ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010 OLEH : RAYUNI FIRANIKA 106104003493 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2010 M ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010 Skripsi ini diajukan sebagai tugas akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhu persyaratan gelar Sarjana Keperawatan OLEH : RAYUNI FIRANIKA 106104003493 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2010 M PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan judul ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010 Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta DISUSUN OLEH RAYUNI FIRANIKA NIM 106104003493 Jakarta, 18 Desember 2010 Pembimbing I Pembimbing II Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA NIP. 132146260 NIP. 197812162009012005 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA 1432 H / 2010 PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA Jakarta, 18 Desember 2010 Penguji I Hartiah Haroen, Skp, MNg NIP. 196511271989032001 Penguji II Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 132146260 Penguji III Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA NIP. 197812162009012005 PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH JAKARTA Jakarta, 18 Desember 2010 Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tien Gartinah, MN Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarifhidayatullah Jakarta Prof. DR (hc). dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp.And SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Rayuni Firanika NIM : 106104003493 Mahasiswa Program : Ilmu Keperawatan Tahun akademik : 2006 Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul: ASPEK BUDAYA DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUBULAK KOTA BOGOR TAHUN 2010 Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Jakarta, 18 Desember 2010 Rayuni Firanika DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Rayuni Firanika Tempat/Tgl Lahir : Depok, 4 Juni 1988 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Kp. Pitara Rt/Rw 06/013 No. 113. Kel. Pancoran Mas Kec.Pancoran Mas Depok 16436 Riwayat Pendidikan : 1. SDN Kemiri Muka III Depok (1994-2000) 2. SMPN 242 Jakarta Selatan (2000-2003) 3. SMAN 109 Jakarta Selatan (2003-2006) 4. Program S1 Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2006-2010) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN Skripsi, 18 Desember 2010 Rayuni Firanika, NIM :106104003493 Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010 xvii + 92 Halaman+ 5 Tabel + 1 Bagan + 5 Lampiran ABSTRAK Ibu menyusui merupakan perilaku budaya dimana tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Banyak penelitian yang telah dilakukan menyatakan budaya sebagai faktor penghambat dalam pemberian ASI eksklusif. Dilain pihak, budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini menggunakan teori “Sunrise Model’s” dari Leininger untuk melihat aspek budaya dalam pemberian ASI. Penelitian dilakukan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang dengan rincian 3 orang sebagai informan utama 7 orang sebagai informan pendukung. Informan adalah ibu menyusui yang telah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya yang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan, budaya yang tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif. Perilaku ibu yang berhasil dalam pemberian ASI eksklusif dikarenakan dapat membedakan budaya yang dapat mendukung kesehatan ataupun memperburuk kesehatan yang tercermin dari pengambilan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya meskipun banyak mitos dan pantangan dalam ibu menyusui. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif pada semua ibu yang tidak berhasil dalam pemberian ASI eksklusif. Kata Kunci: ASI eksklusif, budaya, Leininger Daftar bacaan : 57 Buku (1986-2010) FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES Undergraduated Thesis, November 18 2010 Rayuni Firanika, NIM : 106104003493 Cultural Aspects of Exclusive Breastfeeding in Kelurahan Bubulak, City of Bogor in 2010 xviii + 92 Pages + 5 Tables + 1 Figures + 5 Appendixes Breastfeeding cultural behavior which is inseparable from cultural views that have been passed down through the generations in the culture concerned (Swaswono & Meutia, 1998). Many studies have been done stating culture as inhibiting factors in exclusive breastfeeding. On the other hand, culture also plays a role to support health. For that we need a study that takes into account the cultural aspects of exclusive breastfeeding from nursing mothers who have succeeded in giving exclusive breastfeeding. The purpose of this research is to know the description of cultural aspects in exclusive breastfeeding. This study uses the theory of "Sunrise Model's" from Leininger to see the cultural aspects of breastfeeding. The study was conducted in Kelurahan Bubulak Bogor City. This research is a qualitative research method of indepth interviews and observation. Informants in this study as many as 10 people with the details of 3 people as key supported informanst 7 people as supporters. Informant is nursing mothers who have succeeded in giving exclusive breastfeeding. Maternal behaviors that succeed in exclusive breastfeeding due to cultural difference that can support their health or aggravate health as reflected by the decision to give exclusive breastfeeding their babies despite the many myths and taboos in nursing mothers. Recommendation for further research on the cultural aspects of exclusive breastfeeding to all mothers who did not succeed in exclusive breastfeeding. Key word: Exclusive Breastfeeding; Culture, Leininger References: 57 Books (1986-2010) KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010”. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada: 1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan motivasi. 3. Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan motivasi. 4. Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan motivasi. 5. Ibunda dan ayahanda tercinta serta kakak dan adik tersayang terimakasih atas doa dan dukungannya yang senantiasa mengiringi langkahku. Bundaku tersayang, terimakasih untuk selalu menyelipkan namaku dalam setiap doamu. 6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan motivasi. 7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan 8. Segenap staff Puskesmas Sindang Barang Kota Bogor. 9. Para informan dan ibu kader Kelurahan Bubulak yang telah membantu dalam proses penelitian ini. 10. My anggel’s: redaksi harian Republika, dr.Erry & keluarga, para pembaca harian Republika Agustus 2008, bapak Farid, staff BAZMA, especially alm. H. Chuban Bustami, MM terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepadaku hingga dapat menyelesaikan perkuliahan. 11. Sahabat-sahabatku, sahabat PSIK ’06 terimakasih atas doa dan dukungannya. 12. Sahabat-sahabatku Neng-eneng tersayang Chucan, Uthie, Septy, Lulu, Nabila, Ama, Yeni, Kiki, Erma terima kasih atas segala doa dan motivasinya. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah swt. Semoga skripsi ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin Wassalamu’alaikum Wr.Wb Jakarta, 18 Desember 2010 Penulis Skripsi ini terbuat atas dorongan orang-orang yang menyayangiku. Selalu memberikan motivasi, doa, serta inspirasi untuk mengerjakannyalebih giat. Untuk Mama, Bapak, Kakakdan Adikku tercinta, jazakumullah,semoga Allah SWT merahmati kalian. Satu nama yang sangat memotivasi ku dalam pembuatan skripsi ini. Beliau mengajarkan banyak makna hidup. Ayah, terimakasih atas segala dukungannya. Atas segala doa yang telah kau berikan kepadaku. Tepat satu tahun Allah SWT menitipkanmu pada keluargaku. Satu tahun yang sangat menyenangkan dan mengesankan. Sarat akan makna dalam setiap kejadian. Ayah, ini satu langkah untuk menuju cita-cita besarku. I could draw you into my heart if your eyes weren’t closed to me And i would draw you into the world behind the one you’ll see DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... v ABSTRAK......................................................................................................... vi ABSTRACT ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xvii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................ 7 C. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 8 D. Tujuan.................................................................................. 8 1. Tujuan Umum ............................................................... 8 2. Tujuan Khusus .............................................................. 8 BAB II E. Manfaat ................................................................................ 9 1. Bagi Peneliti ................................................................. 9 2. Untuk Profesi Keperawatan ........................................... 9 3. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................... 9 4. Bagi Puskesmas ............................................................. 9 F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 9 TINJAUAN PUSTAKA A. ASI ...................................................................................... 11 1. Definisi ASI ................................................................... 11 2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif .................................. 11 3. Alasan Pemberian ASI Eksklsusif sampai 6 Bulan .......... .. 12 4. Manfaat ASI ................................................................... 13 a. Manfaat bagi bayi ............................................... 14 b. Manfaat bagi ibu ................................................. 16 c. Manfaat bagi negara............................................ 17 B. Kebudayaan ......................................................................... 18 1. Definisi Kebudayaan ..................................................... 18 2. Ciri Kebudayaan............................................................ 19 3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan.......................... 19 C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia.......................................................................... 21 BAB III BAB IV BAB V D. Konsep Trancultural Nursing Leininger ............................... 23 1. Definisi Trancultural Nursing ....................................... 23 2. Paradigma Trancultural Nursing ................................... 25 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Pikir ..................................................................... 34 B. Definisi Istilah ..................................................................... 35 METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ................................................................. 36 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 36 C. Instrumen Penelitian............................................................. 36 D. Informan Penelitian .............................................................. 37 E. Tekhnik Pengumpulan Data ................................................. 39 F. Validasi Data ....................................................................... 41 G. Tekhnik Analisis Data .......................................................... 42 H. Etika Penelitian .................................................................... 43 HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak .................................. 44 B. Karakteristik Informan ......................................................... 46 1. Informan Utama ............................................................. 47 2. Informan Pendukung ...................................................... 48 C. Gambaran Sosial dan Keterikatan Keluarga dalam Pemberian ASI Eksklusif ..................................................... 49 1. Sumber Dukungan .......................................................... 49 a. Dukungan Keluarga ................................................. 50 b. Dukungan NonKeluarga .......................................... 52 2. Bentuk Dukungan ........................................................... 53 a. Dukungan Fisik ....................................................... 53 b. Dukungan emosoional ............................................. 54 c. Dukungan Informasional.......................................... 55 D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup Masyarakat Bubulak............................................................. 56 1. Definisi ASI Eksklusif .................................................... 56 2. Menyusui merupakan hal yang alami .............................. 57 3. Memberikan makanan dan minuman pada bayi di bawah umur enam bulan ............................................. 58 4. Mapas ............................................................................. 59 5. Pantangan dan anjuran .................................................... 60 6. Sikap terhadap budaya ................................................... 63 7. Perilaku terhadap budaya ................................................ 64 E. Faktor lain yang muncul ....................................................... 65 F. Hasil wawancara dengan informan pendukung(Kader) ......... 66 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ........................................................ 69 B. Pembahasan ......................................................................... 69 1. Karakteristik Informan ................................................... 69 a. Suku ......................................................................... 69 b. Penghasilan keluarga ................................................ 70 c. Tinggal dekat ............................................................ 71 2. Faktor sosial dan keterikatan keluarga ............................ 72 a. Sumber Dukungan ................................................... 72 b. Bentuk Dukungan .................................................... 75 3. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup BAB VII Masyarakat Bubulak ....................................................... 78 4. Hasil Observasi .............................................................. 82 PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 85 B. Saran ................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 87 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Nomor Tabel Halaman Tabel 3.1 Definisi Istilah…..…………………………………………...... Tabel 4.1 Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancaradi Kelurahan Kemiri Muka Depok…………………..…………... Tabel 5.1 Tabel 5.3 38 Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota Bogor………………………………………………………….. Tabel 5.2 35 Karakteristik Informan……………………………………….. Karakteristik Informan Pendukung…………………………... DAFTAR BAGAN 38 48 49 Nomor Halaman Bagan Bagan 2.3 Leininger’s Sunrise model…………………………………... DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat izin melakukan penelitian di Kelurahan Bubulak 32 2. Penjelasan penelitian 3. Persetujuan menjadi informan 4. Data demografi informan 5. Pedoman Wawancara Mendalam 6. Lembar Observasi 7. Hasil Gambaran Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi (Depkes, 2005). ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam segala suasana yang diperlukan (Solihin, 2000). Kandungan dalam ASI terdapat zat pembangun (protein, mineral), zat pengatur (vitamin, mineral, protein, air) dan zat tenaga (hidrat arang, lemak) (Sastroamidjojo, 1992). ASI memberikan perlindungan dari berbagai macam penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh University of Minnesota Cancer Center tahun 2003 yang dikutip oleh Handajani dan Suradi (2004), menyatakan bahwa resiko bayi yang mendapat ASI untuk terkena Leukemia (kanker darah), turun sampai 30% bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI. Penelitian lain dari Filipina tahun 2002 menegaskan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi berusia di bawah enam bulan yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal lainnya beresiko terkena diare dua sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI eksklusif (Linkages, 2002). ASI dapat menurunkan resiko bayi mengidap berbagai penyakit. Bayi yang diberi ASI lebih sedikit kemungkinannya untuk mengidap penyakit-penyakit seperti radang paru-paru, diare, infeksi telinga dan beberapa infeksi lainnya yang disebabkan oleh kuman. Apabila bayi sakit akan lebih cepat sembuh bila mendapatkan ASI. ASI juga membantu pertumbuhan otak bayi serta dapat mengurangi timbulnya penyakit lainnya seperti asma, kanker, kencing manis dan obesitas (Harmsway, 2002). Anak yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan lebih besar menderita kekurangan gizi dan obesitas, serta ketika dewasa lebih mudah terjangkit penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes (Amiruddin dan Rostia, 2006) Berdasarkan penelitian akan pentingnya pemberian ASI eksklusif, World Health Organization (WHO) (2001) mengubah rekomendasi mengenai lamanya pemberian ASI eksklusif dari empat bulan pertama kelahiran bayi menjadi enam bulan. Dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (IYCF) WHO merekomendasikan pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sampai usia dua tahun, yaitu: 1) Memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan inisiasi menyusui dini dalam satu jam setelah lahir, 2) Menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai umur enam bulan, 3) Mulai memberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi sejak bayi berusia enam bulan, dan 4) Meneruskan menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Dalam agama Islam durasi pemberian ASI disebutkan dalam Firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 233: ُوَاﻟْﻮَاﻟِﺪَاتُ ﯾُﺮْﺿِﻌْﻦَ أَوْﻻَدَھُﻦﱠ ﺣَﻮْﻟَﯿْﻦِ ﻛَﺎﻣِﻠَﯿْﻦِ ﻟِﻤَﻦْ أَرَادَ أَن ﯾُﺘِﻢﱠ اﻟﺮﱠﺿَﺎﻋَﺔَ وَﻋَﻠَﻰ اﻟْﻤَﻮْﻟُﻮدِ ﻟَﮫ ُرِزْﻗُﮭُﻦﱠ وَﻛِﺴْﻮَﺗُﮭُﻦﱠ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ ﻻَ ﺗُﻜَﻠﱠﻒُ ﻧَﻔْﺲٌ إِﻻﱠ وُﺳْﻌَﮭَﺎ ﻻَ ﺗُﻀَﺂرﱠ وَاﻟِﺪَةُ ﺑِﻮَﻟَﺪِھَﺎ وَﻻَ ﻣَﻮْﻟُﻮدُﻟﱠﮫ ﺑِﻮَﻟَﺪِهِ وَﻋَﻠَﻰ اﻟْﻮَارِثِ ﻣِﺜْﻞُ ذَﻟِﻚَ ﻓَﺈِنْ أَرَادَا ﻓِﺼَﺎﻻً ﻋَﻦ ﺗَﺮَاضٍ ﻣﱢﻨْﮭُﻤَﺎ وَﺗَﺸَﺎوُرٍ ﻓَﻼَ ﺟُﻨَﺎحَ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻤَﺎ َوَإِنْ أَرَدْﺗُﻢْ أَن ﺗَﺴْﺘَﺮْﺿِﻌُﻮا أَوْﻻَدَﻛُﻢْ ﻓَﻼَ ﺟُﻨَﺎحَ ﻋَﻠَﯿْﻜُﻢْ إِذَا ﺳَﻠﱠﻤْﺘُﻢ ﻣﱠﺂءَاﺗَﯿْﺘُﻢ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُوفِ وَاﺗﱠﻘُﻮا اﷲ (233) ُوَاﻋْﻠَﻤُﻮا أَنﱠ اﷲَ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮنَ ﺑَﺼِﯿﺮ Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmiati dan Besral (2008) menyebutkan durasi pemberian ASI sangat berpengaruh terhadap ketahanan hidup. Pemberian ASI dengan durasi empat sampai lima bulan dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi 2,6 kali lebih baik daripada durasi kurang dari empat bulan, pemberian ASI dengan durasi enam bulan atau lebih dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi 33,3 kali lebih baik dari pada durasi kurang dari empat bulan. Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis. Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum terlaksana sepenuhnya. Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Berdasarkan SDKI tahun 2007, bayi berumur di bawah lima tahun sebesar 32% yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan, dan angka ini lebih rendah dibandingkan laporan pada SDKI 2002-2003 yaitu sebesar 40%. Dengan adanya penurunan persentase pemberian ASI eksklusif pada SDKI tahun 2007 dibandingkan tahun 2002-2003, dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang dan berdampak pada status kesehatan masyarakat, yang mana dapat memungkinkan terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian pada bayi. Menurut SDKI tahun 2007, di daerah Jawa Barat proporsi Anak yang diberi ASI dalam satu jam setelah lahir adalah 46,9% dan yang diberi ASI dalam satu hari pertama sejak lahir 60,2%. Mengenai median lamanya pemberian ASI eksklusif di Jawa Barat adalah 1,2 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman dan makanan pendamping ASI sudah mulai diberikan secara dini daripada yang dianjurkan. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang tingkat pencapaian cakupan ASI eksklusif masih cukup rendah. Pada tahun 2007 angka cakupan ASI di kota ini sebesar 16,28%. Kelurahan Bubulak merupakan salah satu kelurahan dari wilayah UPTD Puskesmas Sindang Barang. Di tahun 2009, angka cakupan ASI eksklusif di Puskesmas ini masih cukup rendah yaitu sebesar 25.8% (Dinkes Kota Bogor, 2009). Penyebab utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program peningkatan penggunaan ASI, gencarnya promosi susu formula, rasa percaya diri ibu yang masih kurang, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI bagi bayi dan dirinya (Depkes RI, 2005; Roesli, 2008). Sistem sosial, budaya dan kebudayaan merupakan bagian dari kerangka budaya. Budaya atau kebudayaan merupakan keseluruhan dari kekuatan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat (Kuntjaraningrat, 2002). Selanjutnya E.B Taylor (1897) mengungkapkan dalam Widyosiswoyo, kebudayaan sebagai suatu keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Manusia yaitu individu, keluarga, atau kelompok yang memiliki nilainilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kebudayaan pada setiap saat di mana pun dia berada. Leininger (2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1) faktor teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan keterikatan keluarga, 4) nilai-nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, 6) faktor ekonomi, dan 7) faktor pendidikan. Faktorfaktor tersebut mempengaruhi perilaku kesehatan. Menurut Leininger dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Perbedaan dan kekhususan adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam keterikatan keluarga. Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Kebudayaan dapat menopang perilaku kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitupun dengan perilaku pemberian ASI eksklusif yang tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Ibu menyusui merupakan suatu praktek budaya, dimana terdapat norma-norma perilaku yang berbeda dalam budaya. Banyak penelitian yang telah dilakukan melihat budaya dalam pemberian ASI eksklusif sebagai hal yang berkontribusi dalam faktor kegagalan. Seperti penelitian Yulfira dkk (1998) yang mengatakan bahwa faktor sosial budaya merupakan faktor yang menghambat pemberian ASI eksklusif dengan pemberian madu, pisang pada bayi dibawah enam bulan. Dilain pihak budaya juga dapat menjadi faktor keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif. sebagaimana sifat budaya yang dapat memperburuk kesehatan dan mendukung kesehatan. Seperti penelitian yang telah dilakukan di Skandinavia oleh Perez-Escamilla et. Al (1993) melihat masyarakat secara tradisional dapat memberikan pengaruh yang baik dalam pemberian ASI eksklusif. Dengan adanya studi tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana ibu menyusui dapat berhasil dalam pemberian ASI secara eksklusif dan mengabaikan faktor budaya yang tidak mendukung kesehatan. B. Rumusan Masalah Menyikapi pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis. Ditinjau dari manfaat keunggulan ASI, sangat disayangkan jika ibu yang baru melahirkan tidak memberikan ASI secara eksklusif atau bahkan menghentikan sama sekali pemberian ASI kepada bayinya. Meskipun menyusui sudah menjadi budaya Indonesia, namun upaya meningkatkan perilaku ibu menyusui ASI eksklusif masih diperlukan karena pada kenyataannya praktek pemberian ASI eksklusif belum terlaksana sepenuhnya. Seperti di Kelurahan Bubulak angka cakupan ASI eksklusif sebesar 25,8 % yang belum mencapai angka yang diharapkan sebesar 80%. Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa faktor budaya memberikan kontribusi terhadap rendahnya angka cakupan ASI eksklusif, di lain pihak budaya juga berperan untuk mendukung kesehatan. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang memperhatikan aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif dari ibu menyusui yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif dan mengabaikan faktor budaya yang tidak mendukung kesehatan. C. Pertanyaan penelitian a. Bagaimana faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor? b. Bagaimana nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor tahun 2010. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif. b. Mengidentifikasi gambaran nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif. E. Manfaat Penelitian 1. Untuk peneliti Penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk melakukan penelitian lain pada masa yang akan datang. 2. Untuk profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan wawasan keilmuan keperawatan anak dalam mengembangkan program pembelajaran keperawatan anak, khususnya dalam pemberian ASI eksklusif sebelum melakukan intervensinya, perawat dapat mempertimbangkan aspek budaya dari ibu menyusui. 3. Untuk penelitian selanjutnya Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan penelitian lain dengan ruang lingkup yang sama. 4. Bagi Puskesmas Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat pada pihak puskesmas untuk meningkatkan program pemberian ASI eksklusif. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang tujuannya untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif. Informan dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi berumur 6-12 bulan dan telah berhasil dalam pemberian ASI eksklusif.. Informan yang dipilih adalah yang berdomisili di wilayah kelurahan Bubulak, kota Bogor. Tipe keluarga Informan adalah keluarga besar (extended family). Penelitian ini dilakukan pada bulan Novermber 2010. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI 1. Definisi ASI Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan paling sempurna untuk bayi karena didalamnya terkandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Depkes, 2002; WHO, 2003). Sedangkan, menurut Soetjiningsih (1997) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelanjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan pilihan utama untuk bayi, menyusui memberi banyak keuntungan baik dalam hal nutrisi, imunologi dan psikologis (Bobak, 2005). 2. Definisi Pemberian ASI Eksklusif Menurut Roesli (2004) ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Menurut WHO (2006) pengertian pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja, baik secara langsung ataupun tak langsung (diperah). Secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif mencakup hal sebagai berikut: yaitu hanya ASI saja sampai umur enam bulan dimana menyusui dimulai tiga puluh menit begitu setelah bayi lahir dan tidak memberikan makanan prelaktal seperti air gula atau air tajin kepada bayi baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi, memberikan kolostrum kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa jadwal), termasuk pemberian ASI pada malam hari dan cairan yang dibolehkan hanya vitamin/mineral dan obat dalam bentuk drops atau sirup. Berbagai definisi mengenai pola menyusui menurut WHO (2006) adalah sebagai berikut: “Breastfeeding: the child has received breast milk direct from the breast or “exclusive breastfeeding: the infant has received only breastmilk direct from the mother or a wet nurse, or expressed breast milk, no other liquids or solids with the exception of drops or syrups consisting of vitamins, mineral supplements, or medicines. Predominant breastfeeding: the infant’s predominant source of nourishment has been breast milk. However, the infant may also have received water and water based drinks (sweetened an flavored water, teas, infusion, etc) fruit juice; oral rehydration salt solution (ORS), DROPS and syrup froms of vitamins, minerals and medicines, and ritual fluids (in limited quantities). With the exception of fruit juice and sugar water, no food based fluid is allowed under this definition.” 3. Alasan Pemberian ASI Eksklusif sampai Enam Bulan ASI sangat cocok diberikan pada bayi karena (Linkages, 2002): (a) ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang sampai umur enam bulan. Bayi yang mendapat makanan lain, misalnya makanan lumat atau pisang hanya akan mendapat banyak karbohidrat, sehingga zat gizi yang masuk tidak seimbang dan anak lebih mudah menderita kegemukan dengan segala akibatnya. (b) Bayi dibawah usia enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan. (c) Ginjal bayi yang masih muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan mengandung mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada bayi, misalnya zat warna dan pengawet. (e) Makanan tambahan bagi bayi yang muda mungkin menimbulkan alergi (Perinasia, 2003). 4. Manfaat ASI ASI merupakan makanan ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Depkes, 2002). ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan untuk pertumbuhan otak manusia. Nutrien ini sedikit atau tidak didapati sama sekali pada susu sapi, antara lain taurin suatu bentuk zat putih telur (protein) yang hanya terdapat pada ASI yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan sel otak (Perinasia, 2003). Asam lemak ikatan panjang merupakan asam lemak utama ASI (70%) yang hanya sedikit sekali didapatkan pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang ini penting untuk pertumbuhan otak dan jaringan saraf. Laktosa merupakan zat hidrat arang utama ASI untuk perkembangan saraf pusat. Dapat dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan akan optimal dengan kualitas prima. Berikut ini berbagai manfaat dari ASI: a. Manfaat bagi bayi Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dirasakan, berikut manfaat bagi bayi: 1) ASI sebagai nutrisi, ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003). 2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi. Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat immunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar sembilan sampai dua belas bulan. Pada saat itu zat kekebalan menurun, sedangkan yang dibentuk badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI, karena ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). 3) ASI meningkatkan kecerdasan karena ASI mengandung nutrien khusus yang diperlukan otak bagi bayi agar tumbuh optimal, nutriennutrien khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit sekali terdapat pada susu sapi, nutrien tersebut adalah: taurin, laktosa, asam lemak ikatan panjang (AA, DHA, omega-3, omega-6). Mengingat hal tersebut, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI secara eksklusif selama enam bulan akan tumbuh optimal dengan kualitas yang optimal pula (Roesli, 2000; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). 4) ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasan terlindungi dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik (Suharyono, 1992; Roesli, 2004; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). 5) ASI mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding dengan yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisa susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk akan merusak gigi. Kecuali itu ada anggapan bahwa kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis (Perinasi, 2003). 6) ASI mengurangi kejadian maloklusi. Salah satu penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). b. Manfaat bagi ibu Manfat ASI bagi ibu dapat: 1) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. Pada ibu yang menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk meningkatkan konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti, mengurangi perdarahan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah atau anemia karena kekurangan besi. Hal ini akan menurunkan angka kematian Ibu melahirkan (Roesli 2004; Perinasia 2003; Suradi, 2004). 2) Menjarangkan kehamilan, menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Hal ini terjadi melalui mekanisme hormon untuk ovulasi sehingga terjadi Lactational Amenorrhea (LAM). Selama LAM memberikan efek pencegahan yang baik terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan (Roesli, 2004; Nindya, 2001; Perinasia, 2003; Suradi, 2004). Ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% akan tidak hamil pada enam bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia dua belas bulan (Roesli, 2004). Mengecilkan rahim, kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim akan kembali ke ukuran sebelum hamil (Roesli, 2004). 3) Lebih cepat langsing kembali, oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang tertimbun selama hamil. Dengan demikian berat badan ibu yang menyusui akan lebih cepat kembali keberat badan sebelum hamil (Roesli, 2004). 4) Tidak merepotkan dan menghemat waktu (Roesli, 2004). 5) Lebih ekonomis dan murah (Roesli, 2004). 6) Praktis dan mudah dibawa kemana-mana. ASI dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan siap dimakan/minum serta dalam suhu yang selalu tepat (Roesli, 2004). c. Manfaat ASI bagi negara 1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi yang dapat menurunkan angka kematian bayi. Beberapa penelitian epidemiologis menyebutkan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). 2) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapat susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). 3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). 4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. Anak yang hanya mendapat ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas penerus bangsa akan terjamin. (Roesli, 2004; Perinasia, 2003). B. KEBUDAYAAN 1. Definisi Kebudayaan Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan itu keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kata culture (bahasa Inggris) dari kata colore (Yunani), berarti mengubah, mengerjakan, terutama dalam hal mengolah tanah atau bertani, berkembang menjadi culture yang berarti segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Taylor (1987) dalam Widyosiswoyo, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Menurut Leininger (2002) budaya adalah norma atau tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberikan petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. 2. Ciri kebudayaan Adapun ciri dari kebudayaan menurut George M Foster (1986): a. Nilai dan norma dalam unsur kebudayaan jadi acuan kehidupan. b. Menjadi kebiasaan sehari-hari. c. Senang dapat pujian atas kepatuhan berbudaya. d. Ikhlas mendapat hukuman atas kesalahan berbudaya. e. Menolak nilai dan norma serta keorganisasian intervensi budaya asing. f. Menerima perubahan kebudayaan dari ide bersama. g. Menerima perubahan kebudayaan dari mencontoh atau meminjam kebudayaan suku bangsa lain sepanjang dipandang tidak merusak kebudayaan. 3. Peran Kebudayaan terhadap Kesehatan 1. Kebudayaan dapat menopang upaya kesehatan a. Menanamkan nilai dan norma serta keorganisasian (kelembagaan) kesehatan yang benar dan fleksibel (sosialisasi). b. Memperkaya ide, aktivitas sosial, serta materi budaya dalam masyarakat tentang kesehatan, penyakit dan penyembuhannya (pengembangan dan sinkronisasi). c. Memperluas pengetahuan dan implementasi ajaran agama di bidang kesehatan (penggalian dan aplikasi ajaran agama). d. Meningkatkan inovasi (uji coba dan implementasi) ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat dalam mengenali penyakit, penyebab dan penyembuhannya (validitas dan reliabilitas). e. Mengupayakan keterjangkauan biaya obat oleh rakyat (nilai ekonomi). f. Menjaga jangann sampai resistensi atas obat (modern dan tradisional) yang relevan. g. Konsisten menjalankan tindakan hukum bagi pelanggar regulasi kesehatan. Dari uraian tersebut, memperlihatkan bahwa kesehatan memerlukan dukungan kebudayaan idea, aktivitas sosial, serta materi kebudayaan dari segi agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, keorganisasian sosial masyarakat, bahasa dan komunikasi, serta kesenian masyarakat. Terutama adalah penggunaan kebiasaan hidup masyarakat untuk mensukseskan upaya kesehatan baik pendekatan modern maupun tradisional. 2. Kebudayaan dapat memperburuk kesehatan a. Nilai dan norma dalam unsur universal kebudayaan dapat merusak kesehatan. b. Kebudayaan medis modern tidak terterima masyarakat pendukung suatu kebudayaan. c. Kebudayaan medis modern tidak mengapresiasi nilai medis tradisional yang efektif. d. Biaya pengobatan tidak terjangkau masyarakat pengguna jasa. e. Tidak adanya asuransi kesehatan bagi pengguna obat atas kesalahan penyembuh atau lembaga pengembangan kesehatan. f. Dampak penggunaan teknologi kehidupan yang tidak terkendalikan. Dari uraian di atas jelas bahwa kebudayaan sangat menentukan maju mundurnya sistem kesehatan dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas kesehata di masyarakat, bangsa maupun dunia internasional. Kemauan untuk berkolaborasi yang didasarkan kepada keterukuran efektifivas dalam upaya kesehatan menjadi suatu keharusan. C. Konsepsi Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi yang berbeda dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama dua tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur enam bulan. Sesuai disertasi oleh Maas (2004), bahwa pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu dan didiamkan selama satu malam) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Kebiasaan masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi roti, pisang, nasi yang sudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar (Maas, 2004). Demikian pula halnya dengan pembuangan kolostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tidak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi. Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur. Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990). D. Konsep Transcultural Nursing Leininger 1. Definisi Transcultural nursing Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Konsep dalam transkultural nursing: 1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan. 2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan. 3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). 4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. 5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. 7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orangorang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya. 8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia. 9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia. 10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai. 11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. 2. Paradigma Transcultural Nursing Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995). a. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilainilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada. b. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif. c. Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. d. Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negosiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). Pengkajian klien sesuai dengan latar belakang budaya yang dirancang berdasarkan tujuh dimensi sosial budaya yang ada pada “Sunrise Model Theory” yaitu: a. Faktor teknologi (technological factors) Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Keterpaparan ibu terhadap media massa baik media cetak maupun media elektronik mempunyai pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI. Dengan kebiasaan membaca surat kabar atau majalah serta kebiasaan mendengar siaran radio dan mengikuti acara televisi kemungikanan besar ibu memiliki pengetahuan yang benar tentang tata cara pemberian ASI yang benar (Kasnodiharjo, 1998). Promosi dalam bentuk iklan berfungsi dalam merangsang perhatian, persepsi, sikap dan perilaku sehingga dapat menarik konsumen untuk menggunakan suatu produk. Pada saat media massa berkembang seperti sekarang ini, promosi melalui media massa merupakan kekuatan besar dalam mempengaruhi perilaku konsumen. Misalnya, beberapa studi di Bogor menunjukkan iklan merupakan sumber informasi utama dalam berbelanja susu formula bayi oleh ibu rumah tangga (65%) (Tresnawati, 1997 dalam Dodik ). b. Faktor religi dan falsafah hidup (religious dan philosophical factors) Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Emosi keagamaan mendorong orang untuk berlaku serba religi. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut dengan upacara keagamaan atau religious ceremony atau rites (Koenjtaraningrat, 1992). Faktor religi yang dikaji meliputi: agama yang dianut, apakah ada ritual agama klien yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif. c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors) Menurut Friedman (1998) dalam kehidupan bermasyarakat setiap anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam melakukan interaksinya mempunyai keterbatasan yang dilandasi tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Perbedaan dan kekhususan adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi dalam keterikatan keluarga. Faktor yang dikaji meliputi: tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dukungan apa saja yang diberikan keluarga dalam hal pemberian ASI eksklusif. Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI (Roesli, 2004). Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tetang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses laktasi (Lubis, 2002). Peningkatan peran suami berupa perhatian kepada istri sangat dibutuhkan suatu proses dalam produksi ASI yaitu reflek oksitosin. Pikiran ibu yang positif akan merangsang kontraksi otot sekeliling kelenjar alveoli hingga mengalirkan ASI ke duktus laktiferus kemudian diisap oleh bayi (Roesli, 2004). Depkes (1999) juga menyebutkan suami, kelurga dan masyarakat memberi dukungan psikososial bagi ibu yang menyusui. Penelitian Asmijati (2000) di Tangerang mendapatkan ada hubungan antara dukungan keluarga/masyarakat dengan pemberian ASI eksklusif responden yang mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat 4,70 kali lebih besar dalam pemberian ASI eksklusif dari pada responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga/masyarakat. d. Nilai-nilai budaya dan cara hidup (cultural values and lifeways) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut yang terkait. Hal yang dikaji meliputi: apakah klien punya pantangan makanan/minuman yang berkaitan dengan menyusui, bagaimana persepsi budaya yang sudah diwariskan turun-temurun mengenai menyusui. e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors) Kebijakan dan peraturan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan litas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Di Indonesia pemberian ASI eksklusif disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tentang kesehatan pasal 128 ayat 1 yaitu setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. f. Faktor ekonomi (economical factors) Pemanfaatan sumber-sumber material yang dimiliki dalam perilaku kesehatan atau perawatan. Hal yang dapat dikaji meliputi: penghasilan keluarga, bagaimana keluarga memanfaatkan sumber-sumber material dalam perilaku menyusui. g. Faktor pendidikan (educational factors) Latar pendidikan individu menjadi pengalaman dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu maka keyakinan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang dapat dikaji meliputi: tingkat pendidikan ibu serta kemampuannya untuk belajar aktif mandiri tentang perilaku menyusui. Menurut hasil penelitian Soeparmanto (2006) ibu-ibu yang tamat SD mempunyai kemungkinan menyusui ASI eksklusif 6 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak tamat SD. Ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif 4 kali dibandingkan ibu-ibu yang tidak tamat SLTP atau SLTA. Dalam beberapa budaya, menyusui adalah praktek tradisional. Banyak sekali pandangan mengenai praktek menyusui khususnya dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor sosial budaya dapat mempengaruhi perilaku menyusui. Faktor sosial budaya memberikan pandangan terhadap perilaku menyusui dimana akan mempengaruhi perilaku dan perawatan individu terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan ini akan mempengaruhi kesejahteraan individu, kelompok, masyarakat dan institusi dalam sistem kesehatan (Margaret, 2003). Bagan. 2.3 Leininger’s Sunrise model to depict Theory of Cultural Care diversity and Universality. (Leininger, 2001) E. Penelitian terkait 1. Penelitian yang dilakukan oleh Hibah Osman, Lama El Zen dan Livia Wick dengan judul “Cultural Belief that may Discourage Breastfeeding amoung Lebanon Women” menunjukkan terdapat kepercayaan budaya yang berpotensi menghambat perilaku menyusui pada perempuan Libanon sekitar 24%. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara melalui telepon dengan responden sebanyak 353 ibu menyusui. 2. Penelitian yang dilakukan Liqian Qiu, Yun Zhao,Colin w binns, Andy H Lee, Xing Xie dengan judul “A Cohort Study of Infant Feeding Practice in City Suburban and Sosial Areas in Zhejian Province PR China 2005” menggunakan metode studi kohort longitudinal menunjukkan pemberian ASI eksklusif di kota lebih rendah dibandingkan dengan di desa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Higgins (2000) yang berjudul “Puertorican Culture Beliefs; Influence Infant breastFeeding Practices in Western Newyork” dengan metode kualitatif pendekatan ethnonursing menunjukkan keterikatan keluarga dan budaya yang diwariskan turun temurun mempengaruhi praktek pemberian menyusui. Penelitian ini dilakukan oleh 15 informan yaitu 10 informan kunci dan 5 informan umum. BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Pikir Aspek budaya dalam perilaku menyusui ASI eksklusif dapat diketahui melalui dimensi sosial budaya dalam teori yang dikemukakan oleh Leininger. Leininger (2002) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu: 1) faktor teknologi, 2) faktor religius dan falsafah hidup, 3) faktor sosial dan keterikatan keluarga, 4) nilai budaya dan cara hidup, 5) faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, 6) faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Dua dari ketujuh faktor diatas yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu: faktor sosial dan keterikatan keluarga, serta nilai budaya dan cara hidup. Berikut adalah kerangka pikir dalam penelitian ini : Bagan 3.1 Kerangka Pikir Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif Faktor sosial dan keterikatan keluarga Pemberian ASI eksklusif Nilai budaya dan cara hidup B. Daftar Istilah Tabel 3.1. Daftar Istilah No Nama Definisi Istilah Metode Alat Ukur Hasil Ukur Variabel 1. Sumber Validasi Informan Faktor sosial hal-hal yang dan dipengaruhi akibat keterikatan kontak sosial dengan keluarga keluarga dan - Wawancara mendalam - Observasi - Pedoman WM - Pengambil - Lembar observasi keputusan - Dukungan keluarga - Ibu menyusui - Anggota keluarga - Triangulasi sumber -Triangulasi metode masyarakat - Dukungan non keluarga 2. Nilai-nilai norma budaya atau budaya dan aturan kelompok gaya hidup dilakukan oleh penganut budaya - Wawancara mendalam - Pedoman WM - jenis budaya - Lembar observasi - Sikap - Perilaku lainnya - suami - Ibu menyusui - Anggota keluarga yang dianggap baik atau buruk lainnya - Suami - Kader posyandu - Triangulasi sumber -Triangulasi metode BAB IV METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Desain penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh jawaban atau informasi yang mendalam tentang pendapat atau perasaan seseorang yang memungkinkan untuk mendapatkan hal-hal yang tersirat tentang sikap, kepercayaan, motivasi, dan perilaku individu (Pollit, Beck & Hungler, 2001). Pendekatan kualitatif merupakan suatu pradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, prilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi (Satori & Komariah, 2009 dalam Saryono 2010). B. Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bubulak Kota Bogor pada bulan November 2010. C. Instrumen Penelitian Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Pedoman wawancara mendalam yang berbentuk pertanyaan dengan bantuan alat pencatat (tape recorder). 2. Observasi Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Keuntungan metode ini adalah peneliti mendapat informasi langsung dari informan D. Informan Penelitian Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Mengacu pada prinsip tersebut, maka sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah: 1. Informan Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali data mengenai aspek budaya dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah Kelurahan Bubulak. Informan informan ini terdiri dari ibu menyusui dengan kriteria: a. Ibu menyusui dengan umur bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif. b. Dapat berkomunikasi dengan baik. c. Tipe keluarga: keluarga besar (extended family) 2. Informan pendukung a. Suami klien. b. Anggota keluarga lainnya (ibu, bibi, mertua) c. Kader Posyandu Tabel 4.1 Pengumpulan data untuk uji coba pedoman wawancara di Kelurahan Kemiri Muka Depok; Sumber Metode Jumlah Kriteria Tempat informasi Ibu menyusui Wawancara 1 1. ibu menyusui yang Rumah yang mempunyai Mendalam mempunyai bayi berumur 6- dan berumur 6-12 bulan. 12 bulan Observasi bayi informan 2. Dapat berkomunikasi dengan baik Tabel 4.2 Pengumpulan data penelitian di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Sumber informasi Metode Jumlah WM 3 Kriteria Tempat Informan utama: 1. Ibu menyusui 1. Ibu menyusui yang dengan Rumah umur bayi 6-12 bulan yang informan telah berhasil ASI eksklusif. 2. Dapat berkomunikasi dengan baik. 3. Tipe keluarga: keluarga besar (extended family). Informan pendukung: 1.Anggota keluarga lainnya WM 3 (ibu/mertua/bibi) 1. Tinggal serumah dengan Rumah informan utama. informan 2. Dapat berkomunikasi dengan baik. 1.Dapat berkomunikasi dengan Rumah 2. Suami WM 3 baik. informan 1.Kader 3. Kader posyandu WM 1 aktif di Kelurahan Bubulak. Rumah kader E. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilaksananakan pada bulan November 2010. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu teman mahasiswa untuk tugas mencatat. 2. Tahap pengumpulan data a. Tahap persiapan pengumpulan data Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian kepada pertemuan dengan pihak-pihak informan terkait. dan Selanjutnya informan mengadakan pendukung untuk menjelaskan tujuan penelitian, kriteria informan yang dipilih, dan menyesuaikan jadwal. b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder. 1). Untuk data primer meliputi : a) Wawancara Wawancara, menurut Lexy J Moleong (2006) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pada metode ini, peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara seperti yang dikatakan oleh Faisol (1990) yaitu: Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara. Dengan tehnik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung, luwes dan fleksibel serta terbuka, sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan luas mengenai Aspek Budaya dalam Pemberian ASI eksklusif. b). Observasi Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta untuk pengecekan data dan memperkaya informasi. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil penelitian. F. Validasi Data Untuk menjaga validitas data, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi yang ada meliputi (Kresno dkk, 2006). 1. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus memperkuat atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya. 2. Triangulasi metode Dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan data yaitu selain menggunakan metode FGD, wawancara juga dilakukan observasi. 3. Triangulasi Data a. Analisa data dilakukan oleh lebih dari satu orang. Analisa data bisa dilakukan oleh peneliti dan orang lain yang ahli dalam analisa kualitatif. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar interpretasi yang dilakukan hasilnya sama dengan yang dilakukan oleh orang lain. b. Minta umpan balik dari informan. Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik atau memperbaiki kesempatan agar hasilnya akan dilaksanakan tetapi juga untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan kesimpulan yang ditarik dari data tersebut. Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode karena triangulasi data sulit dilakukan, biayanya mahal dan membutuhkan waktu yang lama. G. Teknik Analisa Data Hasil data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan pendekatan analisis kualitatif, yaitu : 1. Reduksi Data Reduksi data adalah proses pemilahan data kasar, mencari hal-hal yang pokok dan membuat transkrip data hasil wawancara seperti apa adanya. Adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. 2. Display Data Display data adalah tekhnik penyajian data dalam bentuk uraian singkat, grafik, dan matriks. Langkah ini didapatkan setelah peneliti melakukan penyusunan data dalam bentuk transkrip data selanjutnya. 3. Analisis Isi Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teoriteori yang ada pada tinjauan kepustakaan (content analysis). 4. Pengambilan Keputusan Pengambilan Keputusan adalah menganalisis data yang dapat dicoba dibuat suatu kesimpulan hal penelitian. H. Etika penelitian Penelitian yang dilakukan telah mendapat ijin dari puskesmas Sindang Barang melalui surat pengantar dari kepala Dinkes Kota Bogor. Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan pendekatan terhadap informan berupa wawancara sesuai dengan kriteria dan aspek pedoman wawancara. Peneliti melindungi hak-hak calon informan untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini maupun tidak berpartisipasi, tidak ada paksaan informan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Kerahasian untuk menjaga rasa aman dan nyaman informan dibuat dengan lembar persetujuan (informed consent). Dengan informed consent tersebut informan memahami tentang penelitian yang dilakukan dan menyatakan setuju untuk berpartisipasi didalam penelitian (Dempsey, 2002). Formulir persetujuan yang diberikan untuk pasrtisipan berisi tentang penjelasan: tujuan penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan, manfaat penelitian, persetujuan mendapat jawaban dari informan, persetujuan partisipan dapat mengundurkan diri kapan saja dan jaminan anominitas serta kerahasiaan (Pollit & Hungler, 2001). Penggunaan alat perekam seperti tape recorder dilakukan setelah mendapat persetujuan penggunaannya. dari informan dan telah dijelaskan tujuan BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Bubulak Kelurahan Bubulak merupakan wilayah Kecamatan Bogor Barat di Kota Bogor. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Semplak di sebelah utara, Kelurahan Margajaya di sebelah selatan, Kelurahan Sindangbarang di sebelah Timur, dan Kelurahan Situ Gede di sebelah barat. Luas wilayah Kelurahan Bubulak sebesar 157,085 ha/m2 terbagi atas luas pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran dan prasarana umum. Sebagian besar wilayah Kelurahan Bubulak terdiri dari luas perkebunan sebesar 33 ha/m2, persawahan sebesar 43,265 ha/m2, dan pemukiman sebesar 47,2 ha/m2. Keadaan tanah merupakan dataran tinggi karena merupakan daerah dekat dengan pegunungan. Suhu rata-rata daratan adalah 290C. Penduduk Kelurahan Bubulak terdiri dari berbagai macam etnis yang bersifat heterogen. Adanya penduduk asli dan pendatang memberikan keanekaragaman etnis. Adapun etnis penduduk Kelurahan Bubulak diantaranya etnis Aceh, Batak, Minang, Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Dayak, Bugis, Makassar Ambon, dan Flores. Sebagian besar penduduk Kelurahan Bubulak beretnis Sunda. Keanekaragaman bukan hanya pada etnis saja namun terjadi pada agama yang dianut. Agama yang dianut penduduk Kelurahan Bubulak yaitu Islam 14050 orang, Kristen sebnyak 58 orang, Katolik sebnyak 45 orang, Hindu sebanyak 17 orang, dan Budha sebanyak 5 orang. Kenekaragaman ini memberikaan kekayaan budaya di wilayah Kelurahan Bubulak. Tingkat pendidikan masyarakat kelurahan bubulak terdiri dari: Taman Kanakkanak (TK) sebanyak 473 orang, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3222 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1433 orang, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 1545 orang, dan Perguruan Tinggi (PT) sebanyak 1424 orang. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Bubulak sebagian besar sebagai pengusaha kecil dan menengah seperti membuka toko atau warung, karena di lihat dari letaknya Kelurahan Bubulak ini berada di posisi strategis dekat dengan terminal dan dilalui oleh banyak kendaraan dari beberapa wilayah tetangga. Selain itu, banyak berdiri fasilitas umum lainnya seperti sekolah, kantor pemerintahan, pertokoan dan fasilitas kesehatan. Sarana kesehatan yang ada terdiri dari apotik, posyandu, toko obat, praktek dokter, rumah bersalin. Terdapat lima belas posyandu di Kelurahan Bubulak yang tersebar di setiap RW. Posyandu diadakan setiap bulan. Kelurahan Bubulak berada di bawah cakupan wilayah Puskesmas Sindangbarang. Letak geografis Kelurahan Bubulak sangat strategis. Jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari Puskesmas Sindangbarang. B. Karakteristik Informan Pada penelitian ini informan yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama adalah ibu menyusui dengan usia bayi 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif. Karakteristik informan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah umur, pekerjaan, suku, agama, pendidikan, penghasilan keluarga, usia bayi, dan banyak anak. Sedangakan informan pendukung adalah suami, anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah dengan informan utama. Berikut akan dijelaskan karakteristik informan di Kelurahan Bubulak: 1. Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu meyusui yang bayinya berusia 6-12 bulan yang telah berhasil ASI eksklusif bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Bubulak yang terdiri dari 3 orang. Kisaran usia informan termuda adalah 22 tahun dan tertua 25 tahun. Dua dari tiga informan bersuku Sunda sedangkan sisanya bersuku Jawa. Ketiga informan beragama Islam. Pendidikan terendah SMP, sedangkan yang tertinggi S1. Dua dari tiga informan bekerja yaitu sebagai guru SD dan pedagang, sedangkan satunya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga ketiga informan beragam yaitu Rp 1.800.000,00 hingga tertinggi Rp. 5.000.000,00. Ketiga informan tinggal bersama keluarga lainnya (extended family). Ada yang tinggal bersama ibu, mertua ataupun bibi. Usia bayi informan paling kecil 7 bulan dan paling besar 11 bulan. Ketiga informan merupakan ibu muda dengan jumlah anak paling sedikit satu orang dan paling banyak dua orang. Tabel 5.1 Karakteristik Informan Informan No Variabel 1 2 3 Ny. A Ny. P Ny.S 25 22 24 1 Nama 2 Umur (thn) 3 Suku Sunda Sunda Jawa 4 Agama Islam Islam Islam 5 Pendidikan S1 SMP SMA 6 Pekerjaan Guru Pedagang IRT 7 Penghasilan 4.000.000 5.000.000 1.800.000 Ibu Bibi Mertua keluarga (perbulan) 8 Tinggal dekat kandung 9 10 Usia bayi (bln) 8 7 11 Jumlah anak 2 2 1 2. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah keluarga klien, yaitu suami dan anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah klien. Wawancara dengan informan pendukung dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan sebagai cross check data serta memperkaya data penelitian. Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung Informan No Variabel 1 Nama 2 Usia (thn) 3 Agama 4 Pendidikan 1 2 3 4 5 6 Tn. A Tn. P Tn. S Ny. T Ny. R Ny. B 31 24 25 50 57 52 Islam Islam Islam Islam Islam Islam S1 SMP D III SMP SD SD terakhir 5 Suku Minang Sunda Jawa Sunda Jawa Sunda 6 Hubungan Suami Suami Suami Ibu Bibi Mertua dengan kandung informan C. Gambaran Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga dalam pemberian ASI Eksklusif Dukungan sosial dan keterikatan keluarga dapat mendukung pemberian ASI eksklusif. Berikut akan dijelaskan bentuk dan sumber dukungan yang ada ketika ibu menyusui ASI eksklusif. 1. Sumber Dukungan Sumber dukungan yang didapatkan oleh ibu selama menyusi ASI eksklusif melalui dukungan keluarga (dukungan suami, anggota keluarga lainnya seperti ibu, mertua ataupun bibi), dukungan nonkeluarga (tetangga/teman). a. Dukungan Keluarga 1) Dukungan suami Tiga informan mengatakan bahwa mereka memperoleh dukungan dari suami selama menyusui ASI eksklusif. Berikut kutipannya: “Suami saya tidak mempermasalahkan saya kasih ASI eksklusif sama anak saya, malah dia mendukung saya buat kasi ASI secara eksklusif. senang rasanya bila saling mendukung …” (Ny. A, 25th, guru) ’’Suami mah dukung, saya disuruh untuk kasih ASI saja...” (Ny. P, 22 th, pedagang) “Suami saya mendukung sekali dalam pemberian ASI eksklusif, bersyukur punya suami dia. Nih buktinya banyak bacaan yang dibelikan untuk saya (sambil memperlihatkan beberapa buku, Tabloid, dan majalah ibu Anak).” (Ny. S, 24 th, IRT) Ketiga suami informan mendukung pernyataan informan bahwa mereka sangat pendukung istrinya masing-masing dalam pemberian ASI eksklusif untuk bayi mereka. Berikut kutipannya: “Saya turut mendukung istri untuk menyusui eksklusif sampai enam bulan” (Tn. A, 31 th) “Iya mendukung istri… “ (Tn. P, 24 th) ‘Tentunya sangat mendukung istri ya (sambil merangkul pundak istrinya dengan tangan).” ( (Tn. S, 25 th) 2) Dukungan anggota keluarga lainnya Dalam keluarga biasanya anggota keluarga lainnya turut berperan dalam hal merawat anak. ibu, mertua ataupun bibi turut memberikan kontribusi kepada ibu menyusui. Mereka biasanya memberikan pengalaman mereka sewaktu merawat anaknya dulu. Dukungan ini dapat membantu dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berikut kutipannya: “Untungnya ibu juga kan kader jadi mengerti kalau dalam hal seperti ini, jadinya saya dianjurkan memberikan ASI secara eksklusif…” (Ny. A, 25 th, guru) “Ibu sih nyuruhnya dikasi ASI aja. Soalnya dulu ibu juga gitu, semua ASI. nggak dikasih susu botol. Bibi juga sama sih …” (Ny. P, 22 th, pedagang) “Mamah bilang kalo bisa sampe anak umur dua tahun dikasi ASI...” (Ny. S, 24 th, IRT) Anggota keluarga seperti ibu, mertua dan bibi ikut berperan dalam merawat bayi yang baru lahir. Kehamilan dan kelahiran merupakan media pengajaran kepada anak mereka untuk mengajarkan bagaimana mengurus anak dalam hal ini adalah mengurus cucu mereka masingmasing. Berikut kutipan ungkapannya: “Menyusui kan baik untuk kesehatan, apalagi saya juga sudah tahu dari penyuluhan-penyuluhan gimana pentingnya ASI untuk bayi, jelas saya mendukung apa yang dilakukan anak saya untuk memberikan ASI eksklusif” (Ny. T, 50 th) “Pasti mendukung yah” .(Ny. R, 57 th) “Ngedukung banget kalau ASI eksklusif biar bayinya juga sehat (sambil menganggukan kepala)”. (Ny. B, 52 th) Pernyataan ini juga didukung oleh suami informan bahwa keberadaaan anggota keluarga lainnya memberikan dukungan dalam pemberian ASI eksklusif ini. Berikut pernyataannya: “Pastinya orang tua ya. Ibu mertua saya kebetulan dekat … beliau mendukung dalam pemberian ASI ini” (Tn. A, 31 th) “Orang tua saya, dan mertua karena deket. Kalo orang tua paling cuma via telepon aja bilanginnya”. (Tn. S, 25 th) Dukungan dari keluarga juga mempengaruhi ibu menyusui dalam pengambilan keputusan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Berikut ungkapannya: “Ibu ya. Belajar dari ibu juga. Apalagi kalau habis penyuluhan tentang ASI ibu langsung kasih tahu saya”. (Ny. A, 25 th, guru) “Mama. dan alhamdulillah suami juga. Kan enak ya, kalau samasama mendukung”. (Ny. R, 24 th, IRT) Ada juga yang mengambil keputusan sendiri, tidak dipengaruhi oleh siapa-siapa. “Sendiri aja. Apalagi saya juga jauh dari orang tua”. (Ny. B, 22 th, pedagang) 3. Dukungan nonkelurga Interaksi sosial memberikan dampak pada pemberian ASI eksklusif. Selain keluarga, teman ataupun tentangga sekitar rumah juga dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI eksklusif. Berikut ungkapan informan: “Iya kadang-kadang suka bilangin” (Ny. A, 25 th, guru) “Suka juga dikasih tau sama tetangga”. (Ny. B, 22 th, pedagang) “Sama teman juga sama tetangga dibilangin tentang ASI. (Ny. R, 24 th, IRT) 2. Bentuk dukungan Bentuk dukungan yang diperoleh oleh ibu menyusui terdiri dari dukungan fisik, dukungan emosional dan informasional. a. Dukungan fisik Dua dari tiga informan memperoleh dukungan fisik dalam keterlibatan ibu, metua ataupun bibi dalam kegiatan mengurus bayi seperti: memandikan bayi, pemijatan payudara. Berikut ungkapan informan: “Waktu pertama sesudah melahirkan memandikan bayi.”(Ny. A, 25 th, guru) ibu membantu dalam “Habis ngelahirin payudara saya bengkak, terus disuruh dikompres. Badan juga lagi itu diurutin sama bibi. Biar nggak ada orang tua tapi bibi udah kaya ibu sendiri.(Ny. P, 22 th, pedagang) “Iya ibu ngurusin segala keperluan bayi dan saya. “(Ny. S, 24 th, IRT) Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan anggota keluarga bahwa dirinya sering membantu dalam mengurus bayi dan ibunya misalnya dalam memandikan bayi, memberi pijatan pada payudara agar tidak bengkak dan memberikan kompres air hangat pada payudara yang bengkak. “Seminggu pertama saya bantu mengurus cucu. Maklum masih barubaru.” (Ny. T, 50 th) “Biar saya cuma bibi, dia udah saya anggap anak sendiri. pasti repot kalo ada anak yang lahiran. Pasti bantu ini itu. Mandin bayi, terus juga kasih tahu apa aja yang suka dialamin sama ibu yang mau nyusuin misalnya teteknya suka bengkak”. (NY. R, 57 th) “Semuanya dibantuin dulu. Apalagi pertama-tama sehabis ngelahirin kan masih belum terbiasa mungkin. Waktu sehabis ngelahirin sampe sebulan juga dibantu sama besan”. (Ny. B, 52 th) b. Dukungan emosional Tiga informan memperoleh dukungan dari suami dalam bentuk sikap penghargaan atau menghargai Istri yang sedang menyusui. Berikut ungkapan informan: “Nggak apa-apa memberikan ASI (Ny. A, 25 th, guru) ”Katanya bagus anak di kasih ASI”. (Ny. P, 22 th, pedagang) “Waktu pertama-tama payudara saya bengkak, terus lecet putingnya. Trus suka sakit kalo lagi menyusui, suami juga suka nanya kenapa dan paling dia bilang sabar ya nanti juga terbiasa.” (Ny. S, 24 th, IRT) Dua dari tiga informan pendukung juga menyatakan menghargai istri yang sedang dalam masa menyusui. Berikut kutipannya: “Ya mendukung sekali istri ya. Malah ini kan baik untuk kesehatan anaknya juga. Karena saya nggak merasakan menyusui saya cuma suka tanya apa keluhannya sama istri saya. Ya kan, Mah (sambil melontarkan pertanyaan pada istrinya)”. (Tn. A, 31 th) “Ngertiin aja kalo lagi capek ngurusin bayi. kan repot ya” (Tn. R, 24 th) c. Dukungan informasional Salah satu bentuk dukungan yang diberikan kepada ibu menyusui adalah dengan memberikan informasi. Informasi ini sangat dibutuhkan bagi ibu menyusui. Satu informan memperoleh informasi tentang pengertian ASI eksklusif, satu informan memperoleh informasi tentang pentingnya memberikan ASI pada bayi, satu informan mendapatkan saran mengenai. Berikut kutipan ungkapannya: “Suami saya suka beliin saya majalah tentang ibu anak. Dari situ saya banyak tahu tentang ASI eksklusif. Terus ibu juga suka kasih tahu kalau misalnya dia baru dapet penyuluhan’. (Ny. A, 25 th, guru) “Iya, ibu saya, mertua, juga bibi suka ngebilangin gimana cara nyusuin anak, cara gendongnya gimana”. (Ny. B, 24 th, pedagang) “Semua diajarin sama mamah. Dari hamil suka dikasih tahu katanya nanti bayinya dikasih ASI jangan formula. Jangan dikasih apa-apa dulu sebelum enam bulan. Makannya juga harus yang bagus yang bergizi gitu”. (Ny. S, 24 th, IRT) Pernyataan ini didukung oleh pernyataan anggota keluarga lainnya dan suami. Berikut kutipannya. “Kalau pulang kerja saya suka beliin majalah ibu dan anak untuk istri saya. Jadi ada banyak majalah, buku, tabloid tentang ibu anak disini, supaya bisa baca-baca”.(sambil menunjukkan buku, tabloid dan majalah tentang ibu anak.” (Tn. A, 31 th) “Suka dikasih tahu sama bibi, ngerawat anak gimana, nyusuinnya gimana”. (Ny. R, 57 th) “Emang diajarin ya. Namanya juga orang tua suka ngasih tahu, nanti kalo ngurusin anak harus benar. Kalau bisa jangan dikasih susu botol, biar ASI aja”. (Ny. B, 52 th) D. Gambaran Nilai Budaya dan Gaya Hidup Masyarakat Bubulak Masyarakat Bubulak terdiri dari berbagai macam suku. Sebagain besar masyarakat Bubulak merupakan suku sunda. Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bubulak adalah agama Islam. Terdapat budaya positif dan negatif yang terdapat di Bubulak berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif. Berikut akan dijelaskan mengenai budaya yang terdapat di Bubulak. 1. Definisi ASI eksklusif Ketiga informan telah mengetahui pengertian dari pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI selama enam bulan pertama tanpa makanan/minuman apapun. Dua dari tiga informan belum menjawab dengan sempurna pengertian ASI eksklusif. Berikut kutipannya. “ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan selama enam bulan”. (Ny. P, 22 th, pedagang ) Namun dua informan menjawab dengan jawaban yang tepat. Berikut kutipannya. “ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman tambahan selama enam bulan pertama”. (Ny. A, 25 th, guru) “ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan tanpa dikasih apa-apa, misalnya minuman atau makanan”. (Ny. S, 24 th, IRT) Informan pendukung baik suami dan anggota keluarga lainnya juga mempunyai pendapat yang sama dengan informan utama mengenai pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI selama enam bulan pertama tanpa makanan/minuman apapun. Berikut kutipannya. “ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja yang diberikan selama enam bulan pertama.” (Ny. T, 50 th) “ASI eksklusif bayi diberikan hanya ASI saja selama enam bulan”. (Ny. B, 52 th) “ASI eksklusif adalah menyusui selama enam bulan tanpa diberikan apa-apa”. (Tn. A, 31 th) “ASI eksklusif adalah menyusui selama enam bulan”. (Tn. P, 24 th) “ASI eksklusif adalah memberikan ASI selama eman bulan pertama kelahiran pada bayi.” (Tn. S, 25 th) Namun ada juga anggota keluarga yang menjawab tidak tahu arti dari ASI eksklusif. berikut kutipannya: “Nggak tahu. Saya tahunya menyusui aja”. (Ny. B, 52 th) 2. Menyusui merupakan hal yang alami Masyarakat Bubulak menganggap menyusui merupakan hal yang alami setelah proses melahirkan. Adanya perubahan fisik dan psikologis yang dialami merupakan hal yang wajar dalam melaksanakan tugas sebagai ibu. Berikut kutipannya: “Menyusui proses alamiah yang wajar dialamai oleh seorang ibu. Sudah kodrat wanita sebagai ibu untuk menyusui anaknya”. (Ny. A, 25 th, guru) “Menyusui itu tugas kita sebagai ibu”. (Ny. P, 22 th, pedagang) “Wajar saja jika seorang ibu setelah melahirkan terus menyusui anaknya karena ini tugas kita sebagai ibu” (Ny. S, 24 th, IRT) Pernyataan ketiga informan ini didukung dengan pernyataan informan pendukung yang menyatakan bahwa menyusui adalah tugas seorang ibu. Berikut kutipannnya: “Menyusui memang tugas sebagai ibu”. (Ny. T, 50 th) “Nyusuin anak kan emang tugas ibu”. (Ny. R, 57 th) “Ibu memang udah tugasnya nyusuin kan”. (Ny. B, 52) “Mengandung anak, melahirkan, serta menyusui adalah amanah dari Tuhan untuk seorang wanita”. (Tn. A, 31 th) “Menyusui hal biasa buat seorang ibu. Sudah menjadi kewajiban ibu”. (Tn. P, 24 th) “Udah kodrat seorang perempuan untuk menyusui”. (Tn. S, 25 th) 3. Memberikan Makanan dan Minuman pada Bayi dibawah Umur Enam Bulan Masyarakat Bubulak mengatakan pada hari pertama setelah melahirkan biasanya diberikan madu atau air gula pada bibir bayi, ini berguna untuk memberikan tenaga pada bayi. Pemberian minuman lainnya yaitu seperti kopi yang berguna untuk mencegah sakit step pada bayi, pemberian air tumbukan daun pare yang diberikan untuk mengeluarkan kotoran dari mulut bayi. Selain diberikan minuman juga diberikan makanan seperti pisang. Pisang yang diberikan untuk bayi biasanya jenis pisang mas. Pisang diberikan pada usia yang bervariasi. Ada yang memberikan pada usia lima hari, usia satu bulan ataupun dua bulan. Pemberian pisang ini ada yang mengatakan sebagai bekal untuk perut bayi yang belum terisi makanan. Ada juga yang mengatakan supaya anaknya nanti menjadi anak yang baik seperti filosofi pisang mas. Berikut kutipannya: “Disini biasanya bayi yang baru lahir suka diberi madu biar kuat. Madu diolesin kebibir bayi”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Iya dikasi madu atau air gula.., kadang suka kopi dikasi sasendok ku si bayi... malahan eta tetangga saya dikasi air bejekan daun paria (pare, daun parianya teh (pare) dibejek, terus airnya diminumin ke bayinya. Katanya biar bayinya muntah dan kotorannya keluar… suka dikasi pisang mas juga pas abis lahir”. (Ny. P, 22 th, pedagang) “Iya disini mah orang-orang suka dikasi pisang, madu, kopi biar nggak step”. (Ny. S, 25 th, IRT) Pernyataan ketiga informan diatas didukung dengan pernyataan ibu, mertua, bibi dan kader posyandu yang menyatakan bahwa masyarakat di Bubulak umumnya memberikan madu, air gula, pisang kepada bayi mereka. Berikut kututipannya: “Dikampung sini ibu-ibunya suka ngasih bayinya madu, kopi, sama pisang”. (Ny. T, 50 th) “Ya namanya juga orang kampung, katanya kalo anak nangis itu berarti laper jadi dikasih pisang. Biar gak sakit step dikasih kopi sesendok kalo bapaknya ngopi”. (Ny. R, 57 th) “Bayi dikasih madu bair ada tenaga juga biar ASInya manis… ada sih yang dikasih pisang biar anaknya nggak rewel”. (Ny. B, 52 th) “Disini banyak para ibu yang memberikan makanan/minuman pada bayi dibawah umur enam bulan. Biasanya bayi dikasih madu/air gula, kopi biar nggak step, pisang. Nggak heran kalau ASI ekskklusif disini masih cenderung rendah.”. (Ny. E, 48 th) 4. Mapas Masyarakat Bubulak mengenal istilah “mapas”. Dua dari informan menyebutkan ada istilah “mapas” bagi ibu setelah melahirkan yang ditandai dengan sudah putusnya tali pusat bayi. mapas adalah suatu masa dimana ibu harus menjalani pantangan dalam memilih makanan yang dimakan. Makanan yang belum pernah dimakan sebelum puput pusar tidak boleh dimakan pada masa mapas. Lamanya masa mapas ini hingga bayi berusia satu tahun. Berikut ungkapan informan. “Setelah bayi puput pusar biasanya kalau disini ibu harus patang makannya… setelah puput pusar namanya mapas. Misalnya sebelum bayi puput kita nggak pernah makan daging, terus pas mapas kita nggak boleh makan daging. Intinya makanan yang belum pernah dimakan waktu sebelum puput, nggak boleh dimakan saat mapas”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Ari disini mah kalo udah puput puser anaknya, ibunya dibilang mapas kitu. Katanya teh ari belum pernah dimakan sebelum mapas, pas masa mapas nggak boleh dimakan..(Kalau disini jika sudah puput pusar anaknya, ibunya dibilang mapas begitu. Katanya kalau belum pernah dimakan sebelum mapas, ketika mapas nggak boleh dimakan)”. (Ny. P, 22 th, pedagang) Begitupun dengan pernyataan informan pendukung terutama kader posyandu yang menyatakan di masyarakat Bubulak ada istilah mapas pada ibu setelah melahirkan. Berikut kutipannya: “Kalau kita udah melahirkan sampe setahun biasanya nggak boleh makan yang asem-asem, mangga muda. Kata orang tua kalau makan yang asem-asem nanti cepet punya anak lagi… apalagi kalo makan pisang katanya gak boleh…pisang kan licin jadi nanti katanya peranakannya turun lagi”’ (Ny. T, 50 th) “Kalo udah puput si ibu harus pantang makannya. Biasanya disebut mapas.”.(Ny. R, 57 th) “Mapas adalah masa bu dimana sudah mulai menjalankan pantangan dalam makan. Mapas itu mulai saat lepasnya tali pusar atau puput pusar.” (Ny. E, 48 th) 5. Pantangan dan Anjuran Masyarakat Bubulak mengenal istilah pantangan. Dalam masa ibu menyusui pantangan ditekankan pada makanan yang dikonsumsi. Pantangan ini merupakan pengeruh budaya yang bersifat negatif, karena pantangan tidak mendukung ibu menyusui secara kesehatan. Pantangan yang dijalani ibu setelah melahirkan yaitu: tidak boleh makan makanan yang berbau amis seperti telur, daging, dan ikan karena menurut mereka akan memperlambat proses penyembuhan luka jahitan setelah melahirkan, tidak boleh makan buah yang asam karena takut akan hamil lagi, serta tidak boleh makan buah pisang karena akan menyebabkan rahim turun. Berikut ungkapan informan: “Disini suka ada pantangan. kaya nggak boleh makan yang anyiranyir (berbau amis) misalnya ikan, telor biar darahnya dan luka jahitannya cepet sembuh. Terus juga nggak boleh makan pisang. Katanya licin. Nanti peranakannya turun”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Awalnya sebelum ngelahirin, mertua bilangin nggak boleh makan yang anyir-anyir (baunya amis) biar darahnya nggak bau dan jahitannya cepat kering, tapi setelah dibilangin bidan, saya kan lahirnya di bidan,kata bidan kalau nggak ada pantangan dalam makanan mertua juga ngebolehin makan apa saja..” (Ny. P, 22 th, pedagang) Pernyataan ketiga informan didukung oleh ungkapan ibu kandung/mertua dan kader posyandu. Berikut ungkapan informan pendukung. “Iya orang sini mah emang banyak pantangannya. Biasanya tuh orang habis ngelahirin nggak boleh makan yang amis, nggak boleh makan yang asem-asem. Tapi kan karena kita udah dikasih tahu sama petugas kesehatan puskesmas, sama bidan, juga suka ada penyuluhan kalau itu semua nggak apa-apa. Tidak ada pantangan setelah melahirkan”. (Ny. T, 50 th) “Kata orang dulu mah, kalau habis ngelahirin biar cepet sembuh kita harus mutih, nggak boleh makan yang anyir-anyir (bau amis) misalnya telor, daging, ikan biar nggak bau darahnya trus jahitannya juga cepet sembuh. Tapi setelah dibilangin sama bidan watu menantu saya ngelahirin, saya nggak pake pantangannya lagi”. (Ny. R, 57 th) “Diadat saya memang ada pantang. Sebenarnya pantangannya sama orang sini.. nggak boleh makan yang amis. Tapi saya nggak nyuruh anak buat ngejalaninnya”. (Ny. B, 52 th) “Disini segala banyak pantangan buat ibu menyusui, misalnya buah aja nggak boleh makan yang asem-asem ,terus nggak boleh makan yang anyir-anyir (bau amis).” (Ny. E, 48 th) Ada juga informan yang menyebutkan tidak ada pantangan dalam ibu menyusui. Berikut kutipannya: “Saya nggak ada pantangan apa-apa”. (Ny. S) Selain pantangan, pada ibu menyusui juga dianjurkan mengkonsumsi banyak sayuran untuk melancarkan ASI. Berikut kutipannya: “Paling disuruh makan sayur-sayuran. Bayem, katuk. supaya ASInya lancer”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Makan sayur bening misalnya katuk, sop-sopan. Terus kacang ijo.” (Ny. P, 22 th, pedagang) “Iya mamah suka masakin sayur-sayuran. Katuk, bayam, kacang merah.” (Ny. S, 24 th, IRT) Begitupun dengan pernyataan anggota keluarga yang lainnya yang mengungkapkan bahwa mereka menganjurkan ibu menyusui untuk mengkonsumsi sayur-mayur. Berikut ungkapannya: “Tiap hari pasti disayurin. Misalnya bayem, katuk, kacangkacangan.” (Ny. T, 50 th) “Biar ASInya lancar dibuatin sayur misalnya sayur sop-sopan, bayem, katuk gitu”. (Ny. R, 57 th) “Saya suruh makan sayur biar ASI lancer. Dikasih sayur bening.” (Ny. B, 52 th) 6. Sikap terhadap Budaya Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari ketiga informan menyikapi budaya sebagai hal yang dapat dilakukan apabila memberikan manfaat pada mereka. Namun sebaliknya, budaya yang tidak dilaksanakan jika tidak memberikan manfaat untuk mereka. Berikut kutipannya: “Sikap saya sama budaya yang ada, selagi budaya itu baik buat saya dan anak saya, ya saya ikutin. Tapi kalau tidak baik saya nggak ikutin apalagi kalau nggak sesuai sama kesehatan. menurut saya memberikan pisang, madu nggak baik buat kesehatan anaknya”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Kalau itu mah baik buat saya sama anak, ya saya laksanain pantangannya, tapi selama nyusuin saya nggak ada pantangan apaapa. Mertua juga nggak nyuruh ada pantangan”. (Ny. P, 22 th, pedagang) “Saya jalanin mitos, pantangan yang baik-baik saja, yang baik buat kesehatan”. (Ny. S, 24 th, IRT) Dua dari tiga informan pendukung menyatakan pernyataan yang sama dalam hal menyikapi budaya. Berikut kutipannya: “Orang sini emang banyak pantangannya untuk ibu setelah melahirkan. Kita ambil yang baik-baiknya ya”. (Ny. T, 50 th) “Iya jangan diikutin yah, kalau nggak baik..” (Ny. R, 57 th) Meskipun informan pendukung merupakan keluarga terdekat informan utama, namun dalam hal menyikapi budaya tidak selalu sama. Ada yang turut mengikuti budaya tanpa mengevaluasi baik dan buruknya terhadap kesehatan. Berikut kutipannya: “Namanya juga orang tua dulu. Kita mah ngikutin aja ya. …” (Ny. B, 52 th) 7. Perilaku terhadap Budaya Perilaku yang muncul dalam pemberian ASI eksklusif dikelurahan bubulak dari ketiga informan semuanya memberikan ASI secara eksklusif. berikut kutipannya: “Walaupun ada pantangan ini itu dimasyarakat sini saya tetap memberikan ASI saja sampe enam bulan tanpa dikasih madu, ataupun pisang.” (Ny. A, 25 th, Guru) “Belajar dari ibu.. ibu juga dulu anaknya dikasih ASI semua. Jadi saya juga dikasih ASI” (Ny. P, 22 th, pedagang) “Anak saya dikasih ASI tok sampe enam bulan.. tidak ada pantangan apa-apa. Sama ibu juga bebas-bebas aja mau makan apa”. (Ny. S, 22 th, IRT) Budaya positif yaitu menghargai nasehat orang tua terdapat pada masyarakat bubulak. Ibu menyusui menjalankan nasehat yang diberikan oleh ibu kandung ataupun mertua mereka. Dukungan ini berdampak positif karena anggota keluarga lainnya seperti ibu, mertua, bibi dari informan menganjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif. berikut kutipannya: “Anak saya memberikan ASI eksklusif.”( Ny. T, 50 th) “Iya anaknya dikasih ASI aja”. (Ny. R, 57 th) “Iya cucu saya susunya ASI aja sampe enam bulan’. (Ny. B, 52 th) Suami yang turut mendukung juga membenarkan pernyataan informan utama yaitu istrinya yang telah memberikan ASIeksklusif. Berikut kutipannya: “Istri saya jelas memberikan ASI eksklusif”. (Tn. A, 31 th) “Anak saya ASI eksklusif”. (Tn. P, 24 th) “Istri saya memberikan ASI eksklusif untuk anak saya. (Tn. S, 25 th) E. Faktor Lain yang Muncul Hasil analisis data kualitatif muncul faktor lain dalam pemberian ASI eksklusif. dua dari tiga informan merupakan wanita yang bekerja diluar rumah yaitu sebagai pedagang dan sebagai guru. Namun, pekerjaan bukan hambatan dalam pemberian ASI eksklusif. berikut kutipannya: “Saya seorang guru SD. Alhamdulillah tempat mengajarnya dekat dengan rumah saya. Hanya naik angkot sebentar dan pulang bubaran sekolah juga jam 12. Dengan demikian kalau pagi biasanya saya memerah ASI terus nanti ditaruh kulkas. Jika anak saya haus dan saya belum pulang, tidak perlu khawatir karena ada persediaan ASI di kulkas”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Suami ada lapak di terminal. Jadi saya bantu-bantu jualan dengan suami. Dari umur dua bulan anak suka dibawa kalau jualan biar saya tetep bisa nyusuin anak.” (Ny. P, 22 th) Keputusan tetap memberikan ASI eksklusif pada ibu menyusui pada wanita yang bekerja dikarenakan mereka mengetahui pentingnya ASI eksklusif. berikut kutipannya: “Kita kan tahu ASI itu penting sekali bagi bayi, apalagi ASI eksklusif untuk ketahanan tubuh supaya anaknya nggak gampang sakit. Jadi walaupun saya ngajar, harus tetap memberikan ASI”. (Ny. A, 25 th, Guru) “Kata bidan dikasih ASI biar anaknya sehat, nggak gampang sakit. Jadi saya kasih ASI sama anak saya”. (Ny. P, 22 th pedagang) F. Hasil Wancara dengan Informan Pendukung (Kader Posyandu) Informan utama dalam penelitian ini adalah sebagian kecil masyarakat Bubulak yang memberikan ASI secara eksklusif. bisa dikatakan satu dari dua puluh ibu menyusui bisa adalah yang memberikan ASI secara eksklusif. faktor budaya di Kelurahan bubulak dapat memberikan dampak ppositif dan negatif terhadap pemberian ASI eksklusif. Berikut kutipannya: “Angka cakupan ASI dikelurahan ini cukup kecil, banyaknya bayi yang diberikan makanan atau minuman sebelum umur enam bulan menjadi faktor kegagalan dalam ASI eksklusif. Dan inilah budaya yang ada di masyarakt Bubulak”. (Ny. E, 48 th) Banyak alasan yang dikemukanan ibu menyusui terkait dengan pemberian makanan/minuman pada bayi di bawah umur enam bulan. Berikut kutipannya: “Makanan atau minuman yang biasa dikasih pada bayi di bawah enam bulan yaitu: pisang biasanya pisang mas. Alasan diberi pisang karena anaknya rewel jadi harus diberi makan, ada juga yang bilang untuk bekel anak di dalam perut. Diasanya dikasih umur 2 hari sampe lima hari. Ada juga yang dikasi madu, kalau nggak ada pake air gula agar ASI pertamanya manis, dikasih kopi juga biar anaknya nggak kena step ”. (Ny. E, 48 th) Selain pemberian makanan tambahan sebelum waktunya budaya masyarakat Bubulak yaitu adanya beberapa mitos atau pantangan pada ibu menyusui. Tentunya hal ini akan mempengaruhi kualitas produksi ASI dari ibu menyusui. Pantangan yang ada ditekankan pada makanan yang dikonsumsi ibu menyusui misalnya, tidak boleh makan buah yang asam, tidak boleh makan yang berbau amis, dan tidak boleh makan pedas. Berikut kutipannya: “Ibu-ibu disini segala dipantang. Kalau orang lahir tuh makannya mutih apalagi setelah mapas. Nggak boleh makan yang amis biar jahitannya cepet sembuh, pantang makan yang asem-asem misalnya mangga muda, katanya nanti kalau makan yang nuda-muda peranakannya muda lagi jadi cepat hamil. Pantang makan pisang karena pisang itu licin jadi nanti peranakannya licin lagi. Padahal mah semuanya nggak nyambung sama kesehatan. Kita juga ibu kader udah berusaha memberikan penyuluhan mengenai ASI. Tapi tetep aja nggak ngaruh. kurang ngena sama ibu-ibu disini karena lebih percaya sama orang tua dulu, walaupun ada beberapa yang mendengarkan serta mempraktekannya”. (Ny. E, 48 th) Budaya masyarakat Bubulak ada yang baik yaitu menghormati orang yang lebih tua. Dalam kehamilan dan kelahiran biasanya orang tua ataupun mertua turut dalam mngurus cucu mereka. Orang tua akan senantiasa mengajarkan cara mengurus bayi kepada anaknya. Jika orang tua memberikan masukan dan dorongan yang baik mengenai ASI eksklusif biasanya anak pun akan mengikuti nasehat orangtuanya. Namun, sebaliknya jika orangtua memberikan masukan yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif makan anaknya pun tidak akan memberikan ASI eksklusif. berikut kutipannya: “Disini ibu-ibunya susah dibilangin karena biasanya mereka nurutnya sama orang tuanya. Kader udah kasih penyuluhan tentang ASI eksklusif percuma aja kalau orang tuanya nggak ngajarin ASI eksklusif. jadi kuncinya ASI eksklusif salah satunya pengajaran dari orang tua”. (Ny. E, 48 th) Dukungan dari suami sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. berikut kutipannya: “Dukungan suami itu sebenarnya penting. Perempuan disini kebanyakan pasrah sama keputusan suami. Kalau suami bilang A istri ngikut aja meskipun belum tuntu benar. Sama halnya kaya pemberian ASI eksklusif kadang suami malah yang memutuskan anaknya diberi susu formula saja karena nggak mau repot keluhan istrinya. Nah, yang enak kalau suaminya juga mendukung, tapi ada juga yang tidak dukungan apaapa alias terserah istri”. (Ny.E, 48 th) Pengetahuan yang diperoleh ibu menyusui juga mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. pengetahuan bukan hanya diberikan melalui pendidikan formal yaitu di sekolah, namun pengetahuan bisa didapat melalui penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Semua kembali pada kemauan ibu untuk memperoleh informasi demi memberikan perilaku kesehatan yang baik untuk keluarganya. Berikut kutipannya: “Disini yang ASI eksklusif nggak bisa dilihat dari pendidikan. Ada yang pendidikannya tinggi, tapi nggak kasih ASI eksklusif, ada juga yang pendidikannya rendah malah kasih ASI eksklusif. Mau kalau dikasih tahu, mau juga ngikutin penyuluhan. Jadi enak diajarinnya tuh mau. Tapi banyak juga sih yang udah pendidikannya rendah terus susah dibilangin. Anaknya nggak dikasih ASI eksklusif. Ya, tergantung kemauan ibunya sih ya. juga tergantung pengetahuannya sendiri. Biasanya ada kemajuan nih kalau abis penyuluhan, mungkin karena jadi banyak tahu kali ya. Tapi, banyak faktor juga sih, ya keluarga, atau juga tetangga-tetangganya”. (Ny. E, 48 th) BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain: 1. Metode observasi yang dilakukan kurang optimal karena observasi dilakukan selama wawancara. 2. Informan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kelompok kecil dari budaya yang ada di masyarakat Bubulak. Bisa dikatakan dalam hal ini, ibu yang menyusui ASI secara eksklusif hanyalah sebagian kecil dari masyarakat Bubulak, sehingga informannya hanya sedikit. B. Pembahasan 1. Karakteristik Informan a. Suku Hasil penelitian menunjukkan dua dari tiga informan berasal dari suku Sunda yang merupakan suku terbesar di daerah Bubulak. Satu informan lagi berasal dari suku Jawa. Menurut Harsojo (1976) baik suku Sunda maupun suku Jawa mempunyai kekerabatan yang dipengaruhi oleh adat istiadat yang diteruskan secara turun-temurun. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kebudayaan pada setiap saat dimana pun dia berada. Kebudayaan berperan terhadap perilaku kesehatan individu maupun kelompok masyarakat. Kebudayaan dapat menopang perilaku kesehatan maupun dapat memperburuk kesehatan. Begitupun dengan perilaku pemberian ASI eksklusif yang tidak terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia, 1998). Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak khususnya dalam hal pemberian ASI eksklusif. b. Penghasilan keluarga Penghasilan keluarga mempengaruhi cara hidup. Penghasilan keluarga dapat mendukung pemberian ASI eksklusif ataupun sebaliknya. Dalam pemberian ASI eksklusif dapat dilihat bagaimana keluarga memanfaatkan sumber-sumber material dalam perilaku pemberian ASI eksklusif. pemanfaatan penghasilan keluarga dapat dilihat seperti dalam pemilihan nutrisi untuk ibu menyusui, penggunaan vitamin, penggunaan obat ataupun jamu, dan pembelian media untuk menambah pengetahuan ibu. c. Tinggal dekat Kelompok yang paling dekat dengan manusia adalah keluarga batih. Keluarga batih atau keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak yang belum menikah atau belum membentuk keluarga batih sendiri. Keluarga batih di Indonesia berkaitan erat dengan unit yang lebih besar lagi, yang lazimnya disebut kelompok kekerabatan. Menurut Soekanto (2004) keluarga yang merupakan penambahan dari keluarga inti dapat disebut dengan keluarga besar (extended family) dimana terdapat penambahan anggota seperti sepupu, bibi, mertua, paman, nenek, kakek, dan lain-lain. Di Indonesia fungsi kekerabatan masih sangat kuat terutama pada masyarakat-masyarakat bersahaja-tradisonal. Kehidupan kelompok kekerabatan tersebut berpusat pada tradisi kebudayaan yang telah dipelihara secara turun-temurun (Harsojo, 1983 dalam Koentjaraningrat). Pemberian ASI merupakan hal yang diwariskan secara turun-temurun. Fungsi kekerabatan dalam hal ini yaitu pembelajaran mengenai ASI didapat anak dari ibu, bibi, mertua atau nenek. Pengambilan keputusan dalam pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh pengajaran anggota keluarga lainnya dalam memberikan informasi mengenai ASI. Dalam penelitian ini informan utama yang diteliti adalah ibu menyusui yang tinggal bersama keluarga lainnya atau dapat disebut keluarga besar (extended family). Adapun tujuan yaitu untuk melihat dukungan dari keluarga selain suami. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterikatan keluarga memberikan kontribusi terhadap pola pengasuhan bayi baru lahir dan tentunya juga memberikan pengaruh dalam pengambilan dilakukan Yulfira keputusan untuk memberikan ASI eksklusif. Penelitian yang dkk (2007) juga mengungkapkan menyebutkan pola pengasuhan bayi baru lahir dilakukan oleh bibi/tante, nenek/orangtua. 2. Faktor Sosial dan Keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif a. Sumber dukungan Karl (1983) dalam Soekanto mengatakan bahwa dukungan sosial dari orang lain yang relevan menjadi penentu yang luas dari sebuah perilaku. Dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial seperti dukungan petugas kesehatan, dukungan teman atau tetangga dan dukungan keluarga tentunya. 1) Suami Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya dukungan dari suami kepada istri untuk memberikan ASI secara eksklusif. The Academy of Breastfeeding Medicine America (2003) mengemukakan bahwa proses menyusui adalah proses bertiga yaitu bayi, ibu dan ayah. Proses ini akan berjalan lancar untuk kerjasama ketiganya. Penelitian Menon, dkk pada tahun 2001 mengungkapkan pengambilan keputusan dalam pemberian ASI eksklusif oleh ibu salah satunya di pengaruhi oleh peran suami. Penelitian Djuwantono (1996) menyatakan hubungan positif antara lama pemberian ASI dengan dukungan suami. Namun, sebenarnya jauh sekali sebelum penelitian terbukti, Al Qur’an sudah menjelaskan bahwa proses penyusuan sampai penyapihan memang harus kerjasama atas ayah dan ibu. Firman Alah SWT dalam suruat Al-Baqarah ayat 233 menyebutkan, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” Ayat diatas menyebutkan beberapa hukum yaitu: 1) kesempurnaan menyusui adalah dua tahun. Itu adalah hak anak jika dia memerlukannya. Allah Ta’ala memperkuatnya dengan kata-kata kamilaini agar lafazh haulaini tidak ditafsiri hanya setahun lebih, 2) tanggung jawab dari menyusui ini adalah hak kedua orang tua baik ayah maupun ibu, dan 3) jika orang tua ingin menyapih anaknya sebelum genap dua tahun atas kerelaan mereka dan musyawarah tanpa membahayakan anak itu pun boleh (Al-Jauziyah, 2007). 2) Ibu kandung/mertua Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang tinggal bersama keluarga besar (extended family). Hasil penelitian menunjukkan adanya keterikatan keluarga untuk saling membantu. Keterikatan keluarga juga memberikan dorongan pada ibu agar menyusui secara eksklusif. Penelitian Arora (2000) menyatakan keluarga sebagai sumber informasi terbesar sehingga ibu memutuskan untuk memberikan ASI eksklusif. Pernytaan diatas juga diperkuat dengan penelitian Ibrahim (2000) yang memberikan hasil bahwa dukungan keluarga memberikan pengaruh positif terhadap perilaku menyusui. Ibu yang mendapatkan dukungan keluarga akan mempunyai kesempatan dua kali untuk menyusui bayinya secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan pola pengasuhan biasanya dilakukan oleh nenek. Disini tampak bahwa ibu kandung/mertua berperan dalam pengasuhan anak, terutama dalam pemberian makan dan minuman kepada bayi. 3) Teman ataupun tetangga Selain dukungan keluarga, dukungan sosial yang berasal dari bukan keluarga juga dapat memberikan dorongan dalam pemberian ASI eksklusif. hasil penelitian menunjukkan teman/tetangga turut memberikan dukungan dengan memberikan informasi kepada ibu menyusui. Menurut Cobb dan Jones (1984) yang dikutip oleh Niven (2000) dukungan sosial juga dukungan yang berasal dari teman ataupun interaksi dengan tetangga lainnya. Lingkungan tetangga juga mempunyai pengaruh terhadap pola kehidupan keluarga. b. Bentuk Dukungan 1) Dukungan Fisik Hasil penelitian menunjukkan bentuk dukungan pada ibu menyusui dapat berupa bantuan fisik. Dukungan fisik diberikan oleh keluarga dalam membantu proses ibu menyusui. Adapun bentuk dukungan fisik misalnya membantu menggendong bayi, membantu merawat bayi, dan memandikan bayi. Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang sebetulnya hanya karena tidak tahu cara-cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik yang dialami orang lain hal ini memungkinkan ibu ragu untuk memberikan ASI pada bayinya (Perinasia, 2004). Untuk itu biasanya ibu kandung/mertua mempraktekkan bagaimana cara mengurus bayi kepada anak. 2) Dukungan Emosional Hasil penelitian menunjukkan bentuk dukungan yang dapat diberikan bisa melalui dukungan emosional dengan menghargai ibu menyusui. Dukungan ini dapat berupa penghargaan pada ibu menyusui dengan memberikan pujian. Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologi yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI (Roesli, 2004). Dalam penelitian ini terlihat bahwa dukungan emosional dari keluarga yaitu suami ataupun ibu kandung/mertua sangat mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif. 3) Dukungan Informasional Faktor yang mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif salah satunya adalah informasi mengenai ASI eksklusif. informasi ini didapat dengan memberikan dukungan kepada ibu menyusui. Dalam penelitian ini dukunagn informasional yang dikemukakan adalah dukungan yang diberikan suami dengan memberikan pengetahuan melalui majalah, buku dan tabloid. Bukan hanya suami, anggota keluarga lainnya pun seperti ibu, mertua, bibi turut memberikan informasi seputar pentingnya ASI, cara menggendong bayi dan lainlain. Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat mempengaruhi lancarnya proses laktasi (Lubis, 2000). Dukungan informasional yang dimaksud dalam peneltian ini adalah bentuk dukungan yang menambah informasi bagi ibu menyusui. Informasi dapat berupa bacaan dari tabloid, majalah atupun buku dan juga dapat berupa nasehat. Dukungan informasional diperoleh dari keluarga yaitu suami dan ibu kandung/mertua dan dukungan nonkeluarga yaitu teman ataupun tetangga. Gambaran faktor sosial dan keterikatan dalam pemberian ASI ekslusif di Kelurahan Bubulak yaitu terdapat keterikatan dan kekerabatan yang erat dengan suami dan anggota keluarga lainnya.begitupun dengan teman atau tetangga. Ini memberikan pengaruh pada ibu menyusui untuk membuat keputusan memberikan ASI eksklusif. Dalam Sunrise Model’s faktor sosial dan keterikatan keluarga dapat mempengaruhi perilaku kesehatan. dalam hal ini sosial dan keterikatan keluarga menunjukkan perilaku yang mendukung kesehatan. Budaya yang sudah mendukung kesehatan dapat terus dilakukan (cultural care preservation dan maintenance) untuk mendukung ibu agar memberikan ASI secara eksklusif. 3. Gambaran Nilai Budaya dan Cara Hidup Masyarakat Bubulak Selain faktor sosial dan dukungan keterikatan keluarga, faktor budaya dan gaya hidup juga merupakan faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. hasil wawancara mendalam dengan sejumlah informan menunjukkan bahwa masyarakat Bubulak menganggap menyusui atau memberikan ASI kepada bayi yang baru dilahirkan mmerupakan tindakan atau cara yang alamiah dan sudah merupakan kodrat. Nilai budaya masyarakat Bubulak menganggap menyusui bayi adalah kodrat berkaitan dengan tugas dan peranannya sebagai ibu. Dalam hal ini, tampak bahwa nilai-nilai budaya tentang menyusui masih melekat dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat setempat. Dengan kata lain, nilai budaya dianggap memberikan pengaruh kepada ibu untuk memberikan ASI. Hal ini pun menunjukkan bahwa budaya memberikan pengaruh yang positif untuk kesehatan. Selanjutnya dalam masyarakat di wilayah penelitian juga terdapat kepercayaan terhadap pola makan ibu menyusui. Menurut keyakinan mereka ada beberapa jenis makanan yang pantang dikonsumsi ibu menyusui dan baru melahirkan. Jenis makanan tersebut adalah makanan yang berbau amis seperti ikan, daging, dan telur, buah yang masam seperi mangga, nanas pisang juga tidak boleh dikonsumsi. menurut informan pantangan tersebut dianggap hal yang ditaati apabila memberikan dampak yang positif dengan kesehatan ibu dan bayi. Namun sebagian besar masyarakat memantang makanan tersebut karena ingin menaati adat istiadat walaupun yang menjalankannya tidak paham atau yakin akan logika memantang. Mereka sekedar mematuhi orangtua dan menganggap sudah menjalankan tradisi setempat. Dimasyarakat Bubulak juga terdapat tradisi pada bayi yang baru lahir yaitu memberikan madu atau air gula agar ASInya terasa manis, dan memberikan kopi supaya anak tidak terkena step. Ada juga yang memberikan air dari remasan daun pare untuk membersihkan kotoran bayi dari mulut. Kebiasaan tersebut dilakukan turun-temurun dan masih diyakini oleh masyarakat. Hasil penelitian Widodo (2001) juga mengungkapkan mengungkapkan hal yang sama. Dari hasil penelitian ini terungkap makanan/minuman yang diberikan pada bayi baru lahir serta alasan pemberian makanan tambahan kepada bayi baru lahir. Demikian juga hasil penelitian Sudiman mengungkapkan bahwa sebagian besar ibu memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya pada usia muda yaitu nol 0-3 bulan, dengan alasan agar bayi tidak rewel. Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan oleh Swasono (1998) dari penelitiannya diungkapkan bahwa ada sejenis makanan yang dipantang, diantaranya bermacam-macam ikan karena dianggap menyebabkan peranakan jadi licin dan menjadi kambuh lagi sakitnya. Buah-buahan seperti pepaya, mangga, pisang akan menyebabka perut menjadi bengkak dan cepat hamil kembali. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa berbagai alasan yang dikemukakan oleh ibu-ibu untuk tidak mengkonsumsi sejenis makanan tertentu bagi wanita yang sedang menyusui dilandasi oleh pandangan budaya. Tentunya hal ini memberikan kontribusi dalam kegagalan pemerian ASI eksklusif. Selain terdapat pantang, ada anjuran bagi ibu menyusui. Ibu menyusui dianjurkan mengkonsumsi sayur-mayur seperti bayam, katuk, dan kacangkacangan. Semua jenis makanan yang dianjurkan tersebut dianggap dapat memberbanyak dan memperlancar ASI, sehingga bayi yang disusui menjadi sehat. Hal yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan Rina (1998) bahwa makanan yang dianggap baik untuk ibu menyusui antara lain daun katuk, daun bayam, kacang panjang dan daun pepaya. Daun-daunan ini dianggap dapat menambah ASI. Informan pada penelitian ini adalah ibu yang sudah berhasil menyusui ASI secara kesklusif dan didapatkan bahwa sikap dan perilaku informan tidak terlalu dipengaruhi oleh budaya. Dalam menyikapi budaya yang ada informan terlah dapat membedakan pengaruh negatif dan positif terhadap kesehatan ibu dan bayi. informan sudah dapat berfikir secara rasional karena telah memperoleh pengetahuan dari keluarga, petugas kesehatan, media massa (tabloid, buku, majalah). Hal diatas juga membuktikan bahwa pentingnya pengertahan ibu menyusui agar mempunyai sikap dan perilaku untuk memberikan ASI secara eksklusif. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif yang menjadikan penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif (Novaria (2000) dalam Kamalia (2005)). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif yang menjadikan penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif. Perilaku ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dalam hal ini tampak bahwa pengalaman dan pendidikan sejak kecil juga mempengaruhi sikap dan pola menyusui ibu terhadap bayinya. Seorang wanita yang jika dalam keluarganya atau lingkungan sosialnya secara teratur mempunyai kebiasaan menyusui atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur, akan mempunyai pandangan yang positif tentang pemberian ASI eksklusif. Gambaran nilai budaya dan cara hidup masyarakat Bubulak mengenai ASI eksklsuif sebagai suatu yang alamiah, kodrat, dan tugas seorang ibu dapat memberikan kontribusi yang baik untuk mendukung ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Namun, adanya pantangan atau mitos yang menjalankannya dapat memberikan pengaruh yang buruk untuk ASI eksklusif. Untuk pantangan dan mitos hendaknya petugas kesehatan dapat melakukan pendekatan terhadap budaya. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah melestarikan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 2002). Intervensi mengenai pantangan dan mitos pada hal ini dapat dilakukan dengan negosiasi budaya. Negosiasi budaya dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain. Informan dalam penelitian ini adalah ibu yang sudah berhasil dalam memberikan ASI eksklusif, dalam hal ini bukan berarti informan tidak mengikuti budaya, namun informan sudah dapat mengevaluasi budaya mana yang mendukung kesehatan dan yang tidak mendukung kesehatan. ini disebabkan karena sudah ada evaluasi dari pengetahuan yang dimiliki informan terhadap budaya yang ada. 4. Hasil Observasi Untuk mendapatkan data yang relevan dengan penelitian yang tidak didapatkan dalam wawancara mendalam maka peneliti melakukan wawancara dan observasi kepada informan. Berikut ini sikap dan tingkah laku serta keadaan lingkungan informan saat diwawancara: a. Ny. A Wawancara dilakukan pada tanggal 2-5 November 2010. Observasi dilakukan selama berlangsungnya wawancara. Ny. A terlihat kooperatif dan menerima kedatangan peneliti di rumah. Selama wawancara berlangsung subyek antusias dalam menjawab pertanyaan dari peneliti. Subyek menceritakan pengalamannya memberikan ASI eksklusif. subyek tinggal bersama ibu kandung dan adik bungsunya yang masih kuliah. Dua kali pertemuan rumah tampak sepi karena semua anggota keluarga sedang beraktivitas diluar rumah, hanya kedua anaknya yang tampak sedang tidur siang. Hari ketiga wawancara rumah tampak ramai ada ibu dan adik Ny. A. Adik Ny. A sibuk dengan pekerjaan rumah dan ibu Ny.A terlihat sedang memberi makan bayi Ny.A. dirumah Ny.A terdapat televisi, radio dan dvd player. Ny. A juga menunjukkan beberapa tabloid dan majalah ibu anak yang diletakkan dibawah meja ruang tamu. b. Ny. P Wawancara dilakukan pada tanggal 2-6 November 2010. Dua kali wawancara dilakukan di rumah dan satu kali dilakukan di toko tempat Ny. A berdagang. Dirumah Ny. P tinggal bersama bibi dan tiga orang sepupunya. Selama wawancara subyek berbicara dengan logat sunda. Subyek menceritakan tentang pengalamannya selama menyusui ASI eksklusif. subyek juga memperkenalkan bibinya kepada peneliti. Aktivitas dirumah terlihat ramai, tampak dua orang anak perempuan yang sedang membantu bibi Ny. M mengerjakan urusan dapur. Satu anak laki-laki tarlihat sedang menonton televisi. Di toko Ny. P menjual aneka minuman, makanan ringan dan rokok. Toko berukuran 3x3 meter dan terdapat sekat untuk Ny. P beristirahat dan sebagai tempat sholat. Ditoko juga terdapat televisi. Saat wawancara, tugas menjaga toko dilakukan oleh suami Ny. P. Saat di Toko, bayi Ny. P turut dibawa. Sambil diselingi kegiatan menyusui Ny.P menjawab pertanyaan dari peneliti. Tidak tampak kesulitan dalam mengurus bayi. c. Ny. S Wawancara dilakukan tanggal 3-7 November 2010 di rumah subyek. Observasi dilakukan selama berlangsungnya wawancara. Ny. S terlihat kooperatif dan menerima kedatangan peneliti. Setiap kali kedatangan peneliti Ny. S menyambutnya dengan menjabat tangan. Saat wawancara berlangsung sering terlihat anak Ny. S melakukan aktivitas disekitar Ny.S misalnya bermain. Ini menjadi hambatan dalam wawancara karena fokus subyek terbagi dengan anaknya. Pertama kali dilakukan wawancara Ny.S tampak sepi. Hanya ada anak Ny.S. Wawancara kedua dan seterusnya rumah tampak ramai. Tampak anak laki-laki yang merupakan adik ipar Ny. S sedang bermain dengan anak Ny. S. Satu kali wawancara mertua Ny. S ikut mendampingi dan terkadang menambahkan pernyataan Ny. S. Ibu mertua tidak tampak mendominasi. Terkadang ibu mertua Ny. S terlihat menganggukkan kepala saat Ny. S menjelaskan. Ny. S menunjukkan tabloid, majalah dan buku tentang anak yang disusun rapi disatu rak buku. BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pada penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yakni keberhasilan pemberian ASI eksklusif dilatarbelakangi oleh: 1. Faktor sosial dan keterikatan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor mendukung ibu menyusui untuk memberikan ASI secara Eksklusif. Adapun jenis dukungan yang diberikan berupa dukungan fisik, dukungan emosional, dan dukungan informasional. 2. Terdapat Nilai budaya dan cara hidup dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak kota Bogor yang mendukung dan tidak mendukung kesehatan. Budaya yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah adanya dukungan sosial dan keterikatan keluarga kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI secara eksklusif. Sedangkan yang tidak mendukung kesehatan seperti adanya pantangan dalam makan dan adanya tradisi mapas. 3. Perilaku yang diambil oleh ibu yang berhasil menyusui ASI eksklusif mempertahankan pemberian ASI eksklusif tanpa mengikuti pantangan dan mitos yang ada setelah mendapatkan evaluasi terhadap budaya yang tidak mendukung kesehatan. Sehingga, untuk ibu yang tidak ASI eksklusif dapat mengikuti perilaku ibu yang berhasil dalam pemberian ASI eksklusif. B. Saran 1. Keluarga Mempertahankan dukungan terhadap ibu menyusui agar memberikan ASI eksklusif seperti dukungan fisik, dukungan emosional, maupun dukungan informasional. 2. Puskesmas Sindangbarang Memberikan pendekatan bukan hanya pada ibu menyusu tetapi juga perlu dilakukan pada keluarga seperti orang tua, suami, mertua, dan bibi misalnya melakukan penyuluhan pada suami sewaktu mengantar pemeriksaan kehamilan, penyuluhan ke majlis taklim yang mana biasanya terdapat ibu-ibu ataupun nenek, perpanjangan tokoh masyarakat seperti penyuluhan pada ibu kader. C. Peneliti Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian terhadap banyak informan dan dapat juga dilakukan penelitian aspek budaya pada ibu menyusui tidak hanya yang berhasil dalam pemberian ASI eksklusif. DAFTAR PUSTAKA Academy of Breastfeeding Medicine (AMB). 2003. Supporting on Exclusive Breasfeeding. journal of AMB.Diunduh http://www.bfmed.org/media/files/documentsAMBjournal/pdf/2003. dari diakses tanggal 25 Oktober 2010 Al jauziyah, Qayyim, Ibnul. 2007. Fiqih Bayi. buku asli Tuhfatul-Maudud bi Ahkamil-Maulud. Penerjemah Ansori Umar Sitanggal. Editor: Tri joko Setiadi. Cetakan pertama. Jakarta: FIKR Rabbani Group Amiruddin, R dan Rostia. 2007. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan Pa’baeng-Baeng Makasar Tahun 2006. Bagian Epidemiolog FKM Unhas Andrews, M & Boyle, J.S. 1995.Transcultural Concepts in Nursing Care, Second edition, Philadelphia, J.B Lippincot Company Arora. Et.al. 2000. Major Factor Influencing Breastfeeding rates mother Perception of Father’s Attitude and Milk Supply. Pediatics, Volume 106, No. 5 Asmijati. 2000. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Tiga Raksa, Kecamatan Tiga Raksa, Dati II Tangerang Tahun 2000. Tesis. Depok: FKM UI Biro Pusat Statistik. 2008. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007. Jakarta Bobak, I.M., dkk. (1995) Maternity Nursing. Edisi 4. Jakarta: EGC Briawan Dodik. 2004. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan Air Susu Ibu (ASI). Program Pascasarjana. Bogor: IPB Depkes RI, 2002. Strataegi Nasional Peningkatan Penggunaan ASI Sampai Tahun 2005 Kerjasama Depkes, Depdagri, Depnaker dan Trans, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, WHO, Program For Appropiate Technology in Health Jakarta. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta: Dpkes RI ----------. 2005. Manajemen Laktasi; Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta: Depkes RI Djuantono, dkk. 1996. Situasi Pemberian ASI Terutama ASI Eksklusif Pada Wanita Di Sekitar Pabrik Tekstil di Lima Kecamatan Wilayah Kab. Bandung Tahun1995.Majalah Kedokteran Bandung edisi 28 Januari 2006. Dinas Kesehatan Kota Bogor. 2009. Profil Kesehatan Kota Bogor Tahun 2009. Bogor Friedman, Marilyn. 1998. Keperawatan Keluarga. Teori dan Praktek. Edisi 3. Jkarta: EGC Foster George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan Priyanti Pakan & Meutia Hatta S., Jakarta: UI Press, 1986 Harmsway. 2002. Why Breastfeeding is Still Best for Baby. Greater Boston Physicians For Socila Responsibility (GBPSR). Diunduh dari http ://www.ise.org/psr/. Diakses tanggal 25 Juni 2010 Higgins, B. 2000. Puerto Rican cultural beliefs: Influence on infant feeding practices in western New York. Journal of Transcultural Nursing, 11(1), 19-30. Ibrahim, Tilaili. 2000. Analisis Pola Menyusui Bayi Di Kecamatan Beuran Kabupaten Aceh Besar Provinsi D.I Aceh Tahun 2000. Tesis Depok: FKM UI Kamalia, Dina. 2005.Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi Usia 1-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Tahun 2004/2005.Skripsi, Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Kasnodiharjo, 1998. Hubungan Karakteristik Ibu terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Info Kesehatan Masyarakat. Volume XII, Nomor 1, Desember 1998, Hal 5357 Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan ---------------------, 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Kresno, Sudarti. 2006. Aplikasi dan Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: FKM UI Leininger, Madeleine M. Transcultural Nursing: Concepts, Theorist, Reaserch & Practice. 3rd Edition. USA: McGraw-Hill Linkages. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI Saja: Satu-Satunya Sumber Cairan yang dibutuhkan Bayi Usia Dini. Diunduh dari http : //linkages.go.id/download/asi.pdf. Diakses tanggal 10 Maret 2010 Lubis, Nuchsin Umar. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI di Kota Balikpapan Tahun 2002. Tesis. Depok: FKM UI Maas, L.T., 2004. Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatan, FKM Universitas sumatera Utara Maleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaryas Menon, P., Akhtar, N. and Habichat, J., 2001. An Ethnographic Study of The Influences on Maternal Decision Making about Infant Feeding Practices in Rural Bangladesh. Antwerp Belgium: Proceedings of the International Colloquium. D/2002/045-/1: 175-190 Nindya, S. 2001. Dampak Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penurunan Kesuburan seorang Wanita. Jakarta: Cermin dunia Kedokteran Niven, N. 2000. Psikologi kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan ProfesionalKesehatan lain. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC Nurmiati dan Besral. 2008. Pengaruh Durasi Pemberian ASI terhadap Ketahanan Hidup Bayi di Indonesia. Makara Kesehatan Volume 12 Nomor 2 Desember 2008. Hal 47-52 Osman, H. et. al.2009. Cultural Belief that may Discourage Breastfeeding amoung Lebanon Women. Department of Health Behavior and education, Faculty of Health Sciences, American University of Beirut, Lebanon. Published on Noveember 2, 2009. Provide by PubMed.gov diunduh darihttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1988350. Diakses tanggal 8 Januari 2010 Perez-Escamilla R, Cohen et. al. 1993. Maternal Lactation Performance in a LowIncome Honduran Population: evidence for the role of infants. American Journal of Clinical Nutrition 1995;61(3):528-534 Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia). 1994. Melindungi, meningkatkan dan mendukung Menyusui : Peran Khusus pada Pelayanan Kesehatan ibu Hamil dan Menyusui. Pernyataan Bersama WHO/UNICEF --------------, 2003. Program Manajemen Laktasi Perkumpulan Perinatologi Indonesia Jakarta Polit, D. F. & Hungler, B.P. 2001. Nursing Reaserch: Principles and Methods. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins Qiu, Liqian. Et. al. A Cohort Study of Infant Feeding Practice in City Suburban and Sosial Areas in Zhejian Province PR China 2005. International Breastfeeding Journal provide by BioMed Central, Published on March 3, 2008. Diunduh dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2292702/. Diakses tanggal 14 Februari 2010. Reddy, P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy : Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and Behavioral determinants of Health. Volume II. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Lembaran Negara RI tahun 2009 No. 5036. Sekretariat Negara. Jakarta Rina, Anggoro, A. 1998. Status Gizi Ibu dan Bayi Ditinjau dari Pola Makan Ibu Selama Menyusui. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol V. No.6/1998. Roesli, Utami. 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya ------------------, 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Cetakan I. Jakarta: Pustaka Bunda. Rulina, Suradi Suharyono d.k.k., 1992, ASI Tinjauan dari Beberapa Aspek. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saryono. Anggraeni, Mekar Dwi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam bidang Kesehatan. Jakarta: Numed Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. cetakan ke-3. Jakarta: Rineka Cipta Soeparmanto dan Rahayu, Catur. 2006. Hubungan Antara Pola Pemberian ASI dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi, dan Perawatan Kesehatan . Badan Penelitian dan Pengembangan, Surabaya: Puslitbang Pelayanan Kesehatan, Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC Solihin, Pujiadi. 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Sostroamidjoyo. A.S. 1992. Zat-Zat dalam ASI. Jakarta: Dian Rakyat Suradi.2004. Ibu Berikan ASI Eksklusif Baru Dua Persen. Diunduh dari http: //www.depkes.go.id diakses tanggal 3 Februari 2010 Swasono, Meutia Farida. 1998. Beberapa Aspek Sosial Budaya Kehamilan, Kelahiran serta Perawatan Ibu, Jakarta: UI Press WHO. 2003. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding(IYCF) (A55/15 0f 16 April 2002) and as Endorsed by Fifty-Fifth World Helath Assembly. World Health Organization..Geneva ----------, 2006. Exclusive Breastfeeding. Diunduh dari http: //www.who.int/who.Breastfeeding.html. Diakses 11 Maret 2010. ----------. 2006. Nutrition Infant and Young Child. Diunduh dari http: //www.who.int/who.CAH-exclusivebreastfeeding.html. Diakses 11 Maret 2010. ---------. 2006. What is the Definition of Breastfeeding. Diunduh dari http: //www.lalecheleague.org/ba/feb00.html. Diakses 24 Maret 2010 Widodo, Yekti.. 2001. Kebiasaan Memberikan Makanan Kepada Bayi Baru lahir di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Media penelitian dan Pengembangan Kesehatan Widyosiswoyo, Supartono. 2004. Ilmu Budaya Dasar.edisi revisi cetakan ke-5. Editor: Anita Vidiayanti. Jakarta: Ghalia Indonesia. Yulfira dkk. 2007. Faktor Sosial Budaya yang Melatarbelakangi Pemberian ASI Eksklusif. Medika No.2 Tahun XXXIII. Feb.2007. hal 88-89 PENJELASAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Rayuni Firanika NIM : 106104003493 Alamat : Kp. Pitara RT 03 RW 16 NO. 113 Keluran Pancoran Mas Kec. Pancoran Mas. Depok 16436 Status : Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Bermaksud mengadakan penelitian tentang “Aspek Budaya dalam Pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010”. Penelitian ini akan menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Oleh karena itu, berikut ini saya menjelaskan beberapa hal terkait dengan penelitian yang akan saya lakukan : 1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai faktor sosial budaya yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. 2. Manfat penelitian ini secara garis besar adalah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya peran serta perawat dalam membantu ibu menyusui agar dapat memberikan ASI secara eksklusif. 3. Pengambilan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara mendalam beberapa kali dengan partisipan dan berlangsung 60-90 menit untuk setiap partisipan atau sesuai kesepakatan, begitupun mengenai waktu dan tempat wawancara. Selama wawancara berlangsung, partisipan diharapkan dapat menyampaikan secara utuh. 4. Selama wawancara dilakukan, peneliti akan menggunakan alat bantu penelitian berupa catatan dan recorder utnuk membantu kelancaran pengumpulan data. 5. Semua catatan dan data yang berhubungan dengan penelitian ini akan disimpan dan dijaga kerahasiannya. Hasil rekaman akan dihapus segera setelah kegiatan penelitian selesai dilakukan. Jakarta, Juni 2010 Peneliti Lampiran PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN (consent) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama (initial) : Umur : Pekerjaan : Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui tujuan dan manfaat penelitian, maka dengan ini saya secara sukarela bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran serta tanpa paksaan dari siapapun. Bogor, November 2010 Yang Menyatakan, (……………………….) DATA DEMOGRAFI INFORMAN Inisial informan : ………………………………….. Umur : ………………………………….. Suku :………………………………….. Agama :………………………………….. Pendidikan terakhir :………………………………….. Pekerjaan :………………………………….. Penghasilan perbulan :………………………………….. Tinggal bersama dalam satu rumah dengan :………………………………….. Usia bayi :………………………………….. Jumlah anak :………………………………….. Hubungan dengan informan :………………………………..*) Keterangan *: untuk informan pendukung PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM 1. Apakah ibu menyusui secara eksklusif? 2. Apakah arti ASI eksklusif? 3. Sosial dan keterikatan keluarga a. Siapakah yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif? Apakah alasan ibu mengikutinya? b. Bagaimana sikap keluarga, suami, teman dalam mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif? c. Apa yang dilakukan suami, kelurga, tetangga/teman untuk mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif? 4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup a. Bagaimana pandangan masyarakat disini terhadap ibu yang menyusui? b. Apa saja yang ibu ketahui mengenai pantangan atau mitos dalam pemberian ASI eksklusif? c. Bagaimana respon ibu dengan adanya budaya tersebut dimasyarakat? LEMBAR OBSERVASI Subyek : 1/2/3 Tanggal : Wawancara ke : Waktu : Tempat : s.d Catatan lapangan 1. Proses atau kegiatan selama wawancara berlangsung 2. Kondisi rumah pasien atau tempat wawancara 3. Benda yang ada di sekitar subjek 4. Penampilan informan saat wawancara 5. Sikap, mimik,intonasi, respon nonverbal informan saat wawancara 6. Orang yang berada di sekitar informan 7. Gangguan khusus selama wawancara 8. Interaksi sosial informan pada lingkungan (keluarga, teman, tetangga) Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Bubulak Kota Bogor Tahun 2010 No 1. Aspek budaya dalam pemberian ASi eksklusif Apakah ibu menyusui Informan Ny. P Ny. A Hasil Ny. S Ya Ya Ya Semua informan berhasil dalam memberikan ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman tambahan selama enam bulan pertama eksklusif adalah ASI yang diberikan selama enam bulan ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi selama enam bulan tanpa dikasih apa-apa, misalnya minuman atau makanan Arti ASI eksklusi: Pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman tambahan selama enam bulan Ibu kandung. Karena ibu sering mendapat penyuluhan Sendiri. Karena jauh dari orangtua Ibu dan suami. Karena mendapat dukungan dari keduanya. Yang mempengaruhi ibu dalam mengambil keputusan untuk memberikan ASI eksklusif: - Suami - Ibu kandung/mertua Suami, ibu dan teman bersikap mendukung Suami, ibu, bibi dan teman bersikap mendukung Suami, mertua, dan teman/tetangga bersikap mendukung. Sikap keluarga suami dan teman/tetangga: bersikap baik, mendukung dalam pemberian ASI eksklusif Suami: membelikan buku, majalah, tabloid anak. Ibu: membantu memandikan bayi. Suami: Bibi: membantu mengompres Teman: memberi informasi Suami: membelikan buku, tabloid, majalah tentang anak. Ibu: membantu mengurus bayi Teman: member informaasi Dukungan yyang diberikan: - Dukungan fisik: membantu mengurus bayi seperti memandikan bayi. mengompres payudra, secara eksklusif? 2. Apakah arti ASI eksklusif? 3. Sosial dan keterikatan keluarga: d. Siapakah yang mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI eksklusif? Apakah alasan ibu mengikutinya? e. Bagaimana sikap keluarga, suami, teman dalam mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif? f. Apa yang dilakukan suami, kelurga, memijat setelah melahirkan. - Dukungan emosional: memberikan pujian, menghargai. - Dukungan informasional: memberitahu informasi tentang ASI eksklusif, membelikan tabloid, majalah dan buku sebagai media untuk menambah pengetahuan tetangga/teman untuk mendukung ibu dalam pemberian ASI eksklusif? 4. Nilai-nilai budaya dan Nilai budaya mengenai menyusui: cara hidup a. Bagaimana pandangan masyarakat disini terhadap ibu yang menyusui? b. Apa saja yang ibu ketahui mengenai pantangan atau mitos dalam pemberian ASI eksklusif? c. Bagaimana respon ibu dengan adanya budaya tersebut dimasyarakat? Menyusui proses alamiah yang wajar dialami dan sudah kodrat wanita sebagai ibu Menyusui tugas sebagai ibu Suatu kewajajaran sebagai untuk menyusui sebagai tugas ibu Bayi diberi madu, Ada istilah mapas, pantangan tidak boleh makan amis, tidak boleh makan pisang. Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Memilih budaya yang mendukung baikuntuk kesehatan. Pemberian ASI eksklusif tetap dilakukan Bayi diberi air gula, kopi, remasan daun pare. Istilah mapas, tidak boleh makan amis Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Bayi diberi pisang, madu, kopi. Tidak tahu pantangan. Dianjurkan banyak makan sayur-mayur Jika baik dilakukan, jika tidak baik tidak dilkukan. ASI eksklusif tetap dilaksanakan Menjalankan mitos dan pantangan yang baik untuk kesehatan. Untuk ASI eksklusif tidak ada pantangan yang dilaksanakan Menyusui dipandang suatu kewajaran, proses alamiah, kodrat ibu, tugas seorang ibu Budaya yang ada pada masa ASI eksklusif: - Memberikan makanan/ minuman seperti, kopi, air gula, madu, pisang emas dan diberikan remasan daun pare. - Ada istilah mapas yang merupakan waktu untuk melaksanaka pantangan dalam mengkonsumsi makanan. - Anjuran untuk memakan bayak sayur-mayur. Terutama sayuran berdaun hijau dan kacang-kacangan. - Sikap terhadap budaya: baik untuk kesehatan akan - dilaksanakan, sebaliknya jika tidak baik untuk kesehatan tidak akan dilaksanakan. Perilaku: tetap memberikan ASI eksklusif. tidak melaksanakan budaya yang ada seperti mapas, memberikanan makanan/minuman pada bayi dibawah umur 6 bulan.