KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh Muhammad Imam Baihaqi NIM: 109051100032 KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M KOSTRUKSI REALITAS SOSIAL CITRA POLISI PADA REALITY SHOW NET 86 DI NET. TV SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh : Muhammad Imam Baihaqi NIM 109051100032 Pembimbing JURUSAN JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M i ii iii ABSTRAK MUHAMMAD IMAM BAIHAQI Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net 86 di NET. TV Polisi yang bertugas sebagai aparat penegak hukum yang telah dipersenjatai dengan kewenangan sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002. Namun, dalam peran yang penting dan kewenangan yang besar, masih banyak oknum polisi yang bukannya melindungi, mengayomi dan melayani sebagaimana slogan Polri, malah mengecewakan masyarakat. Net 86 merupakan reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Namun, dalam menyajikan tayangan Net 86 acapkali berseberangan dengan realitas sosial yang mencuat ke masyarakat dengan menampilkan polisi dalam citra positif ketimbang negatif. Di balik kontradiksi dalam realitas yang ditampilkan, Net 86 sebagai media massa sengaja mengonstruksi polisi dengan citra positif. Hal tersebut bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih sadar hukum. Hal itu dilaksanakan dengan polisi yang senantiasa memberi wejangan maupun peringatan dalam tayangan. Di samping itu Net 86 juga bertujuan menyindir para oknum polisi yang masih berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku agar menjadi lebih baik lagi dalam menegakkan hukum. Sesuai dengan teori konstruksi sosial milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Net 86 sebagai media massa dalam menyajikan tayangan dilengkapi dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Untuk mengontruksi tayangan yang sesuai dengan tujuan Net 86, tim melewati tiga fase konstruksi yakni eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Net 86 dalam memengaruhi perspektif masyarakat tentang citra polisi pun memegang pola pembentukan citra “current image”. Current image bertujuan menyatukan perspektif masyarakat tentang citra suatu organisasi tentu sebagaimana yang Net 86 inginkan. Kata kunci: Konstruksi realitas, citra, polisi, Net 86. iv KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Al-Izzah yang senantiasa menunjukan jalan bagi setiap hamba yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya. Shalawat seiring salam juga penulis sanjungkan kepada Rasullah SAW, keluarga dan para sahabat beliau, yang telah menjadi pelita terdepan di jalan agama Allah SWT. Serampung menyajikan karya tulis ini yang jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa. Penulis bermaksud menghaturkan ucapan terima kasih yang begitu besar ini ingin penulis berikan kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. 2. Dr. Arief Subhan, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajarannya. 3. Kholis Ridho, M.Si, Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik dan Dra. Hj. Musfirah Laily, M.A., Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik yang banyak membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga berkat dan rahmat Allah senantiasa tercurah kepada keduanya. Aamiin. 4. Ibunda tercinta yang dengan tanggung jawab dan kasih sayang meski harus bersimbah darah tak kunjung lelah menegur dan membimbing penulis agar menjadi insan yang lebih baik. Skripsi ini penulis tujukan khusus untuk beliau. Semoga beliau senantiasa diberikan kasih dan sayang Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin. v 5. Ayahanda yang dalam sempitnya waktu untuk membimbing, mengisi kisah hidup khusus untuk penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada beliau. Aamiin. 6. Drs. Helmi Hidayat, MA., sebagai dosen pembimbing yang tidak lelah memberi arahan dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian penelitian ini. Semoga ilmu yang beliau berikan bermanfaat bagi penulis dan orang banyak, juga menjadi amal baik yang senantiasa mengalir hingga hari akhir kelak. Aamiin. 7. NET. Mediatama, Miranda Rizka Zulkarnaen sebagai HRD, Mbarrep Desto Kuncoro sebagai Produser Net 86 dan Rangga Muliawan sebagai Kreatif yang telah menjadi narasumber dan memberikan data penelitian terkait program Net 86. Semoga NET. menjadi media yang selalu menampilkan tayangan yang kreatif dan berkualitas. Aamiin. 8. Keluarga besar Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK) Fm. Tempat bermain dan belajar yang memberi banyak pengalaman dan pengetahuan kepada penulis. 9. Keluarga besar Komunitas Musik Mahasiswa Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan (KMM RIAK). Rumah dan keluarga kedua. Ruang tumpu imajiner dalam keseharian penulis yang penuh kepenatan. 10. Freedom Of Xpression (F.O.X) band. Tempat mengulik resonansi mimpi. 11. Khalil Je, Hafidz Naziatullah, Phoebe Elian Hiroshi. My partrners in crime. 12. Seluruh relasi yang pernah datang, mewarnai dan membentuk kisah dalam cerita hidup penulis. vi Peneliti pada akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi setiap pembacanya. Sekian, semoga Allah senantiasa menambahkan nikmat bagi hambaNya yang bersyukur. Aamiin. Jakarta, 23 Juli 2016 Muhammad Imam Baihaqi vii DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................ 5 1. Pembatasan Masalah ................................................................................. 5 2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5 1. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 2. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6 a. Manfaat Teoritis .................................................................................... 6 b. Manfaat Praktis ..................................................................................... 6 D. Metodologi Penelitian .................................................................................... 6 1. Pendekatan Penelitian ............................................................................... 6 2. Teknik Analisa Data ................................................................................. 8 3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data .................................................. 9 E. Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 10 F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Konstruksi Realitas Sosial .......................................................................... 12 1. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger & Thomas Luckmann. ........... 12 viii 2. Konstruksi Media Terhadap Realitas ..................................................... 17 B. Teori Citra Frank Jefkins. ............................................................................ 19 1. Proses Pembentukan Citra ...................................................................... 22 C. Televisi ........................................................................................................ 23 1. Pengertian Televisi ................................................................................. 23 2. Fungsi Televisi ....................................................................................... 25 a. Fungsi Penerangan .............................................................................. 25 b. Fungsi Pendidikan............................................................................... 25 c. Fungsi Hiburan ................................................................................... 26 d. Fungsi Promosi ................................................................................... 26 e. Fungsi Persuasi ................................................................................... 26 BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. NET Mediatama........................................................................................... 27 1. Sejarah NET. .......................................................................................... 27 2. Visi Misi NET. ....................................................................................... 28 3. Kategori Program ................................................................................... 29 B. Net 86........................................................................................................... 29 C. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ............................................ 33 1. Sejarah Polri ........................................................................................... 33 2. Visi Misi ................................................................................................. 34 3. Jenis Polisi Menurut Tugas .................................................................... 35 4. Permasalahan Pada Tubuh Polri ................................................................ 36 ix BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN A. Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016 ...................................................... 41 B. Konstruksi Realitas dalam Reality Show Net 86. ........................................ 44 1. Tahap Eksternalisasi ............................................................................... 46 2. Tahap Objektivasi ................................................................................... 48 3. Tahap Internalisasi ................................................................................. 48 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................. 50 B. Saran ............................................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 53 x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah polisi berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota.1 Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada sekelompok warga tinggal di satu kota yang berperan menjaga stabilitas warga. Di Indonesia, polisi adalah suatu kelompok orang yang menjadi perangkat negara guna mengatur tata tertib dan hukum di tengah masyarakat. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2002, fungsi kepolisian adalah sebagai pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya polisi mencari barang bukti, keteranganketerangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun keterangan saksi ahli dalam persidangan. Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.2 Pada kondisi tersebut, polisi sangat berpotensi melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran. Potensi-potensi kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang kemudian memunculkan 1 2 https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi. Diakses pada, 24 Februari 2016 https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php. Diakses pada, 24 Februari 2016 1 asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c. Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan polisi dalam aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik berupa sumber daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi penyalahgunaan kekuasaan tidak kalah besar. Profesionalisme dan transparansi kerja polisi mestilah diutamakan. Namun demikian realitas yang hadir di mata masyarakat, masih ada tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak sewenangwenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya berbagai keluhan publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi negatif tentang polisi. Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta, Senin (26/03/2015), tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna kendaraan bermotor Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar. Diawali oleh brigadir Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”, selanjutnya surat tilang tidak dijelaskan, SIM ditahan, form biru dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM harus diambil dimana tidak diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.3 Contoh kasus lain, di Pangkalan Kerinci, Riau, Senin (16/3/2015), oknum polisi berinisial RS menuduh SY (15) dan RZ (9) telah mencuri di rumah 3 /www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisi-sewenangwenangdan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016 2 tetangganya. RS yang sebelumnya kehilangan laptop dan beberapa barang berharga lainnya menangkap SY dan RZ lantas memaksa untuk mengaku telah mencuri dengan menodongkan senjata dan berkata akan mencongkel mata SY jika tidak mengaku.4 Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis (12/2/2015). Kejadian berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi roda untuk salah satu anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi meminta Riski untuk meninggalkan kartu identitas (KTP). Bukan malah menyerahkan KTP, Briptu Riski melayangkan pukulan ke wajah Yudi.5 Dalam kejadian itu, kedua korban mengalami cedera hingga mesti dilakukan perawatan.6 Namun demikian, di balik realita yang hadir di muka publik, NET. TV sebagai media televisi swasta yang terbilang muda, NET. menghadirkan inovasi tayangan karya jurnalistik bekerja sama dengan Polri dalam program Net 86. Dalam penyajiannya, Net 86 cenderung menampilkan hal positif dari sisi polisi. Sesuai dengan hypodermic needle theory yang mengasumsikan bahwa audiens yang secara berkesinambungan disuguhkan realitas bentukan media massa, lambat laun akan tergiring ke dalam opini media massa tersebut. Hal ini bisa berbahaya karena tayangan itu mampu membentuk opini publik 4 http://www.wartapriangan.com/oknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remaja-denganpistol/2742. Diakses pada, 26 Februari 2016 5 http://news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindak-sewenang-wenanganggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016 6 http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawati-pilihjalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016 3 bahwa apa yang Net 86 tampilkan adalah sebuah realitas murni. Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan media komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi barang pokok sebab dalam kenyataannya setiap individu mempunyai televisi. Berbeda dengan era tahun kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya hanya ada satu pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.7 Ini semua mempunyai dampak positif juga negatif. Dampak positifnya masyarakat bisa mendapat informasi maupun hiburan dengan mudah dan membuka pintu baru bagi para broadcaster muda yang ingin berkarir di industri pertelevisian. Dampak negatifnya adalah siaran televisi menjadi sangat tidak terkendali karena hampir semua stasiun televisi menginginkan keuntungan (profit) dari program acara yang disiarkan. Sehingga bukan lagi kualitas program acara yang dikejar tetapi hanyalah keuntungan uang semata. Hadirnya beberapa fakta publik tentang kekerasan dan penyalahgunaan wewenang kepolisian, seolah menggambarkan sisi negatif polisi. Sedangkan NET. secara berkesinambungan menampilkan polisi dalam citra positif ketika bertugas. Dari latar belakang adanya dissinkronisasi antara realitas sosial dan 7 Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara Non-Drama, News,&Sport, PT.Grasindo.2013.hlm.4 4 realitas media tersebut, penulis tertarik meneliti masalah terkait dengan judul penelitian “Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net 86 di NET. TV”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Didasari keterbatasan penulis dan agar tidak terlalu luas dalam pengelolaan data, penelitian ini dibatasi pada konsep program Net 86 dalam membentuk citra polisi di stasiun televisi NET. pada 30 Mei hingga 3 Juni 2016. 2. Rumusan Masalah a. Mengapa Net 86 membentuk citra polisi positif pada stasiun televisi NET.? b. Bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi di masyarakat? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dari sekian pertanyaan yang diajukan di atas, peneliti memiliki tujuan penelitian sebagai berikut: a. Ingin mengetahui dasar pemikiran tim redaksi Net 86 sampai menampilkan polisi dalam citra positif. b. Ingin mengetahui bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi di masyarakat. 5 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bagian Ilmu Jurnalistik dalam konteks konstruksi realitas dalam sebuah media televisi swasta di Indonesia. b. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah: 1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi komunikasi, terlebih Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik agar lebih mengetahui bagaimana konsep penyajian program Net 86 dalam sebuah media televisi. 2) Mengetahui latar belakang Net 86 sampai menampilkan citra positif polisi. 3) Untuk melengkapi penelusuran koleksi skripsi tentang konstruksi realitas pada perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan sejumlah data, baik yang tertulis maupun lisan dari orangorang serta tingkah laku yang diamati. Dalam hal ini individu atau 6 organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis. Penelitian kualitatif dikemukakan dari sisi lainnya bahwa hal itu merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang. Definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawancara terbuka, sedangkan yang terpenting dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya memahami sikap, pandangan perasaan dan perilaku individu maupun sekelompok orang. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori kontruksi sosial dengan pendekatan kualitatif deskriptif, pendekatan ini bertujuan untuk memberikan suatu gambaran latar belakang, dan tujuan. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis dan teori. Jadi dalam penelitian kualitatif melakukan analisis data untuk membangun hipotesis.9 Pada umumnya jangka waktu penelitian kualitatif cukup lama, karena tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar 8 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset,2006,hlm.6 9 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.hlm.3 7 pembuktian hipotesis seperti dalam penelitian kuantitatif. Namun demikian kemungkinan jangka penelitian berlangsung dalam waktu yang pendek, bila telah ditemukan sesuatu dan datanya sudah jenuh. Ibarat mencari provokator, atau mengurai masalah, atau memahami makna, kalau semua itu dapat ditemukan dalam satu minggu, dan telah teruji kredibilitasnya, maka penelitian kualitatif dinyatakan selesai, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama.10 2. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh akan dianalisis melalui tiga alur kegiatan yang akan dilakukan secara bersamaan, yakni melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Reduksi data merupakan sebuah proses penelitian, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis dilapangan. Data kualitatif disederhanakan atau ditransformasikan dalam aneka ragam cara, seperti seleksi dan penyortiran ketat ringkasan atau uraian singkat penggolongan dengan mencari pola yang lebih luas. Penyajian data merupakan susunan sekumpulan informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Analisa data kualitatif mulai dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebabakibat, dan proposisi. Peneliti akan menarik kesimpulan-kesimpulan secara 10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D, Cetakan Kesebelas, Bandung: Alfabeta,2010.hlm.25 8 longgar, tetap terbuka dan skeptis namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan tersebut diverifikasi selama proses penelitian melalui peninjauan atau pemikiran kembali pada catatan lapangan secara terperinci dan seksama, bertukar pikiran dengan informan peneliti. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya sehingga membentuk validitasnya. 3. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Adapun teknik dan pengumpulan data, peneliti menggunakan caracara seperti: a. Observasi: observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengamatan pada program Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016, 1 segmen pada setiap edisi. b. Wawancara: mewawancarai key informan yang relevan dengan subtansi masalah penelitian. Adapun wawancara dilakukan dengan Mbarrep Desto Kuncoro sebagai produser program dan Rangga Muliawan sebagai kreatif Net 86. c. Dokumentasi: Dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah, deskripsi tayangan program, bukti pengiriman dokumen resmi berupa Company Profile NET. oleh HRD, bukti pemberian izin mewawancara produser program Net 86, bukti pengiriman list tayang Net 86 oleh kreatif Net 86, foto kegiatan. 9 E. Tinjauan Pustaka Peneliti melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang diteliti sebagai referensi penelitian yang mendukung penulisan skripsi ini. Beberapa skripsi diantaranya dengan judul: “Kebijakan Redaksional Indosiar pada Program Patroli: peneliti Ayu Amelia”, kemudian skripsi dengan judul “Konstruksi Realitas Simbolik Pemberitaan Aborsi di Republika Online: peneliti Iradatul Aini”. Tentu saja ini berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Karena peneliti melakukan penelitian tentang konstruksi citra positif polisi pada program “Net 86 di NET. TV. Dengan demikian, keyakinan peneliti dalam menyusun tugas akhir ini menjadi sangat berharga untuk menambah khazanah tentang konstruksi realitas media. Selain itu dengan melakukan penelitian ini bisa menambah referensi untuk perpustakaan fakultas dan perpustakaan umum yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah serta teraturnya skripsi ini dan memberikan gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima bab pembahasan, yaitu sebagai berikut: BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, serta Sistematika Penulisan. 10 BAB II Bab ini menjelaskan tentang pegertian konstruksi realiatas sosial, konstruksi media, teori jarum hipodemik dan teori kultivasi dalam komunikasi massa. Selain itu dalam bab ini juga menjelaskan pengertian televisi dan fungsinya. BAB III Bab ini berisi gambaran umum stasiun televisi NET., program Net 86 dan Polri. Peneliti akan membahas tentang sejarah berdirinya NET. dan membahas konsep program Net 86. BAB IV Merupakan bab yang membahas hasil dari temuan dan analisis data terkait konsep program dan latar belakang konstruksi citra positif polisi pada Net 86 sebagai objek penelitian. BAB V Bab ini merupakan penutup dari penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran. 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Konstruksi Realitas Sosial 1. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger & Thomas Luckmann. Peter L. Berger, seorang sosiolog dari New School for Social Reserach, New York, Amerika Serikat dan Thomas Luckmann, sosiolog dari University of Frankfurt, Jerman, punya kaitan sangat erat dengan teori konstruksi sosial. Mereka memperkenalkan konstruksi realitas sosial sebagaimana tertulis dalam buku mereka yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge” di tahun 1966. Berger dan Luckman menjelaskan dalam buku mereka, bahwa realitas sosial adalah suatu teori yang memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Kenyataan diartikan sebagai kejadian yang memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak manusia sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kejadian dengan karakteristik yang dibentuk secara spesifik.11 Pendek kata realitas tidak terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya individu-individu yang membentuknya. Contoh kasus yang memperkuat statement di atas misalnya; masyarakat Indonesia dengan sadar mengetahui masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sumber daya alam Indonesia belum dikelola dengan maksimal dan permasalahan sosial lain seperti maraknya tindak kriminal dikarenakan sempitnya lapangan kerja. 11 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 191 12 Namun di balik kesadaran tersebut ada sekelompok masyarakat Indonesia mengklaim bahwa Indonesia adalah negara yang kaya. Sumber daya alam juga sumber daya manusia di Indonesia melimpah ruah. Wilayah kekuasaan Indonesia sangatlah luas. Pendapat sekelompok masyarakat ini terus digemakan kepada masyarakat lain secara rutin dan berkesinambungan yang berefek pada kepercayaan masyarakat lain bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Padahal disamping kepercayaan itu, masyarakat sadar betul keadaan nyata yang sebenarnya belum serupa dengan pernyataan sekelompok masyarakat lain tersebut. Maksud dari contoh kasus di atas ialah, realitas tidaklah muncul dengan sendirinya namun dibentuk oleh subjektivitas individu-individu yang kemudian berlanjut membentuk objektivitas baru. Masyarakat senantiasa menganggap realitas adalah suatu objektivitas dan fakta riil yang muncul dan terjadi dengan sendirinya. Pandangan masyarakat ini kemudian disebut paradigma positivis. Di balik pandanganpandangan tersebut realitas sosial adalah ibarat gedung kokoh yang dibangun dengan berbagai unsur yang didapat dari kehidupan sosial itu sendiri. Proses konstruksi realitas sosial dibentuk oleh masyarakat sendiri melalui interaksi sosial satu sama lain secara berkesinambungan. Masyarakat melakukan dialog, tatap muka, bahkan di era internet masyarakat pun telah berinteraksi tanpa perlu jumpa antarindividu. Tanpa disadari masyarakat telah mengonstruksi realitas sosial yang menjadi kerutinan maupun kebiasaan. Kebiasaan tersebutlah yang kemudian menjadi 13 konstruksi realitas sosial. Menurut Berger, masyarakat merupakan produk dari manusia dan manusia merupakan produk masyarakat. Namun seseorang dapat menjadi diri sendiri yang beridentitas ketika ia tetap tinggal dalam masyarakatnya. Burhan Bungin menyatakan Proses dialektika tersebut terjadi dalam tiga tahap. 12 Tahap pertama eksternalisasi, yakni proses ketika seseorang menerima realitas nyata yang didapati dari lingkungan dimana ia menetap. Realitas tersebut merupakan buah pikir individu-individu lain yang diselaraskan dengan kondisi sosial di lingkungan tersebut. Kedua objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Proses ini adalah tahapan ketika seseorang menerima realitas dan disaring sesuai dengan pola pikir dan persetujuan diri yang dilandasi pengetahuan juga pengalaman. Pada tahap ini, seseorang memilih apakah akan menerima realita tersebut atau menolaknya. Ketiga adalah internalisasi, yakni proses individu mengidentivikasi dirinya sendiri terhadap lembaga sosial dimana dia tinggal. Dengan kata lain internalisasi merupakan proses seseorang menyerap kembali realitas objektif ke dalam kesadaran, kemudian dibentuk sesuai subjektivitasnya. Bagi Berger realitas tidak dibentuk secara ilmiah dan tidak juga diturunkan oleh Tuhan, akan tetapi realitas merupakan hasil bentukan dan dikosntruksi oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain manusia mengonstruksi realitas yang ada dalam masyarakat tersebut. 12 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.15 14 Atas dasar pemahaman itu realitas bersifat dinamis dan berwajah ganda atau plural. Setiap orang akan memiliki konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Hal tersebut didasari oleh pengalaman, preferensi, pendidikan, lingkungan dan pergaulan antara satu individu dengan individu yang lain, dari sini lah setiap orang akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.13 Dalam tiga proses tahapan eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi tersebut, masyarakat mengonstruksi sendiri realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Realitas-realitas tersebut ada yang bersifat objektif dan juga ada yang bersifat subjektif. Realitas objektif terjadi akibat proses eksternalisasi individu terhadap lingkunganya. Sedangkan realitas subjektif terjadi akibat proses internalisasi. Individu menyerap realitas yang terobjektivasi tersebut ke dalam pikirannya sehingga mengakibatkan subjektivitas individu. Berger menegaskan bahwa realitas sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melaui proses eksternalisasi. Hal tersebut memengaruhi dalam proses internalisasi yang mencerminkan realitas sosial secara subjektif. Berger juga melihat masyarakat adalah produk dari manusia dan manusia adalah produk dari masyarakat.14 Realitas sosial dalam masyarakat merupakan bentukan atau dikonstruksi oleh manusia yang ada dalam masyarakat tersebut. Manusialah 13 14 Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: Lkis Group, 2002) h. 16-17 Margaret M. Polama, Sosiologi Kontenporer, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003), h. 320 15 yang membentuk sebuah kelompok yang mengakibatkan timbulnya sebuah kelompok sosial. Selain itu manusia dapat berkembang tidak hanya dengan lingkungan tertentu, tetapi dengan tatanan budaya dan sosial tertentu.15 Dengan kata lain, manusia dapat berkembang tidak hanya berinteraksi dengan lingkunaganya, namun juga dengan sosial budaya yang ada di lingkungan tersebut. Di dalam realitas sosial bentukan individu tersebut akan timbul sebuah kebudayaan, karena kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktifitas.16 Kebudayaan ini merupakan hasil dari proses objektivitas. Hasil dari kebudayaan tersebut merupakan realitas objektif bagi masyarakat. Sementara itu manusia memiliki kodrat sendiri atau lebih jelasnya manusialah yang mengostruksi kodratnya sendiri atau dapat dibilang manusia menghasilkan diri sendiri.17 Penjelasan Ritzer yang dikutip dalam buku”Konstruksi Sosial Media Massa” menjelaskan bahwa manusialah yang menjadi aktor kreatif dari realitas sosial berdasarkan ide dasar teori dalam paradigma definisi sosial yang sebenarnya.18 Manusia secara kreatif memiliki kebebasan berekspresi untuk membentuk sebuah realitas sosial yang ada dalam lingkungannya. Kreativitas yang ada dalam masyarakat tersebut menghasilkan lingkungan dengan tingkat sosial yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan 15 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.66 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007) h.52 17 Peter L. Berger & Thomas Luckman, “The Social Construction of Reality, a Trease in the Sociologic of Knowledge” (New York: Penguin Books, 1966), h.67 18 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.11 16 16 mereka bercampur dengan individu-individu lainnya. Ini karena memang setiap individu tidaklah dapat membentuk sebuah realitas sosial tanpa ada individu yang lainya. Realitas sosial merupakan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan masyarakat, namun realitas yang ada tersebut merupakan hasil kreatif masyarakat dengan menggunakan kekuatan kosntruksi sosial masyarakat. Selain itu juga dalam pandangan ontologi konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.19 Individuindividu bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya agar terbentuk sebuah hubungan antara individu dengan individu lain, karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa ada orang lain disekitarnya. Walaupun individu bebas melakukan sesuatu sesuai kreatifitas masing-masing, namun pastilah mereka memiliki sebuah tujuan yang berguna bagi dirinya atupun masyarakat di sekitarnya. Seperti yang di jelaskan oleh Max Webber, realitas sosial merupakan perilaku sosial yang memiliki makna subjektif, karena perilaku memiliki tujuan dan motivasi. 2. Konstruksi Media Terhadap Realitas Media massa dapat berperan dalam mengonstruksi suatu peristiwa untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial telah menjadi gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses di mana individu 19 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta:Prenada Media Group), h.11 17 menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.20 Pandangan konstruktivisme memahami tugas dan fungsi media massa berbanding terbalik dengan pandangan positivisme. Positivisme memandang media massa sebagai alat penyampai pesan dari komunikator (wartawan, jurnalis) ke khalayak. Media massa benar-benar merupakan alat netral, mempunyai tugas utama penyampai pesan, tanpa maksud lain. Jika media menyampaikan suatu peristiwa atau kejadian, memang itulah yang terjadi. Itulah realitas sebenarnya. Tidak ditambah tidak dikurang. Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Di sini, media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.21 Dalam pembentukan opini publik, media massa secara umum melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk memunculkan pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan (framing), hal ini bertujuan agar pesan yang sampai pada masyarakat sesuai dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media untuk menentukan prioritas pesan mana yang disampaikan kepada audiens media massa tersebut. Pelaksanaan tiga kegiatan tersebut bisa saja terpengaruhi oleh faktor internal berupa kebijakan redaksional yang didasari keterpihakan pengelola 20 Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005), h. 83 Tonny Bennet, dan James Wollacott, Culture, Society and the Media, (London, Methuen, 1982), h. 287 21 18 media dalam menaik-turunkan tokoh, atau bahkan kelompok, dan berbagai faktor eksternal seperti tekanan pasar audiens, sistem hukum negara, maupun kekuatan-kekuatan publik lainnya. Dengan demikian, bisa jadi satu peristiwa mampu menimbulkan opini publik yang berbeda tergantung cara masing-masing media melaksanakan tiga kegiatan tersebut.22 Khalayak penikmat media maka selayaknya menyadari, bahwa media harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realita-realitas yang dikemas hingga sedemikian rupa. Pengemasan program atau acara didasari atas konsepsi yang berbeda-beda, sesuai pola pandang dan interaksi pegiat media dengan realita, kemudian disajikan bagi publik. Dalam dunia politik modern media massa sering menjadi media pembentuk citra terutama oleh para penguasa, juga menjadi pintu bagi setiap kelompok sosial sebagai jalur propaganda guna mempengaruhi opini publik.23 Pembentukan ini dilakukan dengan upaya membangun opini dan karakteristik yang gencar ditampilkan terus-menerus. B. Teori Citra Frank Jefkins. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online.com, citra berarti rupa, gambar, gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan,organisasi, atau produk. Menurut bahasa dan sastra, citra merupakan kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah 22 Hamad, Ibnu, Dr, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta, Granit, 2004), h. 2-3 23 Hamad, Ibnu, Dr, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta, Granit, 2004), h. 8 19 kata, frasa,atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi.24 Citra adalah suatu pemikiran mengenai sebuah realitas dan tidak harus selalu sama dengan realitas yang ada. Citra dibentuk bedasarkan apa yang diterima oleh khalayak.25 Sedangkan Reynolds dikutip dalam The Journal Of Tourism Studies, mendefinisikan citra sebagai the development of a mental construct based upon a few impression choosen from a flood information. Dengan kata lain, Reynolds berpendapat bahwa citra itu ialah pengembangan gagasan mental yang dipengaruhi oleh informasi yang ada.26 Sedangkan menurut Bill Canton dalam Soemirat dan Ardianto, citra ialah the impression, the feeling, the conception which the public has of company, a concioussly created impression of an object, person or organization.27 Artinya, citra dapat diartikan sebagai gambaran apa yang ada di pikiran seseorang mengenai suatu hal, hal yang dimaksud di sini bias berupa personal, kelompok atau bahkan sebuah perusahaan. Menurut Frank Jefkins dalam buku Public Relations , definisi citra dalam konteks humas citra diartikan sebagai "kesan, gambaran, atau impresi yang tepat (sesuai dengan kenyataan) atas sosok keberadaan berbagai kebijakan personil personil atau jasa-jasa dari suatu organisasi atau perusahaan.” Jefkins 24 Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/citra. Jalaludin Rakhmat, Psikologi komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) Cet. Ke-28, h.222. 26 Charlotte M. Echtner and J.R. Brent Ritchie, The Meaning and Measurement of Destination Image, ( THE JOURNAL OF TOURISM STUDIES Vol. 14, No.1, 2003) h,38. 27 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.111. 25 20 (2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra yang dikemukakan, yakni: 1. Mirror Image (Citra Bayangan). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai kita. 2. Current Image (Citra yang Berlaku). Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya. 3. Multiple Image (Citra Majemuk). Yaitu adanya image yang bermacammacam dari publik terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbedabeda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi kita. 4. Corporate Image (Citra Perusahaan). Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya. 21 5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan). Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkn biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya. 1. Proses Pembentukan Citra Selain citra dikenal juga sebagai gambaran mengenai suatu hal. Penggambaran tersebut juga memiliki proses dalam pembentukannya. Proses tersebut mengalami 4 tahap28, yakni: a. Persepsi: Persepsi disini ialah mengenai memaknakan atau mengartikan suatu rangsangan berdasarkan pengalamannnya terhadap rangsangan itu sendiri. b. Kognisi: Setelah suatu individu sudah dapat mengartikan suatu rangsangan berdasarkan pengalamannya. Maka selanjutnya terjadi kognisi, dimana individu akan merasa yakin terhadap stimulus. c. Motif: Motif disini bias diartikan sebagai doronggan seorang individu untuk melakukan suatu hal tertentu untuk memenuhi tujuannya. d. Sikap: sikap yang dimaksud disini berarti sebuah kecondongan dalam diri untuk berpikir, bertindak dalam menghadapi suatu masalah, mengeluarkan suatu ide atau nilai-nilai yang ada di masyarakat. 28 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.116. 22 Proses-proses tersebut menunjukan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus atau rangsangan yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsangan ditolak, maka proses selanjutnya tidak akan berjalan. Hal ini menunjukan bahwa rangsangan tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak adanya perhatian dari individu tersebut. Sebaliknya, jika rangsangan itu diterima oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan perhatian dari organisme, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan. C. Televisi 1. Pengertian Televisi Televisi (TV) adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Televisi termasuk media komunikasi massa yang menyediakan berbagai macam informasi, antara lain politik, ekonomi, budaya, fashion, hiburan, dan lain sebagainya. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang besar orang. Media komunikasi yang termasuk media massa, yaitu radio siaran dan televisi dikenal sebagai media elektronik; serta surat kabar dan majalah yang keduanya termasuk media cetak.29 Kata televisi berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti masing-masing, jauh”tele“ dan tampak ”vision“. Dalam bahasa Yunani kata 29 Elvinaro ardianto et.al, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbosa Rekatama Media, 2007), h.3 23 “tele” berarti jarak dan kata “visi” yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi, kata televisi berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suara dari suatu tempat yang berjarak jauh.30 Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Media ini memiliki kelebihan dari media massa lainnya yaitu bersifat audio visual (didengar dan dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung menyajikan peristiwa yang sedang terjadi ke setiap rumah para pemirsa di manapun mereka berada.31 Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan media komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi barang pokok sebab dalam kenyataannya hampir setiap individu mempunyai televisi di rumah masing-masing. Berbeda dengan era tahun kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya hanya ada satu pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.32 22 Sutisno. P.C.S, Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio, (Jakarta: PT Grasindo, 1993), h.1 31 Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h.4 32 Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara Non-Drama, News,&Sport, PT.Grasindo.2013.hlm.4 24 2. Fungsi Televisi Pada umumnya televisi mempunyai fungsi yaitu fungsi penerangan, fungsi pendidikan, fungsi hiburan,33 fungsi promosi dan fungsi persuasi . Menurut fungsi ini segala sesuatu yang disiarkannya kepada masyarakat tergantung pada sistem negara dan pemerintah negara yang bersangkutan. a. Fungsi Penerangan Televisi merupakan media yang mampu menyiarkan berbagai informasi, hal ini disebabkan oleh dua faktor yang terdapat didalamnya, yaitu “Immediacy and Realism”. Immediacy mencakup pengertian langsung dan dekat. Peristiwa yang disiarkan oleh stasiun televisi dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa dan saat peristiwa berlangsung seolaholah mereka berada di tempat peristiwa itu terjadi. Realism yaitu mengandung makna kenyataan, ini berarti stasiun televisi menyiarkan informasi secara audio visual sesuai dengan kenyataan. b. Fungsi Pendidikan Sebagai media massa, televisi merupakan sarana paling ampuh untuk menyiarkan acara pendidikan kepada khalayak yang jumlahnya banyak secara simultan. Sesuai dengan pendidikan yakni meningkatkan pengetahuan dan penalaran masyarakat, televisi menyiarkan acara-acara tertentu secara implisit mengandung pendidikan seperti film, kuis, berita dan sebagainya yang disebut educational televition (ETV). 33 Onong Uchjana Effendy, Televisi siaran dan praktek, (Bandung: Remaja Karya, 1984), h.39 25 c. Fungsi Hiburan Fungsi hiburan yang melekat pada televisi sangat dominan. Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran diisi acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar hidup serta suara bagaikan kenyataan, dan dapat dinikmati sekalipun khalayak yang tidak mengerti bahasa asing. d. Fungsi Promosi Fungsi televisi sebagai media promosi melekat erat bagi para audiens. Bagaimana tidak? Hampir seluruh tayangan televisi selalu diselingi oleh tayangan promosi baik itu berupa produk, tokoh, juga program. Bentuk promosi dalam televisi juga telah beragam bentuk berupa tayangan, addlibs, ataupun pemunculan produk langsung dalam tayangan program televisi. e. Fungsi Persuasi Kepemilikan televisi yang hampir dimiliki seluruh rakyat Indonesia akan dengan mudahnya mempengaruhi audiens guna mengonsumsi, memilih atau menyetujui apa yang televisi tayangkan. Contoh saja pada setiap waktu mendekati pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum, elektabilitas tokoh publik tertentu dapat dibangun dengan menampilkan visi-misi atau citra tertentu tokoh tersebut. 26 BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. NET Mediatama 1. Sejarah NET. Terbentuknya NET. diawali oleh founder NET. Agus Lasmono dan Co-Founder Wishnutama Kusubandio yang bersepakat untuk membangun sebuah stasiun televisi baru di Indonesia, dengan konsep dan format yang berbeda dengan televisi yang ada saat itu di tanah air. NET., Televisi Masa Kini resmi mengudara pada 26 Mei 2013, setelah sebelumnya menjalani siaran percobaan sejak 18 Mei 2013. Grand launching NET. diselenggarakan di Jakarta Convention Center, lewat sebuah pagelaran megah yang menghadirkan sederet nama pengisi acara terkenal dari tanah air dan mancanegara, termasuk Carly Rae Jepsen dan Taio Cruz.34 NET. Televisi Masa Kini merupakan salah satu alternatif tontonan hiburan layar kaca. NET. hadir dengan format dan konten program yang berbeda dengan stasiun TV lain. Sesuai perkembangan teknologi informasi, NET. didirikan dengan semangat bahwa konten hiburan dan informasi di masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses. Karena itulah, sejak awal, NET. Muncul dengan konsep multiplatform, sehingga pemirsanya bisa mengakses tayangan NET. Secara tidak terbatas, kapan pun, dan di mana pun. 34 http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016. 27 Mengutip dari website langsung, konten tayangan NET. memiliki perbedaan dari tayangan televisi lain yang sudah ada. Sesuai semangatnya, tayangan berita NET. wajib menghibur, sebaliknya, tayangan hiburan NET. harus mengandung fakta, bukan rumor atau gosip. Dalam hal tampilan, NET. Muncul dengan gambar yang lebih tajam dan warna yang lebih cerah. NET. telah menggunakan sistem full high definition (Full-HD) dari hulu hingga hilir. NET. adalah bagian dari kelompok usaha Indika Group. Meskipun bergerak di bidang usaha Energi & Sumberdaya di bawah bendera Indika Energy Tbk, berdirinya Indika dimulai dari sebuah visi untuk membangun usaha di bidang media hiburan dan teknologi informasi. Nama Indika sendiri merupakan singkatan dari Industri Multimedia dan Informatika. Saat ini, melalui PT. Indika Multimedia, Indika Group bergerak di bidang usaha Promotor, Broadcast Equipment, Production House dan Radio. 2. Visi Misi NET. NET. memiliki visi untuk menyajikan konten program yang kreatif, inspiratif, informatif, sekaligus menghibur.35 Sedangkan misinya antara lain adalah menghasilkan industri yang kreatif, menghibur dan menyuguhkan konten berkualitas melalui bermacam platform. NET. juga bermisi Menyediakan media bagi pemangku kepentingan untuk menarik perhatian audiens. Misi NET. yang terakhir juga menarik, mengembangkan dan mempertahankan bakat terbaik dalam industri hiburan. 35 http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016. 28 3. Kategori Program Berkembang dengan slogan televisi masa kini, NET. menghadirkan beberapa kategori dalam program yang senantiasa mengisi keseharian masyarakat Indonesia, antara lain: Kids, tayangan ini berupa program yang disegmenkan untuk anak-anak. Information, tayangan yang menampilkan informasi baik ringan maupun mendalam. Magazine, tayangan yang menekankan pada aspek menarik suatu informasi ketimbang aspek pentingnya. Sport, tayangan yang menampilkan segala kegiatan terkait olahraga. Documentary, tayangan informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan terkait keilmuan, kejadian masa lampau atau realitas yang sedikit diketahui khalayak. Entertaintment, bentuk tayangan yang mengedepankan hiburan untuk audiens. Music, tayangan yang menyajikan musik berupa lagu maupun video clip.36 B. Net 86 NET. TV sebagai media televisi swasta yang terbilang muda menghadirkan inovasi tayangan karya jurnalistik dari pegiat-pegiat jurnalisme bekerja sama dengan Polri dalam program Net 86. Sejak tayang perdananya Net 86 menampilkan aksi para aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas. Di samping menampilkan aksi polisi menegakan tugas, Net 86 pula menampilkan sisi lain polisi secara humanis, di mana polisi sebagai bagian masyarakat. ........................................................................... 36 http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016. 29 Hadirnya Net 86 diawali oleh NET. yang ingin menghadirkan program tentang organ kenegaraan yang memiliki nilai jual, rating tinggi, namun tetap dekat dengan masyarakat dan edukatif. Diangkatlah polisi sebagai subjek program Net 86 karena NET. beranggapan polisi adalah aparatur terdekat dan banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat. NET. berharap awareness dan rating share dari masyarakat terkait program ini akan tinggi. Net 86 mengusung konsep reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Untuk itu Net 86 menyertakan keterlibatan Polri dalam mengembangkan gagasan program tersebut. Tujuan dari keterlibatan langsung kepolisian tidak lain untuk menjalin satu tujuan untuk saling menguntungkan. “Polisi ingin citranya baik dan Net 86 ingin program yang diterima dan ditonton oleh masyarakat” begitu tukas Mbarrep Desto Kuncoro sebagai produser.37 Pada awal tayang, 2 Agustus 2014 Net 86 ditayangkan setiap hari, dari Senin hingga Minggu. Namun terdapat perubahan jadwal, Net 86 hanya ditayangkan dari Senin hingga Jumat pukul 21.30 WIB. Hingga 30 Juni 2016, Net 86 telah menayangkan 601 episode yang terdiri atas pelbagai kasus di seluruh Indonesia. Beragam kasus yang ditampilkan antara lain tentang lalu lintas, bentrok antarwarga, demonstrasi unjuk rasa, operasi cipta kondisi, penyalahgunaan narkotika, pencurian kendaraan bermotor, hingga pengeboman di sekitar Plaza Sarinah, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016 silam dan pelbagai tindak kriminal lainnya. 37 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 30 Proses produksi Net 86 dipimpin oleh seorang produser yang berwenang dan bertanggung jawab penuh terkait kebijakan redaksional, juga tinggirendahnya awareness dan rating Net 86. Produser hanya menaungi dua divisi di bawahnya, Production Assistant (PA) dan Creative Team. PA bertugas mengurus masalah teknis program. Sedangkan Creative bertanggungjawab memilih tema atau isu hangat terbaru sesuai tanggal tayang; menyunting dan mengedit tayangan yang masuk di televisi.38 Didasari pada standar tayangan NET. untuk menyajikan sisi positif ketimbang sisi negatif dari tokoh yang ditampilkan, Net 86 mayoritas menampilkan sisi positif polisi sebagai subjek program ini. “Kalau berbicara tentang sisi negatif polisi, pasti banyak banget.” Ungkap sang produser Net 86. Namun, sebagai pemimpin produksi, sang produser beranggapan, jika menampilkan tayangan dengan sisi negatif tentu akan sangat tidak mendidik masyarakat. Net 86 lalu menampilkan citra polisi dalam konstruksi positif. Net 86 tidak hanya bertujuan pada mengubah pola pikir masyarakat tentang polri, tapi juga lebih memberikan edukasi bagi masyarakat luas. Edukasi tersebut berbentuk nasihat, diberikan kepada para pelanggar dalam tayangan Net 86 yang secara tidak langsung juga diberikan kepada khalayak penonton Net 86. Selain mengonstruksi citra polisi secara positif, Net 86 pun menyertakan sisi human interest dari polisi sebagai manusia biasa. Hal tersebut didasari konsep Net 86 yang juga mengusung police as a human.39 Penggambaran 38 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 39 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 2016 31 polisi sebagaimana manusia biasa yang memiliki hati nurani, contohnya adalah ketika bertugas polisi tidak semata didasari oleh perundang-undangan dalam menindak pelaku, tapi juga rasa khawatir dan simpati antar manusia. Produser Net 86 sendiri menyadari adanya dissinkronisasi antara realitas sosial yang berada di masyarakat dan realitas media yang Net 86 tampilkan. Hal tersebut sebagaimana ia sampaikan ketika berbincang dengan penulis. Realitas sosial yang terbentuk di benak masyarakat Indonesia terkait polisi tentu beragam, ada yang menilai positif, dan banyak yang menilai negatif.40 Pola pikir masyarakat ini berujung pada rasa sungkan, ketidakpecayaan bahkan antipati masyarakat terhadap polisi. Hal ini membuat masyarakat berkecil hati atas aparat kepolisian dan negara Indonesia. Demikian adanya, Net 86 mencoba membangun citra polisi dengan positif tidak lain adalah bertujuan untuk mengedukasi dan mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga, kerabat, maupun orang lain;41 membangun pola pikir masyarakat agar lebih bangga terhadap aparatur negara;42 menyindir para oknum polisi yang masih nakal bahkan berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. “Polisi sudah dibuatkan program yang seperti ini, biar sadar” begitu produser berharap kepada polisi yang bersikap buruk agar malu bila bersikap buruk, sadar, instropeksi diri, berubah lebih baik dan senantiasa menjadi aparat keamanan 40 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 41 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 42 2016 32 negara yang melindungi, mengayomi juga melayani masyarakat dengan baik. Net 86 menyadari betul posisi sebagai media massa di mana tayangan ini mampu membentuk opini masyarakat sesuai dengan yang disajikan. Maka dari itu, Net 86 menekankan sisi edukatif kepada penonton yang mana selalu ditampilkan himbauan, larangan dan nasihat dalam setiap tayangan Net 86.43 Hingga Juni 2016 ini, Net 86 telah menampilkan kurang lebih 600 episode yang berisikan bermacam kegiatan tugas polisi dari penindakan lalu lintas, pengamanan demonstrasi, penindakan penyalahguna narkoba, dan pelbagai kasus kriminal. C. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) 1. Sejarah Polri Kepolisian Nasional Indonesia diresmikan pada 1 Juli 1946 (Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D)44, meski demikian keberlangsungan kegiatan dan kinerja polisi sendiri telah lahir sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta.45 Pada masa awal, kepolisian dinamai Djawatan Kepolisian Negara yang berada dalam pengaturan Kementerian Dalam Negeri perihal administrasi. Sedangkan secara operasional kepolisian diatur oleh Kejaksaan Agung.46 Siring berjalannya perkembangan kepolisian, saat ini kedudukan 43 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 https://www.polri.go.id/tentang-sejarah.php Diakses pada, 14 Juli 2016 45 Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.vi 46 Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.85 44 33 polisi berfungsi sebagai organ pemerintah yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan keamanan, ketenangan dan ketertiban.47 2. Visi Misi Sebagai aparat penegak hukum di Indonesia, Polri memiliki visi untuk mewujudkan pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima, menegakkan hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta menjalin sinergi polisional yang proaktif. Untuk menujang visi itulah, polri memiliki serangkaian misi yaitu melaksanakan deteksi dini dan peringatan dini melalui kegiatan/operasi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan; memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, responsif dan tidak diskriminatif; menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang; menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri; mengembangkan perpolisian masyarakat yang berbasis pada masyarakat patuh hukum; menegakkan hukum secara profesional, objektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan; mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri; membangun sistem sinergi polisional interdepartemen dan lembaga internasional maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja (partnership building/ networking). 47 Dr. G. Ambar Wulan, Polisi dan Politik, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. hlm.320 34 3. Jenis Polisi Menurut Tugas Dalam struktur organisasi kepolisian, polri memiliki bermacam unit dan satuan kerja. Berikut beberapa jenis Polisi: Sabhara: Samapta Bhayangkara (Sabhara) bertugas melakukan pelayanan masyarakat merupakan fungsi dasar kepolisian seperti pembuatan laporan polisi, pengaturan jalan dan pengamanan kegiatan masyarakat; 48 Brimob: Brigade Mobil (Brimob) adalah kesatuan yang dikenal sebagai Korps Baret Biru dalam tubuh Kepolisian Negara Republik indonesia. Brimob merupakan pasukan khusus dalam jajaran institusi Polri, karena memiliki lingkup tugas khusus yaitu menanggulangi situasi darurat, membantu tugas kepolisian kewilayahan dan menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi, yang menggunakan senjata api dan bahan peledak, melaksanakan operasi yang membutuhkan aksi yang cepat, situasi pertolongan pada Bencana Alam (SAR), Pertempuran Jarak Dekat (dalam kota), dan sebagainya; Propam (dulu lebih dikenal dengan nama provos) adalah divisi yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan di lingkungan internal organisasi polri; Satlantas: polisi lalu lintas bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi lalu lintas yang meliputi pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi/ kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakkan hukum dibidang lalu lintas guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban 48 http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragam-polisi.html Diakses pada 19 Juli 2016. 35 dan kelancaran lalu lintas;49 Reskrim: Reserse Kriminal (Reskrim) bertugas mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap kasus. Setelah bukti terkumpul, reskrim menangkap tersangka, kemudian bersama-sama alat bukti yang telah terkumpul, diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum; Binamitra, pada divisi ini mendekati fungsi humas, yaitu berkonsentrasi kepada sosialisasi informasi kepolisian secara aktif yang menghubungkan antara polisi dan masyarakat;50 Divisi Teknologi Informasi: divisi teknologi informasi (TI) bertugas di bidang informatika yang meliputi teknologi informasi, dan komunikasi elektronika yang berada di bawah kapolri bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pengembangan sistem teknologi informasi dan komunikasi elektronika serta informasi manajerial termasuk jaringan telekomunikasi di lingkungan polri yang meliputi sentralisasi pengumpulan dan pengolahan data, analisa dan evaluasi serta penyajian informasi termasuk pelayanan multimedia.51 4. Permasalahan Pada Tubuh Polri Dalam pandangan hukum tentang polisi secara tradisional, seorang polisi hanyalah seorang warga biasa yang dipekerjakan dan dibayar untuk menegakan hukum sebagai tugasnya.52 Berbeda dari pandangan tersebut, saat ini polisi memiliki kewenangan tertulis dalam undang-undang yang 49 http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragam-polisi.html Diakses pada 19 Juli 2016. 50 http://pelayanmasyarakat.blogspot.co.id/2008/01/5-fungsi-umum-kepolisian.html Diakses pada 19 Juli 2016. 51 http://ycgroup.blogspot.co.id/2013/04/divisi-teknologi-informasipada.html#axzz4Es6BDFsB Diakses pada 19 Juli 2016. 52 Kunarto, Robert Baldwin & Richard Kinsey (Eds.), Police Powers Politic (Kewenangan Polisi dan Politik), PT. Cipta Manunggal, Jakarta 2002. Hlm 172 36 tidak dimiliki masyarakat biasa, sebagaimana tercantum dalam butir e dan f, Pasal 15, BAB III, Undang-Undang Kepolisian No 2 tahun 2002, polisi berhak mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif juga berhak melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan, baik berupa kriminal atau kegiatan yang dapat mengganggu keamanan. Profesionalisme dan transparansi kerja polisi mestilah diutamakan. Dengan Profesionalisme dan transparansi inilah polisi dan masyarakat dapat bekerja sama membangun lingkungan yang aman sebagaimana dikenal dengan community policing. Community policing hadir sebagai strategi untuk menutupi minimnya jumlah aparat kepolisian yang lebih sedikit dibanding masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam bermasyarakat. Untuk menjaga kebersinambungan community policing tersebut, pada dasarnya polisi mestilah menjaga citra agar tetap baik. Polisi yang santun, berintegritas, dan berpegang teguh pada visi misi kepolisian akan langsung meningkatkan kerjasama antara polisi dan masyarakat. Namun, etos kerja polisi yang buruk dapat menghancurkan kerjasama antara polisi dan masyarakat tersebut. Drs. Kunarso sebagai mantan kapolri turut geram atas sikap buruk para oknum polisi yang angker, bersikap dan bertindak sebagai penguasa, korup, bengis dan melukai hati masyarakat dalam bertugas. Hal itu cenderung menghancurkan 37 kerjasama polisi dan masyarakat sebagaimana tertulis pada kata pengantar dalam buku Police Powers Politic karangan Robert Baldwin dan Richard Kinsey.53 Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.54 Pada kondisi tersebut, polisi sangat berpotensi melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran. Potensi-potensi kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang kemudian memunculkan asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), butir ke-3 huruf c. Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni “polisi mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna mendukung operasional tugas Polri”. Poin ini memungkinkan polisi dalam aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik berupa sumber daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi penyalahgunaan kekuasaan tidak kalah besar. Namun demikian realita yang hadir di mata masyarakat, masih ada tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak sewenang-wenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya berbagai keluhan publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi 53 Disunting oleh Drs. Kunarto, Robert Baldwin & Richard Kinsey, Police Powers Politic (Kewenangan Polisi dan Politik), PT. Cipta Manunggal, Jakarta 2002. Hlm xvi 54 https://www.polri.go.id/tentang-visimisi.php. Diakses pada, 24 Februari 2016 38 negatif tentang polisi. Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta, Senin (26/03/2015), tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna kendaraan bermotor Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar. Diawali oleh brigadir Hardiyanto yang mencaci Huandra “dasar cina!”, selanjutnya surat tilang tidak dijelaskan, SIM ditahan, form biru dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM harus diambil dimana tidak diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.55 Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis (12/2/2015). Kejadian berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi roda untuk salah satu anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi meminta Riski meninggalkan kartu identitas (KTP). Bukan menyerahkan KTP, Briptu Riski malah melayangkan bogem ke wajah Yudi.56 Hal tersebut mengakibatkan korban cedera dan mesti dirawat.57 Selanjutnya adalah kasus korupsi yang melibatkan mantan kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Susno Duadji terkait dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Keterangan yang dihimpun kantor berita Antara menyebutkan, Polda Jawa Barat yang kala itu dijabat Susno Duadji selaku Kapolda menerima dana 27 miliar untuk pengamanan 55 /www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisi-sewenangwenangdan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016 56 http://news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindak-sewenang-wenanganggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016 57 http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawati-pilihjalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016 39 Pemilukada Jawa Barat 2008 namun sebagian dana tidak dipakai untuk pengamanan Pemilukada tapi dipakai untuk kepentingan yang lain.58 Contoh kasus lain ialah terkait rekening gendut aparat kepolisian Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka pasca menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon tunggal Kapolri di gedung DPR RI. Penetapan tersebut terkait dengan rekening gendut miliknya yang mencapai hingga Rp 1,2 triliun. Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Januari 2015.59 Selain Budi Gunawan, yang tersandung kasus rekening gendut, sedikitnya ada 17 nama pejabat tinggi Polri baik purnawirawan maupun yang masih aktif .60 58 http://www.antaranews.com/print/188320/susno-tersangka-dana-pengamanan-pilkadajawa-barat Diakses pada 20 Juli 2016 59 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_kpk Diakses pada 20 Juli 2016 60 http://www.merdeka.com/peristiwa/beredar-nama-nama-jenderal-polisi-yangtersangkut-rekening-gendut.html Diakses pada 20 Juli 2016 40 BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN A. Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016 Pada 30 Mei 2016, Net 86 mengangkat tema “Sopir Angkot” di mana polisi mengatur lalu lintas di seputaran Jl. Mangga Dua Raya, Jakarta Utara. Dalam tayangan, ditampilkan aparat polisi Andre F. Damanik melakukan sterilisasi jalur busway yang seringkali dilalui oleh kendaran pribadi maupun angkutan umum. Ditengah penindakan polisi, tampilan program menjadi hitam dengan bertuliskan “Mohon maaf adegan ini tidak dapat kami tayangkan. Supir angkutan umum tersebut mencoba melarikan diri, sehingga petugas terpaksa mengamankannya”. Dalam tayangan dengan sabar, polisi melakukan penindakan terhadap sopir angkutan yang melawan bahkan mencoba kabur dari penindakan polisi. Tayangan Net 86 edisi 31 Mei 2016 mengusung tema “Balap Liar Sidoarjo” ditampilkan aksi IPDA Bima Sakti dengan rekan-rekan melakukan operasi cipta kondisi di Jl. Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam tayangan ditampilkan polisi mengamankan aksi ugal-ugalan dan balap liar yang sering dilakukan sekumpulan remaja. Ketika polisi datang ke lokasi balap liar untuk melakukan peneguran dan penindakan, para pengendara motor yang berada di tempat tersebut kabur berhamburan ke segala arah. Namun, nahas, banyak kendaraan yang terjatuh dan saling bertabrakan ketika kabur dari kejaran polisi. Dari beberapa pengendara yang terjatuh ketika mencoba kabur, polisi membantu membopong mereka ke pinggir jalan dan menayakan tujuan 41 keberadaan pengendara di tempat tersebut. Di akhir tayangan, Net 86 menunjukan seorang polisi yang terluka karena terseret saat mengejar pengendara motor yang mencoba kabur. Dengan senyum ramah ia tetap senantiasa menasihati mereka bahwa aksi ugal-ugalan dari balap liar itu sangatlah berbahaya, tidak hanya untuk pengendara tapi juga bagi orang lain yang melintas di jalan tersebut. Pada 1 Juni 2016 Net 86 menampilkan aksi polisi menjaga keamanan pertandingan sepak bola antara Persija Jakarta dan Persela Lamongan dengan tema “Pengamanan GBK”. Penjagaan pertandingan yang berlangsung 14 Mei 2016 di stadion Gelora Bung Karno tersebut dipimpin oleh Kapolsek Senen, Kompol Kasmono. Dalam tayangan ditampilkan polisi mengamankan supporter Persija dengan merapihkan supporter yang hendak menukarkan tiket untuk masuk, sambil memeriksa barang bawaan yang mungkin dapat membahayakan seperti senjata tajam, petasan, minuman keras atau narkotika. Polisi juga melarang mereka membawa botol maupun kaleng minuman yang disinyalir dapat digunakan untuk lempar-lemparan. Dalam tayangan, Kasmono mengungkapkan bahwa sejak pukul 13.00 ia beserta jajaran telah berjaga di stadion untuk pengamanan yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan pertandingan tanpa ada kerusuhan. Dalam tayangan, sambil memeriksa supporter polisi juga menasihati mereka agar menjaga sportifitas dan keamanan. Di tengah tayangan ada sekelompok supporter yang mengajak Kasmono berfoto, walau ia menyadari hal itu hanya keisengan kecil dari 80.000 supporter yang datang. “Kita sebagai polisi harus dekat dengan 42 masyarakat, sapa dan salam harus dikedepankan. Kalau tidak mengganggu, mau berfoto ya foto saja” begitu ungkap Kasmono. Pada episode ini Net 86 menunjukan bahwa polisi adalah perangkat yang sigap menjaga keamanan namun juga tetap harus dekat dengan masyarakat. Bila pada sebelumnya Net 86 menampilkan polisi yang senantiasa ramah kepada supporter dalam penjagaan GBK, pada 2 Juni 2016 Net 86 menyajikan polisi ketika melakukan operasi cipta kondisi terkait maraknya premanisme di Sanur, Denpasar, Bali. Pengamanan premanisme dipimpin oleh Kompol Pande selaku Kanit Jatanras Polda Bali. Operasi yang dilaksanakan pada 18 Mei 2016 tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang sering terjadi aksi premanisme seperti warung remang, tempat preman berkumpul, juga tempat lokalisasi. Operasi ini berfokus pada pemeriksaan identitas, dan kepemilikan senjata tajam karena disinyalir sering terjadi perkelahian menggunakan senjata tajam hingga menghasilkan korban. “Tujuan operasi ini untuk melakukan pembinaan dan memberi efek jera bagi sekelompok orang yang mungkin sering membuat masalah, rusuh maupun ugal-ugalan,” tukas Pande. Dalam tayangan ditemukan sekelompok pengunjung yang tidak membawa kartu identitas apapun baik Kartu Tanda Penduduk ataupun Surat Izin Mengemudi. Para pengunjung yang tidak membawa kartu identitas kemudian dikumpulkan untuk diimbau dan dinasehati untuk selalu membawa kartu identitas. Dengan bijak dan bersahabat polisi menyebutkan kepada para tertindak bahwa pembawaan kartu identitas berguna bila saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan atau menjadi korban tindak kejahatan, 43 kartu identitas berguna untuk mengidentifikasi diri korban. Tidak terlihat polisi berucap kasar apalagi melakukan kekerasan dalam tayangan tersebut. Berbeda dari tayangan sebelumnya, Net 86 pada edisi 3 Juni 2016 dengan tema “Razia Narkoba Diskotik Kemang” mengangkat razia narkoba yang digawangi oleh Kompol Vivick Tjangkung selaku Kasat Narkoba Metro Jakarta Selatan. Razia narkoba tersebut berlangsung di sebuah cafe hiburan di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Diawali oleh Vivick yang maju ke panggung utama cafe dan meminta izin pengunjung, bahwa ia dan tim kepolisian akan melakukan razia kepemilikan dan penyalahgunaan narkoba. Dengan kordinatif, Vivick mengajak pengunjung untuk bekerja sama mewujudkan Indonesia bebas narkoba. Dalam razia tersebut polisi melakukan pemeriksaan kepemilikan narkoba dalam barang bawaan juga melakukan tes urin pada para pengunjung. Dari hasil tes urin, ditemukan beberapa pengunjung yang terbukti positif menggunakan narkoba, namun tidak ditampilkan adanya sikap kasar polisi ketika menggelandang pengunjung yang terbukti positif menggunakan narkoba menuju kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut. Secara keseluruhan Polisi tampil dengan bijak dan kordinatif. B. Konstruksi Realitas dalam Reality Show Net 86. Dalam bab ini peneliti mengurai mengenai konstruksi atas realitas polisi dalam reality show Net 86 edisi 30 Mei hingga 3 Juni 2016. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab II mengenai teori konstruksi realitas sosial yang merupakan proses sosial melalui tindakan dan interaksi individu kemudian 44 menciptakan sebuah realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif serta dilakukan terus-menerus. Net 86 mengusung konsep reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Untuk itu Net 86 menyertakan keterlibatan Polri dalam mengembangkan gagasan program tersebut. Tujuan dari keterlibatan langsung kepolisian tidak lain untuk menjalin satu tujuan untuk saling menguntungkan. Polisi ingin citranya baik dan Net 86 ingin program yang diterima dan ditonton oleh masyarakat.61 Didasari pada standar tayangan NET. untuk menyajikan sisi positif ketimbang sisi negatif dari tokoh yang ditampilkan, Net 86 mayoritas menampilkan sisi positif polisi sebagai subjek program ini. “Kalau berbicara tentang sisi negatif polisi, pasti banyak banget.” Ungkap sang produser Net 86. Namun, sebagai pemimpin produksi, sang produser beranggapan, jika menampilkan tayangan dengan sisi negatif tentu akan sangat tidak mendidik masyarakat. Net 86 lalu menampilkan citra polisi dalam konstruksi positif. Net 86 tidak hanya bertujuan pada mengubah pola pikir masyarakat tentang polri, tapi juga lebih memberikan edukasi bagi masyarakat luas. Selain mengonstruksi citra polisi secara positif, Net 86 pun menyertakan sisi human interest dari polisi sebagai manusia biasa. Hal tersebut didasari konsep Net 86 yang juga mengusung police as a human.62 Penggambaran polisi sebagaimana manusia biasa yang memiliki hati nurani, contohnya adalah ketika bertugas polisi tidak semata didasari oleh perundang-undangan dalam 61 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 62 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 45 menindak pelaku, tapi juga rasa khawatir dan simpati terhadap sesama manusia. Net 86 mencoba membangun citra polisi dengan positif tidak lain adalah bertujuan untuk mengedukasi dan mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga, kerabat, maupun orang lain;63 membangun pola pikir masyarakat agar lebih bangga terhadap aparatur negara;64 menyindir para oknum polisi yang masih nakal bahkan berperilaku layaknya musuh masyarakat untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. “Polisi sudah dibuatkan program yang seperti ini, biar sadar” begitu produser berharap kepada polisi yang bersikap buruk agar malu bila bersikap buruk, sadar, instropeksi diri, berubah lebih baik dan senantiasa menjadi aparat keamanan negara yang melindungi, mengayomi juga melayani masyarakat dengan baik. Net 86 menyadari betul posisi sebagai media massa di mana tayangan ini mampu membentuk opini masyarakat sesuai dengan yang disajikan. Maka dari itu, Net 86 menekankan sisi edukatif kepada penonton yang mana selalu ditampilkan himbauan, larangan dan nasihat dalam setiap tayangan Net 86.65 1. Tahap Eksternalisasi Eksternalisasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan. Penyesuaian tersebut berupa pencurahan dan pengekspresian diri ke dalam dunia, baik berupa kegiatan mental maupun fisik. 63 64 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 65 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 46 Polri sebagai aparat penegak hukum di Indonesia berupaya melakukan tugas sebaik-baiknya sebagaimana tertuang dalam visi dan misi kepolisian untuk senantiasa melindungi, mengayomi dan melindungi. Di bawah satuan Polri, polisi terus mencoba menempati perannya yang penting dalam struktur kenegaraan agar tercipta Republik Indonesia yang tertib dan taat hukum. Untuk menjalani tugas yang amat besar, polisi difasilitasi pelbagai kewenangan hukum dalam menghimbau, mendeteksi, mengungkap dan menindak segala hal terkait pelanggaran hukum. Namun demikian, masih banyak oknum polisi di lapangan yang bertindak buruk, jahat dan layaknya musuh masyarakat sebagaimana beberapa contoh pada bab-bab sebelumnya penulis uraikan. Tahap eksternalisasi berlangsung ketika NET. hendak membuat sebuah program reality show tentang perangkat kenegaraan dalam bertugas yang kemudian dipilihlah polisi. Terpilihnya polisi sebagai subjek tayangan ini karena dianggap polisi adalah perangkat negara yang paling dekat dengan masyarakat dan dalam aktivitasnya bersentuhan langsung dengan masyarakat. namun tim NET. yang kurang memahami secara fasih prosedural yang sesuai ketika polisi bertugas mengimbau, mendeteksi juga menindak segala bentuk pelanggaran hukum kemudian berkordinasi dengan Polri langsung dalam pengembangan gagasan juga ide program. Tim produksi menyesuaikan dan menyatukan perspektif antara Polri dan NET. demi menghasilkan program yang saling menguntungkan. Polisi 47 ingin citranya baik, Net 86 ingin tayangan yang ditonton masyarakat.66 Produser beserta jajaran produksi maupun Polri memiliki kewenangan untuk saling menentukan tayangan yang sesuai untuk ditampilkan pada setiap episode. Contohnya isu hangat apa yang sedang ramai dibicarakan masyarakat, atau kejadian penting apa di Indonesia yang melibatkan kepolisian. 2. Tahap Objektivasi Objektivasi yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Proses tersebut merupakan hasil dari proses eksternalisasi manusia itu sendiri.pada tahap ini sebuah produk sosial berada dalam proses institusionalisasi sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produkproduk kegiatan manusia. Tahap Objektivasi pada reality show Net 86 adalah ketika hasil kerjasama NET. dan Polri bersatu dalam pengumpulan gagasan kemudian ditampilkan dalam program Net 86 yang mengusung konsep tayangan polisi saat bertugas. Net 86 tayang setelah disesuaikan dengan prosedural kepolisian juga standarisasi tayangan sesuai kode etik jurnalistik.67 3. Tahap Internalisasi Internalisasi merupakan proses individu mengidentifikasi diri terhadap lembaga sosial dimana ia tinggal. Dengan kata lain internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran manusia sehingga 66 67 Hasil wawancara langsung dengan Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86 pada 13 Juli 2016 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 48 subjektif individu terpengaruh terhadap struktur dunia sosial. Berbagai unsur dari produk dunia yang terobjektifkan akan tertangkap oleh individu menjadi gejala realitas diluar kesadaran, serta menjadi gejala internal untuk kesadarannya sendiri. Dalam tahapan internalisasi ini, tim Net 86 yang dipimpin seorang produser kemudian menayangkan sisi lain dari polisi. Polisi yang banyak dinilai menyimpang dalam betugas menegakkan hukum tidak menjadi fokus utama Net 86 melainkan lebih mengedepankan pesan moral yang kemudian ditujukan kepada pemirsanya. Net 86 merekonstruksi realitas sifat dan sikap pada etos kerja polisi di lapangan. Polisi yang biasa diketahui masyarakat sebagai aparat yang keras, arogan bahkan korup tidak ditampilkan dalam Net 86. Tujuan rekonstruksi citra polisi bertujuan menginspirasi masyarakat luas agar lebih sadar dan taat hukum dalam setiap aktivitas. Selain itu tayangan ini juga bermaksud menyadarkan banyaknya oknum dari kepolisian sendiri yang masih bersikap buruk, tidak bertanggung jawab, bahkan seolah musuh masyarakat agar bersikap lebih baik lagi dalam mengemban tugas sebagai aparat penegak hukum. Sedangkan tujuan yang lebih umum adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih bangga terhadap hukum, aparat dan bangsa mereka.68 68 Hasil wawancara langsung dengan Rangga Muliawan, kreatif Net 86 pada 20 Juli 2016 49 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari Hasil penelitian mengenai Konstruksi Citra Positif Polisi pada Program Net 86 di NET. TV, diketahui bahwa Net 86 merupakan reality show yang menampilkan polisi saat bertugas. Dalam menyajikan tayangan, tim produksi Net 86 mengakui adanya pembentukan realitas untuk menampilkan polisi dalam citra positif ketimbang negatif. Realitas yang disuguhkan Net 86 acapkali berseberangan dengan realitas sosial yang mencuat ke masyarakat, namun kontradiksi tersebut guna mencapai tujuan Net 86 untuk menampilkan sebuah tayangan yang edukatif namun menghibur. Hal ini membuktikan NET. sebagai media massa adalah agen yang mengkonstruksi realitas, di mana hal tersebut juga sejalan dengan teori konstruksi milik Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dimana media dalam menyajikan tayangan lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Edukasi yang Net 86 beri disisipkan berupa nasehat, dan pesan moral ketika polisi menindak pelanggar hukum. Nasehat yang polisi berikan informasiinformasi hukum, teguran, larangan hingga penindakan terkait pelanggaran hukum tidak hanya ditujukan kepada tersangka yang ditindak saat proses produksi tapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia yang menyaksikan Net 86. Selain bertujuan mengedukasi penontonnya, tayangan Net 86 juga bertujuan menyadarkan oknum polisi yang masih berperilaku buruk dan 50 mengecewakan masyarakat untuk memperbaiki sikap demi mencapai slogan Polri sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Bila memandang konsep program Net 86 yang cenderung menampilkan citra polisi secara positif dengan nasehat dan pesan moralnya, bila ditarik persetaraan melalui teori citra milik Frank Jefkins tayangan Net 86 menganut pola current image di mana Net 86 berupaya memengaruhi kesadaran masyarakat melalui tayangan Net 86 seolah realitas yang disajikan adalah suatu realitas nyata yang berlaku di masyarakat. Dalam tayangnya Net 86 memiliki dua sisi efek yang berbeda, efek yang dihasilkan oleh Net 86 akan menghasilkan efek positif juga negatif. Efek positifnya adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum akan meningkat, polisi sungkan untuk bersikap buruk juga mengecewakan masyarakat kemudian akan terjalin kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat untuk mewujudkan Indonesia yang patuh hukum. Efek negatifnya adalah rasa skeptis dan kritis masyarakat terhadap polisi akan hilang, karena masyarakat menganggap polisi selalu positif sebagaimana realitas yang Net 86 gambarkan tentang polisi. B. Saran Setelah melakukan penelitian pada program Net 86 di NET. TV, peneliti menyampaikan saran dan masukan demi kemajuan bersama, sebagai berikut: 1. Untuk pihak Net 86 diharapkan untuk mencoba menampilkan polisi tidak hanya dalam citra positif, namun juga harus mencoba menampilkan realitas nyata tentang polisi. Hal itu bertujuan untuk mengedukasi pemirsa Net 86 51 bahwa polisi sebagai manusia biasa juga dapat melakukan kesalahan. Dari situ masyarakat perlu turut serta melakukan fungsi kontrol bagi aparat penegak hukum, agar tercipta Indonesia yang melek hukum. 2. Untuk pihak kepolisian diharapkan sebagai aparat penegak hukum yang dibekali kewenangan yang amat besar senantiasa menjunjung tinggi kode etik profesi Polri, juga slogan Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, agar tercipta kerjasama yang baik antara Polri dan masyarakat. 3. Untuk masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran diri untuk patuh terhadap hukum, agar tercipta keberlangsungan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. 4. Untuk penonton televisi diharapkan menyadari betul peran media massa yang tidak hanya berperan sebagai penyampai pesan, tapi juga sebagai pembentuk realitas yang lengkap dengan dengan pandangan, bias dan pemihakan. 52 DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbosa Rekatama Media, 2007. Baldwin, Robert & Kinsey, Richard. Police Powers Politic ,Kewenangan Polisi dan Politik, Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2002. Bennet, Tonny dan Wollacott, James. Culture, Society and the Media, London, Methuen, 1982. Berger, Peter L. & Luckman, Thomas. The Social Construction of Reality, a Trease in the Sociologic of Knowledge, New York: Penguin Books, 1966. Burhan, Bungin. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Burhan, Bungin. Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta:Prenada Media Group, 2008. Echtner, Charlotte M. and Ritchie, J.R. Brent. The Meaning and Measurement of Destination Image, The Journal of Tourism Studies Vol. 14 No.1, 2003 Effendy, Onong Uchjana. Televisi siaran dan praktek, Bandung: Remaja Karya, 1984. Eriyanto. Analisis Framing, Yogyakarta: Lkis Group, 2002. Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Jakarta: Granit, 2004. M.A, Morissan. Psikologi Komunikasi, Bogor: Ghalia, 2010. Mabruri, Anton. Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara NonDrama, News,&Sport, Jakarta: PT.Grasindo, 2013. 53 Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Cetakan ke-dua puluh dua, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006. Polama Margaret M. Sosiologi Kontenporer, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003. Sendjaja, Sasa Djuarsa. Teori Komunikasi, Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005. Severin, Werner J. & W. James. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Jakarta, Kencana, 2011. Soemirat, Soleh dan Ardianto, Elvinaro. Dasar-Dasar Public Relation, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. Ke-8, h.111. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010. Sutisno. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio, Jakarta: PT Grasindo, 1993. Wulan, G. Ambar. Polisi dan Politik, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2009. Internet: http://www.antaranews.com/print/188320/susno-tersangka-dana-pengamananpilkada-jawa-barat Diakses pada 20 Juli 2016 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150216_kronologi_bg_k pk Diakses pada 20 Juli 2016 http://www.bennyrhamdani.com/2016/02/yuk-mengenal-jenis-seragampolisi.html Diakses pada 19 Juli 2016. http://id.wikipedia.org/wiki/Polisi. Diakses pada, 24 Februari 2016 54 http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawatipilih-jalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016 http://www.merdeka.com/peristiwa/beredar-nama-nama-jenderal-polisi-yangtersangkut-rekening-gendut.html Diakses pada 20 Juli 2016 http://www.merdeka.com/peristiwa/digebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawatipilih-jalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016 http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada Senin, 11 Juli 2016. http://www.news.okezone.com/read/2015/02/14/337/1105698/bertindaksewenang-wenang-anggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016 http://www.pelayanmasyarakat.blogspot.co.id/2008/01/5-fungsi-umumkepolisian.html Diakses pada 19 Juli 2016. http://www.polri.go.id Diakses pada, 14 Juli 2016 http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/03/27/nlujpm-polisisewenangwenang-dan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016 http://www.wartapriangan.com/oknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remajadengan-pistol/2742. Diakses pada, 26 Februari 2016 http://www.ycgroup.blogspot.co.id/2013/04/divisi-teknologi-informasipada.html#axzz4Es6BDFsB Diakses pada 19 Juli 2016 55 LAMPIRAN-LAMPIRAN Bukti Pengiriman Company Profile NET. Mediatama oleh Miranda Rizka Zulkarnaen, HRD NET.. 56 Bukti Perizinan mewawancara produser Net 86, Mbarrep Desto Kuncoro pada 13 Juli 2016. 57 Bukti pengiriman daftar tayang Net 86 oleh Rangga Muliawan, kreatif Net 86. 58 Foto setelah wawancara dengan produser Net 86, Mbarrep Desto Kuncoro. Foto setelah wawancara dengan kreatif Net 86, Rangga Muliawan. 59 Tema Tayang Net 86 30 Mei – 3 Juni 2016. Jaguar - Siomay Ngepil ( 1,2 ) 577 578 Senin, 30/6/2016 Andre - Supir Angkot ( 3 ) Kemal - Keluarga Sabu Makassar (1,2) 578 579 Selasa, 31/5/2016 Bima - Balap Liar Sidoarjo (rerun) (3) Subang 579 580 Rabu, 01/6/2016 Longsor (1) Kasmono - Pengamanan GBK (2) Ricca - Semanggi Bus mogok (3) Jaguar 580 581 Kamis, 02/6/16 Pande - Cowok - Nangis Bali (1) (2) Audi - Bonceng 3 (3) Mujianto - Pengamanan HUT 3.0 (1) Gotham - Kontra Radikal Lelang Ikan (2) 581 582 Jumat, 03/6/16 Vivick - Razia Narkoba Diskotik Kemang (rerun) (3) 60 Narasumber: Mbarrep Desto Kuncoro, produser Net 86. Waktu : Rabu, 13 Juli 2016. 12.00 - 13.30 WIB. Lokasi : Kantor NET. TV, The East Tower, Lingkar Mega Kuningan, Jakarta. Bagaimana latar belakang tayangnya Net 86 ? Sebenarnya semua televisi tujuan utamanya adalah mencari rating dan share, iya kan? Nah kita mencari program yang ngejual juga. Kebetulan dulu kita lagi nyari juga, apa sih reality show yang booming? jadi kita kepikiran lah untuk mengangkat polisi. Kenapa polisi? Karena yang dekat dengan masyarakat, masyarakat itu sendiri juga polisi, yang selalu berhubungan langsung dengan masyarakat. jadi kalo kita tayangkan tentang polisi ya kemungkinan untuk mendapat awareness, rating dan share yang bagus dan ditonton masyarakat lebih ngena gitu. Oo itu polisi, itu kan yang nilang gua. Ya kan? Polisi kan lebih dekat dengan masyarakat dibanding instansi yang lain, tentara misalnya. Siapakah penggagas dan pengembang ide Net 86? Sebenarnya ide awal untuk mengangkat polisi datang dari tim produksi NET.. Selanjutnya dalam pengembangan ide kita bekerjasama dengan polisi. Kira-kira kita mau bukin program seperti apa yah? Yang bisa masyarakat nonton, dan nggak terkesan pencitraan. Kan kalau dari polisi, ingin citranya baik, nah kalau dari Net 86 ingin program ini ditonton. Sejak kapan Net 86 tayang dan telah berapa episode? Net 86 mulai tayang sejak Sabtu, 2 Agustus 2014. Hingga 30 Juni 2016 telah mencapai 601 episode. Bagaimana struktur produksi Net 86? 61 Net 86 dipimpin oleh seorang produser yang membawahi dua divisi, production assistant yang mengurusi teknis dan kreatif yang menaungi ide-ide dalam tayangan. Bagaimana bentuk program Net 86? Net 86 adalah reality show, karena menayangkan kejadian riil di lokasi. Cakupan wilayah yang masuk dalam program Net 86 area mana saja? Net 86 kan bekerjasama dengan Polri, yaitu Kepolisian Republik Indonesia maka seluruh wilayah tugas polisi dijadikan bahan program. Bagaimana Net 86 membentuk citra polisi? Net 86 berpatokan dengan tujuan awal yang ingin menampilkan suatu program yang edukatif. Jika melihat stasiun TV lain yang menayangkan sisi negatif dari polisi, nah itu booming sekali buat masyarakat. NET. justru mencoba mengedepankan tayangan dari sisi positifnya dan berharap masyarakat juga interest. Awalnya tim Net 86 khawatir, apakah laku dan masyarakat mau menonton program yang menye-menye, sok menasehati, sok menggurui dengan standarisasi memberi hal positif, tapi ternyata masyarakat menerima dan mau menonton. Jadi memang disengajakah polisi dibentuk dalam citra positif? Iya. Dalam realitas sosial, banyak pemberitaan negatif tentang polisi, bahkan banyak yang menilai polisi itu buruk. Mengapa Net 86 menampilkan polisi kebalikannya? Apa tujuan polisi ditampilkan positif? 62 Hal itu ibarat sebuah perusahaan yang ingin merekrut orang, tentu merekrut yang berkriteria baik. Net 86 pun sama, kita ingin menampilkan yang baik-baik untuk masyarakat. Sebenarnya kalau Net 86 ingin menampilkan yang negatif juga bisa, tapi tidak sesuai konsep kita. Karena visi misi dari Net 86 sendiri ialah membuat masyarakat Indonesia bangga dengan negara mereka. Net 86 yang mengangkat polisi, ingin masyarakat bangga dengan Kepolisian Republik Indonesia. Mungkin masyarakat juga di luar mungkin bertanya-tanya, polisi tidak seperti yang Net 86 tampilkan. Tapi kembali lagi pada konsep dasar, Net 86 memang ingin menampilkan sesuatu yang positif ketimbang negatif. Tim produksi Net 86 berpikir untuk menampilkan sebuah tayangan yang baik, edukatif dan bermanfaat, karena secara tidak langsung tayangan ini adalah ilmu. Ilmu itu berupa apa? Berupa nasehat-nasehat, wejangan, nilai keperdulian yang bisa dipelajari masyarakat. Polisi yang menjadi oknum mungkin masih ada, tapi mungkin hanya sebagian kecil. Masyarakat yang bertemu dengan oknum tersebut mungkin sedang apes saja. Daripada hal tersebut, dengan adanya tayangan Net 86 juga polisi agar sadar. Jadi tujuan dari Net 86 menampilkan polisi dengan citra positif selain bertujuan membangun pola pikir masyarakat juga guna menyadarkan oknum polisi? Iya. Polisi sudah dibuat program seperti ini, agar sadar. Mengapa Net 86 sering menampilkan human interest polisi? Ini salah satu konsep dari Net 86, yakni mengusung police as a human. Net 86 menampilkan polisi yang menindak bukan berbicara peraturan tapi lebih dengan perasaannya. Misal ada anak kecil tidak memakai helm, polisi menindak lebih pada rasa khawatir kepada si anak ketimbang membicarakan Undang63 undang. Net 86 bukan seperti berita yang general menampilkan informasi, tapi diharuskan ada satu icon yang menjelaskan semuanya. Di bagian itulah posisi police as a human tersebut. Apakah ketika polisi menindak di lapangan ada kejadian yang tidak sesuai konsep Net 86 untuk menampilkan polisi dengan positif? Apakah ada filtrasi? Pasti ada. Berbicara seorang manusia pasti ada keburukan. Kalau bicara polisi pasti banyak banget. Namun kembali pada visi misi NET. untuk membuat tayangan yang mendidik. Ketika ditayangkan kejadian yang tidak di filter, itu pasti tidak mendidik banget. Misalkan ada polisi dalam menindak terlalu keras, kadang polisi juga emosi ketika menghadapi pelanggar yang heboh. Ketika di lapangan siapa yang tahu, terkadang polisi lepas kendali seperti membentak. 64 Narasumber: Rangga Muliawan, kreatif Net 86. Waktu : Rabu, 20 Juli 2016. 19.30 - 20.00 WIB. Lokasi : Kantor NET. TV, The East Tower, Lingkar Mega Kuningan, Jakarta. Dalam realitas sosial, banyak pemberitaan negatif tentang polisi, bahkan banyak yang menilai polisi itu buruk. Mengapa Net 86 menampilkan polisi kebalikannya? Apa tujuan polisi ditampilkan positif? kita bukan tidak mau menampilkan negatif, cuma tidak ada salahnya menampilkan yang lebih baik. Orang terkadang paling gampang menyalahkan, menunjuk, sebenarnya yang salah kita sendiri. Toh mereka cuma bertugas, kalau kita tidak bersalah ya tidak akan dipermasalahkan juga. Pada dasarnya kita ingin merubah masyarakat untuk lebih sadar hukum. Dalam kode etik jurnalistik pasal 1 insan media dituntut untuk menampilkan karya yang berimbang, sedangkan Net 86 cenderung menampilkan polisi positifnya saja. Dimanakah sisi berimbangnya Net 86? Sebenarnya ada higher purpose dalam tayangan Net 86, dan itu bukan cita polisi, tapi bagaimana orang yang menonton Net 86 lebih sadar hukum. Misalkan orang mau keluar ke warung walau dekat, ya sudah pake helm lah. Pengguna narkoba, ya sudah tidak usah pegang yang begitu lah. Itu sebenarnya tujuan utama kita. Kalau bicara berimbang, kode-kode etik jurnalis selalu kita jaga, karena kita juga kan melibatkan orang lain (tertindak) langsung. Ada blur, kita juga tidak akan lihat orang saling pukul dalam tayangan misalnya. Apakah tim produksi menyadari efek yang bisa terjadi bila masyarakat menerus disuguhkan Net 86? Betul, maka dari itu persepsi yang kita suntikan adalah sisi edukatif. Orang terkadang harus diingatkan untuk sadar sesuatu. Misalkan kita lihat dalam 65 tayangan Net 86, polisi mengatakan “kita cuma mengingatkan, bukan menyalahkan”. Imbas tidak langsung dari polisi yang sering memberi nasehatnasehat, akhirnya polisi terlihat positif. Kita juga menampilkan persepsi humanis. Polisi yang selama ini orang-orang liat kan, ada kasus tangkap, ada masalah tangkap. Net 86 menceritakan hal dibalik itu. Misalnya polisi yang tugas menangkap itu sudah tidak pulang lima hari loh, keluarganya dirumah nungguin loh, misalnya. Itu kita coba tampilkan dengan harapan masyarakat juga tau polisi itu sama seperti kita manusia biasa. Jadi bila masyarakat bertemu polisi langsung, sudah punya rasa pengertian lebih, bukan cuma menyalahkan. Kalau pemberitaan lain pada umumnya, lebih ditampilkan hasil, tapi di Net 86 kita memperlihatkan proses ketika polisi bertugas. Di mana polisi dalam tugas juga punya kehidupan yang harus dijalani. 66