5058 - UPT Perpustakaan Universitas Ngudi Waluyo

advertisement
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PERAWAT
DALAM MELAKUKAN IMPLEMENTASI SURGIGAL SAFETY CHECKLIST DI RUANG
OPERASI RUMAH SAKIT DR. H. SOEWONDO KENDAL
Ali Sodikin*
Raharjo Apriatmoko.SKM.MKes **
Mona Saparwati.S.Kep.Ns,M.Kep **
*) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
xvii + 2 gambar + 8 tabel + 63 halaman + 12 lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang. Keselamatan Pasien merupakan isu global dan nasional bagi rumah
sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan. Keselamatan pasien di ruang operasi
ditingkatkan melalui pelaksanaan surgical safety Checklist. Perilaku dalam implementasi surgical
safety Checklist dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap. Tujuan.Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat melakukan
implementasi surgical safety Checklist di ruang operasi.
Metodologi. Design penelitian Corelasional dengan pendekatan cros sesctional, teknik
pengambilan sampel total sampling. Populasinya adalah perawat yang bekerja di ruang Operasi.
Sampel sebanyak 20 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
penilaian dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji Chi Square.
Hasil. Pengetahuan responden tentang Surgical Safety Checklist 65% dalam kategori baik,
Sikap responden mengenai Surgical Safety Checklist sebagian besar positif yaitu sebanyak 55%,
Perilaku responden sebagian besar baik dalam melakukan implementasi Surgical Safety Checklist
sebanyak 13 responden (65%). Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap
dengan perilaku perawat dengan p value sebesar 0,042 dan 0,017 (α = 0,05).
Saran. Rumah Sakit Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana, melakukan supervisi
secara berkala untuk mengevaluasi penerapan surgical safety checklist. Perawat dapat
meningkatkan pengetahuan tentang surgical safety checklist. Peneliti lai dapat menggembangkan
penelitian dengan mempertimbangkan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku.
Kata kunci
Kepustakaan
: Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Surgical Safety Checklist
: 16 (2000-2015)
berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000
– 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada
tahun 2004, mengumpulkan angka rumah
sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris,
Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan datadata tersebut, berbagai negara segera
melakukan penelitian dan mengembangkan
Sistem
Keselamatan
Pasien.
(Depkes
RI,2008).
Pelaksanaan Patient safety di Indonesia
telah diatur dalam UU No. 44 tahun 2009
pasal 43 tentang rumah sakit, dimana rumah
sakit wajib menerapkan standar keselamatan
PENDAHULUAN
Keselamatan Pasien (Patient Safety)
merupakan isu global dan nasional bagi
rumah sakit, komponen penting dari mutu
layanan kesehatan, prinsip dasar dari
pelayanan pasien dan komponen kritis dari
manajemen mutu (WHO, 2004). Rumah
sakit harus menjamin prosedur yang
dilakukan kepada pasien dilaksanakan secara
aman. Keberagaman dan kerutinan pelayanan
tersebut apabila tidak dikelola dengan baik
dapat terjadi kejdian tidak dihatapkan (KTD).
Angka kematian akibat KTD pada pasien
rawat inap di seluruh Amerika yang
1
pasien (Depkes, 2009). Penerbitan undangundang dan penetapan kebijakan meupakan
usaha melindungi pasien dan mencegah
adanya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
dan apabila terjadi dipastikan bahwa terdapat
prosedur pelaporan, analisa dan aturan
pemecahan
masalah
sebagai
upaya
menurunkan angka kejadian tidak diinginkan.
Keselamatan pasien khususnya selama
proses operasi juga diatur oleh WHO dalam
WHO Guidelines for Safe Surgery 2009.
Safety surgery adalah langkah patient safety
di kamar bedah Untuk meningkatkan
keselamatan
pasien
selama
prosedur
pembedahan,mencegah terjadi kesalahan
lokasi operasi, serta mengurangi komplikasi
kematian akibat pembedahan (WHO 2008).
Faktor faktor yang mempengaruhi Safety
surgery diantaranya adalah, kurang efektifnya
komunikasi antar tim bedah, kurang
melibatkan pasien dalam penandaan area
operasi (site marking), tidak ada prosedur
untuk memverifikasi lokasi operasi,asesmen
pasien tidak adekuat,telaah catatan medis
yang tidak adekuat. (WHO 2008).
Pengawasan
pasien
berdasarkan
surgical patient safety yang dikeluarkan oleh
WHO tanggal 07 juni 2008, surgical safety
patient diterapkan di bagian bedah dan
anestesi untuk meningkatkan kualitas dan
menurunkan kematian serta komplikasi akibat
pembedahan.
Tindakan
pembedahan
memerlukan persamaan persepsi antara ahli
bedah, anestesi, dan perawat. Surgical patient
safety
checklist
sebagai
alat
untuk
meningkatkan kualitas dan keamanan berisi
19 item yang harus dilakukan serta memiliki
tiga tahap dalam menentukan checklist
surgical patient safety yaitu sign in, time out,
dan sign out dimana ketiga fase atau tahapan
tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan (WHO, 2009).
Implementasi surgical safety checklist
memerlukan seorang koordinator untuk
bertanggung
jawab
untuk
memeriksa
checklist. Koordinator biasanya seorang
perawat atau dokter atau profesi kesehatan
lain yang terlibat dalam operasi. Pelaksanaan
surgical safety checklist yang dilakukan oleh
petugas pada saat melakukan tindakan di
ruang operasi merupakan suatu bentuk
perilaku. Perilaku merupakan semua kegiatan
manusia yang dapat diamati maupun tidak
dapat
diamati
oleh
pihak
luar
(Notoatmojo,2010).
Perilaku
manusia
terbentuk oleh 3 faktor yaitu pertama faktor
predisposisi didalamnya ada pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, kedua faktor
pendukung meliputi fasilitas dan sarana,
ketiga faktor pendorong yaitu dukungan.
Perawat diharapkan memiliki pengetahuan
dan sikap serta kepatuhan dalam penerapan
surgical safety checklist.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan
terhadap
suatu
obyek
(Notoatmodjo, 2010). Perawat yang mampu
menjelaskan secara benar tentang surgical
safety checklist, maka perawat juga mampu
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi tentang keselamatan selama
tindakan operasi dan diaplikasikan melalui
tindakan dalam penerapan surgical safety
checklist.
Sikap juga menjadi faktor yang
berperan dalam menentukan kepatuhan
perawat dalam penerapan surgical safety
checklist. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu
(Wawan dan Dewi,2011). Berdasarkan
penelitian Ramdayana (2009), perawat yang
mempunyai sikap yang baik akan lebih patuh
dalam dalam menerapkan penggunaan alat
pelindung diri di rumah sakit.
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non
experimental design corelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Perawat di Ruang
Operasi Rumah Sakit Dr. H. Soewondo
Kendal. Tehnik sampling yang digunakan total
sampling Sampel yang digunakan sejumlah 30
responden.
Penelitian ini dilaksanakan bulan
Agustus 2016 di Ruang Operasi Rumah Sakit
Dr. H. Soewondo Kendal. Alat pengumpulan
data adalah dengan menggunakan kuesioner
yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Analisis Univariat berupa distribusi frekuensi
untuk variabel pengetahuan, sikap dan
perilaku. Uji statistik yang digunakan adalah
Fisher’s Exact dan Chi Square.
2
HASIL PENELITIAN
Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku
dalam Implementasi Surgical Safety
Checklist
Tabel 4 Tabel Silang Pengetahuan dengan
Perilaku
Responden dalam Implementasi
Surgical Safety Checklist
Pengetahuan Perawat Tentang Surgical
Safety Checklist
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan
Responden Tentang Surgical Safety Checklist
Pengetahuan
Frekuensi (n)
Persentase (%)
13
3
4
65
15
20
20
100
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Perilaku
Pengetahuan Kurang
Baik
∑ % ∑ %
Baik
2 10 11 55
Cukup
2 10 1
5
Kurang
3 15 1
5
Total
7 35 13 65
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui
bahwa dari 20 responden, sebagian besar
memiliki pengetahuan baik sebanyak 13
reponden (65%), dan sebagian kecil yang
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3
responden (15%).
Frekuensi (n)
Persentase (%)
11
9
55
45
20
100
Positif
Negatif
Jumlah
Sikap
Positif
Negatif
Total
Perilaku Responden dalam Melakukan
Implementasi Surgical Safety Checklist
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Perilaku dalam Melakukan
Implementasi Surgical Safety Checklist
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Baik
Kurang
13
7
65
35
Jumlah
20
100
13
3
4
20
65
15
20
100
0,042
Hubungan Sikap Dengan Perilaku
Tabel 5 Tabel Silang Sikap dengan Perilaku
dalam Implementasi Surgical Safety Checklist
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
bahwa dari 20 responden, sebagian besar
memiliki sikap positif sebanyak 11 responden
(55%).
Perilaku
P
value
%
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui
responden yang memiliki pengetahuan baik
sebagian besar memiliki perilaku baik,
responden yang memiliki pengetahuan kurang
sebagian besar memiliki perilaku yang kurang
baik.
Hasil uji statistik didapatkan p value
(0,042) < α (0,05) yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan tentang
Surgical Safety Checklist dengan perilaku
dalam Implementasi Surgical Safety Checklist.
Sikap Perawat Tentang Surgical Safety
Checklist
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Sikap Responden Terhadap Surgical Safety
Checklist
Sikap
∑
Perilaku
Baik
Kurang
∑ % ∑ %
10 50 1
5
3 15 6 30
13 65 7 35
∑
%
11
9
20
55
45
100
p
Value
0,017
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui
responden yang memiliki sikap positif
sebagian besar berperilaku baik dan responden
yang memiliki sikap negative sebagain besar
memiliki perilaku kurang baik
Hasil analisa dengan fisher exact test
hasilnya p value (0,017) < α (0,05), yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara
sikap tentang Surgical Safety Checklist dengan
perilaku dalam implementasi Surgical Safety
Checklist.
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
sebagian besar memiliki perilaku yang baik
dalam dalam Melakukan Implementasi
Surgical Safety Checklist sebanyak 13
responden (65%).
3
dari responden adalah sosialisasi yang
dilakukan oleh rumah sakit yang sudah
diberikan kepada seluruh perawat di ruang
operasi. Semakin sering mendapatkan
informasi melalui buku, sosialisasi maka akan
semakin meningkatkan pengetahuan individu.
Berdasarkan informasi dari Rumah Sakit
didapatkan hasil sosialisasi sudah dilakukan
kepada seluruh perawat. Seseorang yang
mendapatkan informasi lebih banyak akan
menambah
pengetahuan
yang
lebih
luas.(Lestari, 2015).
Faktor lain yang dimungkinkan
mempengaruhi
pengetahuan
adalah
pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh
melalui masa karja, hal ini didukung oleh
karakteristik responden dimana sebagian besar
responden memiliki masa kerja lebih dari 5
tahun. Pengalaman seorang individu tentang
berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya,
misalnya sering mengikuti kegiatan serta lama
bekerja. Kegiatan yang mendidik misalnya
seminar
organisasi
dapat
memperluas
jangkauan pengalamannya, karena dari
berbagai kegiatan tersebut informasi tentang
suatu hal dapat diperoleh. Lestari (2015)
menyatakan bahwa pengalaman merupakan
salah
satu
hal
yang
mempengaruhi
pengetahuan. Sesuatu yang pernah dilakukan
seseoarang akan menambah pengetahuan
tentang sesuatu hal.
Sikap Responden Terhadap Surgical Safety
Checklist
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden memiliki sikap positif tentang
Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 11
responden (55%) dan yang mempuyai sikap
negatif sebanyak 9 responden (45%). Sikap
dalam penelitian ini mengacu kepada tiga
tahapan dalam Surgical Safety Checklist yang
meliputi sign in, time out dan sign out.
Berdasarkan jawaban responden dari
15 pertanyaan sebagian besar reesponden
menjawab pada pilihan setuju dan sangat
setuju pada pertanyaan favorable dan tidak
setuju atau sangat tidak setuju pada pernyataan
unfavorable, hal ini menunjukkan sebagian
besar responden memiliki sikap positif dalam
implementasi Surgical Safety Checklist.
Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap
PEMBAHASAN
Pengetahuan Responden Tentang Surgical
Safety Check List
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar memiliki pengetahuan baik tentang
Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 13
reponden (65%), dan sebagian kecil yang
memiliki pengetahuan cukup tentang Surgical
Safety Checklist yaitu sebanyak 3 responden
(15%).
Pengetahuan tentang Surgical Safety
Checklist meliputi pengertian tujuan, fase
surgical safety checklist, sasaran safety
surgery. Untuk pengertian semua responden
menjawab dengan banar. Pertanyaan kedua
tentang tujuan 87% responden menjawab
dengan benar. Soal no 3 tentang isi surgical
safety checklist dijawab dengan benar oleh
65% responden.. Soal 4,5,6 tentang sign in
paling banyak salah untuk soal no 4 sebanyak
85% menjawab salah. Soal 7 dan 8 tentang
time out sebagian besar menjawab dengan
benar. Soal no 9 tentang sign out dijawab
benar oleh 80% responden dan soal terakhir
tentang sasaran safety surgery dijawab dengan
benar oleh 60% responden.
Banyaknya responden yang memiliki
pengetahuan baik kemungkinan disebabkan
karena faktor pendidikan, dimana sebagian
besar
responden
berpendidikan
D3
Keperawatan. Tingkat pendidikan seseorang
akan berpengaruh dalam memberi respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberikan
respon yang lebih rasional terhadap informasi
yang datang dan akan berpikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka
peroleh dari gagasan tersebut.
Wawan dan Dewi (2011) menyatakan
bahwa salah satu faktor internal yang
mempengaruhi
pengetahuan
adalah
pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
makin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah pula mereka menerima informasi, dan
pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan
yang
dimilikinya.
Sebaliknya,
jika
seseorang tingkat pendidikannya rendah,
akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap penerimaan informasi dan
nilai-nilai baru diperkenalkan.
Faktor lain yang kemungkinan dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang baik
4
suatu stimulus atau obyek. Sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap masih
merupakan reaksi yang tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka dan merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap obyek.(Notoatmojo, 2010)
Banyaknya responden yang memiliki
sikap positif menurut peneliti dipengaruhi
faktor pengalaman. Wawan dan dewi (2011)
menyatakan bahwa sikap dipengaruhi oleh
pengalaman. Apa yang dialami seseorang akan
mempengaruhi penghayatan dalam stimulus
sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu
dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat
memiliki
tanggapan
dan
penghayatan
seseorang harus memiliki tanggapan dan
penghayatan seseorang harus memiliki
pengamatan yang berkaitan dengan obyek
psikologis.
Faktor lain yang kemungkinan
mempengaruhi adalah informasi dari media
masa. Lestari (2015) menyatakan media masa
mempengaruhi sikap seseoarang. Sebagai
sarana komunikasi, berbagai media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap
pembentukan
opini
dan
kepercayaan
seseorang. Dalam membawa pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini
yang kemudian dapat mengakibatkan adanya
landasan kognisi sehingga mampu membentuk
sikap. Di rumah sakit sudah banyak beredar
spanduk, leaflet dan gambar tentang anjuran
implementasi keselamatan pasien khususnya
surgical safety checklist.
Setiap individu memiliki sikap yang
berbeda-beda satu sama lain. Sikap yang
positif
ketika
individu
memiliki
kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu,
sikap negatif terdapat kecenderungan untuk
menjauhi, menghindari, membenci atau tidak
menyukai obyek tertentu.(Notoatmojo, 2010).
Perilaku Responden dalam Implementasi
Surgical Safety Checklist
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden memiliki perilaku yang baik
dalam dalam melakukan Implementasi
Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 13
responden (65%), responden yang memiliki
perilaku kurang dalam Implementasi Surgical
Safety Checklist diri sebanyak 7 (35%).
Perilaku responden dalam penelitian ini dinilai
dari kelengkapan pendokumentasian Surgical
Safety Checklist yang meliputi sign in, time out
dan sign out. Penelitian ini didukung oleh
penelitian lain yang dilakukan Khofiyah
(2015) dimana didapatkan hasil sebagian besar
tim bedah di PKU Muhammadiyah Gombong,
(87,0%) memiliki perilaku yang patuh dalam
implementasi Surgical Safety Checklist.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang
baik tentang Surgical Safety Checklist, dari
pengetahuan yang baik ini responden akan
mempunyai sikap positif selanjutnya akan
terwujud dalam perilaku perilaku dalam
implementasi Surgical Safety Checklist selama
bekerja.
Setelah seseorang memiliki pengetahuan
atau
mengetahui
stimulus,
kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap
apa yang diketahuinya dalam bentuk sikap,
proses selanjutnya diharapkan ia akan
melaksanakan atau mempraktikkan apa yang
diketahui atau disikapinya. Mempraktikkan
sesuatu inilah yang disebut perilaku
(Notoatmojo, 2010).
Responden yang perilakunya kurang
baik dalam implemntasi Surgical Safety
Checklist hanya sebagian kecil yaitu sekitar
35%, faktor yang mungkin berkontribusi
terhadap perilaku dalam implemntasi Surgical
Safety Checklist salah satunya adalah faktor
supervisi. Selama ini pelaksanaan Surgical
Safety Checklist jarang dilakukan supervisi.
Tidak ada petugas khusus yang melakukan
pengawasan saat pelaksanaan Surgical Safety
Checklist dan pengecekan terhadap dokumen
Surgical Safety Checklist di ruang operasi.
Lawrence
Green
(1980)
dalam
Notoatmojo (2010), mengemukakan bahwa
perilaku itu terbentuk dari 3 faktor, yaitu
faktor predisposisi, faktor pemungkin dan
faktor pendorong. Pengawasan merupakan
salah
satu
faktor
pendorong
untuk
terbentuknya perilaku. Notoatmojo (2012)
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
5
menyebabkan sesorang untuk berperilaku
adalah adanya peraturan dan pengawasan.
Hubungan antara Pengetahuan dengan
Perilaku dalam Implementasi
Surgical
Safety Checklist
Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
dalam implementasi Surgical Safety Checklist.
Hasil ini sama dengan penelitian Sandrawati
(2013) dimana salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku dalam pelaksanaan
surgical
safety
Checklist
kurangnya
pengetahuan tentang surgical safety Checklist
dan rekomendasi untuk meningkatkan perilaku
dalam implementasi surgical safety Checklist
adalah peningkatan pengetahuan melalui
sosialisasi Standar Prosedur Operasional untuk
para
dokter
dan
perawat,
pelatihan
pelaksanaan
surgical
safety
checklist.
Panelitian lain yang dilakukan
Bloom dalam Notoatmojo (2010)
menyatakan bahwa domain pengetahuan
berasal dari tahu hingga evaluasi. Domain
tahu, diartikan sebagai mengingat materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Fakta atau
informasi baru yang diperoleh akan
membentuk pengetahuan, contoh perawat yang
memperoleh informasi Surgical Safety
Checklist melalui pelatihan atau sosialisasi
yang diberikan dan dapat menjelaskan jenis
dan manfaatnya.
Tahap selanjutnya setelah responden
tahu akan memahami, yang diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
tentang obyek yang diketahui dan dapat
mengintepretasikan obyek tersebut secara
benar. Contoh perawat mampu menguraikan
secara spesifik bagaimana Surgical Safety
Checklist dapat memberikan manfaat kepada
keselamatan pasien dan dapat menurunkan
komplikasi operasi. Contoh perawat mampu
menerapkan prinsip Surgical Safety Checklist
yang sudah diketahui pada saat melakukan
tindakan.
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau obyek kedalam
komponen-komponen. Contoh perawat setelah
melakukan Surgical Safety Checklist dapat
membandingkan manfaatnya dengan kondisi
sebelum diberlakukan implementasi Surgical
Safety Checklist. Sintesis menunjukkan suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Contoh perawat
mampu melakukan Surgical Safety Checklist
yang sesuai dengan kondisi saat melakukan
tindakan.
Evaluasi
berkaitan
dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Perawat mampu memahami kebutuhan lebih
lanjut tentang Surgical Safety Checklist
dengan rencananya mengikuti pelatihan
Surgical Safety Checklist (Notoatmodjo,
2010).
Hasil penelitian menunjukkan responden
yang memiliki pengetahuan baik belum tentu
baik dalam implementasi Surgical Safety
Checklist, begitu juga sebaliknya responden
yang memiliki pengetahuan cukup atau kurang
ada yang baik dalam implementasi Surgical
Safety Checklist. Hasil diatas menggambarkan
bahwa pengetahuan yang cukup tidak
menjamin individu untuk berperilaku baik
dalam sesuatu hal. Notoatmojo (2010)
menuliskan bahwa perilaku terjadi diawali dari
pengalaman-pengalaman seseorang baik fisik
maupun non fisik, kemudian pengalaman
tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak.
Pengetahuan responden yang baik belum
tentu menyebabkan individu berperilaku baik
dalam implementasi Surgical Safety Checklist,
pada penelitian didapatkan ada responden
yang memiliki pengetahuan baik namun
berperilaku tidak baik, hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Putra
(2012) dimana hasilnya tidak terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan perilaku.
Hasil penelitian menunjukkan responden
yang memiliki pengetahuan baik dan
perilakunya baik dalam implementasi Surgical
Safety Checklist sebanyak 55%. Pengetahuan
yang baik dapat menjadi faktor predisposisi
untuk terbentuknya perilaku. Notoatmojo
(2012) menyatakan pengetahuan merupakan
faktor predisposisi yang mempengaruhi
perilaku. Faktor predisposisi atau predisposing
factors, yaitu merupakan faktor yang menjadi
dasar atau motivator untuk seseorang
berperilaku yang dapat bersifat mendukung
atau
menghambat
seseoarang
untuk
berperilaku tertentu misalnya pengetahuan,
keyakinan, nilai atau sikap, kepercayaan
6
saat itu, misal seorang perawat yang akan
melakukan tindakan ingin melakukan surgical
safety Checklist setiap kali tindakan operasi
namun pada saat itu situasi ruangan sangat
banyak tindkan sehingga kalau harus menggisi
semua surgical safety Checklist akan semakin
memperlama waktu dan pelayanan kepada
pasien menjadi terganggu (Notoatmojo,2010).
Hasil penelitian juga didapatkan
banyak individu yag memiliki sikap negatif
dan perilaku kurang baik dalam melakukan
surgical safety checklist. Individu yang
memiliki sikap negatif cenderung untuk
melakukan perilaku yang negatif atau tidak
patuh. Newcomb dalam Notoatmodjo (2010),
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku.
Responden yang memiliki sikap negatif
namun perilaku baik dalam implementasi
surgical safety Checklist dapat disebabkan
oleh faktor kebiasaan. Kebiasaan adalah aspek
perilaku manusia yang menetap, berlangsung
secara otomatis dan tidak direncanakan.
Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang
berlangsung dalam kurun waktu lama diulang
berkali kali (Notoatmojo, 2010).
Hubungan antara Sikap dengan Perilaku
dalam
Implemntasi
Surgical
Safety
Checklist
Hasil analisis bivariat bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara sikap tentang
surgical safety Checklist dengan perilaku
dalam implementasi surgical safety Checklist
pada penelitian ini menggunakan Chi square.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara sikap surgical safety
Checklist dengan perilaku dalam implementasi
surgical safety checklist. Hasil ini didukung
oleh table silang antara sikap dengan perilaku
dimana didapatkan sebagian besar responden
yang memiliki sikap positif berperilaku baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
perilaku Bloom dalam Notoatmojo (2010)
yang menjelaskan bahwa perilaku merupakan
fungsi dari faktor predisposisi, yaitu faktor
yang ada dalam diri individu yang didalamnya
terdapat sikap dari individu. Sikap responden
mempengaruhi tindakan responden dalam
implementasi surgical safety Checklist selama
bekerja.
Perilaku individu terbentuk melalui
tahapan-tahapan pengetahuan-sikap-perilaku
(PSP). Individu yang memiliki pengetahuan
akan menentukan sikap terhadap apa yang
diketahuinya, selanjutnya akan terwujud dalam
bentuk perilaku. Perilaku perawat untuk
implementasi surgical safety Checklist sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan, ketika perawat
tahu tentang surgical safety Checklist yang
meliputi pengertian, tujuan, manfaat tahapan
akan menimbulkan sikap yang positif atau
kecenderungan dan kesiapan bertindak untuk
menerapkan surgical safety Checklist ketika
melakukan tindakan keperawatan dengan
berdasar dari pengetahuan tentang surgical
safety Checklist yang bermanfaat baik bagi
petugas ataupun bagi pasien.
Responden yang memiliki sikap
positif namun perilakunya kurang baik dalam
melakukan surgical safety Checklist dapat
disebakan oleh faktor beban kerja, hal ini
didukung oleh data jumlah tindakan operasi
dalam sehari bisa mencapai 20 tindakan. Sikap
menggambarkan suka atau tidak suka
seseorang terhadap obyek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap akan terwujud
didalam suatu tindakan tergantung pada situasi
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan responden tentang Surgical
Safety Check List sebagian besar dalam
kategori baik yaitu sebanyak 13 reponden
(65%), sikap responden sebagian besar positif
yaitu sebanyak 11 responden (55%), perilaku
responden sebagian besar baik yaitu sebanyak
13 responden (65%). Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dan sikap
dengan perilaku perawat dengan p value
sebesar 0,042 dan o,017 (α = 0,05).
Saran
Rumah Sakit hendaknya Memfasilitasi
penyediaan sarana dan prasarana pendukung
pelaksanaan
surgical
safety
checklist,
melakukan supervisi secara berkala untuk
mengevaluasi penerapan surgical safety
checklist di ruang operasi guna peningkatan
keselamatan pasien. Meningkatkan sikap
7
positif perawat melalui diskusi tentang
manfaat surgical safety checklist.
Tenaga Kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang surgical safety checklist
melalui pelatihan, seminar, membaca buku,
merubah sikap negatif menjadi positif melalui
peningkatan pengetahuan, patuh terhadap
kebijakan dalam penerapan surgical safety
checklist.
Peneliti selanjutnya dapat melakukan
penelitian lain dengan menggembangkan
variabel lain yang dapat mempengaruhi
perilaku meliputi faktor predisposing,
enabling dan reinforcing.
Lestari T, 2015, Kumpulan Teori Untuk
Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta, Nuhamedika
Mayang Sari K, 2015, Implementasi Surgical
Safety Checklist (Sign In) Di Ruang
Operasi
Rumah
Sakit
Pku
Muhammadiyah Bantul. Yogyakarta.
UMY
Notoatmojo, 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta
Notoatmojo,
2010.
Ilmu
Perilaku
Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta
Notoatmojo, 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta
Nurgiyantoto B, 2000, Statistik Terapan Untuk
Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta.
UGM Press
Nursalam. 2013. Konsep & penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
pedoman skripsi, tesis, dan instrumen
penelitian keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Sandrawati, 2013, Rekomendasi Untuk
Meningkatkan Kepatuhan Penerapan
Surgical Safety Checklist Di Kamar
Bedah. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 17 No. 1 Januari 2013:
71–79
Setiadi,2013. Konsep dan proses Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Wawan dan Dewi. 2011, Teori & Pengukuran
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia, Yogyakarta, Nuha Medika
WHO Guidelines for Safe Surgery 2009, Safe
Surgery Saves Lives
DAFTAR PUSTAKA
Black Joyce, Hawk J.H,2014, Keperawatan
Medikal Bedah, Jakarta, Elsavier
Depkes RI, 2008. Pedoman Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Jakarta: Depkes
RI
Hastomo, S.P. Analisis data kesehatan,
Jakarta. FKM UI.2007
Khofiyah (2015) Evaluasi Kepatuhan Tim
Bedah Dalam Penerapan Surgical Patient
Safety Pada Operasi Bedah Mayor Di
Instalasi
Bedah
Sentral
Pku
Muhammadiyah Gombong. Skripsi tidak
dipublikasikan.
Gombong.
Stikes
Muhammadiyah Gombong
Kurnia Putra Moch Udin, 2012, Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri
pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia,
Skripsi, Jakarta, FIK UI
8
Download