PENGARUH MASASE PUNGGUNG TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUD R SYAMSUDIN SH KOTA SUKABUMI Susilawati, Budi Wisastra [email protected] ABSTRAK Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia. Akan tetapi klien yang menjalani hospitalisasi sering mengalami gangguan tidur. Masase merupakan tindakan mandiri perawat yang bertujuan untuk memberikan efek relaksasi pada tubuh. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kualitas tidur sebelum dan sesudah dilakukan masase serta pengaruh masase terhadap kualitas tidur pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi. Tidur memiliki peranan esensial bagi kesehatan. Tidur merupakan proses yang diperlukan manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru. Dengan pemberian masase maka klien akan lebih cepat tertidur. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan keseluruhan yaitu kelompok intervensi. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Acidental sampling. Instrument penelitian yang digunakan berupa quesioner. Uji statistik yang digunakan adalah wilcoxon untuk membandingkan kualitas tidur responden sebelum dan sesudah dilakukan masase. Kualitas tidur sebelum dilakukan masase memiliki nilai rata-rata kualitas tidur kurang, setelah dilakukan masase rata-rata berada pada kualitas tidur cukup. Berdasarkan hasil analisa data wilcoxon diketahui bahwa responden yang diberikan tindakan masase sebelum tidur mengalami peningkatan kualitas tidur yang signifikan, nilai p-value =0,001 (p-value<0,05). Setelah diberikan masase terjadi peningkatan kualitas tidur. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar responden dikaji tingkat stressnya agar dapat mengetahui pengaruh stress terhadap gangguan tidur pasien. The Effect of massage on the sleep quality of patients in ward Installation at R. Syamsudin SH Hospital Sukabumi Susilawati, Budi Wisastra [email protected] ABSTRACT Sleep is a basic requirement that needed by all human being. However, clients who is being hospitalized often have sleeping disorder. Massage is an independent act of nurse to provide a relaxing effect on the body and quietness. The Purpose of this study is identifying the quality of sleep before and after a massage and massage effects on patient’s sleeping quality at ward installation at R Syamsudin SH Hospital Sukabumi. Sleep has an essential role for health. Sleep is a necessary process of human cells for the formation of a new body. With the provision of massage the client will be fast a sleep. The type of this research is using a quasi experiment with the overall are intervention group. The sample in this study were 20 people. The sampling method used Acidental sampling technique. The instrument of this research used a questioner. Statistical tests used Wilcoxon to compare patients’s quality of sleep before and after a massage. Quality of sleep before the massage had been in less sleep quality, after a massage the quality of sleep had been in enough quality. Based on the results of Wilocxon data analysis, it known that the respondent provided massage action before bedtime got increased sleep quality significantly, p-value = 0.001 (p <0.05). After the massage is given an increase in the quality of sleep. Suggestions for future research is that respondents would be assessed of level of his stress level in order to determine the effect of stress on sleep disorders patients. Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat berfungsi secara optimal baik yang sehat maupun yang sakit. Secara statistik, dilaporkan bahwa sebagian besar orang dewasa yang sehat tidur selama 7,5 jam setiap hari. Namun yang menjadi masalah dalam tidur adalah kualitas bukan hanya kuantitasnya, enam jam tidur nyenyak lebih baik daripada delapan jam tidur dengan bantuan obat-obatan atau tidur tidak tenang (Aziz, 2008). Kebutuhan tidur penting bagi manusia. Menurut Berger dan William (1992) mengatakan bahwa tidur memiliki peranan esensial bagi kesehatan fisiologis maupun psikologis individu dan menjadi dasar bagi kualitas hidup seseorang. Tidur merupakan proses yang diperlukan manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi waktu organ tubuh untuk istirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh. Dalam keadaan sakit apabila mengalami kurang tidur dapat memperpanjang waktu pemulihan sakit. Selain itu, tidur dipercaya berkontribusi terhadap pemulihan fisiologis dan psikologis (Hudak & Gallo, 1997). Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Faktor fisik meliputi rasa nyeri, sedangkan faktor psikologis meliputi depresi, kecemasan, ketakutan dan tekanan jiwa. Klien yang sakit seringkali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat dibandingkan dengan klien yang sehat. Klien dengan hospitalisasi seringkali sulit beristirahat karena ketidakpastian tentang status kesehatan/penyakit fisik dan prosedur diagnostik yang mereka jalani. Menjaga kualitas tidur menjadi sangat penting pada klien yang sedang menjalani hospitalisasi. Tindakan keperawatan mandiri yang bisa diberikan kepada klien sebagai alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi gangguan istirahat-tidur adalah dengan menciptakan lingkuangan keperawatan yang tenang, membatasi pengunjung, menganjurkan klien tehnik relaksasi, masase punggung dan latihan guided imageri (Mija, 1995). Pengaruh relaksasi akan memberikan respon untuk melawan mass discharge (pelepasan impuls secara massal). Pada respon stres dari sistem saraf simpatis, perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan corticotropin Releasing Factor (CRF).Selanjutnya, CRF akan merangsang kelenjar pituitari untuk meningkatkan produksi pro opioid melano cortin (POMC), sehingga produksi enkephalin oleh medula adrenal meningkat. Kelenjar pituitari juga menghasilkan β endorphin Sebagai neuro transmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Mellysa, 2004). Suasana yang nyaman atau rileks dapat mengakibatkan terjadinya mekanisme pengaturan penekanan reticular activating system (RAS) yang merupakan pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan mengaktifkan bulbar synchronizing regional (BSR) yang dilepaskan oleh serum serotonin sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah sehungga dapat menyebabkan seseorang tertidur (Aziz, 2006). Banyak sekali teknik relaksasi yang dilakukan oleh perawat, hal ini sesuai dengan standar uji kompetensi perawat dengan kode unit KES.PG02.046.01 tentang kompetensi perawat dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, diantaranya relaksasi otot progresif, nafas dalam, masase, dan guide imagery (http://aipni.blogspot.com) Masase merupakan salah satu manipulasi sederhana untuk mengusap bagian badan sehingga memberika efek relaksasi pada tubuh dan memberikan ketenangan. Hal tersebut tentu menjadi pilihan yang baik untuk mengatasi gangguan tidur, karena Masase dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat dan dapat diajarkan kepada keluarga. Pentingnya terapi Masase sudah dikenal luas pada saat ini. Masase diketahui dapat merangsang dan mengatur proses-proses fisiologis seperti pencernaan dan pernafasan. Masase atau pijat bisa di katakan sebagai salah satu tradisi penyembuhan yang sudah lama ditemukan. Beberapa budaya diantaranya Yunani Kuno, Mesir, China dan India, meyakini bahwa therapy dasar Masase selalu digunakannya untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Therapy Masase memiliki efek melembutkan otot dan menghasilkan relaksasi khususnya serta efektif dalam mengatasi keluhan gangguan sirkulasi. Sekarang ini semakin banyak orang yang mengerti bahwa Masase sangat dibutuhkan untuk tetap terbinanya kesegaran jasmani walaupun mengunakan manipulasi yang sangat sederhana sebagai reaksi alamiah tubuh. Ketika melakukan Masase perawat tidak hanya melakukan tindakan mandiri untuk mengatasi gangguan tidur pasien tetapi pada saat itu juga perawat dapat melakukan anamnesa untuk mengkaji keluhan pasien baik dari hal fisiologis maupun psikologis yang lainnya sehingga perawat dapat menggali keluhan pasien. Masase punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan (Kozier, 2002). Masase punggung ini tidak dilakukan pada pasien yang mengalami luka terbuka atau bekas insisi operasi bagian anterior, misalnya abdomen. Klien dengan gangguan pernafasan karena posisi prone pada saat dilakukan pijat punggung akan mengakibatkan ekspansi paru menurun. Masase merupakan tindakan mandiri perawat tanpa harus melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Dalam daftar standar kompetensi, masase merupakan salah satu tindakan mandiri yang harus dikuasai oleh perawat untuk mengkatkan rasa nyaman kepada kliennya. Berdasarkan hasil penelitian di RS Dr M Jamil Padang oleh Ismaiwetri dkk tahun 2010 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara stress psikologis dan suasana lingkungan dengan gangguan tidur pasien rawat inap di rumah salit tersebut. Kondisi stress psikologis dan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi seseorang untuk jatuh tidur atau mempertahankan kualitas tidur. Penelitian ini dilakukan di RSUD R Syamsudin SH ruang penyakit dalam kelas II dan kelas III karena di ruangan tersebut pasien sama-sama berada dalam satu ruangan beserta pasien yang lain dengan gangguan penyakit dalam yang memungkinkan untuk dilakukan intervensi masase backrub sehingga responden mendapat perlakuan yang sama. Berdasarkan data rekam medis periode februari 2012 terdapat 10 besar penyakit terbanyak di ruang penyakit dalam di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi. Pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi pada 21 Maret 2012, di dapatkan hasil bahwa 13 dari 15 pasien mengalami gangguan tidur (seperti sulit tidur, sulit mempertahankan kualitas tidur, sering terbangun ketika tidur). Berdasarkan hal diatas, penulis ingin meneliti tentang “pengaruh pemberian masase terhadap kualitas tidur pasien rawat inap penyakit dalam di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi“. Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment atau pre eksperimen, yaitu eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2006). Sedangkan untuk jenis design pre eksperimen yang diambil dalam penelitian ini adalah pretest dan post-test grup. Penelitian ini dilakukan di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi ruang penyakit dalam kelas II dan kelas III. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 5 maret sampai dengan 29 juni 2012. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependent adalah kualitas tidur. Dan yang menjadi variabel independent adalah Masase. Kegiatan diawali dengan mengidentifikasi gangguan tidur pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi yaitu ruang Flamboyan dan ruang Kaca Piring Atas. Melakukan pendekatan kepada pasien tersebut untuk kontrak waktu dan tempat, kemudian melakukan informed consent dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari pertemuan yang telah disepakati dan memberikan surat tanda kesediaan mereka menjadi responden. Peneliti memberikan implementasi masase kepada responden. Sebelum dilakukan masase, peneliti melakukan pretest yaitu dengan memberikan quesioner terhadap kualitas tidur. Posttest didapatkan setelah pasien terbangun dari tidur, peneliti kembali memberikan questioner kegiatan tersebut dilakukan 2 (dua) kali sehingga diketahui pengaruh masase terhadap kualitas tidur pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang rawat inap penyakit dalam dan cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan sampling aksidental (Accidental Sampling) yaitu suatu cara pengambilan sampel berdasarkan kebetulan atau siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat dijadikan sampel bila dipandang orang yang ditemui tersebut itu cocok sebagai sumber data (Notoatmodjo, 2005). Peneliti mengambil jumlah sampel menurut Dempsey A.D dan Dempsey, (2002) sampel quasi eksperimentminimal 15 cukup representatife, sehingga dalam penelitian ini peneliti menambahkan 5 orang menjadi 20 orang sampel Metode analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan skala ordinalmenggunakan pengukuran melalui uji Wilcoxon Matched Pairs. A. Hasil Dan Pembahasan a. Analisis Univariat Karakteristik Responden 1) Usia Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui usia responden dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Usia Frekuensi Persentase (%) 15 – 19 Tahun 1 5 20 – 40 Tahun 10 50 41 – 59 Tahun 9 45 Jumlah 20 100 Berdasarkan data pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa usia responden hampir sebagian berusia antara 20-40 tahun sebanyak 10 orang (50 %) dan sebagian kecil responden berusia 15-19 tahun sebanyak 1 orang (5 %). 2) Jenis Kelamin Hasil penelitian diketahui jenis kelamin responden dalam penelitian ini selengkapnya bisa dilihat pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Pasien di ruang penyakit dalam Jenis Kelamin Fre kuensi % Laki-Laki 11 55 Wanita 9 45 Jumlah 20 100 Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian responden pasien di ruang penyakit dalam adalah laki-laki sebesar 11 orang (55 %) dan hampir sebagian respondennya adalah wanita sebesar 9 orang (45 %). 3) Diagnosa Medis Hasil penelitian diketahui Diagnosa Medis responden dalam penelitian ini selengkapnya bisa dilihat pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Diagnosa Medis Responden di ruang penyakit dalam Diagnosa Medis Frekuensi % Hepatitis 1 5 Thypoid 6 30 Gastritis 5 25 Gastroenteritis 3 15 Dibetes Melitus 2 10 Colic Abdomen 1 5 DM+KP 1 5 Thypoid + TB 1 5 JUMLAH 20 100 Berdasarkan data pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden pasien di ruang penyakit dalam paling banyak adalah dengan Thypoid yaitu sebanyak 6 orang (30 %), dan paling sedikit Hepatitis, Colic Abdomen, DM+KP , Thypoid+TB masing-masing 1 orang (5 %). 4) Pengalaman dirawat Hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui pengalaman pembedahan responden pasien di ruang rawat inap penyakit dalam dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengalaman dirawat Responden di Ruang Penyakit Dalam Pengalaman di Rawat Pernah dirawat Tidak Pernah dirawat Jumlah Frekuensi 12 8 20 % 60 40 100 Tabel 4.5 Distribusi Kualitas Tidur Pasien Sebelum dan Sesudah dilakukan Masase Variabel Kualitas Tidur Sebelum dilakukan masase Setelah dilakukan masase Baik Fre % kuensi Cukup Fre % kuensi Kurang Fre % kuensi 3 15 6 30 11 55 5 25 8 40 7 35 Berdasarkan data pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden pernah menjalani rawat inap di rumah sakit yaitu sebesar 12 orang (60 %), sedangkan sebagian kecil responden baru menjalani perawatan sebanyak 8 orang (30 %). 2. Analisis Statistik Univariat Variabel Kualitas Tidur a. Kualitas Tidur Sebelum dan Sesudah diberikan Masase Hasil penelitian diketahui kualitas tidur responden sebelum dan sesudah diberikan masase dalam penelitian ini bisa dilihat pada tabel 4.5. Hasil analisis didapatkan berdasarkan Tabel 4.5 variabel kualitas tidur sebelum dilakukan masase adalah tidur kurang dengan frekuensi 11 orang (55%) dan paling sedikit dengan kualitas tidur baik yaitu 3 orang (15%). Setelah dilakukan masase sebelum tidur kepada responden maka terjadi kenaikan kualitas tidur yaitu paling banyak dengan kualitas tidur cukup sebanyak 8 orang (40%) dan paling sedikit dengan kualitas tidur baik sebanyak 5 orang (25%). 3. Analisis Statistik Bivariat Hasil perhitungan uji Wilcoxon Matched Pairs dengan menggunakan SPSS dapat dilihat di lampiran. Pengambilan keputusan jika p-value > 0.05, maka H0 gagal ditolak dan jika p-value < 0.05, maka H0 di tolak. Keputusan terlihat bahwa pada kolom asymp. Sig. (2tailed)/asymptotic significance untuk uji dua sisi adalah 0.001. Di sini terdapat p-value di bawah 0.05 (0.001 < 0.05). Maka H0ditolak atau Ada Pengaruh masase terhadap kualitas tidur pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi. B. Pembahasan 1. Kualitas Tidur Responden Sebelum dan Sesudah diberikan Masase di Ruang Penyakit Dalam RSUD R. Syamsudin, S.H. Kota Sukabumi Sebelum dilakukan masase peneliti menghitung rata-rata, nilai tengah dan kategori kualitas tidur yang paling banyak muncul pada responden. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16 hasil hitung untuk rata-rata adalah 11.05, hasil hitung untuk nilai tengah adalah 12.50 dan hasil hitung untuk kualitas tidur yang paling banyak keluar adalah 14.00. rata-rata responden dengan kualitas tidur cukup, sebagian responden dengan kualitas tidur kurang dan sebagian lagi dengan kualitas tidur cukup dan baik, paling banyak responden dengan kualitas tidur kurang. Berdasarkan karakteristik responden pasien peneliti menemukan bahwa yang mengalami kualitas tidur kurang yaitu usia 41-59 tahun. Hal ini sesuai dengan teori bahwa selama masa dewasa total waktu yang digunakan untuk mulai tidur malam hari mulai menurun dan pada usia ini mulai terjadi penurunan kualitas tidur (Potter&Pery, 2005). Peneliti juga menemukan kualitas tidur kurang sering dialami oleh pasien yang mengalami gastritis karena pada saat tidur sekresi asam lambung meningkat (Neil dalam Potter&Pery, 2005). Sehingga pasien sering terbangun dimalam hari dan kualitas tidurnya menjadi berkurang. Seseorang yang menderita penyakit tertentu dan dirawat di rumah sakit mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Rasa sakit yang dialami, kesulitan memperoleh posisi yang nyaman, penggunaan obat-obatan, serta perubahan lingkungan fisik adalah beberapa faktor yang mengganggu terpenuhinya istirahat-tidur klien (Hardinge & Shryock,2003). Berdasarkan teori diatas dan dikaitkan dengan hasil penelitian menunjukan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit dengan kondisi sakit yang dialaminya dapat mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat-tidur. Gangguan ini dapat berupa kesulitan memulai tidur, gangguan dalam mempertahankan diri untuk tetap tertidur serta gangguan dalam jumlah dan kualitas tidur. Hal ini terjadi sebagai akibat perubahan status kesehatan, kondisi sakit yang dialami serta perubahan lingkungan. Dari 10 responden yang kualitas tidurnya kurang, 6 diantaranya adalah perempuan. Meskipun secara teori kebutuhan tidur tidak ditentukan oleh jenis kelamin, akan tetapi perempuan lebih sering mengalami kecemasan daripada laki-laki karena perempuan lebih memiliki sifat emosional yang tinggi disbanding laki-laki. (Varcoralis, 2006). Kualitas tidur dipengaruhi juga oleh keadaan cemas seseorang. Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. Stress emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengganggu tidur (Potter, 2005). Hasil penelitian menunjukkan kualitas tidur kurang tidak dipengaruhi oleh pernah atau tidak menjalani perawatan, meskipun pertama kali dirawat dapat menimbulkan stress berhubungan dengan proses adaptasi lingkungan. Setelah dilakukan masase kualitas tidur responden pasien rawat inap di ruang penyakit dalam, dihitung dengan menggunakan SPSS 16 hasil hitung untuk rata-rata adalah 9,15 hasil hitung untuk nilai tengah adalah 9,0 dan hasil hitung untuk kualitas tidur yang paling sering keluar adalah 4,0. rata-rata responden dengan kualitas tidur cukup, sebagian responden dengan kualitas tidur cukup, paling banyak responden dengan kualitas tidur baik. Partisipasi pasien memerlukan proses adaptasi untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis selama menjalani perawatan. Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-sumber di lingkungan dia berada dan perawat merupakan sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai keseimbangan dalam menghadapi lingkungan dan pengalaman yang baru, dan hal ini dapat mengganggu kondisi klien yang menyebabkan klien mengalami gangguan tidur. Hasil penelitian menunjukkan dari 20 responden yang telah dilakukan masase, 9 diantaranya kualitas tidur masih kurang meskipun tanda dan gejala gangguan tidur mulai berkurang. Misalnya tidak ada rasa pusing setelah bangun dari tidur, dan rasa ngantuk meski telah bangun dari tidur tidak ada. Akan tetapi setelah dilakukan masase rata-rata pasien mengalami peningkatan dalam kualitas tidur. 2. Pengaruh Masase Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Pasien Hasil penghitungan dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan rata-rata kualitas tidur pasien sebelum dilakukan masase adalah kurang, setelah dilakukan masase kualitas tidur pasien adalah cukup. Masase punggung sederhana selama 3 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi klien serta memiliki efek positif pada parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan frekuensi pernafasan (Kozier, 2002). Masase punggung ini tidak dilakukan pada pasien yang mengalami luka terbuka atau bekas insisi operasi bagian anterior, misalnya abdomen. Sehingga peneliti tidak melakukan penelitian diruang perawatan bedah. Masase dapat menimbulkan efek relaksasi, ketika dalam keadaan rileks dapat mengakibatkan terjadinya mekanisme pengaturan penekanan reticular activating system (RAS) yang merupakan pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan mengaktifkan bulbar synchronizing regional (BSR) yang dilepaskan oleh serum serotonin sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah sehingga dapat menyebabkan seseorang tertidur (potter, 2005 dalam Aziz Alimul, 2008). Hasil penelitian menunjukkan dari 20 pasien yang dilakukan masase, hanya 5 pasien yang mengalami perubahan secara kategori kualitas, sisanya kualitas tidur pasien masih dalam kategori yang sama. Dari semua pasien yang mengalami kualitas tidur secara kategori paling banyak pernah menjalani perawatan rumah sakit, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 41-59 tahun. Responden yang sebelumnya pernah menjalani rawat inap, tidak mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan perawatan sehingga tidak terlalu mengganggu kualitas tidurnya. Meskipun secara teori kebutuhan tidur tidak ditentukan oleh jenis kelamin, akan tetapi perempuan lebih sering mengalami kecemasan daripada laki-laki karena perempuan lebih memiliki sifat emosional yang tinggi dibanding laki-laki. (Varcoralis, 2006). Sehingga perubahan kualitas tidur secara kategori lebih berefek pada responden yang berjenis kelamin laki-laki. Meskipun secara teori masase dapat menimbulkan efek relaksasi, dan efek relaksasi tersebut dapat menyebabkan seseorang tertidur, namun hasil penelitian menunjukkan tidak semua responden langsung tertidur setelah dilakukan masase, hanya responden terlihat tampak nyaman setelah dilakukan tindakan masase punggung. Sebelum dilakukan masase 17 responden menjawab ya pada pertanyaan no 2 artinya responden sering terbangun di malam hari dan setelah dilakukan masase hanya 8 responden yang sering terbangun dimalam hari. Berdasarkan analisa Bivariat hasil perhitungan menggunakan SPSS didapatkan p = 0.001 dimana probabilitas di bawah 0.05 (0.001 < 0.05). Maka H0 ditolak, atau Masase mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kualitas tidur pasien. C. Kesimpulan dan saran Gambaran kualitas tidur responden sebelum dilakukan masase adalah kualitas tidur kurang,dan setelah dilakukan masase adalah kualitas tidur cukup. Hasil penelitian menunjukkan erdapat pengaruh masase yang bermaknaterhadap peningkatan kualitas tidur pasien di ruang rawat inap penyakit dalam RSUD R.Syamsudin, S.H. Kota Sukabumi. D. Saran Bagi tempat penelitian ,mengingat masase pada pasien dengan gangguan tidur telah terbukti dapat meningkatkan kualitas tidur pasien di ruang rawat inap, maka perawat diharapkan melaksanakan masase sebagai bentuk pelayanan terbaik kepada pasien. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan , diharapkan dapat mengembangkan penelitian selanjutnya khususnya mengenai fisiologis tidur dan gangguannya karena tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA Alimul Aziz. Kebutuhan Dasar manusia aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 2009 Arikunto Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. 2010 Dempsey A.D, Dempsey P.A. Riset Keperawatan. Jakarta : EGC. 2002 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1996 Hall, Guyton. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1997 Hidayat, A. Metode Penelitian Kebidanandan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika, 2010 Kozier, dkk. Buku Ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik. Jakarta: EGC. 2010 Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010 , S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Medika, 2002 Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Peneltian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009 Perry, Potter. Fundamental Keperawatan konsep, proses dan praktik. Jakarta : EGC. 2005 Ratna Aryani. Prosedur klinik keperawatan pada mata ajar kebutuhan dasar manusia. Jakarta. EGC. 2009 Sudjana. Metoda Statistika edisi 6. Bandung: PT Tarsito, 2005 Sugiyono. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta,2005 Wartonah, Tarwoto. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 2006 http://aipni.blogspot.com. Feraliza. teori-kompetensidiakses pada tanggal 10 april 2012 http://dikeskotabima.wordpress.com. Haris & Muhtar 2010. Tehnik relaksas progresi terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur klien. diakses tanggal 15 maretl 2012 http://id.shvoong.com, Akaris. 2011. pengertian pijat atau massage, di akses pada tanggal 3 april 2012 http://pijatkeluargafitto.wordpress.com. Fitto. 2011.manfaat dan keuntungan pijat berdasarkan penelitian modern. di akses pada tanggal 2 april 2012 http://sidomi.com. Ilham Choirul. 2011. Jenis-jenis pijat dan teknik massage. diakses pada tanggal 22 maret 2012 http://www.psikunand.com, Ismaiwetri. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Istirahat dan Tidur Pada Pasien yang Mengalami Hospitalisasidi akses pada tanggal 2 april 2012 http://www.scribd.com, Mustafa Ibrahim. 2011. skripsi keperawatan, diakses tanggal 14 maret 2012