aspek budaya dalam pemberian asi eksklusif di kelurahan bubulak

advertisement
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
OLEH :
RAYUNI FIRANIKA
106104003493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2010 M
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk memenuhu persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
OLEH :
RAYUNI FIRANIKA
106104003493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2010 M
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI
KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
DISUSUN OLEH
RAYUNI FIRANIKA
NIM 106104003493
Jakarta, 18 Desember 2010
Pembimbing I
Pembimbing II
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA
NIP. 132146260
NIP. 197812162009012005
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1432 H / 2010
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
Jakarta, 18 Desember 2010
Penguji I
Hartiah Haroen, Skp, MNg
NIP. 196511271989032001
Penguji II
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat
NIP. 132146260
Penguji III
Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA
NIP. 197812162009012005
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
Jakarta, 18 Desember 2010
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarifhidayatullah Jakarta
Prof. DR (hc). dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp.And
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama
: Rayuni Firanika
NIM
: 106104003493
Mahasiswa Program : Ilmu Keperawatan
Tahun akademik
: 2006
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN
BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sangsi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 18 Desember 2010
Rayuni Firanika
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Rayuni Firanika
Tempat/Tgl Lahir
: Depok, 4 Juni 1988
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Kp. Pitara Rt/Rw 06/013 No. 113. Kel. Pancoran Mas
Kec.Pancoran Mas Depok 16436
Riwayat Pendidikan : 1. SDN Kemiri Muka III Depok
(1994-2000)
2. SMPN 242 Jakarta Selatan
(2000-2003)
3. SMAN 109 Jakarta Selatan
(2003-2006)
4. Program S1 Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (2006-2010)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 18 Desember 2010
Rayuni Firanika, NIM :106104003493
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Bubulak Kota Bogor Tahun 2010
xvii + 92 Halaman+ 5 Tabel + 1 Bagan + 5 Lampiran
ABSTRAK
Ibu menyusui merupakan perilaku budaya dimana tidak terlepas dari
pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang
bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Banyak penelitian yang telah dilakukan
menyatakan budaya sebagai faktor penghambat dalam pemberian ASI eksklusif.
Dilain pihak, budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu
diperlukan suatu penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI
eksklusif dari ibu menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran aspek budaya
dalam pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menggunakan teori “Sunrise Model’s”
dari Leininger untuk melihat aspek budaya dalam pemberian ASI. Penelitian
dilakukan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Informan pada
penelitian ini sebanyak 10 orang dengan rincian 3 orang sebagai informan utama 7
orang sebagai informan pendukung. Informan adalah ibu menyusui yang telah
berhasil dalam memberikan ASI eksklusif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya yang mendukung dalam
pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi
dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan, budaya yang tidak
mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif.
Perilaku ibu yang berhasil dalam pemberian ASI eksklusif dikarenakan dapat
membedakan budaya yang dapat mendukung kesehatan ataupun memperburuk
kesehatan yang tercermin dari pengambilan keputusan untuk memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya meskipun banyak mitos dan pantangan dalam ibu
menyusui.
Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai aspek budaya
dalam pemberian ASI eksklusif pada semua ibu yang tidak berhasil dalam pemberian
ASI eksklusif.
Kata Kunci: ASI eksklusif, budaya, Leininger
Daftar bacaan : 57 Buku (1986-2010)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES
Undergraduated Thesis, November 18 2010
Rayuni Firanika, NIM : 106104003493
Cultural Aspects of Exclusive Breastfeeding in Kelurahan Bubulak,
City of Bogor in 2010
xviii + 92 Pages + 5 Tables + 1 Figures + 5 Appendixes
Breastfeeding cultural behavior which is inseparable from cultural views that
have been passed down through the generations in the culture concerned (Swaswono
& Meutia, 1998). Many studies have been done stating culture as inhibiting factors in
exclusive breastfeeding. On the other hand, culture also plays a role to support
health. For that we need a study that takes into account the cultural aspects of
exclusive breastfeeding from nursing mothers who have succeeded in giving exclusive
breastfeeding.
The purpose of this research is to know the description of cultural aspects in
exclusive breastfeeding. This study uses the theory of "Sunrise Model's" from
Leininger to see the cultural aspects of breastfeeding. The study was conducted in
Kelurahan Bubulak Bogor City. This research is a qualitative research method of indepth interviews and observation. Informants in this study as many as 10 people with
the details of 3 people as key supported informanst 7 people as supporters. Informant
is nursing mothers who have succeeded in giving exclusive breastfeeding. Maternal
behaviors that succeed in exclusive breastfeeding due to cultural difference that can
support their health or aggravate health as reflected by the decision to give exclusive
breastfeeding their babies despite the many myths and taboos in nursing mothers.
Recommendation for further research on the cultural aspects of exclusive
breastfeeding to all mothers who did not succeed in exclusive breastfeeding.
Key word: Exclusive Breastfeeding; Culture, Leininger
References: 57 Books (1986-2010)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Aspek
Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun
2010”. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna
mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang
tak terhingga saya ucapkan kepada:
1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan
Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
3. Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan dan Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan
motivasi.
4. Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan motivasi.
5. Ibunda dan ayahanda tercinta serta kakak dan adik tersayang terimakasih atas
doa dan dukungannya yang senantiasa mengiringi langkahku. Bundaku
tersayang, terimakasih untuk selalu menyelipkan namaku dalam setiap doamu.
6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi.
7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan
8. Segenap staff Puskesmas Sindang Barang Kota Bogor.
9. Para informan dan ibu kader Kelurahan Bubulak yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.
10. My anggel’s: redaksi harian Republika, dr.Erry & keluarga, para pembaca harian
Republika Agustus 2008, bapak Farid, staff BAZMA,
especially alm. H.
Chuban Bustami, MM terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan
kepadaku hingga dapat menyelesaikan perkuliahan.
11. Sahabat-sahabatku, sahabat PSIK ’06 terimakasih atas doa dan dukungannya.
12. Sahabat-sahabatku Neng-eneng tersayang Chucan, Uthie, Septy, Lulu, Nabila,
Ama, Yeni, Kiki, Erma terima kasih atas segala doa dan motivasinya.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses skripsi ini,
karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah swt. Semoga skripsi ini bisa
dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 18 Desember 2010
Penulis
Skripsi ini terbuat atas dorongan orang-orang yang menyayangiku.
Selalu memberikan motivasi, doa, serta inspirasi untuk
mengerjakannyalebih giat. Untuk Mama, Bapak, Kakakdan Adikku
tercinta, jazakumullah,semoga Allah SWT merahmati kalian.
Satu nama yang sangat memotivasi ku dalam pembuatan skripsi ini.
Beliau mengajarkan banyak makna hidup.
Ayah, terimakasih atas segala dukungannya. Atas segala doa yang
telah kau berikan kepadaku. Tepat satu tahun Allah SWT
menitipkanmu pada keluargaku. Satu tahun yang sangat
menyenangkan dan mengesankan. Sarat akan makna dalam setiap
kejadian. Ayah, ini satu langkah untuk menuju cita-cita besarku.
I could draw you into my heart if your eyes weren’t closed to me
And i would draw you into the world behind the one you’ll see
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..........................................................................
v
ABSTRAK.........................................................................................................
vi
ABSTRACT ......................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ...........................................................................
x
DAFTAR ISI .....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................
xvi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
7
C. Pertanyaan Penelitian ...........................................................
8
D. Tujuan..................................................................................
8
1. Tujuan Umum ...............................................................
8
2. Tujuan Khusus ..............................................................
8
BAB II
E. Manfaat ................................................................................
9
1. Bagi Peneliti .................................................................
9
2. Untuk Profesi Keperawatan ...........................................
9
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ...............................................
9
4. Bagi Puskesmas .............................................................
9
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASI ......................................................................................
11
1. Definisi ASI ...................................................................
11
2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif ..................................
11
3. Alasan Pemberian ASI Eksklsusif sampai 6 Bulan .......... .. 12
4. Manfaat ASI ...................................................................
13
a. Manfaat bagi bayi ...............................................
14
b. Manfaat bagi ibu .................................................
16
c. Manfaat bagi negara............................................
17
B. Kebudayaan .........................................................................
18
1. Definisi Kebudayaan .....................................................
18
2. Ciri Kebudayaan............................................................
19
3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan..........................
19
C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif
di Indonesia..........................................................................
21
BAB III
BAB IV
BAB V
D. Konsep Trancultural Nursing Leininger ...............................
23
1. Definisi Trancultural Nursing .......................................
23
2. Paradigma Trancultural Nursing ...................................
25
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir .....................................................................
34
B. Definisi Istilah .....................................................................
35
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................
36
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................
36
C. Instrumen Penelitian.............................................................
36
D. Informan Penelitian ..............................................................
37
E. Tekhnik Pengumpulan Data .................................................
39
F. Validasi Data .......................................................................
41
G. Tekhnik Analisis Data ..........................................................
42
H. Etika Penelitian ....................................................................
43
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak ..................................
44
B. Karakteristik Informan .........................................................
46
1. Informan Utama .............................................................
47
2. Informan Pendukung ......................................................
48
C. Gambaran Sosial dan Keterikatan Keluarga dalam
Pemberian ASI Eksklusif .....................................................
49
1. Sumber Dukungan ..........................................................
49
a. Dukungan Keluarga .................................................
50
b. Dukungan NonKeluarga ..........................................
52
2. Bentuk Dukungan ...........................................................
53
a.
Dukungan Fisik .......................................................
53
b.
Dukungan emosoional .............................................
54
c.
Dukungan Informasional..........................................
55
D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup
Masyarakat Bubulak.............................................................
56
1. Definisi ASI Eksklusif ....................................................
56
2. Menyusui merupakan hal yang alami ..............................
57
3. Memberikan makanan dan minuman pada bayi
di bawah umur enam bulan .............................................
58
4. Mapas .............................................................................
59
5. Pantangan dan anjuran ....................................................
60
6. Sikap terhadap budaya ...................................................
63
7. Perilaku terhadap budaya ................................................
64
E. Faktor lain yang muncul .......................................................
65
F. Hasil wawancara dengan informan pendukung(Kader) .........
66
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ........................................................
69
B. Pembahasan .........................................................................
69
1. Karakteristik Informan ...................................................
69
a. Suku .........................................................................
69
b. Penghasilan keluarga ................................................
70
c. Tinggal dekat ............................................................
71
2. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ............................
72
a. Sumber Dukungan ...................................................
72
b. Bentuk Dukungan ....................................................
75
3. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup
BAB VII
Masyarakat Bubulak .......................................................
78
4. Hasil Observasi ..............................................................
82
PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................
85
B. Saran ...................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
87
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 3.1
Definisi Istilah…..…………………………………………......
Tabel 4.1
Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancaradi
Kelurahan Kemiri Muka Depok…………………..…………...
Tabel 5.1
Tabel 5.3
38
Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota
Bogor…………………………………………………………..
Tabel 5.2
35
Karakteristik Informan………………………………………..
Karakteristik Informan Pendukung…………………………...
DAFTAR BAGAN
38
48
49
Nomor
Halaman
Bagan
Bagan 2.3
Leininger’s Sunrise model…………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat izin melakukan penelitian di Kelurahan Bubulak
32
2. Penjelasan penelitian
3. Persetujuan menjadi informan
4. Data demografi informan
5. Pedoman Wawancara Mendalam
6. Lembar Observasi
7. Hasil Gambaran Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Bubulak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi (Depkes, 2005).
ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi
dalam segala suasana yang diperlukan (Solihin, 2000). Kandungan dalam ASI
terdapat zat pembangun (protein, mineral), zat pengatur (vitamin, mineral,
protein, air) dan zat tenaga (hidrat arang, lemak) (Sastroamidjojo, 1992).
ASI memberikan perlindungan dari berbagai macam penyakit. Penelitian yang
dilakukan oleh University of Minnesota Cancer Center tahun 2003 yang dikutip
oleh Handajani dan Suradi (2004), menyatakan bahwa resiko bayi yang mendapat
ASI untuk terkena Leukemia (kanker darah), turun sampai 30% bila dibandingkan
dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Penelitian lain dari Filipina tahun 2002
menegaskan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif
pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare.
Seorang bayi berusia di bawah enam bulan yang diberi air putih, teh, atau
minuman herbal lainnya beresiko terkena diare dua sampai tiga kali lebih banyak
dibandingkan bayi yang diberi ASI eksklusif (Linkages, 2002).
ASI dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai penyakit. Bayi yang
diberi ASI lebih sedikit kemungkinannya untuk mengidap penyakit-penyakit
seperti radang paru-paru, diare, infeksi telinga dan beberapa infeksi lainnya yang
disebabkan oleh kuman. Apabila bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila
mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan otak bayi serta dapat
mengurangi timbulnya penyakit lainnya seperti asma, kanker, kencing manis dan
obesitas (Harmsway, 2002). Anak yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai
kemungkinan lebih besar menderita kekurangan gizi dan obesitas, serta ketika
dewasa lebih mudah terjangkit penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi,
dan diabetes (Amiruddin dan Rostia, 2006)
Berdasarkan penelitian akan pentingnya pemberian ASI eksklusif, World
Health Organization (WHO) (2001) mengubah rekomendasi mengenai lamanya
pemberian ASI eksklusif dari empat bulan pertama kelahiran bayi menjadi enam
bulan. Dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (IYCF) WHO
merekomendasikan pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sampai usia
dua tahun, yaitu: 1) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi
menyusui dini dalam satu jam setelah lahir, 2) Menyusui secara eksklusif sejak
lahir sampai umur enam bulan, 3) Mulai memberi makanan pendamping ASI
(MP-ASI) yang bergizi sejak bayi berusia enam bulan, dan 4) Meneruskan
menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Dalam agama Islam durasi
pemberian ASI disebutkan dalam Firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 233:
ُ‫وَاﻟْﻮَاﻟِﺪَاتُ ﯾُﺮْﺿِﻌْﻦَ أَوْﻻَدَھُﻦﱠ ﺣَﻮْﻟَﯿْﻦِ ﻛَﺎﻣِﻠَﯿْﻦِ ﻟِﻤَﻦْ أَرَادَ أَن ﯾُﺘِﻢﱠ اﻟﺮﱠﺿَﺎﻋَﺔَ وَﻋَﻠَﻰ اﻟْﻤَﻮْﻟُﻮدِ ﻟَﮫ‬
ُ‫رِزْﻗُﮭُﻦﱠ وَﻛِﺴْﻮَﺗُﮭُﻦﱠ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ ﻻَ ﺗُﻜَﻠﱠﻒُ ﻧَﻔْﺲٌ إِﻻﱠ وُﺳْﻌَﮭَﺎ ﻻَ ﺗُﻀَﺂرﱠ وَاﻟِﺪَةُ ﺑِﻮَﻟَﺪِھَﺎ وَﻻَ ﻣَﻮْﻟُﻮدُﻟﱠﮫ‬
‫ﺑِﻮَﻟَﺪِهِ وَﻋَﻠَﻰ اﻟْﻮَارِثِ ﻣِﺜْﻞُ ذَﻟِﻚَ ﻓَﺈِنْ أَرَادَا ﻓِﺼَﺎﻻً ﻋَﻦ ﺗَﺮَاضٍ ﻣﱢﻨْﮭُﻤَﺎ وَﺗَﺸَﺎوُرٍ ﻓَﻼَ ﺟُﻨَﺎحَ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻤَﺎ‬
َ‫وَإِنْ أَرَدْﺗُﻢْ أَن ﺗَﺴْﺘَﺮْﺿِﻌُﻮا أَوْﻻَدَﻛُﻢْ ﻓَﻼَ ﺟُﻨَﺎحَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢْ إِذَا ﺳَﻠﱠﻤْﺘُﻢ ﻣﱠﺂءَاﺗَﯿْﺘُﻢ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﷲ‬
(233) ُ‫وَاﻋْﻠَﻤُﻮا أَنﱠ اﷲَ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮنَ ﺑَﺼِﯿﺮ‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati dan Besral (2008)
menyebutkan durasi pemberian ASI sangat berpengaruh terhadap ketahanan
hidup. Pemberian ASI dengan durasi empat sampai lima bulan dapat
meningkatkan ketahanan hidup bayi 2,6 kali lebih baik daripada durasi kurang
dari empat bulan, pemberian ASI dengan durasi enam bulan atau lebih dapat
meningkatkan ketahanan hidup bayi 33,3 kali lebih baik dari pada durasi kurang
dari empat bulan.
Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah
menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan
pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis.
Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru
melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan
sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi
budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI
eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI
eksklusif belum terlaksana sepenuhnya.
Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu
sebesar 80%. Berdasarkan SDKI tahun 2007, bayi berumur di bawah lima tahun
sebesar 32% yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan, dan angka ini
lebih rendah dibandingkan laporan pada SDKI 2002-2003 yaitu sebesar 40%.
Dengan adanya penurunan persentase pemberian ASI eksklusif pada SDKI tahun
2007 dibandingkan tahun 2002-2003, dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber
daya manusia pada masa yang akan datang dan berdampak pada status kesehatan
masyarakat, yang mana dapat memungkinkan terjadinya peningkatan angka
kesakitan dan kematian pada bayi.
Menurut SDKI tahun 2007, di daerah Jawa Barat proporsi Anak yang diberi
ASI dalam satu jam setelah lahir adalah 46,9% dan yang diberi ASI dalam satu
hari pertama sejak lahir 60,2%. Mengenai median lamanya pemberian ASI
eksklusif di Jawa Barat adalah 1,2 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman
dan makanan pendamping ASI sudah mulai diberikan secara dini daripada yang
dianjurkan. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang tingkat pencapaian
cakupan ASI eksklusif masih cukup rendah. Pada tahun 2007 angka cakupan ASI
di kota ini sebesar 16,28%. Kelurahan Bubulak merupakan salah satu kelurahan
dari wilayah UPTD Puskesmas Sindang Barang. Di tahun 2009, angka cakupan
ASI eksklusif di Puskesmas ini masih cukup rendah yaitu sebesar 25.8% (Dinkes
Kota Bogor, 2009).
Penyebab utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI,
pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung
program peningkatan penggunaan ASI, gencarnya promosi susu formula, rasa
percaya diri ibu yang masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat
ASI bagi bayi dan dirinya (Depkes RI, 2005; Roesli, 2008).
Sistem sosial, budaya dan kebudayaan merupakan bagian dari kerangka
budaya. Budaya atau kebudayaan merupakan keseluruhan dari kekuatan dan hasil
kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan
belajar
dan
yang
semuanya
tersusun
dalam
kehidupan
masyarakat
(Kuntjaraningrat, 2002). Selanjutnya E.B Taylor (1897) mengungkapkan dalam
Widyosiswoyo, kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia. Manusia yaitu individu, keluarga, atau kelompok yang memiliki nilainilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan kebudayaan pada setiap saat di mana pun dia berada.
Leininger (2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1)
faktor teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan
keterikatan keluarga, 4) nilai-nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan
peraturan yang berlaku, 6) faktor ekonomi, dan 7) faktor pendidikan. Faktorfaktor tersebut mempengaruhi perilaku kesehatan.
Menurut Leininger dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga
mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai
keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga.
Perbedaan dan kekhususan adanya peran yang beragam dalam keluarga
menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi
dalam keterikatan keluarga.
Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok
masyarakat. Kebudayaan dapat menopang perilaku kesehatan maupun dapat
memperburuk kesehatan. Begitupun dengan perilaku pemberian ASI eksklusif
yang tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun
dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Ibu
menyusui merupakan suatu praktek budaya, dimana terdapat norma-norma
perilaku yang berbeda dalam budaya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan melihat budaya dalam pemberian ASI
eksklusif sebagai hal yang berkontribusi dalam faktor kegagalan. Seperti
penelitian Yulfira dkk (1998) yang mengatakan bahwa faktor sosial budaya
merupakan faktor yang menghambat pemberian ASI eksklusif dengan pemberian
madu, pisang pada bayi dibawah enam bulan.
Dilain pihak budaya juga dapat menjadi faktor keberhasilan dalam pemberian
ASI eksklusif. sebagaimana sifat budaya yang dapat memperburuk kesehatan dan
mendukung kesehatan. Seperti penelitian yang telah dilakukan di Skandinavia
oleh Perez-Escamilla et. Al (1993) melihat masyarakat secara tradisional dapat
memberikan pengaruh yang baik dalam pemberian ASI eksklusif. Dengan adanya
studi tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana ibu menyusui dapat berhasil
dalam pemberian ASI secara eksklusif dan mengabaikan faktor budaya yang tidak
mendukung kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah
menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan
pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis.
Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru
melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan
sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi
budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI
eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI
eksklusif belum terlaksana sepenuhnya. Seperti di Kelurahan Bubulak angka
cakupan ASI eksklusif sebesar 25,8 % yang belum mencapai angka yang
diharapkan sebesar 80%.
Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok
masyarakat. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa faktor budaya memberikan
kontribusi terhadap rendahnya angka cakupan ASI eksklusif, di lain pihak budaya
juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian
yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu
menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif
dan
mengabaikan faktor budaya yang tidak mendukung kesehatan.
C. Pertanyaan penelitian
a. Bagaimana faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI
eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor?
b. Bagaimana nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Bubulak kota Bogor?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aspek budaya dalam
pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam
pemberian ASI eksklusif.
b. Mengidentifikasi gambaran nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian
ASI eksklusif.
E. Manfaat Penelitian
1. Untuk peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti
untuk melakukan penelitian lain pada masa yang akan datang.
2. Untuk profesi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan wawasan
keilmuan keperawatan anak dalam mengembangkan program pembelajaran
keperawatan anak, khususnya dalam pemberian ASI eksklusif sebelum
melakukan intervensinya, perawat dapat mempertimbangkan aspek budaya
dari ibu menyusui.
3. Untuk penelitian selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan
penelitian lain dengan ruang lingkup yang sama.
4. Bagi Puskesmas
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat pada
pihak puskesmas untuk meningkatkan program pemberian ASI eksklusif.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang tujuannya
untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang aspek budaya dalam
pemberian ASI eksklusif. Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang
mempunyai bayi berumur 6-12 bulan dan telah berhasil dalam pemberian ASI
eksklusif.. Informan yang dipilih adalah yang berdomisili di wilayah kelurahan
Bubulak, kota Bogor. Tipe keluarga Informan adalah keluarga besar (extended
family). Penelitian ini dilakukan pada bulan Novermber 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASI
1. Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk
bayi karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003).
Sedangkan, menurut Soetjiningsih (1997) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi
lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi
oleh kedua belah kelanjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi.
ASI merupakan makanan pilihan utama untuk bayi, menyusui memberi
banyak keuntungan baik dalam hal nutrisi, imunologi dan psikologis (Bobak,
2005).
2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif
Menurut Roesli (2004) ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI
secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan
tim.
Menurut WHO (2006) pengertian pemberian ASI eksklusif adalah bayi
hanya diberikan ASI saja, baik secara langsung ataupun tak langsung
(diperah). Secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai
berikut: yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui
dimulai tiga puluh menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan
makanan prelaktal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir.
Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan kolostrum kepada bayi,
menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian ASI pada
malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin/mineral dan obat dalam
bentuk drops atau sirup.
Berbagai definisi mengenai pola menyusui menurut WHO (2006) adalah
sebagai berikut:
“Breastfeeding: the child has received breast milk direct from the breast
or “exclusive breastfeeding: the infant has received only breastmilk direct
from the mother or a wet nurse, or expressed breast milk, no other liquids or
solids with the exception of drops or syrups consisting of vitamins, mineral
supplements, or medicines. Predominant breastfeeding: the infant’s
predominant source of nourishment has been breast milk. However, the infant
may also have received water and water based drinks (sweetened an flavored
water, teas, infusion, etc) fruit juice; oral rehydration salt solution (ORS),
DROPS and syrup froms of vitamins, minerals and medicines, and ritual
fluids (in limited quantities). With the exception of fruit juice and sugar water,
no food based fluid is allowed under this definition.”
3. Alasan Pemberian ASI Eksklusif sampai Enam Bulan
ASI sangat cocok diberikan pada bayi karena (Linkages, 2002): (a) ASI
mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh
kembang sampai umur enam bulan. Bayi yang mendapat makanan lain,
misalnya makanan lumat atau pisang hanya akan mendapat banyak
karbohidrat, sehingga zat gizi yang masuk tidak seimbang dan anak lebih
mudah menderita kegemukan dengan segala akibatnya. (b) Bayi dibawah usia
enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna, sehingga
belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa
enzim yang memudahkan pemecahan makanan. (c) Ginjal bayi yang masih
muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan mengandung
mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada
bayi, misalnya zat warna dan pengawet. (e) Makanan tambahan bagi bayi
yang muda mungkin menimbulkan alergi (Perinasia, 2003).
4. Manfaat ASI
ASI merupakan makanan ideal dengan komposisi yang tepat serta
disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Depkes, 2002). ASI juga mengandung
nutrien-nutrien khusus yang diperlukan untuk pertumbuhan otak manusia.
Nutrien ini sedikit atau tidak didapati sama sekali pada susu sapi, antara lain
taurin suatu bentuk zat putih telur (protein) yang hanya terdapat pada ASI
yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel otak (Perinasia,
2003).
Asam lemak ikatan panjang merupakan asam lemak utama ASI (70%)
yang hanya sedikit sekali didapatkan pada susu sapi. Asam lemak ikatan
panjang ini penting untuk pertumbuhan otak dan jaringan saraf. Laktosa
merupakan zat hidrat arang utama ASI untuk perkembangan saraf pusat.
Dapat dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif
selama enam bulan akan optimal dengan kualitas prima. Berikut ini berbagai
manfaat dari ASI:
a. Manfaat bagi bayi
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang
dirasakan, berikut manfaat bagi bayi:
1) ASI sebagai nutrisi, ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal
dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan
pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna,
baik kualitas maupun kuantitasnya (Suharyono, 1992; Roesli, 2004;
Perinasia, 2003).
2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang baru lahir secara
alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya
melalui plasenta, namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun
segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat
kekebalan cukup banyak sehingga mencapai
kadar protektif pada
waktu berusia sekitar sembilan sampai dua belas bulan. Pada saat itu
zat kekebalan menurun, sedangkan yang dibentuk badan bayi belum
mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI,
karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang
akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus,
parasit dan jamur (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
3) ASI meningkatkan kecerdasan karena ASI mengandung nutrien
khusus yang diperlukan otak bagi bayi agar tumbuh optimal, nutriennutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit sekali
terdapat pada susu sapi, nutrien tersebut adalah: taurin, laktosa, asam
lemak ikatan panjang (AA, DHA, omega-3, omega-6). Mengingat hal
tersebut, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI secara eksklusif
selama enam bulan akan tumbuh optimal dengan kualitas yang optimal
pula (Roesli, 2000; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).
4) ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering
berada dalam dekapan ibunya karena menyusu akan merasakan kasih
sayang ibunya. Ia akan merasa aman dan tenteram, terutama karena
masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak
dalam kandungan. Perasan terlindungi dan disayang inilah yang
menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian
yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Suharyono, 1992;
Roesli, 2004; Perinasia, 2003; Suradi, 2004).
5) ASI mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi
yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding dengan yang
mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot
terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak
dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan
merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang
tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis (Perinasi, 2003).
6) ASI mengurangi kejadian maloklusi. Salah satu penyebab maloklusi
rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat
menyusu dengan botol dan dot (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
b. Manfaat bagi ibu
Manfat ASI bagi ibu dapat:
1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Pada ibu yang menyusui
terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk meningkatkan
konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih
cepat
berhenti,
mengurangi
perdarahan
sehingga
mengurangi
kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena
kekurangan besi. Hal ini akan menurunkan angka kematian Ibu
melahirkan (Roesli 2004; Perinasia 2003; Suradi, 2004).
2) Menjarangkan kehamilan, menyusui merupakan cara kontrasepsi yang
aman, murah dan cukup berhasil. Hal ini terjadi melalui mekanisme
hormon untuk ovulasi sehingga terjadi Lactational Amenorrhea
(LAM). Selama LAM memberikan efek pencegahan yang baik
terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan (Roesli, 2004; Nindya,
2001; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). Ibu memberi ASI eksklusif dan
belum haid, 98% akan tidak hamil pada enam bulan pertama setelah
melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia dua belas
bulan (Roesli, 2004). Mengecilkan rahim, kadar oksitosin ibu
menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim akan kembali
ke ukuran sebelum hamil (Roesli, 2004).
3) Lebih cepat langsing kembali, oleh karena menyusui memerlukan
energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun
selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan
lebih cepat kembali keberat badan sebelum hamil (Roesli, 2004).
4) Tidak merepotkan dan menghemat waktu (Roesli, 2004).
5) Lebih ekonomis dan murah (Roesli, 2004).
6) Praktis dan mudah dibawa kemana-mana. ASI dapat diberikan dimana
saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan/minum serta dalam
suhu yang selalu tepat (Roesli, 2004).
c. Manfaat ASI bagi negara
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor
protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi
yang dapat menurunkan angka kematian bayi. Beberapa penelitian
epidemiologis menyebutkan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari
penyakit infeksi (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit. Anak yang mendapat ASI
lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapat
susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003).
3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula (Roesli, 2004;
Perinasia, 2003).
4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. Anak yang hanya
mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga
kualitas penerus bangsa akan terjamin. (Roesli, 2004;
Perinasia,
2003).
B. KEBUDAYAAN
1. Definisi Kebudayaan
Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan itu keseluruhan dari
kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang
harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Kata culture (bahasa Inggris) dari kata colore
(Yunani), berarti mengubah, mengerjakan, terutama dalam hal mengolah
tanah atau bertani, berkembang menjadi culture yang berarti segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Taylor (1987) dalam Widyosiswoyo, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Menurut Leininger (2002) budaya adalah norma atau tindakan dari
anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberikan petunjuk
dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Ciri kebudayaan
Adapun ciri dari kebudayaan menurut George M Foster (1986):
a. Nilai dan norma dalam unsur kebudayaan jadi acuan kehidupan.
b. Menjadi kebiasaan sehari-hari.
c. Senang dapat pujian atas kepatuhan berbudaya.
d. Ikhlas mendapat hukuman atas kesalahan berbudaya.
e. Menolak nilai dan norma serta keorganisasian intervensi budaya asing.
f. Menerima perubahan kebudayaan dari ide bersama.
g. Menerima perubahan kebudayaan dari mencontoh atau meminjam
kebudayaan suku bangsa lain sepanjang dipandang tidak merusak
kebudayaan.
3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan
1. Kebudayaan dapat menopang upaya kesehatan
a. Menanamkan nilai dan norma serta keorganisasian (kelembagaan)
kesehatan yang benar dan fleksibel (sosialisasi).
b. Memperkaya ide, aktivitas sosial, serta materi budaya dalam
masyarakat tentang kesehatan, penyakit dan penyembuhannya
(pengembangan dan sinkronisasi).
c. Memperluas pengetahuan dan implementasi ajaran agama di bidang
kesehatan (penggalian dan aplikasi ajaran agama).
d. Meningkatkan inovasi (uji coba dan implementasi) ilmu pengetahuan
dan teknologi masyarakat dalam mengenali penyakit, penyebab dan
penyembuhannya (validitas dan reliabilitas).
e. Mengupayakan keterjangkauan biaya obat oleh rakyat (nilai ekonomi).
f. Menjaga jangann sampai resistensi atas obat (modern dan tradisional)
yang relevan.
g. Konsisten menjalankan tindakan hukum bagi pelanggar regulasi
kesehatan.
Dari uraian tersebut, memperlihatkan bahwa kesehatan memerlukan
dukungan kebudayaan idea, aktivitas sosial, serta materi kebudayaan dari segi
agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, keorganisasian sosial
masyarakat, bahasa dan komunikasi, serta kesenian masyarakat. Terutama
adalah penggunaan kebiasaan hidup masyarakat untuk mensukseskan upaya
kesehatan baik pendekatan modern maupun tradisional.
2. Kebudayaan dapat memperburuk kesehatan
a. Nilai dan norma dalam unsur universal kebudayaan dapat merusak
kesehatan.
b. Kebudayaan medis modern tidak terterima masyarakat pendukung
suatu kebudayaan.
c. Kebudayaan medis modern tidak mengapresiasi nilai medis tradisional
yang efektif.
d. Biaya pengobatan tidak terjangkau masyarakat pengguna jasa.
e. Tidak adanya asuransi kesehatan bagi pengguna obat atas kesalahan
penyembuh atau lembaga pengembangan kesehatan.
f. Dampak penggunaan teknologi kehidupan yang tidak terkendalikan.
Dari uraian di atas jelas bahwa kebudayaan sangat menentukan maju
mundurnya sistem kesehatan dalam upaya menjaga dan meningkatkan
kualitas kesehata di masyarakat, bangsa maupun dunia internasional.
Kemauan untuk berkolaborasi yang didasarkan kepada keterukuran efektifivas
dalam upaya kesehatan menjadi suatu keharusan.
C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan
pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh,
pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan
selama dua tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur enam bulan. Sesuai disertasi oleh Maas
(2004), bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan
nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan
selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka
percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk
bayi.
Kebiasaan masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi
sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula
kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh
manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Maas, 2004).
Demikian pula halnya dengan pembuangan kolostrum (ASI yang pertama kali
keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu
yang sudah rusak dan tidak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang
kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat
menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum
sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Walaupun pada
masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang
besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi
permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis
sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini
disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik
pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat
Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan
laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang
menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan
gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang
dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah,
udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau
dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan
unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau
menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada,
beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang
dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan
menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu
yang sedang hamil (Reddy, 1990).
D. Konsep Transcultural Nursing Leininger
1. Definisi Transcultural nursing
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Konsep dalam transkultural nursing:
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak
dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu
tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan
asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang
datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang
dimiliki oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya
yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras
adalah perbedaan
macam-macam
manusia
didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi
pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu,
menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orangorang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya
kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk
meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada
keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang
lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi
daripada kelompok lain.
2. Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural
sebagai
cara
pandang,
keyakinan,
nilai-nilai,
konsep-konsep
dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan
dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilainilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan
pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap
saat dimana pun dia berada.
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yang adaptif.
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi
perkembangan,
kepercayaan
dan
perilaku
klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam
atau diciptakan oleh manusia seperti daerah khatulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir
tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan
sosial
adalah
keseluruhan
struktur
sosial
yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke
dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu
harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan
tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik,
seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
d. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan
individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien
(Leininger, 1991).
Pengkajian klien sesuai dengan latar belakang budaya yang dirancang
berdasarkan tujuh dimensi sosial budaya yang ada pada “Sunrise Model
Theory” yaitu:
a. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Keterpaparan ibu terhadap media massa baik media cetak
maupun media elektronik mempunyai pengaruh terhadap perilaku
pemberian ASI. Dengan kebiasaan membaca surat kabar atau majalah
serta kebiasaan mendengar siaran radio dan mengikuti acara televisi
kemungikanan besar ibu memiliki pengetahuan yang benar tentang tata
cara pemberian ASI yang benar (Kasnodiharjo, 1998).
Promosi dalam bentuk iklan berfungsi dalam merangsang perhatian,
persepsi, sikap dan perilaku sehingga dapat menarik konsumen untuk
menggunakan suatu produk. Pada saat media massa berkembang seperti
sekarang ini, promosi melalui media massa merupakan kekuatan besar
dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya, beberapa studi di
Bogor menunjukkan iklan merupakan sumber informasi utama dalam
berbelanja susu formula bayi oleh ibu rumah tangga (65%) (Tresnawati,
1997 dalam Dodik ).
b. Faktor religi dan falsafah hidup (religious dan philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan di atas
kehidupannya sendiri. Emosi keagamaan mendorong orang untuk berlaku
serba religi. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata
kelakuan yang baku disebut dengan upacara keagamaan atau religious
ceremony atau rites (Koenjtaraningrat, 1992). Faktor religi yang dikaji
meliputi: agama yang dianut, apakah ada ritual agama klien yang
berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Menurut Friedman (1998) dalam kehidupan bermasyarakat setiap
anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan
interaksinya mempunyai keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab
masing-masing anggota keluarga. Perbedaan dan kekhususan adanya
peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota
keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam keterikatan keluarga. Faktor
yang dikaji meliputi: tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dukungan apa saja yang diberikan keluarga dalam hal pemberian
ASI eksklusif.
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada
prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun
psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI
(Roesli, 2004). Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau
penyuluhan tetang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya
ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan harmonis dalam
keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses laktasi (Lubis,
2002).
Peningkatan peran suami berupa perhatian kepada istri sangat
dibutuhkan suatu proses dalam produksi ASI yaitu reflek oksitosin.
Pikiran ibu yang positif akan merangsang kontraksi otot sekeliling
kelenjar alveoli hingga mengalirkan ASI ke duktus laktiferus kemudian
diisap oleh bayi (Roesli, 2004).
Depkes (1999) juga menyebutkan suami, kelurga dan masyarakat
memberi dukungan psikososial bagi ibu yang menyusui. Penelitian
Asmijati (2000) di Tangerang mendapatkan ada hubungan antara
dukungan
keluarga/masyarakat
dengan
pemberian
ASI
eksklusif
responden yang mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat 4,70 kali
lebih besar dalam pemberian ASI eksklusif dari pada responden yang
tidak mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat.
d. Nilai-nilai budaya dan cara hidup (cultural values and lifeways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut yang terkait. Hal yang dikaji meliputi: apakah klien punya
pantangan
makanan/minuman
yang
berkaitan
dengan
menyusui,
bagaimana persepsi budaya yang sudah diwariskan turun-temurun
mengenai menyusui.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan litas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Di Indonesia pemberian ASI eksklusif
disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36
tentang kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan
air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas
indikasi medis.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Pemanfaatan sumber-sumber material yang dimiliki dalam perilaku
kesehatan atau perawatan. Hal yang dapat dikaji meliputi: penghasilan
keluarga, bagaimana keluarga memanfaatkan sumber-sumber material
dalam perilaku menyusui.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar pendidikan individu menjadi pengalaman dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu
maka keyakinan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap
budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang dapat dikaji
meliputi: tingkat pendidikan ibu serta kemampuannya untuk belajar aktif
mandiri tentang perilaku menyusui.
Menurut hasil penelitian Soeparmanto (2006) ibu-ibu yang tamat SD
mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan
dengan ibu yang tidak tamat SD. Ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau
SLTA mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif 4 kali
dibandingkan ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA.
Dalam beberapa budaya, menyusui adalah praktek tradisional. Banyak
sekali pandangan mengenai praktek menyusui khususnya dalam
pemberian ASI eksklusif. Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi
perilaku menyusui. Faktor sosial budaya memberikan pandangan terhadap
perilaku menyusui dimana akan mempengaruhi perilaku dan perawatan
individu terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan ini akan mempengaruhi
kesejahteraan individu, kelompok, masyarakat dan institusi dalam sistem
kesehatan (Margaret, 2003).
Bagan. 2.3 Leininger’s Sunrise model to depict Theory of Cultural Care diversity
and Universality. (Leininger, 2001)
E. Penelitian terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Hibah Osman, Lama El Zen dan Livia Wick
dengan judul “Cultural Belief that may Discourage Breastfeeding amoung
Lebanon Women” menunjukkan terdapat kepercayaan budaya yang berpotensi
menghambat perilaku menyusui pada perempuan Libanon sekitar 24%.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara melalui
telepon dengan responden sebanyak 353 ibu menyusui.
2. Penelitian yang dilakukan Liqian Qiu, Yun Zhao,Colin w binns, Andy H Lee,
Xing Xie dengan judul “A Cohort Study of Infant Feeding Practice in City
Suburban and Sosial Areas in Zhejian Province PR China 2005”
menggunakan metode studi kohort longitudinal menunjukkan pemberian ASI
eksklusif di kota lebih rendah dibandingkan dengan di desa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Higgins (2000) yang berjudul “Puertorican
Culture Beliefs; Influence Infant breastFeeding Practices in Western
Newyork” dengan metode kualitatif pendekatan ethnonursing menunjukkan
keterikatan
keluarga
dan
budaya
yang
diwariskan
turun
temurun
mempengaruhi praktek pemberian menyusui. Penelitian ini dilakukan oleh 15
informan yaitu 10 informan kunci dan 5 informan umum.
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Aspek budaya dalam perilaku menyusui ASI eksklusif dapat diketahui melalui
dimensi sosial budaya dalam teori yang dikemukakan oleh Leininger. Leininger
(2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1) faktor
teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan keterikatan
keluarga, 4) nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan peraturan yang
berlaku, 6) faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Dua dari ketujuh faktor diatas
yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: faktor sosial dan keterikatan
keluarga, serta nilai budaya dan cara hidup. Berikut adalah kerangka pikir dalam
penelitian ini :
Bagan 3.1 Kerangka Pikir
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif
Faktor
sosial dan
keterikatan
keluarga
Pemberian
ASI
eksklusif
Nilai
budaya
dan cara
hidup
B. Daftar Istilah
Tabel 3.1. Daftar Istilah
No
Nama
Definisi Istilah
Metode
Alat Ukur
Hasil Ukur
Variabel
1.
Sumber
Validasi
Informan
Faktor sosial
hal-hal yang
dan
dipengaruhi akibat
keterikatan
kontak sosial dengan
keluarga
keluarga dan
- Wawancara
mendalam
- Observasi
- Pedoman WM - Pengambil
- Lembar
observasi
keputusan
- Dukungan
keluarga
- Ibu
menyusui
- Anggota
keluarga
- Triangulasi
sumber
-Triangulasi
metode
masyarakat
- Dukungan non
keluarga
2.
Nilai-nilai
norma budaya atau
budaya dan
aturan kelompok
gaya hidup
dilakukan oleh
penganut budaya
- Wawancara
mendalam
- Pedoman WM - jenis budaya
- Lembar
observasi
- Sikap
- Perilaku
lainnya
- suami
- Ibu
menyusui
- Anggota
keluarga
yang dianggap baik
atau buruk
lainnya
- Suami
- Kader
posyandu
- Triangulasi
sumber
-Triangulasi
metode
BAB IV
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Desain penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh
jawaban atau informasi yang mendalam tentang pendapat atau perasaan seseorang
yang memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat tentang sikap,
kepercayaan, motivasi, dan perilaku individu (Pollit, Beck & Hungler, 2001).
Pendekatan
kualitatif
merupakan
suatu
pradigma
penelitian
untuk
mendeskripsikan peristiwa, prilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu
secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi (Satori & Komariah, 2009 dalam
Saryono 2010).
B. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor pada bulan November
2010.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Pedoman wawancara mendalam yang berbentuk pertanyaan dengan bantuan
alat pencatat (tape recorder).
2. Observasi
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan.
Keuntungan metode ini adalah peneliti mendapat informasi langsung dari
informan
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive)
dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy).
Mengacu pada prinsip tersebut, maka sumber informasi atau informan dalam
penelitian ini adalah:
1. Informan
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali data mengenai aspek
budaya dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah Kelurahan Bubulak.
Informan informan ini terdiri dari ibu menyusui dengan kriteria:
a. Ibu menyusui dengan umur bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI
eksklusif.
b. Dapat berkomunikasi dengan baik.
c. Tipe keluarga: keluarga besar (extended family)
2. Informan pendukung
a. Suami klien.
b. Anggota keluarga lainnya (ibu, bibi, mertua)
c. Kader Posyandu
Tabel 4.1 Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancara
di Kelurahan Kemiri Muka Depok;
Sumber
Metode
Jumlah
Kriteria
Tempat
informasi
Ibu
menyusui Wawancara 1
1. ibu menyusui yang Rumah
yang mempunyai Mendalam
mempunyai
bayi berumur 6- dan
berumur 6-12 bulan.
12 bulan
Observasi
bayi informan
2. Dapat berkomunikasi
dengan baik
Tabel 4.2 Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota Bogor
Sumber informasi
Metode
Jumlah
WM
3
Kriteria
Tempat
Informan utama:
1. Ibu menyusui
1. Ibu menyusui yang dengan Rumah
umur bayi 6-12 bulan yang informan
telah berhasil ASI eksklusif.
2. Dapat berkomunikasi dengan
baik.
3. Tipe keluarga: keluarga besar
(extended family).
Informan pendukung:
1.Anggota
keluarga
lainnya
WM
3
(ibu/mertua/bibi)
1. Tinggal serumah
dengan Rumah
informan utama.
informan
2. Dapat berkomunikasi dengan
baik.
1.Dapat berkomunikasi dengan Rumah
2. Suami
WM
3
baik.
informan
1.Kader
3. Kader posyandu
WM
1
aktif
di Kelurahan
Bubulak.
Rumah kader
E. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksananakan pada bulan November 2010.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu teman mahasiswa
untuk tugas mencatat.
2. Tahap pengumpulan data
a. Tahap persiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin
penelitian kepada
pertemuan
dengan
pihak-pihak
informan
terkait.
dan
Selanjutnya
informan
mengadakan
pendukung
untuk
menjelaskan tujuan penelitian, kriteria informan yang dipilih, dan
menyesuaikan jadwal.
b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan
laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang
dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian
kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder.
1). Untuk data primer meliputi :
a) Wawancara
Wawancara, menurut Lexy J Moleong (2006) dijelaskan
bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Pada metode ini, peneliti dan responden berhadapan langsung
(face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan
tujuan
mendapatkan
data
yang
dapat
menjelaskan
permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti
memakai jenis wawancara seperti yang dikatakan oleh Faisol
(1990) yaitu: Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara
dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan
leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara
sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi
ketika melakukan wawancara.
Dengan tehnik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung,
luwes dan fleksibel serta terbuka, sehingga informasi yang
didapat lebih banyak dan luas mengenai Aspek Budaya dalam
Pemberian ASI eksklusif.
b). Observasi
Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya
serta untuk pengecekan data dan memperkaya informasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait
dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk
melengkapi hasil penelitian.
F. Validasi Data
Untuk menjaga validitas data, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi yang
ada meliputi (Kresno dkk, 2006).
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari
sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus memperkuat
atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya.
2. Triangulasi metode
Dilakukan
dengan
menggunakan
beberapa
metode
dalam
mengumpulkan data yaitu selain menggunakan metode FGD,
wawancara juga dilakukan observasi.
3.
Triangulasi Data
a. Analisa data dilakukan oleh lebih dari satu orang.
Analisa data bisa dilakukan oleh peneliti dan orang lain yang ahli
dalam analisa kualitatif. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
interpretasi yang dilakukan hasilnya sama dengan yang dilakukan
oleh orang lain.
b. Minta umpan balik dari informan.
Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik
atau memperbaiki kesempatan agar hasilnya akan dilaksanakan
tetapi juga untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan
kesimpulan yang ditarik dari data tersebut.
Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber
dan triangulasi metode karena triangulasi data sulit dilakukan,
biayanya mahal dan membutuhkan waktu yang lama.
G. Teknik Analisa Data
Hasil data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan pendekatan
analisis kualitatif, yaitu :
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilahan data kasar, mencari hal-hal yang
pokok dan membuat transkrip data hasil wawancara seperti apa adanya.
Adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
2. Display Data
Display data adalah tekhnik penyajian data dalam bentuk uraian
singkat, grafik, dan matriks. Langkah ini didapatkan setelah peneliti
melakukan penyusunan data dalam bentuk transkrip data selanjutnya.
3. Analisis Isi
Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teoriteori yang ada pada tinjauan kepustakaan (content analysis).
4. Pengambilan Keputusan
Pengambilan Keputusan adalah menganalisis data yang dapat dicoba
dibuat suatu kesimpulan hal penelitian.
H. Etika penelitian
Penelitian yang dilakukan telah mendapat ijin dari puskesmas Sindang
Barang melalui surat pengantar dari kepala Dinkes Kota Bogor. Sebelum
melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan pendekatan terhadap
informan berupa wawancara sesuai dengan kriteria dan aspek pedoman
wawancara. Peneliti melindungi hak-hak calon informan untuk mengambil
keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini maupun tidak
berpartisipasi, tidak ada paksaan informan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Kerahasian untuk menjaga rasa aman dan nyaman informan dibuat
dengan lembar persetujuan (informed consent). Dengan informed consent
tersebut informan memahami tentang penelitian yang dilakukan dan
menyatakan setuju untuk berpartisipasi didalam penelitian (Dempsey, 2002).
Formulir persetujuan yang diberikan untuk pasrtisipan berisi tentang
penjelasan: tujuan penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan,
manfaat penelitian, persetujuan mendapat jawaban dari informan, persetujuan
partisipan dapat mengundurkan diri kapan saja dan jaminan anominitas serta
kerahasiaan (Pollit & Hungler, 2001).
Penggunaan alat perekam seperti tape recorder dilakukan setelah
mendapat
persetujuan
penggunaannya.
dari
informan
dan
telah
dijelaskan
tujuan
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak
Kelurahan Bubulak merupakan wilayah Kecamatan Bogor Barat di Kota
Bogor. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Semplak di sebelah utara,
Kelurahan Margajaya di sebelah selatan, Kelurahan Sindangbarang di sebelah
Timur, dan Kelurahan Situ Gede di sebelah barat. Luas wilayah Kelurahan
Bubulak sebesar 157,085 ha/m2 terbagi atas luas pemukiman, persawahan,
perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran dan prasarana umum.
Sebagian besar wilayah Kelurahan Bubulak terdiri dari luas perkebunan sebesar
33 ha/m2, persawahan sebesar 43,265 ha/m2, dan pemukiman sebesar 47,2 ha/m2.
Keadaan tanah merupakan dataran tinggi karena merupakan daerah dekat dengan
pegunungan. Suhu rata-rata daratan adalah 290C.
Penduduk Kelurahan Bubulak terdiri dari berbagai macam etnis yang bersifat
heterogen. Adanya penduduk asli dan pendatang memberikan keanekaragaman
etnis. Adapun etnis penduduk Kelurahan Bubulak diantaranya etnis Aceh, Batak,
Minang, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Dayak, Bugis, Makassar Ambon,
dan Flores. Sebagian besar penduduk Kelurahan Bubulak beretnis Sunda.
Keanekaragaman bukan hanya pada etnis saja namun terjadi pada agama yang
dianut. Agama yang dianut penduduk Kelurahan Bubulak yaitu Islam 14050
orang, Kristen sebnyak 58 orang, Katolik sebnyak 45 orang, Hindu sebanyak 17
orang, dan Budha sebanyak 5 orang. Kenekaragaman ini memberikaan kekayaan
budaya di wilayah Kelurahan Bubulak.
Tingkat pendidikan masyarakat kelurahan bubulak terdiri dari: Taman Kanakkanak (TK) sebanyak 473 orang, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3222 orang,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1433 orang, Sekolah Menengah
Atas (SMA) sebanyak 1545 orang, dan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 1424
orang.
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Bubulak sebagian besar sebagai
pengusaha kecil dan menengah seperti membuka toko atau warung, karena di
lihat dari letaknya Kelurahan Bubulak ini berada di posisi strategis dekat dengan
terminal dan dilalui oleh banyak kendaraan dari beberapa wilayah tetangga.
Selain itu, banyak berdiri fasilitas umum lainnya seperti sekolah, kantor
pemerintahan, pertokoan dan fasilitas kesehatan.
Sarana kesehatan yang ada terdiri dari apotik, posyandu, toko obat, praktek
dokter, rumah bersalin. Terdapat lima belas posyandu di Kelurahan Bubulak yang
tersebar di setiap RW. Posyandu diadakan setiap bulan. Kelurahan Bubulak
berada di bawah cakupan wilayah Puskesmas Sindangbarang. Letak geografis
Kelurahan Bubulak sangat strategis. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari
Puskesmas Sindangbarang.
B. Karakteristik Informan
Pada penelitian ini informan yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu
informan utama dan informan pendukung. Informan utama adalah ibu menyusui
dengan usia bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif. Karakteristik
informan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah umur, pekerjaan, suku,
agama, pendidikan, penghasilan keluarga, usia bayi, dan banyak anak.
Sedangakan informan pendukung adalah suami, anggota keluarga lainnya yang
tinggal serumah dengan informan utama. Berikut akan dijelaskan karakteristik
informan di Kelurahan Bubulak:
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu meyusui yang bayinya
berusia 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif bertempat tinggal di
wilayah Kelurahan Bubulak yang terdiri dari 3 orang. Kisaran usia informan
termuda adalah 22 tahun dan tertua 25 tahun. Dua dari tiga informan bersuku
Sunda sedangkan sisanya bersuku Jawa. Ketiga informan beragama Islam.
Pendidikan terendah SMP, sedangkan yang tertinggi S1. Dua dari tiga
informan bekerja yaitu sebagai guru SD dan pedagang, sedangkan satunya
tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga ketiga
informan beragam yaitu Rp 1.800.000,00 hingga tertinggi Rp. 5.000.000,00.
Ketiga informan tinggal bersama keluarga lainnya (extended family). Ada
yang tinggal bersama ibu, mertua ataupun bibi. Usia bayi informan paling
kecil 7 bulan dan paling besar 11 bulan. Ketiga informan merupakan ibu
muda dengan jumlah anak paling sedikit satu orang dan paling banyak dua
orang.
Tabel 5.1
Karakteristik Informan
Informan
No
Variabel
1
2
3
Ny. A
Ny. P
Ny.S
25
22
24
1
Nama
2
Umur (thn)
3
Suku
Sunda
Sunda
Jawa
4
Agama
Islam
Islam
Islam
5
Pendidikan
S1
SMP
SMA
6
Pekerjaan
Guru
Pedagang
IRT
7
Penghasilan
4.000.000
5.000.000
1.800.000
Ibu
Bibi
Mertua
keluarga
(perbulan)
8
Tinggal dekat
kandung
9
10
Usia bayi (bln)
8
7
11
Jumlah anak
2
2
1
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah keluarga klien, yaitu
suami dan anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah klien.
Wawancara dengan informan pendukung dilakukan untuk mendapatkan
informasi tambahan sebagai cross check data serta memperkaya data
penelitian.
Tabel 5.2
Karakteristik Informan Pendukung
Informan
No
Variabel
1
Nama
2
Usia (thn)
3
Agama
4
Pendidikan
1
2
3
4
5
6
Tn. A
Tn. P
Tn. S
Ny. T
Ny. R
Ny. B
31
24
25
50
57
52
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
S1
SMP
D III
SMP
SD
SD
terakhir
5
Suku
Minang
Sunda
Jawa
Sunda
Jawa
Sunda
6
Hubungan
Suami
Suami
Suami
Ibu
Bibi
Mertua
dengan
kandung
informan
C. Gambaran Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga dalam pemberian ASI
Eksklusif
Dukungan sosial dan keterikatan keluarga dapat mendukung pemberian ASI
eksklusif. Berikut akan dijelaskan bentuk dan sumber dukungan yang ada ketika
ibu menyusui ASI eksklusif.
1. Sumber Dukungan
Sumber dukungan yang didapatkan oleh ibu selama menyusi ASI
eksklusif melalui dukungan keluarga (dukungan suami, anggota keluarga
lainnya
seperti
ibu,
mertua
ataupun
bibi),
dukungan
nonkeluarga
(tetangga/teman).
a. Dukungan Keluarga
1) Dukungan suami
Tiga informan mengatakan bahwa mereka memperoleh dukungan
dari suami selama menyusui ASI eksklusif. Berikut kutipannya:
“Suami saya tidak mempermasalahkan saya kasih ASI eksklusif
sama anak saya, malah dia mendukung saya buat kasi ASI secara
eksklusif. senang rasanya bila saling mendukung …” (Ny. A, 25th,
guru)
’’Suami mah dukung, saya disuruh untuk kasih ASI saja...” (Ny. P,
22 th, pedagang)
“Suami saya mendukung sekali dalam pemberian ASI eksklusif,
bersyukur punya suami dia. Nih buktinya banyak bacaan yang
dibelikan untuk saya (sambil memperlihatkan beberapa buku,
Tabloid, dan majalah ibu Anak).” (Ny. S, 24 th, IRT)
Ketiga suami informan mendukung pernyataan informan bahwa
mereka sangat pendukung istrinya masing-masing dalam pemberian
ASI eksklusif untuk bayi mereka. Berikut kutipannya:
“Saya turut mendukung istri untuk menyusui eksklusif sampai
enam bulan” (Tn. A, 31 th)
“Iya mendukung istri… “ (Tn. P, 24 th)
‘Tentunya sangat mendukung istri ya (sambil merangkul pundak
istrinya dengan tangan).” ( (Tn. S, 25 th)
2) Dukungan anggota keluarga lainnya
Dalam keluarga biasanya anggota keluarga lainnya turut berperan
dalam hal merawat anak. ibu, mertua ataupun bibi turut memberikan
kontribusi kepada ibu menyusui. Mereka biasanya memberikan
pengalaman mereka sewaktu merawat anaknya dulu. Dukungan ini
dapat membantu dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berikut
kutipannya:
“Untungnya ibu juga kan kader jadi mengerti kalau dalam hal
seperti ini, jadinya saya dianjurkan memberikan ASI secara
eksklusif…” (Ny. A, 25 th, guru)
“Ibu sih nyuruhnya dikasi ASI aja. Soalnya dulu ibu juga gitu,
semua ASI. nggak dikasih susu botol. Bibi juga sama sih …” (Ny.
P, 22 th, pedagang)
“Mamah bilang kalo bisa sampe anak umur dua tahun dikasi
ASI...” (Ny. S, 24 th, IRT)
Anggota keluarga seperti ibu, mertua dan bibi ikut berperan dalam
merawat bayi yang baru lahir. Kehamilan dan kelahiran merupakan
media pengajaran kepada anak mereka untuk mengajarkan bagaimana
mengurus anak dalam hal ini adalah mengurus cucu mereka masingmasing. Berikut kutipan ungkapannya:
“Menyusui kan baik untuk kesehatan, apalagi saya juga sudah
tahu dari penyuluhan-penyuluhan gimana pentingnya ASI untuk
bayi, jelas saya mendukung apa yang dilakukan anak saya untuk
memberikan ASI eksklusif” (Ny. T, 50 th)
“Pasti mendukung yah” .(Ny. R, 57 th)
“Ngedukung banget kalau ASI eksklusif biar bayinya juga sehat
(sambil menganggukan kepala)”. (Ny. B, 52 th)
Pernyataan ini juga didukung oleh suami informan bahwa
keberadaaan anggota keluarga lainnya memberikan dukungan dalam
pemberian ASI eksklusif ini. Berikut pernyataannya:
“Pastinya orang tua ya. Ibu mertua saya kebetulan dekat … beliau
mendukung dalam pemberian ASI ini” (Tn. A, 31 th)
“Orang tua saya, dan mertua karena deket. Kalo orang tua paling
cuma via telepon aja bilanginnya”. (Tn. S, 25 th)
Dukungan dari keluarga juga mempengaruhi ibu menyusui dalam
pengambilan keputusan untuk memberikan ASI secara eksklusif.
Berikut ungkapannya:
“Ibu ya. Belajar dari ibu juga. Apalagi kalau habis penyuluhan
tentang ASI ibu langsung kasih tahu saya”. (Ny. A, 25 th, guru)
“Mama. dan alhamdulillah suami juga. Kan enak ya, kalau samasama mendukung”. (Ny. R, 24 th, IRT)
Ada juga yang mengambil keputusan sendiri, tidak dipengaruhi
oleh siapa-siapa.
“Sendiri aja. Apalagi saya juga jauh dari orang tua”. (Ny. B, 22
th, pedagang)
3. Dukungan nonkelurga
Interaksi sosial memberikan dampak pada pemberian ASI
eksklusif. Selain keluarga, teman ataupun tentangga sekitar rumah
juga dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI eksklusif.
Berikut ungkapan informan:
“Iya kadang-kadang suka bilangin” (Ny. A, 25 th, guru)
“Suka juga dikasih tau sama tetangga”. (Ny. B, 22 th, pedagang)
“Sama teman juga sama tetangga dibilangin tentang ASI. (Ny. R,
24 th, IRT)
2. Bentuk dukungan
Bentuk dukungan yang diperoleh oleh ibu menyusui terdiri dari dukungan
fisik, dukungan emosional dan informasional.
a. Dukungan fisik
Dua dari tiga informan memperoleh dukungan fisik dalam keterlibatan
ibu, metua ataupun bibi dalam kegiatan mengurus bayi seperti:
memandikan bayi, pemijatan payudara. Berikut ungkapan informan:
“Waktu pertama sesudah melahirkan
memandikan bayi.”(Ny. A, 25 th, guru)
ibu
membantu
dalam
“Habis ngelahirin payudara saya bengkak, terus disuruh dikompres.
Badan juga lagi itu diurutin sama bibi. Biar nggak ada orang tua tapi
bibi udah kaya ibu sendiri.(Ny. P, 22 th, pedagang)
“Iya ibu ngurusin segala keperluan bayi dan saya. “(Ny. S, 24 th,
IRT)
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan anggota keluarga bahwa
dirinya sering membantu dalam mengurus bayi dan ibunya misalnya
dalam memandikan bayi, memberi pijatan pada payudara agar tidak
bengkak dan memberikan kompres air hangat pada payudara yang
bengkak.
“Seminggu pertama saya bantu mengurus cucu. Maklum masih barubaru.” (Ny. T, 50 th)
“Biar saya cuma bibi, dia udah saya anggap anak sendiri. pasti repot
kalo ada anak yang lahiran. Pasti bantu ini itu. Mandin bayi, terus
juga kasih tahu apa aja yang suka dialamin sama ibu yang mau
nyusuin misalnya teteknya suka bengkak”. (NY. R, 57 th)
“Semuanya dibantuin dulu. Apalagi pertama-tama sehabis ngelahirin
kan masih belum terbiasa mungkin. Waktu sehabis ngelahirin sampe
sebulan juga dibantu sama besan”. (Ny. B, 52 th)
b. Dukungan emosional
Tiga informan memperoleh dukungan dari suami dalam bentuk sikap
penghargaan atau menghargai Istri yang sedang menyusui. Berikut
ungkapan informan:
“Nggak apa-apa memberikan ASI (Ny. A, 25 th, guru)
”Katanya bagus anak di kasih ASI”. (Ny. P, 22 th, pedagang)
“Waktu pertama-tama payudara saya bengkak, terus lecet putingnya.
Trus suka sakit kalo lagi menyusui, suami juga suka nanya kenapa dan
paling dia bilang sabar ya nanti juga terbiasa.” (Ny. S, 24 th, IRT)
Dua dari tiga informan pendukung juga menyatakan menghargai istri
yang sedang dalam masa menyusui. Berikut kutipannya:
“Ya mendukung sekali istri ya. Malah ini kan baik untuk kesehatan
anaknya juga. Karena saya nggak merasakan menyusui saya cuma
suka tanya apa keluhannya sama istri saya. Ya kan, Mah (sambil
melontarkan pertanyaan pada istrinya)”. (Tn. A, 31 th)
“Ngertiin aja kalo lagi capek ngurusin bayi. kan repot ya” (Tn. R, 24
th)
c. Dukungan informasional
Salah satu bentuk dukungan yang diberikan kepada ibu menyusui
adalah dengan memberikan informasi. Informasi ini sangat dibutuhkan
bagi ibu menyusui. Satu informan memperoleh informasi tentang
pengertian ASI eksklusif, satu informan memperoleh informasi tentang
pentingnya memberikan ASI pada bayi, satu informan mendapatkan saran
mengenai. Berikut kutipan ungkapannya:
“Suami saya suka beliin saya majalah tentang ibu anak. Dari situ
saya banyak tahu tentang ASI eksklusif. Terus ibu juga suka kasih tahu
kalau misalnya dia baru dapet penyuluhan’. (Ny. A, 25 th, guru)
“Iya, ibu saya, mertua, juga bibi suka ngebilangin gimana cara
nyusuin anak, cara gendongnya gimana”. (Ny. B, 24 th, pedagang)
“Semua diajarin sama mamah. Dari hamil suka dikasih tahu katanya
nanti bayinya dikasih ASI jangan formula. Jangan dikasih apa-apa
dulu sebelum enam bulan. Makannya juga harus yang bagus yang
bergizi gitu”. (Ny. S, 24 th, IRT)
Pernyataan ini didukung oleh pernyataan anggota keluarga lainnya dan
suami. Berikut kutipannya.
“Kalau pulang kerja saya suka beliin majalah ibu dan anak untuk
istri saya. Jadi ada banyak majalah, buku, tabloid tentang ibu anak
disini, supaya bisa baca-baca”.(sambil menunjukkan buku, tabloid
dan majalah tentang ibu anak.” (Tn. A, 31 th)
“Suka dikasih tahu sama bibi, ngerawat anak gimana, nyusuinnya
gimana”. (Ny. R, 57 th)
“Emang diajarin ya. Namanya juga orang tua suka ngasih tahu,
nanti kalo ngurusin anak harus benar. Kalau bisa jangan dikasih susu
botol, biar ASI aja”. (Ny. B, 52 th)
D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup Masyarakat Bubulak
Masyarakat Bubulak terdiri dari berbagai macam suku. Sebagain besar
masyarakat Bubulak merupakan suku sunda. Agama yang dianut oleh sebagian
besar masyarakat Bubulak adalah agama Islam. Terdapat budaya positif dan
negatif yang terdapat di Bubulak berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif.
Berikut akan dijelaskan mengenai budaya yang terdapat di Bubulak.
1. Definisi ASI eksklusif
Ketiga informan telah mengetahui pengertian dari pemberian ASI
eksklusif yaitu pemberian ASI selama enam bulan pertama tanpa
makanan/minuman apapun. Dua dari tiga informan belum menjawab dengan
sempurna pengertian ASI eksklusif. Berikut kutipannya.
“ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan selama enam bulan”. (Ny. P, 22
th, pedagang )
Namun dua informan menjawab dengan jawaban yang tepat. Berikut
kutipannya.
“ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman
tambahan selama enam bulan pertama”. (Ny. A, 25 th, guru)
“ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan
tanpa dikasih apa-apa, misalnya minuman atau makanan”. (Ny. S, 24 th,
IRT)
Informan pendukung baik suami dan anggota keluarga lainnya juga
mempunyai pendapat yang sama dengan informan utama mengenai
pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI selama enam bulan
pertama tanpa makanan/minuman apapun. Berikut kutipannya.
“ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja yang diberikan selama enam
bulan pertama.” (Ny. T, 50 th)
“ASI eksklusif bayi diberikan hanya ASI saja selama enam bulan”.
(Ny. B, 52 th)
“ASI eksklusif adalah menyusui selama enam bulan tanpa diberikan
apa-apa”. (Tn. A, 31 th)
“ASI eksklusif adalah menyusui selama enam bulan”. (Tn. P, 24 th)
“ASI eksklusif adalah memberikan ASI selama eman bulan pertama
kelahiran pada bayi.” (Tn. S, 25 th)
Namun ada juga anggota keluarga yang menjawab tidak tahu arti dari
ASI eksklusif. berikut kutipannya:
“Nggak tahu. Saya tahunya menyusui aja”. (Ny. B, 52 th)
2. Menyusui merupakan hal yang alami
Masyarakat Bubulak menganggap menyusui merupakan hal yang
alami setelah proses melahirkan. Adanya perubahan fisik dan psikologis
yang dialami merupakan hal yang wajar dalam melaksanakan tugas
sebagai ibu. Berikut kutipannya:
“Menyusui proses alamiah yang wajar dialamai oleh seorang ibu.
Sudah kodrat wanita sebagai ibu untuk menyusui anaknya”. (Ny. A,
25 th, guru)
“Menyusui itu tugas kita sebagai ibu”. (Ny. P, 22 th, pedagang)
“Wajar saja jika seorang ibu setelah melahirkan terus menyusui
anaknya karena ini tugas kita sebagai ibu” (Ny. S, 24 th, IRT)
Pernyataan ketiga informan ini didukung dengan pernyataan informan
pendukung yang menyatakan bahwa menyusui adalah tugas seorang ibu.
Berikut kutipannnya:
“Menyusui memang tugas sebagai ibu”. (Ny. T, 50 th)
“Nyusuin anak kan emang tugas ibu”. (Ny. R, 57 th)
“Ibu memang udah tugasnya nyusuin kan”. (Ny. B, 52)
“Mengandung anak, melahirkan, serta menyusui adalah amanah dari
Tuhan untuk seorang wanita”. (Tn. A, 31 th)
“Menyusui hal biasa buat seorang ibu. Sudah menjadi kewajiban ibu”.
(Tn. P, 24 th)
“Udah kodrat seorang perempuan untuk menyusui”. (Tn. S, 25 th)
3. Memberikan Makanan dan Minuman pada Bayi dibawah Umur Enam
Bulan
Masyarakat
Bubulak
mengatakan
pada
hari
pertama
setelah
melahirkan biasanya diberikan madu atau air gula pada bibir bayi, ini
berguna untuk memberikan tenaga pada bayi. Pemberian minuman lainnya
yaitu seperti kopi yang berguna untuk mencegah sakit step pada bayi,
pemberian air tumbukan daun pare yang diberikan untuk mengeluarkan
kotoran dari mulut bayi. Selain diberikan minuman juga diberikan
makanan seperti pisang. Pisang yang diberikan untuk bayi biasanya jenis
pisang mas. Pisang diberikan pada usia yang bervariasi. Ada yang
memberikan pada usia lima hari, usia satu bulan ataupun dua bulan.
Pemberian pisang ini ada yang mengatakan sebagai bekal untuk perut
bayi yang belum terisi makanan. Ada juga yang mengatakan supaya
anaknya nanti menjadi anak yang baik seperti filosofi pisang mas. Berikut
kutipannya:
“Disini biasanya bayi yang baru lahir suka diberi madu biar kuat.
Madu diolesin kebibir bayi”. (Ny. A, 25 th, Guru)
“Iya dikasi madu atau air gula.., kadang suka kopi dikasi sasendok ku
si bayi... malahan eta tetangga saya dikasi air bejekan daun paria
(pare, daun parianya teh (pare) dibejek, terus airnya diminumin ke
bayinya. Katanya biar bayinya muntah dan kotorannya keluar… suka
dikasi pisang mas juga pas abis lahir”. (Ny. P, 22 th, pedagang)
“Iya disini mah orang-orang suka dikasi pisang, madu, kopi biar
nggak step”. (Ny. S, 25 th, IRT)
Pernyataan ketiga informan diatas didukung dengan pernyataan ibu,
mertua, bibi dan kader posyandu yang menyatakan bahwa masyarakat di
Bubulak umumnya memberikan madu, air gula, pisang kepada bayi
mereka. Berikut kututipannya:
“Dikampung sini ibu-ibunya suka ngasih bayinya madu, kopi, sama
pisang”. (Ny. T, 50 th)
“Ya namanya juga orang kampung, katanya kalo anak nangis itu
berarti laper jadi dikasih pisang. Biar gak sakit step dikasih kopi
sesendok kalo bapaknya ngopi”. (Ny. R, 57 th)
“Bayi dikasih madu bair ada tenaga juga biar ASInya manis… ada sih
yang dikasih pisang biar anaknya nggak rewel”. (Ny. B, 52 th)
“Disini banyak para ibu yang memberikan makanan/minuman pada
bayi dibawah umur enam bulan. Biasanya bayi dikasih madu/air gula,
kopi biar nggak step, pisang. Nggak heran kalau ASI ekskklusif disini
masih cenderung rendah.”. (Ny. E, 48 th)
4. Mapas
Masyarakat Bubulak mengenal istilah “mapas”. Dua dari informan
menyebutkan ada istilah “mapas” bagi ibu setelah melahirkan yang
ditandai dengan sudah putusnya tali pusat bayi. mapas adalah suatu masa
dimana ibu harus menjalani pantangan dalam memilih makanan yang
dimakan. Makanan yang belum pernah dimakan sebelum puput pusar
tidak boleh dimakan pada masa mapas. Lamanya masa mapas ini hingga
bayi berusia satu tahun. Berikut ungkapan informan.
“Setelah bayi puput pusar biasanya kalau disini ibu harus patang
makannya… setelah puput pusar namanya mapas. Misalnya sebelum
bayi puput kita nggak pernah makan daging, terus pas mapas kita
nggak boleh makan daging. Intinya makanan yang belum pernah
dimakan waktu sebelum puput, nggak boleh dimakan saat mapas”.
(Ny. A, 25 th, Guru)
“Ari disini mah kalo udah puput puser anaknya, ibunya dibilang
mapas kitu. Katanya teh ari belum pernah dimakan sebelum mapas,
pas masa mapas nggak boleh dimakan..(Kalau disini jika sudah puput
pusar anaknya, ibunya dibilang mapas begitu. Katanya kalau belum
pernah dimakan sebelum mapas, ketika mapas nggak boleh
dimakan)”. (Ny. P, 22 th, pedagang)
Begitupun dengan pernyataan informan pendukung terutama kader
posyandu yang menyatakan di masyarakat Bubulak ada istilah mapas pada
ibu setelah melahirkan. Berikut kutipannya:
“Kalau kita udah melahirkan sampe setahun biasanya nggak boleh
makan yang asem-asem, mangga muda. Kata orang tua kalau makan
yang asem-asem nanti cepet punya anak lagi… apalagi kalo makan
pisang katanya gak boleh…pisang kan licin jadi nanti katanya
peranakannya turun lagi”’ (Ny. T, 50 th)
“Kalo udah puput si ibu harus pantang makannya. Biasanya disebut
mapas.”.(Ny. R, 57 th)
“Mapas adalah masa bu dimana sudah mulai menjalankan pantangan
dalam makan. Mapas itu mulai saat lepasnya tali pusar atau puput
pusar.” (Ny. E, 48 th)
5. Pantangan dan Anjuran
Masyarakat Bubulak mengenal istilah pantangan. Dalam masa ibu
menyusui pantangan ditekankan pada makanan yang dikonsumsi.
Pantangan ini merupakan pengeruh budaya yang bersifat negatif, karena
pantangan tidak mendukung ibu menyusui secara kesehatan. Pantangan
yang dijalani ibu setelah melahirkan yaitu: tidak boleh makan makanan
yang berbau amis seperti telur, daging, dan ikan karena menurut mereka
akan memperlambat proses penyembuhan luka jahitan setelah melahirkan,
tidak boleh makan buah yang asam karena takut akan hamil lagi, serta
tidak boleh makan buah pisang karena akan menyebabkan rahim turun.
Berikut ungkapan informan:
“Disini suka ada pantangan. kaya nggak boleh makan yang anyiranyir (berbau amis) misalnya ikan, telor biar darahnya dan luka
jahitannya cepet sembuh. Terus juga nggak boleh makan pisang.
Katanya licin. Nanti peranakannya turun”. (Ny. A, 25 th, Guru)
“Awalnya sebelum ngelahirin, mertua bilangin nggak boleh makan
yang anyir-anyir (baunya amis) biar darahnya nggak bau dan
jahitannya cepat kering, tapi setelah dibilangin bidan, saya kan
lahirnya di bidan,kata bidan kalau nggak ada pantangan dalam
makanan mertua juga ngebolehin makan apa saja..” (Ny. P, 22 th,
pedagang)
Pernyataan
ketiga
informan
didukung
oleh
ungkapan
ibu
kandung/mertua dan kader posyandu. Berikut ungkapan informan
pendukung.
“Iya orang sini mah emang banyak pantangannya. Biasanya tuh
orang habis ngelahirin nggak boleh makan yang amis, nggak boleh
makan yang asem-asem. Tapi kan karena kita udah dikasih tahu sama
petugas kesehatan puskesmas, sama bidan, juga suka ada penyuluhan
kalau itu semua nggak apa-apa. Tidak ada pantangan setelah
melahirkan”. (Ny. T, 50 th)
“Kata orang dulu mah, kalau habis ngelahirin biar cepet sembuh kita
harus mutih, nggak boleh makan yang anyir-anyir (bau amis)
misalnya telor, daging, ikan biar nggak bau darahnya trus jahitannya
juga cepet sembuh. Tapi setelah dibilangin sama bidan watu menantu
saya ngelahirin, saya nggak pake pantangannya lagi”. (Ny. R, 57 th)
“Diadat saya memang ada pantang. Sebenarnya pantangannya sama
orang sini.. nggak boleh makan yang amis. Tapi saya nggak nyuruh
anak buat ngejalaninnya”. (Ny. B, 52 th)
“Disini segala banyak pantangan buat ibu menyusui, misalnya buah
aja nggak boleh makan yang asem-asem ,terus nggak boleh makan
yang anyir-anyir (bau amis).” (Ny. E, 48 th)
Ada juga informan yang menyebutkan tidak ada pantangan dalam ibu
menyusui. Berikut kutipannya:
“Saya nggak ada pantangan apa-apa”. (Ny. S)
Selain pantangan, pada ibu menyusui juga dianjurkan mengkonsumsi
banyak sayuran untuk melancarkan ASI. Berikut kutipannya:
“Paling disuruh makan sayur-sayuran. Bayem, katuk. supaya ASInya
lancer”. (Ny. A, 25 th, Guru)
“Makan sayur bening misalnya katuk, sop-sopan. Terus kacang ijo.”
(Ny. P, 22 th, pedagang)
“Iya mamah suka masakin sayur-sayuran. Katuk, bayam, kacang
merah.” (Ny. S, 24 th, IRT)
Begitupun dengan pernyataan anggota keluarga yang lainnya yang
mengungkapkan bahwa mereka menganjurkan ibu menyusui untuk
mengkonsumsi sayur-mayur. Berikut ungkapannya:
“Tiap hari pasti disayurin. Misalnya bayem, katuk, kacangkacangan.” (Ny. T, 50 th)
“Biar ASInya lancar dibuatin sayur misalnya sayur sop-sopan, bayem,
katuk gitu”. (Ny. R, 57 th)
“Saya suruh makan sayur biar ASI lancer. Dikasih sayur bening.”
(Ny. B, 52 th)
6. Sikap terhadap Budaya
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari ketiga informan
menyikapi budaya sebagai hal yang dapat dilakukan apabila memberikan
manfaat pada mereka. Namun sebaliknya, budaya yang tidak dilaksanakan
jika tidak memberikan manfaat untuk mereka. Berikut kutipannya:
“Sikap saya sama budaya yang ada, selagi budaya itu baik buat saya
dan anak saya, ya saya ikutin. Tapi kalau tidak baik saya nggak ikutin
apalagi kalau nggak sesuai sama kesehatan. menurut saya
memberikan pisang, madu nggak baik buat kesehatan anaknya”. (Ny.
A, 25 th, Guru)
“Kalau itu mah baik buat saya sama anak, ya saya laksanain
pantangannya, tapi selama nyusuin saya nggak ada pantangan apaapa. Mertua juga nggak nyuruh ada pantangan”. (Ny. P, 22 th,
pedagang)
“Saya jalanin mitos, pantangan yang baik-baik saja, yang baik buat
kesehatan”. (Ny. S, 24 th, IRT)
Dua dari tiga informan pendukung menyatakan pernyataan yang sama
dalam hal menyikapi budaya. Berikut kutipannya:
“Orang sini emang banyak pantangannya untuk ibu setelah
melahirkan. Kita ambil yang baik-baiknya ya”. (Ny. T, 50 th)
“Iya jangan diikutin yah, kalau nggak baik..” (Ny. R, 57 th)
Meskipun informan pendukung merupakan keluarga terdekat informan
utama, namun dalam hal menyikapi budaya tidak selalu sama. Ada yang
turut mengikuti budaya tanpa mengevaluasi baik dan buruknya terhadap
kesehatan. Berikut kutipannya:
“Namanya juga orang tua dulu. Kita mah ngikutin aja ya. …” (Ny. B,
52 th)
7. Perilaku terhadap Budaya
Perilaku yang muncul dalam pemberian ASI eksklusif dikelurahan
bubulak dari ketiga informan semuanya memberikan ASI secara eksklusif.
berikut kutipannya:
“Walaupun ada pantangan ini itu dimasyarakat sini saya tetap
memberikan ASI saja sampe enam bulan tanpa dikasih madu, ataupun
pisang.” (Ny. A, 25 th, Guru)
“Belajar dari ibu.. ibu juga dulu anaknya dikasih ASI semua. Jadi
saya juga dikasih ASI” (Ny. P, 22 th, pedagang)
“Anak saya dikasih ASI tok sampe enam bulan.. tidak ada pantangan
apa-apa. Sama ibu juga bebas-bebas aja mau makan apa”. (Ny. S, 22
th, IRT)
Budaya positif yaitu menghargai nasehat orang tua terdapat pada
masyarakat bubulak. Ibu menyusui menjalankan nasehat yang diberikan
oleh ibu kandung ataupun mertua mereka. Dukungan ini berdampak
positif karena anggota keluarga lainnya seperti ibu, mertua, bibi dari
informan menganjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif. berikut
kutipannya:
“Anak saya memberikan ASI eksklusif.”( Ny. T, 50 th)
“Iya anaknya dikasih ASI aja”. (Ny. R, 57 th)
“Iya cucu saya susunya ASI aja sampe enam bulan’. (Ny. B, 52 th)
Suami yang turut mendukung juga membenarkan pernyataan informan
utama yaitu istrinya yang telah memberikan ASIeksklusif. Berikut
kutipannya:
“Istri saya jelas memberikan ASI eksklusif”. (Tn. A, 31 th)
“Anak saya ASI eksklusif”. (Tn. P, 24 th)
“Istri saya memberikan ASI eksklusif untuk anak saya. (Tn. S, 25 th)
E. Faktor Lain yang Muncul
Hasil analisis data kualitatif muncul faktor lain dalam pemberian ASI
eksklusif. dua dari tiga informan merupakan wanita yang bekerja diluar rumah
yaitu sebagai pedagang dan sebagai guru. Namun, pekerjaan bukan hambatan
dalam pemberian ASI eksklusif. berikut kutipannya:
“Saya seorang guru SD. Alhamdulillah tempat mengajarnya dekat
dengan rumah saya. Hanya naik angkot sebentar dan pulang bubaran
sekolah juga jam 12. Dengan demikian kalau pagi biasanya saya
memerah ASI terus nanti ditaruh kulkas. Jika anak saya haus dan saya
belum pulang, tidak perlu khawatir karena ada persediaan ASI di
kulkas”. (Ny. A, 25 th, Guru)
“Suami ada lapak di terminal. Jadi saya bantu-bantu jualan dengan
suami. Dari umur dua bulan anak suka dibawa kalau jualan biar saya
tetep bisa nyusuin anak.” (Ny. P, 22 th)
Keputusan tetap memberikan ASI eksklusif pada ibu menyusui pada
wanita yang bekerja dikarenakan mereka mengetahui pentingnya ASI
eksklusif. berikut kutipannya:
“Kita kan tahu ASI itu penting sekali bagi bayi, apalagi ASI eksklusif
untuk ketahanan tubuh supaya anaknya nggak gampang sakit. Jadi
walaupun saya ngajar, harus tetap memberikan ASI”. (Ny. A, 25 th, Guru)
“Kata bidan dikasih ASI biar anaknya sehat, nggak gampang sakit. Jadi
saya kasih ASI sama anak saya”. (Ny. P, 22 th pedagang)
F. Hasil Wancara dengan Informan Pendukung (Kader Posyandu)
Informan utama dalam penelitian ini adalah sebagian kecil masyarakat
Bubulak yang memberikan ASI secara eksklusif. bisa dikatakan satu dari
dua puluh ibu menyusui bisa adalah yang memberikan ASI secara
eksklusif. faktor budaya di Kelurahan bubulak dapat memberikan dampak
ppositif dan negatif terhadap pemberian ASI eksklusif. Berikut
kutipannya:
“Angka cakupan ASI dikelurahan ini cukup kecil, banyaknya bayi
yang diberikan makanan atau minuman sebelum umur enam bulan
menjadi faktor kegagalan dalam ASI eksklusif. Dan inilah budaya
yang ada di masyarakt Bubulak”. (Ny. E, 48 th)
Banyak alasan yang dikemukanan ibu menyusui terkait dengan
pemberian makanan/minuman pada bayi di bawah umur enam bulan.
Berikut kutipannya:
“Makanan atau minuman yang biasa dikasih pada bayi di bawah
enam bulan yaitu: pisang biasanya pisang mas. Alasan diberi pisang
karena anaknya rewel jadi harus diberi makan, ada juga yang bilang
untuk bekel anak di dalam perut. Diasanya dikasih umur 2 hari sampe
lima hari. Ada juga yang dikasi madu, kalau nggak ada pake air gula
agar ASI pertamanya manis, dikasih kopi juga biar anaknya nggak
kena step ”. (Ny. E, 48 th)
Selain pemberian makanan tambahan sebelum waktunya budaya
masyarakat Bubulak yaitu adanya beberapa mitos atau pantangan pada ibu
menyusui. Tentunya hal ini akan mempengaruhi kualitas produksi ASI
dari ibu menyusui. Pantangan yang ada ditekankan pada makanan yang
dikonsumsi ibu menyusui misalnya, tidak boleh makan buah yang asam,
tidak boleh makan yang berbau amis, dan tidak boleh makan pedas.
Berikut kutipannya:
“Ibu-ibu disini segala dipantang. Kalau orang lahir tuh makannya
mutih apalagi setelah mapas. Nggak boleh makan yang amis biar
jahitannya cepet sembuh, pantang makan yang asem-asem misalnya
mangga muda, katanya nanti kalau makan yang nuda-muda
peranakannya muda lagi jadi cepat hamil. Pantang makan pisang karena
pisang itu licin jadi nanti peranakannya licin lagi. Padahal mah
semuanya nggak nyambung sama kesehatan. Kita juga ibu kader udah
berusaha memberikan penyuluhan mengenai ASI. Tapi tetep aja nggak
ngaruh. kurang ngena sama ibu-ibu disini karena lebih percaya sama
orang tua dulu, walaupun ada beberapa yang mendengarkan serta
mempraktekannya”. (Ny. E, 48 th)
Budaya masyarakat Bubulak ada yang baik yaitu menghormati orang
yang lebih tua. Dalam kehamilan dan kelahiran biasanya orang tua
ataupun mertua turut dalam mngurus cucu mereka. Orang tua akan
senantiasa mengajarkan cara mengurus bayi kepada anaknya. Jika orang
tua memberikan masukan dan dorongan yang baik mengenai ASI
eksklusif biasanya anak pun akan mengikuti nasehat orangtuanya. Namun,
sebaliknya jika orangtua memberikan masukan yang tidak mendukung
pemberian ASI eksklusif makan anaknya pun tidak akan memberikan ASI
eksklusif. berikut kutipannya:
“Disini ibu-ibunya susah dibilangin karena biasanya mereka nurutnya
sama orang tuanya. Kader udah kasih penyuluhan tentang ASI
eksklusif percuma aja kalau orang tuanya nggak ngajarin ASI
eksklusif. jadi kuncinya ASI eksklusif salah satunya pengajaran dari
orang tua”. (Ny. E, 48 th)
Dukungan dari suami sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI
eksklusif. berikut kutipannya:
“Dukungan suami itu sebenarnya penting. Perempuan disini
kebanyakan pasrah sama keputusan suami. Kalau suami bilang A istri
ngikut aja meskipun belum tuntu benar. Sama halnya kaya pemberian ASI
eksklusif kadang suami malah yang memutuskan anaknya diberi susu
formula saja karena nggak mau repot keluhan istrinya. Nah, yang enak
kalau suaminya juga mendukung, tapi ada juga yang tidak dukungan apaapa alias terserah istri”. (Ny.E, 48 th)
Pengetahuan yang diperoleh ibu menyusui juga mempengaruhi
perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. pengetahuan bukan hanya
diberikan melalui pendidikan formal yaitu di sekolah, namun pengetahuan
bisa didapat melalui penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Semua kembali pada kemauan ibu untuk memperoleh
informasi demi memberikan perilaku kesehatan yang baik untuk
keluarganya. Berikut kutipannya:
“Disini yang ASI eksklusif nggak bisa dilihat dari pendidikan. Ada
yang pendidikannya tinggi, tapi nggak kasih ASI eksklusif, ada juga yang
pendidikannya rendah malah kasih ASI eksklusif. Mau kalau dikasih tahu,
mau juga ngikutin penyuluhan. Jadi enak diajarinnya tuh mau. Tapi
banyak juga sih yang udah pendidikannya rendah terus susah dibilangin.
Anaknya nggak dikasih ASI eksklusif. Ya, tergantung kemauan ibunya sih
ya. juga tergantung pengetahuannya sendiri. Biasanya ada kemajuan nih
kalau abis penyuluhan, mungkin karena jadi banyak tahu kali ya. Tapi,
banyak faktor juga sih, ya keluarga, atau juga tetangga-tetangganya”.
(Ny. E, 48 th)
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain:
1. Metode observasi yang dilakukan kurang optimal karena observasi dilakukan
selama wawancara.
2. Informan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kelompok kecil dari
budaya yang ada di masyarakat Bubulak. Bisa dikatakan dalam hal ini, ibu
yang menyusui ASI secara eksklusif hanyalah sebagian kecil dari masyarakat
Bubulak, sehingga informannya hanya sedikit.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Informan
a. Suku
Hasil penelitian menunjukkan dua dari tiga informan berasal dari
suku Sunda yang merupakan suku terbesar di daerah Bubulak. Satu
informan lagi berasal dari suku Jawa. Menurut Harsojo (1976) baik
suku Sunda maupun suku Jawa mempunyai kekerabatan yang
dipengaruhi oleh adat istiadat yang diteruskan secara turun-temurun.
Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan kebudayaan pada setiap saat dimana pun dia berada.
Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun
kelompok
masyarakat.
Kebudayaan dapat
menopang
perilaku
kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitupun dengan
perilaku pemberian ASI eksklusif yang tidak terlepas dari pandangan
budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang
bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998).
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan
budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan,
hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit,
kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik
positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak khususnya
dalam hal pemberian ASI eksklusif.
b. Penghasilan keluarga
Penghasilan keluarga mempengaruhi cara hidup. Penghasilan
keluarga dapat mendukung pemberian ASI eksklusif ataupun
sebaliknya. Dalam pemberian ASI eksklusif dapat dilihat bagaimana
keluarga memanfaatkan sumber-sumber material dalam perilaku
pemberian ASI eksklusif. pemanfaatan penghasilan keluarga dapat
dilihat seperti dalam pemilihan
nutrisi untuk ibu menyusui,
penggunaan vitamin, penggunaan obat ataupun jamu, dan pembelian
media untuk menambah pengetahuan ibu.
c. Tinggal dekat
Kelompok yang paling dekat dengan manusia adalah keluarga
batih. Keluarga batih atau keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak yang belum menikah atau belum membentuk keluarga batih
sendiri. Keluarga batih di Indonesia berkaitan erat dengan unit yang
lebih besar lagi, yang lazimnya disebut kelompok kekerabatan.
Menurut Soekanto (2004) keluarga yang merupakan penambahan dari
keluarga inti dapat disebut dengan keluarga besar (extended family)
dimana terdapat penambahan anggota seperti sepupu, bibi, mertua,
paman, nenek, kakek, dan lain-lain.
Di Indonesia fungsi kekerabatan masih sangat kuat terutama pada
masyarakat-masyarakat bersahaja-tradisonal. Kehidupan kelompok
kekerabatan tersebut berpusat pada tradisi kebudayaan yang telah
dipelihara
secara
turun-temurun
(Harsojo,
1983
dalam
Koentjaraningrat). Pemberian ASI merupakan hal yang diwariskan
secara turun-temurun. Fungsi kekerabatan dalam hal ini yaitu
pembelajaran mengenai ASI didapat anak dari ibu, bibi, mertua atau
nenek. Pengambilan keputusan dalam pemberian ASI eksklusif
dipengaruhi oleh pengajaran anggota keluarga lainnya dalam
memberikan informasi mengenai ASI.
Dalam penelitian ini informan utama yang diteliti adalah ibu
menyusui yang tinggal bersama keluarga lainnya atau dapat disebut
keluarga besar (extended family). Adapun tujuan yaitu untuk melihat
dukungan
dari
keluarga
selain
suami.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa keterikatan keluarga memberikan kontribusi
terhadap pola pengasuhan bayi baru lahir dan tentunya juga
memberikan
pengaruh
dalam
pengambilan
dilakukan
Yulfira
keputusan
untuk
memberikan ASI eksklusif.
Penelitian
yang
dkk
(2007)
juga
mengungkapkan menyebutkan pola pengasuhan bayi baru lahir
dilakukan oleh bibi/tante, nenek/orangtua.
2. Faktor Sosial dan Keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif
a. Sumber dukungan
Karl (1983) dalam Soekanto mengatakan bahwa dukungan sosial dari
orang lain yang relevan menjadi penentu yang luas dari sebuah perilaku.
Dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan yang diberikan oleh
lingkungan sosial seperti dukungan petugas kesehatan, dukungan teman
atau tetangga dan dukungan keluarga tentunya.
1) Suami
Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari
suami kepada istri untuk memberikan ASI secara eksklusif. The
Academy
of
Breastfeeding
Medicine
America
(2003)
mengemukakan bahwa proses menyusui adalah proses bertiga
yaitu bayi, ibu dan ayah. Proses ini akan berjalan lancar untuk
kerjasama ketiganya. Penelitian Menon, dkk pada tahun 2001
mengungkapkan pengambilan keputusan dalam pemberian ASI
eksklusif oleh ibu salah satunya di pengaruhi oleh peran suami.
Penelitian Djuwantono (1996)
menyatakan hubungan positif
antara lama pemberian ASI dengan dukungan suami.
Namun, sebenarnya jauh sekali sebelum penelitian terbukti, Al
Qur’an sudah menjelaskan bahwa proses penyusuan sampai
penyapihan memang harus kerjasama atas ayah dan ibu. Firman
Alah SWT dalam suruat Al-Baqarah ayat 233 menyebutkan,
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para
ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat diatas menyebutkan beberapa hukum yaitu: 1)
kesempurnaan menyusui adalah dua tahun. Itu adalah hak anak
jika dia memerlukannya. Allah Ta’ala memperkuatnya dengan
kata-kata kamilaini agar lafazh haulaini tidak ditafsiri hanya
setahun lebih, 2) tanggung jawab dari menyusui ini adalah hak
kedua orang tua baik ayah maupun ibu, dan 3) jika orang tua
ingin menyapih anaknya sebelum genap dua tahun atas kerelaan
mereka dan musyawarah tanpa membahayakan anak itu pun boleh
(Al-Jauziyah, 2007).
2) Ibu kandung/mertua
Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah ibu menyusui
yang tinggal bersama keluarga besar (extended family). Hasil
penelitian menunjukkan adanya keterikatan keluarga untuk saling
membantu. Keterikatan keluarga juga memberikan dorongan pada
ibu agar menyusui secara eksklusif. Penelitian Arora (2000)
menyatakan keluarga sebagai sumber informasi terbesar sehingga
ibu memutuskan untuk memberikan ASI eksklusif.
Pernytaan diatas juga diperkuat dengan penelitian Ibrahim
(2000) yang memberikan hasil bahwa dukungan keluarga
memberikan pengaruh positif terhadap perilaku menyusui. Ibu
yang
mendapatkan
dukungan
keluarga
akan
mempunyai
kesempatan dua kali untuk menyusui bayinya secara eksklusif
dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan
keluarga.
Hasil penelitian ini menunjukkan pola pengasuhan biasanya
dilakukan oleh nenek. Disini tampak bahwa ibu kandung/mertua
berperan dalam pengasuhan anak, terutama dalam pemberian
makan dan minuman kepada bayi.
3) Teman ataupun tetangga
Selain dukungan keluarga, dukungan sosial yang berasal dari
bukan keluarga juga dapat memberikan dorongan dalam pemberian
ASI eksklusif. hasil penelitian menunjukkan teman/tetangga turut
memberikan dukungan dengan memberikan informasi kepada ibu
menyusui.
Menurut Cobb dan Jones (1984) yang dikutip oleh Niven
(2000) dukungan sosial juga dukungan yang berasal dari teman
ataupun interaksi dengan tetangga lainnya. Lingkungan tetangga
juga mempunyai pengaruh terhadap pola kehidupan keluarga.
b. Bentuk Dukungan
1) Dukungan Fisik
Hasil penelitian menunjukkan bentuk dukungan pada ibu
menyusui dapat berupa bantuan fisik. Dukungan fisik diberikan oleh
keluarga dalam membantu proses ibu menyusui. Adapun bentuk
dukungan fisik misalnya membantu menggendong bayi, membantu
merawat bayi, dan
memandikan bayi.
Seorang ibu dengan bayi
pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang
sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya dan
apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik
yang dialami orang lain hal ini memungkinkan ibu ragu untuk
memberikan ASI pada bayinya (Perinasia, 2004). Untuk itu biasanya
ibu kandung/mertua mempraktekkan bagaimana cara mengurus bayi
kepada anak.
2) Dukungan Emosional
Hasil penelitian menunjukkan bentuk dukungan yang dapat
diberikan bisa melalui dukungan emosional dengan menghargai ibu
menyusui. Dukungan ini dapat berupa penghargaan pada ibu menyusui
dengan memberikan pujian. Dukungan keluarga merupakan faktor
pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat
emosional maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui
dalam memberikan ASI (Roesli, 2004). Dalam penelitian ini terlihat
bahwa dukungan emosional dari keluarga yaitu suami ataupun ibu
kandung/mertua
sangat
mempengaruhi
dalam pemberian
ASI
eksklusif.
3) Dukungan Informasional
Faktor yang mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif salah
satunya adalah informasi mengenai ASI eksklusif. informasi ini
didapat dengan memberikan dukungan kepada ibu menyusui. Dalam
penelitian ini dukunagn informasional yang dikemukakan adalah
dukungan yang diberikan suami dengan memberikan pengetahuan
melalui majalah, buku dan tabloid. Bukan hanya suami, anggota
keluarga lainnya pun seperti ibu, mertua, bibi turut memberikan
informasi seputar pentingnya ASI, cara menggendong bayi dan lainlain.
Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau
penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi
sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan
harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses
laktasi (Lubis, 2000).
Dukungan informasional yang dimaksud dalam peneltian ini
adalah bentuk dukungan yang menambah informasi bagi ibu
menyusui. Informasi dapat berupa bacaan dari tabloid, majalah atupun
buku dan juga dapat berupa nasehat. Dukungan informasional
diperoleh dari keluarga yaitu suami dan ibu kandung/mertua dan
dukungan nonkeluarga yaitu teman ataupun tetangga.
Gambaran faktor sosial dan keterikatan dalam pemberian ASI
ekslusif di Kelurahan Bubulak yaitu terdapat keterikatan dan
kekerabatan yang erat dengan suami dan anggota keluarga
lainnya.begitupun dengan teman atau tetangga. Ini memberikan
pengaruh pada ibu menyusui untuk membuat keputusan memberikan
ASI eksklusif. Dalam Sunrise Model’s faktor sosial dan keterikatan
keluarga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan. dalam hal ini sosial
dan keterikatan keluarga menunjukkan perilaku yang mendukung
kesehatan. Budaya yang sudah mendukung kesehatan dapat terus
dilakukan (cultural care preservation dan maintenance) untuk
mendukung ibu agar memberikan ASI secara eksklusif.
3. Gambaran Nilai Budaya dan Cara Hidup Masyarakat Bubulak
Selain faktor sosial dan dukungan keterikatan keluarga, faktor budaya dan
gaya hidup juga merupakan faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif.
hasil
wawancara
mendalam
dengan
sejumlah
informan
menunjukkan bahwa masyarakat Bubulak menganggap menyusui atau
memberikan ASI kepada bayi yang baru dilahirkan mmerupakan tindakan
atau cara yang alamiah dan sudah merupakan kodrat.
Nilai budaya masyarakat Bubulak menganggap menyusui bayi adalah
kodrat berkaitan dengan tugas dan peranannya sebagai ibu. Dalam hal ini,
tampak bahwa nilai-nilai budaya tentang menyusui masih melekat dan
diyakini oleh sebagian besar masyarakat setempat. Dengan kata lain, nilai
budaya dianggap memberikan pengaruh kepada ibu untuk memberikan ASI.
Hal ini pun menunjukkan bahwa budaya memberikan pengaruh yang positif
untuk kesehatan.
Selanjutnya dalam masyarakat di wilayah penelitian juga terdapat
kepercayaan terhadap pola makan ibu menyusui. Menurut keyakinan mereka
ada beberapa jenis makanan yang pantang dikonsumsi ibu menyusui dan baru
melahirkan. Jenis makanan tersebut adalah makanan yang berbau amis seperti
ikan, daging, dan telur, buah yang masam seperi mangga, nanas pisang juga
tidak boleh dikonsumsi. menurut informan pantangan tersebut dianggap hal
yang ditaati apabila memberikan dampak yang positif dengan kesehatan ibu
dan bayi.
Namun sebagian besar masyarakat memantang makanan tersebut karena
ingin menaati adat istiadat walaupun yang menjalankannya tidak paham atau
yakin akan logika memantang. Mereka sekedar mematuhi orangtua dan
menganggap sudah menjalankan tradisi setempat.
Dimasyarakat Bubulak juga terdapat tradisi pada bayi yang baru lahir
yaitu memberikan madu atau air gula agar ASInya terasa manis, dan
memberikan kopi supaya anak tidak terkena step. Ada juga yang memberikan
air dari remasan daun pare untuk membersihkan kotoran bayi dari mulut.
Kebiasaan tersebut dilakukan turun-temurun dan masih diyakini oleh
masyarakat.
Hasil
penelitian
Widodo
(2001)
juga
mengungkapkan
mengungkapkan hal yang sama. Dari hasil penelitian ini terungkap
makanan/minuman yang diberikan pada bayi baru lahir serta alasan pemberian
makanan tambahan kepada bayi baru lahir. Demikian juga hasil penelitian
Sudiman mengungkapkan bahwa sebagian besar ibu memberikan makanan
pendamping ASI kepada bayinya pada usia muda yaitu nol 0-3 bulan, dengan
alasan agar bayi tidak rewel.
Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh Swasono (1998) dari
penelitiannya diungkapkan bahwa ada sejenis makanan yang dipantang,
diantaranya bermacam-macam ikan karena dianggap menyebabkan peranakan
jadi licin dan menjadi kambuh lagi sakitnya. Buah-buahan seperti pepaya,
mangga, pisang akan menyebabka perut menjadi bengkak dan cepat hamil
kembali.
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa berbagai alasan yang dikemukakan
oleh ibu-ibu untuk tidak mengkonsumsi sejenis makanan tertentu bagi wanita
yang sedang menyusui dilandasi oleh pandangan budaya. Tentunya hal ini
memberikan kontribusi dalam kegagalan pemerian ASI eksklusif.
Selain terdapat pantang, ada anjuran bagi ibu menyusui. Ibu menyusui
dianjurkan mengkonsumsi sayur-mayur seperti bayam, katuk, dan kacangkacangan. Semua jenis makanan yang dianjurkan tersebut dianggap dapat
memberbanyak dan memperlancar ASI, sehingga bayi yang disusui menjadi
sehat. Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan Rina (1998) bahwa
makanan yang dianggap baik untuk ibu menyusui antara lain daun katuk, daun
bayam, kacang panjang dan daun pepaya. Daun-daunan ini dianggap dapat
menambah ASI.
Informan pada penelitian ini adalah ibu yang sudah berhasil menyusui ASI
secara kesklusif dan didapatkan bahwa sikap dan perilaku informan tidak
terlalu dipengaruhi oleh budaya. Dalam menyikapi budaya yang ada informan
terlah dapat membedakan pengaruh negatif dan positif terhadap kesehatan ibu
dan bayi. informan sudah dapat berfikir secara rasional karena telah
memperoleh pengetahuan dari keluarga, petugas kesehatan, media massa
(tabloid, buku, majalah).
Hal diatas juga membuktikan bahwa pentingnya pengertahan ibu
menyusui agar mempunyai sikap dan perilaku untuk memberikan ASI secara
eksklusif. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya
pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif yang menjadikan
penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif (Novaria
(2000) dalam Kamalia (2005)). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya
kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif
yang menjadikan penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI
eksklusif.
Perilaku ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dalam hal
ini tampak bahwa pengalaman dan pendidikan sejak kecil juga mempengaruhi
sikap dan pola menyusui ibu terhadap bayinya. Seorang wanita yang jika
dalam keluarganya atau lingkungan sosialnya secara teratur mempunyai
kebiasaan menyusui atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara
teratur, akan mempunyai pandangan yang positif tentang pemberian ASI
eksklusif.
Gambaran nilai budaya dan cara hidup masyarakat Bubulak mengenai ASI
eksklsuif sebagai suatu yang alamiah, kodrat, dan tugas seorang ibu dapat
memberikan kontribusi yang baik untuk mendukung ibu dalam memberikan
ASI eksklusif. Namun, adanya pantangan atau mitos yang menjalankannya
dapat memberikan pengaruh yang buruk untuk ASI eksklusif. Untuk
pantangan dan mitos hendaknya petugas kesehatan dapat melakukan
pendekatan terhadap budaya. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan
adalah
melestarikan/mempertahankan
budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien
(Leininger, 2002).
Intervensi mengenai pantangan dan mitos pada hal ini dapat dilakukan
dengan negosiasi budaya. Negosiasi budaya dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya pantang makan yang berbau
amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang sudah berhasil dalam
memberikan ASI eksklusif, dalam hal ini bukan berarti informan tidak
mengikuti budaya, namun informan sudah dapat mengevaluasi budaya mana
yang mendukung kesehatan dan yang tidak mendukung kesehatan. ini
disebabkan karena sudah ada evaluasi dari pengetahuan yang dimiliki
informan terhadap budaya yang ada.
4. Hasil Observasi
Untuk mendapatkan data yang relevan dengan penelitian yang tidak
didapatkan dalam wawancara mendalam maka peneliti melakukan wawancara
dan observasi kepada informan. Berikut ini sikap dan tingkah laku serta
keadaan lingkungan informan saat diwawancara:
a. Ny. A
Wawancara dilakukan pada tanggal 2-5 November 2010. Observasi
dilakukan selama berlangsungnya wawancara. Ny. A terlihat kooperatif
dan menerima kedatangan peneliti di rumah. Selama wawancara
berlangsung subyek antusias dalam menjawab pertanyaan dari peneliti.
Subyek menceritakan pengalamannya memberikan ASI eksklusif. subyek
tinggal bersama ibu kandung dan adik bungsunya yang masih kuliah. Dua
kali pertemuan rumah tampak sepi karena semua anggota keluarga sedang
beraktivitas diluar rumah, hanya kedua anaknya yang tampak sedang tidur
siang. Hari ketiga wawancara rumah tampak ramai ada ibu dan adik Ny.
A. Adik Ny. A sibuk dengan pekerjaan rumah dan ibu Ny.A terlihat
sedang memberi makan bayi Ny.A. dirumah Ny.A terdapat televisi, radio
dan dvd player. Ny. A juga menunjukkan beberapa tabloid dan majalah
ibu anak yang diletakkan dibawah meja ruang tamu.
b. Ny. P
Wawancara dilakukan pada tanggal 2-6 November 2010. Dua kali
wawancara dilakukan di rumah dan satu kali dilakukan di toko tempat Ny.
A berdagang. Dirumah Ny. P tinggal bersama bibi dan tiga orang
sepupunya. Selama wawancara subyek berbicara dengan logat sunda.
Subyek menceritakan tentang pengalamannya selama menyusui ASI
eksklusif. subyek juga memperkenalkan bibinya kepada peneliti. Aktivitas
dirumah terlihat ramai, tampak dua orang anak perempuan yang sedang
membantu bibi Ny. M mengerjakan urusan dapur. Satu anak laki-laki
tarlihat sedang menonton televisi.
Di toko Ny. P menjual aneka minuman, makanan ringan dan rokok.
Toko berukuran 3x3 meter dan terdapat sekat untuk Ny. P beristirahat dan
sebagai tempat sholat. Ditoko juga terdapat televisi. Saat wawancara,
tugas menjaga toko dilakukan oleh suami Ny. P. Saat di Toko, bayi Ny. P
turut dibawa. Sambil diselingi kegiatan menyusui Ny.P menjawab
pertanyaan dari peneliti. Tidak tampak kesulitan dalam mengurus bayi.
c. Ny. S
Wawancara dilakukan tanggal 3-7 November 2010 di rumah subyek.
Observasi dilakukan selama berlangsungnya wawancara. Ny. S terlihat
kooperatif dan menerima kedatangan peneliti. Setiap kali kedatangan
peneliti Ny. S menyambutnya dengan menjabat tangan. Saat wawancara
berlangsung sering terlihat anak Ny. S melakukan aktivitas disekitar Ny.S
misalnya bermain. Ini menjadi hambatan dalam wawancara karena fokus
subyek terbagi dengan anaknya. Pertama kali dilakukan wawancara Ny.S
tampak sepi. Hanya ada anak Ny.S. Wawancara kedua dan seterusnya
rumah tampak ramai. Tampak anak laki-laki yang merupakan adik ipar
Ny. S sedang bermain dengan anak Ny. S. Satu kali wawancara mertua
Ny. S ikut mendampingi dan terkadang menambahkan pernyataan Ny. S.
Ibu mertua tidak tampak mendominasi. Terkadang ibu mertua Ny. S
terlihat menganggukkan kepala saat Ny. S menjelaskan. Ny. S
menunjukkan tabloid, majalah dan buku tentang anak yang disusun rapi
disatu rak buku.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yakni keberhasilan
pemberian ASI eksklusif dilatarbelakangi oleh:
1. Faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Bubulak kota Bogor mendukung ibu menyusui untuk
memberikan ASI secara Eksklusif. Adapun jenis dukungan yang diberikan
berupa dukungan fisik, dukungan emosional, dan dukungan informasional.
2. Terdapat Nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Bubulak kota Bogor yang mendukung dan tidak mendukung
kesehatan. Budaya yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah
adanya dukungan sosial dan keterikatan keluarga kepada ibu menyusui
untuk memberikan ASI secara eksklusif. Sedangkan yang tidak
mendukung kesehatan seperti adanya pantangan dalam makan dan adanya
tradisi mapas.
3. Perilaku yang diambil oleh ibu yang berhasil menyusui ASI eksklusif
mempertahankan pemberian ASI eksklusif tanpa mengikuti pantangan dan
mitos yang ada setelah mendapatkan evaluasi terhadap budaya yang tidak
mendukung kesehatan. Sehingga, untuk ibu yang tidak ASI eksklusif
dapat mengikuti perilaku ibu yang berhasil dalam pemberian ASI
eksklusif.
B. Saran
1. Keluarga
Mempertahankan dukungan terhadap ibu menyusui agar memberikan
ASI eksklusif seperti dukungan fisik, dukungan emosional, maupun
dukungan informasional.
2. Puskesmas Sindangbarang
Memberikan pendekatan bukan hanya pada ibu menyusu tetapi juga
perlu dilakukan pada keluarga seperti orang tua, suami, mertua, dan bibi
misalnya melakukan penyuluhan pada suami sewaktu mengantar
pemeriksaan kehamilan, penyuluhan ke majlis taklim yang mana biasanya
terdapat ibu-ibu ataupun nenek, perpanjangan tokoh masyarakat seperti
penyuluhan pada ibu kader.
C. Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian terhadap banyak informan dan dapat juga
dilakukan penelitian aspek budaya pada ibu menyusui tidak hanya yang berhasil
dalam pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Academy of Breastfeeding Medicine (AMB). 2003. Supporting on Exclusive
Breasfeeding.
journal
of
AMB.Diunduh
http://www.bfmed.org/media/files/documentsAMBjournal/pdf/2003.
dari
diakses
tanggal 25 Oktober 2010
Al jauziyah, Qayyim, Ibnul. 2007. Fiqih Bayi. buku asli Tuhfatul-Maudud bi
Ahkamil-Maulud. Penerjemah Ansori Umar Sitanggal. Editor: Tri joko
Setiadi. Cetakan pertama. Jakarta: FIKR Rabbani Group
Amiruddin, R dan Rostia. 2007. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI
Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan Pa’baeng-Baeng Makasar
Tahun 2006. Bagian Epidemiolog FKM Unhas
Andrews, M & Boyle, J.S. 1995.Transcultural Concepts in Nursing Care, Second
edition, Philadelphia, J.B Lippincot Company
Arora. Et.al. 2000. Major Factor Influencing Breastfeeding rates mother Perception
of Father’s Attitude and Milk Supply. Pediatics, Volume 106, No. 5
Asmijati. 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di
Wilayah Kerja Puskesmas Tiga Raksa, Kecamatan Tiga Raksa, Dati II
Tangerang Tahun 2000. Tesis. Depok: FKM UI
Biro Pusat Statistik. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007.
Jakarta
Bobak, I.M., dkk. (1995) Maternity Nursing. Edisi 4. Jakarta: EGC
Briawan Dodik. 2004. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran
Penggunaan Air Susu Ibu (ASI). Program Pascasarjana. Bogor: IPB
Depkes RI, 2002. Strataegi Nasional Peningkatan Penggunaan ASI Sampai Tahun
2005 Kerjasama Depkes, Depdagri, Depnaker dan Trans, Kementrian Negara
Pemberdayaan Perempuan, WHO, Program For Appropiate Technology in
Health Jakarta. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta: Dpkes RI
----------. 2005. Manajemen Laktasi; Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta: Depkes RI
Djuantono, dkk. 1996. Situasi Pemberian ASI Terutama ASI Eksklusif Pada Wanita
Di Sekitar Pabrik Tekstil di Lima Kecamatan Wilayah Kab. Bandung
Tahun1995.Majalah Kedokteran Bandung edisi 28 Januari 2006.
Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2009. Profil Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009.
Bogor
Friedman, Marilyn. 1998. Keperawatan Keluarga. Teori dan Praktek. Edisi 3. Jkarta:
EGC
Foster George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan Priyanti Pakan &
Meutia Hatta S., Jakarta: UI Press, 1986
Harmsway. 2002. Why Breastfeeding is Still Best for Baby. Greater Boston
Physicians For Socila Responsibility (GBPSR). Diunduh dari http
://www.ise.org/psr/. Diakses tanggal 25 Juni 2010
Higgins, B. 2000. Puerto Rican cultural beliefs: Influence on infant feeding practices
in western New York. Journal of Transcultural Nursing, 11(1), 19-30.
Ibrahim, Tilaili. 2000. Analisis Pola Menyusui Bayi Di Kecamatan Beuran
Kabupaten Aceh Besar Provinsi D.I Aceh Tahun 2000. Tesis Depok: FKM UI
Kamalia, Dina. 2005.Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare
pada Bayi Usia 1-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Tahun
2004/2005.Skripsi, Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Kasnodiharjo, 1998. Hubungan Karakteristik Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif.
Info Kesehatan Masyarakat. Volume XII, Nomor 1, Desember 1998, Hal 5357
Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
---------------------, 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Kresno, Sudarti. 2006. Aplikasi dan Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: FKM
UI
Leininger, Madeleine M. Transcultural Nursing: Concepts, Theorist, Reaserch &
Practice. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill
Linkages. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI Saja: Satu-Satunya Sumber
Cairan
yang
dibutuhkan
Bayi
Usia
Dini.
Diunduh
dari
http
:
//linkages.go.id/download/asi.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2010
Lubis, Nuchsin Umar. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian
ASI di Kota Balikpapan Tahun 2002. Tesis. Depok: FKM UI
Maas, L.T., 2004. Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak
Kesehatan, FKM Universitas sumatera Utara
Maleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakaryas
Menon, P., Akhtar, N. and Habichat, J., 2001. An Ethnographic Study of The
Influences on Maternal Decision Making about Infant Feeding Practices in
Rural Bangladesh. Antwerp Belgium: Proceedings of the International
Colloquium. D/2002/045-/1: 175-190
Nindya, S. 2001. Dampak Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penurunan Kesuburan
seorang Wanita. Jakarta: Cermin dunia Kedokteran
Niven,
N.
2000.
Psikologi
kesehatan
:
Pengantar
untuk
Perawat
dan
ProfesionalKesehatan lain. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC
Nurmiati dan Besral. 2008. Pengaruh Durasi Pemberian ASI terhadap
Ketahanan Hidup Bayi di Indonesia. Makara Kesehatan Volume 12
Nomor 2 Desember 2008. Hal 47-52
Osman, H. et. al.2009. Cultural Belief that may Discourage Breastfeeding amoung
Lebanon Women. Department of Health Behavior and education, Faculty of
Health Sciences, American University of Beirut, Lebanon. Published on
Noveember
2,
2009.
Provide
by
PubMed.gov
diunduh
darihttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1988350. Diakses tanggal 8 Januari
2010
Perez-Escamilla R, Cohen et. al. 1993. Maternal Lactation Performance in a LowIncome Honduran Population: evidence for the role of infants. American
Journal of Clinical Nutrition 1995;61(3):528-534
Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia). 1994. Melindungi, meningkatkan
dan mendukung Menyusui : Peran Khusus pada Pelayanan Kesehatan ibu
Hamil dan Menyusui. Pernyataan Bersama WHO/UNICEF
--------------, 2003. Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi
Indonesia Jakarta
Polit, D. F. & Hungler, B.P. 2001. Nursing Reaserch: Principles and Methods. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins
Qiu, Liqian. Et. al. A Cohort Study of Infant Feeding Practice in City Suburban and
Sosial Areas in Zhejian Province PR China 2005. International Breastfeeding
Journal provide by BioMed Central, Published on March 3, 2008. Diunduh
dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2292702/.
Diakses
tanggal 14 Februari 2010.
Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy :
Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and
Behavioral determinants of Health. Volume II. Disunting oleh John C.
Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Lembaran Negara RI tahun 2009 No. 5036. Sekretariat Negara. Jakarta
Rina, Anggoro, A. 1998. Status Gizi Ibu dan Bayi Ditinjau dari Pola Makan Ibu
Selama Menyusui. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol V.
No.6/1998.
Roesli, Utami. 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya
------------------, 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Cetakan I. Jakarta:
Pustaka Bunda.
Rulina, Suradi Suharyono d.k.k., 1992, ASI Tinjauan dari Beberapa Aspek. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saryono. Anggraeni, Mekar Dwi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
bidang Kesehatan. Jakarta: Numed
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan
Anak. cetakan ke-3. Jakarta: Rineka Cipta
Soeparmanto dan Rahayu, Catur. 2006. Hubungan Antara Pola Pemberian ASI
dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi, dan Perawatan Kesehatan .
Badan Penelitian dan Pengembangan, Surabaya: Puslitbang Pelayanan
Kesehatan,
Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC
Solihin, Pujiadi. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka
Sostroamidjoyo. A.S. 1992. Zat-Zat dalam ASI. Jakarta: Dian Rakyat
Suradi.2004. Ibu Berikan ASI Eksklusif Baru Dua Persen. Diunduh dari http:
//www.depkes.go.id diakses tanggal 3 Februari 2010
Swasono, Meutia Farida. 1998. Beberapa Aspek Sosial Budaya Kehamilan,
Kelahiran serta Perawatan Ibu, Jakarta: UI Press
WHO. 2003. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding(IYCF) (A55/15 0f
16 April 2002) and as Endorsed by Fifty-Fifth World Helath Assembly. World
Health Organization..Geneva
----------,
2006.
Exclusive
Breastfeeding.
Diunduh
dari
http:
//www.who.int/who.Breastfeeding.html. Diakses 11 Maret 2010.
----------.
2006.
Nutrition
Infant
and
Young
Child.
Diunduh dari
http:
//www.who.int/who.CAH-exclusivebreastfeeding.html. Diakses 11 Maret
2010.
---------. 2006. What is the Definition of Breastfeeding. Diunduh dari http:
//www.lalecheleague.org/ba/feb00.html. Diakses 24 Maret 2010
Widodo, Yekti.. 2001. Kebiasaan Memberikan Makanan Kepada Bayi Baru lahir di
Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Media penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Widyosiswoyo, Supartono. 2004. Ilmu Budaya Dasar.edisi revisi cetakan ke-5.
Editor: Anita Vidiayanti. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Yulfira dkk. 2007. Faktor Sosial Budaya yang Melatarbelakangi Pemberian ASI
Eksklusif. Medika No.2 Tahun XXXIII. Feb.2007. hal 88-89
PENJELASAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Rayuni Firanika
NIM
: 106104003493
Alamat : Kp. Pitara RT 03 RW 16 NO. 113 Keluran Pancoran Mas Kec.
Pancoran Mas. Depok 16436
Status : Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Aspek Budaya dalam Pemberian ASI
eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010”. Penelitian ini akan
menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Oleh karena itu,
berikut ini saya menjelaskan beberapa hal terkait dengan penelitian yang akan saya
lakukan :
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai
faktor sosial budaya yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif.
2. Manfat penelitian ini secara garis besar adalah meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan, khususnya peran serta perawat dalam membantu ibu
menyusui agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.
3. Pengambilan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara
mendalam beberapa kali dengan partisipan dan berlangsung 60-90 menit
untuk setiap partisipan atau sesuai kesepakatan, begitupun mengenai waktu
dan tempat
wawancara.
Selama
wawancara berlangsung,
partisipan
diharapkan dapat menyampaikan secara utuh.
4. Selama wawancara dilakukan, peneliti akan menggunakan alat bantu
penelitian berupa catatan dan recorder utnuk membantu kelancaran
pengumpulan data.
5. Semua catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian ini akan
disimpan dan dijaga kerahasiannya. Hasil rekaman akan dihapus segera
setelah kegiatan penelitian selesai dilakukan.
Jakarta, Juni 2010
Peneliti
Lampiran
PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN
(consent)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama (initial) :
Umur
:
Pekerjaan
:
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan penelitian
dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui tujuan dan
manfaat penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi partisipan
dalam penelitian ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran
serta tanpa paksaan dari siapapun.
Bogor, November 2010
Yang Menyatakan,
(……………………….)
DATA DEMOGRAFI INFORMAN
Inisial informan
: …………………………………..
Umur
: …………………………………..
Suku
:…………………………………..
Agama
:…………………………………..
Pendidikan terakhir
:…………………………………..
Pekerjaan
:…………………………………..
Penghasilan perbulan
:…………………………………..
Tinggal bersama dalam satu rumah dengan :…………………………………..
Usia bayi
:…………………………………..
Jumlah anak
:…………………………………..
Hubungan dengan informan
:………………………………..*)
Keterangan *: untuk informan pendukung
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
1. Apakah ibu menyusui secara eksklusif?
2. Apakah arti ASI eksklusif?
3. Sosial dan keterikatan keluarga
a. Siapakah yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif?
Apakah alasan ibu mengikutinya?
b. Bagaimana sikap keluarga, suami, teman dalam mendukung ibu untuk
memberikan ASI eksklusif?
c. Apa yang dilakukan suami, kelurga, tetangga/teman untuk mendukung
ibu dalam pemberian ASI eksklusif?
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
a. Bagaimana pandangan masyarakat disini terhadap ibu yang menyusui?
b. Apa saja yang ibu ketahui mengenai pantangan atau mitos dalam
pemberian ASI eksklusif?
c. Bagaimana respon ibu dengan adanya budaya tersebut dimasyarakat?
LEMBAR OBSERVASI
Subyek
: 1/2/3
Tanggal
:
Wawancara ke
:
Waktu
:
Tempat
:
s.d
Catatan lapangan
1. Proses atau kegiatan selama wawancara berlangsung
2. Kondisi rumah pasien atau tempat wawancara
3. Benda yang ada di sekitar subjek
4. Penampilan informan saat wawancara
5. Sikap, mimik,intonasi, respon nonverbal informan saat wawancara
6. Orang yang berada di sekitar informan
7. Gangguan khusus selama wawancara
8. Interaksi sosial informan pada lingkungan (keluarga, teman, tetangga)
Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan
Bubulak Kota Bogor Tahun 2010
No
1.
Aspek budaya dalam
pemberian ASi
eksklusif
Apakah ibu menyusui
Informan
Ny. P
Ny. A
Hasil
Ny. S
Ya
Ya
Ya
Semua informan berhasil
dalam memberikan ASI
eksklusif
ASI eksklusif adalah
pemberian ASI saja
tanpa
makanan/minuman
tambahan selama
enam bulan pertama
eksklusif adalah ASI
yang diberikan
selama enam bulan
ASI eksklusif adalah
ASI yang diberikan
kepada bayi selama
enam bulan tanpa
dikasih apa-apa,
misalnya minuman
atau makanan
Arti ASI eksklusi:
Pemberian ASI saja tanpa
makanan/minuman
tambahan selama enam
bulan
Ibu kandung.
Karena ibu sering
mendapat
penyuluhan
Sendiri. Karena jauh
dari orangtua
Ibu dan suami.
Karena mendapat
dukungan dari
keduanya.
Yang mempengaruhi ibu
dalam mengambil
keputusan untuk
memberikan ASI
eksklusif:
- Suami
- Ibu
kandung/mertua
Suami, ibu dan
teman bersikap
mendukung
Suami, ibu, bibi dan
teman bersikap
mendukung
Suami, mertua, dan
teman/tetangga
bersikap mendukung.
Sikap keluarga suami dan
teman/tetangga: bersikap
baik, mendukung dalam
pemberian ASI eksklusif
Suami: membelikan
buku, majalah,
tabloid anak.
Ibu: membantu
memandikan bayi.
Suami:
Bibi: membantu
mengompres
Teman: memberi
informasi
Suami: membelikan
buku, tabloid,
majalah tentang anak.
Ibu: membantu
mengurus bayi
Teman: member
informaasi
Dukungan yyang
diberikan:
- Dukungan fisik:
membantu mengurus
bayi seperti
memandikan bayi.
mengompres payudra,
secara eksklusif?
2.
Apakah arti ASI
eksklusif?
3.
Sosial dan keterikatan
keluarga:
d. Siapakah yang
mempengaruhi ibu
untuk memberikan
ASI eksklusif?
Apakah alasan ibu
mengikutinya?
e. Bagaimana sikap
keluarga, suami,
teman dalam
mendukung ibu
untuk memberikan
ASI eksklusif?
f. Apa yang dilakukan
suami, kelurga,
memijat setelah
melahirkan.
- Dukungan emosional:
memberikan pujian,
menghargai.
- Dukungan
informasional:
memberitahu
informasi tentang ASI
eksklusif, membelikan
tabloid, majalah dan
buku sebagai media
untuk menambah
pengetahuan
tetangga/teman untuk
mendukung ibu
dalam pemberian ASI
eksklusif?
4.
Nilai-nilai budaya dan
Nilai budaya mengenai
menyusui:
cara hidup
a. Bagaimana
pandangan
masyarakat disini
terhadap ibu yang
menyusui?
b. Apa saja yang ibu
ketahui mengenai
pantangan atau mitos
dalam pemberian ASI
eksklusif?
c. Bagaimana respon
ibu dengan adanya
budaya tersebut
dimasyarakat?
Menyusui proses
alamiah yang wajar
dialami dan sudah
kodrat wanita
sebagai ibu
Menyusui tugas
sebagai ibu
Suatu kewajajaran
sebagai untuk
menyusui sebagai
tugas ibu
Bayi diberi madu,
Ada istilah mapas,
pantangan tidak
boleh makan amis,
tidak boleh makan
pisang. Dianjurkan
banyak makan
sayur-mayur
Memilih budaya
yang mendukung
baikuntuk
kesehatan.
Pemberian ASI
eksklusif tetap
dilakukan
Bayi diberi air gula,
kopi, remasan daun
pare. Istilah mapas,
tidak boleh makan
amis Dianjurkan
banyak makan
sayur-mayur
Bayi diberi pisang,
madu, kopi.
Tidak tahu
pantangan.
Dianjurkan banyak
makan sayur-mayur
Jika baik dilakukan,
jika tidak baik tidak
dilkukan.
ASI eksklusif tetap
dilaksanakan
Menjalankan mitos
dan pantangan yang
baik untuk kesehatan.
Untuk ASI eksklusif
tidak ada pantangan
yang dilaksanakan
Menyusui dipandang
suatu kewajaran, proses
alamiah, kodrat ibu, tugas
seorang ibu
Budaya yang ada pada
masa ASI eksklusif:
- Memberikan makanan/
minuman seperti, kopi,
air gula, madu, pisang
emas dan diberikan
remasan daun pare.
- Ada istilah mapas
yang merupakan
waktu untuk
melaksanaka
pantangan dalam
mengkonsumsi
makanan.
- Anjuran untuk
memakan bayak
sayur-mayur.
Terutama sayuran
berdaun hijau dan
kacang-kacangan.
- Sikap terhadap
budaya: baik untuk
kesehatan akan
-
dilaksanakan,
sebaliknya jika tidak
baik untuk kesehatan
tidak akan
dilaksanakan.
Perilaku: tetap
memberikan ASI
eksklusif. tidak
melaksanakan budaya
yang ada seperti
mapas,
memberikanan
makanan/minuman
pada bayi dibawah
umur 6 bulan.
Download