BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Galingging (Albizzia lebbek BENTH) Tumbuhan yang merupakan asli Asia Tenggara dan Australia, tumbuh baik didaerah dengan curah hujan 600 – 2500 mm/tahun, tapi masih hidup dengan curah hujan 300 mm kisaran ketinggian 0 – 1800 m diatas permukaan laut dan rata-rata suhu tahunan 20o35oC. Tumbuh baik pada tanah subur, dapat hidup pada tanah asam, basa, dan tergerus air. Galingging merupakan jenis pohon dengan ketinggian 15-20 m kadang mencapai 30 m. Kulit batang abu-abu, retak dan berlapis. Daun majemuk, sirip berganda dengan 2 – 4 pasang sirip yang masing-masing terdiri dari 2 – 11 anak daun. Buah berbentuk polong kuning pucat sampai coklat ketika masak, panjang 15 – 25 cm, lebar 3 – 5 cm (Joker,2002). Sistematika tumbuhan Galingging adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Fabales Famili : Mimosaceae Genus : Albizzia Spesies : Albizzia lebbek BENTH Universitas sumatera utara Nama umum tumbuhan adalah Galingging. Nama sinonim spesies ini yaitu Acacia lebbek Wildd, Mimosa lebbek, Mimosa sirissa Roxb. Tumbuhan ini dikenal dengan nama Kitoke, Sunda Tarisi (Joker, 2002). Kegunaannya yaitu antara lain, daun untuk pakan ternak dan dapat meningkatkan unsur N dalam tanah; pohon dengan nektar bunga menghasilkan madu yang sangat baik, kayu tergolong keras dan berkualitas tinggi, yang mana kayu A. lebbek memiliki kelas kuat II dan kelas awet II. Di Amerika ditanam untuk menyuburkan tanah dan sebagai peneduh (Wardani,2008). Tanaman Galingging sudah sejak lama digunakan sebagai pengobatan tradisional. Tanaman ini diketahui memiliki banyak khasiat terutama dalam pengobatan antiinflamatori dan analgesik. Batangnya kebanyakkan digunakan pada infeksi gigi, juga digunakan untuk bronkhitis, lepra, paralisis, dan infeksi helmintes dan diketahui memiliki aktivitas antidiarhoe. Bijinya digunakan sebagai astringen, aktivitas antidiabetes dan kanker (Uma et all, 2009). 2.2 Senyawa Flavonoida Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana. Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Manitto, 1981). Universitas sumatera utara Senyawa flavonoida merupakan kandungan khas tumbuhan hijau kecuali alga. Flavonoida terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga buah dan biji. Ada juga flavonoida yang terdapat pada hewan misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, dalam sekresi lebah, dan di dalam sayap kupu-kupu, dengan anggapan bahwa flavanoida tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. (Markham, 1988). Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoida yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna. Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies. Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Universitas sumatera utara Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin (Salisbury, 1995). 2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut : A C C C B Gambar 2.1 Kerangka dasar senyawa flavonoida (Sastrohamidjojo, 1996) Dimana terdapat dua cincin aromatik yang dihubungkan tiga satuan atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air (Markham, 1988). 2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, Universitas sumatera utara umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida. (Harborne, 1996). Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagai struktur. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoida tersebut, antara lain : 1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat. 2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbonkarbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. 3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula. 4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Universitas sumatera utara Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae. 5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain (Markham, 1988). Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu : 1. Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan. O OH O Flavonol 2. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya, lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat Universitas sumatera utara warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida. O O Flavon 3. Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat. O O Isoflavon 4. Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah Jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk. Universitas sumatera utara O O Flavanon 5. Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna. O OH O Flavanonol 6. Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan. OH OH HO O OH OH Katekin Universitas sumatera utara 7. Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol. O OH HO OH Leukoantosianidin 8. Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. O OH Antosianin 9.Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne, 1996). Universitas sumatera utara O Khalkon 10. Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap ammonia (Robinson, 1995). O HC O Auron Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni: Tabel 2.2 Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne Golongan Penyebaran Ciri khas flavonoida Antosianin Pigmen bunga merah Larut dalam air, λmaks 515-545 marak dan biru, juga nm, bergerak dengan BAA pada dalam daun dan jaringan kertas lain Proantosianidin Terutama dalam daun berkayu Flavonol Terutama tan warna, Menghasilkan antosianidin bila tumbuhan jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam ko-pigmen Setelah hidrolisis, berupa bercak tanwarna dalam bunga kuning murup pada kromatogram Universitas sumatera utara sianik dan asianik, Forestal bila disinari sinar UV tersebar luas dalam daun Flavon Seperti flavonol Maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal Glikoflavon Seperti flavonol Maksimal spektrum pada 330-350 nm mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C, bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa, pada kromatogram BAA berupa bercak redup dengan RF tinggi, dengan amonia berwarna merah, maksimal spektrum 370-410 nm Biflavonil Tanwarna, hampir Pada kromatogram BAA beupa seluruhnya terbatas pada bercak redup dengan RF tinggi, gimnospermae Khalkon dan auron dengan amonia berwarna merah Pigmen bunga kuning, Maksimal spektrum 370-410 nm kadang-kadang terdapat berwarna juga dalam jaringan lain merah kuat dengan Mg/HCl, kadang – kadang sangat pahit Flavanon Tanwarna, dalam daun Bergerak dan buah pada kertas dengan (terutama pengembang air dalam Citrus ) Isoflavon Tanwarna, sering kali Tak ada uji warna yang khas dalam akar Universitas sumatera utara 2.2.3 Sifat Kelarutan Flavonoida Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. (Markham, 1988) 2.3 Teknik Pemisahan Ekstraksi Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaanperbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995). Universitas sumatera utara Ekstraksi merupakan suatu proses selektif yang dilakukan untuk mengambil zatzat yang terkandung dalam suatu campuran dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode pemisahan ini bekerja berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat polar dan sebaliknya (Khopkar,1990). Metode maserasi digunakan untuk mengekstrak komponen, baik yang tidak tahan panas maupun yang tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel pada suatu pelarut dengan lama waktu tertentu tanpa menggunakan pemanasan (Meloan,1999). Ekstraksi dapat juga dilakukan dengan sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etilasetat, etanol, metanol, dan air. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotarievaporator (Harborne, 1996). 2.4 Kromatografi Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981). Universitas sumatera utara Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran terserap didalam pori-pori partikel atau terbagi dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau dalam pori (Khopkar,1990). Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu: 1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): a.kromatografi lapis tipis b.kromatografi penukar ion 2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat. 3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas. 4) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : a. kromatografi gas–cair b. kromatografi kolom kapiler Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985). 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Teknik kromatografi lapis tipis (TLC) menggunakan suatu adsorben yang tersalutkan pada suatu lempeng sebagai fasa stasionernya dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase mobil melewati adsorben tersebut (Bassett,1994). Universitas sumatera utara Penjerap yang sering digunakan pada KLT adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme yang utama adalah partisi dan adsorbsi. Lempeng yang digunakan juga biasanya sudah dimodifikasi. Fase gerak pada KLT dapat dipilih berdasarkan percobaan. Sistem yang paling sederhana adalah dengan menggunakan campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Rohman,2009). Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991). Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom 2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi. 4. Isolasi flavonoida murni skala kecil 5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas (Markham, 1988). Universitas sumatera utara 2.4.2 Kromatografi Kolom Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991). Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988). Data kromatografi dari suatu noda ditentukan dari harga Rf. Fasa diam menghambat laju perpindahan noda karena adanya adsorpsi. Pergerakan noda berbeda tergantung kekuatan adsorpsinya. Perbandingan antara jarak yang ditempuh noda dengan jarak yang ditempuh pelarut disebut harga Rf. Harga Rf noda dapat dihitung dengan mengukur panjang jarak antara pelarut dan noda dari jarak pada titik penotolan. Jarak pergerakan noda dari titik penotolan Rf = Jarak pergerakan pelarut dari titik penotolan (David,2001) Universitas sumatera utara 2.5 Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1995). Radiasi elekromagnetik adalah energi yang dipancarkan menembus ruang dalam bentuk gelombang-gelombang. Tiap tipe radiasi elektromagnetik dicirikan oleh panjang gelombangnya yaitu jarak antara puncak panjang gelombang yang satu ke puncak panjang gelombang berikutnya. Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 400 nm sampai 750 nm, panjang gelombang yang sedikit lebih pendek daripada panjang gelombang cahaya tampak jatuh pada daerah ultraviolet, sedangkan yang sedikit lebih panjang termasuk dalam daerah inframerah (Fessenden, 1982). 2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi (Silverstein, 1986). Dengan bertambahnya kepolaran pelarut, pada transisi elektron terjadi pergeseran panjang gelombang. Bentuk puncak bergeser ke panjang gelombang lebih pendek (pergeseran biru atau hipsokromik) disebabkan bertambahnya solvasi pasangan elektron sehingga berakibat energinya turun. Sedangkan pergeseran ke panjang gelombang lebih panjang (pergeseran merah atau batokromik) disebabkan gaya polarisasi antara pelarut Universitas sumatera utara dan spesies, berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi dan tingkat tidak tereksitasi (Khopkar, 1990). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH) atau etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut : Tabel 2.5 Rentangan Serapan spektrum UV-Visible golongan flavonoida Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis flavonoida 250-280 310-350 Flavon 250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi) 250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas) 310-330 bahu Isoflavon Kira-kira 320 puncak Isoflavon (5-deoksi-6,7-dioksigenasi 300-330 bahu Flavanon dan dihidroflavonol 340-390 Khalkon 380-430 Auron 465-560 Antosianidin dan antosianin 245-275 275-295 230-270 (kekuatan rendah) 230-270 (kekuatan rendah) 270-280 (Markham, 1988) Universitas sumatera utara 2.5.2 Spektrofotometri Inframerah (FT-IR) Kebanyakan komponen memiliki ikatan kovalen baik senyawa organik maupun senyawa anorganik, yang ditemukan menyerap frekuensi radiasi elektromagnetik pada daerah spektrum inframerah. Spektrum elektromagnetik daerah inframerah terletak pada panjang gelombang lebih panjang dibanding dengan daerah sinar tampak (400-800 nm) tetapi panjang gelombangnya lebih pendek dibanding dengan panjang gelombang radio (1 cm). Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Pancaran inframerah antara 10000 – 10 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi vibrasi molekul. Spektrum vibrasi tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-pita. Hal tersebut disebabkan perubahan energi vibrasi tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi rotasi. Panjang gelombang daerah vibrasi inframerah pada 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 1,5µm) (Silverstein, 1986). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979). Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu : 1. Vibrasi regang Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri. Universitas sumatera utara 2.Vibrasi lentur Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting (Noerdin, 1985). Banyaknya cuplikan yang diperlukan sangat bergantung pada spektrofotometer yang digunakan. Bila spektrofotometer jenis lama diperlukan 5-25 mg cuplikan untuk menghasilkan spektrum yang dapat diterima. Spektrofotometer yang lebih mutakhir yang dilengkapi dengan Transform-Fourier mampu manghasilkan spektrum sangat baik sdengan hanya 0,1 mg cuplikan (Markham, 1988). 2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell, 1982). Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua protonproton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang Universitas sumatera utara mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995). Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu : 1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat. CH3 CH3 Si CH3 CH3 2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4 (Silverstein, 1986). Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul (Muldja,1995). Universitas sumatera utara