Dampak hiperglikemia terhadap kelangsungan hidup penderita stroke

advertisement
J Kedokter Trisakti
September-Desember 2003, Vol.22 No.3
Dampak hiperglikemia terhadap kelangsungan hidup
penderita stroke
Riani Indiyarti
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRACT
Stroke is the most common neurological disorder causing death or disability. The incidence of stroke is
increasing; make the prevention effort to be the first choice by controlling the risk factor. Hyperglycemia at the
acute stroke patient can be a sign of diabetes mellitus or stress neuroendocrine response (reactive hyperglycemia).
Diabetes mellitus is a major stroke risk factor, increasing 2-3 fold risk of ischemic stroke and increasing mortality
and disability. Reactive hyperglycemia is a non-specific reaction to the tissue damage stress by inducing
sympathetic system (locus ceruleus–nor epinephrine/LC–NE ) and corticotrophin releasing hormone (CRH).
Hyperglycemia will cause cellular acidosis, increase excitatory neurotransmitter and intracellular calcium.
This condition will cause neuronal damage. Hyperglycemia, both diabetes mellitus and reactive hyperglycemia,
will increase the mortality and the neurological deficit.
Keywords : Stroke, hyperglycemia, diabetes mellitus, mortality
ABSTRAK
Stroke merupakan kelainan neurologik yang paling sering menyebabkan cacat dan kematian. Insidens
stroke mempunyai kecenderungan meningkat sehingga usaha pencegahan merupakan pilihan utama dengan
cara mengendalikan faktor risiko. Hiperglikemia pada stroke dapat merupakan tanda adanya diabetes melitus,
tetapi dapat pula merupakan tanda respon neuroendokrin terhadap stres (hiperglikemia reaktif). Diabetes melitus
merupakan salah satu faktor risiko utama stroke, meningkatkan 2-3 kali risiko stroke iskemik serta meningkatkan
cacat dan kematian. Hiperglikemia reaktif terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stres kerusakan jaringan
melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis (locus ceruleus – nor epinephrine/LC-NE) dan corticotropin
releasing hormone (CRH). Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, peningkatan konsentrasi
neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron. Dengan
demikian kondisi hiperglikemia akan memperburuk defisit neurologik dan meningkatkan mortalitas baik pada
diabetes melitus maupun hiperglikemia reaktif.
Kata kunci : Stroke, hiperglikemia, diabetes melitus, mortalitas
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga
di dunia dan penyebab kecacatan pada usia
produktif dan usia lanjut. (1) Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke
merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan yang utama di Indonesia.(2) Insidens
stroke makin meningkat di Indonesia sesuai dengan
perubahan pola hidup.(3) Insidens stroke mempunyai
kecenderungan meningkat menjadi lebih tinggi
sehingga usaha pencegahan merupakan pilihan
utama. Untuk mengendalikan kenaikan insidens
stroke dilakukan dengan cara mengobati faktor
risiko. Selain itu pengendalian faktor risiko ini juga
penting untuk mencegah terjadinya serangan stroke
berulang.
Di antara semua faktor risiko, diabetes melitus
merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya
stroke, meningkatkan 2-3 kali risiko stroke iskemik
105
Indiyarti
serta kecacatan dan mortalitas.(4,5) Pada stroke akut,
13-36% diantaranya adalah penderita diabetes, 642% tidak mengetahui telah menderita diabetes
melitus sebelum serangan (diabetes melitus
laten).(4,6) Woo et al. mendapatkan diabetes laten
pada stroke sebesar 5,3% sedangkan Kiers et al.
menemukan sebanyak 11,4%. (7,8) Misbach
melaporkan bahwa faktor risiko terjadinya stroke
pada diabetes melitus adalah 17,3%.(9)
Davis melaporkan bahwa 6-11% penderita
stroke mengalami hiperglikemia non diabetik (terjadi
peningkatan kadar gula darah dengan HbA1
normal).(4) Kooten et al. mendapatkan hiperglikemia
pada stroke akut sebanyak 43%. (10) Menurut
Melamed, angka kejadian hiperglikemia reaktif pada
kasus stroke hemoragik 63% dan pada stroke
iskemik 41%. (11) Sedangkan Zacharia (12)
mendapatkan 54,7% penderita stroke hemoragik dan
47,6% penderita stroke iskemik mengalami
hiperglikemia reaktif, dan rata-rata kadar gula darah
puasa penderita stroke hemoragik lebih tinggi dari
pada stroke iskemik. Kushner et al. mendapatkan
peningkatan gula darah puasa yang lebih besar pada
pasien stroke infark hemoragik dan koma. (13)
Hiperglikemia reaktif pada stroke fase akut
merupakan respons terhadap stres dan berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk. (8,10,11)
Hiperglikemia memperburuk defisit neurologik dan
akan meningkatkan mortalitas, baik pada
hiperglikemia reaktif maupun pada diabetes melitus,
karena pada kondisi iskemia akan timbul asidosis
laktat yang menyebabkan kerusakan neuron,
jaringan glial dan jaringan vaskular.(8) Bruno et al.
melaporkan tentang hubungan hiperglikemia dengan
keluaran yang buruk pada stroke non lakunar.(14)
Hiperglikemia pada stroke
Faktor risiko stroke terdiri dari yang tidak dapat
diubah dan yang dapat diubah. Faktor risiko yang
tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin,
keturunan, ras/etnik, sedangkan faktor risiko yang
dapat diubah antara lain hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus, hiperkolesterolemia,
merokok, dan alkohol. Ada pula yang
mengelompokkan faktor risiko stroke menjadi dua
yaitu faktor risiko mayor seperti hipertensi, diabetes
melitus, kelainan jantung dan faktor risiko minor
yaitu hiperlipidemia, merokok, kegemukan,
hiperkoagulasi, usia lanjut, riwayat transient
ischemic attacks (TIA), hiperurikemia, kontrasepsi
oral, kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga.(15)
Berdasarkan sifat lesi serebral, stroke dibagi
menjadi 2 yaitu iskemik/infark dan perdarahan.
Sekitar 80% kasus stroke adalah stroke iskemik dan
20% lainnya merupakan stroke hemoragik. (16)
Iskemik/infark serebral terjadi akibat oklusi
sementara atau permanen dari feeding arteri
ekstrakranial/intrakranial atau trombosis vena yang
akan menyebabkan kerusakan sel akibat kekurangan
suplai oksigen dan nutrisi.(16) Stroke iskemik dapat
diklasifikasikan menjadi infark lakunar (LACI),
total anterior circulation infarct (TACI), partial
anterior circulation infarct (PACI) dan posterior
circulation infarct (POCI). Penelitian oleh Bamford
et al. mendapatkan TACI sebanyak 17%, PACI
34%, POCI 24% dan LACI 25%.(17) Sedangkan
perdarahan serebral spontan terjadi akibat pecahnya
aneurisma arteri penetrating otak yang disebabkan
oleh hipertensi atau pecahnya pembuluh darah yang
abnormal (aneurisma, AVM) dengan manifestasi
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.(16)
STROKE
DIABETES MELITUS
Stroke didefinisikan sebagai gejala klinis yang
terjadi secara mendadak dan cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global dengan kelainan yang
menetap 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular (WHO).(2) Perubahan vaskular yang
terjadi dapat disebabkan karena kelainan pada
jantung sebagai pompa, kelainan dinding pembuluh
darah dan komposisi darah.
106
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik
yang ditandai dengan hiperglikemia, disebabkan
kelainan sekresi insulin, aktifitas insulin atau
keduanya. Gejala klinisnya berupa poliuria,
polidipsia, kehilangan berat badan dan polifagia.
Selain itu diabetes melitus dapat menyebabkan
gangguan penglihatan, pertumbuhan dan menjadi
rentan terhadap infeksi. Diabetes melitus
J Kedokter Trisakti
digolongkan menjadi 2 yaitu tipe 1 diabetes yang
disebabkan defisiensi sekresi insulin absolut dan tipe
2 diabetes yang disebabkan kombinasi dari resistensi
terhadap aksi insulin dan sekresi insulin yang tidak
adekuat.(18) Diabetes melitus merupakan faktor
risiko independen terjadinya stroke iskemik, tetapi
tidak terjadi peningkatan risiko stroke hemoragik
pada penderita diabetes melitus.(19) Pada penderita
diabetes melitus terjadi perubahan fungsi sel endotel
dan kegagalan relaksasi vaskular. Hiperglikemia
mengaktifkan protein kinase C di endotel yang
selanjutnya merangsang produksi prostaglandin
vasokonstriktor dari endotel.(20) Kadar endotelin
(bersifat vasokonstriktor) dan angiotensin
converting enzyme (ACE) yang berperan dalam
pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) juga
meningkat. Pada diabetes melitus juga terjadi
kegagalan peningkatan cerebral blood flow sebagai
respons terhadap rangsangan vasodilator, yang
disebabkan neuropati otonom diabetik dan atau
kelainan endotel yang mengakibatkan menurunnya
faktor vasodilator endotelial seperti nitric oxide.
Hiperglikemia mengubah produksi matriks sel
endotel, dan menyebabkan penebalan membran
basal. Kadar gula yang tinggi meningkatkan
produksi kolagen IV endotel dan fibronektin serta
meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam
sintesis kolagen. Toksisitas glukosa juga
memperlambat replikasi dan mempercepat kematian
sel endotel. Kelainan metabolik lain yang dapat
terjadi pada diabetes selain hiperglikemia adalah
hipertrigliseridemia, peningkatan reaksi oksidasi
dan glikosilasi, sehingga akan memperburuk
kerusakan sel endotel.
Pada penderita diabetes melitus juga terjadi
peningkatan viskositas darah, penurunan
deformabilitas eritrosit, peningkatan adhesi eritrosit
ke sel endotelial, peningkatan adhesi platelet,
peningkatan faktor von Willebrand dan fibrinogen
serta penurunan kadar plasminogen aktivator
jaringan. (21) Diabetes melitus menyebabkan
progresivitas stroke, meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Hal ini disebabkan perubahan post
iskemik cerebral blood flow akibat kegagalan
autoregulasi, efek hiperosmolar glukosa darah, dan
interferensi dengan aliran darah kolateral pada
daerah peri iskemik.(8,15)
Vol.22 No.3
DAMPAK
STROKE
HIPERGLIKEMIA
PADA
Hiperglikemia pada stroke dapat merupakan
tanda diabetes melitus, tetapi dapat pula merupakan
tanda respon neuroendokrin terhadap stres.
Penelitian pada binatang yang dibuat hiperglikemia
sebelum terjadinya iskemia serebral menunjukkan
adanya defisit neurologik yang lebih berat.
Demikian pula apabila konsentrasi gula darah tinggi
pada saat iskemia-hipoksia otak merupakan salah
satu variabel yang akan mempengaruhi beratnya
kerusakan otak.(22) Penelitian lain membuktikan
bahwa hiperglikemia saat masuk rumah sakit
mempunyai hubungan dengan prognosis yang
buruk.(23)
Pada awal iskemia, hiperglikemia dapat
bersifat neuroprotektif, yaitu mengurangi
depolarisasi iskemik dengan cara memperlambat
kerusakan gradien ion transmembran melalui
glikolisis anaerob. Bila iskemia berlanjut,
hiperglikemia menghasilkan asidosis selular karena
substrat glukosa yang berlebihan untuk glikolisis
anaerob pada jaringan iskemik. Bila nilai batas
asidosis tercapai, kondisi hiperglikemia menjadi
merugikan. Asidosis selular akan menyebabkan
disfungsi enzim, peningkatan produksi radikal bebas
(lipid peroksidase) dan induksi endonuklease yang
mengawali programmed cell death dan edema
selular.(24)
Pada kondisi iskemia juga terjadi peningkatan
konsentrasi neurotransmitter glutamat dan aspartat
(keduanya bersifat eksitatorik dan neurotoksik) di
ekstra selular. Dalam kondisi hiperglikemia dan
hipoksia, konsentrasi ekstraselular kedua
neurotransmitter tersebut makin meningkat karena
pelepasan yang berlebihan dan kegagalan ambilan
sehingga terjadi hiperstimulasi pada neuron post
sinaptik dan menyebabkan kematian neuron.
Kondisi iskemia, hiperglikemia dan hiperstimulasi
neuron juga menyebabkan peningkatan kalsium
intraselular yang menyebabkan kerusakan neuron.
Bruno et al. berpendapat bahwa hiperglikemia
meningkatkan ukuran infark pada jaringan otak
iskemik yang mengalami reperfusi, tetapi tidak pada
lesi tanpa reperfusi (infark lakunar).(14) Pada lesi
infark tanpa reperfusi, glukosa yang mencapai sel
107
Indiyarti
Hiperglikemia pada stroke
kurang sehingga tidak menambah akumulasi laktat
dan asidosis. Jadi daerah iskemik dengan sirkulasi
kolateral lebih rentan terhadap efek hiperglikemia
dari pada daerah distribusi end-artery (infark
lakunar). Pada perdarahan intraserebral,
hiperglikemia juga memperburuk keadaan dengan
mekanisme yang sama yaitu produksi laktat
berlebihan pada daerah iskemik disekitar lokasi
perdarahan.
3.
4.
5.
6.
PENATALAKSANAAN
MELITUS PADA STROKE
DIABETES
7.
Pasien diabetes melitus yang terkontrol dengan
diet dan obat hipoglikemik oral, pada fase akut
stroke memerlukan terapi insulin. Demikian pula
pada pasien diabetes melitus yang biasanya
mendapatkan terapi insulin akan memerlukan
penambahan dosis insulin selama fase akut stroke.
Tujuannya adalah kadar glukosa darah tidak kurang
dari 100 mg/dL dan tidak lebih dari 200 mg/dL.
Dosis insulin yang diberikan tergantung sensitivitas
pasien terhadap insulin. Pasien usia muda, kurus
dan tidak stres lebih sensitif terhadap insulin
sehingga memerlukan dosis insulin lebih sedikit.(25)
8.
9.
10.
KESIMPULAN
Hiperglikemia pada stroke fase akut dapat
merupakan tanda adanya diabetes melitus, tetapi
dapat pula merupakan respon neuroendokrin
terhadap stres. Pada fase akut stroke, hiperglikemia
akan memperberat derajat defisit neurologik dan
meningkatkan kematian. Untuk itu perlu diberikan
terapi insulin pada penderita stroke fase akut.
11.
12.
13.
Daftar Pustaka
14.
1.
2.
108
Wolf PA, Cobb JL, D’Agostino RB. Epidemiology
of stroke. In: Barnett HJM, Stein BM, Mohr JP,
Yatsu FM, editors. Stroke: pathophysiology,
diagnosis and management. 2nd ed. Churchill
Livingstone. New York; 1992. p. 23-7.
Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan
Rumah Tangga 1995: Studi pola penyakit sebab
kematian. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 1996.
15.
16.
Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di
Indonesia. Kelompok Study Serebrovaskular dan
Neurogeriatri. PERDOSSSI. 1999.
Warlow CP, Dennis MS, vanGijn J, Hankey GJ,
Sandercock PAG, Bamford JM, et al. Stroke a
practical guide to management. Oxford:
Blackwell Science; 1996.
Davis SM. New information about managing
temperature, blood pressure and glucose in acute
ischemic stroke. Ann Am Neurol 2000; 2: 1-12.
Oppenheimer SM, Hoffbrand BI, Oswald GA,
Yudkin J. Diabetes mellitus and early mortality
from stroke. Br Med J 1985; 291: 1014-5.
Woo J, Lam CWK, Kay R, Wong AHY, Teon R,
Nicholls MG. The influence of hyperglycemia and
diabetes mellitus on immediate and 3-month
morbidity and mortality after acute stroke. Arch
Neurol 1990; 47: 1174-7.
Kiers L, Davis SM, Larkins R, Hopper J, Tress
B, Rossiter SC, et al. Stroke topography and
outcome in relation to hyperglycaemia and
diabetes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1992: 55:
263-70.
Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi,
manajemen. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1999.
Kooten F, Hoogerbrugge N, Naarding P,
Koudstaal PJ. Hyperglycaemia in the acute phase
of stroke is not caused by stress. Stroke 1993; 24:
1129-32.
Melamed E. Reactive hyperglycaemia in patients
with acute stroke. J Neurol Sciences 1976; 29:
267-75.
Zacharia TS. Hiperglikemia reaktif pada stroke
fase akut. Tesis Bagian Neurologi FKUI. 1994.
Kushner M, Nencin P, Reivich M, Rango M,
Jamieson D, Fazekas F, et al. Relation of
hyperglycemia early in ischemic brain infarction
to cerebral anatomy, metabolism, and clinical
outcome. Ann Neurol 1990; 28: 129-35.
Bruno A, Biller J, Adams Hp, Clarke WR,
Woolson RF, Williams LS, et al. Acute blood
glucose level and outcome from ischemic stroke.
Neurology 1999; 52: 280-4.
Widjaja D. Perkembangan penyelidikan mutakhir
faktor risiko stroke. Kumpulan Makalah
Simposium Continuing Medical Education
(CME). The VIth Perdossi Course on Stroke 1999:
1-25.
Gilman S. Advances in neurology. N Engl J Med
1992; 326: 1671-6.
J Kedokter Trisakti
17. Bamford J, Sandercok P, Dennis M, Burn J,
Warlow C. Classification and natural history of
clinically identifiable subtypes of cerebral
infarction. Lancet 1991; 337: 1521-6.
18. Gavin JR, Alberti KGMM, Davidson MB,
DeFronzo RA, Drash A, Gabbe SG. Report of the
expert committee on the diagnosis and
classification of diabetes mellitus. Diabetes Care
2001; 24 (Suppl.1): S5-S20.
19. Abbott RD, Donahue RP, MacMahon SW, Reed
DN, Yano K. Diabetes and the risk of stroke.
JAMA 1987: 257: 949-52
20. Hsueh WA, Anderson PW. Hypertension, the
endothelial cell, and the vascular complications
of diabetes mellitus. Hypertension 1992; 20: 25363.
21. Nadler Jl, Malayan S, Luong H, Shaw S,
Natarajan RD, Rude RK. Intracellular free
Vol.22 No.3
22.
23.
24.
25.
magnesium deficiency plays a key role in
increased platelet reactivity in type II diabetes
mellitus. Diabetes Care 1992; 15: 835-41.
Pulsinelli WA, Waldman S, Rawlnson D, Plum
F. Moderate hyperglycemia augments ischemic
brain damage: A neuropathologic study in the rat.
Neurology 1982; 32: 1239-46.
Davalos A, Cendra E, Tervel J, Martinez M, Genis
D. Deteriorating ischemic stroke: risk faktor and
prognosis. Neurology 1990; 40: 1865-9.
Kawai N, Keep RF, Betz AL. Hyperglycemia and
the vascular effects of cerebral ischemia. Stroke
1997; 28: 149-54.
Kashyap SR, Levin SR. The subacute stroke
patient: glucose management. In: Cohen SN,
editor. Management of ischemic stroke. McGrawHill. New York; 2000. p. 111-7.
109
Download