skripsi keterlibatan nato dalam operasi militer yang

advertisement
SKRIPSI
KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI MILITER
YANG DIPIMPIN OLEH AMERIKA SERIKAT DI
AFGHANISTAN MASA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH
Oleh :
YEYEN MAGREYENI SINAPA
106083003762
HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI MILITER YANG DIPIMPIN
OLEH AMERIKA SERIKAT DI AFGHANISTAN MASA
PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ilmu Sosial
Oleh: Yeyen Magreyeni Sinapa
106083003762
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI
MILITER
YANG
DIPIMPIN
OLEH
AMERIKA
SERIKAT
DI
AFGHANISTAN MASA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH” telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 6 Maret 2012. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan
Hubungan Internasional.
Jakarta, 28 Maret 2012
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis keterlibatan NATO dalam invasi Amerika Serikat di
Afghanistan masa pemerintahan George W. Bush. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis keterlibatan NATO dalam operasi militer yang dipimpin oleh Amerika
di Afghanistan serta untuk mengetahui efektifitas peran NATO dalam operasi militer
yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Afghanistan. Penelitian ini dilakukan melalui
studi pustaka. Peneliti menemukan bahwa keterlibatan NATO di Afghanistan dengan
melakukan operasi militer di berbagai daerah di Afghanistan belum menunjukan
kemampuan NATO untuk membantu Afghanistan menyelesaikan problematika yang
terjadi di dalam negerinya. Ketidakefektifan tersebut disebabkan oleh banyak hal,
salah satunya adalah belum berpengalamannya NATO dalam melakukan peran
organisasinya diluar kawasan Eropa. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan belum
secara efektif menyentuh akar masalah yang ada di Afghanistan.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah organisasi
internasional. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mendeskripsikan
intervensi yang dilakukan oleh NATO di Afghanistan selama masa pemerintahan
George W. Bush.
Kata kunci: NATO, Afghanistan, invasi Amerika Serikat di Afghanistan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta
izin-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
dengan judul “Keterlibatan NATO Dalam Operasi Militer yang Dipimpin Oleh
Amerika Serikat di Afghanistan Masa Pemerintahan George W. Bush."
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Bahtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua
program studi Hubungan Internasional,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Agus Nilmada Azmi, S.Ag, MSi., sebagai Sekretaris program studi Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Adian Firnas M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis. yang telah
memberikan arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
v
5. Nazaruddin Nasution, SH, M.A., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.
6. Bapak/Ibu Dosen program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Imu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan
tugasnya sebagai mahasiwi.
7. Yang tercinta Kakek dan Nenek, Taharudin (alm) & Ratna beserta kedua orang tua
Ayahanda Al Fauzi Zans dan Ibunda Anita Warti yang telah memberikan
dorongan dan doa restu, baik moral maupun material selama penulis menuntut
ilmu.
8. Kakak-kakak dari penulis, Riza, Arny, Firman yang memberikan dukungan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat terbaik penulis; Maya Damayanti, Mawar Meirizka Ramdhani,
Nurhasanah, Siti Alfiyah, Siti Hasanawati, Tulus Mira Solikah . Terima kasih atas
persahabatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam proses
pembuatan skripsi ini .
10. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di HI; Rosy Kamalia, Lilis Widyasari, Iyul
Yanti, yang telah sama-sama berjuang, membantu dan memberikan berbagai
masukan dalam proses pembuatan skripsi ini.
vi
11. Teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi program studi Hubungan Internasional kelas
B dan A angkatan 2006 dan seluruh teman-teman Mahasiswa program studi
Hubungan Internasional.
12. Teman-teman KKN Garut/ Laskar Bintang 2009 terima kasih atas dukungan yang
telah diberikan selama proses pembuatan skripsi ini.
Semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun
tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga dengan segala bantuan
yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai amal
ibadah, Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.
Jakarta, 19 Desember 2011
Yeyen Magreyeni Sinapa
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR..................................................................................................... v
DAFTAR ISI...............................................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1. LatarBelakang Masalah ................................................................................. 1
2. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5
3. Tujuan Penelitian........................................................................................... 5
4. Tinjauan Pustaka............................................................................................ 5
5. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 8
5.1.Organisasi Internasional ..................................................................... 8
5.2.Keamanan Kolektif ........................................................................... 11
5.3.Aliansi ............................................................................................... 13
6. Metoda Penelitian ........................................................................................ 14
7. Sistematika Penulisan .................................................................................. 15
BAB II
STRATEGI NATO PASCA PERANG DINGIN
1. Sejarah Terbentuknya NATO..................................................................... 18
2. Struktur Sipil dan Militer NATO
2.1. Struktur Sipil NATO ......................................................................... 22
2.2 Struktur Militer NATO...................................................................... 23
vii
3. Konsep Strategi Keamanan NATO Masa Perang Dingin .......................... 28
4. Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin .................................... 30
BAB III KETERLIBATAN NATO DALAM INVASI AMERIKA SERIKAT DI
AFGHANISTAN MASA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH
1.
Kemitraan Startegis Amerika Serikat dan NATO............................ 36
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi keterlibatan NATO Dalam
Invasi Amerika Serikat di Afghanistan Masa Pemerintahan George
W. Bush............................................................................................. 40
Faktor internal
1. Artikel 5 North Atlantic Treaty................................................ 40
Faktor Eksternal
1. Ancaman Terorisme ................................................................. 43
2. Mandat Dewan Keamanan PBB............................................... 45
3. Pemerintahan Taliban............................................................... 47
3.
Intervensi Militer NATO di Afghanistan.......................................... 50
4.
Efektivitas Peran NATO Dalam Operasi Militer yang dipimpin Oleh
Amerika Serikat Di Afghanistan Masa Pemerintahn George W.
Bush .................................................................................................. 63
BAB IV KESIMPULAN
1.
Kesimpulan ....................................................................................... 66
2.
Saran.................................................................................................. 68
DaftarPustaka............................................................................................................... xiv
viii
DAFTAR SINGKATAN
ARRC
: Allied Command Europe Rapid Reaction Force
CJTF
: Combine Task Force
DPC
: Defence Planning Committee
ESDI
: European Security and Defence Identity
IFOR
: Implementation Force
ISAF
: International Security Assistance Force
MC
: Military Committee
NAC
: North Atlantic Council
NACC
: North Atlantic Cooperation Council
NATO
: North Atlantic Treaty Organisation
NPG
: Nuclear Planning Group
NSC
: NATO’s Strategi Concept
OSCE
: The Organization for Security and Cooperation in Europe
PfP
: Partnership for Peace
PBB
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
SAC
: Supreme Allied Commanders
SACEUR
: Supreme Allied Commander Europe
SACLANT
: Supreme Allied Commander Atlantic
ix
SFOR
: Stabilitation Force
WEU
: Western European Union
x
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1.1.
Aliansi adalah bentuk kerjasama keamanan dalam bentuk formal atau informal
yang terdiri dari dua atau lebih anggota negara yang berdaulat. 1 Aliansi muncul
sebagai akibat adanya perasaan tidak aman masing-masing negara terhadap
ancaman dari negara lain, sehingga keinginan untuk membentuk kekuatan
bersama diantara beberapa negara untuk membendung ancaman maupun
mempertahankan diri menjadi solusi. Sebagai salah satu contoh aliansi adalah
NATO, yang juga berperan sebagai suatu organisasi internasional. NATO
merupakan aliansi yang dibentuk Amerika Serikat bersama dengan 12 negaranegara Eropa Barat (Belanda, Belgia, Denmark, Inggris, Italia, Islandia,
Luxemberg, Norwegia, Prancis, dan Portugal) pada masa Perang Dingin tahun
1949 yang bertujuan untuk membendung sikap ekspansif (bebas) Uni Soviet.2
Pada tahun 1991 Uni Soviet runtuh dan Pakta Warsawa dibubarkan, menandai
hancurnya
Blok
Timur
dan
sekaligus
berakhirnya
Perang
Dingin.
Konsekuensinya, tugas NATO seharusnya berakhir. Namun, Amerika Serikat
sebagai pemimpin NATO terus mempertahankan aliansi tersebut yaitu dengan
cara melakukan langkah adaptasi terhadap strategi keamanannya, dengan tetap
kepada fungsi utamanya, memberikan jaminan keamanan bagi anggotanya.
Perubahan strategi NATO dimulai dengan diadopsinya NATO’s Strategi Concept
1
Irwanda Anastasia, Kebijakan Keamanan NATO Dalam Konflik Kosovo: Tinjauan Intervensi
Militer NATO Dalam Konflik Kosovo(1998-1999), Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia 2001, h. 16-17.
2
NATO handbook: Partnership and cooperations, Brussel: NATO office and Information Press,
2001, h.11.
1
(NSC) dan Declaration and Peace and Cooperation pada pertemuan para kepala
pemerintah dan negara NATO di Roma Bulan November 1991. NSC merupakan
bentuk upaya NATO mengatasi masalah irrelevance dilemma (tidak lagi adanya
ancaman monothic massive and simoultaneous attack Pakta Warsawa) yang
dihadapi NATO, melalui perlunya peningkatan kegiatan NATO yang lebih luas
melalui strategi out of area.3 Strategi out of area tersebut mendasari perlunya
perluasan aktifitas NATO di luar kawasan dalam menghadapi perkembangan yang
terjadi di negara-negara tersebut melalui operasi di luar kawasan (menjaga
perdamaian/peacekeeping) dan formulasi baru dalam hubungannya dengan
negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa tersebut.
Selain merubah strategi keamanannya, para anggota NATO juga berusaha
mencari ”peran baru” untuk NATO. Maka, pada tahun 1999 dalam KTT
Washington para anggota NATO menetapkan bahwa peran baru bagi NATO
tersebut adalah memerangi ancaman seperti terorisme dan proliferasi senjata
nuklir.4 Akan tetapi, ancaman-ancaman tersebut kurang mendapat perhatian dari
para anggota NATO dikarenakan tidak adanya ancaman terorisme dan proliferasi
senjata nuklir yang terlalu mengancam keamanan wilayah Atlantik Utara.
Serangan terorisme di wilayah Atlantik utara baru terjadi pada tahun 2001,
tepatnya pada hari selasa, 11 September 2001, di Amerika Serikat, dimana pada
saat itu para teroris berhasil membajak pesawat Boeing 767 milik maskapai
American Airlines dan kemudian menghantamkannya ke menara utara gedung
World Trade Center di New York City serta pesawat ketiga yang menabrak
Gedung Putih Pentagon sedangkan pesawat ke empat yang berniat menabrak
3
4
Ibid, h. 44.
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33627.pdf, diakses pada tanggal 4 Februari 2011.
2
Gedung Washington D.C. jatuh lebih dulu di Sommerset County, Pennsylvania,
setelah aksinya di gagalkan oleh para penumpangnya. 5
Akibat serangan teroris tersebut, Jumlah korban seluruhnya mencapai lebih
dari 3000 jiwa, termasuk 19 orang pembajak keempat penerbangan sipil yang
digunakan dalam serangan tersebut, dilaporkan, 2.829 jiwa tewas di WTC,
termasuk para penumpang American Airlines Flight 11 dan United Airlines Flight
175, serta 453 petugas keamanan masyarakat yang menangani keadaan darurat
tersebut, di mana para korban yang tewas berasal dari 90 negara di seluruh dunia.
Sedangkan jumlah korban tewas di Pentagon mencapai 189 jiwa, termasuk 64
orang dalam pesawat American Airlines Flight 77. Sedangkan 44 orang lainnya
tewas ketika United Airlines Flight 93 jatuh di Pennsylvania Barat. 6
Dahsyatnya bencana yang ditimbulkan akibat serangan 11 September tersebut,
telah menghantui kredibilitas pemerintahan George W. Bush. Oleh karena itu,
beberapa saat setelah serangan terjadi, Bush langsung menuduh kelompok Al
Qaedah pimpinan Osama bin Laden sebagai tersangka utama dalam serangan 11
September.7 Selain itu, Amerika Serikat juga melancarkan tuduhannya kepada
Afghanistan, karena negara ini oleh Amerika Serikat dianggap telah memberikan
perlindungan kepada Osama Bin Laden. Sebelum terjadinya serangan 11
September, Amerika Serikat memang telah mengidentifikasi pemerintah Taliban
di Afghanistan sebagai pelindung dan pendukung Al Qaedah. 8 Maka, ketika
Taliban menolak menyerahkan Al Qaedah terkait dengan tragedi 11 September,
5
Rahmi Fitriyanti, “Kajian Mengenai legalitas Formal Use Of Force Amerika Serikat terhadap
Afghanistan,” Orbit: Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1 No.1, Jakarta: Pusat Kajian Hubungan
Intenasional, UIN, Januari 2008, h. 66.
6
Ibid h. 66.
7
Ibid, h. 68.
8
Ibid, h. 68.
3
Amerika Serikat lalu memutuskan untuk sekaligus menyerang pemerintah Taliban
dan gerakan Al Qaedah. Dalam penyerangannya ke Afghanistan Amerika Serikat
merasa perlu memobilisasikan dukungan dari berbagai negara seperti dari Cina,
Rusia, termasuk dari NATO.
Sebagai pimpinan NATO, Amerika Serikat yang pada saat itu dipimpin oleh
George W. Bush, meminta kepada Sekretaris Jenderal NATO yaitu Lord
Robertson dan seluruh anggota NATO untuk bersedia ikut dalam invasi yang akan
dilakukan oleh Amerika Serikat di Afghanistan pada tanggal 07 Oktober 2001.
Namun, dari pihak NATO hanya Inggris saja yang langsung menyetujui
permintaan Amerika Serikat tersebut sedangkan anggota NATO yang lain tidak
langsung menyetujui karena para anggota NATO ingin memastikan terlebih
dahulu apakah serangan tersebut benar berasal dari luar negeri atau bukan. Setelah
melakukan penyelidikan, akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2001, Dewan NATO
menyatakan bahwa serangan yang dilakukan pada tanggal 11 September tersebut
benar berasal dari luar negeri yang dilakukan oleh Osama bin Laden bersama
dengan kelompok teroris pimpinannya yaitu Al Qaeda dan pada saat itu juga
NATO merespon ajakan untuk ikut dalam inavasi Amerika Seriakt di
Afghanistan.
Afghanistan sendiri adalah negara ketiga untuk NATO melaksanakan strategi
out areanya setelah sebelumnya pernah dilakukan di Bosnia dan Kosovo dan juga
sekaligus menjadi negara pertama untuk NATO melaksanakan peran barunya
memerangi ancaman terorisme.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik mengangkat
permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian dengan judul "Keterlibatan
4
NATO Dalam Operasi Militer yang Dipimpin oleh Amerika Serikat di
Afghanistan Masa Pemerintahan George W. Bush.
2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan mendasar yang menjadi acuan penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi keterlibatan NATO
dalam operasi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat di
Afghanistan masa pemerintahan George W. Bush?
2. Apakah keterlibatan NATO dalam operasi militer yang dipimpin oleh
Amerika Serikat di Afghanistan sudah berjalan dengan efektif?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan antara lain:
1. untuk mengetahui dan menganalisis keterlibatan NATO dalam Invasi
Amerika Serikat ke Afganistan masa Pemerintahan George W. Bush
2. untuk memahami faktor-faktor yang mendorong NATO melibatkan
diri dalam invasi Amerika Serikat ke Afghanistan.
3. untuk mengetahui efektivitas peran NATO dalam Invasi Amerika
Serikat ke Afganistan masa Pemerintahan George W. Bush
4. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian sudah dilakukan seputar masalah ketelibatan NATO di
Afghanistan. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Vincent Morelli dan Paul
Belkin dengan judul “NATO in Afghanistan: A Test of the Transatlantic
Alliance” tahun 2009. Penelitian Vincent dan Paul menjelaskan tentang para
anggota NATO yang sejak KTT di Washington tahun 1999, berusaha mencari
peran ”baru” bagi NATO, agar organisasi internasional tersebut mampu
5
beroperasi diluar kawasan Eropa untuk memerangi ancaman yang muncul seperti
terorisme dan proliferasi senjata nuklir.
Ancaman seperti terorisme sendiri baru terjadi pada tahun 2001, tepatnya di dua
gedung penting milik Amerika Serikat yaitu gedung World Trade Center dan
Pentagon. Akibat serangan terorisme tersebut, pemerintah Amerika Serikat
memutuskan untuk menyerang Afghanistan dikarenakan pemerintah negara
tersebut yaitu Taliban dianggap telah menyembunyikan Osama Bin laden. Dengan
meminta bantuan sekutunya yaitu NATO, akhirnya pada tanggal 7 Oktober 2001
Amerika Serikat menyerang Afghanistan. Bagi NATO, Afghanistan adalah negara
pertama baginya untuk melaksanakan peran barunya memerangi terorisme dan
juga dijadikan sebagai tes aliansi politik dan uji kemampuan militer para pasukan
NATO.9 Di tahun 2003, setelah dua tahun berada di Afghanistan atas permintaan
PBB dan Pemerintah Republik Islam Afghanistan NATO mengambil alih
pimpinan ISAF (International Security Assistance Force). ISAF di bawah
kepemimpinan NATO berlangsung dalam empat tahap. Tahap pertama tahun
2003-2004 ISAF di bawah pimpinan NATO pindah ke bagian utara Afghanistan,
yang di dominasi oleh pasukan Perancis dan Jerman. Tahap kedua dimulai pada
Mei 2005, ISAF di bawah pimpinan NATO pindah ke bagian barat Afghanistan,
yang di dominasi oleh pasukan Italia dan Spanyol. Tahap ke tiga yang
berlangsung pada tanggal 31 Juli 2006 ISAF pindah ke bagian selatan
Afghanistan yang merupakan markas dari Taliban. Tahap ke empat dimulai pada
5 Oktober 2006, dalam tahap ini Amerika Serikat mengirimkan 10.000 sampai
12.000 pasukannya sendiri untuk ISAF. Di Dalam tahap ke empat ini ISAF
9
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33627.pdf, diakses pada tanggal 4 Februari 2011.
6
diminta untuk dapat memperkuat pasukannya agar menguasai seluruh wilayah
yang ada di Afghanistan. Namun dalam tugas memimpin ISAF tersebut NATO
menemui beberapa kendala diantaranya: harus menopang pemerintahan yang
lemah di Kabul, menggunakan kemampuan militer di negara yang sangat jauh dan
mempunyai medan yang sangat kasar, dan membangun kembali negara yang
hancur akibat perang dan terganggu akibat perdagangan narkotika.
Selain itu, penelitian lain juga dilakukan oleh Budiman dengan judul
“Perubahan Struktur Komando NATO Pasca Tragedi 11 September 2001” pada
tahun 2005.10 Hasil penelitiannya, Budiman mengungkapkan bahwa pasca tragedi
11 September, Amerika Serikat berusaha menjaga keamanan wilayah dan warga
negaranya dari kemungkinan terjadinya serangan terorisme berikutnya sebagai
sebuah kepentingan yang mendapatkan prioritas utama. Berbagai usaha dilakukan
oleh pemerintah Amerika Serikat untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya
tersebut, salah satu caranya adalah dengan melakukan perubahan di dalam
struktur komando militer NATO. dalam struktur komando milter yang baru,
NATO membentuk dua komando yaitu Allied Command Operations (ACO) dan
Allied Command Transformation (ACT). ACO bertugas untuk melaksanakan
kegiatan operasional sedangkan ACT bertugas untuk melaksanakan transformasi
di dalam tubuh NATO. Selain itu NATO juga membentuk NATO Response Force
(NRF) yaitu sebuah pasukan yang fleksibel dan mampu merespon segala macam
situasi.
Skripsi ini dibuat untuk memberikan sumbangsih ilmu terkait keterlibatan
NATO dalam invasi Amerika Serikat di Afghanistan Jika pada penelitian Vincent
10
Budiman, Perubahan Struktur Komando NATO pasca 11 September 2001, Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2005, h. 74.
7
dan Paul menitikberatkan pada kepemimpinan NATO dalam ISAF, maka analisa
penulis dalam skripsi ini lebih difokuskan pada intervensi militer yang dilakukan
oleh NATO di Afghanistan. Sedangkan dalam penelitian Budiman yang
membahas perubahan dalam struktur komando militer NATO, maka skripsi ini
memfokuskan pembahasan pada faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan
NATO dalam operasi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Afghanistan
masa pemerintahan George W. Bush
5. Kerangka Pemikiran
Untuk menganalisa sebuah permasalahan tentunya kita harus memiliki alat
untuk dapat mengetahuinya secara mendalam yaitu teori, yang merupakan
penjelasan cukup mendasar mengenai bagaimana, mengapa dan kapan peristiwa
itu terjadi. Dengan kata lain teori merupakan alat prediksi. Lebih jelasnya teori
berfungsi untuk memahami, memberikan kerangka hipotesis secara logis
disamping menjelaskan maksud terhadap berbagai fenomena yang ada.11 Tanpa
menggunakan teori maka fenomena-fenomena serta data-data yang ada akan sulit
dimengerti. Di sisi lain dari teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan
yang menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis.12
Konsep yang saya gunakan dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan
yang ada pada rumusan masalah yaitu organisasi internasional, aliansi, dan
keamanan kolektif.
5.1 Organisasi Internasional
Menurut Theodore A. Couloumbus dan James H. Wolfe organisasi
internasional merupakan suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk
11
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, PT.Kencana,Jakarta:2007. h 7
Mohtar Mas‟oed, Ilmu hubungan internasional disiplin dan metodologi, LP3ES, Jakarta,
1990,h 217.
12
8
atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan pemerintah) dari
dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan
bersama para anggotanya.13
Selain itu A. Le Roy Bennet mengemukakan organisasi internasional
merupakan suatu perikatan antar subjek yang melintasi batas-batas negara dimana
perikatan tersebut terbentuk berdasarkan suatu perjanjian dan memiliki organ
bersama.14
Pada dasarnya konsep organisasi internasional itu sendiri dikategorikan
menjadi dua bagian yaitu:
1. Organisasi antar pemerintah (inter-Governmental Organizations/ IGO);
anggotanya terdiri dari delegasi resmi pemerintah negara-negara.
Contoh: World Trade Organization (WTO).
2. Organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organizations/ NGO);
terdiri
dari
keagamaan,
kelompok-kelompok
kebudayaan,
bantuan
swasta
teknik
di
bidang keilmuan,
atau
ekonomi,
dan
sebagainya. Contoh: World Wildlife Fund (WWF).
Sementara itu, berbeda dengan A. Leroy Bennet, H. G. Schermers yang
membagi organisasi internasional menjadi dua yaitu:15
1. organisasi yang bersifat universal; organisasi yang keanggotaannya
terdiri dari negara-negara tanpa membedakan sistem pemerintahannya
atau sistem pemerintahannya. Contoh: PBB.
13
Theodore A. Couloumbus dan James H. Wolfe, ”Introduction to International Relation: Power
and Justice,” dalam Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, h.92.
14
Ibid, h.93.
15
H. G. Schermers, International Organization” dalam Sri Setianingsih Suwardi, Hukum
Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 2004, h. 31
9
2. organisasi internasional terbatas; organisasi yang keanggotannya
didasarkan pada kriteria tertentu. Contoh: NATO. NATO dalam
keanggotaannya tidak semata-mata didasarkan pada letak geografis
dari anggotanya saja tetapi lebih ditekankan kepada kepentingan
politik.
Sementara fungsi dari organisasi internasional menurut A. Leroy Bennet
adalah:
1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerjasama yang dilakukan
antar negara dengan tujuan menghasilkan keuntungan yang besar bagi
seluruh bangsa.
2. Memperbanyak saluran komunikasi antar pemerintahan, sehingga
ketika masalah muncul ke permukaan, ide-ide dapat bersatu.16
Peranan organisasi internasional sendiri dalam pandangan pendekatan
liberalisme dianggap membawa dampak yang signifikan terhadap perilaku aktor
negara dan non-negara dalam politik global. organisasi internasional tidak hanya
menjadi alat seperti yang dikemukakan oleh kaum realis tetapi lebih dari itu
lembaga-lembaga internasional menyediakan pedoman kerjasama bagi negaranegara dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi bersama.17
Sebagai contoh untuk menjelaskan signifikansi dari pendekatan liberal yang
menekankan peran lembaga internasional ini, dapat kita lihat dari kerjasama
internasional yang paling maju yaitu NATO yang telah mengalami perluasan
jumlah anggota paska Perang Dingin berakhir dan bahkan 13 negara mantan
anggota Blok Timur pimpinan Uni Soviet telah menyatakan diri bersedia
16
A. Leroy Bennet , “International Organization,” dalam Sri Setianingsih Suwardi, Hukum
Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 2004, h. 5-6.
17
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, h. 49
10
bergabung dengan NATO. Kemajuan yang dialami oleh NATO tersebut sekaligus
membantah klaim kaum realis yang melihat persoalan kedaulatan negara secara
kaku. Peranan lembaga internasional tidak hanya terlihat dalam kemajuan
kerjasama global maupun regional tetapi juga dalam pemberlakuan rezim
internasional pada berbagai isu yang sifatnya membatasi perilaku nation state
seperti lingkungan hidup, hak asasi manusia, perang melawan terorisme dan
pencucian uang, proliferasi senjata nuklir dan perlindungan hak kekayaan
intelektual.18
5.2. Keamanan Kolektif (Collective Security)
Menurut Joshua S. Goldstein, Keamanan kolektif adalah sistem kerjasama
keamanan yang melihat ke dalam untuk menjamin terjaganya dan terpeliharanya
keamanan dalam sebuah kelompok negara-negara berdaulat. NATO adalah salah
satu contoh organisasi yang menganut sistem keamanan kolektif dimana para
anggota NATO bersama-sama menjaga keamanan anggotanya dan apabila ada
satu negara anggota mendapat serangan maka negara anggota pun ikut membantu
sesama negara anggota.19
Keamanan kolektif yang merupakan sebuah pandangan tua, hingga saat ini
masih terus dianut dan masih mengalami perubahan-perubahan seiring dengan
berjalannya waktu. Pada abad ke-20 keamanan kolektif paling tidak telah
mengalami tiga era perubahan, yaitu setelah Perang Dunia Pertama, Perang Dunia
Kedua, dan setelah Perang Dingin. Arnold Wolfers dalam bukunya ”Discord and
Collaboration” menyatakan bahwa ”Promosi sistem keamanan kolektif telah
menciptakan
situasi
psikologis
dimana
Amerika
Serikat
tidak
dapat
18
Ibid, h. 50.
Joshua S. Goldstein, International Relation, 5th Edition, Washington D.C.: Pearson Education,
2004, h. 123-124.
19
11
mengembalikan kepada konsep awalnya, bukan karena konsep keamanan kolektif
telah dapat diwujudkan, namun karena jutaan umat manusia percaya bahwa
keamanan kolektif dapat dilaksanakan. Keamanan kolektif telah menjadi simbol
utama dari sebuah harapan yang akan dibangun oleh semua bangsa-bangsa
dimana perang tidak akan terjadi lagi.20
Inis L. Claude dalam artikelnya yag berjudul ”Collective Security as an
Approach to Peace” menjelaskan bahwa keamanan kolektif dapat dipandang
sebagai kompromi antara pemerintahan internasional dan perimbangan kekuatan
(Balance of Power).21 Konsep perimbangan kekuatan dipandang sebagai sistem
yang menghancurkan dan tidak cukup baik untuk memelihara keamanan dan
perdamaian. Sedangkan pemerintahan internasional dianggap sebagai sesuatu hal
yang utopis dan sulit untuk dicapai untuk saat ini. Oleh karena itulah sistem
keamanan kolektif dipandang sebagai jalan tengah dalam upaya memelihara dan
menjaga keamanan dan perdamaian internasional.
Terlibatnya NATO dalam kasus invasi Amerika Serikat terhadap Afghanistan,
karena Amerika Serikat yang merupakan salah satu anggota NATO telah
mendapat serangan terorisme pada tanggal 11 September 2001 yang dilakukan
oleh Osama bin Laden beserta jaringannya yaitu Al Qaedah, yang diduga
mendapat perlindungan dari Taliban yang merupakan pemimpin negara
Afghanistan. Maka dari itu, NATO bersedia ikut serta bersama dengan Amerika
Serikat melalukan perang di Afghanistan.
20
http://www.mtholyoke.edu/acad/intrel/pol116/wolfers.htm, diakses pada tanggal 24 Agustus
2011.
21
http://www.colorado.edu/conflict/peace/treatment/collsec.htm, diakses pada tanggal 24 Agustus
2011.
12
5.3. Aliansi
Konsep aliansi menurut George Modelski adalah bentuk kerjasama keamanan
dalam bentuk formal atau informal yang terdiri dari dua atau lebih anggota negara
yang
berdaulat.22
Aliansi
mengutamakan
kebijakan
untuk
mendukung
kepentingan-kepentingan keamanan anggotanya dan memfasilitasi tujuan-tujuan
tertentu dari kepentingan bersama organisasinya. NATO merupakan organisasi
internasional formal yang menyediakan forum pengaturan bersama untuk
mengevaluasi dan mengendalikan kebijakan keamanannya.
Sedangkan Douglas T. Stuart melihat bahwa aliansi merupakan perjanjian
formal antar negara untuk melakukan aksi bersama sebagai salah satu bentuk
respons terhadap situasi politik tertentu.23
Evolusi eksistensi NATO sebagai aliansi pertahanan kolektif yang solid
dirancang untuk menangkal dan mempertahankan diri dari ancaman militer
langsung pihak lawan, memiliki kewajiban-kewajiban aliansinya tercantum dalam
Pasal 5 perjanjian NATO yang menyatakan bahwa semua serangan militer yang
ditujukan untuk melawan salah satu atau lebih Negara anggota NATO yang
berada di Amerika utara atau Eropa secara tidak langsung menjadi serangan
yang ditujukan kepada seluruh Negara anggota, dan menjadi tanggungan
bersama”.
22
Irwanda Anastasia, Kebijakan Keamanan NATO Dalam Konflik Kosovo: Tinjauan Intervensi
Militer NATO Dalam Konflik Kosovo(1998-1999), Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia, 2001, h. 16-17.
23
Douglas T. Stuart, The Future of the European, Alliance, Problem and Oppourtunities for
Coalition strategie, dalam Gary L. Guertener (ed), Collective Security in Europe, United States:
Startegies Studies institute, 1992.
13
Pasal 5 tersebut direalisasikan salah satunya dalam membantu Amerika
Serikat dalam memerangi Jaringan Al Qaeda di Afganistan yang telah berhasil
menghancurkan Gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat tahun 2001 lalu.
Jack C Plano dan Roy Olton memberikan definisi yang lebih spesifik
tentang aliansi. Mereka mengatakan bahwa :
”Aliansi adalah suatu bentuk persetujuan formal antara dua Negara militer
Jika salah satu Negara yang menjadi anggota perjanjian tersebut di serang Oleh
pihak lawan dan tujuan lainnya untuk mengembangkan kepentingan bersama”.
Alasan pembentukan aliansi berkaitan erat dengan:
1. kebutuhan domestik, dalam hal ini adalah kepentingan-kepentingan
Amerika Serikat dan Eropa, seperti kepentingan ekonomi, politik,
kepentingan keamanan.
2. Adanya persepsi ancaman bersama seperti potensi ancaman Uni Soviet
pada waktu Perang Dingin, dan ancaman terorisme yang dilakukan
oleh kelompok teroris seperti Al Qaeda.24
6. Metoda Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif.
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
24
Jack C Plano and Roy Olton,The International Relations Dictionary, 3rd Edition,
California:ABC-Clio Inc, 1982, h. 158.
14
diamati.25 Penelitian kaulitatif sendiri dapat dianalisis dalam berbagai format,
diantaranya kajian peluang yang ditawarkan oleh format riset observasi (termasuk
observasi partisipan), wawancara, riset sumber dokumen dan riset media.26
Proses pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah melalui teknik
penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data sekunder. Data sekunder yang
dimaksud adalah data-data yang diperoleh dari beberapa tulisan orang lain yang
telah dipublikasikan, seperti pada situs http://www.nato.int, http://daccess-ddsny.un.org, dan http://www.isaf.nato.int. selain itu juga disertai dengan data-data
yang berasal dari buku, jurnal, artikel, media cetak dan media lainnya , yang
penulis peroleh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Indonesia, LIPI
(Lembaga
Ilmu
Pengetahuan
Indonesia),
Perpustakaan
Nasional,
dan
Perpustakaan Umum Freedom. Data-data sekunder yang digunakan oleh penulis
kebanyakan dari internet, dikarenakan kurangnya informasi mengenai keterlibatan
NATO di Afghanistan.
7. Sistematika Penulisan
Penulis membagi makalah ini menjadi 4 bab, dimana masing-masing bab
dirinci secara singkat dan sederhana, pembagian bab serta perinciannya dapat
dijelaskan, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Pertanyaan Penelitiaan
3. Tujuan Penelitian
4. Tinjauan Pustaka
25
Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori Aplikasi Jakarta: Bumi
Aksara, 2006, h. 92.
26
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007, h 89.
15
5. Kerangka pemikiran
5.1. Organisasi Internasional
5.2. Aliansi
5.3. Keamanan Kolektif (Collective Security)
6. Metode Penelitian
6.1. Bentuk Penelitian
6.2. Teknik Pengumpulan Data
7. Sistematika Penulisan

BAB II STRATEGI NATO PASCA PERANG DINGIN
1. Sejarah Terbentuknya NATO
1.1. Struktur Sipil dan Militer NATO
1.1.1. Struktur Sipil NATO
1.1.2 Militer NATO
2. Konsep Strategi Keamanan NATO Masa Perang Dingin
3. Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin

BAB III KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI
MILITER YANG DIPIMPIN OLEH AMERIKA SERIKAT
DI AFGHANISTAN MASA PEMERINTAHAN GEORGE W.
BUSH
1. Kemitraan Startegis Amerika Serikat dan NATO
16
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan NATO Dalam
Operasi Militer yang dipimpin Oleh Amerika Serikat di
Afghanistan Masa Pemerintahan George W. Bush
3. Intervensi Militer NATO di Afghanistan
4. Efektifitas Peran NATO Dalam Operasi Militer yang dipimpin
Oleh Amerika Serikat di Afghanistan

BAB IV KESIMPULAN
1. Kesimpulan
2. Saran
17
BAB II
STRATEGI NATO PASCA PERANG DINGIN
Dalam bab II ini akan membahas mengenai strategi NATO pasca perang
dingin. Pembahasan ini dalam bab ini akan diawali oleh sejarah terbentuknya
NATO. Kemudian dilanjutkan oleh pembahasan mengenai strategi NATO masa
perang dingin dan strategi NATO pasca perang dingin.
Pembagian pembahasan dalam dua periode ini dilakukan agar pembahasan
dapat berjalan secara periodik sehingga lebih mudah dalam mengurutkan kejadian
serta sebab akibatnya.
1. Sejarah Terbentuknya NATO
Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau dalam bahasa Inggris biasa disebut
dengan North Atlantic Treaty Organisation (NATO) adalah sebuah organisasi
internasional untuk keamanan bersama yang didirikan pada 4 April 1949 dengan
penandatangan North Atlantic Treaty di Washington D.C. oleh 12 negara
(Belanda, Denmark, Inggris, Italia, Islandia, Luxemberg, Perancis, dan Portugal)
ditambah dua negara Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) 27. Collective
security merupakan landasan terbentuknya NATO. Konsep ini dapat menjelaskan,
mengapa negara-negara bergabung dalam wadah keamanan bersama. Adanya
perasaan tidak aman yang dirasakan oleh suatu negara menyebabkan mereka
harus menggabungkan diri dalam suatu kekuatan yang besar sehingga jaminan
keamanan atas dirinya semakin besar, dan hal ini terjadi pada negara anggota
NATO.
27
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_52044.htm, diakses pada tanggal 07 Oktober 2010.
18
Pada masa perang dingin, kiprah NATO Sangat signifikan sebagai salah satu
kekuatan blok, yaitu blok barat. NATO pada saat itu mempunyai kekuatan Sangat
besar yang tidak ada tandingannya. Terbukti, eksistensi NATO mendapat reaksi
cepat dari kekuatan blok timur dengan terbentuknya Pakta Warsawa yang
bertujuan mengimbanginya. Disini konsep keseimbangan kekuatan diterapkan.
Kedua organisasi pakta pertahanan ini saling unjuk kekuatan dan pengaruh yang
bertujuan agar tidak ada dominasi diantara keduanya. Runtuhnya Uni Soviet juga
menyebabkan ambruknya Pakta Warsawa. NATO pun melakukan serangkaian
adaptasi dengan perubahan konstelasi dan kontestasi politik global. Sebelum
terorisme berkembang di dunia, NATO tidak hanya memaknai konsep keamanan
secara militer, tetapi diperluas lagi. NATO seringkali melakukan aksi
humanitarian intervention sebagai instrumen perlindungan keamanan manusia
dari kejahatan perang. Yugoslavia dapat dijadikan contoh menarik. NATO
melakukan aksi humanitarian intervention terhadap Yugoslavia karena telah
dianggap membahayakan keamanan manusia pada sekitar tahun 1997.
Dalam operasionalnya, NATO dilandasi oleh prinsip-prinsip yang menjadi
landasannya.28
1. Solidaritas : berkomitmen menciptakan perdamaian dunia.
2. Freedom : menjaga kebebasan dan keamanan negara-negara anggotanya.
3. Demokrasi : menjaga nilai-nilai demokrasi.
4. Transatlantik link : membentuk hubungan keamanan transatlantik.
Prinsip-prinsip dasar ini harus dipatuhi oleh anggota NATO secara
keseluruhan. Prinsip-prinsip ini memberikan kekuatan bagi NATO dalam setiap
28
http://www.nato.int/cps/en/natolive/organisation.htm, diakses pada tanggal 07 Oktober 2010.
19
melakukan aktivitasnya. Selain itu, prinsip NATO juga tertuang dalam tujuannya,
pada perjanjian pasal 5,“semua serangan militer yang ditujukan untuk melawan
salah satu atau lebih Negara anggota NATO yang berada di Amerika utara atau
Eropa secara tidak langsung menjadi serangan yang ditujukan kepada seluruh
Negara anggota, dan menjadi tanggungan bersama”. Jika serangan militer itu
benar-benar terjadi, seluruh anggota NATO memiliki hak untuk membantu segera
dengan memberikan bantuan militer dan pertahanan demi menjaga dan
melestarikan keamanan kawasan atlantik utara.
Keanggotaaan NATO pada awalnya berjumlah 12 negara. Yunani dan Turki
bergabung pada masa perang dingin tepatnya pada tahun 1952. Pada 7 Mei 1954
Inggris dan Amerika Serikat menolak upaya Uni Soviet untuk bergabung dalam
NATO. Jerman Barat sebaliknya diajak bergabung dalam NATO pada saat
ditandangani Persetujuan Paris, 23 Oktober 1954, Jerman Barat dan Italia masuk
dalam Western European Union (WEU). Enam bulan kemudian Jerman Barat
menjadi Anggota NATO, 5 Mei 1955. sembilan hari setelah Jerman Barat
bergabung ke dalam NATO, Pakta Warsawa dibentuk. Uni Soviet, Albania,
Bulgaria, Czechoslovakia, Jerman Timur, Hungaria, Polandia dan Romania
menandatangani Traktat Warsawa, 14 Mei 1955. secara ideologis para anggota
Pakta Warsawa sama-sama menganut komunisme.29
Perluasan NATO berlanjut Spanyol menjadi anggota NATO yang ke 16 pada
30 Mei 1982. hasil refendum yang diadakan Perdana Menteri Felipe Gonzalez
pada 12 Maret 1986 menunjukkan bahwa rakyat Spanyol mendukung agar
29
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_52044.htm, , diakses pada tanggal 07 Oktober 2010
20
Spanyol tetap dalam NATO, tanpa berpartisipasi dalam NATO’s integrated
military Structure.30
Berakhirnya perang dingin dan dibubarkannya Pakta Warsawa tidak
menyurutkan hasrat untuk menambah keanggotaan NATO, dengan masuknya
Jerman Timur di tahun 1990, Polandia, Czechoslovakia, Hungaria pada 12 Maret
1999. Dengan perluasan NATO ini maka perbatasannya jauh bergeser ke timur,
langsung bersebelahan dengan Rusia. Di tahun 2004 banyak negara pecahan Uni
Soviet yang bergabung dengan NATO diantaranya Bulgaria, Estonia, Latvia,
Lithuania, Romania, Slowakia, Slovenia, dan di tahun 2009 Albania dan
Kroasia.31 Para penandatangan perjanjian menyatakan keinginan mereka untuk
hidup damai dengan semua negara di dunia dan juga mempertegas prinsip PBB
unutk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan juga untuk
menjaga stabilitas wilayah Atlantik Utara.
Adapun yang menjadi tugas utama NATO adalah:32
1. Menjamin Keamanan Eropa dengan berdasarkan demokrasi dan
kepercayaan bahwa selalu ada cara-cara damai untuk menyelesaikan suatu
konflik.
2. Memberikan kesempatan kepada negara-negara anggotanya untuk saling
berkonsultasi satu sama lain dalam setiap hal yang dapat mempengaruhi
kepentingan negara-negara anggotanya, termasuk perkembangan yang
dapat mengancam keamanannya, dan juga memfasilitasi kerjasama
berdasarkan kepentingan bersama.
30
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_52044.htm, , diakses pada tanggal 07 Oktober 2010
http://nasional.kompas.com/read/2009/04/08/06201121/memaknai.esensi.nato.setelah.60.tahun,
diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
32
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb0102.htm NATO Fundamental Security Task,
diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
31
21
3. NATO berfungsi sebagai penangkal dan sebagai suatu pertahanan dari
setiap agresi yang dapat mengancam wilayah negara-negara anggotanya.
4. NATO berfungsi untuk memelihara stabilitas dan keamanan dengan cara
membina hubungan baik dan melakukan kerjasama dengan negar-negara
mitranya.
5. NATO harus mengembangkan adanya kesamaan wawasan mengenai
keamanan internasional dan tujuan dari diadakannya kerjasama.
2. Struktur Sipil dan Militer NATO
2.1. Struktur Sipil
Struktur sipil NATO sejak awal pembentukkannya pada tanggal 4 April
sudah banyak mengalami perubahan. Perubahan dalam badan-badan NATO
dilakukan untuk menyesuaikan kondisi organisasi dengan perubahan lingkungan
eksternal pasca perang dingin. Tetapi tidak semua badan yang ada dalam NATO
mengalami perubahan, seperti Dewan Atlantik Utara (North Atlantic Council).33
Dewan ini masih merupakan pemegang komando tertinggi dalam organisasi
NATO. Di dalam North Atlantic Council setiap negara akan mempunyai
perwakilan, yang mempunyai tugas untuk membahas semua permasalahan atau
isu-isu yang menyangkut perdamaian dan keamanan Negara anggotanya. Di
dalam organisasi NATO setiap negara mempunyai hak yang sama, setiap
persetujuan dicapai melalui kata sepakat, dan tidak dilakukan sistem pemungutan
suara seperti voting atau keputusan dengan suara terbanyak dan hal itu berarti
setiap keputusan diambil dengan suara bulat. Jika suatu keputusan telah diambil
maka keputusan tersebut akan mengikat setiap negara anggotanya dan jika ada
33
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb070101.htm, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
22
negara yang tidak setuju dengan keputusan tersebut maka hal itu harus
disampaikan kepada dewan (council).34
Dalam struktur NATO ada dua badan penting yang mempunyai tugas untuk
mengatur operasionalisasi organisasi. Defence Planning committee (DPC)
merupakan bagian dari North Atlantic Council (NAC) dan DPC dikepalai oleh
sekretaris Jendral NATO. DPC berfungsi untuk mengatur setiap kegiatan sipil dan
militer organisasi.35 Setiap negara anggota NATO mempunyai perwakilan di
dalam DPC kecuali Perancis. Badan lainnya yang mempunyai peran penting sama
seperti DPC yang berada di bawah kewenangan NAC adalah NPG (Nuclear
Planning Group). Di dalam NPG tersebut terdiri dari seluruh perwakilan menterimenteri pertahanan negara anggota yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilakukan oleh DPC dengan demikian Perancis tidak termasuk dalam NPG. Setiap
NPG melakukan pertemuan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. NPG mempunyai
tugas dalam kegiatan NATO yeng berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan masalah persenjataan dan kekuatan nuklir.36
2.2. Struktur Militer NATO
NATO merupakan salah satu aliansi militer. Selama Perang Dingin NATO
bertujuan untuk mencegah adanya ancaman yang dilakukan oleh Uni Soviet,
NATO menciptakan suatu strategi yang dapat melindungi Eropa dari ancaman
Uni Soviet. Struktur kekuatan NATO tersebut meliputi penggunaan senjata
konvensional dan senjata nuklir. Sejak perang dingin berakhir, peran NATO
mengalami perubahan.NATO tidak hanya berfungsi sebagai pertahanan, tetapi
juga berfungsi sebagai penjaga perdamaian. Agar dapat efektif dalam
34
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb070101.htm, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49201.htm, diakses pada tanggal 07 Oktober 2010
36
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_50069.htm, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
35
23
melaksanakan fungsinya sebagai penjaga perdamaian, NATO menciptakan suatu
badan yang disebut dengan Integrated Military Force.37
Dalam Organisasi NATO, keputusan politik untuk mengambil tindakan militer
merupakan wewenang dari Sekretaris Jendral. Sekretaris Jenderal mendapatkan
wewenang tersebut dari North Atlantic Council. Dalam NATO ada komando
tertinggi Supreme Allied Commanders (SAC) yang bertanggung jawab untuk
melalukan operasi militer NATO. Kedua Komando tersebut mempunyai tugas
untuk mengawasi semua asset militer di dalam wilayah wewenang tanggung
jawabnya masing-masing. Kedua SAC tersebut adalah Supreme Allied
Commander Europe (SACEUR)38 dan Supreme Allied Commander Atlantic
(SACLANT).39
SACEUR
bertanggung
jawab
untuk
mengatur
dan
mengembangkan kemampuan kekuatan pertahanan yang dibutuhkan dalam
bidang manajemen krisis, kemanusiaan, dan melindungi kepentingan aliansi.40
Selain itu SACEUR
juga bertindak sebagai jurubicara resmi dari NATO.
SACEUR dan SACLANT masin-masing bertanggung jawab kepada komisi
militer (military committee) NATO.41
Military Committee (MC) adalah pemegang wewenang tertinggi yang
beranggotakan kepala staff militer masing-masing anggota. Military Committee
berada dibawah kewenangan politik NAC dan DPC. Military Committee terdiri
dari kepala staf setiap Negara anggota, yang mengadakan pertemuan sedikitnya
tiga kali dalam setahun atau kapanpun diperlukan. Military Committee mempunyai
37
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb1201.htm, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
NATO handbook: Partnership and cooperations, Brussel, : NATO Office of Information and
Press, 2001 h.259.
39
Ibid, h. 259
40
Ibid, h. 264.
41
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
38
24
tugas untuk mengkoordinasi aktifitas-aktifitas militer NATO. Setiap kepala staf
memilih perwakilan militer tetap yang berfungsi sebagai anggota komite militer
yang dipilih tiga tahun sekali. Hanya Iceland yang negaranya tidak mempunyai
kekuatan militer.42
Dalam sidang komite, komite militer mengadakan pertemuan yang dilakukan
secara dimarkas besar NATO di Brusel untuk mengkaji kembali kekuatan dan
strategi militer NATO. Komite militer bertanggung jawab untuk memformulasi
dan merekomendasikan kepada badan-badan politik NATO, mengenai tindakantindakan apa saja yang diperlukan untuk menjamin pertahanan bersama dan
adanya satu kebijakan untuk tentara NATO yang dikirimkan kepada operasioperasi militer yang berbeda-beda seperti dibekas negara Yugoslavia.43 Komite
militer membantu untuk mengembangkan konsep strategi aliansi dan melakukan
sejumlah dan melakukan sejumlah penilaian dalam aset NATO. Dalam waktu
krisis dan perang, komite militer dapat berfungsi sebagai suatu badan yang
memberikan nasehat kepada Defence Planning Committee mengenai penggunaan
kekuatan militer.
Untuk mendukung pekerjaan para stafnya NATO mempunyai jaringan yang
sangat luas. International Military Staff terdiri dari para personel militer yang
telah dipilih oleh NATO. Bekerja demi tujuan bersama aliansi dan bukan demi
negaranya sendiri. Agar dapat mengatur sejumlah besar tugas-tugas yang
diberikan, maka IMS dibagi dalam lima bagian.44
42
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010.
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010
44
NATO handbook: Partnership and cooperations, Brussel, : NATO Office of Information and
Press, 2001, h. 242-244.
43
25
1. Planning and Policy division
Divisi ini bertugas untuk mengembangkan dan mengkoordinasikan
kebijakan pertahanan dan perencanaan startegis NATO dengan komite
militer. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup penilaian dan mempelajari
lingkungan strategis dimana NATO harus bertindak. Penilaian ini
mencakup pengkajian pertahanan yang diadakan setahun sekali, yang
berguna untuk menciptakan untuk menciptakan tingkat kekuatan militer
yang dibitihkan untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Operation Division
Divisi operasi bertanggung jawab untuk memberi nasehat kepada militer
mengenai rencana operasi dan manjemen operasi. Selain itu divisi ini juga
bertugas untuk mengkoordinasikan pengiriman sejumlah pasukan dalam
setiap operasi yang dilakukan oleh aliansi.
3. Intelligence Division
Divisi intelejen bertanggung jawab untuk mengumpulkan setiap informasi
yang dibutuhkan memperlancar operasi NATO. Divisi intelejen bertugas
untuk memonitor setiap kejadian diseluruh dunia dan mendapat informasi
dari setiap negara anggotanya.
4. Cooperation and Regional Security Division
Divisi kerjasama dan keamanan regional bertugas untuk melakukan
kerjasama dengan negara-negara non-NATO dan menciptakan keamanan
di benua Eropa dan di wilayah lainnya diluar Eropa. Divisi ini dalam
melakukan tugasnya melibatkan negara-negara non-NATO dalam operasi
26
penjaga perdamaian (peacekeeping) dan operasi membangun perdamaian
(peacebuilding).45
5. Logistic Armaments and Resource Divison
Divisi ini bertugas untuk menjamin terpenuhinya setiap peralatan yang
dibutuhkan oleh NATO dalam melakukan operasinya. Divisi ini bertugas
untuk menjamin bahwa pasukan NATO menggunakan persenjataan dan
sistem komunikasi yang sesuai dengan jenis operasi yang dilakukannya.
NATO juga mempunyai tiga kekuatan utama (three primary forces) yang
digunakan untuk membantu setiap kegiatan operasi yang dilakukannya dan untuk
memenuhi apa yang menjadi tujuan strategisnya:46
1. Immediate and Rapid Reaction Forces
Pasukan ini merupakan pasukan yang sangat terlatih dan siap siaga untuk
dikirimkan dalam setiap misi NATO. Pasukan ini terdiri dari pasukan
darat dan laut. Setiap negara anggota yang tergabung dalam Integrated
Military Structure saling bergantian untuk menjaga kesiapan unit-unit
pasukannya dalam siap siaga penuh apabila terjadi sustu krisis.
2. Main Defense Forces
Tugas pasukan ini adalah mencegah negara lain melakukan tindakan
agresi yang dilakukan terhadap negara-negara anggota NATO. Kekuatan
ini terdiri dari kekuatan konvensional dan kekuatan nuklir yang bertugas
untuk menangani setiap ancaman yang mungkin terjadi terhadap anggota
NATO. Ada empat pasukan multinasional yang ditempatkan di Jerman.
Pasukan ini juga dpat digunakan sebagai penjaga perdamaian.
45
46
Ibid, h. 243.
Ibid, h.258.
27
3. Augmentation Forces
Pasukan ini merupakan pasukan cadangan NATO. Pasukan ini dapat
digunakan untuk memperkuat pasukan NATO kapanpun jika diperlukan.
4. Konsep Strategi Keamanan NATO Masa Perang Dingin
Konsep strategi keamanan NATO pada waktu pertama kali NATO di kenal
dengan sebutan The Strategic Concept for the defence of The North Atlantic area.
Strategi tersebut dikembangkan antara Oktober 1949 dan April 1950, dirancang
sebagai operasi skala besar untuk mempertahankan wilayah negaranya dari
kemungkinan serangan yang dilakukan oleh Uni Soviet. Pada bulan Desember
1954, NATO mengembangkan strategi Massive Retaliation (pembalasan secara
besar-besaran). Strategi ini menekankan pada pentingnya konsep deterrence
(penangkalan), dimana jika terdapat ancaman yang dapat mengganggu keutuhan
wilayah negara anggotanya, maka NATO akan melakukan tindakan dengan
menggunakan cara apapun, termasuk penggunaan senjata nuklir untuk
menyelesaikan masalah tersebut.47
strategi Massive Retaliation ini banyak menimbulkan kritik dikalangan ahli
strategi sipil maupun militer. Salah satu kritik yang diajukan adalah dengan
menggantungkan diri pada kekuatan nuklir, jika serangan yang dilakukan oleh
Uni Soviet menggunakan kekuatan konvensional, maka tindakan pembalasan
yang dilakukan oleh Amerika Serikat akan menghancurkan peradaban seluruh
manusia. Oleh karenanya strategi Massive Retaliation dianggap sebagai kebijakan
yang tidak bermoral dari beresiko tinggi.48
47
Ibid, h.43.
Anna Rinto Juliastuti, Kebijakan NATO di Eropa Timur Periode 1990-1996, Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1997, h.38.
48
28
Akibat banyaknya kritik terhadap strategi Massive Retaliation, maka Pada
tahun 1950-an NATO
memulai pembahasan mengenai kemungkinan untuk
merubah pendekatan strategi Massive Retaliation tersebut, dan pembahasan ini
berlangsung sampai tahun 1967. pada tanggal 9 Mei 1967 setelah melalui
perdebatan yang panjang, maka strategi Massive Retaliation digantikan dengan
strategi Flexible Respond.49 Strategi Flexible Respond ini menuntut NATO untuk
mempunyai kapabilitas guna merespons berbagai ancaman militer dari Pakta
Warsawa dengan tingkat respons yang tepat.50
NATO perlahan-perlahan mulai mencari cara untuk mengurangi bahaya dan
untuk mencari dasar untuk mengembangkan hubungan yang lebih lanjut melalui
hubungan yang baik dengan Uni Soviet dan negara-negara lain anggota Pakta
Warsawa. Pada tahun 1967 dikeluarkan Harmed Report, yang mendirikan
pertahanan dan dialog termasuk didalamnya pengendalian senjata, sebagai
pendekatan NATO yang baru.
Sebelumnya di tahun 1966, ketika NATO masih membahas tentang Strategi
Flexible Respond,51 Perancis secara mengejutkan menyatakan diri keluar dari
keanggotaan NATO. Hal tersebut dipicu oleh pertentangan-pertentangan yang
sering dialami Perancis dengan Amerika Serikat. Pertentangan tersebut dapat
dlihat ketika Perancis memberikan usulan mengenai pembentukan Dewan
Pimpinan yang terdiri dari tiga negara yaitu Amerika Serikat, inggris dan
Perancis, namun, ditolak oleh Presiden Eisenhower (AS) dengan alasan bahwa
jika Dewan Pimpinan dilanjutkan maka hal itu akan memudarkan peranan NATO
49
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_56626.htm, diakses pada tanggal 15 Maret 2012.
Ibid, 39.
51
G. paskalina Moningka, Latarbelakang Sikap Presiden Mitterland Terhadapa Keputusan NATO
Mengenai Penempatan Euromissile, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia,1989, h.33.
50
29
yang difokuskan pada negara-negara anggota yang mayoritas terdapat di Eropa
Barat.52
Puncak pertentangan antara Perancis dan Amerika Serikat ketika Amerika
Serikat dan Inggris membuat suatu persetujuan yang diberi nama anglo American.
Di dalam persetujuan anglo American tersebut, Inggris bersedia membantu
Amerika Serikat dengan memberikan sebagian senjata nuklirnya. Hal ini membuat
Presiden Perancis yaitu Charles de Gaulle menjadi tidak suka. De Gaulle
menyatakan Perancis harus bisa mengembangkan kekuatannya nuklirnya sendiri
tanpa membaginya dengan negara lain. De gaulle sangat sadar bahwa kekuatan
militernya sendiri terlampau kecil untuk memungkinkan negara tersebut
memegang peranan utama di dunia. Masalah ini akhirnya membuat Perancis
memutuskan untuk keluar dari NATO pada tanggal 7 Maret 1966. 53 Walaupun
begitu, ini tidak berarti Perancis keluar sepenuhnya dari NATO, De Gaulle
menyatakan bahwa Perancis masih bersedia terus untuk bekerjasama dengan
Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Walaupun, Perancis tidak keluar sepenuhnya
dari NATO, De Gaulle tetap meminta agar markas besar NATO yang berada di
Perancis segera dipindahkan, maka atas permintaan Perancis tersebut akhirnya
markas besar NATO dipindahkan ke Brussel, Belgia.54
5. Konsep Strategi Keamanan NATO Pasca Perang Dingin
Pasca perang dingin yang ditandai oeh runtuhnya Uni Soviet ternyata tidak
membuat dunia khususnya Eropa menjadi aman tetapi malah memunculkan
ancaman keamanan baru seperti konflik etnis, migrasi, konflik perbatasan,
pelanggaran hak asasi manusia dan instabilitas politik dan ekonomi di sejumlah
52
Ibid, h.33.
http://www.nato.int/history/index.html, diakses pada tanggal 16 Maret 2012.
54
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_52044.htm, diakses pada tanggal 16 Maret 2012.
53
30
negara Eropa Timur dan Tengah yang memiliki potensi dapat meluas ke negara
lain atau secara langsung mengganggu kepentingan keamanan negara anggota
aliansi. Perkembangan yang terjadi tersebut menandai perubahan baru lingkungan
keamanan di Eropa dan menuntut NATO untuk melakukan langkah adaptasi
terhadap strategi keamanannya, dengan tetap kepada fungsi utamanya,
memberikan jaminan keamanan bagi anggotanya.
Perubahan strategi NATO dimulai dengan diadopsinya NATO’s Strategi
Concept (NSC) dan Declaration and Peace and Cooperation pada pertemuan para
kepala pemerintah dan negara NATO di Roma Bulan November 1991.55 NSC
merupakan bentuk upaya NATO mengatasi masalah ”irrelevance dilemma (tidak
lagi adanya ancaman monothic massive and simoultaneous attack Pakta
Warsawa)56 yang dihadapi NATO, melalui perlunya peningkatan kegiatan NATO
yang lebih luas melalui strategi out of area.57 Strategi out of area tersebut
mendasari perlunya perluasan aktifitas NATO di luar kawasan dalam menghadapi
perkembangan yang terjadi di negara-negara tersebut tersebut melalui operasi di
luar kawasan (menjaga perdamaian/peacekeeping) dan formulasi baru dalam
hubungannya dengan negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa tersebut.
Pada intinya konsep baru strategi NATO adalah menggabungkan suatu
pendekatan keamanan yang didasarkan kepada dialog dan kerjasama dengan
memelihara kemampuan NATO Collective defence.58 Konsep ini mencerminkan
tugas baru NATO yang meliputi (1) pengembangan proses kerjasama, dialog dan
55
NATO handbook: Partnership and cooperations, Brussel: NATO office and Press, 2001 h. 44.
Monothic massive and simoultaneous attack Pakta Warsawa adalah ancaman secara besarbesaran yang dilakukan sendiri oleh Pakta Warsawa dan penyerangannya dilakukan pada waktu
bersamaan.
57
Ibid, h. 44.
58
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_59378.htm, diakses pada tanggal 15 Maret 2012.
56
31
kemitraan dengan negara Eropa Tengah dan Timur serta negara lain dalam The
Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE), (2) kerjasama
yang lebih erat dengan institusi lain di bidang keamanan Eropa seperti OSCE,
Western European Union (WEU) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta
merumuskan struktur komando dan kekuatan baru yang mencerminkan perubahan
dan perkembangan lingkungan tersebut.59
Dibidang militer, NATO mengurangi ketergantungan terhadap senjata nuklir
dan melakukan perubahan kekuatan militernya melalui pengurangan secara
signifikan tingkat kekuatan dan kesiagaan, dan menyiapkan tingkat kekuatan
NATO untuk mampu melaksanakan misi-misi baru seperti crisis management dan
peacekeeping, dengan tetap menjaga kemampuan collective defence.60
Langkah NATO untuk menata kembali postur pertahanannya sudah dimulai
jauh sebelum KTT Roma tahun 1991. Aliansi menganggap perlu untuk
membentuk pasukan yang secara cepat dan fleksibel, dapat beraksi menghadapi
berbagai kemungkinan ancaman baru karena menurunnya Soviet. Pada tahun
1990 Markas NATO di Eropa (SHAPE) membentuk pasukan gerakan cepat
NATO yang bernama ARRC (Allied Command Europe Rapid Reaction Force)
yang dimaksudkan untuk mampu menangkal berbagai kemungkinan resiko yang
berasal dari wilayah periphery (wilayah pinggiran/pedesaan) NATO di Eropa
Timur, mulai dari operasi perdamaian hingga pecahnya perang saudara. Dalam
pertemuan NAC tahun 1991, ARRC, yang telah memenuhi persyaratan
institutional NATO dalam menghadapi berbagai tingkat crisis management Pasca
Perang Dingin, berada di bawah komando Inggris dan akan beroperasi pada tahun
59
60
Ibid, h. 45.
Ibid h. 46.
32
1995. ARRC merupakan kekuatan darat NATO yang berada di bawah kendali
SACEUR yang fleksibel dalam mendukung operasi out of area di berbagai
wilayah konflik.
Sementara itu, dalam upaya mendukung struktur kekuatan NATO agar lebih
fleksibel dan responsif terhadap kondisi keamanan di Eropa, pada pertemuan Para
Pemimpin NATO di Brussels tahun 1994 diperkenalkan konsep CJTF (Combine
Task Force)61 yang memfasilitasi NATO dengan kemampuan untuk merespon
berbagai tingkat misi dan tugas dari collective defence hingga crisis management
dan peacekeeping sebagai langkah operasional konsep out of area peran NATO.
Strategi CJTF tentunya dapat mendukung NATO untuk melaksanakan operasi
bersama dengan negara-negara mitra NATO lain, sebagaimana dalam misi
peacekeeping Implementation Force (IFOR)62 tahun 1995 maupun dalam misi
Stabilitation Force (SFOR)63 tahun 1996 dalam penyelesaian konflik Bosnia
Herzegovina. Strategi CJTF tersebut juga dapat digunakan sebagai instrumen bagi
NATO dalam menyediakan dukungan bagi operasi-operasi yang dilakukan WEU,
61
CJTF merupakan suatu (grup) kekuatan yang melibatkan dua negara atau lebih – tidak eksklusifdengan menggunakan berbagai kekuatan (laut, udara, atau darat) untuk melaksanakan operasi/misi
militer seperti operasi peacekeeping, peace enforcement dan kemanusiaan. CJTF menggunakan
peralatan yang efisien dan fleksibel dan NATO dapat turut serta dengan menempatkan
kekuatannya atau memanfaatkan fasilitas NATO, atas pertimbangan kasus per kasus oleh NAC.
(Lihat NATO Office of Information an Press, Brussel, 2001, h. 253-254).
62
The NATO-Led IFOR dibentuk berdasarkan ketentuan (Anex I) perjanjian Damai Bosnia
tanggal 14 Desember 1995. perjanjian tersebut mewajibkan pihak bertikai untuk menarik mundur
kekuatannya dari wilayah perbatasan kedua belah pihak sebagai tindak lanjut genjatan senjata
yang telah disetujui sebelumnya. Adapun tugas IFOR adalah implementasi di bidang militer dalam
menjamin genjatan senjata, proses penarikan mundur , dan pengumpulan senjata berat ke kantong.
Serah terima tugas operasi dilakukan dari UNPROFOR kepada IFOR (SACEUR) tanggal 20
Desember 1995. pasukan IFOR terdiri dari atas 60.000 orang yang diantaranya berasal dari
anggota NATO bersama 14 negara PfP dan 4 negara mitra lainnya.
63
The NATO-Led SFOR dibentuk dalam rangka meneruskan tugas IFOR yang berakhir 20
Desember 1996 berdasarkan resolusi DK-PBB tanggal 12 Desember 1996. Tugas SFOR adalah
implementasi di bidang militer dalam menjamin stsbilitas keamanan dalam mendukung proses
perdamaian pasca pemilu Bosnia tahun bulan September 1996. adapun tugas lainnya memberikan
bantuan bagi organisasi sipil seperti UNHCR (pengungsi). Kontingen SFOR terdiri anggota
NATO bersama 18 negara anggota mitra PfP dan 4 negara mitra lainnya dengan jumlah total
pasukan sebanyak 31.000 orang. (Lihat NATO Office of Information an Press, Brussel, 2001,
h.249-250)
33
sebagai bentuk kontribusi NATO dalam membangun European Security and
Defence Identity (ESDI).
Di bidang politik, strategi NATO adalah lebih diarahkan pada upaya
meningkatkan dialog, kerjasama dan kemitraan dnegan negara-negara Eropa
Timur dan Tengah di bidang keamanan dan bidang terkait lainnya. Hal ini terkait
dengan dikeluarkannya Deklarasi London pada bulan Juli 1990 yang menyatakan
konsep baru NATO mengenai Eropa sebagai one geopolitical and cultural entity,
tidak lagi dibatasi oleh blok yang bermusuhan, dan memandang pakta warsawa
bukan lagi sebagai ancaman utama. Strategi NATO tersebut menjembantani bagi
upaya kerjasama yang lebih erat dengan Eropa Timur dan Tengah dalam
mendukung stsbilitas keamanan kawasan.
Pada tahun 1991 terjadi krisis di Yugoslavia dan di tahun itu juga terjadi
Peristiwa Coup di Rusia. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut, pada
bulan Desember 1991 NATO mendirikan sebuah forum yang diberi nama North
Atlantic Cooperation Council (NACC) NACC memiliki peranan konstruktif
dalam memfasilitasi transisi struktur bipolar dan konfrontasi Eropa pada masa
Perang Dingin menuju suatu pola baru kerjasama dan dialog antara anggota
aliansi dengan lawannya di Timur.64
Untuk memperdalam tingkat kerjasamanya, pada pertemuan di Brussel tahun
1994, NATO kemudian membentuk Partnership for Peace (PfP) yang
mengundang negara-negara anggota NACC dan OSCE untuk berpartisipasi dalam
program kerjasama NATO melalui operational role, termasuk keikutsertaan
dalam operasi peacekeeping, crisis management dan kemanusiaan. PfP merupakan
64
Ronald D. Asmus, dkk, Can NATO Survive, The Washington Quarterly, Vol.19 no. 2,
Cambridge: Mit, 1996, h. 86.
34
forum kerjasama politik dan keamanan antara NATO dengan negara mitranya atas
dasar bilateral dan membangun kerjasama yang lebih kuat melalui semangat
kerjasama praktis berdasarkan kemampuan dan kepentingan negara mitra tersebut.
35
BAB III
KETERLIBATAN NATO DALAM OPERASI MILITER
YANG DIPIMPIN OLEH AMERIKA SERIKAT DI AFGHANISTAN
MASA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH
Afghanistan adalah sebuah
negara di Asia Tengah yang menjadi fokus
perhatian internasional setelah terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerikat
Serikat. Afghanistan ialah negeri yang bergunung-gunung, walau ada dataran di
utara dan barat daya dan Afghanistan merupakan tempat dari sejumlah suku
diantaranya yaitu: Pashto 42%, Tajik 27%, Hazara 9%, Uzbek 9%, Aimak4%;
Turkmen 3%, Baluchi 2% dan sisanya 4%.65 Pada bab tiga ini penulis akan
melihat latar belakang histroris dari konflik yang terjadi, operasi militer di
Afghanistan yang dilakukan selama masa pemerintahan George W. Bush,
selanjutnya akan dibahas mengenai keterlibatan NATO di Afghanistan, operasioperasi militer yang dilakukan oleh NATO di Afghanistan, dan efektifitas peran
NATO dalam invasi Amerika Serikat di Afghanistan.
1. Kemitraan Strategis Amerika Serikat dan NATO
NATO adalah sebuah organisasi regional yang anggotanya tidak hanya berasal
dari benua Eropa saja tetapi juga ada yang berasal dari luar benua Eropa yaitu
Amerika Serikat, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh oleh H. G.
Schermers dalam tulisannya International Law as Applied by International Courts
and Tribunals bahwa di dalam organisasi regional tidak semata-mata didasarkan
pada letak geografis anggotanya, tetapi regional di sini lebih ditekankan kepada
65
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5380.htm, diakses pada tanggal 17 Mei 2011.
36
kepentingan politik daripada geografis, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa
alasan bergabungnya Amerika Serikat ke dalam NATO.66
Pertama, NATO dibutuhkan sebagai penjamin untuk memelihara keamanan
dan kebebasan Eropa dari berbagai ancaman. Komitmen Amerika Serikat
terhadap keamanan Eropa melalui penempatan tentaranya dalam NATO di Eropa
merupakan ”kebijakan asuransi ” untuk mencegah munculnya ancaman dominasi
kekuatan lain atau konflik terbuka di Eropa. Bagi Amerika Serikat, biaya yang
harus ditanggung dengan menempatkan ribuan pasukannya ke dalam NATO pada
saat damai lebih kecil daripada harus mengirimkan ratusan ribu tentara untuk
memadamkan konflik yang muncul akibat tidak adanya suatu kekuatan lain yang
dapat menjamin keamanan Eropa, seperti yang terjadi pada 2 Perang Dunia lalu.67
Kedua, NATO dibutuhkan untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi di
Eropa yang memiliki pengaruh besar pada perekonomian Amerika Serikat.
Komitmen Amerika Serikat terhadap pertahanan bersama di Eropa diperlukan
untuk menjamin stabilitas ekonomi Amerika Serikat. Ketiga, NATO merupakan
”kendaraan” yang dapat digunakan untuk memperkuat dan memperluas faham
kebebasan dan demokrasi di Eropa. Keterlibatan Amerika Serikat dalam NATO
akan memperkukuh upaya terciptanya NATO sebagai komunitas bangsa yang
demokrasi. NATO tidak hanya mewakili sebagai ”zona damai dan aman” namun
juga sebagai zona ”demokrasi”.
Sejak awal terbentuknya NATO, peran Amerika Serikat terhadap kebijakan
NATO sangat menentukan. Hal ini terlihat dengan kepimpinan Amerika Serikat
66
Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 2004, h. 31.
Armin Rachmat, Perubahan Strategi Keamanan NATO Periode 1989-1999: “Analisis Atas
Kemitraan Strategis,” Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca Sarjana,
Depok: Universitas Indonesia, 2004, h. 109-110.
67
37
sebagai komandan utama militer dalam struktur SACEUR dan SACLANT yang
bertanggung jawab terhadap Military Committee, sebagai badan otoritas tertinggi
militer NATO, meskipun langkah tersebut selalu mendapat gugatan dari negaranegara Eropa lainnya. Pengaruh Amerika Serikat juga terlihat dalam pengambilan
kebijakan politik NATO, seperti diterimanya konsep PfP atas atas usulan Les
Aspin (AS) oleh seluruh anggota NATO dan ditolaknya pencalonan Ruud Lubers
sebagai Sekjen NATO oleh Amerika Serikat meskipun sebagian besar negara
anggota NATO sudah mendukung Ruud Lubers.68
Dominasi Amerika Serikat yang lain dalam NATO juga dapat dilihat pada
masa kepemimpinan George W. Bush. Pada masa Bush, Amerika Serikat
meminta kepada seluruh negara anggota NATO agar ikut dalam invasi Amerika
Serikat di Irak yang bertujuan menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein.
Untuk mendapat dukungan dari NATO agar mau membantu dalam invasi ke Irak
tidaklah mudah bagi Amerika Serikat, karena ada beberapa anggota NATO yang
tidak setuju dengan rencana invasi Amerika Serikat ke Irak. Seperti Perancis yang
secara tegas menolak ajakan Amerika Serikat untuk menyerang Irak. Hal yang
sama juga dilakukan oleh anggota NATO lainnya yaitu Jerman yang menentang
aksi militer terhadap Irak. Namun, pada pertemuan KTT NATO di Praha pada
tanggal 21 November 2002, NATO akhirnya menyetujui untuk ikut dalam invasi
Amerika Serikat ke Irak dan menyatakan NATO allians stand united in their
commitment to take effective action to assist and support the efforts of the UN to
ensure full and immediate compliance by Iraq, without conditions or restrictions,
68
Ibid, h.111.
38
with UNSCR 1441.69 Dari 19 negara NATO, yaitu Kanada, Denmark, Spanyol,
Belanda, Yunani, Islandia, Italia, Portugal, Norwegia, Turki, Inggris, Polandia,
Ceko dan Hongaria memberikan dukungannya kepada Amerika Serikat hanya 4
negara yang menentang invasi Amerika Serikat ke Irak yaitu Belgia, Perancis,
Jerman, dan Luxemberg.
Invasi Amerika Serikat ke Irak baru dimulai pada tanggal 20 Maret 2003
dengan kode Operation Iraqi Freedom, tujuannya adalah untuk melucuti senjata
pemusnah masal Irak, mengakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme,
dan memerdekakan rakyat Irak. Amerika Serikat menyediakan mayoritas pasukan
untuk invasi ini, dengan dukungan dari pasukan NATO yang terdiri dari 45.000
tentara Inggris, 200 tentara Polandia dan juga pasukan dari Australia sebanyak
200 tentara. Sebelum perang tersebut dilangsungkan, presiden George W. Bush
memberikan pernyataan bahwa perang akan dilaksanakan jika dalam waktu
kurang dari 95 menit setelah batas akhir ultimatum 2x24 jam yang ditetapkan
Amerika Serikat kepada presiden Saddam Hussein, untuk mengundurkan diri dari
jabatannya dan meninggalkan Irak beserta keluarganya. Namun hingga batas
waktu yang ditetapkan habis, presiden Irak, Saddam Hussein tetap tidak mau
mengundurkan diri dari jabatannya dan tetap bertahan di istana kepresidenan Irak
di Baghdad. Oleh karena itu, pasukan sekutu melancarkan serangannya ke
beberapa kota besar di Irak. Setelah presiden George W. Bush menyampaikan
pidatonya, Amerika Serikat dan sekutunya meluncurkan rudal-rudal Tomahawk
sebanyak 40 buah yang dilepaskan dari kapal-kapal perang dan kapal selam
69
Prague Summit Statement on Iraq, 21 November 2002, http://www.nato.int/docu/pr/2002/p02133e.htm, diakses pada tanggal 17 Mei 2011..
39
Amerika Serikat yang berada di Laut Merah dan Teluk Persia, yang ditujukan
untuk menyerang berbagai sarana-sarana penting di kota Baghdad.
Walaupun, rencana perang Amerika Serikat tersebut mendapat protes dari
rakyat di berbagai belahan dunia, namun Amerika Serikat dan sekutunya tetap
saja melanjutkan rencana tersebut dan akhirnya dibuktikan dengan serangan
Amerika Serikat ke Irak. Sekarang ini, perang telah usai dan Irak berhasil
diduduki oleh pasukan Amerika Serikat dan sekutunya.
Permintaan Amerika Serikat agar NATO ikut dalam invasinya tidak hanya di
Irak saja, namun juga di Afghanistan, negara yang oleh Amerika Serikat dianggap
sebagai negara sarang teroris. Afghanistan sendiri menjadi negara ketiga bagi
NATO untuk melaksanakan strategi out areanya setelah sebelumnya pernah
dilakukan di Bosnia dan Kosovo dan sekaligus juga menjadi negara pertama
untuk NATO melaksanakan peran barunya untuk memerangi ancaman terorisme.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterlibatan NATO Dalam Invasi
Amerika Serikat di Afghanistan
Faktor Internal
Bagian ini akan menunjukan bahwa terdapat faktor internal yang
mempengaruhi NATO mau ikut terlibat dalam invasi Amerika Serikat di
Afghanistan. Faktor internal yang mempengaruhi NATO tersebut yaitu artikel 5
North Atlantic Treaty yang merupakan pasal utama dari NATO.
1. Artikel 5 North Atlantic Treaty
Artikel 5 North Atlantic Treaty merupakan pasal prinsip dasar dari NATO.
Artikel 5 NATO ini berisi:
”Para anggota setuju bahwa sebuah serangan bersenjata terhadap satu atau
lebih dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan dianggap sebagai serangan
40
terhadap semua anggota. Selanjutnya mereka setuju bahwa, jika serangan
bersenjata itu terjadi, setiap anggota, dalam menggunakan hak untuk
mempertahankan diri secara pribadi maupun secara bersama-sama seperti yang
tertaung dalam pasal ke-51 dari piagam PBB, akan membantu anggota yang
diserang jika penggunaan kekuatan semacam itu, baik sendiri maupun bersamasama, dirasakan perlu, termasuk penggunaan pasukan besenjata, untuk
mengembalikan dan menjaga keamanan wilayah Atlantik Utara.70
Pasal ini diberlakukan jika sebuah anggota Pakta Warsawa melancarkan
serangan terhadap para sekutu Eropa dari NATO, hal tersebut akan dianggap
sebagai serangan terhadap seluruh anggota (termasuk Amerika Serikat sendiri)
yang mempunyai kekuatan militer terbesar dalam persekutuan tersebut dan
dengan ini dapat memberikan pembalasan paling besar. Tetapi kekhawatiran
terhadap kemungkinan serangan dari Eropa Barat ternyata tidak menjadi
kenyataan. Pasal tersebut baru mulai digunakan untuk pertama kalinya pasca
terjadinya peristiwa 11 September 2001. Sehari setelah peristiwa tersebut presiden
George W. Bush meminta kepada seluruh dunia untuk bekerjasama memerangi
terorisme, terutama kepada sekutunya di Eropa yaitu NATO.
Pada tanggal 12 September 2001, presiden Bush menemui Sekretaris Jenderal
NATO yaitu Lord Robertson dan meminta kepadanya untuk memberlakukan
Artikel 5 Traktat Washington. Namun, dari pihak NATO hanya Inggris saja yang
langsung menyetujui permintaan Amerika Serikat tersebut sedangkan anggota
NATO yang lain tidak langsung menyetujui karena para anggota NATO ingin
memastikan terlebih dahulu apakah serangan tersebut benar berasal dari luar
negeri atau bukan, jika benar serangan yang diarahkan kepada Amerika Serikat
berasal dari luar negeri, maka serangan terorisme tersebut akan dianggap sebagai
tindakan yang dicakup oleh Artikel 5 NATO. Setelah melakukan penyelidikan,
70
http://www.nato.int/terrorism/five.htm, diakses pada tanggal 17 Mei 2011.
41
akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2001, Dewan NATO menyatakan bahwa
serangan yang dilakukan pada tanggal 11 September tersebut benar berasal dari
luar negeri yang dilakukan oleh Osama bin Laden bersama dengan kelompok
teroris pimpinannya yaitu Al Qaeda dan pada saat itu juga NATO merespon
permintaan Amerika Serikat akan pemberlakuan Artikel 5 NATO dengan
menyetujui langkah-langkah untuk memperluas pilihan-pilihan yang digunakan
dalam kampanye melawan terorisme. Langkah-langkah tersebut antara lain adalah
pembagian hasil intelejen, izin untuk melewati wilayah udara bagi setiap pesawat
tempur Amerika Serikat dan negara-negara anggota lainnya, akses ke pelabuhan
dan pangkalan udara, bantuan kepada negara yang terancam sebagai akibat
dukungan mereka terhadap NATO, penerjunan angkatan laut NATO ke wilayah
selatan Mediterania, dan penugasan pesawat Airbone Early Warning untuk
melakukan patroli di wilayah udara Amerika Serikat. Bantuan yang diberikan oleh
NATO kepada Amerika Serikat dalam invasi di Afghanistan tersebut sesuai
dengan konsep aliansi yang dinyatakan oleh Douglas T. Stuart yaitu perjanjian
formal antar negara untuk melakukan aksi bersama sebagai salah satu bentuk
respons terhadap situasi politik tertentu.71
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi NATO terlibat dalam invasi Amerika
Serikat di Afghanistan adalah ancaman terorisme yang terjadi di Amerika Serikat
pada tanggal 11 September 2001, resolusi Dewan Keamanan PBB, dan
pemerintah Taliban di Afghanistan yang oleh Amerika Serikat dianggap telah
71
. Douglas T. Stuart, “The Future of the European, Alliance, Problem and Oppourtunities for
Coalition strategie”, dalam Gary L. Guertener (ed), Collective Security in Europe, United
States: Startegies Studies institute, 1992.
42
melindungi Osama bin Laden beserta jaringan Al Qaeda dan juga dianggap tidak
bersifat demokratis terhadap rakyatnya.
1. Ancaman Terorisme
Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak
kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan
bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat
luas.72
Menurut
Sukawarsini
Djelantik
terorisme
adalah
serangan-serangan
terkoordinasi yang dilakukan individu atau kelompok sub-nasional yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror kepada sekelompok masyarakat.73
Apabila Konvensi PBB dan Sukawarsini Djelantik memandang terorisme
sebagai suatu bentuk teror tehadap sekelompok orang atau masyarakat, lainnya
hal dengan NATO yang memandang terorisme sebagai bentuk ancaman yang
tidak mengenal perbatasan, kebangsaan atau agama, oleh karena itu ancaman
terorisme ini merupakan tantangan bagi masyarakat internasional yang harus
ditangani secara bersama-sama.74
Terorisme sendiri bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual
terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York,
Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001 di Amerika Serikat, dimana
pada saat itu para teroris berhasil membajak pesawat Boeing 767 milik maskapai
American Airlines dan kemudian menghantamkannya ke menara utara gedung
World Trade Center di New York City serta pesawat ketiga yang menabrak
72
http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=56, diakses pada
tanggal 22 Oktober 2011.
73
Sukawarsini Djelantik, Terorisme (Tinjauan Psikologi Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan
Keamanan Nasional,) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h. 183.
74
http://www.nato.int/terrorism/index.htm, diakses pada tanggal 23 Oktober 2011.
43
Gedung Putih Pentagon sedangkan pesawat ke empat yang berniat menabrak
Gedung Washington D.C. jatuh lebih dulu di Sommerset County, Pennsylvania,
setelah aksinya di gagalkan oleh para penumpangnya.75
Tidak lama setelah peristiwa 11 September tesebut, presiden George W. Bush
langsung menuduh Osama Bin Laden dan jaringan Al Qaedah yang di pimpinnya
sebagai tersangka utama dalam serangan 11 September. Tuduhan ini merupakan
yang kesekian kalinya setelah terjadinya aksi pengeboman terhadap sebuah hotel
di Yaman (1992), gedung World Trade centre di New York (1993), basis
penjagaan nasional di Riyadh, Arab Saudi (1995), basis militer Amerika Serikat di
Dahran, Arab Saudi (1996), Kedutaan Besar di Kenya, Tanzania (1998), serta
kapal USS Cole di Yaman. Untuk tuduhan atas aksi pengeboman yang di lakukan
oleh Osama di gedung WTC dan Pentagon, Amerika Serikat mempunyai
beberapa alasan mengapa Osama Bin Laden ditetapkan sebagai tersangka utama,
Amerika Serikat melihat beberapa indikasi yang membuat kekejaman terjadi pada
11 September 2001 merupakan tanggung jawab Osama bin Laden dan jaringan Al
Qaeda, menurut Amerika Serikat adalah:76

Sebelum peristiwa 11 September terjadi, Osama bin Laden telah
mengeluarkan fatwa yang mewajibkan setiap orang muslim untuk
membunuh warga Amerika Serikat, sipil maupun militer.

Pada Agustus dan September, mata-mata Osama bin Laden diperintahkan
untuk kembali ke Afghanistan sebelum 10 September.
75
Rahmi Fitriyanti, “Kajian Mengenai legalitas Formal Use Of Force Amerika Serikat terhadap
Afghanistan,” Orbit: Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1 No.1, Jakarta: Pusat Kajian Hubungan
Intenasional, UIN, Januari 2008, h. 66.
76
Abdul Halim Mahally, “Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat,” Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2003, h. 108.
44

Seorang teman dekat Osama bin Laden diketahui merancang secara
matang serangan 11 September.

Dari 19 pembajak, setidaknya 3 orang diantaranya merupakan anggota
jaringan Al Qaeda. Setidaknya seorang pembajak terlibat dalam serangan
kapal angkatan laut Amerika Serikat USS Cole dan melakukan
pengeboman di kedutaan Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania.

Berdasarkan penelusuran terhadap gerakan pembajak sebelum 11
September, para penyidik menemukan beberapa diantara mereka bertemu
dengan orang suruhan Osama bin Laden dan secara teratur menerima uang
dari jaringan Al Qaeda.
Akibat adanya fakta-fakta tersebut akhirnya Amerika Serikat memutuskan
untuk menangkap Osama bin Laden beserta jaringan Al Qaeda dengan cara
melakukan operasi milter di Afghanistan pada tanggal 7 Okotber 2001, hal
tersebut dilakukan karena Amerika Serikat mencurigai Osama dan jaringannya
bersembunyi di Afghanistan.
2. Mandat Dewan Keamanan PBB
Faktor ekstenal kedua yang mendorong NATO terlibat dalam invasi Amerika
Serikat di Afghanistan adalah resolusi Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 20
Desember 2001, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 1386
tentang pembentukan tentara untuk Afghanistan yang dinamakan International
Security Assistance Force (ISAF) yang betugas untuk membantu Otoritas Interim
Afghanistan dalam pemeliharaan keamanan di Kabul dan sekitarnya, melindungi
rakyat Afghanistan, membangun kemampuan pasukan keamanan Afghanistan,
sehingga mereka dapat mengambil tanggung jawab memimpin keamanan di
45
negara mereka sendiri.77 Resolusi 1386 tersebut mendukung resolusi yang telah
dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB sebelumnya yaitu resolusi 1378 (2001)
mengenai antiterorisme sehari setelah serangan teroris 11 September 2001,78 dan
Resolusi 1383 (2001) mengenai antiterorisme serta desakan untuk menggalang
kerjasama internasional dalam mencegah dan memberantas teroris.79
Di tahun 2003, tepatnya pada tanggal 11 Agustus, Dewan Keamanan PBB
menyerahkan
kepemimpinan
ISAF
kepada
NATO,
yang
sebelumnya
kepemimpinan ISAF tersebut hanya dipegang oleh Dewan Keamanan PBB. Para
anggota NATO menyambut baik tugas tersebut karena ini merupakan operasi
militer pertama NATO di luar wilayah Eropa dan merupakan operasi terbesar
NATO. Di dalam ISAF NATO mempunyai tanggungjawab atas koordinasi,
komando, perencanaan kekuatan, termasuk penyediaan kekuatan dan markas
besar komandan di Afghanistan
Pada tanggal pada tanggal 13 Oktober 2003, Dewan Keamanan PBB kembali
mengeluarkan resolusi nomor 1510 (2003) yang menyatakan tentang otoritas dari
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) untuk jangka waktu satu tahun
dan memperluas operasinya di luar ibukota Kabul yaitu ke wilayah Utara, Barat,
dan Selatan Afghanistan.80 Resolusi 1510 yang dikeluarkan oleh Dewan
Keamanan tersebut, disambut baik oleh pemerintah Afghanistan, yang sudah lama
menuntut bahwa ISAF diperluas untuk menegaskan kembali kontrol pemerintah
77
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/708/55/PDF/N0170855.pdf?OpenElement,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
78
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/638/57/PDF/N0163857.pdf?OpenElement,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
79
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/681/09/PDF/N0168109.pdf?OpenElement,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
80
http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N03/555/55/PDF/N0355555.pdf?OpenElement,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
46
atas negara. Berikut keterangan tentang ISAF, ketika baru dibawah komando
NATO:
lokasi
Markas Besar
aktif
Komandan ISAF
Wakil Komandan ISAF
afghanistan
Kabul
Desembe 2001-Sekarang
Letnan Jenderal Goetz Gliemeroth
(Jerman)/ Agustus 2003-Februari 2004
Letnan Jenderal JB Dutton (Inggris)/
Juli 2002- Mei 2004
kepala Staf ISAF
Rob Bertholee (Belanda)/ Agustus
2003- Desember 2004.
Kekuatan
kontributor Personil Militer
Pada tanggal 11 Agustus 2003, ISAF
terdiri dari 5.000 personil dari 29
negara
29 negara anggota NATO seperti,
Amerika
Serikat,
Inggris,
Italia,
Perancis, Jerman, Belanda, Denmark,
Kanada,
Polandia.
Belgia,
Spanyol,
Turki,
81
3. Pemerintahan Taliban
Demokrasi dapat diartikan sebagai suatu bentuk keseteraan yang dimiliki
oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan kolektif, terutama dalam
hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama dari kelompok tersebut. 82 Dengan
kata lain, apabila dikaitkan dengan konsep negara, maka demokrasi mencakup
prinsip kembar kendali rakyat atas proses pembuatan keputusan kolektif dan
kesamaan hak-hak dalam menjalankan kendalai tersebut.
81
http://www.isaf.nato.int, diakses pada tanggal 18 Oktober 2011.
Dina Susanti dan Farah Monika, Peran AS dalam Transisi Rejim di Negara Lain: Studi Kasus
Afganistan, Global Jurnal Politik Internasional Vol. 7 No. 2 (Mei 2005), h. 41.
82
47
Saat ini, demokrasi dianggap sebagai prinsip utama oleh negara-negara di
dunia, seperti Amerika Serikat, maupun oleh sebuah organisasi negara-negara
barat seperti NATO. Mereka percaya bahwa demokrasi dapat meningkatkan
perdamaian dan keamanan, mendukung pasar yang lebih bebas dan terbuka,
melindungi hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan fundamental, serta efektif
dalam melawan kejahatan internasional dan terorisme. oleh karena itu, hal-hal
positif dalam demokrasi tersebut harus dapat disebarkan secara global, sehingga
negara-negara lain juga dapat merasakan berbagai dampak positif dari demokrasi
tersebut, dan semakin memperbaiki sistem intenasional secara keseluruhan.83
Isu demokratisasi, terutama dalam hal ini meningkatkan demokratisasi di
negara-negara lain semakin ditingkatkan oleh Amerika Serikat terutama setelah
peristiwa 11 September 2001, dimana Amerika Serikat mengalami serangan di
dalam wilayahnya sendiri. Serangan terorisme tersebut semakin menguatkan
keinginan mereka untuk meningkatkan demokrasi di negara-negara yang masih
dikuasai oleh rejim yang otoriter. Dengan mengajak NATO yang memang juga
sangat menjunjung tinggi prinsip demokrasi, akhirnya Amerika Serikat
memutuskan untuk melaksanakan penyebarluasan demokrasi pertama kali di
Afghanistan.
Di pilihnya Afghanistan oleh Amerika Serikat dan NATO untuk
melakukan penyebarluasan demokrasi disebabkan oleh negara tersebut masih
dipimpin oleh rejim otoriter bernama Taliban. Memang, ada pemimpin negara
yang dalam memimpin negaranya tidak jauh berbeda seperti yang dilakukan oleh
Taliban di Afghanistan, yang tidak di invasi oleh Amerikat Serikat karena
83
Ibid, h. 42.
48
dilatarbelakangi oleh faktor kedekatan dua negara, salah satu contohnya adalah
negara Mesir. Kedekatan Mesir dan Amerika Serikat karena kedua negara tersebut
memiliki kepentingan masing-masing untuk keberlangsungan negaranya. Amerika
Serikat bersedia membantu ekonomi Mesir asalkan Mesir berusaha menyediakan
cadangan minyaknya yang ada di Timur Tengah.84 hal inilah yang membuat
hubungan Mesir dan Amerika Serikat tetap baik sampai sekarang. Berbeda halnya
dengan Afghanistan yang walaupun sama-sama memiliki pemimpin otoriter tetap
saja Amerika Serikat melalukan invasi di negara tersebut.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi Amerika Serikat bersama dengan
NATO melakukan invasi ke Afghanistan. diantaranya, Taliban oleh Amerika
Serikat dituduh telah memberikan perlindungan kepada Osama bin Laden yang
oleh Amerika Serikat dianggap sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas
tragedi 11 September 2001. Selain itu Dalam memimpin negara Afghanistan,
Taliban oleh Amerika Serikat dianggap terlalu bersikap otoriter kepada rakyatnya,
terutama kepada kaum wanita. Kaum wanita yang selama empat dekade leluasa
melakukan aktivitas sosialnya dan mendominasi aktivitas Kabul, tiba-tiba oleh
Taliban dilarang keluar rumah, kecuali memakai Burqa. Selain itu Taliban juga
melarang masyarakat untuk mendengarkan segala bentuk musik, kaset dan tape
recorder, dan masih banyak lagi larangan lain yang dikeluarkan oleh Taliban
untuk masyarakat. Larangan-larangan tersebut diikuti dengan ancaman hukuman,
bahkan terjadi penangkapan dari rumah ke rumah. Atas dasar itulah pemerintah
84
Yon Machmudi, “Palestina dan Keegoisan Para Pemimpin Arab,” diakses dari
staff.ui.ac.id/internal/070603201/.../4oTahunJatuhnyaJerussalem.doc, pada 19 Maret 2012.
49
Amerika Serikat bersama dengan NATO merasa perlu melakukan perubahan
terhadap pemerintahan Afghanistan.85
Intervensi Militer NATO di Afghanistan
Intervensi militer Amerika Serikat dan NATO mulai dilaksanakan pada 07
Oktober 2001 dengan nama operasi Operation Enduring Freedom86 yang
bertujuan menghancurkan pertahanan Taliban dan Al Qaeda yang dipusatkan di
wilayah Kabul, ibukota Afghanistan dan juga di kota Jalababad. Operation
Enduring Freedom sendiri bukan operasi NATO, meskipun banyak mitra koalisi
NATO adalah anggota NATO. Dalam seranagan pertama ini Amerika Serikat
dibantu oleh Sekitar 27.000 pasukan NATO.87 Operation Enduring Freedom
tersebut, dilakukan pada malam hari dengan 50 rudal Tomhawk yang
ditembakkan dari pesawat B-2 dan F-18, ditambah lagi dengan 15 pesawat
pengebom dan 25 pesawat penyerang yang berpengkalan di kapal induk.
Sebelumnya di tanggal 19 September 2001, Amerika Serikat telah mengirimkan
pasukan tempurnya ke basis militer mereka yang berada di di Teluk Persia.
Serangan demi serangan terus dilakukan oleh pasukan Amerika Serikat dan
Inggris, dan dalam beberapa hari, sebagian besar tempat pelatihan Al-Qaeda
sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Hal yang sama juga terjadi pada
pusat pertahanan udara Taliban. Walaupun telah menurunkan berbagai kekuatan
militernya, hasil invasi militer tersebut belum dapat memperlihatkan hasil yang
maksimal pada awal pelaksanaannya.
85
Abdul Halim Mahally, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2003, h. 68.
86
Iwan Hadibroto, Dkk., “Di Balik Perseteruan AS vs Taliban: Perang Afganistan”, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002, h. 27.
87
http://fpc.state.gov/documents/organization/71867.pdf, diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
50
Pada hari keempat, Amerika Serikat bersama dengan NATO mulai berani
melakukan penyerangan di siang hari menggunakan pesawat yang terbang lebih
rendah. Di Kabul, pasukan Taliban membalas dengan meriam-meriam antipesawat yang bagi penyerang tidak ada artinya.88
Di tanggal 15 Oktober, terjadi lagi serangan besar dari pasukan NATO.
Sepanjang hari, pesawat pengebom datang bergelombang menghantam sasaran
militer di Barat laut Kabul. Dalam serangan selama 9 hari itu, Amerika Serikat
Telah menjatuhkan sedikitnya 2.000 bom dan peluru kendali. Dari sejumlah
serangan tersebut ada yang salah sasaran, di antaranya, menghancurkan gedung
pangan milik Palang Merah Internasional (ICRC). Akibat serangan bom tersebut,
banyak korban berjatuhan yang kebanyakan berasal dari masyarakat sipil bukan
dari pasukan Taliban hal tersbut dikarenakan pasukan Taliban sudah sejak lama
meninggalkan sasara-sasaran militer yang diluluh lantakan itu.89
Setelah melakukan aksi pengeboman selama hampir dua minggu dengan
menggunakan pesawat, Amerika Serikat mulai menggelar pasukan dan mulai
membuka babak baru dengan melakukan serangan di darat. Serangan darat
pertama pada jumat 19 Oktober 2001 dengan 100 anggota pasukan komando
Rangers AD dan kesatuan elite lainnya di wilayah dekat Kandahar hanya
berlangsung singkat. Pasukan komando tersebut masuk dengan helikopter selama
beberapa jam, tetapi kemudian ditarik kembali.
Pada tanggal 9 November 2001, dimulailah pertempuran untuk merebut
wilayah Mazar-i-Sharif. Dalam pertempuran yang cukup singkat ini, pihak
pasukan NATO akhirnya berhasil menguasai kota dan membuat pasukan Taliban
88
89
Ibid, h. 28.
Ibid, h. 29.
51
mengundurkan diri ke wilayah selatan dan timur.90 Tanggal 10 November 2001,
pasukan NATO berhasil menguasai 5 provinsi di sebelah utara Afghanistan dalam
waktu yang cukup singkat. Keberhasilan pasukan NATO tersebut dalam merebut
wilayah Mazar-i-Sharif telah memicu jatuhnya posisi Taliban itu sendiri.91
Akhirnya pada tanggal 12 November 2001, pasukan Taliban mulai
mengundurkan diri dari wilayah Kabul, dan keesokan harinya, tanggal 13
November, NATO dengan dukungan pasukan khusus angkatan darat Amerika
Serikat bergerak menuju Kabul. Untuk mendukung operasi serangan darat
tersebut, Amerika Serikat membangun pangkalan di garis depan di kawasan yang
yang dikuasai oleh kelompok oposisi Aliansi Utara dengan kapasitas 600 tentara,
di pangkalan ini tersedia petugas keamanan, makanan, perawatan medis dan
dukungan evakuasi. Pasukan Amerika Serikat menghujani Kabul dengan bom dan
Rudal, Aliansi Utara merebut Kabul dengan mudah dan mengusir pasukan
Taliban.
Setelah Aliansi Utara dan Amerika Serikat berhasil menguasai Mazar-i-Sharif,
Kabul, dan Herat, selanjutnya kawasan Kandahar menjadi sasaran. Dengan
menguasai Kandahar, akan memberikan peluang yang besar bagi pasukan
Amerika Serikat untuk menangkap anggota kelompok Taliban sebanyak mungkin.
Untuk tujuan itu, Amerika Serikat mengerahkan kontingen pasukan konvensional.
Pada tanggal 25 November 2001 dikerahkan dua unit ekspedisi korps marinir
untuk menguasai landasan Dolangi yang letaknya 90 kilometer barat daya
Kandahar.92 Marinir berhasil mendarat dan menguasai pangkalan Dolangi tersebut
90
Dina Susanti dan Farah Monika, Peran AS dalam Transisi Rejim di Negara Lain: Studi Kasus
Afganistan, Global Jurnal Politik Internasional Vol. 7 No. 2 (Mei 2005) h. 49.
91
Ibid, 49.
92
Bagus Dharmawan, Petaka di Gunung Afgan, Jakarta: Penerbit Kompas, 2003, h. 16.
52
yang disiapkan untuk pesawat-pesawat Hercules yang akan membawa pasukan
tambahan untuk mengepung Kandahar.
Pasukan Amerika Serikat dan pendukung pemerintah Hamid Karzai
mempersiapkan diri selama dua pekan lamanya, lalu mengambil posisi strategis
untuk menaklukkan Kandahar. Karzai berupaya agar orang-orang Taliban
menyerah dengan damai dan mengalihkan kekuasaan atas Kandahar. Sebelum
masuk ke Kandahar, pesawat-pesawat tempur Amerika Serikat memborbardir
posisi pertahanan Taliban. Sehingga Taliban memutuskan siap menyerah tanpa
syarat dan bersedia untuk berunding bersama Karzai. Tanggal 5 Desember empat
orang utusan Taliban berunding dengan Karzai. Pada tanggal 7 Desember Kazai
dan para Pendukungnya memasuki Kandahar, koalisi antara Amerika Serikat dan
pendukung Karzai menyebabkan militer Taliban di Kandahar menyerahkan diri.
Walaupun begitu Amerika Serikat gagal dalam menangkap Osama Bin Laden.93
Para anggota Al-Qaeda dan pasukan Taliban yang tertangkap oleh tentara
Amerika Serikat kemudian dikirim ke Guantanamo yang terletak di Kuba.
Sebenarnya kebijakan pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan
George Walker Bush yang menampung tahanan di Guantanamo merupakan
penerusan kebujakan dari masa periode Presiden George Bush Sr di masa lalu,
dalam rangka menjalankan kebujakan perang melawan terorisme setelah
pengeboman menara kembar World Trade Center, di New York, pada tahun 2001
silam.
Setelah Kabul jatuh ke tangan Amerika Serikat dan NATO, pada bulan
Desember 2001 faksi-faksi yang di Afghanistan dan menjadi oposisi dari Taliban
93
Ibid, h. 16.
53
mengadakan pertemuan di Bonn, Jerman dan pertemuan tersebut disponsori oleh
PBB. Dalam pertemuan tesebut diperoleh kesepakatan untuk membentuk suatu
stabilitas dan pemerintahan di Afghanistan melalui dibentuknya pemerintahan
interim (sementara) dan menciptakan suatu proses menuju pembentukan
pemerintahan yang lebih permanen. Maka, melalui kesepakatan yang disebut
sebagai Kesepakatan Bonn itu, dibentuklah pemerintahan interim Afghanistan dan
mulai bertugas sejak tanggal 22 Desember 2001 dengan Hamid Karzai sebagai
pemimpinnya. Otoritas interim ini memegang tampuk kepentingan selama enam
bulan sambil mempersiapkan terbentuknya ”Loya Jirga” (Parlemen Tradisional
Afghanistan) pada pertengahan bulan Juni 2002 yang akan memutuskan bentuk
dari struktur otoritas Transisional. Otoritas Trasisional ini, diketuai oleh Presiden
Hamid Karzai, mengubah namanya pemerintahan Afghanistan menjadi ”Negara
Islam
Transisional
Afghanistan”
(TISA/Transitional
Islamic
State
of
Afghanistan).94 Pengakuan dan dukungan terhadap pemerintahan interim di
Afghanistan tersebut ditunjukkan oleh Amerika Serikat Ryan Crokcker, mantan
Dubes Amerika Serikat di Syria sebgai pimpinan kedutaan di Kabul.
Tahun 2002 Amerika Serikat bersama dengan NATO, pasukan non-Nato, dan
Tentara Afghanistan melaksanakan sebuah operasi yang diberi nama Operasi
Anaconda.95 Operasi Anaconda berlangsung di awal Maret 2002 di mana militer
Amerika Serikat dan CIA Paramilitary Officers,, bekerja sama dengan pasukan
sekutu militer Afghanistan, Nato dan pasukan non-Nato berusaha untuk
menghancurkan al-Qaeda dan pasukan Taliban di lembah Shahi-Kot dan Arma
Pegunungan tenggara Zormat. Operasi Anaconda dilaksanakan antara tanggal 2
94
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5380.htm diakses pada tanggal 07 Januari 2011.
http://www.globalsecurity.org/military/world/afghanistan/shahi-khot.htm, diakses pada tanggal
3 Februari 2011.
95
54
Maret dan 16 Maret 2002, 1000-1.700 pasukan AS dan 1000-1500 milisi propemerintah Afghanistan dan 20096 tentara dari NATO berjuang melawan 300
sampai 1.000 pejuang al-Qaeda dan Taliban untuk memperoleh kendali lembah
Shahi kot. pasukan Taliban dan al-Qaeda bersembunyi dan menyerang di antara
gua-gua dan pegunungan di daerah pegunungan tenggara Zormat dan menembak
pasukan AS berusaha untuk mengamankan daerah itu dengan mortir dan senapan
mesin berat. Pasukan AS telah memperkirakan kekuatan pemberontak di lembah
Shahi-Kot di 150 sampai 200, tetapi kemudian informan memberitahukan kalau
kekuatan yang sebenarnya adalah dari 500 sampai 1.000 pejuang. Pasukan AS
memperkirakan bahwa mereka telah menewaskan sedikitnya 500 pejuang selama
masa pertempuran. Namun, operasi penyerangan yang sudah direncankan secara
matang oleh pasukan Amerika Serikat mengalami kegagalan karena pergerakan
helikopter pengintai pasukan Amerika Serikat sudah diketahui oleh Taliban.
Ketika helikopter pasukan Amerika Serikat dan pasukan infanteri bergerak
melakukan penyergapan, tiba-tiba mereka disambut oleh tembakan beruntun
pasukan Taliban. Helikopter Amerika Serikat maupun pasukan Amerika Serikat
dihujani oleh tembakan dan mortir dari pasukan Taliban yang bersembunyi dan
melakukan penyerangan dari dalam gua di atas gunung-gunung. Pasukan Amerika
Serikat kewalahan menghadapinya, bahkan beberapa Helikopter lik mereka rusak
parah. Penyergapan tersebut menuai kegagalan dari pihak Amerika Serikat,
meskipun korban yang berjatuhan banyak di pihak Taliban yaitu total dari sekitar
300 -1000 pejuang taliban yg meninggal mencapai 800 orang, sedangkan 2000
tentara amerika yang meninggal mencapai 15 0rang dan 82 luka –luka.
96
http://www.globalsecurity.org/military/world/afghanistan/shahi-khot.htm, diakses pada tanggal
3 Februari 2011.
55
Tahun 2004 Amerika Serikat bersama dengan NATO mengirim 2000 pasukan
tambahan ke Afghanistan untuk meningkatkan perburuan terhadap osama bin
Laden dan tokoh-tokoh Al-Qaeda serta kelompok Taliban lain. Pasukan tambahan
ini akan memperkuat 12.000 pasukan yang sudah sudah berada di negara itu.
Amerika Serikat melancarkan serangan baru ke Afghanistan setelah penambahan
pasukan tersebut. Serangan tersebut dinamakan Operasi Desert Storm,97 yang
bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa Taliban. Taliban pun tidak tinggal diam,
mereka melakukan serangan dengan bentuk konfrontasi, dengan menyerang
konvoi kendaraan militer. Bahkan taliban juga berhasil menembak jatuh
helikopter-helikopter Amerika Serikat yang melakukan patroli ataupun yang
melakukan
serangan
terhadap
pejuang
Taliban.
Keberhasilan
Taliban
menjatuhkan helikopter-helikopter tempur Amerika Serikat tersebut semakin
membuat Taliban bersemangat untuk meningkatkan serangan-serangannya. Di
tahun ini juga Amerika Serikat membantu Afghanistan untuk melaksanakan
pemilu pertamanya dan dalam pemilu ini Amerika Serikat memberi dukungan
penuh kepada Hamid Karzai untuk menjadi Presiden Afghanistan.98 Namun,
karena Amerika Serikat terlalu banyak ikut campur dalam pemilu ini, banyak
kandidat yang mengancam memboikot hasil pemilihan presiden serta menuntut
adanya pemilihan ulang.99
Pada tanggal 31 Oktober 2004, hasil pemilihan presiden sudah dapat
diketahui, dimana Hamid Karzai sudah jelas memenangkan pemilihan tersebut,
mendapatkan 55 persen suara. Kemenangan ini diumumkan pada awal November
2004.
97
Bagus Dharmawan, Petaka di Gunung Afgan, Jakarta: Penerbit Kompas, 2003, h. 19.
Ibid, h. 19.
99
Ibid, h. 20.
98
56
Di bulan Mei tepatnya pada tanggal 15 Mei 2006, 10 ribu pasukan NATO dan
pasukan Tentara Nasional Afghanistan menggelar Operasi Mountain Thrust
dibawah komando Amerika Serikat. Operasi itu dirancang untuk melacak
keberadaan para pasukan Taliban, menghancurkan kegiatan teroris mereka dan
memberikan keamanan bagi sebuah lingkungan yang aman bagi pembangunan
kembali di wilayah-wilayah selatan dan baratdaya negara.100
Dalam operasi itu para pasukan NATO dan pasukan Tentara Nasional
Afghanistan berhasil menyita 74 senjata ringan dan 14 senapan mesin berat,
namun akibat operasi ini banyak korban yang berjatuhan dari pihak Taliban
maupun dari pihak Tentara Nasional Afghanistan Sekitar 149 pasukan Taliban
tewas dan tiga Tentara Nasional Afghanistan tewas.
Pada 2 September 2006, tentara NATO dan tentara Afghanistan yang terdiri
dari 2000 pasukan melakukan Operasi Medusa di distrik Panjwayi, provinsi
Kandahar, yang selama ini menjadi pusat perlawanan Taliban. Tujuan dari operasi
ini adalah .untuk membentuk pemerintahan di kota Panjwayi. Pasukan yang
terlibat dalam Operasi Medusa ini sebanyak 2000 dari pasukan NATO yaitu dari
Kanada, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Denmark dan 2000 dari Tentara
Nasional Afghanistan. Akibat operasi tersebut Sekitar 500 pejuang Taliban tewas
dan 4 pasukan Kanada juga tewas dalam serangan tersebut101 dan hasil dari operasi
ini adalah NATO berhasil menggangu struktur komando dalam jaringan
Taliban.102
100
http://articles.cnn.com/keyword/operation-mountain-thrust, diakses pada tanggal 3 Februari
2011.
101
http://id.voi.co.id/berita-internasional/timur-tengah/1426-pasukan-internasional-serangtaliban.html, diakses pada tanggal 5 Februari 2011.
102
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2006/09/04/23479/-Empat-Tentara-KanadaTewas-di-Afghanistan-/82, diakses pada tanggal 10 November 2010.
57
Tanggal 16 September 2006 sebagai tindak lanjut dari Operasi Medusa,
NATO kembali melancarkan sebuah operasi yang diberi nama Operasi Mountain
Attack Tujuannya adalah untuk untuk membersihkan basis Taliban dari Provinsi
Timur Afghanistan dan untuk proyek-proyek rekonstruksi seperti sekolah, fasilitas
kesehatan, dan gedung pengadilan.
Operasi ini melibatkan 3000 pasukan NATO yang didominasi oleh Amerika
Serikat, sekitar 4.000 polisi dan Tentara Nasional Afghanistan. Operasi itu
dipusatkan di provinsi Paktika, Khost dan Ghazni, Afghanistan timur, dan di
Logar, Afghanistan tengah, yang berdampingan dengan ibukota.
Serangan kedua berlangsung di bagian timurlaut ibukota provinsi Tirin Kot.
Pasukan koalisi dan Afghanistan menyerbu satu kompleks Taliban yang
digunakan sebagai tempat pertemuan dan perlindungan bagi gerilyawan Taliban
guna merencanakan dan melancarkan operasi terhadap warga Afghanistan
setempat. Dalam operasi tersebut 5 pasujan Taliban tewas dan dari operasi
tersebut para pasukan berhasil menyita 3,5 kg opium.
Operasi Falcon Summit adalah operasi NATO yang dipimpin oleh Kanada,
operasi ini dimulai tanggal 15 Desember 2006, tujuan dari operasi ini adalah
untuk mengusir pasukan Taliban dari Panjawi dan Zhari.103
Pada tanggal 15 Desember dini hari pesawat NATO menyerang sebuah pos
komando milik pasukan Taliban menggunakan bom, roket. Pada hari itu juga
NATO menjatuhkan Airborne leaflet propaganda104 kepada penduduk di daerah
103
http://id.voi.co.id/arsip/1426-pasukan-internasional-serang-taliban.htm, diakases pada tanggal 4
Februari 2011.
104
Airborne leaflet propaganda adalah perang psikologis yang digunakan dalam konflik militer
asing untuk mengubah perilaku orang-orang di wilayah yang dikuasi musuh, (lihat
www.encyclo.co.uk/define/Airborne%20leaflet%20propaganda), diakses pada tanggal 2 februari
2011.
58
Panjawi. Pertama, memberi peringatan kepada penduduk tentang konflik yang
akan datang, kedua mengharuskan penduduk untuk memberikan dukungan kepada
NATO, dan yang ketiga memberi peringatan kepada pasukan Taliban untuk
meninggalkan daerah Panjawi, apabila tidak mau meninggalkan daerah tersebut
pasukan Taliban akan menghadapi pasukan NATO.
Pada tanggal 19 Desember 2006 serangan dimulai, sebuah serangan dari
Artileri Kanada dan serangan tank membuat posisi Taliban menjadi lemah dan
akhirnya menewaskan sekitar 60 pasukan Taliban.
Operasi Achilles.105 Operasi ini dipimpin oleh ISAF dari Inggris yang dimulai
pada tanggal 6 Maret 2007. Operasi ini memusatkan perhatian pada perbaikan
keamanan di daerah tempat persembunyian para ekstrimis Taliban yaitu di
provinsi Helmand, penyelundup narkotika dan elemen-elemen lainnya yang
berusaha menggoyang pemerintah Afghanistan. Operasi Achilles melibatkan lebih
dari 4.500 pasukan NATO dan hampir 1.000 pasukan Afghanistan di provinsi
Helmand. Selain melakukan operasi Achilles NATO juga melakukan Operasi
Volcano.106 Operasi Volcano tesebut merupakan bagian dari operasi Achilles,
yang melibatkan melibatkan pasukan Inggris, tujuannya adalah untuk mengusir
basis Taliban yang berada di dekat bendungan listrik tenaga air Kajakai. Pasukan
yang ikut dalam operasi tersebut terdiri dari 42 pasukan komando Royal Marinir
dan 59 pasukan komando Royal Engineers Namun operasi tersebut tidak terlalu
berjalan dengan lancar karena para pasukan mendapat serangan dari basis Taliban,
mereka menyerang menggunakan senapan serbu, senapan mesin, dan granat roket.
105
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89778:pasukaninternasional-serang-taliban-di-afghanistan-selatan&catid=16&Itemid=29, diakses pada tanggal 2
februari 2011.
106
http://search.defensenews.com/sp?aff=1100&keywords=Marines+clear+Taliban+from+key+Af
ghan.
59
Untuk membalas serangan tersebut para pasukan membalas dengan menggunakan
senjata mortir.
Tanggal 3 April 2007 pasukan Amerika Serikat bersama dengan Tentara
Nasional Afghanistan menyerbu sebuah komplek Taliban yang berada di provinsi
Helmand, setelah mendapat kabar bahwa di dalam kompleks tersebut
bersembunyi seorang komandan Taliban, akibat penyerbuan tersebut 10 pasukan
Taliban tewas dan dua tertangkap, namun komandan Taliban tersebut tidak
berhasil tertangkap.107
Tanggal 30 April 1000 pasukan ISAF bersama dengan Tentara Nasional
Afghanistan berusaha membuat Pasukan Taliban keluar dari desa Geresh dan
desa-desa sekitarnya melalui Lembah Sangin, namun akibat serangan tersebut,
130 pasukan Taliban tewas.
Pada tanggal 30 Mei 2007 NATO kembali melakukan operasi dengan nama
Operation Lastay Kulang atau Pickaxe Handle di selatan provinsi Helmand,
operasi ini merupakan kelanjutan dari operasi Achilles. Pasukan yang ikut dalam
operasi tersebut terdiri dari 2000 pasukan ISAF dan 2000 tentara pasukan
Afghanistan. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menghapus kekuatan Taliban
yang kehadirannya mengancam keamanan dan stabilitas kota Sangin.108
Dalam operasi ini pertempuran dimulai pada malam hari, para pasukan NATO
melakukan serangan udara dengan menggunakan American Divisi Airborne ke82. selain itu pesawat Chinook juga ikut ambil bagian dalam operasi tersebut.
107
http://search.defensenews.com/sp?aff=1100&keywords=Marines+clear+Taliban+from+key+Af
ghan, diakses pada 3 Februari 2011.
108
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89778:pasukaninternasional-serang-taliban-di-afghanistan-selatan&catid=16&Itemid=29, diakses pada tanggal 2
februari 2011.
60
akibat pertempuran tersebut lima pasukan Amerika Serikat, satu pasukan Inggris
dan satu pasukan Kanada tewas.
Pada tanggal 2 Juni NATO mengklaim bahwa mereka telah berhasil menahan
beberapa pejuang Taliban, sedangkan pada tanggal 5 Juni terjadi serangan udara
yang menewaskan 24 pejuang Taliban yang berada di Selatan Afghanistan.
Tanggal 6 Juni Seorang tentara Inggris tewas dalam baku tembak di sebuah
kompleks Taliban dan pada tanggal 8 terjadi pertempuran dan serangan udara
yang mengakibatkan 30 pejuang Taliban tewas dan terluka. Hasil dari operasi ini
adalah terpilihnya gubernur kota Sangin.109
Tanggal 24 Juli 2007 NATO kembali melakukan operasi dengan nama operasi
Hammer di selatan provinsi Helmand di Afghanistan di daerah antara Heyderabad
dan Mirmandab. Operasi ini bertujuan untuk mengusir Basis Taliban yang berada
diatas lembah Geresh di provinsi Helmand dan untuk memperluas pengaruh dan
pengawasan pemerintah Afghanistan yang terpilih secara demokratis. Sebanyak
1.500 pasukan ISAF yang kebanyakan dari pasukan Inggris yaitu The Dragoons
Light, The First Batalyon Pengawal Grenadier dan 500 tentara Afghanistan
mengambil bagian dalam operasi itu. Selama awal operasi para pasukan hanya
berjaga-jaga di kanal Nahr e-Seraj sambil mencari basis Taliban sebelum Royal
Engineers mendirikan basis operasi bersama ke depan. tentara ISAF dan Tentara
Nasional Afghanistan terus bergerak melalui daerah yang dikuasai Taliban yaitu
daerah utara, selatan dan ke timur lembah Geresh .awal November operasi
berakhir dengan hasil pasukan koalisi berhasil menguasai wilayah selatan sungai
Helmand.
109
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89778:pasukaninternasional-serang-taliban-di-afghanistan-selatan&catid=16&Itemid=29, diakses pada tanggal 2
februari 2011
61
Operasi Harekate Yolo (bahasa Persia: untuk penegakan ke depan) adalah
operasi yang melibatkan pasukan ISAF dari NATO dan tentara Afghanistan.
Operasi ini diluncurkan pada akhir Oktober dan terdiri dari sekitar 160 pasukan
ISAF yang kebanyakan dari pasukan Jerman dan 400 tentara nasional
Afghanistan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi persembunyian Taliban di
provinsi Badakhshan dan untuk mengusir militan.110
Serangan tahap kedua, Operasi Harekate Yolo II, diluncurkan pada tanggal 1
November. Operasi ini melibatkan 260 tentara Norwegia, 300 pasukan Jerman,
900 anggota Tentara Nasional Afghanistan, dan juga pasukan Italia, Hongaria,
dan Spanyol Pada hari pertama operasi pasukan ISAF berhasil menangkap
beberapa pemberontak yang melakukan serangan terhadap pasukan ISAF dan juga
melakukan serangan bunuh diri yang kemudian melukai 3 orang pasukan Jerman.
Antara tanggal 1 November dan 6 November pasukan ISAF yang berasal dari
Jerman Norwegia bersama dengan Tentara Nasional Afghanistan memerangi
gerilyawan Taliban di distrik Ghowrmach. Dalam pertempuran tersebut banyak
korban berjatuhan dari pihak Taliban sementara dari pihak ISAF dan Tentara
Nasional Afghanistan tidak ada korban. Hasil dari operasi ini pasukan ISAF dan
Tentara Nasional Afghanistan berhasil mengusir pasukan taliban dari distrik
Ghowrmach.
Operasi Karez adalah operasi militer NATO yang dilaksanakan pada tanggal
13-23 Mei 2008. operasi tersebut melibatkan pasukan ISAF yang berasal dari
Jerman Norwegia dan Tentara Nasional Afghanistan. Tujuan dari operasi Karez
110
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89778:pasukaninternasional-serang-taliban-di-afghanistan-selatan&catid=16&Itemid=29, diakses pada tanggal 2
februari 2011.
62
adalah untuk mengusir para pasukan Taliban yang berkumpul kembali pasca
Operasi Harekate Yolo.
Pada hari pertama operasi para pasukan sudah mendapat serangan dari para
pasukan Taliban. Pasukan Taliban menyerang dengan menggunakan senapan
serbu, senapan mesin dan granat roket, mereka menyerang dari jarak sekitar 1200
meter, namun serangan tersebut dapat diatasi oleh pasukan ISAF Jerman dan
mereka berhasil mengusir para pasukan Taliban.
3. Efektifitas Peran NATO Dalam Operasi Militer yang dipimpin Oleh
Amerika Serikat di Afghanistan Masa Pemerintahan George W. Bush
Menurut Chester A. Crocker efektifitas dapat didefinisikan sebagai
terhindarnya kondisi konflik yang makin memburuk. Dalam situasi lain dapat
berarti kemajuan marjinal dalam menstabilisasi, membendung, dan mengawasi
krisis kemanusiaan serta menyebarnya konflik ke wilayah lain.111
Hal ini perlu dikemukakan karena dalam menganalisa efektifitas peran
NATO dalam invasi Amerika Serikat di Afghanistan, kondisi yang ditemui jauh
dari ideal. Kepemimpinan NATO dalam ISAF serta berbagai operasi militer yang
telah dilakukan belum menunjukan kemampuan NATO untuk membantu
Afghanistan menyelesaikan problematika yang terjadi di dalam negerinya.
Ketidakefektifan tersebut disebabkan oleh banyak hal, salah satunya
adalah belum berpengalamannya NATO dalam melakukan peran organisasinya
diluar kawasan Eropa. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan belum secara
efektif menyentuh akar masalah yang ada di Afghanistan. Afghanistan tetap
dalam kondisi memprihatikan bahkan lebih memprihatikan dibanding pada saat
111
Barokah Zuliati, Efektifitas Intervensi Kemanusiaan PBB di Somalia (1992-1995) dan (1994),
Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2000, h. 34.
63
Taliban masih memimpin Afghanistan. Rakyat Afghanistan memang kini telah
terbebas dari aturan-aturan ketat Taliban. Rakyat Afghanistan kini telah memiliki
pemerintahan yang stabil dan diakui oleh dunia internasional, Tapi rakyat
Afghanistan masih belum terbebas dari kekerasan bersenjata dan bahkan
kekerasan bersenjata saat ini memasuki era yang lebih mengerikan: bom bunuh
diri, penculikan bahkan „pembantaian‟ warga sipil oleh tentara multinasional.112
Kondisi perekonomian Afghanistan saat ini juga tak jauh berbeda dengan di
era kekuasaan Taliban. Pengangguran masih begitu tinggi. Pemerintahan
Afghanistan pimpinan Presiden Hamid Karzai yang diakui oleh dunia
internasional ternyata tidak serta merta membawa investasi dunia ke negara itu.
Pemerintahan Afghanistan saat ini sebaliknya dikenal sebagai pemerintah yang
penuh nepotisme dengan korupsi yang sangat merajalela, dua hal yang tidak
terjadi di era Taliban.113
Selain tidak bisa membuat kondisi Afghanistan menjadi lebih baik, NATO
juga belum bisa mematikan ancaman terorisme yang ada di Afghanistan,
walaupun Osama bin Laden sudah tewas. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa
faktor, pertama, Terorisme acap kali hanya ditangani secara parsial dan pragmatis
sesuai dengan standar ganda negara-negara adidaya. Padahal, fenomena semacam
itu harus diberantas secara menyeluruh hingga ke akar-akarnya. Sayangnya,
pemerintahan AS di era Presiden Bush mendefinisikan fenomena terorisme secara
112
http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/10/16548/10-tahun-perangafghanistan/#.T2cIhlJjRI4, diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
113
http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/10/16548/10-tahun-perangafghanistan/#.T2cIhlJjRI4, diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
64
tidak sempurna dan hanya terfokus pada kelompok Taliban dan jaringan Al
Qaeda.114
Kedua, Penekanan Barat yang hanya memaksakan model keamanannya
secara sepihak di Afghanistan, tanpa mempedulikan kompleksitas kondisi kultural
dan sosial negara ini merupakan salah satu penyebab utama kegagalan strategi
militer Barat di Afghanistan. Apalagi, Amerika Serikat dan NATO acap kali
berupaya melemahkan posisi pemerintahan dan kedaulatan nasional Afghanistan
sebagaimana yang sering diungkapkan sendiri oleh Presiden Hamid Karzai. Tentu
saja langkah semacam itu, makin menyulut kemarahan dan kebencian rakyat
Afghanistan terhadap pasukan asing.115
Dari uraian diatas mengenai peran efektivitas NATO di Afghanistan diketahui
bahwa kehadiran NATO di Afghanistan ternyata belum mampu membuat rakyat
Afghanistan menjadi lebih merdeka dibanding pada saat dipimpin oleh Taliban
dan NATO juga belum bisa membuat ancaman terorisme yang ada di Afghanistan
menjadi hilang.
114
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=15602&Itemid=59,
diakses pada tanggal 07 Juni 2011.
115
http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=15602&Itemid=59,
diakses pada tanggal 07 Juni 2011.
65
BAB IV
PENUTUP
I.V.1. Kesimpulan
Skripsi ini telah melakukan penelitian tentang Keterlibatan NATO dalam
operasi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Afghanistan. Dengan
menggunakan studi pustaka penulis berkesimpulan, bahwa NATO yang pasca
perang dingin mengalami disfungsi akibat tidak adanya ancaman keamanan
terhadap kepentingan para negara-negara anggotanya, dengan keruntuhan Uni
Soviet dan bubarnya Pakta Warsawa yang menandai kemenangan blok liberal
Amerika Serikat dalam periode ketegangan perang dingin, mampu menjawab
keraguan dunia internasional tentang relevansi dan eksistensinya sebagai
organisasi pakta pertahanan dengan melibatkan diri dalam sejumlah aksi, salah
satunya aksi melawan terorisme.
NATO melakukan aksi melawan terorisme untuk pertama kalinya di negara
Afghanistan bersama Amerika Serikat. Dipilihnya Afghanistan sebagai negara
pertama untuk melawan aksi terorisme karena disinyalir di negara tersebut
berkembang gerakan terorisme yang dilakukan oleh kelompok bernama Al Qaeda
pimpinan Osama bin Laden yang merupakan tersangka pengeboman di gedung
WTC dan Pentagon di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001.
Dalam aksi melawan terorisme di Afghanistan, NATO secara efektif
mengerahkan semua kekuatan militernya untuk melakukan serangkaian operasi
militer di daerah-daerah yang ada di Afghanistan, dengan menggunakan teknologi
66
yang canggih. Operasi Amerika Serikat dan NATO dimulai pada tanggal 7
Oktober 2001 dengan nama Operasi Enduring Freedom.
Dari operasi-operasi militer yang digelar oleh NATO di wilayah-wilayah
Afghanistan tersebut, ternyata telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
negara Afghanistan, baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh
positif yaitu dengan diadakannya berbagai operasi militer Amerika Serikat
bersama dengan NATO berhasil menggulingkan pemerintahan Taliban yang
dianggap sangat otoriter terhadap rakyatnya, Afghanistan berhasil melaksanakan
pemilu pertamanya pada tanggal 9 Oktober 2004 yang akhirnya dimenangkan
oleh Hamid Karzai, sedangkan pengaruh negatif akibat dilaksanakannya invasi di
negara ini adalah keamanan di negara ini menjadi tidak pulih akibat sering
diadakannya operasi militer, terorisme yang ada di Afghanistan juga tetap masih
ada walaupun pimpinan Al Qaeda yaitu Osama bin Laden sudah tewas pada
tanggal 1 Mei 2011 lalu. Selain itu, kondisi perekonomian Afghanistan juga tak
jauh berbeda dengan di era kekuasaan Taliban. Pengangguran masih begitu tinggi.
Pemerintahan Afghanistan pimpinan Presiden Hamid Karzai yang diakui oleh
dunia internasional ternyata tidak serta merta membawa investasi dunia ke negara
itu. Pemerintahan Afghanistan saat ini sebaliknya dikenal sebagai pemerintah
yang penuh nepotisme dengan korupsi yang sangat merajalela, dua hal yang tidak
terjadi di era Taliban.
Dengan demikian, keberadaan NATO di Afghanistan tidak dapat membantu
mengatasi masalah keamanan dan masalah ekonomi di Afghanistan tapi malah
berganti menjadi pemicu ketdakstabilan di negara ini. Hal ini membuat rakyat
Afghanistan menjadi takut dan kalut, selain itu operasi-operasi militer yang
67
dilakukan oleh NATO juga menimbulkan banyak korban baik warga sipil maupun
pasukan NATO sendiri.
Saran
Saran yang ingin penulis berikan yaitu sebaiknya Amerika Serikat
bersama dengan NATO mengakhiri invasi di Afghanistan, dengan cara menarik
seluruh pasukannya dari Afghanistan. Hal tersebut dilakukan agar Afghanistan
tidak menjadi Vietnam kedua bagi Amerika Serikat dan dapat mengatur
pemerintahannya sendiri tanpa harus ada campur tangan dari negara lain. selain
itu, penghentian invasi tersebut harus segera dilakukan agar tidak lagi ada korban
dari pihak sipil maupun pasukan NATO yang berjatuhan.
Demikianlah skripsi penulis tentang Keterlibatan NATO dalam operasi
militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Afghanistan. Penulis menyadari
bahwa di dalam skripsi masih banyak kekurangan, namun penulis berharap skripsi
ini akan dapat memberi manfaat untuk melihat seberapa besar keterlibatan NATO
dalam invasi Amerika Serikat ke Afghanistan.
68
Daftar Pustaka
Buku
Bennet, Leroy A, International Organization.” Dalam Sri Setianingsih Suwardi,
Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 2004.
Couloumbus Theodore A dan Wolfe James H. ”Introduction to International
Relation: Power and Justice.” Dalam, Anak Agung Banyu Perwita dan. Yanyan
Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005.
Dharmawan, Bagus. Petaka di Gunung Afgan, Jakarta: Penerbit Kompas, 2003.
Donelly, Jack, “The Past, The Present and The Future Prospect.“ Dalam Milton J.
Esman and Shibley Telhamic (eds), International Organization and Ethnic
Conflict, (London: the Cornel University Press, 1995.
Djelantik, Sukawarsini. Terorisme (Tinjauan Psikologi Politis, Peran Media,
Kemiskinan, dan Keamanan Nasional,) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
Goldstein, Joshua S. International Relation, 5th Edition, Washington D.C.: Pearson
Education, 2004.
Hadibroto, Iwan. Dkk. Di Balik Perseteruan AS vs Taliban: Perang Afganistan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Harrison, Lissa. Metodologi Penelitian Politik, Jakarta: Kencana, 2007.
Maulani, Z.A. Perang Afghanistan: Perang Menegakkan Hegemoni Amerika di Asia
Tengah. Jakarta: Dalancang Seta, 2002.
Mahally, Abdul Halim. Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Mas’oed, Mochtar. Ilmu Hhubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, ,Jakarta:
LP3ES, 1990.
NATO Handbook: Partnership and Cooperation, Brussels: NATO Office of
Information and Press, 2001.
xiv
Nye, Joseph Jr. Understanding International Conflicts: An introduction To Theory
and History, York: Harper Collins College Publisher, 1993.
Plano, Jack C and Olton, Roy,The International Relations Dictionary, 3rd Edition,
California:ABC-Clio Inc, 1982.
Schermers, H.G. “International Organization.” Dalam Sri Setianingsih Suwardi,
Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 2004
Stuart, Douglas T. The Future of the European, Alliance, Problem and
Oppourtunities for Coalition strategie, dalam Gary L. Guertener (ed), Collective
Security in Europe, United States: Startegies Studies institute, 2001.
Wedgwood, Ruth. Al Qaeda, Military Commissions, and American Self Defense
dalam Demetrios James Caraley (ed), September 11, Terrorist Atttacks, and U.S.
Foreign Policy. New York: The Academy of Political Science, 2002.
Zuriah, Nurul. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori Aplikasi Jakarta:
Bumi Aksara, 2006.
Skripsi dan Tesis:
Anastasia, Irwanda. Kebijakan Keamanan NATO Dalam Konflik Kosovo: Tinjauan
Intervensi Militer NATO Dalam Konflik Kosovo(1998-1999),” Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok: Universitas Indonesia, 2001.
Budiman, Perubahan Struktur Komando NATO pasca 11 September 2001, Skripsi S1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2005.
Moningka, Paskalina G. Latarbelakang Sikap Presiden Mitterland Terhadapa
Keputusan NATO Mengenai Penempatan Euromissile Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1989.
Juliastuti, Anna Rinto. Kebijakan NATO di Eropa Timur Periode 1990-1996, Skripsi
S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1997.
Rachmat, Armin. Perubahan Strategi Keamanan NATO Periode 1989-1999: Analisis
Atas Kemitraan Strategis, Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program
Pasca Sarjana, Depok: Universitas Indonesia, 2004.
xv
Zuliati, Barokah Efektifitas Intervensi Kemanusiaan PBB di Somalia (1992-1995)
dan (1994), Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia, 2000.
Jurnal
Asmus, D. Ronald, Kugler, dkk. “Can NATO Survive,” The Washington Quarterly,
Vol.19 no. 2, Cambridge: MIT Press, 1996
Fitriyanti, Rahmi. “Kajian Mengenai legalitas Formal Use Of Force Amerika Serikat
terhadap Afghanistan,” Orbit: Jurnal Hubungan Internasional, Vol. 1 No.1, Jakarta:
Pusat Kajian Hubungan Intenasional, UIN, Januari 2008.
Susanti, Dina dan Monika, Farah. “Peran AS dalam Transisi Rejim di Negara Lain:
Studi Kasus Afganistan,” Global Jurnal Politik Internasional Vol. 7 No.2 Depok:
Universitas Indonesia, 2005.
Internet
http://www.nato.int/cps/en/natolive/organisation.htm, diakses pada tanggal 7 Oktober
2010.
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb0102.htm NATO Fundamental Security
Task, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb070101.htm, diakses pada tanggal 7
Oktober 2010.
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb070102.htm, diakses pada tanggal 07
Oktober 2010.
http://www.nato.int/docu/handbook/2001/hb070103.htm, diakses pada tanggal 10
Oktober 2010.
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm, diakses pada tanggal 10
Oktober 2010.
http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_52044.htm, diakses pada tanggal 07
Oktober 2010.
xvi
http://nasional.kompas.com/read/2009/04/08/06201121/memaknai esensi nato setelah
60 tahun diakses pada tanggal 7 Oktober 2010.
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2006/09/04/23479/-Empat-TentaraKanada-Tewas-di-Afghanistan-/82, diakses pada tanggal 10 November 2010.
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89778:
pasukan-internasional-serang-taliban-di-afghanistan selatan diakses pada tanggal 2
februari 2011.
http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33627.pdf diakses pada tanggal 4 Februari 2011
http://id.voi.co.id/berita-internasional/timur-tengah/1426-pasukan-internasionalserang- taliban.html diakses pada tanggal 5 Februari 2011.
http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/5380.htmdiakses pada tanggal 17 Mei 2011.
http://www.americanforeignrelations.com/A-D/index.html, diakses pada tanggal 24
Agustus 2011.
http://www.nato.int/terrorism/index.htm, diakses pada tanggal 23 Oktober 2011.
http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=56
diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.
http://www.isaf.nato.int, diakses pada tanggal 18 Oktober 2011.
Prague Summit Statement on Iraq, 21 November 2002,
http://www.nato.int/docu/pr/2002/p02-133e.htm, diakses pada tanggal 17 Mei 2011.
http://daccess_dds_ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/708/55/PDF/N0170855.pdf?
OpenElement, diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
http://daccess_dds_ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/638/57/PDF/N0163857.pdf?
OpenElement, diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
http://daccess_dds_ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N01/681/09/PDF/N0168109.pdf?O
penElement, diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
xvii
http://daccess_dds_ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N03/555/55/PDF/N0355555.pdf?O
penElement, diakses pada tanggal 17 Oktober 2011.
http://articles.cnn.com/keyword/operation-mountain-thrust, diakses pada tanggal 3
Februari 2012.
http: //internasional.kompas.com/read/2011/05/02/09541176/Osama.bin
Laden.Tewas, diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
http://www.analisadaily.com/news/read/2011/10/10/16548/10-tahun-perangafghanistan/#.T2cIhlJjRI4, diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
http://www.news.detik.com/read/2011/05/03/180347/1631677/10/pks-tewasnyaosama-tak-matikan-al-qaeda diakses pada tanggal 18 Maret 2012.
.
xviii
Download