II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Sebagai Suatu Lembaga. 2. 1. 1. Konsep Koperasi Koperasi secara etimologis terdiri dari dua kata "Co dan Operation". Co artinya bersama dan Operation artinya bekerjasama atau kebersamaan (Koerman, 2003). Sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai bekerja bersama atau lebih populer dengan sebutan kebersamaan. International Cooperative Alliance (lCA), suatu lembaga koperasi internasional memberikan defenisi koperasi sebagai berikut : Koperasi adalah kumpulan orang-orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan anggotanya dengan jalan berusaha bersama saling membantu antara yang satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan. Dr. Mohammad Hatta memberikan pengertian koperasi sebagai berikut : Bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong para anggotanya dengan percaya kepada diri sendiri atas dasar solidaritas, individualitas dan kolektivitas. bagaimana Sejak pentingnya awalnya faktor Bung kejujuran Hatta telah perlu menekankan dihidupkan dan dikembangkan dalam koperasi. Djojohadikoesoemo da/am Hendrojogi (2003), mengatakan bahwa "Koperasi ialah perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sam a untuk memajukan ekonominya. Defenisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : • Adanya unsur kesukarelaan dalam berkoperasi; • Bahwa dengan bekerjasama itu, manusia akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkan; • Bahwa pendirian dari suatu koperasi mempunyai pertimbanganpertimbangan ekonomis. 8 Soeriatmaatmadja da/am Hendrojogi (2003), dalam kuliahnya pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memberikan defenisi koperasi sebagai berikut : Koperasi ialah suatu perkumpulan dari orangorang yang atas persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan agama dan politik secara sukarela masuk, untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama. Apa yang didefenisikan ini mengandung unsurunsur: • Unsur Demokrasi • Unsur sosial • Unsur tidak semata-mata mencari keuntungan. Raka, (1981), memberi defenisi koperasi adalah : suatu badan usaha bersama, khususnya dalam bidang perekonomian, dimana anggota-anggotanya, yang umumnya ekonomi lemah, bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggotanya. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian mendefenisikan Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dengan demikian maka Koperasi pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang menghimpun orang-orang yang mempunyai kesamaan tujuan dengan sukarela berkumpul untuk melakukan kegiatan ekonomi demi kesejahteraan mereka. 2. 1. 2. Konsep Kelembagaan Untuk itu, dalam upaya memenuhi kebutuhannya, manusia memerlukan akan kerjasama diantara mereka. Permasalahan yang kemudian timbul pada suatu kelompok orang adalah kerjasama tidak dapat terjalin dengan baik. Hal ini mengindikasikan perlunya suatu 9 tatanan aturan yang disepakati bersama guna pencapaian tujuan bersama dalam kerjasama tersebut. Dalam hal ini menurut Tonny dan Utomo (2003) kelembagaan memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Kelembagaan sendiri merupakan terjemahan langsung dan istilah social institution. Dalam hal ini kelembagaan dapat diartikan sesuai dengan asal kata organisasi. Namun kelembagaan institute yang merujuk kepada berbagai bentuk Veblen kepada (Daryanto, norma-norma, 2004) nilai-nilai, lebih mengartikan tradisi dan budaya. Goldsmith dan Brikenhoff (Daryanto, 2004) mengartikan kelembagaan sebagai aturan prosedur yang menentukan bagaimana manusia bertindak dan atau peranan organisasi yang bertujuan untuk memperoleh status atau legitimasi tertentu. Melihat kedua perbedaan di atas, dalam Tonny dan Utomo (2003) terdapat dua perspektif tentang kelembagaan sosial. Pertama, suatu perspektif yang memandang baik kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial, yakni sebagai kelompok-kelompok, hanya saja kelembagaan bersifat lebih universal dan penting sedangkan asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit. Sehubungan dengan hal ini Soekanto (2001) menyatakan bahwa social institution merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan wujud kongkrit lembaga kemasyarakatan tersebut adalah asosiasi (association). Namun dalam pe~alanannya, pad a kelembagaan sosial akan terjadi perkembangan institusional. Proses perkembangan kelembagaan sosial tersebut dinamakan pelembagaan atau institualization, yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bag ian dari dan salah satu lembaga masyarakat. Maksudnya ialah sampai nOOlla itu oleh 10 masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-han (Soekanto, 2001). Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari lembaga dijadikan sebagai sarana untuk mengatur dan mempengaruhi perilaku dan tindakan masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu. Mubyarto (1972), masyarakat memiliki kelembagaan yang mengatur mengatakan bahwa tata kehidupan mereka. Kelembagaan sosial adalah suatu sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai penting. Masyhuri (1996), lembaga adat yang penting dalam masyarakat nelayan misalnya kepemilikan alat tangkap, jual beli hasil tangkap, sewa menyewa alat tangkap, bagi hasil, gotong royong, himpunanlkelompok nelayan, koperasi dan lain-lain. Doom dan Lammers da/am Kolopaking (2002) memberi pengertian tentang fungsi kelembagaan sosial adalah (1) memberi pedoman berprilaku pada individulmasyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; (2) menjaga keutuhan, dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara; (3) memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial. Artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya; dan (4) memenuhi kebutuhan pokok manusialmasyarakat. Dari fungsi kelembagaan diatas maka dapat disebutkan bahwa kelembagaan berfungsi sebagai pedoman individulmasyarakat perekat untuk mempersatukan masyarakat dan sebagai kontol sosial. 2. 1. 3. Koperasi Sebagai Lembaga Koperasi merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi yang dipilih oleh sebagian anggota masyarakat dalam rangka meningkatkan kemajuan ekonomi rumah tanggan serta kesejahteraan hidupnya. Secara logika sederhana, orang akan memilih koperasi jika organisasi ekonomi mendatangkan tersebut manfaat lebih dirasakan besar atau baginya dari diyakini pada bisa bentuk organisasi ekonomi lain. Koperasi sebagai sistem kelembagaan dibidang perekonomian II menawarkan kesamaan hak dan kewajiban anggota dalam sistem perekonomian tanpa memandang kekayaan dan atau status sosialnya. Rochdale atau lebih dikenal dengan "The Rochdale Society of Equitable Pioneers", yang dinyatakan sebagai peraturan dari perkumpulan itu kemudian dikenal sebagai asas-asas Rochdale, telah mengilhami cara kerja dari gerakan-gerakan koperasi sedunia ( Hendrojogi, 2004). Asas- asas Rochdale tersebut adalah : 1. Pengendalian secara demokratis (Democratic controf). 2. Keanggotaan yang terbuka (Open membership). 3. Bunga terbatas atas modal (Limited interest on capitaf). 4. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota proporsional dengan pembeliannya (The distribution of surplus in devidend to the members in proportion to their purchases). 5. Pembayaran secara tunai atas transaksi perdagangan (Trading strictly on a cash basis). 6. Tidak boleh menjual barang-barang palsu dan harus murni (Selling only pure and unadelterated goods). 7. Mengadakan pendidikan bagi anggota-anggotanya tentang asasasas koperasi dan perdagangan yang saling membantu (Providing for the education of the members in Co-operative principles as well as for mutual trading). 8. Netral dalam ali ran agama dan politik (Politik and religious neutrality). Dr. Mohammad Hatta membagi asas-asas Rochdale tersebut dalam dua bagian ( Hendrojogi, 2004) : Dasar-dasar pokok : 1. Demokrasi koperatif, yang artinya bahwa kemudi (pengelolaan) dan tanggungjawab, adalah berada di tangan anggota sendiri. 2. Dasar persamaan hak suara. 3. Tiap orang boleh manjadi anggota. 4. Demokrasi ekonomi, keuntungan dibagi kepada anggota menurut 12 jasa-jasanya. 5. Sebagian dari keuntungan diperuntukkan pendidikan anggota. Dasar-dasar moral: 1. Tidak boleh dijual dan dikedaikan barang-barang palsu. 2. Harga barang harus sarna dengan harga pasar setempat. 3. Ukuran dan timbangan barang harus benar dan dijamin. 4. Jual beli dengan tunai. Kredit dilarang karena menggerakkan hati orang untuk membeli di luar kemampuannya. Memang dalam kenyataannya, kita melihat bahwa tidak semua kedelapan buah asas Rochdale itu dipatuhi oleh perkumpulan koperasi di semua negara. Dalam dipisahkan membicarakan dengan koperasi Mohammad di Hatta. Indonesia, tidak dapat Dialah dalam perjalanan sejarah Indonesia, dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta-Iah yang meperkenalkan gerakan koperasi di Indonesia. Tujuan Bung Hatta memperkenalkan gerakan koperasi adalah memperbaiki nasib orang-orang yang lemah ekonominya dengan jalan kerja sarna. Kerjasama adalah dasar rasa solidaritas. Pemikiran diatas memiliki banyak persamaan dengan paradigma pokok koperasi sebagai lembaga ekonomi. Koperasi merupakan kelembagaan yang memiliki norma dan peraturan yang dinyatakan dalam bentuk prinsip-prinsip koperasi, yang menjadi ciri pembeda terhadap berkembang sejalan dilayaninya. Salah lembaga dengan satu usaha non-koperasi. perkembangan pendekatan yang Koperasi masyarakat dikembangkan yang oleh pendekatan ekonomi kelembagaan adalah kelembagaan memandang perilaku sebagai bag ian dari rangkaian struktur - perilaku - kinerja. Struktur dianggap akan menentukan pola perilaku, dan pola perilaku akan mempengaruhi mempengaruhi kinerja, kondisi serta struktur pada akhirnya kelembagaan kinerja ekonomi akan yang bersangkutan (Cook, 1995). Untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi secara efektif dan 13 berkelanjutan di pedesaan diperlukan adanya lembaga ekonomi yang efektif. Oleh sebab itu proses transformasi struktural yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan kegiatan ekonomi yang efektif memerlukan pula model pembinaan dan pengorganisasian tertentu. Lembaga yang diharapkan dapat banyak berperan dalam proses transformasi struktural tersebut diatas adalah lembaga ekonomi yang berwatak sosial. Lembaga yang sesuai untuk itu adalah koperasi, karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Dufler dalam Nasution, 1990). a. Anggota terikat oleh satu atau beberapa kepentingan atau tujuan bersama (kelompok koperasi). b. Anggota koperasi berjuang bersama dan saling mendukung untuk meningkatkan koperasi status secara ekonomi tidak dan langsung sosial mereka terlihat dari (swadaya loyalitas dan solidaritas para anggotanya). c. Anggota kopersai memanfaatkan organisasinya dengan prinsip pemilikan bersama dan mempertahankan bersama bangun usaha koperasi. d. Usaha koperasi dituntut sesuai dengan keragaan dan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya secara individu. Dengan demikian maka kelembagaan koperasi adalah organisasi ekonomi mandiri, yang dimiliki anggota dan bertujuan mengingkatkan kesejahteraan anggota. 2. 1. 4. Perkembangan Kelembagaan Koperasi. Perkembangan koperasi dari waktu ke waktu mengalami berbagai perubahan. Berkaitan dengan pandangan kelembagaan atas struktur hak kepemilikan dan perkembangan kegiatan koperasi, Cook (1995) menyatakan bahwa koperasi akan berkembang secara bertahap. dimana tantangan yang dihadapi pada setiap tahap adalah hasil dari perubahan struktur hak yang dialami pad a tahap sebelumnya. Secara singkat sejarah perkembangan koperasi di indonesia 14 dipaparkan melalui beberapa masa pertumbuhan. Koperasi di Indonesia mulai dengan didirikannya bank bantuan dan tabungan pegawai bangsa Indonesia (Spaark bank vaar Inlandsche bestuurs ambtenaren) oleh R. Bei Aria Wiria Atmadja (patih di Purwakerto) pada tahun 1895. pendirian bank tersebut ditujukan untuk membantu pegawai negeri bumi putra, petani dan tukang. Oleh karena itu bank tersebut mendapat julukan De Vader van de Landbauw Crediet Bank. Pad a watu itu Patih Wiria Atmadja tidak pernah menamaknnya dengan koperasi, tetapi prinsip dasar yang dianut oleh bank terse but yang dikenal sebagai swadaya (self help) adalah prinsip dasar koperasi. diawal abad ke 20 bank-bank serupa telah berdiri pula di luar jawa seperti misalnya di Sumatera dan Manado (Saedjita Sosrodiharjo, 1982). Usaha yang dirintis oleh Aria Wiria Atmadja diteruskan oleh Westerrode sehingga kemudian terbentuk Bank Rakyat, Rumah Gadai, Bank Oesa dan Lumbung Oesa. Oalam perkembangan selanjutnya Bank Rakyat diubah menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan dan sekarang Menjadi Bank Rakyat Indonesia. Dr. R. Soetomo pada tahun 1908 mendirikan Perkumpulan Budi Utomo yang di bidang ekonomi menggerakkan masyarakat dengan prinsip-prinsip koperasi melalui pendirian koperasi-koperasi konsumsi. Oemikian juga H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan Syarekat Oagang Islam (SOl) pad a tahun 1912. disamping bergerak dibidang politik, SOl juga bergerak di bidang ekonomi yang mengembangkan koperasi-koperasi simpan-pinjam. Oalam perkembangan selanjutnya, antara tahun 1931-1937 Niti Sumantri mendirikan Koperasi Usaha Oesa atau Koperasi Serba Usaha yang pertama di Sukabumi, bahkan Koperasi Serba Usaha yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1937-1942, Niti Sumantri dipilih manjadi ketua Central Cooperative Bandung (CCB), yang selanjutnya ia juga sebagai pendiri dan terpilih menjadi ketua yang pertama pada Bank Koperasi Propinsi Jawa Barat (BKP). Sumantri bersama dengan tokoh koperasi lainnya seperti R.M. Margono Ojojohadikoesoemo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo menyelenggarakan Kongres Koperasi ke-I pada bulan Juli 15 1947 di Tasikmalaya. Dalam kongres itu dibentuk Sentral Organsiasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) dan Niti Sumantri juga terpilih menjadi ketuanya yang pertama. Dan dalam catatan sejarah perkoperasian dalam kong res tersebut diputuskan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia. Dalam kongres I koperasi seluruh Indonesia yang berlangsung di Tasikmalaya, melahirkan beberapa keputusan yang penting bagi perkembangan koperasi di Indonesia. Keputusan tersebut antara lain: a. Ditetapkan tanggal12 Juli sebagai Hari Koperasi Indonesia. b. Ditetapkannya azas gotong royong sebagai azas Koperasi Indonesia. c. Mengusahakan terbentuknya Koperasi Desa di seluruh Indonesia untuk memperkuat perekonomian nasional. Sejarah perkoperasian juga mencatat tokoh pejuang kemerdekaan Muhammad Hatta yang sejak awal perjuangan memperebutkan kemerdekaan, memperjuangkan berdirinya koperasi Indonesia. Bung Hatta berperan sebagai arsitek Pasal 33 UUD 1945. kongres ke II pada tahun 1953 menetapkan Dr. Muhammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Dalam perkembangan koperasi, tercatat berabagai pertauran perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi, antara lain: a. Tahun 1949 Pemerintah Federal Belanda mengeluarkan UndangUndang tentang Staatsblad perkumpulan 1979 tahun 1949. Koperasi yang termuat dalam Undang-Undang tersebut hanya merupakan terjemahan Undang-Undang Perkoperasian tahun 1949 dan Undang-undang perkoperasian tahun 1933. b. Pemerintah Indonesia pad a tahun 1958 mengeluarkan Undangundang nomor 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. dalam Undang-undang ini ada bebrapa hal yang dapat dikemukakan. • Mulai saat itu koperasi Indonesia hidup atas dasar Undang-undang Perkumpulan Koperasi Nasional. bukan kolonial. • Merupakan tonggak pemisah koperasi masa penjajahan dan masa kemerdekaan. 16 • Orang asing tidak lagi dibenarkan mendirikan dan menjadi anggota serta pengurus koperasi. • Pemerintah berkewajiban untuk membimbing, memampukan dan mengawasi koperasi. Koperasi Indonesia juga tidak terlepas dari kepentingan politik, dim ana pada tahun 1960 sampai dengan 1965, Undang-undang dan beberapa peraturan dikeluarkan dalam rangka pembangun koperasi, tetapi baik undang-undang maupun peraturan-peraturan tersebut lebih diarahkan pada kepentingan politik dari golongan-golongan tertentu dan menempatkan koperasi sebagai bagian tertentu dalam sistem ekonomi. Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965. Pemerintah Indonesia mulai menata kehidupan baru Gerakan Koperasi Indonesia dengan ditetapkannya Undang-undang No 12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-undang Koperasi No 14 tahun 1965. Undang-undang no 12 tahun 1967, berusaha mengembalikan koperasi kepada citra yang sebenarnya yaitu sesuai dengan Undang-undang dasar 1945 pasal 33, dan diharapkan koperasi menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Berbagi aturan yang lahirkan Pemerintah Orde Baru untuk mengembangkan koperasi dapat terlihat dari kebijakan Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pembinaan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). BUUD inilah yang menjadi bibit lahirnya Koperasi Unit Desa (KUD). Perubahan status BUUD menjadi KUD dilakukan Pemerintah melalui Inpres NO 2 tahun 1978, yang menjadikan KUD bukan lagi sebagai koperasi pertanian, tetapi menjadi koperasi serba usaha. Keanggotaan menjadi terbuka bagi semua warga desa yang bidang usahanya sangat beragam, yang berarti beragam pula kebutuhannya. Kemudian pada tahun 1984 pemerintah kembali mengeluarkan Inpres No.4 tahun 1984 tentang Pembinaan Koperasi Unit Desa. Instruksi ini juga melahirkan Badan Pembimbing dan Pelindung KUD (BPP KUD) serta menginsruksikan 12 menteri, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Bulog, dan semua Gubernur untuk menjadi pembina 17 KUD. Dengan kebijakn seperti ini maka koperasi dianggap sebagai agen pemerintah untuk mempercepat pembangunan. Dalam melihat keberhasilan koperasi di Indonesia berikut kita lihat beberapa hasil kajian terdahulu tentang koperasi. Bisri (2000), dalam penelitiannya pada Koperasi Perikanan KUD Makaryo Mino Pekalongan. Dimana KUD Mino sang at maju dan bahkan menjadi KUD Mina sebagai Koperasi Teladan Tingkat Nasiona!. Anggota KUD Makaryo Mino ini terdiri dari para buruh nelayan, para pemilik kapal, dan para baku!. Tiga kelompok anggota yang memiliki karakteristik berbeda secara sosial ekonomi ini berkoperasi karena memiliki kesamaan, yaitu sama-sama bergerak di bidang perikanan. Keberhasilan KUD Makaryo Mino dalam menggalang sinergi (sinkronisasi energi) dari ketiga kelompok anggota tersebut untuk kesejahteraan bersama merupakan suatu keberhasilan yang patut dicontoh. Kunci keberhasilan dari KUD Makaryo Mino adalah ditumbuhkannya iklim demokratis, terbuka, dan partisipatif yang dipandu dengan kepemimpinan usaha yang jujur dan profesional, serta memperoleh bantuan pembinaan yang tepat dari pemda dan Departemen Koperasi dan UKM. Penelitian tentang Pengembangan Koperasi Desa Pantai Untuk Menunjang Pembangunan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan (Studi Kasus Koperasi Tambak di Kabupaten Indramayu) Urip Triyono, (2003). Hasil kajian yang diperoleh adalah bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha, belum mampu berperan secara tepat dalam mengembangkan usaha dan lingkungan. Disamping itu koperasi belum mampu mensinergikan secara komprehensif terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sebagai kekuatan yang ampuh dalam mewujudkan kesejahteraan anggota dan masyarakal. Hal ini dipengaruhi rendahnya kualitas SDM individualitasnya menjadi terbatas oleh penambak, dan mengakibatkan tingkat produktivitas tingkat yang diperoleh turun dari tahun ke tahun yang menjadikan posisinya terjerat dalam kemiskinan dan sulit untuk mengakses sumber permodalan, pasar, 18 informasi dan teknologi untuk mengembangkan usaha dan lingkungan yang mendukung pertambangan. Untuk mengatasi masalah-masalah struktural yang dihadapi koperasi tambak di Kabupaten Indramayu, perlu dilakukan dengan pendekatan institusional dengan memprioritaskan pada peningkatan faktor-faktor penentu (empowerment), intemal membangun dengan upaya-upaya kapasitas (capacity pemberdayaan building) dan pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development), terhadap faktor-faktor dominan melalui strategi : a. Meningkatkan kualitas 80M petambak untuk meningkatkan produktivitas. b. Meningkatkan pengatahuan dan pemahaman tentang perkoperasian serta meningkatkan pelayanan koperasi secara tepat pad a anggota dan masyarakat. c. Meningkatkan usaha simpan plnJam koperasi yang mantap dan terjangkau oleh anggota dan masyarakat. d. Meningkatkan akses terhadap permodalan, pasar, informasi dan teknologi dalam pengembangan usaha dan memperbaiki kondisi lingkungan. e. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen dalam pengusahaan tambak secara berkelanjutan. Untuk mendukung terlaksananya upaya-upaya tersebut, juga diperlukan dukungan peningkatan faktor-faktor penentu ekstemal meliputi perbaikan sarana dan prasarana, penyediaan tenaga penyuluh yang handal, keberpihakan perbankan, penatagunaan lahan, penegakan hukum, dan dukungan kebijakan-kebijakan dari berbagai instansi terkait. Kajian tentang koperasi juga dilakukan oleh 8utomo Brodjosaputro pada tahun 1989 tentang Beberapa Faktor Utama Yang Mempengaruhi Keberhasilan Koperasi Unit Oesa. Kajian ini ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan KUO terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan koperasi yaitu pengurus, badan pemeriksa dan manajer. manajemen 19 Hasil kajian ini menunjukkan bahwa keberhasilan KUD dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh faktor-faktor internal yang melekat pada para pelaksana manajemen dan dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal yang merupakan iklim pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah : 1. Tingkat Pendidikan Pengurus. Tingkat pendidikan pengurus erat sekali kaitannya dengan kemampuan manajemen yaitu manajemen organisasi, manajemen usaha dan manajemen tenaga pelaksana, serta kemampuan memanfaatkan potensi lingkungan. 2. Tingkat Pendidikan Badan Pemeriksa. Tingkat pendidikan dan pengetahuan badan pemeriksa di bidang administrasi dan keuangan, juga status sosialnya yang tinggi akan memudahkan badan pengawas untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalannya kegiatan perkoperasian. Sehingga meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang merugikan KUD terutama di bidang keuangan. 3. Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Manajer. Dalam melaksanakan berbagai pelayanan yang sebaik-baiknya kepada anggota harus didukung dengan kemampuan manajer yang profesional. Di mana pengetahuan manajerial yang di miliki manajer harus dapat mengembangkan koperasi dan ini didukung oleh pendapatan manajer yang memadai. 4. Jumlah Anggota. Anggota adalah pemilik dan juga pelanggan koperasi. oleh karena itu sampai batas tertentu semakin besar jumlah anggota semakin besar volume usaha dan memberi kemungkinan lebih besar terbentuknya sisa hasil usaha. (SHU). Semakin besar jumlah anggota, semakin besar terkumpul simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela yang merupakan modal usaha dalam memberikan pelayanan kepada anggota. 20 5. Besar Modal Yang Dipergunakan Dalam Usaha. Besar modal yang dipergunakan dalam usaha berkaitan langsung dengan volume usaha. Sampai pada suatu batas tertentu semakin besar volume usaha semakin kecil biaya persatuan barang sehingga lebih besar kemungkinan diperoleh sisa hasil usaha. Faktor-faktor Eksternal : Sebagai suatu organisasi ekonomi yang berwatak sosial yang hidup ditengah-tengah masyarakat, beranggotakan orang-orang dari masyarakat yang sama, maka KUD tidak terlepas dari pengaruh sifat-sifat anggota masyarakat setempat. Sedangkan faktor eksternal yang tidak secara lang sung berpengaruh terhadap KUD adalah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. Nasution (1990), menelaah keragaan KUD sebagai organisasi ekonomi pedesaan secara komprehensif dengan pendekatan persamaan simultan yang menyangkut fungsi keberhasilan usaha KUD, fungsi pencapaian target, fungsi pelayanan kepada anggota, fungsi partisipasi anggota dan fungsi keanggotaan. Studi terse but telah memberikan banyak penjelasan mengenai hubungan sebab akibat dari berbagai faktor dalam lingkup sosial, ekonomi dan manajemen koperasi. Hampir seluruh faktor internal dan eksternal telah ditelaah dalam kaitannya dengan keberhasilan dan terhadap sebagian dari dampak koperasi masyarakat. 2. 2. Penguatan Kelembagaan Koperasi. Kelembagaan merupakan wadah bagi masyarakat untuk berpartisiipasi, masyarakat akan berpartisipasi menekala organisasi tersebut sudah dikenal dan dapat memberikan manfaat langsung pada masyarakat yang bersangkutan, serta pimpinan yang dikenali dan diterima oleh kelompok sosial (Nurdin, 1998) Pengembangan kelembagaan adalah proses menciptakan pola baru kegiatan dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu karena didukung oleh norma standard an nilai-nilai dari dalam (Brinkerhoff, seperti dikutip Israel, 1992) Selain menciptakan pola baru kegiatan, 21 da1am konteks pengembangan kelembagaan dapat pula dilakukan penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan cara Capacity Building (penguatan kapasitas), di mana istilah ini makna dan caranya berbedabeda antara orang dan organisasi. Penguatan kelembagaan dikatakan juga sebagai "... Strengthening people's capacity to determine their own values and priorities, and to organize themselves to act on these, which is the basic for development". (memeperkuat kapasitas orang-orang untuk menentukan nilai-nilai dan prioritas mereka sendiri dan untuk mengatur diri mereka sendiri dari bertindak dalam kegiatan yang merupakan dasar dari pengembangan) (Deborah Eade dan Suzane, dalam Tim O'Shaughnessy with Leane Black and Helen Carter, 1999). Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan capacity building adalah untuk menggambarkan serangakaian tindakan mulai dari mengembangkan kapasitas manusia secara langsung, restrukturisasi organisasi, dan pemasaran tanaga kerja. Tiga elemen penguatan kapasitas adalah : 1. Pembangunan manusia, terutama dalam biadang kesehatan, pendidikan, makanan, ketrampilan teknis. 2. Restrukturisasi pemerintah dan swasta untuk menciptakan pekerjaan yang terampil dapat berfungsi secara efektif. 3. Kepemimpinan politik yang memahami bahwa institusi merupakan satu kesatuan yang rentan dan mudah hancur, oleh karena itu memerlukan pendampingan yang berkelanjutan. (Bank Dunia dan United Nation Development Program, 1999). Di dalam penguatan kapasitas kelembagaan, kerjasama antar pihak menjadi sangat penting, dalam hal ini kerja sam a pemerintah, swasta dan Non Government Organization (Lembaga Pengembangan Masyarakat) serta masyarakat itu sendiri. Melalui kerjasama yang dilakukan berbagai pihak, dapat memperkuat kelembagaan. Hal ini sesuai dengan pendapat pengembangan Tonny usaha-usaha (2003) yang produktif skala menunjukkan kecil bahwa dan menengah 22 seringkali mengabaikan kemampuan kelembagaan, karena hampir semua kelembagaan yang mendukung sektor ini lemah dalam : (a) meraneang reneana administrasi seeara kegiatan yang profesional; luwes; (e) (b) manajemen mengoperasionalkan dan dan melaksanakan tugas kelembagaan seeara efektif, dan (d) melanjutkan pendanaan seeara efesien dan mandiri. Dengan dasar demokratisasi ekonomi dan kebijakan otonomi, maka strategi itu perlu menghidupkan kembali konsep peran serta masyarakat dan komunitas di dalam pengembangan kelembagaan. Faktor-faktor berikut menunjukkan bahwa di dalam pengembangan koperasi diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan koperasi : Faktor Internal a. Kualitas sumber daya anggota koperasi baik. b. Kualitas pengurus koperasi yang handal. e. Modal dan kegatan usaha koperasi yang mendukung pengembangan koperasi. Faktor Eksternal a. Lingkungan sosial masyarakat dimana koperasi berada. b. Kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi yang terkait dengan pengembangan koperasi. Kualitas sumberdaya anggota koperasi sangat berpengaruh terhadap penguatan koperasi dimana seeara hukum anggota koperasi adalah pemilik dari koperasi dan usahanya, dan anggotalah yang mempunyai wewenang mengendalikan koperasi bukan pengurus dan bukan manajer. Oleh karena itu tidaklah salah kalau dikatakan bahwa kunei dari keberhasilan koperasi terletak pad a anggota. Rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. Keterlibatan anggota koperasi seeara aktif dalam kegiatan-kegiatan koperasi seperti hadir dalam rapat-rapat, menerima tugas yang diberikan oleh pengurus. ikut serta dalam kepanitiaan, memberi saran dan kritik yang membangun/konstruktif kepada pengurus dan mengikuti perkembangan organisasi koperasi menjadi bagian penting 23 dalam keterlibatan anggota koperasi. Oleh sebab itu dibutuhkan kualitas anggota koperasi yang sadar akan tanggungjawab yang begitu besar terhadap penguatan koperasi. Faktor pengurus juga memempunyai peran yang sangat penting. Dimana pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam Rapat Anggota, sebagaiman tercantum dalam pasal 29 (1) UU No 25/1992, untuk mewakili anggota dalam menjalankan kegiatan koperasi, dapat menunjukkan orang lain untuk menjalankan fungsi usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu manajer dan karyawan sebagai pengelolah. Pengurus memperoleh wewenang dan kekuasaan dari RAT dan melaksanakan seluruh keputusan RAT tersebut guna memberikan manfaat kepada anggota koperasi. Atas dasar itulah Pengurus merumuskan berbagai kebijaksanaan yang harus dilakukan Pengelola (Team Manajemen) dan menjalankan tugas-tugasnya. Leon Garayon dan PaulO. Mohn dalam Hendrojogi (2004), menyebutkan bahwa pengurus koperasi mempunyai fungsi idiil (ideal function), dan karenanya pengurus mempunyai fungsi yang luas, yaitu : a. Berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tertinggi. b. Berfungsi sebagai pemberi nasi hat. c. Berfungsi sebagai pengawas atau sebagai orang yang dapat dipercaya. d. Berfungsi sebagai penjaga berkesinambungannya organisasi. e. Berfungsi sebagai simbol. Dalam koperasi modal mempunyai kedudukan vital. Hanya dalam hal ini koperasi modal tidak boleh diberikan arti yang lebih penting dari para orang-orang yang menjadi anggota koperasi. Hedrojogi (2004), mengatakan modal sebagaimana kita ketahui adalah merupakan salah satu faktor produksi, tetapi hingga sekarang diantara para ahli ekonomi sendiri belum terdapat kesamaan pendapat tentang apa yang disebut dengan modal itu dan tampaknya dalam sejarahnya pengertian modal itu berkembang sesuai dengan 24 perkembangan ilmu. perkoperasian Dalam mengatakan UU bahwa No.25 Tahun 1992 tentang modal dalam koperasi pad a dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar. UU Perkoperasian juga menjelaskan jenis-jenis modal dalam koperasi, berupa simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela dan cadangan yang dipupuk dari hasil usaha yang merupakan kekayaan dari koperasi. 8erapa jumlah modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus bisa ditentukan dalam proses pengorganisasian atau pada waktu berdirinya dengan rincian berpa untuk modal tetap atau yang disebut juga sebagai modal jangka panjang dan berapa untuk modal kerja yang disebut sebagai modal jangka pendek. Faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan koperasi dapat dilihat dari pemerintah. lingkungan lingkungan sosial Koperasi sosialnya yang lahir mendukung masyarakat dan kebijakan ditengah keberadaan masyarakat koperasi, yang dimana masyarakat dapat menerima keberadaan koperasi dan memanfaatkan berbagai unit usaha yang dimiliki koperasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Kebijakan pemerintah juga menjadi faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan koperasi, dimana kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah harus dapat memberi peluang bagi koperasi dalam mengembangkan usahanya, terutama pemberian modal bagi pengembangan usaha koperasi. Kemudian pemerintah juga berperan aktif dalam melakukan pembinaan terhadap koperasi dengan jalan melakukan pelatihan-pelatihan kepada pengurus dan anggota koperasi sehingga mampu melahirkan kehidupan berkoperasi yang baik.