPY
38%
6%
ANALGESICS
7%
Vomiti ng
Dys pnoe a
15%
Abdomi nal pa in
7%
TUBERCULOSTATI CS
9%
Urti ca ria
SYSTEMI C ANTIVIRALS
12%
13%
Oedema pe ri orbita l
11%
VITAMINS
18%
Tachycardi a
COUGH & COLD PREPARATI ONS
Steven Johnson
Syndrome
DIURETI CS
Daftar Pustaka:
1. Data Badan POM RI
6
Volume 30, No.1, Juni 2012
Buletin Berita MESO
SURVEILAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DI INDONESIA
KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek simpang,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis maupun kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi suntikan, atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Surveilan KIPI merupakan bagian dari pemantauan keamanan vaksin beredar yang dapat dilaksanakan secara aktif dan pasif. Surveilan KIPI yang dilaksanakan saat ini adalah surveilan KIPI pasif.
Surveilan KIPI merupakan kegiatan yang bersifat komprehensif meliputi: penemuan dan pelaporan kasus KIPI,
pelacakan kasus KIPI secara berkesinambungan serta penanganan medik terhadap KIPI, dan analisis kasus KIPI
berdasarkan kajian klasifikasi lapangan dan kausalitas.
Tujuan kegiatan surveilan KIPI adalah: umpan balik dan perbaikan Program Imunisasi, menjamin keamanan vaksin, memberikan perlindungan pada masyarakat, dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat, keamanan dan risiko imunisasi.
Kasus KIPI dapat dikategorikan menjadi KIPI non serius dan KIPI serius. KIPI serius adalah setiap kejadian medis
setelah imunisasi yang tidak diinginkan, yang menyebabkan kematian, rawat inap atau perpanjangan rawat inap,
kecacatan yang menetap atau signifikan, atau yang mengancam kehidupan. KIPI serius wajib dilaporkan secara
berjenjang dalam waktu 24 jam. Sedangkan KIPI non serius akan direkapitulasi dan dilaporkan secara berjenjang
setiap bulan bersamaan dengan laporan rutin imunisasi. Format pelaporan ada dua macam, yaitu untuk KIPI non
serius dan KIPI serius. Format KIPI serius akan dilengkapi dengan formulir investigasi, yang di dalamnya terdapat
pengambilan sampel oleh Badan POM RI atau Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) bila diperlukan.
Dari
gambar
di
samping
masyarakat dapat mengadukan
adanya kasus KIPI ke Puskesmas, UPS atau RS. Laporan ke
UPS akan diteruskan ke Puskesmas, kemudian Puskesmas dan
RS akan melaporkan ke Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Untuk kasus KIPI serius maka
Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran kasus KIPI
serius tersebut, bila ternyata
benar maka akan melaporkan
ke Dinas Kesehatan Provinsi.
Kemudian bila perlu dilakukan
investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan
BB/BPOM Provinsi.
Mengacu kepada SK Menkes tanggal 28 Februari 2008 No.203/Menkes/SK/XII/2008, Komnas PP – KIPI (Komite
Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) adalah badan independen yang terdiri
dari para ahli, yang berperan untuk melakukan kajian terhadap laporan KIPI yang masuk. KOMNAS PP – KIPI bertanggung jawab pada Menteri Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Komnas PP-KIPI akan melakukan kajian kausalitas dari setiap laporan KIPI serius yang diterima dan dapat membantu proses investigasi kasus KIPI serius bila diperlukan.
Penyelenggaraan surveilan KIPI dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat (Subdit Imunisasi) dengan jajarannya Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, bekerja sama dengan Komnas PP – KIPI, Komda (Komite Daerah) PP – KIPI,
dan bekerjasama dengan Badan POM. Saat ini seluruh provinsi (33 provinsi) telah memiliki Komda PP-KIPI.
Komda PP-KIPI akan melakukan investigasi setiap kasus KIPI serius berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi
dan akan melakukan kajian lapangan dari setiap laporan KIPI serius yang diterima.
Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kompetensi serta kinerja surveilan KIPI, saat ini Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan POM, Komnas PP-KIPI, Komda PP-KIPI dan WHO dalam menyelenggarakan penguatan dan revitalisasi sistem pelaporan surveilan KIPI, yang dimulai dari dua provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat
(meliputi enam kabupaten/kota dan 344 puskesmas) serta Provinsi DI Yogyakarta (meliputi lima Kabupaten/kota
dan 121 puskesmas).
Proses surveilan KIPI ini tidak hanya meliputi vaksin program imunisasi, tetapi diharapkan juga meliputi vaksinvaksin lain yang digunakan di Indonesia. (Acknowledgements: Subdit Imunisasi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI dan Komnas PP KIPI)
7
APA YANG PERLU DILAPORKAN ?
BADAN POM RI
DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO:
Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Drs.
Roland Hutapea, MSc; Dra. Retno
Tyas Utami, Apt, M.Epid; Dra.
Endang Woro, Apt, MSc.; Dr. Suharti
K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar,
SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK;
Dr. Nafrialdi, SpPD, SpFK; Dra.
Yunida Nugrahanti S., Apt, MP; Siti
Asfijah Abdoellah, SSi, Apt, MMedSc;
Dra. Ratna Irawati, MKes; Dra.
Herawati Apt,Mbiomed; Dra. Warta
Br. Ginting, Apt; Dra. Lela Amelia
Apt., M.Epid; Rahma Dewi Handari,
SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina,
S.KM.; Reni Setyawati, S.KM.,
M.Epid; Bowo Umbardiono, S.Kom;
ALAMAT REDAKSI BULETIN BERITA MESO:
Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional
Direktorat Pengawasan Distribusi
Produk Terapetik & PKRT
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos
No. 143 JAKARTA 10560
Telp : (021) 4245459; 4244755 ext.. 111
Fax : (021) 4243605; 42883485
e-mail :
[email protected];
[email protected]
E T I K A DA L A M
FA R MA KOV I GI L A N S
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan,
baik obat yang digunakan dalam praktik klinik sehari-hari, termasuk obat program,
vaksin, dan obat baru. Laporan tidak harus didasarkan atas kepastian seratus persen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang digunakan,
adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali.
REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ?
 Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping
yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang
bersangkutan .
 Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.
 Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :
 Reaksi anafilaktik
 Diskrasia darah
 Perforasi usus
 Aritmia jantung
 Seluruh jenis efek fatal
 Kelainan congenital
 Perdarahan lambung
 Efek toksik pada hati
 Efek karsinogenik
 Kegagalan ginjal
 Edema laring
 Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson
 Serangan epilepsi dan neuropati
 Setiap reaksi ketergantungan
Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat;
walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi
ketergantungan fisik dan atau psikis
APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ?
Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat
MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai
dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan.
Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC
Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di
Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke
“Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating
Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan
termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO
Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota
saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed
Lists.
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek
samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta
tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan
dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat
mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan
MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara
jumpai.
8
Download