15 BAB II TINJAUAN TEORITIS,HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

advertisement
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS,HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A.
Tinjauan Teoritis
1.
Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana
Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.1 Sedangkan menurut sudarto, hukum pidana
memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan
yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 2
Selain itu sudarto juga berpendapat bahwa pada dasarnya
hukum pidana berpokok 2 (dua) hal, yaitu :
a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu
Dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang,yang
memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan
semacam itu dapat di sebut “perbuatan yang dapat dipidana”
atau disingkat” perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime).
b. Pidana
Dimaksudkan bahwa penderitaan yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu itu3.
Istilah pidana harus dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam
Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) atau yang
biasa disebut asas nullum delictum nullapoena sine praevia lege poenale yang
diperkenalkan oleh Anselm Von ferbach, yang berbunyi sebagai berikut :
1
Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm.89
Sudarto, 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm.100
3
Sudarto, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang. Hlm.9
2
16
tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan yang telah ada sebelumnya.4
Menurut Bambang Poernomo hukum pidana adalah hukum sanksi,
yaitu:
1. Hukum pidana adalah hukum sanksi.
Maksudnya bahwa hukum tidak mengadakan norma sendiri
melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain dan
sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya normanorma di luar hukum pidana.
2. Hukum pidana dalam arti :
a) Obyektif ( ius poenale) meliputi :
(1) Pemerintah dan larangan yang pelanggarannya
diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang
berhak.
(2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat
di pergunakan.
(3) Aturan –aturan yang menentukan kapan dan dimana
berlakunya norma-norma tersebut.
b) Subyektif (ius puniendi) yaitu hak Negara menuntut
hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk
menjatuhkan serta melaksanakan pidana.5
3. Hukum pidana dibedakan dan di berikan arti menurut Van Apeldoorn,
yaitu:
a) Hukum pidana materil menunjuk pada tindakan-tindakan yang oleh
undang-undang dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman.
b) Hukum pidana formil (hukum acara pidana) mngatur cara
bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum
pidana materil.6
4. Hukum pidana dibedakan diberikan arti sebagai:
a) Hukum pidana umum
4
Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.2
Bambang Poernomo, 1989. Prinsip Penerapan Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.19
6
Van Apeldoorn, 1976. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm.336,347
5
17
Memuat peraturan yang berlaku untuk setiap orang. Contoh: Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
b) Hukum pidana khusus
Memuat peraturan untuk perbuatan – perbuatan khusus. Contoh:
Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang Psikotropika.
Menurut Sudarto, hukum pidana dapat di bagi menjadi
hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum
pidana materil memuat aturan-aturan yang menetapkan
dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat
dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk
dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai
pidana. Sedangkan hukum pidana formil mengatur
bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat
perlengkapannya
melaksanakan
haknya
untuk
mengenakan pidana.7
2.
Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki
banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna
serupa. Terjemahan tersebut diantaranya ada yang menyebutkan
delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa
pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.8
Tindak pidana menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang
melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat,
dalam arti bertentangan denga terlaksananya interaksi sosial dalam
7
8
Op.Cit. Hlm.10
Teguh Prasetyo, Op. Cit. Hlm. 47
18
masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial
dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana9.
Menurut Moeljatno “Perbuatan Pidana“. Beliau tidak menggunakan
istilah Tindak Pidana. Perbuatan Pidana menurut Moeljatno adalah
perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam
dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.10
Berdasarkan definisi diatas Moeljatno menjabarkan unsur-unsur
tindak pidana sebagai berikut:
a. Perbuatan
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum)
c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)
Menurut Simons, bahwa Strafbar feit ialah perbuatan melawan
hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang
mampu bertanggung jawab. Kesalahan yang dimaksud Simons
adalah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja) dan
culpa late (alpa dan lalai). 11
Van Hattum, mengatakan bahwa perkataan strafbaar feit itu berarti
voor straaf inaanmerking komend atau straaf verdienend yang juga
mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga perkataan
strafbaar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat undangundang di dalam KUHP itu secara eliptis, harus diartikan sebagai
9
Teguh Prasrtyo, 2011. Keadilan bermartabat perspektif teori hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta,
hlm. 74.
10
Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, hlm : 06
11
P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung,hlm. 181
19
suatu tindakan, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu
membuat seseorang menjadi dapat dihukum, atau feit terzakevan
hetwelkeen persoon strafbaar is.12
Pompe, memberikan dua macam definisi, yaitu yang bersifat teoritis
dan bersifat perundang-undangan. Definisi teoritis ialah pelangaran
norma (kaidah; tata hukum) yang diadakan karena kesalahan
pelanggar,
dan
yang
harus
diberikan
pidana
untuk
dapat
mempertahankan tata hukum demi menyelamatkan kesejahteraan
umum.13 Demikianlah beberapa rumusan-rumusan tentang tindak
pidana (Strafbaar feit) yang diberikan oleh para sarjana ahli dalam
hukum pidana. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya
menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan
tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya.
Perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur
hukum juga pernah menggunakan istilah strafbaar feit sebagai
berikut:
a. Tindak Pidana, Hampir seluruh peraturan perundang-undangan
menggunakan istilah tindak pidana.
b. Peristiwa hukum, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya
Mr.R.Tresna dalam bukunya asas-asas hukum pidana, Van
Schravendijk dalam buku pelajaran tentang hukum pidana
Indonesia, Zainal Abidin dalam buku hukum pidana.
12
13
Ibid. Hlm.185
Ibid. Hlm.182
20
c. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku pokok-pokok
hukum pidana yang ditulis oleh Tirtamidjaja. Istilah ini banyak
dijumpai dalam peraturan tentang kepabeanan.
d. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni
dan Schravendijk.
e. Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh
pembentuk Undang-Undang dalam Undang-Undang No. 12 / Drt
/ 1951 tentang senjata api dan bahan peledak.
f. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai
tulisan beliau, misalnya saat beliau menyatakan bahwa perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang
atau diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa
larangan ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkan
kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan
erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan
kejadian itu.14
b. Unsur-unsur Tindak Pidana
Dari rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, maka dapat
diketahui adanya 2 (dua) unsur tindak pidana, yaitu:15
a. Unsur obyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :
1. Sifat melanggar hukum;
2. Kualitas dari si pelaku
14
15
Moeljatno R. Asas-Asas Hukum pidana, 2008, Jakarta. hlm 59
PAF. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT.Citra Aditya Bakti.
Bandung, Hlm : 193-194
21
3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
b. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah :
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa)
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging
seperti yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
3. Perasaan takut atau stress seperti yang antara lain terdapat di
dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven)
menunjuk
pada
suatu
perbuatan,
yang
menurut
nilai-nilai
kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak
diatur dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan
rechtsdelicten.
Sedangkan
pelanggaran
menunjuk
pada
perbuatan
yang
oleh
masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya
sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh
karenanya disebut dengan wetsdelicten.
3. Macam-macam Tindak Pidana
Jenis-jenis pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP dimana dibedakan
atas pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:
1) Pidana pokok
a) Pidana mati
22
b) Pidana penjara
c) Pidana kurungan
d) Denda
e) Tutupan (diatur dalam Undang-Undang 20 Tahun 1946 tentang
hukuman tutupan)
2) Pidana tambahan
a) Pencabutan hak-hak tertentu
b) Perampasan barang-barang tertentu
c) Pengumuman putusan hakim
Tindak pidana dapat di beda-bedakan atas dasar-dasar tertentu,
yaitu:
a) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam
buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III. Kejahatan umumnya
diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran.
b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil
dan tindak pidana materil. Tindak pidana materil adalah tindak pidana
yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana yang
dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang mengakibatkan suatu akibat
tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu, sedangkan
tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dimaksudkan sebagai
wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh
perbuatan itu.
23
c) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dapat antara tindak pidana sengaja
dan tindak pidana tidak sengaja.
d) Berdasarkan macam perbuatannya, dibedakan antara tindak pidana
aktif / pasif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana
positif / negatif, disebut juga tindak pidana omisi.
e) Kesengajaan dan kealpaan
Kesengajaan adalah delik yang dilakukan dengan sengaja seperti Pasal
338 KUHP, sedangkan kealpaan adalah delik yang terjadi karena tidak
sengaja atau lalai, contoh Pasal 359 KUHP16.
f) Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang diteruskan
Delik yang berdiri sendiri adalah delik yang terdiri dari dari satu atau
lebih tindakan untuk menyatakan suatu kejahatan, contoh pencurian
Pasal 362 KUHP, delik yang diteruskan adalah delik-delik yang ada
hakekatnya merupakan suatu kumpulan dari beberapa delik yang
berdiri sendiri, contoh Pasal 221,261,282 KUHP17.
g) Delik Tunggal dan Delik Berangkai
Delik tunggal merupakan delik yang dilakukan hanya satu perbuatan
untuk terjadi delik itu. Sedangkan delik berangkai merupakan delik yang
dilakukan lebih dari satu perbuatan untuk terjadinya delik itu18.
16
P.A.F. LAmintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Cipta Aditya Bakti.
Bandung. Hlm.214
17
Ibid Hlm.216
18
Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.101
24
4. Tujuan Pidana
Tujuan pidana dari mulai pembalasan (revenge) atau untuk tujuan
memuaskan pihak-pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun
pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan, masih dianggap
primitif. Tujuan pidana lainnya yang masih dianggap primitif adalah
penghapusan dosa (expiation) atau retribusi (retribution) yaitu
melepaskan pelanggar hukum dari perbuatan jahat atau menciptakan
balasan antara yang hak dan yang batil. Perkembangan tujuan
penjatuhan hukuman dalam hukum pidana ialah untuk melindungi dan
memelihara ketertiban hukum guna mempertahankan keamanan dan
ketertiban masyarakat sebagai satu kesatuan ( for the public as a whole).
Hukum pidana tidak hanya melihat penderitaan korban atau penderitaan
terpidana, tetapi melihat ketentraman masyarakat sebagai satu kesatuan
yang utuh19.
Terdapat
berbagai
membenarkan
teori
(justification)
yang
membahas
penjatuhan
alasan-alasan
hukuman
atau
yang
sanksi.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Teori absolut dan mutlak (Vergeldingstheorie)
Hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku
karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan
terhadap orang lain atau anggota masyarakat. Setiap kejahatan harus
diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar.
19
Leden Marpaung, 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.4-5
25
Seseorang mendapat pidana oleh karena itu telah melakukan
kejahatan tidak dilibatakibat-akibat apapun dari dijatuhkan pidana.
Tidak dipedulikan apa masyarakat dirugikan, hanya dilihat kemasa
lampau, tidak dilihat ke masa depan20. Perkembangan tujuan pidana
ialah variasi dari bentuk – bentuk penjeraan baik ditunjukkan pada
pelanggar hukum, maupun kepada mereka yang mempunyai potensi
menjadi penjahat, pelindung hukum kepada masyarakat dari
perbuatan jahat, perbaikan kepada diri penjahat.21
b) Teori Relatif atau Nisbi (Doeltheorie)
Prevensi khusus yang dianut oleh Van Hamel (Belanda) mengatakan
bahwa tujuan prevensi khusus ialah mencegah niat buruk pelaku
(dader) bertujuan mencegah pelanggar mengulangi perbuatannya
atau mencegah bakal pelanggar melaksanakan perbuatan jahat
direncanakannya. Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi suatu
pidana ialah:
a) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah
penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak, melaksanakan
niat buruknya.
b) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.
c) Pidana harus mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak
mungkin diperbaiki
20
Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT. Eresco. Bandung.
Hlm.21
21
Op.Cit. Hlm.25
26
d) Tujuan satu-satunya pidana ialah mempertahankan tata tertib
hukum.22
Menurut Herbert dan Thomas Aquino mengatakan bahwa apabila
kejahatan tidak dibalas dengan pidana maka timbullah perasaan tidak
puas. Memidana penjahat adalah suatu keharusan menurut estetika,
dan menurut estetika penjahat harus dipidana seimbang dengan
penderitaan korbannya. Hal ini ditentang oleh Hazewinkel Suringa
bahwa perasaan hukum / sentiment belaka pada rakyat tidak boleh
menjadi dasar pidana.23
Suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana,
untuk ini tidaklah cukup suatu kejahatan, melainkan harus
dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat
atau si penjahat sendiri. Tidak dilihat pada masa lampau, melainkan
juga masa depan.24
Tujuan lebih jauh dari pidana tidak hanya pemidanaan penjahat akan
tetapi bagaimana penjahat dapat jera dari kejahatannya atau tidak
mengulangi perbuatannya (prevensi), sehingga masyarakat tidak
resah. Prevensi ini dibedakan: prevensi umum yang dijatuhkan pada
masyarakat agar tidak melakukan kejahatan, prevensi khusus yang
ditujukan pada penjahat agar benar-benar jera.
Adapun teori relatif atau nisbi dilandasi oleh tujuan sebagai berikut:
22
Op.Cit.Hlm.31
Op.Cit. Hlm.28
24
Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT.Eresco. Bandung.
Hlm.23
23
27
a) Menjerakan
Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana
menjadi jera dan tidak mengulang lagi perbuatannya (speciale
preventie) sera masyarakat umum mengetahui jika melakukan
perbuatan yang dilakukan terpidana, mereka akan mengalami
hukuman serupa (generale preventie).
b) Memperbaiki pribadi terpidana
Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama
menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak
akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat
sebagai orang yang baik dan berguna.
c) Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya.
Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan
membuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan
hukuman seumur hidup.
3) Teori Gabungan ( Verenigingstheorie )
Menurut Van Bemelen25, teori gabungan adalah pidana bertujuan
membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat tidaklah
bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan, jadi pidana dan
tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan
terpidana ke dalam kehidupan masyarakat. Teori gabungan dibagi
menjadi
25
Op.Cit. Hlm.31-33
tiga,
yaitu:
menitikberatkan
unsur
pembalasan;
28
menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat; menitikberatkan
pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat.
5. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian
Pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapatkan awalan
“pe” dan akhiran “an” yang berarti mengambil secara diam-diam,
sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang lain. Mencuri berarti
mengambil milik orang lain secara melawan hukum, orang yang mencuri
milik orang lain disebut pencuri. Pencurian sendiri berarti perbuatan atau
perkara yang berkaitan dengan pencurian.
Seseorang dikatakan pencuri jika semua unsur yang diatur
didalam pasal pencurian terpenuhi. Pemenuhan unsur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan itu hanyalah upaya minimal, dalam taraf
akan masuk ke peristiwa hukum yang sesungguhnya.26
Didalam ketentuan KUHP Indonesia, Pasal 362 menyatakan :
“Barangsiapa mengambil suatu barang yang seluruhnya atau
sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus
rupiah”.
Dari ketentuan di atas, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian
dalam bentuk pokok. Semua unsur dari kejahatan pencurian di rumuskan
secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-Pasal KUHP lainnya tidak
disebutkan lagi unsur tindak pidana pencurian, akan tetapi cukup
26
Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Melalui Pendekatan Hukum
Progresif. Sinar Grafika. Jakarta, Hlm : 01
29
disebutkan nama, kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur
pemberatan atau peringanan.
Penegakan hukum tindak pidana pencurian dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan, terdapat tiga macam pendekatan yang
dapat digunakan terhadap fenomena hukum di dalam masyarakat, yaitu
pendekatan moral, pendekatan ilmu hukum dan pendekatan sosiologis.
Baik pendekatan moral terhadap hukum maupun pendekatan ilmu hukum
terhadap hukum, keduanya berkaitan dengan bagaimana norma-norma
hukum membuat tindakan-tindakan menjadi bermakna dan tertib.
Pendekatan moral mencakupi hukum dalam suatu arti yang
berkerangka
luas,
melalui
pertalian
konstruksi
hukum
dengan
kepercayaan-kepercayaan serta asas yang mendasarinya yang dijadikan
benar-benar sebagai sumber hukum. Pendekatan ilmu hukum mencoba
untuk menentukan konsep-konsep hukum dan hubungannya yang
independen dengan asas-asas dan nilai-nilai non hukum. Kedua
pendekatan itu, meskipun memiliki perbedaan diantara keduanya, tetapi
keduanya sama-sama difokuskan secara sangat besar pada kandungan
dan makna hukum (subtansi dan prosedur hukum). Pendekatan sosiologis
juga mengenai hubungan hukum dengan moral dan logika internal
hukum.27
27
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, PT Yasrif Watampone, Ujung
Pandang, 1998. Hal 34-35.
30
Fokus utama pendekatan sosiologis menurut Gerald Turkel
adalah pada:28
1. Pengaruh hukum terhadap perilaku sosial;
2. Pada kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh warga masyarakat
dalam “the social world” mereka;
3. Pada organisasi social dan perkembangan social serta pranata-pranata
hukum;
4. Tentang bagaimana hukum dibuat;
5. Tentang kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan hukum.
Jika kita melakukan konstruksi hukum dan membuat kebijakankebijakan untuk merealisir tujuan-tujuannya, maka merupakan suatu hal
yang esensial, bahwa kita mempunyai pengetahuan empiris tentang
akibat yang dapat ditimbulkan, dengan berlakunya undang-undang atau
kebijakan-kebijakan tertentu terhadap perilaku warga masyarakat. Sesuai
dengan pendekatan sosiologis, kita harus mempelajari undang-undang
dan hukum tidak hanya yang berkaitan dengan maksud atau tujuan moral
etikanya dan juga tidak hanya yang berkaitan dengan subtansi undangundang itu, tetapi yang harus kita pelajari adalah yang berkaitan dengan
bagaimana undang-undang itu diterapkan dalam praktik.
Bergesernya pelaksanaan hukum dari tujuan yang semula
diinginkan oleh pembuat undang-undang, dalam sosiologi hukum lazim
dinamakan goal displacement (pembelokan tujuan) dan goal substitution
(penggantian tujuan). Hal itulah yang menyebabkan mengapa pendekatan
sosiologi hukum menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan metodemetode ilmu sosial untuk mempelajari berbagai masalah sosiologi
28
Ibid. Hal. 34-35
31
hukum. Sosiologi hukum utamanya menitikberatkan tentang bagaimana
hukum melakukan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum
menekankan
perhatiannya
terhadap
kondisi-kondisi
sosial
yang
berpengaruh bagi pertumbuhan hukum, bagaimana pengaruh hukum
mempengaruhi masyarakat.29
6. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum menurut Setiono adalah tindakan atau
upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang
oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.30 Sedangkan
menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk
melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau
kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama
manusia.31
Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal
yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundangundangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif
29
Ibid. Hal 35
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3
31
Muchsin, 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta.
Universitas Sebelas Maret hlm. 14
30
32
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah
suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan
apabila
sudah
terjadi
sengketa
atau
telah
dilakukan
suatu
pelanggaran.32
Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan
Hukum ada dua macam, yaitu:33
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan
hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang
didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya
perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk
bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada
32
33
Muchsin, Op. Cit. hlm. 20
Philipus M. Hadjon. 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi
tentang Prinsip- Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan
Umum dan Pembaentukan Peradilan Administrasi, Peradaban. hlm. 30
33
diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai
perlindungan hukum preventif.
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum
dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori
perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap
tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena
menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban
masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari
perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip
negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat
dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.7
Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya
pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman
34
kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau
lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
7. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian
Pencurian dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP :34
“barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian
termaksuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang
itu dengan melawan hak dihukum karena pencurian dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
900”.
Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur pada
Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:
(a) Barangsiapa,
(b) Mengambil
(c) Sesuatu barang, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain,
(d) Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.
Agar seorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana
pencurian, orang tersebut harus terlebih dahulu terbukti telah memenuhi
semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat didalam
rumusan Pasal 362 KUHP :
a) Barang siapa
Seperti telah diketahui unsur pertama dari tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 362 KUHP itu adalah yang lazim di terjemahkan orang
kedalam bahasa Indonesia dengan kata barangsiapa,atau terhadap
34
R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar. Politea.
Bogor, Hlm : 249
35
siapa saja yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana
yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, maka karena bersalah telah
melakukan tindak pidana pencurian tersebut, ia dapat dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda
setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah.
b) Mengambil
Unsur yang kedua dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam
Pasal 362 KUHP ialah wegnemen atau mengambil. Perlu kita
ketahui bahwa baik undang-undang maupun pembentukan undangundang ternyata tidak pernah memberikan sesuatu penjelasan tentang
yang dimaksud dengan perbuatan mengambil, sedangkan menurut
pengertian sehari-hari kata mengambil itu sendiri mempunyai lebih
dari satu yakni :
1. Mengambil dari tempat dimana suatu benda itu semula berada
2. Mengambil suatu benda dari penguasaan orang lain.
Menurut P.A.F. Laminating dan Theo Lamintang
“mengambil itu adalah suatu perilaku yang membuat suatu benda
dalam penguasaannya yang nyata, atau berada dibawah
kekuasaannya atau didalam detensinya, terlepas dari maksudnya
tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.”35
Selanjutnya P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang menjelaskan bahwa
perbuatan mengambil itu telah selesai,jika benda tersebut sudah berada
ditangan pelaku, walaupun benar bahwa ia kemudian telah melepaskan
35
P.A.F. Laminating dan theo lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan. Sinar Grafika, Jakarta, Hlm: 13
36
kembali benda yang bersangkutan karena ketahuan orang lain. Didalam
doktrin terdapat sejumlah teori tentang bilamana suatu perbuatan mengambil
dapat dipandang sebagai telah terjadi, masing-masing yakni:36
1. Teori Kontrektasi
Menurut teori ini adanya suatu perbuatan mengambil itu diisyaratkan
bahwa dengan sentuhan badaniah, pelaku telah memindahkan benda
yang bersangkutan dari tempatnya semula, jadi dengan kata lain
bahwa jika si pelaku (tindak pidana pencurian) telah memegang
barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah memegang
barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah berpindah
tempat maka menurut teori ini pencurian telah terjadi.
2. Teori Ablasi
Teori ini mengatakan untuk selesainya perbuatan mengambil itu
diisyaratkan bahwa benda yang bersangkutan harus telah diamankan
oleh pelaku, dengan kata lain bahwa jika barang yang hendak di curi
oleh pelaku sudah diamankan, maka menurut teori ini pencurian
telah terjadi. Contoh : pelaku sudah mengantongi uang yang hendak
dia curi
3. Teori Aprehensi
Menurut
toeri
ini,untuk
adanya
perbuatan
mengambil
itu
diisyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan
36
Ibid
37
berada dalam penguasaan yang nyata, dengan kata lain barang yang
hendak ia curi sudah ia kuasai sepenuhnya dan kecil kemungkinan
untuk diketahui. Contoh : pelaku yang sudah berada jauh dari tempat
dimana ia mencuri dan barang yang hendak ia curi sudah berhasil ia
amankan.
c) Sesuatu barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
Penjelasan barang karena sifatnya tindak pidana pencurian adalah
merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus
berharga dimana harga ini tidak selalu bersifat ekonomis.
Barang yang diambil dapat sebagian dimiliki oleh sipencuri, yaitu
apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi dan
si pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas
barang itu.
Hanya jika barang itu tidak dimiliki oleh siapa pun, misalnya sudah
dibuang oleh si pemilik, maka tidak ada tindak pidana pencurian.
Menurut R. soesilo memberikan pengertian sesuatu barang adalah
segala sesuatu yang berwujud termaksud pula binatang (manusia
tidak termaksud), misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya.37
Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan “gas”,
meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan lewat kawat atau
pipa. Barang disini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.
37
R. soesilo, Op.cit, Hlm 250
38
Barang sebagai objek pencurian harus kepunyaan atau milik orang
lain walaupun hanya sebagian saja. Hal ini memiliki pengertian
bahwa meskipun barang yang di curi tersebut merupakan sebahagian
lainnya adalah kepunyaan (milik) dari pelaku pencurian tersebut
dapat di tuntut dengan Pasal 362 KUHP.
Misalnya saja ada dua orang membeli sebuah sepeda motor dengan
modal pembelian secara patungan, kemudian setelah beberapa hari
kemudian salah seorang di antaranya mengambil sepeda motor
tersebut dengan maksud dimilikinya sendiri dengan tidak seizin dan
tanpa sepengetahuan rekannya maka perbuatan orang tersebut sudah
di kategorikan sebagai perbuatan mencuri.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa yang dapat menjadi
objek tindak pidana pencurian hanyalah benda-benda yang ada
pemiliknya saja sebaliknya bahwa barang-barang yang tidak ada
pemiliknya tidak dapat dijadikan sebagai objek dari pencuri,
misalnya binatang-binatang yang hidup di alam liar, dan barangbarang yang sudah dibuang oleh pemiliknya.
d) Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Mengenai wujud dari memiliki barang baik Pasal 362 KUHP perihal
pencurian., maupun Pasal 372 perihal penggelapan barang hal ini
tidak sama sekali di tegaskan. Unsur “melawan hukum” ini erat
berkaitan dengan unsur menguasai untuk dirinya sendiri. Unsur
“melawan hukum” ini akan memberikan warna pada perbuatan
39
“menguasai” itu menjadi perbuatan yang dapat dipidana. Secara
umum melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum, baik itu
hukum dalam artian objektif maupun hukum dalam artian subjektif
dan baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Memiliki secara melawan hukum itu juga dapat terjadi jika
penyerahan telah terjadi karena perbuatan- perbuatan yang sifatnya
melanggar hukum, misalnya dengan cara menipu, dengan cara
memalsukan surat kuasa dan sebagainya.38
Berdasarkan uraian unsur-unsur pencurian di atas, apabila dalam
suatu perkara tindak pidana pencurian unsur-unsur tersebut tidak
dapat dibuktikan dalam pemeriksaan disidang pengadilan, maka
majelis
hakim
akan
menjatuhkan
putusan
bebas
kepada
terdakwa.oleh karena itu proses pembuktian dalam persidangan perlu
kecermatan dan ketelitian khususnya bagi penyidik dan jaksa
penuntut umum dalam menerapkan unsur-unsur tersebut.
Setelah unsur-unsur Pasal 362 KUHP diketahui maka untuk melihat
lebih jauh perbuatan seperti apa sebenarnya yang di larang dan
diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP,maka akan dilihat makna
dari unsur-unsur. Patut kiranya dikemukakan, bahwa ciri khas
pencurian ialah mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain untuk dimiliki dengan cara melawan hukum.
8. Jenis Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian
38
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Hlm. 33
40
Ditinjau dari jenisnya, pencurian dari KUHP ada beberapa macam,
yaitu:
a. Pencurian Biasa
Biasa adalah pencurian sebagaimana yang dimaksud dalam PasalPasal 362 KUHP yang memiliki unsur sebagai berikut:
1) Mengambil barang
Mengambil barang merupakan unsur obyektif dari tindak pidana
pencurian menurut rumusan Pasal 362 KUHP. Kata mengambil
dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari,
memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain.39 Unsur
yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam kejahatan ini
adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda
dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.40 Pada pengertian
mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap
suatu barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan
nyata orang lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau
peniadaan penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang
tersebut, namun dalam rangka penerapan pasal ini tidak
dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena seandainya kemudian si
pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan kepada si pemilik
asal.
2) Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain
39
40
Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15
P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung.
Hlm.148
41
Pengertian barang juga telah mengalami proses perkembangan.
Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud
dan dapat dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian
ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang.
Barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai
dalam kehidupan ekonomi seseorang. Barang tidak perlu
kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena sebagaian dari
barang saja dapat menjadi obyek pencurian. Barang tidak ada
pemiiknya tidak dapat menjadi obyek pencurian.
3) Dengan maksud untuk memiliki barang bagi diri sendiri secara
melawan hukum
Perbuatan memiliki adalah si pelaku sadar bahwa barang yang
diambilnya merupakan milik orang lain. Maksud memiliki barang
bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu:
menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan
menukarkan, merubah dan sebagainya. Jadi setiap penggunaan
barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik.
Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana,
cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat
dipergunakan, misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu,
karena kejahatan pencurian telah selesai apabila perbuatan
mengambil barang telah selesai.
b. Pencurian dengan pemberatan
42
Pencurian dengan pemberatan yaitu dalam bentuk pokok sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP ditambah dengan unsur yang
memberatkan sehingga diancam dengan hukuman yang maksimumnya
lebih tinggi, yaitu dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun.
Rumusan dari Pasal 363 KUHP adalah sebagai berikut:
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
ke-1 pencurian ternak;
ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa
bumi, atau gempa laut, gunung meletus,kapal karam, kapal
terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau
bahaya perang;
ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh
orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki
oleh yang berhak;
ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;
ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,
atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan
merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak
kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
43
2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah
satu tersebut ke-4 dan ke-5 maka dikenakan pidana penjara paling
lama Sembilan tahun.
c. Pencurian dengan Kekerasan
Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP yaitu
diancam hukuman penjara maksimun 9 tahun, pencuri yang didahului,
disertai atau diiringi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap orang-orang dengan tujuan untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian itu, atau pada keadaan tertangkap tangan
supaya mempunyai kesempatan bagi sendiri atau orang lain yang turut
serta melakukan kejahatan itu, untuk melarikan diri atau supaya
barang yang dicuri tetap dalam kekuasaannya. Unsur-unsur dari Pasal
365 ayat (1), sebagai berikut:
1) Obyektif, yaitu:
a) Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti;
b) Oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang.
2) Subyektif, yaitu:
a) Dengan maksud untuk;
b) Mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau;
c) Jika tertangkap tangan dengan memberi kesempatan bagi diri
sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu;
d) Untuk melarikan diri;
e) Untuk mempertahankan pemilikan atas barang yang dicurinya.
44
Pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2)
KUHP yaitu apabila pencurian tersebut dilakukan:
Ke-1 pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di jalan umum, didalam kereta
api atau trem yang sedang berjalan
Ke-2 Dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih;
Ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara
membongkar, memanjat, anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian
jabatan palsu;
Ke-4 jika perbuatannya mengakibatkan luka berat.
d. Pencurian ringan
Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, yang dirumuskan
sebagai berikut:
1) Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal harga barang yang dicuri
tidak lebih dari Rp.25.-;
2) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih (Pasal 363 ayat (1)
sub 4 KUHP), asal harga barang tidak lebih dari Rp. 25,-dan;
3) Pencurian dengan masuk ke tempat kejahatan atau mencapai barang
yang dicuri dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, kunci
palsu dan sebagainya asal:
a) Harga barang tidak lebih dari Rp.25,-dan
b) Tidak dilakukan dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya.
45
Pasal ini praktis tidak berarti lagi, oleh karena pencurian ringan ini
dahulu hanya ada hubungannya dengan wewenang pengadilan
“landgerecht”, yang sekarang sudah tidak ada lagi41.
e. Pencurian dalam kalangan keluarga
Pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP
yang isinya sebagai berikut:
1) Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau
istri sendiri tidak dihukum, oleh karena orang-orang itu sama-sama
memiliki harta benda suami istri.bagi mereka yang tunduk pada
peraturan perkawinan menurut sipil, dimana berlaku peraturan
tentang cerai meja makan dan tempat tidur yang berarti perkawinan
mereka masih tetap berlangsung, akan tetapi hanya kewajiban
mereka untuk bersama-sama tinggal dalam satu rumah saja yang
ditiadakan, jika ada pencurian terjadi atas kerugian suami istri
sendiri yang telah bercerai meja makan itu, hanya dapat dituntut
apabila ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan;
2) Pencurian atau membantu pencurian oleh keluarga sedarah atau
keluarga karena perkawinan turunan lurus atau keluarga karena
perkawinan turunan menyimpang dalam derajat kedua;
3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu kekuasaan bapak
dilakukan oleh orang lain dari pada bapak kandung, maka
peraturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga tersebut pada
41
M.Sudradjat Bassar, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana. Remadja Karya. Bandung. Hlm.67
46
Pasal 367 ayat (2) KUHP berlaku pula pada orang itu, misalnya
seorang kemenakan yang mencuri harta benda ibunya adalah delik
aduan.
Berdasarkan Pasal 367 ayat (2) KUHP, apabila pelaku atau pembantu
dari pencurian – pencurian dan Pasal 362 KUHP sampai dengan Pasal
365 KUHP adalah suami atau istri dari si korban dan mereka yang
dibebaskan dari kewajiban berumah-bersama, atau keluarga semenda,
baik dalam keturunan lurus maupun keturunan menyimpang sampai
derajat kedua, maka terhadap orang itu sendiri hanya boleh dilakukan
penuntutan atas pengaduan si korban pencurian.42
B.
Hasil Penelitian
1. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pencurian Getah Karet PT.
Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas.
Tindak pidana merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan
secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut
dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undang-undang dinyatakan sebagai
suatu perbuatan yang dapat dihukum. Oleh karena itu jika seseorang
melakukan
tindak
pidana
maka
perbuatan
tersebut
harus
dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini, penulis membahas kasus tindak pidana pencurian Getah
Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas. Berikut Kasus
Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014.
42
Ibid. Hlm.68
47
Tabel 2.1
Kasus Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014.
No Waktu Kejadian
1. Rabu, 4-1-2012
2.
Rabu, 12-6-2013
3.
Senin, 14-7-2014
Uraian Kejadian
Pada
saat
keamanan
melakukan patroli
kebun
melihat
tersangka sedang
mencuri
lump
(getah
karet)
kemudian
di
tangkap
dan
dibawa ke kantor
afdeling.
Pada pkl. 14.30
saat
anggota
satpam Gunari dan
Tri
Joko
mengadakan
patroli di blok
kalijambe melihat
ada pencuri lump
(getah
Karet)
tanah
dan
kemudian pelaku
ditangkap beserta
barangbukti
kemudian
diamankan di pos
satpam
Kantor
Induk.
Pelaku
Sdr. Sugiman, 35
tahun
Alamat,
Dsn
Nalirejo,
Ds.
Ngajaran
Kec.
Tuntang
Kab.
Semarang.
TKP
Dsn.
Klopo
Ds. Bringin
Kab.
Semarang,
Afdeling
Begosari
Sdr. Mukhlasin,
43
th,
Dsn
bojong,
Ds
Bringin
kec.
Bringin
Dsn, Kalipare
Ds, Wiru
Kec.Bringin
Kab.
Semarang
Afd,
Galardowo.
Pencurian
lump Sdr, Basri 51 th, Afdeling
tanah dan lump Dsn Batur Kroya, begosari dan
mangkok
di Ds Bringin.
Afdeling
afdeling begosari
galardowo
dan
afdeling
(blok
galardowo
Gamboh).
tepatnya di blok
gamboh.
Sumber: Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga.43
43
Hasil wawancara dengan Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga AIPTU
Romli Usup, pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 10.00 WIB.
48
2. Posisi Kasus
a. Kasus I
Kasus I terjadi pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 dengan pelaku
bernama Sdr. Sugiman berumur 35 tahun beralamat di Dusun Nalirejo,
Desa. Ngajaran Kec. Tuntang Kab. Semarang, tempat kejadian perkara
di Dusun Klopo Desa Bringin Kab. Semarang, Afdeling Begosari.
Uraian kejadian pada kasus I adalah Sdr Sugiman berada di tempat TKP
lengkap dengan alat yang digunakan untuk mencuri getah karet yaitu
tempat penampung getah karet dan alat cungkil. Pada saat keamanan
melakukan patroli kebun melihat tersangka sedang mencuri lump (getah
karet) kemudian di tangkap dan dibawa ke kantor Afdeling Begosari.
Setelah ditangkap dan di bawa kekantor Afdeling Begosari oleh petugas
keamanan pelaku ditahan dikantor tersebut untuk selanjutnya diproses
ke kantor kepolisian Bringin dengan barang bukti alat pencukil dan alat
penampung karet beserta getah karet curian. Penegak hukum disini
adalah petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, sedangkan
korban yang dirugikan disini adalah PTPN IX Kebun Getas Salatiga.
Pada kasus I ini kasus tidak sampai ke pengadilan akan tetapi kasus
dapat di damaikan di kantor kepolisian dengan surat perjanjian antara
pelaku yaitu saudara sugiman dan pihak korban yaitu perwakilan dari
PTPN IX Kebun Getas Salatiga.
49
b. Kasus II
Kasus II terjadi pada hari rabu tanggal 12 Juni 2013 dengan pelaku Sdr.
Mukhlasin berumur 43 tahun, pelaku beralamat di Dusun Bojong, Desa
Bringin kec. Bringin Kab. Semarang, tempat kejadian perkara di Dusun
Kalipare Desa Wiru, Kec. Bringin, Kab. Semarang Afdeling Galardowo.
Pada pukul. 14.30 pelaku saudara Mukhlasin melakukan pencurian di
Dusun Kalipare Desa Wiru, seperti halnya pada kasus I Mukhlisin juga
menggunakan alat pencukil dan alat penampung dari getah karet yang
dicuri, ketika pelaku Mukhlasin sedang beraksi anggota satpam Gunari
dan Tri Joko sedang mengadakan patroli di blok kalijambe melihat ada
pencuri lump (getah Karet) tanah dan kemudian pelaku ditangkap
beserta barang bukti kemudian diamankan di pos satpam Kantor Induk.
Setelah dibawa di kantor Pos Satpam Induk pelaku dibawa oleh anggota
satpam ke kantor kepolisian Bringin.setelah berada di kantor kepolisian
kasus II dapat didamaikan oleh pihak Kepolisian tidak berlanjut ke meja
pengadilan. Hasil dari kasus II berakhir dengan di tanda tanganinya surat
perjanjian dan pernyataan dari pelaku kepada korban disini adalah PTPN
IX Kebun Getas Salatiga.
c. Kasus III
Kasus III terjadi pada hari Senin tanggal 14 Juli 2014 dengan pelaku
Saudara Basri, berumur 51 tahun, Dusun Batur Kroya, Desa Bringin,
tempat kejadian perkara di Afdeling begosari dan Afdeling galardowo
(blok Gamboh). Basri melakukan aksi pencurian seorang diri dengan
50
menggunakan penampung karet, ketika itu pelaku Basri sedang
mengambil getah karet di TKP, tidak sengaja pada hari senin petugas
patroli sedang berjalan memantau keadaan lapangan, Basri ditangkap
oleh petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, Basri mencuri
lump tanah dan lump mangkok di afdeling begosari dan afdeling
galardowo tepatnya di blok gamboh. Setelah tertangkap tangan mencuri
pelaku Basri di bawa ke kantor keamanan Afdeling Galardowo, pelaku
Basri mengakui semua perbuatanya yaitu telah mencuri di dua tempat
yaitu
afdeling begosari dan afdeling galardowo. Petugas keamanan
melaporkan pelaku Basri ke kantor Polisi, setelah Pelaku dan Korban di
kantor Polisi untuk menyelesaikan masalah ini Polisi berhasil
mendamaikan kedua belah pihak dan tidak sampai ke Pengadilan.
3. Analisis Hukum
Hukum pidana materil merupakan isi atau subtansi dari hukum pidana
itu sendiri, disini hukum pidana bermakna abstak atau dalam keadaan diam.
Sedangkan hukum pidana formil bersifat nyata atau konkret, disini hukum
pidana dalam keadaan bergerak atau dijalankan atau berada dalam suatu
proses. Sebelum membahas bagaimana penerapan hukum pidana dalam
kasus yang penulis teliti, maka terlebih dahulu diuraikan apa sebenarnya
yang dimaksud dengan hukum pidana materil. Terkait dengan hal itu,
Simons menyatakan bahwa:
“Hukum pidana materil mengadung petunjuk-petunjuk dan uraian-urian
delik, peraturan-peraturan tentang syarat-syarat hal dapat dipidananya
seseorang (strafbaarfeit), penunjukan orang yang dapat dipidana dan
51
ketentuan tentang pidananya, ia menetapkan siapa dan bagaiamana
orang itu dapat dipidana”.44
Selain itu, penjelasan mengenai hukum pidana materil juga dapat
dijumpai dalam definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh Moeljatno,
yang mengatakan bahwa :
“Hukum pidana adalah sebagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
(1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. (2)
menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagiamana yang diancamkan”.45
Dari dua pendapat ahli di atas, baik simons maupan moeljatno
berpandangan bahwa orang yang dapat dipidana adalah orang yang dalam
keadaan tertentu telah melakukan suatu perbuatan, yang mana perbuatan
tersebut telah diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai
perbuatan yang dapat dihukum.
Kasus I, Kasus II, dan Kasus III pada penelitian ini berbeda, hukum
tindak pencurian pada kasus ini dengan korban PTPN IX dan pelaku adalah
warga sekitar perkebunan milik PTPN IX. Tindak pidana pencurian yang
diatur dalam KUHP belum bisa diterapkan pada kasus ini dikarenakan
PTPN IX menyadari bahwa perkebunan terletak di sekeliling pemukiman
warga. Apabila Undang-undang pidana pencurian benar-benar diterapkan
maka masyarakat akan menilai negatif kepada PTPN, hal ini dikhawatirkan
44
PAF Lamintang dan Theo Lamintang, Delik – Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta
Kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 54.
45
Muljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Renika Cipta, Jakarta, 2008, h. 60.
52
akan timbul konflik antara PTPN IX dengan masyarakat, sehingga apabila
ada kasus pencurian getah karet kasus akan berakhir damai dengan
didamaikan oleh pihak kepolisian bersama aparat Desa dan korban PTPN
IX.
Alasan lain pada kasus I, kasus II, dan kasus III tidak dilanjutkan pada
laporan Polisi dan dilimpahkan pada pengadilan atau dilakukan dengan jalan
damai, pelaku I mengakui segala kesalahan yang ia perbuat dan pelaku
mengaku bahwa dia mengambil getah hanya satu kali dan itu ia lakukan
karena tidak punya uang untuk menghidupi keluarga, berikut pengakuan
pelaku I saat peneliti mewawancarai pelaku I.
“Ya mas, saat itu saya mengambil getah karet lump yang
sudah jatuh di tanah, sekarang saya kapok,saya memohon
maaf atas perbuatan yang saya lakukan, saya itu melakukan
pencurian ini hanya satu kali aja, dan saya berjanji tidak
akan melakukan perbuatan tersebut, saya juga jelaskan
bahwa ini saya lakukan untuk menghidupi anak istri, saja
juga meminta untuk jangan sampai di penjara, itu mas yang
saya katakan pada pak polisi. setelah kejadian itu malah
PTPN menawari saya sebidang tanah untuk digarap
ditanami jagung dan lain-lain disela-sela pohon karet yang
masih kecil dan saya disuruh menjaganya” .46
Penuturan dari pelaku I di benarkan oleh petugas keamanan yang
menyatakan bahwa petugas keamanan bertugas sesuai dengan prosedur
yang ada, yaitu menangkap pelaku pencurian kemudian di bawa kekantor
untuk dilaporkan ke pihak polisi. Setelah laporan kepihak polisi kasus
46
Hasil Wawancara dengan Bapak Sugiman (tersangka) Pada Tanggal 14 April 2016 pukul 09.30
WIB.
53
pencurian biasanya di akhiri dengan perdamaian. Berikut penuturan dari
petugas keamanan
Ya mas sebagai petugas keamanan PTP kalau ada yang
tertangkap tangan mencuri ya kami tangkap dan kami bawa
kekantor kemudian kami teruskan ke pihak kepolisian,
biasanya kasus pencurian ini tergolong kecil dengan pelaku
warga sekitar perkebunan, tapi kasus pencurian ini
sepanjang saya menjadi keamanan disini tidak ada yang di
penjara.47
Pihak perusahaan membenarkan bahwa pihaknya selalu
mengambil keputusan yang dirasa adil yaitu menempuh jalur
damai untuk menyelesaikan kasus pencurian, pihak
perusahaan menginginkan ada kerjasama antara perusahaan
dengan masyarakat. Untuk menempuh jalur hukum itu bagi
pihak perusahaan dirasa sangat riskan karena perusahaan
menyadari bahwa letak geografis dari perkebunan milik
perusahaan terletak di tengah-tengah perkampungan warga
dan di kelilingi oleh pemukiman penduduk dan jumlah
barangbukti ciruan yang sedikit antara 1 – 10 kg, disisi lain
perusahaan ingin menjalin hubungan baik dengan
masyarakat, apabila perusahaan melanjutkan kasus pencurian
ke persidangan maka hal yang dikhawatirkan adalah akan
terjadinya konflik antara perusahaan dan masyarakat karena
dilihat dari bukti curian karet tersebut tidak dalam jumlah
banyak, perusahaan tidak menghendaki hal seperti itu, damai
adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan semua masalah.
Alasan lain adalah apabila ada pencuri tertangkap dan telah di
bawa ke pihak kepolisian maka ada istilah titip pelaku
sehingga perusahaan menyediakan uang rokok bagi oknumoknum kepolisian, ini dirasa sangat merugikan perusahaan di
bandingkan dengan barangbukti karet yang telah dicuri
sehingga mulai tahun 2015 ada peraturan bahwa apabila
petugas – petugas keamanan PTPN IX menangkap pencuri
karet maka hanya disita hasil curiannya dan pelaku langsung
dilepaskan.48
Begitu juga penuturan dari pelaku II, dimana menurut pengakuanya ia
hanya mengambil sisa getah karet yang tertempel di pohon menggunakan
47
Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan PTPN IX Pada Tanggal
20 April 2016 Pukul 09.00 WIB.
48
Hasil Wawancara Dengan Bapak Agung Prasetyo, SP.MM Administratur (ADM) PTPN IX
Kebun Getas Salatiga Pada tanggal 25 April 2016 Pukul 10.00 WIB.
54
alat pencungkil dan ember sebagai wadahnya, karena pelaku II tidak
mengetahui bahwa yang diambil itu ternyata getah karet yang belum di
ambil oleh pekerja PTPN IX maka pelaku II dianggap mencuri dan di
tangkap oleh pihak keamanan, berikut hasil wawancara peneliti dengan
pelaku II
Benar mas yang mas katakan pada saat itu sebenarnya saya tidak
bermaksud mencuri getah karet yang ada di perkebunan PTPN, yang
saya tahu getah tersebut sebelumnya sudah diambil oleh para pekerja
PTPN dan saya mengambil sisa-sisa getah karet.saya dianggap oleh
petugas keamanan mencuri getah tersebut dan saya di tangkap.
Soal kasus saya, saya mengakui semua perbuatan saya mas, saya
disuruh membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan
pencurian karet. untungnya pihak PTPN mengampuni perbuatan
saya. Dan PTPN bersedia untuk memaafkan perbuatan saya49.
Pernyataan pelaku II juga di benarkan oleh pihak keamanan
yang selalu melakukan patroli di PTPN ia membenarkan bahwa
setiap kasus yang terjadi pada PTPN selalu berakhir dengan damai
karena perusahaan menghendaki hal seperti itu.50
Pelaku III menuturkan bahwa ketika ia tertangkap tangan sedang
melakukan aksi pencurian. menurut penjaga keamanan, ia mengakui semua
tuduhan
yang
dilontarkan
oleh
pihak
keamanan
perkebunan
ia
membenarkan bahwa ia mengambil getah karet yang sedang disadap, tapi ia
mengambil getah karet dalam ukuran kecil, kemudian ia meminta maaf
kepada pihak perwakilan perusaan dan berjanji tidak akan melakukan
49
Hasil Wawancara Dengan Bapak Mukhlasin (tersangka) pada Tanggal 15 April 2016 Pukul
11.00 WIB
50
Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan Pada Tanggal 20 April
2016 Pukul 09.00 WIB.
55
mengambil barang yang bukan merupakan miliknya. Ia juga membuat surat
pernyataan yang disaksikan oleh pihak kepolisian, dan korban yaitu pihak
PTPN, berikut penuturan dari pelaku III tentang pencurian yang ia lakukan.
Ya benar mas saya dulu ditangkap oleh pihak keamanan
PTPN karena saya mengambil getah karet, saya sudah kapok
dan saya tidak akan mencuri lagi, yang saya curi kalau dijual
itu paling harganya sekitar Rp 15.000 tetapi karena
tertangkap, pihak kepolisian mewakili perusahaan meminta
uang damai senilai Rp 1.500.000 ya sudah dari pada saya
masuk penjara lebih baik saya bayar uang itu 51.
Penulis juga berkesempatan untuk mewawancarai anggota kepolisian
sektor Bringin (Polsek Bringin) beliau mengatakan bahwa tidak pernah ada
sama sekali laporan dan penanganan tentang pencurian getah karet.52
Apabila dianalisis menggunakan kitab undang-undang hukum pidanan
Kasus I, Kasus II, dan Kasus III dalam pencurian getah karet milik PTPN IX
merupakan tindak pidana pencurian biasa, sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 362 KUHP yang memiliki unsur obyektif. Menurut rumusan
Pasal 362 KUHP. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada
menggerakkan tangan dan jari, memegang barangnya dan mengalihkannya
ke tempat lain.53 Unsur yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam
kejahatan ini adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda
dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.54 Pada pengertian
mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap suatu
51
Hasil Wawancara Dengan Bapak Basri (tersangka) Pada Tanggal 16 April 2016 Pukul 14.00
WIB
52
Hasil Wawancara Dengan Bapak AIPDA Subandi Anggota Kepolisian Sektor Bringin
(POLSEK Bringin) Kab. Semarang Pada Tanggal 4 Mei 2016 Pukul 11.00 WIB
53
Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15
54
P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung.
Hlm.148
56
barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang
lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan
nyata sendiri dari penguasaan nyata orang tersebut, namun dalam rangka
penerapan pasal ini tidak dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena
seandainya kemudian si pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan
kepada si pemilik asal.
Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain dengan
pengertian bahwa barang juga telah mengalami proses perkembangan.
Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat
dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian ditafsirkan sebagai
setiap bagian dari harta benda seseorang. Barang itu harus ditafsirkan
sebagai sesuatu yang mempunyai nilai dalam kehidupan ekonomi seseorang.
Barang tidak perlu kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena
sebagaian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian.
Pelaku sadar bahwa barang yang diambilnya merupakan milik orang
lain. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai
jenis perbuatan, yaitu: menjual, memakai, memberikan kepada orang lain,
menggadaikan
menukarkan,
merubah
dan
sebagainya.
Jadi
setiap
penggunaan barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik.
Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana, cukup
apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan,
misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu, karena kejahatan
pencurian telah selesai apabila perbuatan mengambil barang telah selesai.
57
Upaya pencegahan kejahatan pencurian getah karet oleh warga sekitar
perkebunan dapat berarti menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak
terjadi kejahatan. Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan
sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat
sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang
dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang
bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Peran
pemerintah
yang
begitu
luas,
maka
kunci
dan
strategis
dalam
menanggulangi kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi
nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara
golongan besar penduduk. Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab
atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena terbatasnya
sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak
efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga tidak memungkinkan
mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan
dengan usaha pencegahan kejahatan. Oleh karena itu, peran serta
masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan pencurian menjadi hal
yang sangat diharapkan.
upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak perusahaan PTPN IX
untuk mencegah terjadinya tindak pidana adalah dengan menanamkan nilainilai atau norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi
dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan
58
pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut
maka tidak akan terjadi kejahatan.
Upaya-upaya Preventif merupakan tindak lanjut dari upaya yang
masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam
upaya Preventif yang ditekankan oleh PTPN IX adalah menghilangkan
kesempatan untuk dilakukannya kejahatan, seperti ada orang ingin mencuri
getah karet tetapi kesempatan itu dihilangkan karena ada penjaga hutan
yang sedang berpatroli yang ada ditempatkan di pos jaga, dengan demikian
kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Penanggulangan
kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau
timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik
daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali.
Upaya
represif
dilakukan
pada
saat
telah
terjadi
tindak
pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law
enforcement). Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan
secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan .
Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para
pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya
kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan
perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga
tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya
mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. Upaya represif
yang dilakukan oleh PTPN IX adalah upaya perdamaian secara
59
kekeluargaan seperti yang sudah dijelaskan di awal yaitu apabila ada
pencurian getah karet dan pelakunya tertangkap maka hasil curian disita
serta diselesaikan dengan cara damai dan kekeluargaan.
Download