BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan
moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.
Perencanaan dalam sebuah sistem moneter akan diimplementasikan pada arah-arah
yang tepat, sesuai dengan tujuan sebuah kebijakan moneter. Transmisi kebijakan
moneter merupakan suatu permasalahan yang kompleks, karena banyak faktor yang
terlibat dan saling berpengaruh terhadap tujuan akhir sebuah kebijakan moneter
(Kuttner, 2002).
Kebutuhan lahirnya mekanisme transmisi kebijakan moneter baru, seperti
dikemukakan oleh Boediono (1998: 1-3), perlu dikaji dengan seksama. Mekanisme
transmisi kebijakan moneter adalah transmisi yang dilalui oleh sebuah kebijakan
moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama pendapatan nasional.
Saat ini telah muncul anggapan bahwa mekanisme transmisi lama tidak dapat lagi
mengendalikan secara pasti perkembangan kondisi agregat moneter. Mekanisme
transmisi lama menyatakan bahwa Bank Indonesia dapat mengendalikan uang
primer (M0), dan dengan asumsi multiplier uang (money multiplier) tetap, BI akan
dapat mengendalikan uang beredar (M1) dan (M2). Hal tersebut membuat Bank
Indonesia dapat mempengaruhi PDB nominal atau permintaan agregat.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter lama adalah pendekatan monetaris
yang cenderung pada jalur kuantitas (quantity channel). Pendekatan jalur kuantitas
yang terpenting terdiri atas jalur monetaris dan jalur kredit. Jalur monetaris sering
1 disebut juga sebagai jalur langsung, menganggap bahwa kenaikan jumlah uang
beredar akan langsung menaikkan pengeluaran masyarakat (spending), sehingga
akan meningkatkan pendapatan. Selain jalur langsung, pada pendekatan kuantitas
terdapat juga jalur kredit (credit channel) kadang disebut sebagai pendekatan baru
mekanisme transmisi (new monetary transmission mechanism). Pendekatan kredit
ini beranggapan bahwa meningkatnya jumlah uang beredar sebagai akibat adanya
ekspansi moneter akan meningkatkan kredit, lalu meningkatkan investasi dan
pendapatan. Jalur kredit (credit channel) terdiri atas jalur neraca bank (balance sheet
channel) dan jalur pinjaman bank (bank lending channel) (Hakim, 2004: 2).
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter merupakan bagian
integral dari kebijakan ekonomi makro yang pada umumnya dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian suatu negara, serta
faktor-faktor fundamental ekonomi lainnya. Dalam pelaksanaannya, strategi
kebijakan moneter dilakukan berbeda-beda dari suatu negara dengan negara lain,
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme yang diyakini berlaku pada
perekonomian yang bersangkutan (Warjiyo dan Solikin, 2004).
Kebijakan moneter dilakukan atas dasar pemenuhan tujuan nasional, seperti
pemenuhan
lapangan
pekerjaan
(rendahnya
tingkat
pengangguran),
full-
employement output (tingginya tingkat pertumbuhan output), stabilnya tingkat harga
(rendahnya tingkat inflasi), stabilnya nilai tukar (terciptanya posisi neraca
perdagangan yang diinginkan) dan sebagainya. Bank sentral tidak dapat memperoleh
2 semua tujuan tersebut secara langsung melalui instrumen kebijakan moneter,
meskipun variabel-variabel dapat beroperasi secara langsung. Instrumen yang
digunakan oleh bank sentral adalah operasi pasar terbuka dan mengatur tingkat
diskon atau bunga bank yang difungsikan kepada bank umum atau lembaga
keuangan lainnya (Handa, 2009: 306).
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan
nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI
Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi
dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat
kompleks dan memerlukan waktu atau time lag.
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi
tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter Indonesia.
Gambar 1.1 menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan
instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel
ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi.
Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan
sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui
berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga
aset, dan jalur ekspektasi.
3 Gambar 1.1. Skema Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
Suku Bunga Deposito
dan Kredit
Kredit yang
Disalurkan
BI
Rate
Konsumsi
Investasi
Produk
Domestik Bruto
Harga Aset
(Saham,Obligasi)
Nilai Tukar
Ekspektasi
Inflasi
Ekspor
Inflasi
Sumber : Warjiyo, 2004
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang
mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang
ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi.
Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan
akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku
bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan
investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga
aktifitas perekonomian semakin bergairah.
Sebaliknya, apabila tekanan inflasi
mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI
4 Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga
mengurangi tekanan inflasi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time
lag). Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar
biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai
tukar bekerja sangat cepat. Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat
berpengaruh pada kecepatan transmisi kebijakan moneter. Apabila perbankan
melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan terhadap penurunan
suku bunga BI rate biasanya sangat lambat.
Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan belum tentu
direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila kondisi
perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan,
dan kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya
proses transmisi kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2008).
Gambar 1.2. Perkembangan Kredit dan PDB Riil di Indonesia Tahun 2000:1-2012:4
3000000
Miliar Rupiah
2500000
2000000
Kredit
1500000
PDB riil
1000000
500000
Q4/2012
Q1/2012
Q2/2011
Q3/2010
Q4/2009
Q1/2009
Q2/2008
Q3/2007
Q4/2006
Q1/2006
Q2/2005
Q3/2004
Q4/2003
Q1/2003
Q2/2002
Q3/2001
Q4/2000
Q1/2000
0
Kuartal
Sumber : CEIC Macroeconomics Dashboard, 2013
5 Gambar 1.2 menunjukkan perkembangan jumlah kredit serta PDB riil
sebagai perbandingan dengan kondisi makro ekonomi di Indonesia pada tahun
2000:1-2012:4. Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di Indonesia terus
mengalami peningkatan jumlah dari tahun 2000:1 hingga 2012:4, dimana pada tahun
2000 dikenal sebagai awal periode pemulihan ekonomi pasca krisis moneter pada
tahun 1998 (Kuncoro, 2012). Selama dua belas tahun perkembangan kredit di
Indonesia mengalami trend yang meningkat, sekitar dua ratus triliyun rupiah pada
tahun 2000:1 dan meningkat tinggi mencapai titik dua ribu enam ratus triliyun
rupiah di tahun 2012:4. Peningkatan pesat permintaan akan kredit merupakan
pengaruh kebutuhan masyarakat untuk investasi dan konsumsi sehingga memajukan
perekonomian.
Perkembangan positif jumlah kredit diikuti dengan perkembangan positif
PDB riil dalam periode 2000-2012. Peningkatan angka PDB riil menunjukkan telah
terjadi pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh berbagai kondisi makro
Indonesia. Salah satu indikator pendorong bagi kondisi perekonomian adalah
tersedianya modal atau pendanaan untuk memulai kegiatan usaha. Gambar 1.2
menunjukkan adanya ketersediaan modal dalam bentuk kredit yang terus meningkat
hingga tahun 2012. Oleh karena itu, peningkatan permintaan kredit mencerminkan
adanya peningkatan jumlah kegiatan usaha, sehingga mengurangi angka
pengangguran.
Dalam upaya mencari paradigma baru mekanisme transmisi kebijakan
moneter di Indonesia, beberapa peneliti telah melakukan riset untuk menemukan
jalur-jalur alternatif. Studi mengenai peranan tingkat suku bunga pada mekanisme
6 transmisi kebijakan moneter di Indonesia, telah dilakukan oleh Warjiyo dan Zulverdi
(1998: 25-28) untuk kurun waktu 1989-1997. Studi ini meyimpulkan bahwa jalur
tingkat bunga cukup berperan dalam mekanisme kebijakan moneter di Indonesia.
Hasil utama dari studi ini adalah merekomendasikan agar suku bunga Pasar Uang
Surat Berharga (PUAB) digunakan sebagai instrumen utama Bank Indonesia. Dalam
studi lainnya oleh Agung (1998: 273-294) menunjukkan peranan suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai instrumen yang handal. Studi ini
menyimpulkan bahwa kebijakan moneter tidak terlalu mempengaruhi penyaluran
kredit di bank-bank pemerintah, tetapi bekerja dengan baik melalui penyaluran
kredit di bank-bank swasta yang ukurannya lebih kecil.
Yeniwati dan Riani (2010: 110-111) melakukan studi mengenai jalur kredit
perbankan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia periode
2001-2008. Studi ini menyimpulkan bahwa suku bunga Bank Indonesia dapat
mempengaruhi perekonomian riil melalui mekanisme perubahan kredit perbankan,
terjadinya keberhasilan kebijakan suku bunga Bank Indonesia sebagai tingkat bunga
acuan bagi pelaku usaha ekonomi riil dalam menentukan keputusan investasi.
Sedangkan suku bunga PUAB, menunjukkan tidak adanya permanent effect dari
kebijakan moneter terhadap perekonomian riil yang di transmisikan melalui jalur
kredit perbankan. Tingkat suku bunga PUAB lebih berperan sebagai stabilisator
perekonomian bagi penerapan kebijakan anti siklikal, namun pengaruh PUAB rate
terhadap perekonomiaan riil baru akan berakhir untuk masa waktu yang relafit
cukup panjang.
7 Menurunnya penyaluran kredit semasa krisis dan lambatnya pertumbuhan
penyaluran kredit pasca krisis sering disebut sebagai salah satu faktor yang
menyebabkan proses pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan negara lain yang juga mengalami krisis seperti Korea Selatan
dan Thailand. Penurunan kredit akibat perbankan tidak ingin menyalurkan kredit
(credit crunch) juga menghambat proses pemulihan ekonomi mengingat sumber
pembiayaan dunia usaha sangat tergantung pada kredit perbankan (Agung et al,
2001). Oleh karena itu, dibutuhkan langkah yang tepat bagi pemerintah dalam
membuat kebijakan yang akan memberikan pengaruh pada kredit.
1.2.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan di Indonesia terus
mengalami peningkatan pada periode 2000 kuartal pertama hingga 2012 kuartal
keempat. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan pinjaman
yang dilakukan oleh sektor privat untuk kegiatan ekonomi, seperti investasi atau
konsumsi. Namun jika kita cermati lebih dalam, terjadi kelambatan pertumbuhan
kredit perbankan pada awal periode pemulihan pasca krisis ekonomi. Periode
pemulihan pasca krisis ekonomi adalah tahun 2000 hingga 2004 (Kuncoro, 2012).
Pertumbuhan jumlah kredit perbankan pada awal periode pemulihan setelah
krisis masih berjalan dengan lambat. Jika kita membandingkan, perubahan jumlah
penyaluran kredit pada saat awal periode pemulihan ekonomi pasca krisis dengan
perubahan jumlah kredit pada periode setelahnya memiliki perbedaan yang dapat
dijadikan persoalan. Rata-rata pertumbuhan kredit perbankan pada periode 2000-
8 2012 adalah 17,34% yang menjadi batas gambaran angka pertumbuhan kredit.
Periode 2000-2004, pertumbuhan kredit perbankan hanya mencapai 15,97% yang
berada dibawah rata-rata periode terpilih. Hal ini menunjukkan adanya kelambatan
penyaluran kredit di Indonesia pasca krisis.
Perubahan instrumen kebijakan moneter suku bunga dan nilai tukar juga
terjadi pada periode 2000-2001. Suku bunga SBI meningkat sebesar 3,7% dan suku
bunga PUAB meningkat sebesar 1,2%, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS pada tahun 2000 kuartal keempat sebesar Rp9.595,00/US$ dan mengalami
depresiasi pada tahun 2001 kuartal keempat sebesar Rp10.400,00/US$. Instrumeninstrumen tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat penyaluran
kredit.
Lambatnya kredit perbankan ini juga terjadi akibat faktor-faktor penawaran
ataupun permintaan kredit. Dari sisi penawaran, fenomena ini bermula dari
permasalahan likuiditas perbankan yang disebabkan oleh terjadinya bank run dan
meningkatnya kewajiban luar negeri. Pada saat yang sama ketika suku bunga dan
nilai tukar meningkat (periode 2000-2001), perusahaan-perusahaan di Indonesia
yang sebelum krisis telah memiliki leverage yang sangat tinggi akan menambah
persoalan bagi perbankan berupa meningkatnya non-performing loans (NPLs).
Sementara itu, tingginya suku bunga menyebabkan negative interest margin pada
perbankan sehingga memunculkan financial distress yang membuat kebutuhan
pendanaan dunia usaha semakin terbatas.
Credit crunch adalah penurunan kredit akibat perbankan tidak mau
menyalurkan kredit karena muncul persepsi tingginya resiko kredit (credit risk) di
9 dunia usaha sehingga perbankan memiliki perilaku risk averse. Hal tersebut menjadi
salah satu faktor melambatnya penyaluran kredit pasca krisis. Dari sisi permintaan,
terjadi akibat rendahnya prospek investasi dan belum pulihnya kondisi keuangan
perusahaan non-keuangan, yang tercermin antara lain masih tingginya rasio hutang
terhadap modal yang dimiliki.
Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kredit, terdapat
beberapa faktor yang dipilih penulis agar mendapatkan hasil analisis peranan kredit
dalam transmisi kebijakan moneter. Instrumen kebijakan suku bunga dan nilai tukar
merupakan indikator yang dapat menjawab permasalahan diatas, terutama suku
bunga. Beberapa penelitian yang sebelumnya menghasilkan beberapa kesimpulan,
bahwa suku bunga PUAB yang seharusnya dijadikan instrumen andalan kebijakan
moneter karena lebih mempengaruhi perubahan kredit dibandingkan dengan suku
bunga SBI. Sebaliknya studi lain juga menemukan bahwa suku bunga SBI yang
seharusnya dijadikan instrumen utama kebijakan moneter.
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis bagaimana peranan jalur
kredit dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia, dengan digambarkan oleh
jumlah kredit yang disalurkan perbankan. Dengan mengacu pada beberapa
penelitian sebelumnya, penulis akan melihat bagaimana perubahan dari suku bunga
dan nilai tukar mempengaruhi kredit di Indonesia. Dimana seperti sebelumnya yang
telah dijelaskan, terjadi kelambatan dalam penyaluran kredit perbankan dikarenakan
faktor suku bunga dan nilai tukar.
Penelitian ini akan lebih fokus menganalisis kredit melalui suku bunga yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai instrumen kebijakan moneter, yaitu suku
10 bunga SBI dan suku bunga PUAB. Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab
permasalahan kredit di Indonesia, terutama menghasilkan suatu pandangan sendiri
mengenai suku bunga yang dapat dijadikan instrumen andalan terhadap kredit dalam
transmisi kebijakan moneter.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
Bedasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan yang coba dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah kontribusi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kredit
dapat menjelaskan kinerja kredit di Indonesia?
2. Bagaimanakah respon dari kredit terhadap guncangan suku bunga SBI, suku
bunga PUAB, pertumbuhan ekonomi, tingkat harga konsumen dan nilai
tukar rupiah?
3. Bagaimanakah perbandingan peran tingkat suku bunga SBI dan suku bunga
PUAB sebagai instrumen dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di
Indonesia?
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis peranan jalur kredit
dalam mekanisme kebijakan moneter di Indonesia pada periode 2000:1-2012:4.
Penelitian yang dilakukan sepanjang periode penelitian akan berujung pada suatu
kesimpulan tertentu sebagai implementasi dari hasil analisis. Oleh karena itu, skripsi
ini memiliki tiga tujuan:
11 1. Mengidentifikasi kontribusi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kredit
sehingga dapat menjelaskan kinerja kredit di Indonesia.
2. Menganalisis respon dari kredit terhadap guncangan suku bunga SBI, suku
bunga PUAB, pertumbuhan ekonomi, tingkat harga konsumen dan nilai
tukar rupiah.
3. Menganalisis perbandingan peranan tingkat suku bunga SBI dan suku bunga
PUAB terhadap kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui peran tingkat suku bunga dan
menemukan arah kebijakan moneter yang tepat di Indonesia.
1.5.
Batasan Penelitian
Penelitian mengenai analisis jalur kredit dalam mekanisme kebijakan
moneter telah banyak dilakukan oleh peneliti lain, dalam penelitian ini, peneliti
mengambil sampel data terkait di negara Indonesia, sebanyak 52 data sebagai data
kuartalan, terhitung sejak tahun 2000 kuartal pertama hingga tahun 2012 kuartal
keempat. Objek penelitian mengacu kepada jurnal acuan dari Kassim S. dan Majid
(2008: 301-319), dengan melakukan penelitian atas peranan kredit dalam
mekanisme kebijakan moneter di Malaysia.
Objek penelitian ini yaitu, kredit perbankan yang menggambarkan aliran
kredit dan dipengaruhi oleh beberapa indikator makro ekonomi, seperti Produk
Domestik Bruto (PDB) yang menggambarkan output, Indeks Harga Konsumen
(IHK) yang menggambarkan tingkat harga, exchange rate (ER) serta suku bunga
12 sertifikat Bank Indonesia dan suku bunga pasar uang antar bank untuk
menggambarkan indikator kebijakan moneter.
1.6.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber akademis untuk masa datang
khususnya dalam bidang moneter yang melingkupi aspek sebagai berikut:
1.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan sehubungan dengan sektor moneter khususnya melalui
jalur kredit.
2.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi
lembaga keuangan di Indonesia dalam menentukan kebijakan kredit.
3.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai perbandingan bagi penelitianpenelitian sejenis, khususnya yang terkait dengan transmisi kebijakan
moneter.
1.7.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis regresi Vector Autoregression (VAR),
digunakan sebagai peramalan keterkaitan data time series dan untuk menganalisis
pengaruh dinamik kredit terhadap variabel-variabel terkait dalam model bagi
perekonomian.
13 1.8.
Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari empat bab, yaitu, pendahuluan, tinjauan pustaka,
analisis data dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran.
Bab I adalah pendahuluan yang
berisi uraian mengenai latar belakang,
rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II adalah tinjauan pustaka yang berisi mengenai pembahasan mengenai
teori ekonomika moneter terkait mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui
jalur kredit, studi literature peneliti terdahulu, faktor-faktor yang memengaruhi
kredit, perkembangan metode analisis jalur kredit di Indonesia, dan membahas
mengenai langkah dan alat analisis yang digunakan untuk melakukan studi empiris
yang didasarkan oleh data aktual serta metode analisis yang sesuai.
Bab III pembahasan dan hasil penelitian, bagian ini membahas hasil analisis
penelitian berupa prosedur pelaksanaan penelitian dan pembahasan mengenai hasil
yang diperoleh dari olah data penelitian.
Bab IV kesimpulan dan saran, bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian
yang berisi penjelasan hasil analisis penelitian, saran untuk penelitian lebih lanjut di
masa yang akan datang dan pengambil kebijakan, serta keterbatasan penelitian ini.
14 
Download