BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dalam UU No.20 tahun 2003 dalam pasal 33 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional (Sisdiknas, 2005: 15). Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar dalam lembaga pendidikan serta alat perhubungan atau komunikasi dalam pemerintahan dan kenegaraan. Dalam kehidupan sehari-hari, Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi antara manusia satu dengan manusia yang lain agar tercipta suatu kerjasama yang baik antar manusia tersebut. Selain itu, Bahasa Indonesia juga menjadi mata pelajaran wajib dalam dunia pendidikan. Melihat kedudukan Bahasa Indonesia yang sangat penting, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan harus diajarkan sejak usia dini. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, serta secara lisan maupun tertulis. Slamet (2008: 6) menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan dalam berbahasa adalah keterampilan reseptif (keterampilan mendengarkan dan membaca) dan keterampilan produktif (keterampilan menulis dan berbicara). Keterampilan reseptif dan produktif menyatu sebagai kegiatan berbahasa yang terpadu. Setiap keterampilan tersebut erat sekali hubungannya dengan ketiga keterampilan lainnya. Pada masa kecil anak belajar meyimak, kemudian baru belajar berbicara. Selanjutnya belajar keterampilan membaca dan menulis setelah mereka masuk sekolah. Sidiarto (Musaba, 2012: 4) berpendapat bahwa “Bicara merupakan sesuatu yang khas pada manusia karena bicara adalah satu sistem komunikasi dimana seseorang mengutarakan pendapat dan perasaan hati dan mengerti maksud seseorang melalui pendengar”. Berbicara merupakan suatu 1 kebutuhan bagi 2 manusia sebagai makhluk sosial untuk berkomunikasi dengan orang lain. Seseorang tidak hanya mampu berbicara kepada orang lain atau pendengar, namun juga harus memastikan bahwa pendengar atau lawan bicara dapat menerima apa yang disampaiakannya dengan tepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2008: 16), yaitu berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dari sang pendengar atau penyimak. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi (Tarigan, 2008: 16). Agar tujuan berbicara tersebut dapat tercapai, maka pendengar harus mampu menafsirkan makna pembicaraan agar komunikasi dapat berjalan terus menerus sampai tujuan pembicaraan tercapai, namun apabila pendengar tidak dapat menafsirkan makna pembicaraan, maka komunikasi akan terputus. Mengingat sangat pentingnya kemampuan berbicara, maka seseorang harus dilatih sejak dini. Seorang anak mampu berbicara dengan baik apabila dia telah mendengarkan atau menjadi penyimak suatu pembicaraan yang baik. Untuk itu, pembelajaran berbicara pada usia anak SD sangat perlu dikembangkan. Jenis kegiatan dalam proses pembelajaran berbicara ada empat yaitu: (1) percakapan; (2) berbicara estetik (bercerita/mendogeng); (3) berbicara untuk menyampaikan informasi; (4) kegiatan dramatik (Slamet, 2008: 123). Kegiatan berbicara estetik (bercerita/mendongeng) merupakan salah satu keterampilan yang sangat diperlukan peserta didik. Melalui keterampilan bercerita, seseorang dapat menyampaikan cerita, mengungkapkan perasaan sesuai dengan yang dialami, dilihat, dirasakan dan melalui bercerita seseorang bisa membagikan pengalaman yang diperoleh pencerita. Pada zaman dahulu, orang tua memiliki kebiasaan bercerita kepada anak, ketika anak akan tidur orang tua bercerita/mendongengkan cerita kepada anak, sehingga anak terbiasa mendengarkan cerita. Melalui kegiatan mendengarkan cerita, dapat melatih anak untuk berimajinasi sesuai dengan jalan pikiran anak tersebut. Anak akan memiliki kemampuan untuk bercerita tentang sesuatu yang terlintas di pikirannya. Namun, kebiasaan yang dilakukan orang tua pada zaman 3 dahulu yaitu bercerita kepada anak sudah mulai ditinggalkan, sehingga keterampilan anak dalam bercerita sangat kurang. Keterampilan bercerita di SD sangat dibutuhkan, karena melalui cerita anak bisa berimajinasi. Salah satu materi bercerita di SD yaitu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa dongeng. Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi atau cerita yang tidak masuk akal (Musfiroh, 2008: 73). Melalui dongeng, siswa mampu menumbuhkan daya imajinasi anak. Anak akan berimajinasi menjadi tokoh yang diceritakan dalam dongeng. Dongeng juga berisi tentang nilai-nilai kehidupan, sehingga anak tahu mana yang baik dan buruk serta mana yang boleh dicontoh dan tidak boleh dicontoh. Keterampilan bercerita memiliki beberapa manfaat yaitu dapat memperbanyak kosa kata, serta melatih keberanian siswa untuk berkomunikasi. Melihat besarnya manfaat dari keterampilan bercerita dalam kehidupan manusia, maka pengembangan keterampilan bercerita memerlukan perhatian yang lebih. Keterampilan bercerita tidak bisa berhasil jika dilakukan satu atau dua kali saja, namun keterampilan bercerita memerlukan pelatihan secara terus menerus. Pada kenyataannya pembelajaran dan pembiasaan bercerita di sekolah masih kurang. Kurangnya pembiasaan bercerita di sekolah disebabkan karena pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru belum menggunakan pendekatan maupun model pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Guru masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa pasif dalam pembelajaran. Hal itu mempengaruhi rendahnya keterampilan bercerita pada anak di sekolah. Sama halnya dengan yang dialami oleh siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo. Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan guru kelas III SD Negeri Tanjungrejo pada tanggal 19 November 2015, diperoleh informasi bahwa ada beberapa nilai siswa dalam aspek bercerita yang masih rendah. Nilai siswa pada aspek bercerita pada semester lalu yang terdapat di lampiran 1 hal 162 menunjukkan bahwa nilai terendah 65 dan nilai tertingggi 80, dengan rata-rata kelas 69,2. Sebanyak 9 dari 19 siswa (47,4%) memperoleh nilai di bawah KKM. 4 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD Negeri Tanjungrejo adalah 70. Rendahnya keterampilan bercerita siswa disebabkan karena: (1) model dan metode mengajar guru yang monoton dan banyak berceramah. Akibatnya, pembelajaran bercerita menjadi tidak menarik dan siswa tidak antusias ketika mendengarkan guru bercerita. Dalam pembelajaran bercerita, masih banyak siswa yang takut, grogi, dan tidak percaya diri ketika disuruh untuk maju mengungkapkan pikiran dan perasaannya, (2) dalam penyampaian pembelajaran bercerita, guru hanya menggunakan media gambar. Media gambar yang digunakan guru dalam pembelajaran bercerita belum merangsang siswa untuk berimajinasi secara penuh, sehingga pembelajaran bercerita belum berjalan efektif dan menyenangkan. Melihat kenyataan di atas diperlukan suatu tindakan baru untuk meningkatkan keterampilan bercerita agar tercipta suatu pembelajaran bercerita yang kreatif dan inovatif sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan menyenangkan. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti memilih solusi melalui pendekatan Somatic, Auditory, Visualization, Intelectually (SAVI) dengan media boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo. Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang menekankan penggunaan semua alat indra yang dimiliki siswa di dalam pembelajaran (Shoimin, 2014: 177). Pembelajaran tersebut melibatkan seluruh alat indra yang dimiliki siswa melalui unsur somatic, auditory, visualization, dan intelectually. Berdasarkan penelitian Juniarta, Arini, dan Wibawa (2014) mengungkapkan bahwa somatis adalah menyajikan materi yang bisa melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, auditori yaitu belajar dengan cara mendengarkan dan berbicara, visual yaitu mengamati dan memperhatikan pembelajaran, sedangkan intelektual yaitu belajar dengan memecahkan masalah. Agar pelaksanaan pembelajaran berlangsung secara afektif dan menyenangkan maka dibutuhkan suatu media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak kelas III salah satunya adalah boneka. Boneka adalah suatu 5 model tiruan dari bentuk manusia atau binatang. Macam-macam boneka: boneka jari, boneka tangan, dan wayang, (Daryanto, 2013: 33). Boneka tangan dapat dijadikan suatu media dalam pembelajaran. Menggunakan media boneka tangan tidak memerlukan keterampilan yang rumit, efisien waktu, tempat dan biaya. Boneka tangan juga dapat mengembangkan kreativitas dan imanjinasi anak dalam suasana gembira sehingga pembelajaran akan berlangsung menyenangkan serta akan meningkatkan antusias anak dalam pembelajaran bercerita. Penerapan pendekatan SAVI dalam pembelajaran bercerita dengan menggunakan media boneka tangan dapat merangsang siswa untuk meggunakan semua alat indra yang dimiliki siswa selama pembelajaran berlangsung. Anak akan menjadi aktif memainkan media boneka tangan yang digunakan selama pembelajaran, anak akan menjadi percaya diri ketika diminta maju ke depan untuk bercerita serta pembelajaran akan berlangsung secara efektif dan menyenangkan, sehingga keterampilan bercerita dongeng dapat meningkat. Dari paparan masalah dan alternatif pemecahannya di atas, peneliti tertarik untuk memberikan solusi perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas berkolaborasi dengan guru kelas III SD Negeri Tanjungrejo yang dirumuskan dalam judul “Penerapan Pendekatan SAVI dengan Media Boneka Tangan untuk Meningkatkan Keterampilan Bercerita Dongeng pada Siswa Kelas III SD Negeri Tanjungrejo Tahun Ajaran 2015/ 2016.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016? 2. Apakah penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016? 6 3. Apa kendala dan solusi penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan untuk meningkatkan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD Negeri Tangjungrejo tahun ajaran 2015/2016? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. mendeskripsikan langkah-langkah penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan sebagai upaya meningkatkan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016; 2. meningkatkan keterampilan bercerita dongeng melalui penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan pada siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016; 3. mendeskripsikan kendala dan solusi penerapan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan sebagai upaya meningkatkan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD Negeri Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoretis a. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti. b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan keterampilan bercerita dongeng khusunya dalam pelajaran Bahasa Indonesia. c. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain. 2. Manfaat Praktis a. Siswa 1) Memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam bercerita dongeng, sehingga mampu meningkatkan keterampilan bercerita dongeng. imajinasi mereka terhadap 7 2) Menumbuhkan motivasi serta antusias siswa dalam pembelajaran bercerita dongeng dengan menerapkan pendekatan SAVI dengan media boneka tangan. b. Guru 1) Bertambahnya pengetahuan atau wawasan guru mengenai pendekatan SAVI dan media boneka tangan. 2) Bertambahnya pengalaman untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dalam mata pelajaran Bahasa Indoesia khususnya pada pembelajaran bercerita dongeng. 3) Memberikan alternatif pemilihan media pembelajaran dalam pembelajaran bercerita dan mengembangkan kreativitas guru dalam menggunakan media boneka tangan untuk diterapkan dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang lain. c. Sekolah 1) Sebagai acuan meningkatkan kualitas siswa, guru dan sekolah. Dengan demikian dapat diperoleh hasil belajar siswa yang maksimal dalam pelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran bercerita. 2) Sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, karena dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi sekolah dalam meningkatkan proses belajar siswanya. d. Peneliti Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan pendekatan SAVI serta media boneka tangan sebagai media pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam peningkatan keterampilan bercerita dongeng pada siswa kelas III SD.