The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 Selayang Pandang PTRI Jenewa, PBB, WTO di Jenewa Kunjungan Kerja Menteri Perdagangan RI Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-VIII Jenewa, 15-17 Desember 2011 The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 PERUTUSAN TETAP REPUBLIK INDONESIA UNTUK PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA, WORLD TRADE ORGANIZATION DAN ORGANISASI INTERNASIONAL LAINNYA DI JENEWA I. SEJARAH Pada awalnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bern dan Bonn yang mewakili kepentingan Indonesia di PBB dan berbagai organisasi internasional lainnya di Jenewa. Baru pada bulan April 1963, pemerintah Indonesia menunjuk perwakilan khusus untuk General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang berpusat di Jenewa. Seiring dengan meningkatnya kepentingan Indonesia di fora internasional, terdapat keperluan untuk mendirikan kantor perutusan tetap Indonesia di Jenewa. Pada bulan Mei 1967 didirikanlah kantor Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Eropa, yang dipimpin oleh Duta Besar Umarjadi Njotowijono sebagai Wakil Tetap Republik Indonesia yang pertama di Jenewa. Saat itu kantor PTRI Jenewa berlokasi di Hotel Warwick yang terletak di Place de Cornavin. Perkembangan PTRI Jenewa yang cukup pesat mengakibatkan kantor 1 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 berpindah lokasi ke 93 rue de la Servette, sebelum akhirnya berpindah ke lokasi saat ini, yaitu di 16 rue de Saint-Jean, 1203 Jenewa. PTRI Jenewa menangani berbagai isu yang dibahas di 33 Badan PBB maupun Organisasi Internasional lainnya yang bermarkas di Jenewa, antara lain seperti Human Rights Council, World Health Organization, International Labour Organization, World Trade Organization, World Intellectual Property Organization, United Nations Conference on Trade and Development, Conference on Disarmament, Inter-Parliamentary Union, dan UN World Meteorological Organization. PTRI Jenewa juga memonitor ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat International (International Non-Governmental Organization) yang bermarkas di Jenewa, antara lain seperti Human Rights Watch, Amnesty International, Forum Asia, UN Watch, Nord-Sud XXI, Association of the Prevention of Torture, International Terre des Homme, Pax Romana, CETIM – Europe Third World Centre, Quaker, dan Henry Dunant Society. Sebagai tambahan, PTRI Jenewa juga menangani pembahasan isu-isu seperti Hak Asasi Manusia (human rights), keamanan internasional (international security), perlucutan senjata (disarmament), perdagangan internasional (international trade), lingkungan (environment), kerjasama Selatan-Selatan (South-South cooperation), tenaga kerja/ buruh (labor), hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights), kesehatan (health), peralihan teknologi (transfer of technology), meteorologi (meteorology), kerjasama ekonomi internasional dan pembangunan (international economic cooperation and development), isu humaniter dan bantuan kemanusiaan (humanitarian affairs), pengungsi (refugee), pos dan telekomunikasi (telecommunications) di berbagai mekanisme dan forum multilateral lainnya di Jenewa. Selain itu, terdapat berbagai badan/forum/think-tank internasional yang memiliki prestige internasional yang juga bermarkas di Jenewa, antara lain seperti South Centre, Global Forum for Migration and Development, 2 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 Colombo Process, Forum on Policy for Global Health, dan Geneva Forum (isu perlucutan senjata) dan World Economic Forum. Terkait dengan World Economic Forum, atas undangan Sekretariat WEF, Presiden RI, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, berpartisipasi dalam Pertemuan Tahunan WEF 2011 dengan menyampaikan Special Address dan berpartisipasi pada berbagai sesi WEF. Undangan khusus kepada Presiden RI menunjukkan pengakuan internasional akan pentingnya Indonesia sebagai emerging economies yang telah berhasil dalam upaya pembangunan ekonominya serta peran penting Indonesia sebagai Ketua ASEAN dan anggota G20. Selain itu, Indonesia telah menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan World Economic Forum on East Asia yang berlangsung tanggal 12 – 13 Juni 2011. Sejak berdiri tahun 1967, Duta Besar LBBP/Wakil Tetap RI yang memimpin PTRI Jenewa adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 3 H.E. Mr. Umarjadi Njotowijono, 1967 - 1971 H.E. Mr. Ismail Thayeb, 1971 - 1975 H.E. Mr. Ali Alatas, 1976 - 1978 H.E. Mr. Atmono Suryo, 1978 - 1981 H.E. Mr. Irawan Darsa, 1981 - 1984 H.E. Mr. Poedji Koentarso, 1985 - 1988 H.E. Mr. Wisber Loeis, 1988 - 1991 H.E. Mr. Soemadi D.M. Brotodiningrat, 1991 - 1995 H.E. Mr. Agus Tarmidzi, 1995 - 1998 H.E. Dr. N. Hassan Wirajuda, 1999 - 2000 H.E. Mr. Nugroho Wisnumurti, 2000 - 2004 H.E. Mr. Makarim Wibisono, 2004 - 2007 H.E. Mr. Dian Triansyah Djani, 2009 - sekarang Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 II. ALAMAT DAN NOMOR TELEPON PTRI JENEWA 1. Kantor PTRI 1 Rue de Saint-Jean No.16 1203 Geneve – Switzerland PO Box – 2271 1211 Geneve 2 No.telp: +41 22 338 33 50 2. Kantor PTRI 2 Rue de Saint-Jean No.30 1203 Geneve – Switzerland PO Box – 2271 1211 Geneve 2 No.telp: +41 22 338 33 92 4 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 PROFIL SINGKAT UNITED NATIONS OFFICE IN GENEVA (UNOG) Kantor perwakilan PBB untuk Eropa yang berlokasi di Palais des Nations, Jenewa, didirikan pasca pembubaran Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tahun 1946 yang dilanjutkan dengan pemindahan aset-aset LBB kepada PBB. Gedung Palais des Nations akhirnya menjadi markas PBB di Jenewa. Dalam menjalankan fungsi sebagai kantor perwakilan Sekretariat Jenderal PBB, markas PBB di Jenewa dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal. Palais des Nations menjadi home base bagi sekitar 20 organisasi internasional yang berada di bawah PBB dan juga menjadi home base bagi berbagai organisasi non-pemerintah skala internasional. Markas PBB Jenewa rata-rata menyelenggarakan 8,000 - 9,000 pertemuan setiap tahunnya. Didukung dengan kurang lebih 1,600 staf, markas PBB di Jenewa merupakan markas PBB tersibuk di dunia dan markas dengan jumlah staf terbesar kedua setelah markas pusat PBB di New York. Saat ini, UNOG dipimpin oleh Direktur Jenderal Mr. Kassym – Jomart Tokayev, mantan Menteri Luar Negeri (1994 – 1999) dan Perdana Menteri Kazaksthan (1999 – 2002). Alamat: Palais des Nations Geneva 12 5 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 PROFIL SINGKAT WORLD TRADE ORGANIZATION World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. WTO terbentuk sejak tahun 1995 dan berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian, yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir, dan importir dalam melakukan kegiatannya. WTO merupakan forum untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan baru atau lama dalam rangka mengurangi hambatan perdagangan internasional dan menciptakan level playing field bagi seluruh negara anggota, serta membantu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. WTO memiliki suatu kerangka hukum dan kelembagaan guna implementasi dan pengawasan perjanjian-perjanjian tersebut, serta untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari interpretasi dan penerapannya (dispute settlement). Saat ini, rangkaian perjanjian WTO terdiri dari 16 perjanjian multilateral, dimana seluruh negara anggota merupakan pihak, dan dua perjanjian plurilateral, dimana hanya sebagian negara anggota yang menjadi pihak. WTO, yang didirikan pada tahun 1995, berawal dari negosiasi yang disebut “Uruguay Round” (1986-1994) serta perundingan sebelumnya di bawah “General Agreement on Tariffs and Trade” (GATT). GATT telah membantu menciptakan suatu sistem perdagangan yang kuat dan bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi global. WTO terdiri dari 153 negara anggota, dimana 117 di antaranya merupakan negara berkembang atau wilayah kepabeanan terpisah. Saat ini, WTO menjadi wadah negosiasi sejumlah perjanjian baru di 6 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 bawah “Doha Development Agenda” (DDA) yang dimulai tahun 2001. Kegiatan WTO didukung oleh sejumlah 649 staf yang dipimpin oleh Direktur Jenderal WTO. Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh seluruh negara anggota. Badan tertinggi di WTO adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Di antara KTM, kegiatan-kegiatan pengambilan keputusan WTO dilakukan oleh General Council. Di bawahnya terdapat badan-badan subsider yang meliputi dewan, komite dan sub-komite, bertugas untuk melaksanakan dan mengawasi penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota. Secara lebih spesifik, kegiatan WTO saat ini mencakup: a. negosiasi penurunan atau penghapusan hambatan perdagangan (tarif impor dan hambatan lainnya) dan menyepakati aturan kegiatan perdagangan internasional; b. pengawasan dan pengkajian kebijakan perdagangan negara anggota dan menjamin transparansi perjanjian-perjanjian bilateral dan regional; c. penyelesaian sengketa di antara negara anggota terkait dengan interpretasi dan penerapan perjanjian-perjanjian WTO; d. peningkatan kapasitas pejabat dari negara berkembang dalam hal perdagangan; e. membantu proses aksesi sejumlah 30 negara yang belum merupakan anggota WTO; f. melakukan riset ekonomi dan mengumpulkan serta mendiseminasi data perdagangan guna mendukung kegiatan-kegiatan WTO lainnya; g. memberikan pemahaman dan pendidikan kepada masyarakat mengenai WTO, tujuan dan kegiatannya. Secara singkat, WTO terutama memiliki fungsi sebagai: a. Eksekutif: Wadah Anggota dalam mengelola Sistem Perdagangan Dunia (Multilateral Trading System/MTS), khususnya melalui penerapan/penegakan seluruh aturan WTO (WTO Agreements) kepada Anggota. Legislatif: Wadah untuk merundingkan aturan baru perdagangan dunia (amandemen dan ekspansi terhadap WTO Agreements). b. 7 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 c. d. Yudikatif: Badan yang mengadili perkara sengketa dagang (Sistem Pengadilan WTO). Eksekutif: Badan yang mengelola bantuan teknis (dilakukan Sekretariat WTO). Fungsi Eksekutif dan Fungsi Legislatif Organ-organ yang terlibat dalam Sistem Pengambilan Keputusan WTO, dalam rangka melaksanakan fungsi eksekutif dan legislatif, terdiri dari: a. Konferensi Tingkat Menteri/KTM (lembaga legislatif tertinggi), yang diselenggarakan dua tahun sekali. b. General Council (GC), yaitu badan legislatif tertinggi sehari-hari yang mewakili KTM saat tidak bersidang. GC umumnya bersidang 5 kali setahun. c. Councils (di bidang barang, jasa, dan HKI) dan Komite-komite – semuanya berada di bawah pengawasan GC – juga memiliki hak untuk membuat keputusan/decision yang merupakan produk hukum baru WTO. WTO Agreements tidak hanya berisi 1) GATT/General Agreement on Tariffs and Trade (aturan umum perdagangan global barang yang terus berevolusi sejak pertama kali dibentuk tahun 1947), 2) GATS/General Agreement on Trade in Services, dan 3) Persetujuan TRIPS/trade-related intellectual property rights, namun juga persetujuan-persetujuan khusus yang mengatur detail dan mekanisme tata dagang antar-negara, yaitu termasuk: a. Agreement on Agriculture, yang mengatur – misalnya – pagu tertinggi tingkat tarif dan subsidi yang boleh diterapkan suatu negara/Anggota. b. Agreement on Market Access, yang mengatur – misalnya – tata cara penetapan pos tarif (Harmonised Tariff) suatu negara. c. Agreement on Rules on Origin d. Agreement on Pre-shipment Inspection e. Agreement on Customs Valuation f. Understanding (Agreement) on Anti-Dumping yang mengatur tata cara penerapan aturan anti-dumping suatu negara. 8 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 g. SPS Agreement, yang mengatur tata cara penerapan aturan SPS suatu negara. h. TBT Agreement, yang mengatur tata-cara penerapan aturan TBT suatu negara. i. TRIMS (trade-related investment measures) Agreement Garis besarnya, keseluruhan produk hukum yang dihasilkan WTO Agreements tersebut memberikan kewajiban kepada Anggota – misalnya – untuk: 1. Dilarang melakukan diskriminasi perlakuan terhadap mitra dagang asing atas masuknya impor barang & jasa (MFN), kecuali yang dibolehkan berdasarkan WTO Agreements (misalnya ketentuan tentang RTA). 2. Dilarang melakukan diskiriminasi perlakuan aturan perpajakan di dalam negeri terhadap barang impor dan barang domestik atau pelaku investasi asing dan domestik, kecuali yang dibolehkan berdasarkan WTO Agreements. 3. Dilarang menerapkan aturan larangan ekspor, kecuali dibolehkan berdasarkan WTO Agreements (Pasal XI GATT). 4. Memberikan hak kepada Anggota untuk menerapkan bea tambahan Antidumping, Countervailing subsidies, safeguard measures, SPS measures, TBT measures, sepanjang sesuai dengan ketentuan WTO Agreements. Fungsi Yudikatif Selain membangun hukum melalui Sistem Pengambilan Keputusan, WTO juga membangun hukum (jurisprudensi) melalui Sistem Pengadilan WTO (Dispute Settlement Body/DSB). Para Hakim yang dipilih untuk menangani kasus sengketa dagang dibebani kewajiban untuk membuat keputusan dalam tenggat waktu yang ditentukan, sehingga sering harus membuat jurisprudensi/penafsiran hukum atas isu-isu yang tidak jelas aturannya pada WTO Agreements. Dengan demikian, keanggotaan suatu negara pada WTO membuka peluang intervensi ”Pengadilan Internasional” terhadap UU/peraturan nasional. Ketidaksesuaian suatu aturan nasional terhadap WTO Agreements dapat diajukan oleh Anggota lain ke Pengadilan WTO, yang selanjutnya akan 9 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 menjatuhkan keputusan apakah Anggota WTO yang dimasalahkan tersebut diminta atau tidak diminta mencabut Peraturan Nasional bersangkutan. Salah satu proses pengadilan WTO yang mempersalahkan Indonesia antara lain kasus ”Mobnas” 1996. Tanpa selalu harus membawa ke DSB, Negara Anggota WTO dapat setiap saat ”mengawal” kepatuhan Anggota atas berbagai aturan WTO melalui persidangan umum dan konsultasi khusus di berbagai Badan, Komite dan Working Group WTO. Peraturan nasional yang ”bermasalah” antara lain dapat dideteksi Anggota WTO melalui Sistem Monitoring dan Transparansi WTO yang ada dalam TRPB (Trade Policy Review Body) dan Sistem Notifikasi Aturan dan Transparansi pada masing-masing Council/Komite. Sistem ini wajib dipatuhi Anggota WTO, yaitu dengan selalu transparan memberitahukan setiap aturan perdagangan (dan seluruh aturan lain yang berdampak pada perdagangan) dengan memberitahukannya secara tertulis (Notifikasi) ke Komite WTO terkait. Kegagalan mematuhi kewajiban ini dapat diperhitungkan sebagai faktor yang memberatkan dalam proses Pengadilan. ORGANISASI WTO Saat ini Anggota WTO telah bertambah menjadi 154. Vanuatu adalah anggota termuda (disahkan sidang GC bulan Oktober 2011). Rusia diharapkan akan disahkan (pada KTM-8 WTO di Jenewa) menjadi Anggota WTO ke-155, setelah berjuang melakukan proses perundingan Aksesi selama 18 tahun. Saat ini masih terdapat 28 negara lagi yang sedang melamar menjadi Anggota WTO. Mereka terus melakukan perundingan dan perubahan perekonomian dalam negeri agar dapat memenuhi persyaratan ketat yang ditetapkan Anggota WTO yang terlibat dalam Working Group Aksesi. Terdapat 26 Badan/Komite/Working Group di WTO yang dikendalikan Anggota guna mendukung kepentingan perdagangan masing-masing. Untuk memperjuangkan kepentingan ofensif perdagangan (ekspor) maupun defensif (penerapan instrumen perdagangan yang meregulasi impor), Anggota senantiasa berpartisipasi dalam sidang badan-badan WTO dimaksud. 10 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 Sebagaimana disampaikan di atas, struktur organisasi WTO adalah: a. KTM (lembaga legislatif tertinggi) b. GC/General Council (badan tertinggi di bawah Konferensi Tingkat Menteri/KTM). GC membawahi lima badan utama, yaitu: a. Council for Trade in Goods (CTG). b. Council for Trade in Services (CTS). c. Council for Trade-Related Intellectual Property Rights (Council for TRIPS). d. Trade Policy Review Body (TPRB). e. Dispute Settlement Body/DSB (badan legislatif dari Sistem Pengadilan WTO) Selain itu, GC juga membawahi komite/working group independen yang dibentuk khusus oleh KTM, seperti: a. b. c. d. Committee on Trade and Environment (CTE) Committee on Trade and Development (CTD) Working Group on Trade and Transfer of Technology (WG-TTT) Working Group on Trade, Debt and Finance (WG-TDF). Komite/Working Group juga dibentuk sebagai organ pelaksana CTG dan CTS (sehingga posisinya dua tingkat di bawah GC), atau yang lazim disebut Subsidiary Bodies. Mereka termasuk: a. b. c. d. e. f. g. h. 11 Committee on Sanitary and Phytisanitary Measures (SPS Committee) Committtee on Technical Barriers to Trade (TBT) Committee on Safeguard Measures Committee on Anti-Dumping Committee on Customs Valuation Committee on ROO Committee on Preshipment Inspection Committee on Trade-Related Investment Measures (C-TRIMS) Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 i. Committee on Specific Commitment (jasa) j. Committee on Trade in Financial Services (CTFS) Dalam menjalankan berbagai fungsinya, WTO dibantu oleh birokrasi/Sekretariat yang berjumlah 650 staf. Sekretariat WTO dipimpin oleh Direktur Jenderal, yang dipilih oleh Negara Anggota untuk masa jabatan 4 tahun (dapat dipilih kembali). Direktur Jenderal WTO saat ini adalah Pascal Lamy, mantan Komisioner/Menteri Perdagangan Uni Eropa. Dirjen WTO dan Sekretariat harus netral dan tidak dibolehkan memberikan pandangan politik-hukum. Untuk membiayai Sekretariat, sidang-sidang badan/komite dan technical assistance, WTO menarik iuran dari Negara Anggota dengan prosentase yang disesuaikan dengan nilai perdagangan negara tersebut. Indonesia memberikan iuran yang cenderung terus meningkat ke WTO, sesuai nilai perdagangan yang terus meningkat. Iuran Indonesia tahun 2011 adalah 1,47 juta Swiss Frank. Fungsi Legislatif: Negosiasi Aturan Baru Melalui DDA Untuk memastikan bahwa aturan WTO senantiasa sesuai dengan kebutuhan zaman dan efektif menegakkan Sistem Perdagangan Dunia, Negara Anggota memanfaatkan WTO sebagai wadah untuk memperjuangkan disepakatinya aturan-aturan baru. Proses perundingan yang lingkupnya kecil dapat dilakukan melalui badan/komite reguler. Namun untuk merundingkan aturan baru WTO yang lingkupnya multi-dimensi, WTO menyepakati diluncurkannya babak perundingan ”Putaran Doha” (Doha Development Agenda/DDA) melalui Deklarasi KTM di Doha tahun 2001. Deklarasi Doha menyepakati bahwa kepentingan pembangunan negara berkembang adalah ”jantung” perundingan, namun dalam proses perjalanannya, karena terdapat perubahan struktur dunia (di mana beberapa negara berkembang muncul menjadi Emerging Economies), negara maju menuntut agar special & differential treatment (S&D) terutama lebih ditujukan pada LDCs dan low-income developing countries. Putaran Doha dirundingkan melalui berbagai format perundingan, baik multilateral, small groups/plurilateral maupun bilateral. Namun keseluruhan format perundingan tersebut harus bermuara pada 9 badan khusus yang dibentuk WTO di bawah Trade Negotiations Committee (TNC) yang 12 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 beranggotakan seluruh Negara Anggota. Badan-badan khusus di bawah TNC tersebut adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Committee on Agriculture Special Session (COA-SS) Council on Trade in Services Special Session (CTS-SS) Council on TRIPS Special Session (CTRIPS-SS) Committee on Trade and Environment Special Session (CTE-SS) Committee on Trade and Development Special Session (CTD-SS) Negotiating Group on Non-Agriculture Market Access (NG-NAMA) Negotiating Group on Rules (NG-Rules) Negotiating Group on Trade Facilitation (NG-TF) Dispute Settlement Body Special Session (DSB-SS) Memasuki tahun ke-10 Putaran Doha (2011), Anggota WTO tetap belum dapat menyelesaikan proses perundingan. Direktur Jenderal WTO pada tahun 2009 memberi gambaran bahwa kesenjangan yang masih harus ”dijembatani” dalam penyelesaian Putaran Doha adalah 20% dari keseluruhan isu perundingan. Namun sejak itu reltif tidak pernah terjadi peningkatan ”konvergensi” untuk menyelesaikan sisa 20% persoalan dimaksud. Pada semester II/2011, perundingan DDA bahkan hampir berhenti (kecuali di NG-TF). Penyebab utamanya adalah sikap Amerika Serikat (AS), yang menyatakan bahwa business as usual (melakukan perundingan terus-menerus dengan cara sama) sebagai kebodohan. Beberapa Emerging Economies (khususnya Brazil dan Afrika Selatan) sependapat. Pada kenyataannya, deadlock DDA justru disebabkan oleh pertentangan kepentingan antara kedua pihak dimaksud (AS di satu pihak melawan Brazil, India dan Afrika Selatan) di lain pihak. Dalam pertemuan Trade Negotiations Committee (TNC) tanggal 21 Oktober 2011, Anggota sepakat bahwa DDA tidak akan dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Untuk itu, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) VIII WTO tanggal 15-17 Desember 2011 diharapkan dapat memberikan guidance atau directions terkait way forward dalam rangka DDA maupun non-DDA. Sebagian besar Anggota berpandangan bahwa perundingan ke depan perlu tetap didasarkan pada berbagai kemajuan yang telah dicapai selama ini, dan 13 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 tetap mengacu pada “Mandat Doha.” Terdapat pula pandangan agar perundingan difokuskan pada isu-isu tertentu yang lebih “matang” dan diharapkan dapat lebih cepat mendorong Anggota mencapai kesepakatan. “Isu-isu LDCs” termasuk yang diupayakan untuk didorong penyelesaiannya lebih cepat dibanding isu-isu DDA lain. Dalam kaitan ini, LDCs, African Group dan ACP (African, Caribbean and Pacific countries) umumnya menuntut penyelesaian secepatnya dan concrete results atas isu-isu DFQF, cotton, services waiver, review of Special and Differential Treatment (S&D) provisions, restrukturisasi Committee on Trade and Development (CTD), Aksesi LDCs dan peningkatan dukungan keuangan bagi LDC. Untuk isu-isu “low hanging fruits”, pihak yang gencar mendorong dimulainya kembali perundingan adalah UE, Australia dan Friends of the System (emerging economies dan Negara maju seperti Meksiko, Hong Kong, Singapura, Thailand, Malaysia, Chile, Norwegia, Swiss). Isu-isu yang diusulkan antaral lain mencakup Non-Tariff Barriers (NTB) on Non Agriculture Market Access (NAMA), Trade Facilitation (TF), Services, Review of Dispute Settlement Body dan stand-still commitment on market access. Beberapa Anggota juga mengusulkan pembahasan isu-isu baru (the 21st century issues) seperti climate change (usul Singapura), energy security and food security (UE), dan exchange rate (usul Brazil). Namun beberapa negara (dimotori India dan Afsel) menentang masuknya isu-isu baru ke DDA. Untuk keluar dari deadlock DDA, beberapa negara maju (khususnya AS dan UE) melihat perlunya memperbarui (mengubah) format single undertaking, melakukan re-engineering (mengubah mandat perundingan), dan mengusulkan pendekatan plurilateral berdasarkan sistem partisipasi critical mass. Sikap yang fleksibel terhadap cara pandang Negara maju sering ditampilkan oleh negara-negara berkembang anggota Friends of the System. Ini disebabkan oleh kepentingan mereka untuk menyelesaikan DDA secepatnya (rejim tarif negara-negara tersebut umumnya sudah rendah, sehingga akan mendapat banyak manfaat dari penyelesaian DDA). Sikap keras dan ketakutan atas munculnya gagasan dan konsep-konsep baru cenderung selalu ditunjukkan oleh India (sering juga bersama-sama Afrika Selatan). Sikap keras Brazil, belakangan, cenderung relatif lebih rendah 14 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa The Eighth Ministerial Conference of World Trade Organization Geneva, 15-17 December 2011 dibanding india. Sedangkan sikap keras China diperkirakan karena solidaritas kepada ketiga negara dimaksud. Sikap keras India, Afrika Selatan, Brazil dan China seperti tersebut di atas terjadi karena tuntutan AS, yaitu bahwa Emerging Economies yang terbesar memikul tanggung jawab dan leadership yang lebih besar dalam penyelesaian DDA. Alasan AS adalah karena setelah 10 tahun DDA dilaksanakan, emerging economies muncul sebagai beneficiary utama sistem perdagangan global dan kierja ekspornya jauh melebihi prestasi negara maju. Menjelang penyelenggaraan KTM VIII, Dirjen WTO akan memanfaatkan waktu yang tersisa untuk melanjutkan konsultasi dengan Anggota untuk menyepakati agenda atau draft outcome yang akan disahkan oleh Para Menteri tanggal 1517 Desember 2011. Alamat: Centre William Rappard, Rue de Lausanne 154, CH-1211 Geneva 21, Switzerland Tel: +41 (0)22 739 51 11 Fax: +41 (0)22 731 42 06 email: [email protected], www.wto.org 15 Perutusan Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya Jenewa