Jangan Salah Memaknai Peran Guru Pendidik Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Perannya begitu penting dalam keterlibatan didunia pendidikan, karena gurulah yang langsung berinteraksi dengan peserta didik. Sukses tidaknya pendidikan dapat dicerminkan bagaimana peran aktor pendidikan (baca: guru) dalam memainkan perannya. Guru seharusnya sadar betul tentang peran pentingnya dalam keberhasilan dunia pendidikan. Bahwa perannya tidak hanya sekedar mengajar (baca: transfer of knowledge), namun guru juga memiliki peran strategis untuk mendidik akal dan budi peserta didik, membimbing pembentukan karakter, menjadi fasilitator kebutuhan belajar anak serta memiliki inovasi dalam proses pembelajaran di kelas. Faktanya, banyak guru di negeri ini masih belum mencerminkan sebagai guru ideal yang mampu merangsang anak untuk memiliki karakter yang baik. Hal ini tercermin dari banyak guru yang hanya berfokus pada pencapaiapan secara akademik para peserta didiknya, namun lupa untuk menyeimbangkan aspek sikap nilai dan moral (baca: karakter). Hal tersebut juga tercermin betapa banyaknya peserta didik yang belum memilki karakter yang luhur, banyaknya pemberitaan terkait merosotnya moral anak bangsa. Jika mengacu pada pemikiran Ki Hajar Dewantara, beliau mengajarkan kepada kita semua bahwasannya peran guru itu tidak hanya sekedar pendidik akademis, namun beliau menjelaskan bahwa guru itu sebagai pamong. Artinya guru berperan sebagai seorang yang mampu membimbing anak untuk berperilaku baik. Guru mengajak anak berdialog, memberikan kesempatan anak untuk mengalami lalu mendorong anak untuk berfikir tentang perilaku baik dan buruk melalui pengalaman langsung. Publish by http://psikologi.uin-malang.ac.id Contohnya, mengajarkan anak-anak tentang pendidikan karakter, seperti bagaimana cara menyelesaikan konflik, bernegosiasi dengan teman sebaya, berani beragumen, mengajarkan membuat kesepakatan kelompok, serta menaati aturan dalam kelompok tersebut. Mengajarkan karakter tidak bisa hanya dengan pengetahuan text book semata, tidak hanya sekedar anak mampu menjawab pertanyaan tentang apakah bertengkar itu baik atau buruk menurut kalian? Pendidikan karakter juga bukan hanya sekedar bisa menghafal perilaku mana yang baik dan buruk. Bukan itu pendidikan karakter yang dimaksud. Pendidikan karakter itu merupakan proses agar peserta didik mampu memahami, melakukan, mengalami, memaknai perilaku baik dan buruk by experience. Jika ingin mengajarkan tentang bagaimana menyelesaikan konflik, maka peran guru sebaiknya tidak hanya memberi pengetahuan tentang perilaku menyelesaikan konflik, tapi guru juga harus bisa memberikan kesempatan kepada anak agar anak memiliki pengalaman menyelesaikan konfliknya dengan teman sebaya. Lalu guru juga dapat berperan untuk membimbing anak untuk memaknai pengalaman tersebut sebagai pengalaman yang berarti bagi anak. Jadi anak diajarkan tentang pendidikan karakter secara langsung, bukan hanya sekedar seberapa mampu anak bisa menjawab tentang pengetahuannya menyelesaikan konflik. Mendidik karakter secara utuh itulah yang telah kami lakukan kepada anak-anak disekolah. Seperti pada saat bermain. Guru ingin mengajarkan tentang pengetahuan bagaimana agar anak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan teman sebayanya. Sering kali jika guru terjebak pada kondisi anak-anak yang sedang konflik verbal (adu argumen, berebut mainan, berebut tempat), guru akan cenderung melerai, menasehati anak tersebut, dan bahkan yang paling parah adalah menghukum anak. Guru lupa bahwa melalui pengalaman berkonflik tersebut, ada nilai moral yang bisa disampaikan kepada peserta didik. Guru juga sering kali lupa untuk memberikan kesempatan dan membimbing anak agar mereka memiliki pengalaman untuk menyelesaikan konfliknya sendiri. Padahal jika guru menyadari perannya sebagai “pamong” bagi peserta didik, maka guru tersebut akan memberikan kebebasan kepada anak untuk menyelami dinamika konfliknya sendiri, sehingga anak akan mendapatkan pengalaman langsung bagaimana seharusnya ketika bernegosiasi dengan teman saat salah satu anak memperebutkan mainan yang sama-sama mereka inginkan. Anak akan belajar bagaimana menyampaikan argumennya sendiri ketika guru mengajak berdialog, anak juga akan belajar membuat kesepakatan bersama melalui proses dialog. Disni guru bukan diartikan hanya membiarkan mereka bertengkar, namun guru diartikan sebagai seeorang yang memiliki peran untuk mendidik dan membimbing anak agar mereka memahami bahwa perilakunya bertengkar adalah perilaku yang tidak baik melalui pengalaman pertikaian tersebut, lalu guru bersama anak berdialog tentang pengalaman konflik tersebut, serta guru mendorong dan merangsang anak untuk berfikir bagaimana cara menyelesaikan konflik. Sehingaa pengalaman terbimbing tersebut merupakan pembelajaran berharga bagi anak. Anak dapat diajak berdialog untuk memaknai secara bersama-sama, bukan diajak untuk sekedar how to know tentang apakah bertengkar itu adalah perilaku baik dan buruk. Tapi anak diajak bertumbuh secara akal budinya. Sehingga peran guru bukan lagi hanya berfokus pada sekedar transfer knowledge tetapi juga guru harus mampu berperan sebagai seseorang yang dapat melakukan transfer value kepada peserta didik. Jadi ketika seorang guru salah memahami dan salah memaknai perannya sebagai guru, maka tidak heran jika salah pula caranya dalam mendidik anak. (Red.Ms) Penulis: Choirun Nisa', S. Psi. (Waka Kurikulum PAUD Omah Bocah Annaafi Malang) Publish by http://psikologi.uin-malang.ac.id