BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

advertisement
BAB 9
PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM
Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan
upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa
Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan iklim demokrasi yang
memihak kepada rakyat. Salah satu strategi yang dilakukan sejak tiga
tahun lebih pelaksanaan RPJM 2004-2009 (RPJM), adalah dengan
pembenahan sistem dan politik hukum. Sistem dan politik hukum
merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk
mempercepat perwujudan Indonesia yang adil dan demokratis.
Begitu pentingnya politik hukum sebagai sarana dan langkah
yang digunakan oleh Pemerintah untuk menciptakan sistem hukum
nasional dalam mewujudkan agenda Indonesia yang adil dan
demokratis, Pelaksanaan tahun keempat RPJM difokuskan pada
upaya meminimalisasi inkonsistensi pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, meningkatkan kualitas peran lembaga penegak
hukum dan lembaga pengadilan terkait dengan tugas dan fungsinya,
serta meningkatkan kualitas masyarakat melalui berbagai
pemberdayaan hak-haknya sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
Negara Indonesia yang masih memerlukan waktu panjang
untuk mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya,
penentuan fokus dan prioritas program merupakan langkah yang
sangat penting. Terkait dengan fokus yang telah ditetapkan, beberapa
kemajuan telah dicapai, tetapi juga tidak lepas dari berbagai
kelemahan dan kendala yang masih dihadapi untuk kemudian
menjadi dasar pelaksanaan pembangunan hukum ke depan yang
diharapkan lebih baik.
I.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan pokok yang terkait dengan inkonsistensi
peraturan perundang-undangan, terutama adalah masih terjadinya
tumpang tindih dan pertentangan antara peraturan perundangundangan di tingkat pusat dan daerah. Sebagai contoh, Departemen
Keuangan hampir tiap hari membatalkan sekitar 5 hingga 10 usulan
peraturan daerah (perda) tentang usulan pajak dan retribusi daerah
yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Pertimbangan pembatalan
perda tersebut, antara lain, karena dinilai melanggar ketentuan
umum, peraturan daerah yang semula dibuat untuk kepentingan
daerah. Namun dalam pelaksanaannya, seringkali
bersifat
diskriminatif dan tidak berperspektif gender, tidak ramah investasi,
tidak ramah lingkungan, serta tidak berperspektif hak asasi manusia.
Hal itu mengakibatkan terjadi ketidakseimbangan antara hak dan
kewajiban dari subjek yang diatur sehingga belum dapat memberikan
upaya perlindungan serta menjamin hak-hak setiap warga negara
untuk setara dan adil di hadapan hukum. Data yang diperoleh dari
Departemen Keuangan sampai Desember 2006 terdapat 9.617 perda
yang terkait dengan perizinan, pajak dan retribusi di daerah. Jumlah
tersebut telah direkomendasikan kepada Departemen Dalam Negeri
agar membatalkan 895 Perda yang terkait dengan pajak dan retribusi
di daerah. Data yang diperoleh dari Departemen Dalam Negeri
menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai tahun 2007 perda yang
dibatalkan baru berjumlah 761. Perda yang dianggap bermasalah itu
menimbulkan ekonomi biaya tinggi di daerah juga membebani
masyarakat dan lingkungan.
Terkait dengan hubungan antarkelembagaan dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat Pusat dan daerah,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 UU Nomor 10 Tahun 2004,
Departemen Hukum dan HAM mempunyai fungsi koordinasi dalam
09 - 2
penyusunan program legislasi nasional. Sebagai instansi vertikal,
peran Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
diharapkan dapat menjembatani kesenjangan komunikasi dan
koordinasi dalam pembentukan peraturan daerah, untuk
meminimalisasi terjadinya tumpang tindih dan pertentangan
peraturan di tingkat Pusat dan daerah. Namun, dalam
pelaksanaannya, koordinasi dan komunikasi tersebut belum berjalan
dengan baik karena adanya pendapat bahwa tidak ada landasan
hukum yang memerintahkan pemerintah daerah harus berkoordinasi
dengan kantor wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
dalam proses penyusunan peraturan daerah, selain kepada
Departemen Dalam Negeri sebagai instansi pembina daerah.
Disharmoni peraturan perundang-undangan juga terjadi karena
egoisme sektoral kementerian/lembaga dalam proses perencanaan
dan pembentukan hukum.
Terkait dengan kualitas peran lembaga penegak hukum,
walaupun berbagai langkah perbaikan terus menerus dilakukan,
pelaksanaannya masih mengalami hambatan. Terjadinya kasus
korupsi beberapa bulan ini justru terjadi di lingkungan lembaga
penegak hukum. Hal tersebut akan semakin mengurangi tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum. Faktor
penyebabnya antara lain fungsi pengawasan internal dan eksternal
pada lembaga-lembaga penegak hukum belum secara optimal
memberikan sanksi yang memberikan efek jera.
Adanya putusan Mahkamah Konstitusi terhadap eksistensi
pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang menyatakan Pasal
53 UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK, bertentangan dengan
UUD 1945 memerlukan tindak lanjut melalui pembentukan UU
tersendiri sebagai dasar hukum dibentuknya pengadilan Tipikor.
Walaupun tidak secara signifikan memberikan dampak kepada peran
dan fungsi pengadilan Tipikor yang telah berjalan, namun hal itu
akan memberikan dampak yang besar apabila pembentukan UU tidak
secepatnya dilaksanakan. Di dalam putusan, Mahkamah Konstitusi
mengharapkan pembentukan pengadilan Tipikor dengan undangundang tersendiri sampai dengan akhir tahun 2009.
Dukungan anggaran untuk peningkatan sarana dan prasarana
serta kesejahteraan lembaga penegak hukum dan lembaga pengadilan
09 - 3
masih dilakukan secara bertahap agar masyarakat memperoleh
keadilan secara optimal.
Sebagai bagian dari sistem hukum secara keseluruhan,
masyarakat mempunyai peran yang penting untuk mendukung
bekerjanya sistem hukum itu sendiri, yang didukung oleh politik
hukum yang tinggi dari Pemerintah. Namun, kendala masih dihadapi
sampai dengan pertengahan tahun 2008 ini, terutama masih
minimnya pemberian akses terhadap keadilan dalam arti luas
(pendidikan, kesehatan, politik, budaya, hukum, ekonomi, teknologi,
dan lain-lain) atas partisipasi aktif masyarakat dengan didukung oleh
peraturan dan perundang-undangan.
II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Perbaikan yang dilakukan Pemerintah, baik dalam hal
kebijakan pembenahan sistem dan politik hukum Indonesia maupun
hasil pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan keputusan DPR Nomor 02/DPR RI/II/2007-2008
tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang
Prioritas Tahun 2008 telah ditetapkan:
1.
2.
3.
Rancangan undang-undang prioritas tahun 2008 : 31 buah.
Daftar Rancangan Undang-Undang kumulatif terbuka:
a.
ratifikasi perjanjian internasional
: 4 buah.
b.
akibat putusan mahkamah konstitusi
: 7 buah.
c.
reformasi Agraria
: 9 buah.
Daftar rancangan undang-undang yang diluncurkan: 48 buah.
Pembahasan tahun 2007—2008
Pada Prolegnas Tahun 2005 telah ditetapkan sebanyak 55
RUU, sedangkan pada tahun 2006 telah disepakati 44 RUU yang
menjadi prioritas, termasuk 34 RUU yang merupakan lanjutan
Prolegnas periode sebelumnya, sedangkan pada tahun 2007 telah
disesepakati dalam Prolegnas sebanyak 30 RUU prioritas dan 38
RUU lanjutan.
Pada tahun 2007 peraturan perundang-undangan yang telah
disahkan berjumlah 119 peraturan yang terdiri atas 40 undangundang, 2 peraturan pemerintah pengganti undang-undang, 53
09 - 4
peraturan pemerintah, 11 peraturan presiden, 11 peraturan Bank
Indonesia, dan 2 peraturan BPK, telah disahkan 48 undang-undang
dan dicatat dalam Lembaran Negara. Berdasarkan data dari
Sekretariat Negara Republik Indonesia, daftar undang-undang yang
telah diundangkan tersebut, 18 rancangan peraturan perundangundangan di luar Prolegnas tahun 2007. Pada kurun waktu bulan
Januari sampai dengan Juni 2008, 19 buah rancangan undang-undang
disahkan menjadi undang-undang dan dicatatkan di lembaran negara.
Dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan yang
dilakukan di tingkat Pusat, menurut data dari Departemen Hukum
dan HAM pada tahun 2007, telah dilakukan harmonisasi 25
rancangan undang-undang dari 27 rancangan undang undang yang
diajukan (92,59 %); 92 rancangan peraturan pemerintah dari 107
rancangan peraturan pemerintah yang diajukan (85,98 %); 7 perpres
dari 9 rancangan perpres yang diajukan (77,77 %). Pada tahun 2008
telah diharmonisasi 13 rancangan undang undang, 64 rancangan
peraturan pemerintah dan 6 rancangan peraturan presiden.
Terkait dengan pelaksanaan kebijakan dalam pembentukan
peraturan daerah dan dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan
pengawasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota, telah dilakukan pengkajian evaluasi
terhadap berbagai peraturan daerah. Untuk mendukung program
legislasi daerah (prolegda) selama kurun waktu 2006—2007, telah
dilakukan beberapa kegiatan berupa kajian dan inventarisasi
peraturan daerah. Dari kegiatan tersebut, dihimpun 498 perda dan
telah selesai dilakukan pengkajian, pelaksanaan analisis dan
bimbingan teknis perda.
Ketentuan tentang evaluasi peraturan daerah berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri
(Depdagri) bahwa sampai dengan Desember 2007, dari 8.618 perda
telah dibatalkan 916 perda dengan peraturan Menteri dalam Negeri.
Perda yang direvisi, diubah, atau dicabut sendiri oleh pemda yang
bersangkutan sebanyak 145 perda. Sampai pada saat ini, terdapat
1.107 perda yang masih dalam proses pembatalan. Alasan
pembatalan tersebut pada umumnya berkaitan dengan adanya
ketentuan di dalamnya yang bertentangan dengan peraturan
09 - 5
perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan
kecenderungan untuk menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Sebagai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
membentuk Pengadilan Tipikor sebagai undang-undang tersendiri,
sampai dengan bulan Juli 2008 telah sampai pada proses finalisasi
draf Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) di Tingkat Pemerintah dan dalam waktu dekat
akan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam meningkatkan perumusan kebijakan, khususnya
harmonisasi perundang-undangan menjadi berperspektif HAM,
Departemen Hukum dan HAM telah melakukan kegiatan, antara lain
(a) menyusun konsep “Pedoman Evaluasi dan Harmonisasi Perda”,
bekerja sama dengan Direktorat Peraturan Perundang-Undangan
sehingga produk peraturan daerah di samping dapat
diharmonisasikan dengan produk peraturan perundang-undangan
nasional dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi juga
memuat prinsip dasar perlindungan HAM; dan (b) melakukan Rapat
Koordinasi harmonisasi raperda dan evaluasi perda dengan tujuan
untuk menyamakan persepsi pelaksanaan harmonisasi raperda dan
evaluasi perda dengan sasaran terwujudnya mekanisme kerja
harmonisasi raperda dan evaluasi perda yang bernuansa HAM.
Untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur penegak hukum,
khususnya dalam bidang peradilan (Mahkamah Agung sampai
tingkat peradilan di bawahnya) juga telah dilakukan melalui
peningkatan kesejahteraan yang diterima oleh para aparatur penegak
hukum. Adanya peningkatan kesejahteraan ini diharapkan dapat
meningkatkan efektivitas dan kinerja aparatur penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya.
Keterbukaan informasi yang didukung oleh fasilitas teknologi
informasi dapat meningkatkan akses masyarakat yang membutuhkan
informasi permasalahan mengenai hukum, termasuk peraturan
perundang-undangan. Kebijakan Mahkamah Konstitusi yang
memberlakukan ketentuan bahwa pada hari yang sama putusan
pengadilan dikeluarkan dapat diakses langsung oleh masyarakat luas
merupakan langkah yang tepat untuk lebih meningkatkan
09 - 6
pemberdayaan masyarakat dalam mendapatkan informasi tentang
peraturan perundang-undangan.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Berbagai upaya perbaikan yang dilaksanakan oleh aparat dan
penegak hukum terus dilakukan meskipun belum mampu
menunjukkan kemajuan yang signifikan. Proses menuju perbaikan
memerlukan waktu, dan dukungan dari setiap kementrian/lembaga,
masyarakat, dan berbagai pihak yang terkait.
Dalam hal perbaikan penataan substansi hukum yang masih
tumpang tindih dan tidak konsisten atau bahkan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, perlu
dukungan dalam melakukan perumusan peraturan yang mengarah
serta memperhatikan proses partisipasi dari masyarakat dan
transparansi sehingga dalam pelaksanaan peraturan perundangundangan yang dibentuk tersebut tidak terdapat ketentuan yang
mengarah pada diskriminasi, baik pada golongan subjek tertentu.
Dalam setiap peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk,
juga perlu dilihat dampak dari ditetapkannya peraturan perundangundangan tersebut dalam masyarakat.
Upaya untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi
peraturan perundang-undangan perlu dilakukan secara terus menerus
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan hal ini
perlu ditindaklanjuti dengan serius. Sebagai pengemban fungsi law
center, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan
mampu memberikan masukan sekaligus melakukan harmonisasi
dalam perumusan kebijakan pembentukan hukum serta menjadikan
program legislasi daerah sebagai bagian yang sinkron dengan
program legislasi nasional sehingga kebijakan pembentukan hukum
di daerah tetap berada dalam kerangka kebijakan pembentukan
hukum nasional. Dengan demikian, Program Legislasi Nasional
2004—2009 yang merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat sebanyak 284 rancangan undang-undang
diharapkan dapat diselesaikan sampai dengan akhir tahun 2009.
09 - 7
Dengan dihasilkannya Pedoman Praktis Memahami
Perancangan Peraturan Daerah oleh Departemen Hukum dan HAM,
diharapkan merupakan langkah awal agar perda yang lahir akan
mempunyai nuansa yang berperspektif gender dan HAM serta
ramah investasi maupun ramah lingkungan dan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam bidang pemberantasan korupsi, penyusunan peraturan
perundang-undangan perlu difokuskan kepada penyusunan peraturan
perundang-undangan yang disesuaikan dengan ketentuan Konvensi
UNCAC sebagai dasar hukum pemberantasan korupsi. Penyesuaian
itu , termasuk untuk pencegahan, penegakan hukum, kerja sama
internasional, pengembalian aset hasil korupsi serta mekanisme
pelaporan.
Terkait dengan percepatan pembentukan pengadilan Tipikor,
diharapkan pembahasan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat dapat segera dilaksanakan. Demikian pula untuk
mengantisipasi pembentukan pengadilan Tipikor di tingkat provinsi
dan kabupaten sebagaimana dituangkan dalam draft Rancangan
Undang-Undang Pengadilan Tipikor, perlu ditindaklanjuti dengan
kesiapan perencanaan dan penganggarannya, agar tidak terulang
pengalaman pada waktu pembentukan pengadilan Tipikor dan hakim
Ad-Hoc yang terkendala oleh ketidaksiapan prasarasana dan
sarananya.
Penguatan kelembagaan hukum juga perlu ditingkatkan,
terutama dalam hal independensi dan akuntabilitas kelembagaan
hukum, serta penguatan etika dan profesionalisme aparatur di bidang
hukum, sehingga dapat mendorong berlakunya sistem peradilan yang
transparan. Untuk langkah ke depan, fungsi pengawasan internal
perlu lebih ditingkatkan sebagai benteng pertama dalam menciptakan
kondisi aparatur penegak hukum dalam kementerian/lembaga dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan perundangundangan.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraaan aparatur penegak
hukum terus dilakukan dan disesuaikan dengan kemampuan
keuangan negara, secara bertahap. Diharapkan dengan adanya
peningkatan kesejahteraan yang memadai bagi aparatur penegak
09 - 8
hukum tindakan yang mengarah dan berpotensi koruptif dapat
diminimalisasi.
Budaya taat hukum baik di lingkungan aparatur penegak
hukum, penyelenggara negara maupun masyarakat dilakukan melalui
peningkatan kesadaran akan hak dan kewajiban hukum.
09 - 9
Download