24-10-2017 1/3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id PERLAKUAN BERMARTABAT BANTU PULIHKAN GANGGUAN KEJIWAAN DIPUBLIKASIKAN PADA : SABTU, 10 OKTOBER 2015 00:00:00, DIBACA : 50.012 KALI Setiap tanggal 10 Oktober, seluruh dunia memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS), termasuk Indonesia. HKJS diperingati pertama kali tahun 1992 sebagai inisiatif dan prioritas World Federation of Mental Health (WFMH) dan didukung Badan Kesehatan Dunia (WHO) dengan anggota lebih dari 150 negara di dunia. Tujuan HKJS adalah untuk menghormati hak-hak orang dengan masalah kejiwaan (ODMK), memperluas program pencegahan masalah kesehatan jiwa antara penduduk rentan, memperluas pelayanan yang memadai dan mendekatkan akses bagi mereka yang membutuhkan serta meningkatkan upaya kesehatan jiwa secara optimal. Memperingati HKJS tahun ini, Kementerian Kesehatan menggelar berbagai kegiatan dengan tujuan membangun kesadaran masyarakat mengenai kesehatan jiwa. Kegiatan yang sudah dimulai sejak 28 September ini antara lain workshop dan temu media terkait kesehatan jiwa, dan pekan olah raga serta kreasi seni rehabilitasi mental rumah sakit jiwa se Indonesia. Juga diadakan pekan proyeksi jiwa dan festival film kesehatan jiwa. Pada puncak peringatannya, Minggu 11 Oktober, diadakan senam poco-poco nusantara bersama FOKBI, meluncurkan aplikasi android kesehatan jiwa, dan pameran hasil karya seni ODMK. Para ODMK juga diberikan kesempatan melukis, di mana ditargetkan memecah rekor MURI sebagai kegiatan melukis ODMK terbanyak. Selain itu, digelar dialog interaktif yang mengangkat tema apa kata remaja tentang kesehatan jiwa. Juga disediakan konsultasi gratis kesehatan jiwa untuk ibu, anak, dan remaja. Konsultasi dan deteksi dini gangguan daya ingat pada dewasa dan lansia, konseling, dan tes NAPZA/HIV. Setiap tahun tema HKJS berbeda, disesuaikan dengan prioritas dan kondisi di masa tersebut. Tahun ini, HKJS mengusung tema Dignity in Mental Health atau martabat di dalam kesehatan jiwa. Di Indonesia, pemerintah menerjemahkannya sesuai kondisi nasional, yaitu menuju pelayanan kesehatan jiwa yang bermartabat. Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes), Eka Viora, mengatakan, tema ini diangkat karena pada kenyataannya pelayanan kesehatan jiwa masih jauh dari harapan, yaitu belum memenuhi hak ODMK. Tema ini merupakan seruan atau ajakan menghilangkan stigma, diskriminasi, dan marginalisasi terhadap ODMK. 1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/3 24-10-2017 Lewat tema HKJS tahun ini, WHO berusaha menyadarkan masyarakat untuk memastikan setiap ODMK dapat melanjutkan hidupnya secara bermartabat, menjalani kehidupan yang produktif, sehingga mereka juga dapat berperan sebagai sumber daya bagi keluarga maupun masyarakat. Masyarakat harus menyadari bahwa ODMK berat sekali pun masih bisa produktif bila dirawat dengan baik, terutama oleh keluarganya sendiri, kata Eka Viora. Stigma, diskriminasi dan ketidakmampuan untuk mengenali gangguan jiwa masih menjadi hambatan besar bagi pengobatan penyakit ini. Ini dikarekanan sebagian besar masyarakat masih menganggap gangguan jiwa adalah masalah di luar kesehatan. Masih banyak anggapan keliru bahwa gangguan jiwa berkaitan dengan supranatural. Hak ODMK sering terbaikan, baik secara sosial maupun hukum. Secara sosial, masih terdapat stigma di masyarakat, sehingga keluarga menyembunyikan keberadaan anggotannya yang menderita gangguan jiwa. Hal ini menyebabkan terbatasnya akses OMDK terhadap layanan kesehatan. Secara hukum peraturan perundangan yang ada belum komprehensif, sehingga menghambat pemenuhan hak ODMK. ODMK sering mengalami masalah kekerasan fisik dan emosional di fasilitas layanan publik dan masyarakat. Kurangnya kepedulian dan tenaga kesehatan yang kompeten serta buruknya fasilitas yang ada mengarahkan OMDK rentan mengalami kekerasan. Di seluruh dunia, ODMK mengalami pelanggaran hak asasi yang paling berat. Banyak dari mereka dipasung, dan kekerasan fisik. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan 1,7 di antara penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat seperti psikotik dan skizofrenia. Sebanyak 14,3% di antaranya pernah dipasung. Tahun 2010, Kemenkes telah mencanangkan program Indonesia bebas pasung yang diikuti seluruh provinsi. Namun, uoaya yang dilakukan belum optimal. Per Desember 2014 dilaporkan, dari 57.000 estimasi kasus pasung di Indonesia, hanya 5.846 orang atau 10% yang baru dilepas dan ditangani oleh tenaga kesehatan. Upaya ini akan terus kita lanjutkan dengan memperkuat sistem pelayanan yang komprehensif dimulai dari fasilitas kesehatan primer, dan meningkatkan peran masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa, kata Eka Viora. Kemkes juga tengah mengupayakan pengobatan yang holistik, mulai pencegahan, promotif, pengobatan dan rehabilitatif. Intervensi yang dilakukan sepanjang siklus kehidupan manusia. Semua upaya ini diintegrasikan dengan seluruh layanan kesehatan yang ada mulai dari puskesmas hingga rumah sakit. Untuk pengobatan, gangguan kejiwaan salah satu dari 145 diagnosa yang wajib dituntaskan di puskesmas. Karenanya, tidak ada alasan bagi tenaga medis untuk tidak menangani ODMK. Spesialis Kesehatan Jiwa, dr Irmansyah, menjelaskan, menghormati dan menjaga martabat adalah faktor penting dalam proses pemulhan ODMK. Pengabaian terhadap martabat mereka menimbulkan perasaan tidak berdaya yang merusak kepercayaan diri dan harga diri. Menimbulkan perasaan takut dan terasing, menurunkan semangat hidup dan akhirnya makin memperburuk gejala serta menghambat pemulihan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 2 - Printed @ 24-10-2017 09:10 24-10-2017 3/3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Sebaliknya menjaga dan meningkatkan martabat ODMK akan meningkatkan percaya diri dan kepuasan pada perawatan yang diberikan. Meningkatkan kerja sama dalam proses pengobatan dan akhirnya mempercepat pemulihan. Jelas, lingkungan yang menghormati martabat penderita harus tercipta di dalam fasilitas layanan kesehatan. Sayangnya, kebanyakan ODMK menghadapi sikap negatif yang merendahkan martabat mereka. Stigma dan diskriminasi menjadi penghalang utama dan menjaga martabat ODMK. Banyak masyarakat, bahkan tenaga medis, yang menunjukkan sikap meremehkan dan merendahkan martabat penderita karena pemahaman yang keliru. Anggapan bahwa ODMK berbahaya maka harus diisolasi, dianggap tidak mampu berpikir, dan sulit untuk disembuhkan sehingga layanan diberikan seadanya. Anggapan ini keliru karena di luar episode akut, ODMK justru rentan jadi korban kekerasan. Fungsi kognitif mereka tidak terganggu, sehingga masih bisa berpikir dengan baik, dan dengan pengobatan yang baik, mereka dapat pulih dan berkontribusi pada kehidupan di masyarakat, kata Irmansyah. Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan, Prof Budi Anna Keliat, mengatakan, ODMK punya kesempatan pulih jika cepat dideteksi, didiagnosa dan diobati. Karena itu, pelayanan kesehatan jiwa harus setara dengan pelayanan kesehatan lainnya. ODMK yang dipasung lebih baik dirawat di tempat tinggalnya agar kesanmasyarakat terhadap gangguan jiwa dapat berubah, jika keluarga dan masyarakat menyaksikan perbaikan dari pasien. Semua upaya yang dilakukan harus menghadirkan rasa hormat dan penghargaan bagi ODMK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620; faksimili: (021) 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id 3