15 BAB II TINJAUAN TEORITIS,HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Tinjauan Teoritis 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.1 Sedangkan menurut sudarto, hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 2 Selain itu sudarto juga berpendapat bahwa pada dasarnya hukum pidana berpokok 2 (dua) hal, yaitu : a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang,yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat di sebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat” perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime). b. Pidana Dimaksudkan bahwa penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu3. Istilah pidana harus dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) atau yang biasa disebut asas nullum delictum nullapoena sine praevia lege poenale yang diperkenalkan oleh Anselm Von ferbach, yang berbunyi sebagai berikut : 1 Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm.89 Sudarto, 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm.100 3 Sudarto, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang. Hlm.9 2 16 tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya.4 Menurut Bambang Poernomo hukum pidana adalah hukum sanksi, yaitu: 1. Hukum pidana adalah hukum sanksi. Maksudnya bahwa hukum tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya normanorma di luar hukum pidana. 2. Hukum pidana dalam arti : a) Obyektif ( ius poenale) meliputi : (1) Pemerintah dan larangan yang pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak. (2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat di pergunakan. (3) Aturan –aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma-norma tersebut. b) Subyektif (ius puniendi) yaitu hak Negara menuntut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.5 3. Hukum pidana dibedakan dan di berikan arti menurut Van Apeldoorn, yaitu: a) Hukum pidana materil menunjuk pada tindakan-tindakan yang oleh undang-undang dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman. b) Hukum pidana formil (hukum acara pidana) mngatur cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materil.6 4. Hukum pidana dibedakan diberikan arti sebagai: a) Hukum pidana umum 4 Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.2 Bambang Poernomo, 1989. Prinsip Penerapan Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.19 6 Van Apeldoorn, 1976. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm.336,347 5 17 Memuat peraturan yang berlaku untuk setiap orang. Contoh: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). b) Hukum pidana khusus Memuat peraturan untuk perbuatan – perbuatan khusus. Contoh: Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang Psikotropika. Menurut Sudarto, hukum pidana dapat di bagi menjadi hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Sedangkan hukum pidana formil mengatur bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana.7 2. Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.8 Tindak pidana menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan denga terlaksananya interaksi sosial dalam 7 8 Op.Cit. Hlm.10 Teguh Prasetyo, Op. Cit. Hlm. 47 18 masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana9. Menurut Moeljatno “Perbuatan Pidana“. Beliau tidak menggunakan istilah Tindak Pidana. Perbuatan Pidana menurut Moeljatno adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.10 Berdasarkan definisi diatas Moeljatno menjabarkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut: a. Perbuatan b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar) Menurut Simons, bahwa Strafbar feit ialah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kesalahan yang dimaksud Simons adalah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja) dan culpa late (alpa dan lalai). 11 Van Hattum, mengatakan bahwa perkataan strafbaar feit itu berarti voor straaf inaanmerking komend atau straaf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga perkataan strafbaar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat undangundang di dalam KUHP itu secara eliptis, harus diartikan sebagai 9 Teguh Prasrtyo, 2011. Keadilan bermartabat perspektif teori hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta, hlm. 74. 10 Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, hlm : 06 11 P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm. 181 19 suatu tindakan, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum, atau feit terzakevan hetwelkeen persoon strafbaar is.12 Pompe, memberikan dua macam definisi, yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat perundang-undangan. Definisi teoritis ialah pelangaran norma (kaidah; tata hukum) yang diadakan karena kesalahan pelanggar, dan yang harus diberikan pidana untuk dapat mempertahankan tata hukum demi menyelamatkan kesejahteraan umum.13 Demikianlah beberapa rumusan-rumusan tentang tindak pidana (Strafbaar feit) yang diberikan oleh para sarjana ahli dalam hukum pidana. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya. Perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum juga pernah menggunakan istilah strafbaar feit sebagai berikut: a. Tindak Pidana, Hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana. b. Peristiwa hukum, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya Mr.R.Tresna dalam bukunya asas-asas hukum pidana, Van Schravendijk dalam buku pelajaran tentang hukum pidana Indonesia, Zainal Abidin dalam buku hukum pidana. 12 13 Ibid. Hlm.185 Ibid. Hlm.182 20 c. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku pokok-pokok hukum pidana yang ditulis oleh Tirtamidjaja. Istilah ini banyak dijumpai dalam peraturan tentang kepabeanan. d. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni dan Schravendijk. e. Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh pembentuk Undang-Undang dalam Undang-Undang No. 12 / Drt / 1951 tentang senjata api dan bahan peledak. f. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau, misalnya saat beliau menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang atau diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu.14 b. Unsur-unsur Tindak Pidana Dari rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, maka dapat diketahui adanya 2 (dua) unsur tindak pidana, yaitu:15 a. Unsur obyektif dari suatu tindak pidana itu adalah : 1. Sifat melanggar hukum; 2. Kualitas dari si pelaku 14 15 Moeljatno R. Asas-Asas Hukum pidana, 2008, Jakarta. hlm 59 PAF. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT.Citra Aditya Bakti. Bandung, Hlm : 193-194 21 3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. b. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah : 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa) 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; 3. Perasaan takut atau stress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan rechtsdelicten. Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan wetsdelicten. 3. Macam-macam Tindak Pidana Jenis-jenis pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP dimana dibedakan atas pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu: 1) Pidana pokok a) Pidana mati 22 b) Pidana penjara c) Pidana kurungan d) Denda e) Tutupan (diatur dalam Undang-Undang 20 Tahun 1946 tentang hukuman tutupan) 2) Pidana tambahan a) Pencabutan hak-hak tertentu b) Perampasan barang-barang tertentu c) Pengumuman putusan hakim Tindak pidana dapat di beda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu: a) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III. Kejahatan umumnya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran. b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana yang dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang mengakibatkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu, sedangkan tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dimaksudkan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu. 23 c) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dapat antara tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja. d) Berdasarkan macam perbuatannya, dibedakan antara tindak pidana aktif / pasif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana positif / negatif, disebut juga tindak pidana omisi. e) Kesengajaan dan kealpaan Kesengajaan adalah delik yang dilakukan dengan sengaja seperti Pasal 338 KUHP, sedangkan kealpaan adalah delik yang terjadi karena tidak sengaja atau lalai, contoh Pasal 359 KUHP16. f) Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang diteruskan Delik yang berdiri sendiri adalah delik yang terdiri dari dari satu atau lebih tindakan untuk menyatakan suatu kejahatan, contoh pencurian Pasal 362 KUHP, delik yang diteruskan adalah delik-delik yang ada hakekatnya merupakan suatu kumpulan dari beberapa delik yang berdiri sendiri, contoh Pasal 221,261,282 KUHP17. g) Delik Tunggal dan Delik Berangkai Delik tunggal merupakan delik yang dilakukan hanya satu perbuatan untuk terjadi delik itu. Sedangkan delik berangkai merupakan delik yang dilakukan lebih dari satu perbuatan untuk terjadinya delik itu18. 16 P.A.F. LAmintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Cipta Aditya Bakti. Bandung. Hlm.214 17 Ibid Hlm.216 18 Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.101 24 4. Tujuan Pidana Tujuan pidana dari mulai pembalasan (revenge) atau untuk tujuan memuaskan pihak-pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan, masih dianggap primitif. Tujuan pidana lainnya yang masih dianggap primitif adalah penghapusan dosa (expiation) atau retribusi (retribution) yaitu melepaskan pelanggar hukum dari perbuatan jahat atau menciptakan balasan antara yang hak dan yang batil. Perkembangan tujuan penjatuhan hukuman dalam hukum pidana ialah untuk melindungi dan memelihara ketertiban hukum guna mempertahankan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai satu kesatuan ( for the public as a whole). Hukum pidana tidak hanya melihat penderitaan korban atau penderitaan terpidana, tetapi melihat ketentraman masyarakat sebagai satu kesatuan yang utuh19. Terdapat berbagai membenarkan teori (justification) yang membahas penjatuhan alasan-alasan hukuman atau yang sanksi. Diantaranya adalah sebagai berikut: a) Teori absolut dan mutlak (Vergeldingstheorie) Hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggota masyarakat. Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. 19 Leden Marpaung, 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.4-5 25 Seseorang mendapat pidana oleh karena itu telah melakukan kejahatan tidak dilibatakibat-akibat apapun dari dijatuhkan pidana. Tidak dipedulikan apa masyarakat dirugikan, hanya dilihat kemasa lampau, tidak dilihat ke masa depan20. Perkembangan tujuan pidana ialah variasi dari bentuk – bentuk penjeraan baik ditunjukkan pada pelanggar hukum, maupun kepada mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat, pelindung hukum kepada masyarakat dari perbuatan jahat, perbaikan kepada diri penjahat.21 b) Teori Relatif atau Nisbi (Doeltheorie) Prevensi khusus yang dianut oleh Van Hamel (Belanda) mengatakan bahwa tujuan prevensi khusus ialah mencegah niat buruk pelaku (dader) bertujuan mencegah pelanggar mengulangi perbuatannya atau mencegah bakal pelanggar melaksanakan perbuatan jahat direncanakannya. Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi suatu pidana ialah: a) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak, melaksanakan niat buruknya. b) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana. c) Pidana harus mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki 20 Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT. Eresco. Bandung. Hlm.21 21 Op.Cit. Hlm.25 26 d) Tujuan satu-satunya pidana ialah mempertahankan tata tertib hukum.22 Menurut Herbert dan Thomas Aquino mengatakan bahwa apabila kejahatan tidak dibalas dengan pidana maka timbullah perasaan tidak puas. Memidana penjahat adalah suatu keharusan menurut estetika, dan menurut estetika penjahat harus dipidana seimbang dengan penderitaan korbannya. Hal ini ditentang oleh Hazewinkel Suringa bahwa perasaan hukum / sentiment belaka pada rakyat tidak boleh menjadi dasar pidana.23 Suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana, untuk ini tidaklah cukup suatu kejahatan, melainkan harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau si penjahat sendiri. Tidak dilihat pada masa lampau, melainkan juga masa depan.24 Tujuan lebih jauh dari pidana tidak hanya pemidanaan penjahat akan tetapi bagaimana penjahat dapat jera dari kejahatannya atau tidak mengulangi perbuatannya (prevensi), sehingga masyarakat tidak resah. Prevensi ini dibedakan: prevensi umum yang dijatuhkan pada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan, prevensi khusus yang ditujukan pada penjahat agar benar-benar jera. Adapun teori relatif atau nisbi dilandasi oleh tujuan sebagai berikut: 22 Op.Cit.Hlm.31 Op.Cit. Hlm.28 24 Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT.Eresco. Bandung. Hlm.23 23 27 a) Menjerakan Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana menjadi jera dan tidak mengulang lagi perbuatannya (speciale preventie) sera masyarakat umum mengetahui jika melakukan perbuatan yang dilakukan terpidana, mereka akan mengalami hukuman serupa (generale preventie). b) Memperbaiki pribadi terpidana Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna. c) Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya. Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan membuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur hidup. 3) Teori Gabungan ( Verenigingstheorie ) Menurut Van Bemelen25, teori gabungan adalah pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat tidaklah bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan, jadi pidana dan tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan masyarakat. Teori gabungan dibagi menjadi 25 Op.Cit. Hlm.31-33 tiga, yaitu: menitikberatkan unsur pembalasan; 28 menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat; menitikberatkan pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat. 5. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian Pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti mengambil secara diam-diam, sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang lain. Mencuri berarti mengambil milik orang lain secara melawan hukum, orang yang mencuri milik orang lain disebut pencuri. Pencurian sendiri berarti perbuatan atau perkara yang berkaitan dengan pencurian. Seseorang dikatakan pencuri jika semua unsur yang diatur didalam pasal pencurian terpenuhi. Pemenuhan unsur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan itu hanyalah upaya minimal, dalam taraf akan masuk ke peristiwa hukum yang sesungguhnya.26 Didalam ketentuan KUHP Indonesia, Pasal 362 menyatakan : “Barangsiapa mengambil suatu barang yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”. Dari ketentuan di atas, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian dalam bentuk pokok. Semua unsur dari kejahatan pencurian di rumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-Pasal KUHP lainnya tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana pencurian, akan tetapi cukup 26 Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Melalui Pendekatan Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta, Hlm : 01 29 disebutkan nama, kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur pemberatan atau peringanan. Penegakan hukum tindak pidana pencurian dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, terdapat tiga macam pendekatan yang dapat digunakan terhadap fenomena hukum di dalam masyarakat, yaitu pendekatan moral, pendekatan ilmu hukum dan pendekatan sosiologis. Baik pendekatan moral terhadap hukum maupun pendekatan ilmu hukum terhadap hukum, keduanya berkaitan dengan bagaimana norma-norma hukum membuat tindakan-tindakan menjadi bermakna dan tertib. Pendekatan moral mencakupi hukum dalam suatu arti yang berkerangka luas, melalui pertalian konstruksi hukum dengan kepercayaan-kepercayaan serta asas yang mendasarinya yang dijadikan benar-benar sebagai sumber hukum. Pendekatan ilmu hukum mencoba untuk menentukan konsep-konsep hukum dan hubungannya yang independen dengan asas-asas dan nilai-nilai non hukum. Kedua pendekatan itu, meskipun memiliki perbedaan diantara keduanya, tetapi keduanya sama-sama difokuskan secara sangat besar pada kandungan dan makna hukum (subtansi dan prosedur hukum). Pendekatan sosiologis juga mengenai hubungan hukum dengan moral dan logika internal hukum.27 27 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, PT Yasrif Watampone, Ujung Pandang, 1998. Hal 34-35. 30 Fokus utama pendekatan sosiologis menurut Gerald Turkel adalah pada:28 1. Pengaruh hukum terhadap perilaku sosial; 2. Pada kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh warga masyarakat dalam “the social world” mereka; 3. Pada organisasi social dan perkembangan social serta pranata-pranata hukum; 4. Tentang bagaimana hukum dibuat; 5. Tentang kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan hukum. Jika kita melakukan konstruksi hukum dan membuat kebijakankebijakan untuk merealisir tujuan-tujuannya, maka merupakan suatu hal yang esensial, bahwa kita mempunyai pengetahuan empiris tentang akibat yang dapat ditimbulkan, dengan berlakunya undang-undang atau kebijakan-kebijakan tertentu terhadap perilaku warga masyarakat. Sesuai dengan pendekatan sosiologis, kita harus mempelajari undang-undang dan hukum tidak hanya yang berkaitan dengan maksud atau tujuan moral etikanya dan juga tidak hanya yang berkaitan dengan subtansi undangundang itu, tetapi yang harus kita pelajari adalah yang berkaitan dengan bagaimana undang-undang itu diterapkan dalam praktik. Bergesernya pelaksanaan hukum dari tujuan yang semula diinginkan oleh pembuat undang-undang, dalam sosiologi hukum lazim dinamakan goal displacement (pembelokan tujuan) dan goal substitution (penggantian tujuan). Hal itulah yang menyebabkan mengapa pendekatan sosiologi hukum menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan metodemetode ilmu sosial untuk mempelajari berbagai masalah sosiologi 28 Ibid. Hal. 34-35 31 hukum. Sosiologi hukum utamanya menitikberatkan tentang bagaimana hukum melakukan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum menekankan perhatiannya terhadap kondisi-kondisi sosial yang berpengaruh bagi pertumbuhan hukum, bagaimana pengaruh hukum mempengaruhi masyarakat.29 6. Perlindungan Hukum Perlindungan hukum menurut Setiono adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.30 Sedangkan menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.31 Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundangundangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Perlindungan Hukum Preventif 29 Ibid. Hal 35 Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3 31 Muchsin, 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta. Universitas Sebelas Maret hlm. 14 30 32 Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu kewajiban. b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.32 Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu:33 1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada 32 33 Muchsin, Op. Cit. hlm. 20 Philipus M. Hadjon. 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi tentang Prinsip- Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembaentukan Peradilan Administrasi, Peradaban. hlm. 30 33 diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif. 2. Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.7 Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman 34 kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 7. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian Pencurian dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP :34 “barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termaksuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900”. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur pada Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: (a) Barangsiapa, (b) Mengambil (c) Sesuatu barang, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, (d) Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Agar seorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terlebih dahulu terbukti telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat didalam rumusan Pasal 362 KUHP : a) Barang siapa Seperti telah diketahui unsur pertama dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu adalah yang lazim di terjemahkan orang kedalam bahasa Indonesia dengan kata barangsiapa,atau terhadap 34 R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar. Politea. Bogor, Hlm : 249 35 siapa saja yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, maka karena bersalah telah melakukan tindak pidana pencurian tersebut, ia dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah. b) Mengambil Unsur yang kedua dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP ialah wegnemen atau mengambil. Perlu kita ketahui bahwa baik undang-undang maupun pembentukan undangundang ternyata tidak pernah memberikan sesuatu penjelasan tentang yang dimaksud dengan perbuatan mengambil, sedangkan menurut pengertian sehari-hari kata mengambil itu sendiri mempunyai lebih dari satu yakni : 1. Mengambil dari tempat dimana suatu benda itu semula berada 2. Mengambil suatu benda dari penguasaan orang lain. Menurut P.A.F. Laminating dan Theo Lamintang “mengambil itu adalah suatu perilaku yang membuat suatu benda dalam penguasaannya yang nyata, atau berada dibawah kekuasaannya atau didalam detensinya, terlepas dari maksudnya tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.”35 Selanjutnya P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang menjelaskan bahwa perbuatan mengambil itu telah selesai,jika benda tersebut sudah berada ditangan pelaku, walaupun benar bahwa ia kemudian telah melepaskan 35 P.A.F. Laminating dan theo lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Sinar Grafika, Jakarta, Hlm: 13 36 kembali benda yang bersangkutan karena ketahuan orang lain. Didalam doktrin terdapat sejumlah teori tentang bilamana suatu perbuatan mengambil dapat dipandang sebagai telah terjadi, masing-masing yakni:36 1. Teori Kontrektasi Menurut teori ini adanya suatu perbuatan mengambil itu diisyaratkan bahwa dengan sentuhan badaniah, pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari tempatnya semula, jadi dengan kata lain bahwa jika si pelaku (tindak pidana pencurian) telah memegang barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah memegang barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah berpindah tempat maka menurut teori ini pencurian telah terjadi. 2. Teori Ablasi Teori ini mengatakan untuk selesainya perbuatan mengambil itu diisyaratkan bahwa benda yang bersangkutan harus telah diamankan oleh pelaku, dengan kata lain bahwa jika barang yang hendak di curi oleh pelaku sudah diamankan, maka menurut teori ini pencurian telah terjadi. Contoh : pelaku sudah mengantongi uang yang hendak dia curi 3. Teori Aprehensi Menurut toeri ini,untuk adanya perbuatan mengambil itu diisyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan 36 Ibid 37 berada dalam penguasaan yang nyata, dengan kata lain barang yang hendak ia curi sudah ia kuasai sepenuhnya dan kecil kemungkinan untuk diketahui. Contoh : pelaku yang sudah berada jauh dari tempat dimana ia mencuri dan barang yang hendak ia curi sudah berhasil ia amankan. c) Sesuatu barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain Penjelasan barang karena sifatnya tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus berharga dimana harga ini tidak selalu bersifat ekonomis. Barang yang diambil dapat sebagian dimiliki oleh sipencuri, yaitu apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi dan si pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang itu. Hanya jika barang itu tidak dimiliki oleh siapa pun, misalnya sudah dibuang oleh si pemilik, maka tidak ada tindak pidana pencurian. Menurut R. soesilo memberikan pengertian sesuatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termaksud pula binatang (manusia tidak termaksud), misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya.37 Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan lewat kawat atau pipa. Barang disini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. 37 R. soesilo, Op.cit, Hlm 250 38 Barang sebagai objek pencurian harus kepunyaan atau milik orang lain walaupun hanya sebagian saja. Hal ini memiliki pengertian bahwa meskipun barang yang di curi tersebut merupakan sebahagian lainnya adalah kepunyaan (milik) dari pelaku pencurian tersebut dapat di tuntut dengan Pasal 362 KUHP. Misalnya saja ada dua orang membeli sebuah sepeda motor dengan modal pembelian secara patungan, kemudian setelah beberapa hari kemudian salah seorang di antaranya mengambil sepeda motor tersebut dengan maksud dimilikinya sendiri dengan tidak seizin dan tanpa sepengetahuan rekannya maka perbuatan orang tersebut sudah di kategorikan sebagai perbuatan mencuri. Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa yang dapat menjadi objek tindak pidana pencurian hanyalah benda-benda yang ada pemiliknya saja sebaliknya bahwa barang-barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat dijadikan sebagai objek dari pencuri, misalnya binatang-binatang yang hidup di alam liar, dan barangbarang yang sudah dibuang oleh pemiliknya. d) Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Mengenai wujud dari memiliki barang baik Pasal 362 KUHP perihal pencurian., maupun Pasal 372 perihal penggelapan barang hal ini tidak sama sekali di tegaskan. Unsur “melawan hukum” ini erat berkaitan dengan unsur menguasai untuk dirinya sendiri. Unsur “melawan hukum” ini akan memberikan warna pada perbuatan 39 “menguasai” itu menjadi perbuatan yang dapat dipidana. Secara umum melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum, baik itu hukum dalam artian objektif maupun hukum dalam artian subjektif dan baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Memiliki secara melawan hukum itu juga dapat terjadi jika penyerahan telah terjadi karena perbuatan- perbuatan yang sifatnya melanggar hukum, misalnya dengan cara menipu, dengan cara memalsukan surat kuasa dan sebagainya.38 Berdasarkan uraian unsur-unsur pencurian di atas, apabila dalam suatu perkara tindak pidana pencurian unsur-unsur tersebut tidak dapat dibuktikan dalam pemeriksaan disidang pengadilan, maka majelis hakim akan menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa.oleh karena itu proses pembuktian dalam persidangan perlu kecermatan dan ketelitian khususnya bagi penyidik dan jaksa penuntut umum dalam menerapkan unsur-unsur tersebut. Setelah unsur-unsur Pasal 362 KUHP diketahui maka untuk melihat lebih jauh perbuatan seperti apa sebenarnya yang di larang dan diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP,maka akan dilihat makna dari unsur-unsur. Patut kiranya dikemukakan, bahwa ciri khas pencurian ialah mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain untuk dimiliki dengan cara melawan hukum. 8. Jenis Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian 38 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Hlm. 33 40 Ditinjau dari jenisnya, pencurian dari KUHP ada beberapa macam, yaitu: a. Pencurian Biasa Biasa adalah pencurian sebagaimana yang dimaksud dalam PasalPasal 362 KUHP yang memiliki unsur sebagai berikut: 1) Mengambil barang Mengambil barang merupakan unsur obyektif dari tindak pidana pencurian menurut rumusan Pasal 362 KUHP. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari, memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain.39 Unsur yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam kejahatan ini adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.40 Pada pengertian mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap suatu barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang tersebut, namun dalam rangka penerapan pasal ini tidak dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena seandainya kemudian si pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan kepada si pemilik asal. 2) Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain 39 40 Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15 P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung. Hlm.148 41 Pengertian barang juga telah mengalami proses perkembangan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang. Barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai dalam kehidupan ekonomi seseorang. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena sebagaian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian. Barang tidak ada pemiiknya tidak dapat menjadi obyek pencurian. 3) Dengan maksud untuk memiliki barang bagi diri sendiri secara melawan hukum Perbuatan memiliki adalah si pelaku sadar bahwa barang yang diambilnya merupakan milik orang lain. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu: menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan menukarkan, merubah dan sebagainya. Jadi setiap penggunaan barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik. Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu, karena kejahatan pencurian telah selesai apabila perbuatan mengambil barang telah selesai. b. Pencurian dengan pemberatan 42 Pencurian dengan pemberatan yaitu dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP ditambah dengan unsur yang memberatkan sehingga diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun. Rumusan dari Pasal 363 KUHP adalah sebagai berikut: 1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun ke-1 pencurian ternak; ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus,kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 43 2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5 maka dikenakan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. c. Pencurian dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP yaitu diancam hukuman penjara maksimun 9 tahun, pencuri yang didahului, disertai atau diiringi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang-orang dengan tujuan untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau pada keadaan tertangkap tangan supaya mempunyai kesempatan bagi sendiri atau orang lain yang turut serta melakukan kejahatan itu, untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap dalam kekuasaannya. Unsur-unsur dari Pasal 365 ayat (1), sebagai berikut: 1) Obyektif, yaitu: a) Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti; b) Oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang. 2) Subyektif, yaitu: a) Dengan maksud untuk; b) Mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau; c) Jika tertangkap tangan dengan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu; d) Untuk melarikan diri; e) Untuk mempertahankan pemilikan atas barang yang dicurinya. 44 Pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP yaitu apabila pencurian tersebut dilakukan: Ke-1 pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di jalan umum, didalam kereta api atau trem yang sedang berjalan Ke-2 Dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih; Ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara membongkar, memanjat, anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian jabatan palsu; Ke-4 jika perbuatannya mengakibatkan luka berat. d. Pencurian ringan Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, yang dirumuskan sebagai berikut: 1) Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp.25.-; 2) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih (Pasal 363 ayat (1) sub 4 KUHP), asal harga barang tidak lebih dari Rp. 25,-dan; 3) Pencurian dengan masuk ke tempat kejahatan atau mencapai barang yang dicuri dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, kunci palsu dan sebagainya asal: a) Harga barang tidak lebih dari Rp.25,-dan b) Tidak dilakukan dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya. 45 Pasal ini praktis tidak berarti lagi, oleh karena pencurian ringan ini dahulu hanya ada hubungannya dengan wewenang pengadilan “landgerecht”, yang sekarang sudah tidak ada lagi41. e. Pencurian dalam kalangan keluarga Pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP yang isinya sebagai berikut: 1) Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau istri sendiri tidak dihukum, oleh karena orang-orang itu sama-sama memiliki harta benda suami istri.bagi mereka yang tunduk pada peraturan perkawinan menurut sipil, dimana berlaku peraturan tentang cerai meja makan dan tempat tidur yang berarti perkawinan mereka masih tetap berlangsung, akan tetapi hanya kewajiban mereka untuk bersama-sama tinggal dalam satu rumah saja yang ditiadakan, jika ada pencurian terjadi atas kerugian suami istri sendiri yang telah bercerai meja makan itu, hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan; 2) Pencurian atau membantu pencurian oleh keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan turunan lurus atau keluarga karena perkawinan turunan menyimpang dalam derajat kedua; 3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari pada bapak kandung, maka peraturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga tersebut pada 41 M.Sudradjat Bassar, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Remadja Karya. Bandung. Hlm.67 46 Pasal 367 ayat (2) KUHP berlaku pula pada orang itu, misalnya seorang kemenakan yang mencuri harta benda ibunya adalah delik aduan. Berdasarkan Pasal 367 ayat (2) KUHP, apabila pelaku atau pembantu dari pencurian – pencurian dan Pasal 362 KUHP sampai dengan Pasal 365 KUHP adalah suami atau istri dari si korban dan mereka yang dibebaskan dari kewajiban berumah-bersama, atau keluarga semenda, baik dalam keturunan lurus maupun keturunan menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu sendiri hanya boleh dilakukan penuntutan atas pengaduan si korban pencurian.42 B. Hasil Penelitian 1. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pencurian Getah Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas. Tindak pidana merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undang-undang dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum. Oleh karena itu jika seseorang melakukan tindak pidana maka perbuatan tersebut harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini, penulis membahas kasus tindak pidana pencurian Getah Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas. Berikut Kasus Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014. 42 Ibid. Hlm.68 47 Tabel 2.1 Kasus Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014. No Waktu Kejadian 1. Rabu, 4-1-2012 2. Rabu, 12-6-2013 3. Senin, 14-7-2014 Uraian Kejadian Pada saat keamanan melakukan patroli kebun melihat tersangka sedang mencuri lump (getah karet) kemudian di tangkap dan dibawa ke kantor afdeling. Pada pkl. 14.30 saat anggota satpam Gunari dan Tri Joko mengadakan patroli di blok kalijambe melihat ada pencuri lump (getah Karet) tanah dan kemudian pelaku ditangkap beserta barangbukti kemudian diamankan di pos satpam Kantor Induk. Pelaku Sdr. Sugiman, 35 tahun Alamat, Dsn Nalirejo, Ds. Ngajaran Kec. Tuntang Kab. Semarang. TKP Dsn. Klopo Ds. Bringin Kab. Semarang, Afdeling Begosari Sdr. Mukhlasin, 43 th, Dsn bojong, Ds Bringin kec. Bringin Dsn, Kalipare Ds, Wiru Kec.Bringin Kab. Semarang Afd, Galardowo. Pencurian lump Sdr, Basri 51 th, Afdeling tanah dan lump Dsn Batur Kroya, begosari dan mangkok di Ds Bringin. Afdeling afdeling begosari galardowo dan afdeling (blok galardowo Gamboh). tepatnya di blok gamboh. Sumber: Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga.43 43 Hasil wawancara dengan Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga AIPTU Romli Usup, pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 10.00 WIB. 48 2. Posisi Kasus a. Kasus I Kasus I terjadi pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 dengan pelaku bernama Sdr. Sugiman berumur 35 tahun beralamat di Dusun Nalirejo, Desa. Ngajaran Kec. Tuntang Kab. Semarang, tempat kejadian perkara di Dusun Klopo Desa Bringin Kab. Semarang, Afdeling Begosari. Uraian kejadian pada kasus I adalah Sdr Sugiman berada di tempat TKP lengkap dengan alat yang digunakan untuk mencuri getah karet yaitu tempat penampung getah karet dan alat cungkil. Pada saat keamanan melakukan patroli kebun melihat tersangka sedang mencuri lump (getah karet) kemudian di tangkap dan dibawa ke kantor Afdeling Begosari. Setelah ditangkap dan di bawa kekantor Afdeling Begosari oleh petugas keamanan pelaku ditahan dikantor tersebut untuk selanjutnya diproses ke kantor kepolisian Bringin dengan barang bukti alat pencukil dan alat penampung karet beserta getah karet curian. Penegak hukum disini adalah petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, sedangkan korban yang dirugikan disini adalah PTPN IX Kebun Getas Salatiga. Pada kasus I ini kasus tidak sampai ke pengadilan akan tetapi kasus dapat di damaikan di kantor kepolisian dengan surat perjanjian antara pelaku yaitu saudara sugiman dan pihak korban yaitu perwakilan dari PTPN IX Kebun Getas Salatiga. 49 b. Kasus II Kasus II terjadi pada hari rabu tanggal 12 Juni 2013 dengan pelaku Sdr. Mukhlasin berumur 43 tahun, pelaku beralamat di Dusun Bojong, Desa Bringin kec. Bringin Kab. Semarang, tempat kejadian perkara di Dusun Kalipare Desa Wiru, Kec. Bringin, Kab. Semarang Afdeling Galardowo. Pada pukul. 14.30 pelaku saudara Mukhlasin melakukan pencurian di Dusun Kalipare Desa Wiru, seperti halnya pada kasus I Mukhlisin juga menggunakan alat pencukil dan alat penampung dari getah karet yang dicuri, ketika pelaku Mukhlasin sedang beraksi anggota satpam Gunari dan Tri Joko sedang mengadakan patroli di blok kalijambe melihat ada pencuri lump (getah Karet) tanah dan kemudian pelaku ditangkap beserta barang bukti kemudian diamankan di pos satpam Kantor Induk. Setelah dibawa di kantor Pos Satpam Induk pelaku dibawa oleh anggota satpam ke kantor kepolisian Bringin.setelah berada di kantor kepolisian kasus II dapat didamaikan oleh pihak Kepolisian tidak berlanjut ke meja pengadilan. Hasil dari kasus II berakhir dengan di tanda tanganinya surat perjanjian dan pernyataan dari pelaku kepada korban disini adalah PTPN IX Kebun Getas Salatiga. c. Kasus III Kasus III terjadi pada hari Senin tanggal 14 Juli 2014 dengan pelaku Saudara Basri, berumur 51 tahun, Dusun Batur Kroya, Desa Bringin, tempat kejadian perkara di Afdeling begosari dan Afdeling galardowo (blok Gamboh). Basri melakukan aksi pencurian seorang diri dengan 50 menggunakan penampung karet, ketika itu pelaku Basri sedang mengambil getah karet di TKP, tidak sengaja pada hari senin petugas patroli sedang berjalan memantau keadaan lapangan, Basri ditangkap oleh petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, Basri mencuri lump tanah dan lump mangkok di afdeling begosari dan afdeling galardowo tepatnya di blok gamboh. Setelah tertangkap tangan mencuri pelaku Basri di bawa ke kantor keamanan Afdeling Galardowo, pelaku Basri mengakui semua perbuatanya yaitu telah mencuri di dua tempat yaitu afdeling begosari dan afdeling galardowo. Petugas keamanan melaporkan pelaku Basri ke kantor Polisi, setelah Pelaku dan Korban di kantor Polisi untuk menyelesaikan masalah ini Polisi berhasil mendamaikan kedua belah pihak dan tidak sampai ke Pengadilan. 3. Analisis Hukum Hukum pidana materil merupakan isi atau subtansi dari hukum pidana itu sendiri, disini hukum pidana bermakna abstak atau dalam keadaan diam. Sedangkan hukum pidana formil bersifat nyata atau konkret, disini hukum pidana dalam keadaan bergerak atau dijalankan atau berada dalam suatu proses. Sebelum membahas bagaimana penerapan hukum pidana dalam kasus yang penulis teliti, maka terlebih dahulu diuraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan hukum pidana materil. Terkait dengan hal itu, Simons menyatakan bahwa: “Hukum pidana materil mengadung petunjuk-petunjuk dan uraian-urian delik, peraturan-peraturan tentang syarat-syarat hal dapat dipidananya seseorang (strafbaarfeit), penunjukan orang yang dapat dipidana dan 51 ketentuan tentang pidananya, ia menetapkan siapa dan bagaiamana orang itu dapat dipidana”.44 Selain itu, penjelasan mengenai hukum pidana materil juga dapat dijumpai dalam definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh Moeljatno, yang mengatakan bahwa : “Hukum pidana adalah sebagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk (1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. (2) menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagiamana yang diancamkan”.45 Dari dua pendapat ahli di atas, baik simons maupan moeljatno berpandangan bahwa orang yang dapat dipidana adalah orang yang dalam keadaan tertentu telah melakukan suatu perbuatan, yang mana perbuatan tersebut telah diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Kasus I, Kasus II, dan Kasus III pada penelitian ini berbeda, hukum tindak pencurian pada kasus ini dengan korban PTPN IX dan pelaku adalah warga sekitar perkebunan milik PTPN IX. Tindak pidana pencurian yang diatur dalam KUHP belum bisa diterapkan pada kasus ini dikarenakan PTPN IX menyadari bahwa perkebunan terletak di sekeliling pemukiman warga. Apabila Undang-undang pidana pencurian benar-benar diterapkan maka masyarakat akan menilai negatif kepada PTPN, hal ini dikhawatirkan 44 PAF Lamintang dan Theo Lamintang, Delik – Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 54. 45 Muljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Renika Cipta, Jakarta, 2008, h. 60. 52 akan timbul konflik antara PTPN IX dengan masyarakat, sehingga apabila ada kasus pencurian getah karet kasus akan berakhir damai dengan didamaikan oleh pihak kepolisian bersama aparat Desa dan korban PTPN IX. Alasan lain pada kasus I, kasus II, dan kasus III tidak dilanjutkan pada laporan Polisi dan dilimpahkan pada pengadilan atau dilakukan dengan jalan damai, pelaku I mengakui segala kesalahan yang ia perbuat dan pelaku mengaku bahwa dia mengambil getah hanya satu kali dan itu ia lakukan karena tidak punya uang untuk menghidupi keluarga, berikut pengakuan pelaku I saat peneliti mewawancarai pelaku I. “Ya mas, saat itu saya mengambil getah karet lump yang sudah jatuh di tanah, sekarang saya kapok,saya memohon maaf atas perbuatan yang saya lakukan, saya itu melakukan pencurian ini hanya satu kali aja, dan saya berjanji tidak akan melakukan perbuatan tersebut, saya juga jelaskan bahwa ini saya lakukan untuk menghidupi anak istri, saja juga meminta untuk jangan sampai di penjara, itu mas yang saya katakan pada pak polisi. setelah kejadian itu malah PTPN menawari saya sebidang tanah untuk digarap ditanami jagung dan lain-lain disela-sela pohon karet yang masih kecil dan saya disuruh menjaganya” .46 Penuturan dari pelaku I di benarkan oleh petugas keamanan yang menyatakan bahwa petugas keamanan bertugas sesuai dengan prosedur yang ada, yaitu menangkap pelaku pencurian kemudian di bawa kekantor untuk dilaporkan ke pihak polisi. Setelah laporan kepihak polisi kasus 46 Hasil Wawancara dengan Bapak Sugiman (tersangka) Pada Tanggal 14 April 2016 pukul 09.30 WIB. 53 pencurian biasanya di akhiri dengan perdamaian. Berikut penuturan dari petugas keamanan Ya mas sebagai petugas keamanan PTP kalau ada yang tertangkap tangan mencuri ya kami tangkap dan kami bawa kekantor kemudian kami teruskan ke pihak kepolisian, biasanya kasus pencurian ini tergolong kecil dengan pelaku warga sekitar perkebunan, tapi kasus pencurian ini sepanjang saya menjadi keamanan disini tidak ada yang di penjara.47 Pihak perusahaan membenarkan bahwa pihaknya selalu mengambil keputusan yang dirasa adil yaitu menempuh jalur damai untuk menyelesaikan kasus pencurian, pihak perusahaan menginginkan ada kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat. Untuk menempuh jalur hukum itu bagi pihak perusahaan dirasa sangat riskan karena perusahaan menyadari bahwa letak geografis dari perkebunan milik perusahaan terletak di tengah-tengah perkampungan warga dan di kelilingi oleh pemukiman penduduk dan jumlah barangbukti ciruan yang sedikit antara 1 – 10 kg, disisi lain perusahaan ingin menjalin hubungan baik dengan masyarakat, apabila perusahaan melanjutkan kasus pencurian ke persidangan maka hal yang dikhawatirkan adalah akan terjadinya konflik antara perusahaan dan masyarakat karena dilihat dari bukti curian karet tersebut tidak dalam jumlah banyak, perusahaan tidak menghendaki hal seperti itu, damai adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan semua masalah. Alasan lain adalah apabila ada pencuri tertangkap dan telah di bawa ke pihak kepolisian maka ada istilah titip pelaku sehingga perusahaan menyediakan uang rokok bagi oknumoknum kepolisian, ini dirasa sangat merugikan perusahaan di bandingkan dengan barangbukti karet yang telah dicuri sehingga mulai tahun 2015 ada peraturan bahwa apabila petugas – petugas keamanan PTPN IX menangkap pencuri karet maka hanya disita hasil curiannya dan pelaku langsung dilepaskan.48 Begitu juga penuturan dari pelaku II, dimana menurut pengakuanya ia hanya mengambil sisa getah karet yang tertempel di pohon menggunakan 47 Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan PTPN IX Pada Tanggal 20 April 2016 Pukul 09.00 WIB. 48 Hasil Wawancara Dengan Bapak Agung Prasetyo, SP.MM Administratur (ADM) PTPN IX Kebun Getas Salatiga Pada tanggal 25 April 2016 Pukul 10.00 WIB. 54 alat pencungkil dan ember sebagai wadahnya, karena pelaku II tidak mengetahui bahwa yang diambil itu ternyata getah karet yang belum di ambil oleh pekerja PTPN IX maka pelaku II dianggap mencuri dan di tangkap oleh pihak keamanan, berikut hasil wawancara peneliti dengan pelaku II Benar mas yang mas katakan pada saat itu sebenarnya saya tidak bermaksud mencuri getah karet yang ada di perkebunan PTPN, yang saya tahu getah tersebut sebelumnya sudah diambil oleh para pekerja PTPN dan saya mengambil sisa-sisa getah karet.saya dianggap oleh petugas keamanan mencuri getah tersebut dan saya di tangkap. Soal kasus saya, saya mengakui semua perbuatan saya mas, saya disuruh membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan pencurian karet. untungnya pihak PTPN mengampuni perbuatan saya. Dan PTPN bersedia untuk memaafkan perbuatan saya49. Pernyataan pelaku II juga di benarkan oleh pihak keamanan yang selalu melakukan patroli di PTPN ia membenarkan bahwa setiap kasus yang terjadi pada PTPN selalu berakhir dengan damai karena perusahaan menghendaki hal seperti itu.50 Pelaku III menuturkan bahwa ketika ia tertangkap tangan sedang melakukan aksi pencurian. menurut penjaga keamanan, ia mengakui semua tuduhan yang dilontarkan oleh pihak keamanan perkebunan ia membenarkan bahwa ia mengambil getah karet yang sedang disadap, tapi ia mengambil getah karet dalam ukuran kecil, kemudian ia meminta maaf kepada pihak perwakilan perusaan dan berjanji tidak akan melakukan 49 Hasil Wawancara Dengan Bapak Mukhlasin (tersangka) pada Tanggal 15 April 2016 Pukul 11.00 WIB 50 Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan Pada Tanggal 20 April 2016 Pukul 09.00 WIB. 55 mengambil barang yang bukan merupakan miliknya. Ia juga membuat surat pernyataan yang disaksikan oleh pihak kepolisian, dan korban yaitu pihak PTPN, berikut penuturan dari pelaku III tentang pencurian yang ia lakukan. Ya benar mas saya dulu ditangkap oleh pihak keamanan PTPN karena saya mengambil getah karet, saya sudah kapok dan saya tidak akan mencuri lagi, yang saya curi kalau dijual itu paling harganya sekitar Rp 15.000 tetapi karena tertangkap, pihak kepolisian mewakili perusahaan meminta uang damai senilai Rp 1.500.000 ya sudah dari pada saya masuk penjara lebih baik saya bayar uang itu 51. Penulis juga berkesempatan untuk mewawancarai anggota kepolisian sektor Bringin (Polsek Bringin) beliau mengatakan bahwa tidak pernah ada sama sekali laporan dan penanganan tentang pencurian getah karet.52 Apabila dianalisis menggunakan kitab undang-undang hukum pidanan Kasus I, Kasus II, dan Kasus III dalam pencurian getah karet milik PTPN IX merupakan tindak pidana pencurian biasa, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHP yang memiliki unsur obyektif. Menurut rumusan Pasal 362 KUHP. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari, memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain.53 Unsur yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam kejahatan ini adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.54 Pada pengertian mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap suatu 51 Hasil Wawancara Dengan Bapak Basri (tersangka) Pada Tanggal 16 April 2016 Pukul 14.00 WIB 52 Hasil Wawancara Dengan Bapak AIPDA Subandi Anggota Kepolisian Sektor Bringin (POLSEK Bringin) Kab. Semarang Pada Tanggal 4 Mei 2016 Pukul 11.00 WIB 53 Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15 54 P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung. Hlm.148 56 barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang tersebut, namun dalam rangka penerapan pasal ini tidak dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena seandainya kemudian si pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan kepada si pemilik asal. Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain dengan pengertian bahwa barang juga telah mengalami proses perkembangan. Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang. Barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai dalam kehidupan ekonomi seseorang. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena sebagaian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian. Pelaku sadar bahwa barang yang diambilnya merupakan milik orang lain. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu: menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan menukarkan, merubah dan sebagainya. Jadi setiap penggunaan barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik. Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu, karena kejahatan pencurian telah selesai apabila perbuatan mengambil barang telah selesai. 57 Upaya pencegahan kejahatan pencurian getah karet oleh warga sekitar perkebunan dapat berarti menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan. Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Peran pemerintah yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam menanggulangi kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara golongan besar penduduk. Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga tidak memungkinkan mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan usaha pencegahan kejahatan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan pencurian menjadi hal yang sangat diharapkan. upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak perusahaan PTPN IX untuk mencegah terjadinya tindak pidana adalah dengan menanamkan nilainilai atau norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan 58 pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Upaya-upaya Preventif merupakan tindak lanjut dari upaya yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya Preventif yang ditekankan oleh PTPN IX adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan, seperti ada orang ingin mencuri getah karet tetapi kesempatan itu dihilangkan karena ada penjaga hutan yang sedang berpatroli yang ada ditempatkan di pos jaga, dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali. Upaya represif dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement). Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan . Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. Upaya represif yang dilakukan oleh PTPN IX adalah upaya perdamaian secara 59 kekeluargaan seperti yang sudah dijelaskan di awal yaitu apabila ada pencurian getah karet dan pelakunya tertangkap maka hasil curian disita serta diselesaikan dengan cara damai dan kekeluargaan.