EDITORIAL Volume 30, No. 1 Juni, 2012 Sejawat Profesional Kesehatan yang kami hormati, Selamat berjumpa kembali dengan Buletin Berita MESO Edisi pertama bulan Juni tahun 2012. Buletin Berita MESO kali ini terbit dengan layout berbeda, yang diharapkan dapat memberikan tampilan dan penyampaian informasi keamanan obat yang lebih baik dari Buletin Berita MESO edisi sebelumnya. Buletin Berita MESO edisi ini menampilkan reupdate mengenai tindak lanjut regulatori Badan POM dari hasil pengkajian terkait pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih (bladder cancer). Informasi keamanan awal pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih sebelumnya pernah dimuat dalam Buletin Berita MESO Volume 29 No. 2 bulan November 2011. Informasi lain yang dimuat adalah Informasi untuk Dokter mengenai risiko perdarahan pada pasien yang menerima Dabigatran Etexilate (Pradaxa®). Terdapat beberapa kasus perdarahan serius dan fatal pada pasien yang menerima Dabigatran etexilate dari laporan pasca pemasaran di Jepang. Untuk menjamin keamanan pasien, dokter disarankan waspada jika pasien mengalami gejala perdarahan dan anemia serta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai pengobatan dan selama pengobatan dengan Dabigatran etexilate. Terdapat dua update informasi keamanan terkini obat pasca pemasaranan yang dipublikasikan, informasi keamanan pertama adalah untuk produk-produk obat golongan statin. US FDA telah menyetujui beberapa perubahan label produk obat penurun kolesterol golongan statin terkait aspek keamanan dan secara khusus FDA juga membahas tentang interaksi antara obat golongan statin tertentu dan obat HIV dan atau HCV protease inhibitor yang dapat meningkatkan risiko muscle injury. Informasi keamanan obat yang kedua adalah mengenai aspek keamanan produk obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor atau PPI) yang diperoleh dari US FDA. Terdapat informasi keamanan terkini berupa peningkatan risiko diare yang berhubungan dengan Clostridium difficile (Clostridium difficile-associated diarrhea atau CDAD) pada pasien yang menggunakan obat golongan PPI. Selain informasi keamanan, Buletin Berita MESO kali ini juga menampilkan sekilas tentang Siaran Pers yang berisi informasi tentang obat tetes hidung, Otrivin bets tertentu yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan dan sekilas tentang Penarikan CSL Human Albumin (ALBAPURE) bets tertentu karena adanya kontaminasi etilen glikol. Dalam Buletin edisi ini juga disampaikan mengenai profil pelaporan efek samping obat yang diterima oleh Pusat Farmakovigilans Nasional Badan POM RI pada tahun 2011. Pada bagian akhir, secara khusus disampaikan informasi mengenai aktivitas Surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Indonesia yang merupakan hasil kerjasama dengan Subdit Imunisasi, Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan RI. Semoga artikel pada edisi kali ini dapat bermanfaat bagi Sejawat Profesional Kesehatan sekalian. Saran dan masukan sangat kami nantikan untuk perbaikan Buletin Berita MESO edisi mendatang. Redaksi Daftar isi: Re-update Informasi Keamanan Pioglitazone 2 Informasi untuk Dokter: Dabigatran Etexilate (Pradaxa®) & Risiko Pendarahan : Dianjurkan untuk Memonitor Fungsi 3 Ginjal Sekilas tentang Siaran Pers: Obat Tetes Hidung Otrivin dengan Nomor Bets 10081062 TMS Mutu dan Keamanan 3 Informasi Aspek Keamanan Terkini: Obat Golongan Statin 4 Informasi Awal Aspek Keamanan Terkini: Penghambat Pompa Proton dan Peningkatan Risiko Diare yang 5 Disebabkan Bakteri Clostridium Difficile Sekilas tentang Penarikan ALBAPURE Bets tertentu terkait Kontaminasi Etilen Glikol 5 Profil Pelaporan Efek Samping Obat yang Diterima oleh Pusat Farmakovigilans Nasional Badan POM RI pada 6 Tahun 2011 Surveilan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Indonesia 7 Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO Re-update Informasi Keamanan Pioglitazone Informasi keamanan awal terkait pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih (bladder cancer) sebelumnya pernah dimuat dalam Buletin Berita MESO Volume 29 No. 2 bulan November 2011. tenaga kesehatan melalui Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Pioglitazone merupakan obat yang diindikasikan sebagai tambahan pada diet dan olahraga untuk memperbaiki kontrol gula darah pada pasien diabetes tipe 2. Pioglitazone bekerja dengan menurunkan resistensi insulin melalui aktivasi peroxisome proliferators activated receptor gamma (PPAR-ɣ) yang menyebabkan kenaikan sensitivitas insulin di hati, lemak, dan otot. Produk obat mengandung pioglitazone yang telah disetujui beredar di Indonesia adalah pioglitazone tunggal dan kombinasi pioglitazone dengan metformin. Contra Indications: Current bladder cancer or a history of bladder cancer Terdapat informasi keamanan terkini mengenai peningkatan risiko kanker kandung kemih (bladder cancer) pada pasien diabetes yang diterapi dengan pioglitazone. Informasi mengenai aspek keamanan penggunaan pioglitazone tersebut diperoleh dari hasil studi interim Kaiser Permanente Northern California (KPNC) di Amerika dan Studi CNAMTS di Perancis. Studi interim KPNC dan studi CNAMTS di Perancis merupakan studi epidemiologi yang meneliti tentang kaitan antara terapi pioglitazone pada pasien diabetes dan risiko kanker kandung kemih. Hasil studi interim KPNC menunjukkan peningkatan risiko kanker kandung kemih pada pasien diabetes yang menggunakan pioglitazone selama lebih dari 2 tahun sedangkan studi di Perancis menunjukkan peningkatan risiko kanker kandung kemih pada penggunan pioglitazone lebih dari 1 tahun. Terkait dengan isu keamanan pioglitazone ini, beberapa badan otoritas di negara lain seperti US Food and Drug Administrations, European Medicines Agency, Health Canada, dan Therapeutic Goods Administration Australia telah melakukan tindak lanjut regulatori berupa update label. Badan POM telah melakukan pengkajian aspek keamanan pioglitazone dan risiko kanker kandung kemih dalam rapat KOMNAS POJ terbatas pada tanggal 12 Januari 2012. Dari hasil rapat pengkajian tersebut Badan POM telah menetapkan tindak lanjut regulatori berupa update label oleh pemegang izin edar produk dengan penambahan informasi produk terkait risiko kanker kandung kemih pada bagian “contraindications” dan “warnings and precautions” untuk semua produk yang mengandung pioglitazone yang beredar dan juga menerbitkan informasi dear doctor letter kepada 2 Warnings and Precautions: Risk factors for bladder cancer should be assesses before initiating pioglitazone treatment (risks include age, smoking history, exposure to some occupational or chemotherapy agents e.g. cyclophosphamide or prior radiation treatment in the pelvic region). Any macroscopic haematuria should be investigated before starting pioglitazone therapy. Patients should be advised to promptly seek the attention of their physician if macroscopic haematuria or other symptoms such as dysuria or urinary urgency develop during treatment. Patients who received pioglitzone more than one year, should be evaluated periodically for bladder cancer risk by urinalysis. Tindak lanjut tersebut dilakukan Badan POM dalam rangka meningkatkan perlindungan yang optimal kepada masyarakat dan sebagai upaya jaminan keamanan obat yang beredar di Indonesia. Datfar Pustaka: 1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Update to ongoing safety review of Actos (pioglitazone) and increased risk of bladder cancer, 15 Juni 2011. 2. FRANCE, Afssaps, Press Release : Use of Medications Containing Pioglitazone (Actos®, Competact®) Suspended, 9 Juni 2011. 3. UK MHRA, Safety Warnings and Messages for medicine: New advice on risk of bladder cancer with the anti-diabetic drug pioglitazone (Actos▼, Competact▼), 22 Juli 2011. 4. Australia TGA, Safety advisory: Pioglitazone and risk of bladder cancer, 18 Juli 2011. 5. EMA, Press Release, ”European Medicines Agency clarifies opinion on pioglitazone and the risk of bladder cancer - Positive benefit-risk balance confirmed as second and third line treatment”, 21 Oktober 2011. 6. Health Canada, Advisory and Warning: Health Canada reviewing diabetes drug pioglitazone (Actos) and potential risk of bladder cancer, 17 Juni 2011. 7. Japan PMDA, PMDA: Safety measures for the diabetes medication “pioglitazon-containing products”, 23 Juni 2011. 8. Jerman-BfArM, Dear Doctor Letter (Rote-Hand-Brief) on medicinal products containing pioglitazone (Actos, competact, Tandemact): New contraindications and warnings due to a slightly increased risk of bladder cancer, 1 Agustus 2011. 9. Singapore-HSA. HSA's advisory on the use of pioglitazone, 8 Agustus 2011. 10. James D. Lewis. et al. Interim report of longitudinal cohort study: Risk of Bladder Cancer Among Diabetic Patients Treated with Pioglitazone. Diabetes Care. 2011; 34: 916-922. 11. Paris France-Caisse nationale de l’assurance maladie. Final report: Paris France, Risk bladder cancer in people with diabetes treated pioglitazone in France: a group study on SNIRAM and PMSI data, 7 Juni 2011. 12. Data Badan POM RI Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO INFORMASI UNTUK DOKTER DABIGATRAN ETEXILATE (PRADAXA®) & RISIKO PERDARAHAN: DIANJURKAN UNTUK MEMONITOR FUNGSI GINJAL Dabigatran etexilate (Pradaxa®) telah disetujui beredar di Indonesia sejak tahun 2009 dengan indikasi untuk pencegahan primer venous thromboembolic pada pasien dewasa yang telah menjalani operasi penggantian panggul total elektif atau operasi penggantian lutut total. Pada tahun 2011 telah disetujui penambahan indikasi untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrium dengan faktor risiko stroke seperti stroke iskemik sebelumnya, serangan iskemik transient (Transient Ischemic Attack), atau sistemik embolisme; dan disfungsi ventrikel kiri. Dabigatran etexilate merupakan anticoagulant oral yang bekerja dengan menghambat thrombin secara langsung. Perdarahan (bleeding) merupakan efek samping Dabigatran etexilate yang telah diketahui dan tercantum pada informasi produk. Berdasarkan laporan pasca-pemasaran, risiko perdarahan serius bahkan fatal dapat terjadi. Hal ini pertama kali dilaporkan tanggal 13 Juni 2011 di Jepang, bahwa terdapat satu laporan kasus perdarahan serius dan fatal pada pasien dengan gagal ginjal yang menerima Dabigatran etexilate. Tanggal 11 Agustus 2011 Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan (MHLW) Jepang menerima 4 kasus fatal yang disebabkan perdarahan. Dari 5 kasus fatal tersebut 1 orang lakilaki dan 4 orang wanita. Satu dari mereka berusia 70 tahun dan 4 lainnya berusia 80 tahun. Untuk menjamin keamanan pasien dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum dan selama pengobatan dengan Pradaxa® serta memantau pasien dari gejala-gejala perdarahan dan anemia dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi perdarahan. Tanggal 12 Agustus 2011 MHLW mempublikasikan hal tersebut melalui web. Menyikapi hal tersebut diatas, European Medicines Agency (EMA) setelah melakukan kajian laporan kasus perdarahan fatal yang berasal dari Jepang dan dari hasil penilaian kasus perdarahan yang diperoleh dari data seluruh dunia, pada tanggal 18 November 2011 melakukan press release tentang informasi terbaru keamanan Dabigatran Etexilate dan merekomendasikan agar dokter memperhatikan gejalagejala perdarahan dan menghentikan pengobatan bila terjadi perdarahan yang serius serta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai pengobatan dan secara berkala selama pengobatan dengan Pradaxa®. Badan Otoritas lain seperti US FDA, TGA Australia dan HSA Singapura juga melakukan press release serupa. dengan produsen Pradaxa® (Boehringer Ingelheim) dibandingkan dengan Warfarin. Pada saat ini, Badan POM telah menerima 2 laporan efek samping obat (ESO) yang diduga berkaitan dengan Dabigatran, 1 laporan berupa melaena, heart failure, cholecystitis dan 1 laporan berupa gejala thrombocytopenia dengan perdarahan melalui hidung, petechiae dan ecchymosis. Keduanya terjadi pada wanita usia 60 tahun dan 65 tahun untuk indikasi Stroke Prevention in Atrial Fibrilation (SPAF). Untuk itu perlu menjadi perhatian profesional kesehatan di Indonesia pada pasien dengan gejala-gejala perdarahan dan anemia dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum memulai pengobatan dan secara berkala selama pengobatan dengan Pradaxa® dan melaporkan bila terjadi efek samping obat (ESO) ke Badan Pengawas Obat dan Makanan RI menggunakan formulir pelaporan ESO (formulir kuning). Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan produk obat yang beredar di Indonesia. Datfar Pustaka: 1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Safety review of post-market reports of serious bleeding events with the anticoagulant Pradaxa (dabigatran etexilate mesylate), 7 Desember 2012. 2. EMA, European Medicines Agency updates on safety of Pradaxa, 18 November 2011.. 3. Australia-TGA, Dabigatran (Pradaxa) & the risk of bleeding: new recommendations for monitoring kidney function, 3 November 2012. 4. Singapore-HSA Safety Alerts: Bleeding events associated with dabigatran etexilate (Pradaxa): Recommendation to use with caution in the elderly and renally impaired patients, 27 Desember 2011. 5. Japan-PMDA, Warnings and Alerting: severe haemorrhages in patients treated with an anticoagulant “Prazaxa (dabigatran etexilate) capsule”, 12 Agustus 2011. 6. Data Badan POM RI Sekilas tentang Siaran Pers: Obat Tetes Hidung Otrivin dengan Nomor Bets 10081062 TMS Mutu dan Keamanan Berdasarkan laporan Industri Farmasi PT. Novartis Indonesia selaku produsen Obat Tetes Hidung Otrivin 0,1% bahwa di pasaran telah ditemukan produk Otrivin 0,1% dengan nomor bets 10081062 dan tanggal kadaluarsa Juli 2013 yang tidak memenuhi persyaratan (TMS) mutu dan keamanan. Otrivin 0,1% merupakan obat tetes hidung yang termasuk golongan obat bebas terbatas yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Sebagai upaya perlindungan masyarakat, Badan POM RI telah meminta PT. Novartis Indonesia untuk melakukan penarikan produk Otrivin 0,1% dengan nomor bets 10081062 dari peredaran di seluruh Indonesia. Kepada masyarakat diserukan untuk tidak membeli dan menggunakan produk Otrivin 0,1% dengan nomor bets 10081062 tersebut. Di samping itu, FDA sedang mengkaji kejadian expected perdarahan untuk menentukan frekuensi kejadian perdarahan pada penggunaan Pradaxa® melalui uji klinis besar (18000 pasien) bekerja sama Siaran Pers selengkapnya dapat diakses melalui website Badan POM RI: http://www.pom.go.id/public/press_release/detail.asp 3 Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO INFORMASI ASPEK KEAMANAN TERKINI : OBAT GOLONGAN STATIN tatin adalah golongan obat penurun lemak (antihiperlipidemia) yang digunakan untuk menurun-kan kadar kolesterol dan bekerja dengan menghambat secara kompetitif enzim 3-hydroxy3-methylglutaryl coenzym A reductase (HMG-CoA reductase). Di Indonesia, obat golongan statin beredar dalam bentuk tunggal adalah atorvastatin, atorvastatin calcium, fluvastatin natrium, lovastatin, pravastatin natrium, rosuvastatin calcium, simvastatin dan dalam bentuk kombinasi simvastatin dengan ezetimibe. S Pada tanggal 28 Februari 2012 dan 1 Maret 2012 US Food and Drug Administration (US FDA) telah menyetujui perubahan label produk obat penurun kolesterol golongan statin terkait aspek keamanan berdasarkan hasil kajian FDA dari database Adverse Events Reporting System (AERS), studi/literatur medis terpublikasi dan laporan hasil studi. Pada tanggal 28 Februari 2012, US FDA menerbitkan informasi keamanan perubahan label untuk statin sebagai berikut: Pemantauan enzim hati Penghapusan kalimat “pemantauan enzim hati rutin berkala”. Hal ini berdasarkan kesimpulan FDA bahwa kerusakan hati pada penggunaan statin jarang terjadi dan tidak dapat diprediksi, bersifat individual dan pemantauan tersebut tidak efektif dalam mendeteksi atau mencegah kerusakan hati serius. Informasi kejadian tidak diinginkan (adverse event) Penambahan informasi tentang potensi efek samping kognitif yang tidak serius dan reversible (kehilangan daya ingat/memory loss, kebingungan, dll) dan laporan kenaikan kadar gula darah dan hemoglobin glikosilasi (HbA1c) pada pasien yang mengkonsumsi statin. Interaksi obat Label lovastatin telah di-update dengan kontraindikasi baru dan pembatasan dosis ketika lovastatin digunakan dengan obat tertentu yang dapat meningkatkan risiko muscle injury. Beberapa waktu kemudian, tepatnya tanggal 1 Maret 2012, US FDA kembali menerbitkan update informasi keamanan statin, namun secara khusus membahas tentang interaksi antara obat golongan statin tertentu dan obat HIV dan atau Hepatitis C Virus (HCV) protease inhibitor, yang dapat meningkatkan risiko muscle injury. Terkait hal ini, US FDA menyampaikan Informasi tambahan untuk menjadi perhatian bagi pasien dan Profesional Kesehatan. Hal-hal yang harus menjadi perhatian pasien adalah: Obat HIV dan HCV protease inhibitor dapat berinteraksi dengan statin, yaitu meningkatkan risiko muscle injury. Pasien dihimbau menyampaikan informasi semua jenis obat yang digunakan sebelum memulai terapi obat HIV atau HCV protease inhibitor atau statin. HIV dan HCV protease inhibitor tidak boleh diminum bersama (dikontraindikasikan) dengan obat Lovastatin dan Simvastatin. 4 Pasien sebaiknya menghubungi dokter jika ada pertanyaan tentang obat HIV atau HCV protease inhibitor atau statin. Pasien sebaiknya melapor jika mengalami efek samping dari obat-obatan tersebut. Hal-hal yang harus menjadi perhatian Profesional Kesehatan, adalah: Penggunaan secara bersamaan obat HIV dan HCV protease inhibitor dan statin dapat meningkatkan kadar statin dalam darah, dan akan meningkatkan risiko myopathy, hingga risiko paling serius berupa rhabdomyolisis yang dapat merusak ginjal, memicu gagal ginjal dan dapat berakibat fatal. Profesional Kesehatan harus mengikuti rekomendasi pada label ketika melakukan peresepan obat HIV atau HCV protease inhibitor dengan obat statin. Profesional Kesehatan harus melaporkan efek samping yang terjadi akibat penggunaan obat HIV atau HCV protease inhibitor dan atau statin. Informasi selengkapnya tentang interaksi dan anjuran peresepan adalah sebagai berikut: Statin Atorvastatin Interacting protease inhibitor(s) Anjuran peresepan Tipranavir + ritonavir Telaprevir Hindari atorvastatin Lopinavir + ritonavir Gunakan atorvastatin secara hati-hati dan gunakan dengan dosis terendah seperlunya Darunavir + ritonavir Fosamprenavir Fosamprenavir + ritonavir Saquinavir + ritonavir Tidak boleh melebihi dosis 20 mg atorvastatin setiap hari Nelfinavir Tidak boleh melebihi dosis 40 mg atorvastatin setiap hari Fluvastatin Tidak ada data tersedia Lovastatin HIV protease inhibitors Boceprevir Telaprevir Dikontraindikasikan Pitavastatin Atazanavir ± ritonavir Darunavir + ritonavir Lopinavir + ritonavir Tidak ada pembatasan dosis Pravastatin Darunavir + ritonavir Lopinavir + ritonavir Tidak ada pembatasan dosis Rosuvastatin Atazanavir ± ritonavir Lopinavir + ritonavir Pembatasan dosis rosuvastatin hingga 10 mg sekali sehari Simvastatin HIV protease inhibitors Boceprevir Telaprevir Dikontraindikasikan Demikian informasi ini kami sampaikan dalam rangka kehati-hatian. Badan POM RI akan terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat beredar untuk melindungi kesehatan masyarakat. Daftar Pustaka: 1. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Important safety label changes to cholesterol-lowering statin drugs, 28 Februari 2012. 2. US FDA, FDA Drug Safety Communication: Interactions between certain HIV or hepatitis C drugs and cholesterol-lowering statin drugs can increase the risk of muscle Injury, 1 Maret 2012. 3. Data Badan POM RI Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO INFORMASI AWAL ASPEK KEAMANAN TERKINI : PENGHAMBAT POMPA PROTON DAN PENINGKATAN RISIKO DIARE YANG DISEBABKAN BAKTERI CLOSTRIDIUM DIFFICILE Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor atau PPI) yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko diare yang berhubungan dengan Clostridium difficile (Clostridium difficile-associated diarrhea atau CDAD) pada pasien yang menggunakan obat golongan PPI. Diagnosis CDAD harus dipertimbangkan bagi pengguna PPI dengan diare yang tidak membaik. Informasi tersebut berdasarkan hasil kajian FDA dari laporan yang diterima FDA's Adverse Event Reporting System (AERS) dan literatur medis. Sekilas tentang Penarikan ALBAPURE Bets Tertentu terkait Kontaminasi Etilen Glikol Baru-baru ini Badan POM RI memperoleh informasi dari CSL Limited Australia dan Therapeutic Goods Administration (TGA) Australia tentang penarikan larutan injeksi human albumin (Albumex) yang diproduksi oleh CSL Limited, Australia. Penarikan ini dilakukan karena kontaminasi etilen glikol dalam produk tersebut pada saat proses produksi. Kontaminasi etilen glikol dapat menimbulkan toksisitas akut dan efek tertunda dalam jangka waktu lebih dari 72 jam yang tidak dapat diperkirakan. Kontaminasi etilen glikol terjadi pada beberapa nomor bets larutan injeksi albumin yang diproduksi sejak 22 Agustus 2011 sampai tanggal 25 Januari 2012. Di Indonesia, produk human albumin produksi CSL Limited, Australia beredar dengan nama dagang Albapure 20 (Human Albumin 20%) dan nomor izin edar DKI0655900243. Terdapat 3 nomor bets produk human albumin yang terkontaminasi etilen glikol masuk ke Indonesia yaitu 3470550418, 3470500398, dan 3470500446. Menyikapi perkembangan permasalahan tersebut, dalam rangka tindakan kehati-hatian, Badan POM RI melakukan penghentian distribusi terhadap produk Albapure 20 bets tersebut di atas sejak tanggal 12 Maret 2012. Pihak PT. Dexa Medica selaku pemegang izin edar produk telah melaksanakan penarikan bets tersebut dan melaporkan kepada Badan POM RI. Hasil kajian FDA menunjukkan bahwa umumnya, laporan kasus efek samping CDAD terjadi pada pasien dengan faktor risiko usia lanjut, kondisi medis kronis atau pasien yang menggunakan antibiotik spektrum luas. Meskipun faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan risiko CDAD, namun peran PPI dalam meningkatkan risiko CDAD tidak dapat dikesampingkan. Pasien dengan faktor risiko yang menggunakan PPI secara bersamaan cenderung berkembang menjadi CDAD yang serius. Gejala CDAD umumnya berupa tinja encer, sakit perut, dan demam, dan kondisi pasien dapat berkembang menjadi yang lebih serius. Bila terjadi diare yang tidak membaik pada pemberian PPI dilakukan pengobatan CDAD dengan menggantikan cairan dan elektrolit serta penggunaan antibiotik khusus. Di Indonesia obat-obat golongan penghambat pompa proton yang telah disetujui beredar adalah omeprazole, lanzoprazole, natrium rabeprazole, natrium pantoprazole dan esomeprazole. Penghambat pompa proton digunakan untuk pengobatan jangka pendek tukak duodenal dan yang tidak responsif terhadap obat-obat antagonis reseptor H2, tukak lambung, esofagitis erosif dan sindroma Zollinger Ellison. Penghambat pompa proton bekerja menekan sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas enzim H/K ATP-ase (pompa proton) pada permukaan kelenjar sel parietal gastik pada pH<4. Berdasarkan informasi tersebut, Badan POM RI sedang melakukan pengkajian untuk menetapkan tindak lanjut regulatori yang tepat. Profesional Kesehatan dihimbau agar melaporkan efek samping obat golongan penghambat pompa proton (PPI) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO (formulir kuning) terlampir ke Badan POM. Badan POM RI akan secara terus menerus melakukan pemantauan aspek keamanan obat, dalam rangka memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat, dan sebagai upaya jaminan keamanan produk obat yang beredar di Indonesia. Datfar Pustaka: 1. US FDA: FDA Drug Safety Communication: clostridium difficile-associated diarrhea can be associated with stomach acid drugs known as proton pump inhibitors (PPIs), 8 Februari 2012. 2. Data Badan POM RI 5 Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO PROFIL PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT YANG DITERIMA OLEH PUSAT FARMAKOVIGILANS NASIONAL BADAN POM RI PADA TAHUN 2011 Dalam rangka pengawasan aspek keamanan obat pasca pemasaran, dilakukan pemantauan penggunaan obat melalui pelaporan sukarela dari petugas kesehatan terkait efek obat yang tidak diinginkan, utamanya efek samping obat yang belum diketahui pada saat obat diberikan persetujuan ijin edar. Jumlah laporan ESO yang diterima mulai tahun 2007 hingga tahun 2011 berfluktuasi. Untuk laporan dari tenaga kesehatan (formulir kuning) terjadi penurunan pada tahun 2009, namun pada tiga tahun berikutnya jumlah laporan cenderung mengalami peningkatan. Sedangkan untuk laporan dari industri farmasi terutama laporan kasus efek samping obat yang terjadi di Indonesia (local report) secara keseluruhan mengalami peningkatan mulai tahun 2008 hingga tahun 2011. Kasus efek samping obat yang terjadi di luar negeri (foreign report) mengalami peningkatan jumlah laporan yang cukup tinggi pada tahun 2009 namun pada tahun-tahun berikutnya lebih bersifat fluktuatif. Jumlah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Trend Laporan Efek Samping Obat di Indonesia Tahun 2007-2011 700 600 89 500 207 137 Tenaga Kesehatan 400 Jumlah 300 0 374 369 200 100 Industri Farmasi (Foreign Report) 431 Industri Farmasi (Local Report) 134 15 73 71 17 13 3 0 2007 2008 2009 2010 2011 25 Tahun Dari data laporan tenaga kesehatan yang diterima pada tahun 2011, 10 golongan obat yang diduga sering menimbulkan kasus efek samping antara lain : Antibiotik (22 %), Antacida (15%), NSAIDS (13%), Cardiac Therapy (12%), Analgesics (9%), Tuberculostatics (7%), Systemic Antivirals (7%), Vitamins (6%), Cough & Cold Preparation (5%), Diuretics (3%). Sedangkan 10 jenis efek samping yang sering dilaporkan meliputi rash (39 %), rash maculo papular (18%), nausea (11%), vomiting (7%), dyspnoea (6%), abdominal pain (5%), urticaria (4%), oedema periorbital (4%), tachycardia (3%), Steven Johnson Syndrome (3%). Profil laporan efek samping dan golongan obat yang diduga menimbulkan efek samping pada tahun 2011 dapat dilihat pada bagan dibawah. Profil 10 Besar Jenis Efek Samping Obat yang Dilaporkan Tahun 2011 Profil 10 Besar Golongan Obat yang Diduga Menimbulkan Efek Samping Obat Tahun 2011 ANTI BI OTI CS Ras h ANTACIDS, ANTI FLATULENTS AND ANTI-PEPTI C ULCERANTS 5% 4% Ras h ma cul o pa pula r NSAI D 22% 6% 5% 7% 4% 3% 3% Nause a 5% CARDIAC THERAPY 38% 6% ANALGESICS 7% Vomiti ng Dys pnoe a 15% Abdomi nal pa in 7% TUBERCULOSTATI CS 9% Urti ca ria SYSTEMI C ANTIVIRALS 12% 13% Oedema pe ri orbita l 11% VITAMINS 18% Tachycardi a COUGH & COLD PREPARATI ONS Steven Johnson Syndrome DIURETI CS Daftar Pustaka: 1. Data Badan POM RI 6 Volume 30, No.1, Juni 2012 Buletin Berita MESO SURVEILAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) DI INDONESIA KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis maupun kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Surveilan KIPI merupakan bagian dari pemantauan keamanan vaksin beredar yang dapat dilaksanakan secara aktif dan pasif. Surveilan KIPI yang dilaksanakan saat ini adalah surveilan KIPI pasif. Surveilan KIPI merupakan kegiatan yang bersifat komprehensif meliputi: penemuan dan pelaporan kasus KIPI, pelacakan kasus KIPI secara berkesinambungan serta penanganan medik terhadap KIPI, dan analisis kasus KIPI berdasarkan kajian klasifikasi lapangan dan kausalitas. Tujuan kegiatan surveilan KIPI adalah: umpan balik dan perbaikan Program Imunisasi, menjamin keamanan vaksin, memberikan perlindungan pada masyarakat, dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat, keamanan dan risiko imunisasi. Kasus KIPI dapat dikategorikan menjadi KIPI non serius dan KIPI serius. KIPI serius adalah setiap kejadian medis setelah imunisasi yang tidak diinginkan, yang menyebabkan kematian, rawat inap atau perpanjangan rawat inap, kecacatan yang menetap atau signifikan, atau yang mengancam kehidupan. KIPI serius wajib dilaporkan secara berjenjang dalam waktu 24 jam. Sedangkan KIPI non serius akan direkapitulasi dan dilaporkan secara berjenjang setiap bulan bersamaan dengan laporan rutin imunisasi. Format pelaporan ada dua macam, yaitu untuk KIPI non serius dan KIPI serius. Format KIPI serius akan dilengkapi dengan formulir investigasi, yang di dalamnya terdapat pengambilan sampel oleh Badan POM RI atau Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) bila diperlukan. Dari gambar di samping masyarakat dapat mengadukan adanya kasus KIPI ke Puskesmas, UPS atau RS. Laporan ke UPS akan diteruskan ke Puskesmas, kemudian Puskesmas dan RS akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk kasus KIPI serius maka Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran kasus KIPI serius tersebut, bila ternyata benar maka akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian bila perlu dilakukan investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan BB/BPOM Provinsi. Mengacu kepada SK Menkes tanggal 28 Februari 2008 No.203/Menkes/SK/XII/2008, Komnas PP – KIPI (Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) adalah badan independen yang terdiri dari para ahli, yang berperan untuk melakukan kajian terhadap laporan KIPI yang masuk. KOMNAS PP – KIPI bertanggung jawab pada Menteri Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Komnas PP-KIPI akan melakukan kajian kausalitas dari setiap laporan KIPI serius yang diterima dan dapat membantu proses investigasi kasus KIPI serius bila diperlukan. Penyelenggaraan surveilan KIPI dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat (Subdit Imunisasi) dengan jajarannya Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, bekerja sama dengan Komnas PP – KIPI, Komda (Komite Daerah) PP – KIPI, dan bekerjasama dengan Badan POM. Saat ini seluruh provinsi (33 provinsi) telah memiliki Komda PP-KIPI. Komda PP-KIPI akan melakukan investigasi setiap kasus KIPI serius berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan akan melakukan kajian lapangan dari setiap laporan KIPI serius yang diterima. Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kompetensi serta kinerja surveilan KIPI, saat ini Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan POM, Komnas PP-KIPI, Komda PP-KIPI dan WHO dalam menyelenggarakan penguatan dan revitalisasi sistem pelaporan surveilan KIPI, yang dimulai dari dua provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat (meliputi enam kabupaten/kota dan 344 puskesmas) serta Provinsi DI Yogyakarta (meliputi lima Kabupaten/kota dan 121 puskesmas). Proses surveilan KIPI ini tidak hanya meliputi vaksin program imunisasi, tetapi diharapkan juga meliputi vaksinvaksin lain yang digunakan di Indonesia. (Acknowledgements: Subdit Imunisasi, Ditjen P2PL, Kemenkes RI dan Komnas PP KIPI) 7 APA YANG PERLU DILAPORKAN ? BADAN POM RI DEWAN REDAKSI BULETIN BERITA MESO: Dra. Lucky S. Slamet, MSc.; Drs. Roland Hutapea, MSc; Dra. Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid; Dra. Endang Woro, Apt, MSc.; Dr. Suharti K.S., SpFK; Prof.Dr. Armen Muchtar, SpFK; Prof.Dr. Hedi Rosmiati, SpFK; Dr. Nafrialdi, SpPD, SpFK; Dra. Yunida Nugrahanti S., Apt, MP; Siti Asfijah Abdoellah, SSi, Apt, MMedSc; Dra. Ratna Irawati, MKes; Dra. Herawati Apt,Mbiomed; Dra. Warta Br. Ginting, Apt; Dra. Lela Amelia Apt., M.Epid; Rahma Dewi Handari, SSi, Apt; Zulfa Auliyati Agustina, S.KM.; Reni Setyawati, S.KM., M.Epid; Bowo Umbardiono, S.Kom; ALAMAT REDAKSI BULETIN BERITA MESO: Pusat MESO/Farmakovigilans Nasional Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jl. Percetakan Negara No. 23 Kotak Pos No. 143 JAKARTA 10560 Telp : (021) 4245459; 4244755 ext.. 111 Fax : (021) 4243605; 42883485 e-mail : [email protected]; [email protected] E T I K A DA L A M FA R MA KOV I GI L A N S Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping akibat obat perlu dilaporkan, baik obat yang digunakan dalam praktik klinik sehari-hari, termasuk obat program, vaksin, dan obat baru. Laporan tidak harus didasarkan atas kepastian seratus persen adanya hubungan kausal antara efek samping dengan obat. Bila Saudara menemukan reaksi yang masih diragukan hubungannya dengan obat yang digunakan, adalah lebih baik dilaporkan daripada tidak sama sekali. REAKSI-REAKSI APA YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN ? Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang bersangkutan . Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. Setiap reaksi efek samping serius, antara lain : Reaksi anafilaktik Diskrasia darah Perforasi usus Aritmia jantung Seluruh jenis efek fatal Kelainan congenital Perdarahan lambung Efek toksik pada hati Efek karsinogenik Kegagalan ginjal Edema laring Efek samping berbahaya seperti sindroma Stevens Johnson Serangan epilepsi dan neuropati Setiap reaksi ketergantungan Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan obat golongan opiat; walaupun demikian berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis APA PERANAN LAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) SAUDARA ? Setiap laporan ESO yang diterima dievaluasi oleh Badan POM RI sebagai Pusat MESO Nasional untuk menentukan hubungan kausal produk obat yang dicurigai dengan efek samping yang dilaporkan, menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESO Nasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed Lists. Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping obat yang Saudara jumpai. 8