Pengaruh Konseling Farmasis terhadap Kepatuhan dan Kontrol

advertisement
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Desember 2015
Vol. 4 No. 4, hlm 242–249
ISSN: 2252–6218
Artikel Penelitian
Tersedia online pada:
http://ijcp.or.id
DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.4.242
Pengaruh Konseling Farmasis terhadap Kepatuhan dan Kontrol Hipertensi
Pasien Prolanis di Klinik Mitra Husada Kendal
Melani Dewi,1 Ika P. Sari,1 Probosuseno2
1
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
2
RSUP dr Sardjito, Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Kepatuhan dan penanganan intensif dalam mengontrol tekanan darah merupakan faktor penting
dalam keberhasilan terapi hipertensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konseling
oleh farmasis terhadap kepatuhan dan hubungan antara kepatuhan dan hasil terapi pasien hipertensi
anggota program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) di Klinik Mitra Husada Kabupaten Kendal.
Penelitian dilakukan pada November 2013–Januari 2014 melalui desain eksperimen semu (control group
design with pretest posttest). Sebanyak 55 pasien dikelompokkan secara random menjadi kelompok yang
memperoleh intervensi konseling (28 pasien) dan kelompok tanpa intervensi atau kontrol (27 pasien).
Subjek penelitian diikuti selama dua bulan untuk mengamati tingkat kepatuhan minum obat dengan
kuesioner MMAS dan penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah konseling. Konseling oleh farmasis
menyebabkan tingkat kepatuhan minum obat berubah signifikan pada pasien hipertensi, pasien hipertensi
dengan DM, maupun pasien hipertensi dengan penyakit lain (p=0,015; 0,025; 0,009). Tingkat kepatuhan
pasien kelompok kontrol sebelum dan setelah penelitian diketahui tidak signifikan (p≥0,05). Pemberian
konseling mampu menurunkan tekanan darah sistolik/diastolik sebesar 10,7/8,2 mmHg. Penurunan tekanan
darah ini belum menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kata kunci: Hipertensi, kepatuhan minum obat, konseling farmasis, penurunan tekanan darah
The Influence of the Pharmacists Counseling on Patient Adherence and
Hypertension Control on Patient of Prolanis at Mitra Husada Clinics
Abstract
Patient adherence and intensive treatment in controlling blood pressure are important factors for achieving
success therapy in hypertension. This study was conducted to determine the effect of pharmacist
counseling on patient adherence and to determine the relationship of adherence and clinical outcomes of
patients with hypertension who is joining chronic disease management program (PROLANIS) on Mitra
Husada Clinics in Kendal.The study was conducted during November 2013–January 2014 using quasiexperimental design (pretest-posttest). Fifty five patients were randomly divided into the intervention
group who received pharmacist counseling (28 patients) and control group (27 patients). The patients
were followed for two months to observe the level of drug adherence using MMAS questionnaires and
therapeutic outcomes (decreased blood pressure) before and after counseling. Pharmacist counseling
caused a significant increase in the patient adherence on drug administration in intervention group
(p<0.05) compared to control group. The reduction of systolic/diastolic blood pressure of hypertension
patient in intervention group is higher than control group (SBP/DBP=10.7/8.2 mmHg). However, this
reduction does not achieve a significant blood pressure reduction compared to control group.
Keywords: Adherence of drug administration, blood pressure reduction, hypertension, pharmacist counseling
Korespondensi: Dr. Ika Puspita Sari, M.Si., Apt., Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Indonesia, email: [email protected]
Naskah diterima: 6 April 2015, Diterima untuk diterbitkan: 13 Juli 2015, Diterbitkan: 1 Desember 2015
242
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
Pendahuluan
Hipertensi merupakan penyebab kematian
7,5 juta jiwa di seluruh dunia. Prevalensi
hipertensi dilaporkan semakin meningkat
berkisar antara 35–46% di negara berkembang
maupun negara maju dan diprediksi akan
semakin meningkat sebesar 60% pada tahun
2025. Peningkatan prevalensi tersebut akan
berakibat pada resiko terjadinya stroke (60%)
dan serangan jantung (50%). Angka kesakitan
hipertensi di negara Amerika sebesar 27,8,
sementara di Indonesia angka kematian yang
disebabkan hipertensi dan penyakit jantung
cukup tinggi, yaitu sekitar 28%.1
Beberapa faktor yang dihubungkan dengan
kejadian hipertensi berat yaitu usia lanjut, ras
kulit hitam, dan komorbid. Usia dan ras kulit
hitam berhubungan dengan buruknya kontrol
tekanan darah. Seseorang dengan umur lebih
dari 65 tahun dengan hipertensi mempunyai
risiko yang lebih tinggi daripada umur yang
lebih muda sehingga pengobatan dengan
antihipertensi akan sangat bermanfaat.2
Menurut data World Health Organization
(WHO) dari sebanyak 50% pasien hipertensi
di negara berkembang hanya sebesar 25%
yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5%
yang diobati secara baik. Selain itu, terdapat
sebanyak 50–70% pasien yang tidak patuh
terhadap obat antihipertensi yang diresepkan.
Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan
jangka panjang penyakit kronis di negara
maju hanya sebesar 50%, sementara di negara
berkembang kemungkinan jauh lebih rendah.
Rendahnya kepatuhan pasien terhadap
pengobatan hipertensi berpotensi menjadi
penghalang dalam tercapainya tekanan darah
yang terkontrol dan dapat pula dihubungkan
dengan peningkatan pada biaya pengobatan
atau rawat inap serta komplikasi penyakit
jantung.3 Healthy people for hypertension
menganjurkan perlu adanya pendekatan
yang lebih komprehensif dan intensif guna
mencapai pengontrolan tekanan darah secara
optimal. Diperlukan berbagai upaya dalam
peningkatan kepatuhan pasien terhadap terapi
obat demi mencapai target tekanan darah
yang diinginkan. Sedikitnya 50% pasien yang
diresepkan obat antihipertensi tidak meminum
obat sesuai yang direkomendasikan. Strategi
yang paling efektif adalah dengan kombinasi
strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan
sistem yang mendukung.4
Berdasarkan data kunjungan pasien RSUD
dr. H. Soewondo Kabupaten Kendal pada
tahun 2012, hipertensi menempati urutan
pertama dalam sepuluh besar penyakit baik
untuk rawat jalan maupun rawat inap. Jumlah
kasus untuk rawat jalan sebesar 10.334 kasus
dan rawat inap sebesar 1478 kasus. Saat ini
di Kendal terdapat 26 dokter keluarga yang
tersebar di seluruh wilayah Kabupaten
Kendal. Berdasarkan data dari Klinik Mitra
Husada terdaftar 215 pasien PROLANIS
dan terdapat 134 pasien dengan diagnosis
hipertensi (62,3%).
Konseling merupakan salah satu bagian
tatalaksana terapi pasien hipertensi untuk
mencapai tujuan terapi. Konseling sebagai
bagian dari implementasi konsep asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) bertujuan
untuk memberikan tambahan pengetahuan
tentang obat dan pengobatan dengan harapan
dapat memberikan pemahaman pada pasien
mengenai peranan obat pada penyembuhan
penyakitnya. Konseling obat kepada pasien
diharapkan memberikan perubahan perilaku
guna meningkatkan kepatuhan penggunaan
obat yang pada akhirnya meningkatkan
keberhasilan terapi pasien. Penelitian yang
pernah dilakukan selama ini di apotek dan
rumah sakit, sementara di era BPJS terdapat
klinik dokter keluarga yang mengelola
pasien program pengelolaan penyakit kronis
(PROLANIS) belum pernah diteliti. Peserta
PROLANIS biasanya adalah pasien yang
teratur kontrol ke klinik dokter keluarga yang
dipilih sendiri oleh pasien. Mengingat peserta
PROLANIS berbeda dengan pasien lain
243
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
maka menjadi peluang bagi farmasis untuk
berperan dalam program tersebut dalam
bentuk pemberian konseling farmasis. Oleh
karena itu dirasa perlu dilakukan penelitian
tentang pengaruh konseling farmasis terhadap
tingkat kepatuhan minum obat dan hasil
terapi hipertensi pada pasien yang menjadi
anggota PROLANIS yang berobat di klinik
dokter keluarga Mitra Husada.
pasien, serta diskusi dengan dokter. Variabel
kendali dalam penelitian ini adalah petugas
yang mengukur tekanan darah yaitu seorang
perawat dengan menggunakan alat ukur
tensimeter sphygmomanometer yang telah
dikalibrasi, kuesioner MMAS yang telah
tervalidasi5, serta bahan konseling berupa
materi konseling hipertensi tingkat dasar, dan
pengobatan yang diterbitkan oleh BPJS yang
telah mengalami modifikasi oleh peneliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien hipertensi yang telah terdaftar sebagai
anggota program pengelolaan penyakit kronis
(PROLANIS) dokter keluarga. Kriteria
inklusi yaitu pasien yang telah terdiagnosis
oleh dokter menderita hipertensi tingkat 1
maupun hipertensi tingkat 2 dengan atau
tanpa Diabetes Mellitus (DM) dengan nilai
gula darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL atau
gula darah sewaktu (GDS) ≥200 mg/dL dan/
atau dislipidemia dengan nilai kolesterol
total ≥200 mg/dL, tanpa penyakit penyerta
lainnya, tekanan darah pasien tanpa DM dan
atau dislipidemia ≥140/90 mmHg, dan pasien
dengan DM dan atau dislipidemia ≥ 130/80
mmHg setidaknya tercatat selama minimal
1 bulan, menjalani pengobatan hipertensi
minimal tiga bulan, belum pernah diberikan
konseling secara sistematis oleh farmasis/
peneliti dan bersedia mengikuti penelitian
dengan menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi yaitu pasien pikun, hamil,
atau mengundurkan diri selama mengikuti
penelitian.
Data karakteristik subjek penelitian serta
pengaruh dari kepatuhan terhadap penurunan
tekanan darah dianalisis dengan student t-test.
Data tingkat kepatuhan minum obat sebelum
dan setelah konseling dianalisis dengan uji
Wilcoxon. Semua uji statistik dilakukan pada
taraf kepercayaan 95%.
Metode
Penelitian ini dilakukan dari November
2013 sampai dengan Januari 2014 dengan
pengambilan data secara prospektif. Pasien
dikelompokkan secara random menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok yang memperoleh
intervensi berupa konseling dari farmasis dan
kelompok tanpa intervensi (kontrol) yang
diikuti selama dua bulan untuk mengamati
tingkat kepatuhan dan hasil terapi (penurunan
tekanan darah) pada pasien hipertensi anggota
PROLANIS.
Pengukuran tingkat kepatuhan pasien
dan hasil terapi dilakukan sebelum dan
sesudah intervensi. Hal ini bertujuan untuk
membandingkan efektivitas dari pemberian
konseling dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Penelitian ini dilakukan melalui
eksperimen semu dengan desain control group
design with pretest posttest di klinik dokter
keluarga Mitra Husada Kaliwungu Kendal.
Konseling kepada pasien merupakan
variabel bebas yang diukur untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap kepatuhan dan hasil
terapi yang merupakan variabel tergantung.
Selanjutnya kepatuhan merupakan variabel
bebas untuk diketahui pengaruhnya terhadap
hasil terapi berupa penurunan tekanan darah
yang merupakan variabel tergantung. Variabel
antara dalam penelitian ini antara lain umur,
jenis kelamin, tingkat pengetahuan, indeks
masa tubuh, status merokok, dislipidemia,
DM, gaya hidup, jenis antihipertensi, lama
penyakit, gejala atau keluhan yang dirasakan
Hasil
Pada penelitian ini melibatkan 55 orang subjek
244
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
penelitian. Sebanyak 28 pasien memenuhi
kriteria inklusi yang memperoleh intervensi
berupa konseling dari farmasis/peneliti dan
sebanyak 27 pasien tanpa diberikan konseling
oleh farmasis/peneliti. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode total sampling,
yaitu peneliti mengambil seluruh subjek
penelitian berdasarkan pertimbangan kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi penelitian ini.
Penentuan subjek penelitian dilakukan secara
random, yakni subjek yang memenuhi kriteria
penelitian dibagi menjadi 2 kelompok. Pasien
diminta mengambil undian yang berisi tulisan
kelompok kontrol atau kelompok intervensi.
Karakteristik responden dapat dilihat pada
Tabel 1.
Karakteristik responden yang meliputi
status sosial dan status kesehatan bersifat
homogen antara kedua kelompok (p>0,05),
kecuali pada gejala atau keluhan pasien terdapat
perbedaan akan tetapi gejala yang dirasakan
oleh pasien pada dua kelompok hampir sama
berkisar pada sedikit gejala hingga sedang.
Perbedaan tingkat kepatuhan minum obat
pada pasien sebelum dengan setelah konseling
yang telah diberikan oleh farmasis dianalisis
dengan menggunakan uji Wilcoxon (Tabel
2). Pada kelompok kontrol terjadi perubahan
tingkat kepatuhan minum obat pada penderita
HT+DM (p<0,05). Terdapat perbedaan yang
signifikan antara tingkat kepatuhan minum
obat sebelum dengan setelah mendapatkan
konseling pada kelompok intervensi pada
semua kategori penderita hipertensi (p<0,05).
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian di Klinik Mitra Husada Kendal
Karakteristik Responden
Komorbid
HT
HT+DM
HT+Lainnya
IMT
Lebih
Normal
Kurang
Pendidikan
≤SMP
SMA−D3
≥S1
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
<65 tahun
Usia
≥65 tahun
Olah raga
Tidak
Ya
Alkohol
Tidak
Ya
Rokok
Tidak Merokok
Perokok
Stres
Sangat Sering
Sering
Kadang
Jarang
Tidak Pernah
Garam
Tidak Berlebihan
Berlebihan
Insomnia
Sangat Sering
Sering
Kadang
Jarang
Tidak Pernah
Obat
Tunggal
Kombinasi
Diskusi dengan
Tidak sama sekali
dokter
Tidak selalu
Tiap berkunjung
Gejala yang
Sedikit
dirasakan
Sedang
Banyak
Lama didiagnosis
3─6 bulan
7─12 bulan
>1 tahun
Kontrol N(%)
8 (29,63%)
10 (37,04%)
9 (33,33%)
2 (7,41%)
17 (62,96%)
8 (29,63%)
13 (48,15%)
7 (25,93%)
7 (25,93%)
13 (48,15%)
14 (51,85%)
18 (66,67%)
9 (33,33%)
12 (44,44%)
15 (55,56%)
26 (96,30%)
1 (3,70%)
23 (85,19%)
4 (14,81%)
1 (3,70%)
6 (22,22%)
2 (7,41%)
10 (37,04%)
8 (29,63%)
19 (70,37%)
8 (29,63%)
1 (3,70%)
8 (29,63%)
1 (3,70%)
6 (22,22%)
11 (40,74%)
20 (74,07%)
7 (25,93%)
5 (18,5%)
8 (29,6%)
14 (51,9%)
16 (59,3%)
11 (40,7%)
0 (0,0%)
4 (14,8%)
0 (0,0%)
23 (85,2%)
245
Intervensi N(%)
9 (32,14%)
9 (32,14%)
10 (35,71%)
0 (0,0%)
20 (71,43%)
8 (28,57%)
12 (42,86%)
14 (50,0%)
2 (7,14%)
12 (42,86%)
16 (57,14%)
16 (57,14%)
12 (42,86%)
17 (60,71%)
11 (39,26%)
28 (100,0%)
0 (0,0%)
25 (89,26%)
3 (10,71%)
3 (10,71%)
3 (10,71%)
7 (25,0%)
12 (42,86%)
3 (10,71%)
17 (60,71%)
11 (39,29%)
1 (3,57%)
4 (14,29%)
7 (25,0%)
6 (21,43%)
10 (35,71%)
20 (71,43%)
8 (28,57%)
6 (21,4%)
10 (35,7%)
12 (42,9%)
9 (32,1%)
15 (53,6%)
4 (14,3%)
3 (10,7%)
3 (10,7%)
22 (78,6%)
Nilai-p
0,930
0,329
0,077
0,694
0,467
0,227
0,304
0,648
0,125
0,452
0,209
0,826
0,799
0,038
0,207
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
Tabel 2 Pengaruh Pemberian Konseling terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien di Klinik Mitra
Husada Kendal
Kelompok
Kontrol
HT
Tinggi
Sedang
Rendah
HT+DM
Tinggi
Sedang
Rendah
HT+Lainnya Tinggi
Sedang
Rendah
Intervensi HT
Tinggi
Sedang
Rendah
HT+DM
Tinggi
Sedang
Rendah
HT+Lainnya Tinggi
Sedang
Rendah
0
3
5
0
3
7
0
3
6
1
1
7
1
2
6
0
1
9
MMAS pre
N
%
0,00
37,50
62,50
0,00
30,00
70,00
0,00
33,33
66,67
11,11
11,11
77,78
11,11
22,22
66,67
0,00
10,00
90,00
MMAS post
N
%
0
0,00
5
62,50
3
37,50
2
20,00
5
50,00
3
30,00
2
22,22
2
22,22
5
55,56
4
44,44
5
55,56
0
0,00
3
33,33
3
33,33
3
33,33
4
40,00
4
40,00
2
20,00
Nilai-p
0,157
0,014
0,083
0,015
0,025
0,009
Keterangan: HT= penderita hipertensi; DM= penderita Diabetes Mellitus; Lainnya=penderita penyakit
selain DM
Tabel 3 menunjukkan bahwa walaupun
penderita hipertensi pada kelompok intervensi
memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang
lebih baik dibandingkan kelompok kontrol
setelah mendapat konseling farmasis, namun
perubahan tekanan darah baik sistolik maupun
diastoliknya belum menunjukkan perbedaan
yang bermakna. Pasien penderita hipertensi
pada kelompok intervensi telah mengalami
penurunan tekanan darah sistolik/diastolik
sebesar 10,7±8,9/8,2±7,2 mmHg (p≥0,05).
Pembahasan
Salah satu manfaat dari konseling adalah
dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
penggunaan obat sehingga angka kematian
dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya
produktivitas) dapat ditekan.6 Hasil penelitian
ini menunjukkan adanya pengaruh konseling
Tabel 3 Hubungan Tingkat Kepatuhan Pasien terhadap Perubahan Tekanan Darah pada
Kelompok Intervensi
Komorbid
HT
MMAS
Sedang
Rendah
HT+DM
Tinggi
Sedang
Rendah
HT+Lainnya
Tinggi
Sedang
Rendah
Penurunan
TD
Sistolik *
Diastolik*
Sistolik
Turun
Tetap/Naik
4
0 (0,0%)
(100,0%)
4
1 (20,0%)
(80,0%)
2
1 (33,3%)
(66,7%)
2
1 (33,3%)
(66,7%)
2
1 (33,3%)
(66,7%)
2
2 (50,0%)
(50,0%)
2
2 (50,0%)
(50,0%)
1
1 (50,0%)
(50,0%)
10,7±8,9 mmHg
8,2 ±7,2 mmHg
P=0,171
Nilai-p
0,343
1,000
1,000
Diastolik
Nilai-p
Turun
Tetap/Naik
4
0 (0,0%)
0,343
(100,0%)
4
1 (20,0%)
(80,0%)
1
2 (66,7%) 0,165
(33,3%)
1
2 (66,7%)
(33,3%)
3
0 (0,0%)
(100,0%)
1
3 (75,0%) 0,732
(25,0%)
2
2 (50,0%)
(50,0%)
1
1 (50,0%)
(50,0%)
3,1±2,4 mmHg
4,1±3,7 mmHg
*Nilai dalam rata-rata±standar deviasi
246
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat
pasien penderita hipertensi. Hal ini sejalan
dengan penelitian sebelumnya, yaitu yang
menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan
pada pasien hipertensi dalam penggunaan
obat secara bermakna setelah mendapatkan
konseling farmasis di RSUD Undata Palu.7
Salah satu faktor yang kemungkinan berperan
dalam kegagalan konseling pasien penderita
hipertensi dengan komplikasi penyakit yang
lain adalah ketidakpatuhan pasien terhadap
pengobatan. Konseling farmasis merupakan
faktor penting dalam upaya meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.8
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
kepatuhan pasien pada pengobatan penyakit
yang bersifat kronis pada umumnya rendah.
Rendahnya kepatuhan pasien yang mungkin
disebabkan oleh ketidaksengajaan (contoh
karena aktivitas atau lupa dan sengaja tidak
minum obat saat merasa bertambah parah
atau membaik) menunjukkan sebagian besar
pasien tidak patuh terhadap pengobatan
hipertensi yang dijalani disebabkan pasien
sering lupa meminum obat dan pemahaman
pasien yang salah mengenai penyakit mereka
sehingga pasien akan sengaja tidak meminum
obat. Pasien yang tidak patuh dalam minum
obat beranggapan bahwa setelah pasien
meminum obat antihipertensi kemudian telah
terjadi penurunan pada tekanan darah, pasien
merasa penyakitnya telah sembuh dan tidak
perlu meminum obat kembali. Selanjutnya
pasien akan meminum obat kembali apabila
timbul gejala-gejala kenaikan tekanan darah,
misal adanya rasa sakit di bagian tengkuk
atau merasa pusing. Ketidakpatuhan dalam
mengonsumsi obat juga dapat disebabkan
kurangnya pemahaman pasien tentang resiko
yang akan terjadi apabila tekanan darah
pasien tidak mencapai target yang ditetapkan.
Kepatuhan pasien dapat juga berpengaruh
terhadap tingkat keberhasilan pengobatan.
Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat
yang optimal tanpa adanya kesadaran dari
pasien untuk patuh terhadap pengobatannya
bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi,
serta menimbulkan komplikasi yang sangat
merugikan bagi pasien.9 Pengukuran tingkat
kepatuhan penting dilakukan agar tercapai
efektivitas dan efisiensi pengobatan, serta
untuk monitoring keberhasilan pengobatan.
Selain itu, tenaga kesehatan dapat melakukan
evaluasi, rekomendasi alternatif pengobatan,
dan perubahan dalam berkomunikasi untuk
lebih meningkatkan kepatuhan pasien.
Penelitian ini menghasilkan peningkatan
kepatuhan minum obat pada pasien akan
tetapi belum mampu menurunkan tekanan
darah baik sistolik/diastolik secara bermakna.
Hal ini bertentangan dengan hipotesis dan
penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa peningkatan kepatuhan minum obat
akan dapat menurunkan tekanan darah pasien
hipertensi secara bermakna.7
Menurut Chobanian et al., (2003) terapi
pada tekanan darah seharusnya dilakukan
secara menyeluruh yang meliputi berhenti
merokok, penurunan kadar lipid, pengurangan
konsumsi garam, olahraga secara rutin, dan
dapat menurunkan berat badan.10 Penderita
hipertensi dengan komplikasi penyakit yang
lain pada penelitian ini sebagian besar belum
melakukan diet dengan cara mengelola pola
makan. Hanya sebagian kecil pasien yang
masih rutin melakukan aktivitas fisik seperti
jalan pagi. Hal ini mungkin dapat disebabkan
masih kurangnya pemahaman pasien tentang
pentingnya terapi nonfarmakologi. Terapi
obat yang aman dan efektif akan tercapai
apabila pasien diberi informasi yang tepat
mengenai obat-obatan serta penggunaannya.
Penelitian yang sebelumnya menunjukkan
keberhasilan pengobatan pada penderita
hipertensi dengan penyakit lainnya tidak
hanya dipengaruhi oleh kepatuhan pasien akan
tetapi juga oleh kualitas pelayanan kesehatan,
sikap, dan keterampilan petugas, sikap, dan
pola hidup pasien beserta keluarga.11 Oleh
karena itu, untuk menciptakan pengetahuan
247
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
dan pemahaman pasien dalam penggunaan
obat yang akan berdampak pada kepatuhan
dalam pengobatan serta keberhasilan proses
penyembuhan, maka perlu dilakukan adanya
pelayanan informasi obat untuk pasien dan
keluarga melalui konseling obat.8,12
Faktor lainnya yaitu terkait seberapa lama
pasien telah menderita hipertensi, ada tidaknya
penyakit lain yang menyertai hipertensi, serta
ada tidaknya komplikasi penyakit berat dapat
berpengaruh pada penurunan tekanan darah.
Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa
jumlah subjek yang sedikit serta variasi cukup
besar antara individu yang menyebabkan
pengaruh kepatuhan minum obat pasien
hipertensi terhadap penurunan tekanan darah
tidak signifikan.
2015;131(4):e29–322. doi: 10.1161/
CIR.0000000000000152.
3. World Health Organization. Adherence
to long-term therapies-evidence for
action, 108th, Switzerland: WHO; 2003a.
4. World Health Organization. International
society
of
hypertension
writing
group, Switzerland: World Health
Organization-International Society of
hypertension statement of Management
of Hypertension; 2003b.
5. Morisky DE, Ang A Krousel-Wood
MA, Ward H. Predictive validity if a
medication adherence measure in an
outpatient setting, J Health Syst Pharm.
2008;10(5):348–54.
6. Schnipper JL, Jennifer LK, Michael
CC, Stephanie AW, Brandon AB, Emily
T, et al. Role of pharmacist counseling
in preventing adverse drug events after
hospitalization. Arch Internal Med.
2006;166(5):565–71.
doi:10.1001/
archinte.166.5.565
7. Faustine I. Evaluasi pengaruh konseling
farmasis terhadap hasil terapi pasien
hipertensi usia lanjut di poliklinik jantung
RSUD Undata Palu Periode NovemberDesember 2011 [tesis]. UGM; 2012.
8. Vlasnik JJ, Aliotta SL, DeLor B.
Evidence-based
assessment
and
intervention strategies to increase
adherence to prescribed medication plans.
The Case Manager. 2005;16(2):55–9.
doi:10.1016/j.casemgr.2005.01.010
9. Ghembaza MA, Senoussaoui Y, Tani
MK, Meguenni K. Impact of patient
knowledge of hypertension complications
on adherence to antihypertensive therapy.
Curr Hypertens Rev. 2014;10(1):41–8.
doi 10.2174/15734021100114111116065
3
10.Chobanian AV, Bakris GL, Black HR,
Cuhsman WC, Green L. National high
blood pressure education program coordinating committee, the seventh
Simpulan
Terdapat pengaruh konseling terhadap tingkat
kepatuhan minum obat pasien hipertensi dan
hipertensi dengan komorbid. Kepatuhan
minum obat belum menyebabkan penurunan
tekanan darah secara bermakna baik pada
sistolik maupun diastolik.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kami sampaikan kepada perawat
dan dokter keluarga di Klinik Mitra Husada
Kendal yang terlibat dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Blood
pressure prevalence [diakses pada 12
April 2015. Tersedia dari http://www.
who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_
pressure_prevalence_text/en/
2. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go
AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman
M, et al. Heart disease and stroke
statistics-2015 update: a report from the
American Heart Association. Circulation.
248
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
Volume 4, Nomor 4, Desember 2015
report of the joint national committee
on prevention, detection, evaluation and
treatment of high blood pressure. JAMA.
2003;42(6):1206–52.doi:10.1001/
jama.289.19.2560.
11.Hashmi SK, Afridi MB, Abbas K,
Sajwani RA, Saleheen D, Frossard PM, et
al. Factors associated with adherence to
anti-hypertensive treatment in Pakistan.
New Engl J Med. 2007;2(3):280–96. doi:
10.1371/journal.pone.0000280
12.Schnipper JL, Kirwin JL, Cotugno MC,
Wahlstrom SA, Brown BA, Tarvin E,
et al. Role of pharmacist counseling
in preventing adverse drug events
after hospitalization. Arch Intern Med.
2006;166(5):565–51.doi:10.1001/
archinte.166.5.565.
249
Download