HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PERAWAT DALAM MELAKUKAN IMPLEMENTASI SURGIGAL SAFETY CHECKLIST DI RUANG OPERASI RUMAH SAKIT DR. H. SOEWONDO KENDAL Ali Sodikin* Raharjo Apriatmoko.SKM.MKes ** Mona Saparwati.S.Kep.Ns,M.Kep ** *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran xvii + 2 gambar + 8 tabel + 63 halaman + 12 lampiran ABSTRAK Latar Belakang. Keselamatan Pasien merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan. Keselamatan pasien di ruang operasi ditingkatkan melalui pelaksanaan surgical safety Checklist. Perilaku dalam implementasi surgical safety Checklist dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap. Tujuan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat melakukan implementasi surgical safety Checklist di ruang operasi. Metodologi. Design penelitian Corelasional dengan pendekatan cros sesctional, teknik pengambilan sampel total sampling. Populasinya adalah perawat yang bekerja di ruang Operasi. Sampel sebanyak 20 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan penilaian dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji Chi Square. Hasil. Pengetahuan responden tentang Surgical Safety Checklist 65% dalam kategori baik, Sikap responden mengenai Surgical Safety Checklist sebagian besar positif yaitu sebanyak 55%, Perilaku responden sebagian besar baik dalam melakukan implementasi Surgical Safety Checklist sebanyak 13 responden (65%). Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat dengan p value sebesar 0,042 dan 0,017 (α = 0,05). Saran. Rumah Sakit Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana, melakukan supervisi secara berkala untuk mengevaluasi penerapan surgical safety checklist. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan tentang surgical safety checklist. Peneliti lai dapat menggembangkan penelitian dengan mempertimbangkan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku. Kata kunci Kepustakaan : Pengetahuan, Sikap, Perilaku, Surgical Safety Checklist : 16 (2000-2015) berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %. Dengan datadata tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien. (Depkes RI,2008). Pelaksanaan Patient safety di Indonesia telah diatur dalam UU No. 44 tahun 2009 pasal 43 tentang rumah sakit, dimana rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan PENDAHULUAN Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu (WHO, 2004). Rumah sakit harus menjamin prosedur yang dilakukan kepada pasien dilaksanakan secara aman. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi kejdian tidak dihatapkan (KTD). Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang 1 pasien (Depkes, 2009). Penerbitan undangundang dan penetapan kebijakan meupakan usaha melindungi pasien dan mencegah adanya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan apabila terjadi dipastikan bahwa terdapat prosedur pelaporan, analisa dan aturan pemecahan masalah sebagai upaya menurunkan angka kejadian tidak diinginkan. Keselamatan pasien khususnya selama proses operasi juga diatur oleh WHO dalam WHO Guidelines for Safe Surgery 2009. Safety surgery adalah langkah patient safety di kamar bedah Untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan,mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, serta mengurangi komplikasi kematian akibat pembedahan (WHO 2008). Faktor faktor yang mempengaruhi Safety surgery diantaranya adalah, kurang efektifnya komunikasi antar tim bedah, kurang melibatkan pasien dalam penandaan area operasi (site marking), tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi,asesmen pasien tidak adekuat,telaah catatan medis yang tidak adekuat. (WHO 2008). Pengawasan pasien berdasarkan surgical patient safety yang dikeluarkan oleh WHO tanggal 07 juni 2008, surgical safety patient diterapkan di bagian bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian serta komplikasi akibat pembedahan. Tindakan pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan perawat. Surgical patient safety checklist sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan keamanan berisi 19 item yang harus dilakukan serta memiliki tiga tahap dalam menentukan checklist surgical patient safety yaitu sign in, time out, dan sign out dimana ketiga fase atau tahapan tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (WHO, 2009). Implementasi surgical safety checklist memerlukan seorang koordinator untuk bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang perawat atau dokter atau profesi kesehatan lain yang terlibat dalam operasi. Pelaksanaan surgical safety checklist yang dilakukan oleh petugas pada saat melakukan tindakan di ruang operasi merupakan suatu bentuk perilaku. Perilaku merupakan semua kegiatan manusia yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo,2010). Perilaku manusia terbentuk oleh 3 faktor yaitu pertama faktor predisposisi didalamnya ada pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, kedua faktor pendukung meliputi fasilitas dan sarana, ketiga faktor pendorong yaitu dukungan. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan sikap serta kepatuhan dalam penerapan surgical safety checklist. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek (Notoatmodjo, 2010). Perawat yang mampu menjelaskan secara benar tentang surgical safety checklist, maka perawat juga mampu melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi tentang keselamatan selama tindakan operasi dan diaplikasikan melalui tindakan dalam penerapan surgical safety checklist. Sikap juga menjadi faktor yang berperan dalam menentukan kepatuhan perawat dalam penerapan surgical safety checklist. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Wawan dan Dewi,2011). Berdasarkan penelitian Ramdayana (2009), perawat yang mempunyai sikap yang baik akan lebih patuh dalam dalam menerapkan penggunaan alat pelindung diri di rumah sakit. METODOLOGI Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non experimental design corelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Perawat di Ruang Operasi Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Tehnik sampling yang digunakan total sampling Sampel yang digunakan sejumlah 30 responden. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus 2016 di Ruang Operasi Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Alat pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis Univariat berupa distribusi frekuensi untuk variabel pengetahuan, sikap dan perilaku. Uji statistik yang digunakan adalah Fisher’s Exact dan Chi Square. 2 HASIL PENELITIAN Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku dalam Implementasi Surgical Safety Checklist Tabel 4 Tabel Silang Pengetahuan dengan Perilaku Responden dalam Implementasi Surgical Safety Checklist Pengetahuan Perawat Tentang Surgical Safety Checklist Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Surgical Safety Checklist Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%) 13 3 4 65 15 20 20 100 Baik Cukup Kurang Jumlah Perilaku Pengetahuan Kurang Baik ∑ % ∑ % Baik 2 10 11 55 Cukup 2 10 1 5 Kurang 3 15 1 5 Total 7 35 13 65 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 20 responden, sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebanyak 13 reponden (65%), dan sebagian kecil yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3 responden (15%). Frekuensi (n) Persentase (%) 11 9 55 45 20 100 Positif Negatif Jumlah Sikap Positif Negatif Total Perilaku Responden dalam Melakukan Implementasi Surgical Safety Checklist Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku dalam Melakukan Implementasi Surgical Safety Checklist Frekuensi (n) Persentase (%) Baik Kurang 13 7 65 35 Jumlah 20 100 13 3 4 20 65 15 20 100 0,042 Hubungan Sikap Dengan Perilaku Tabel 5 Tabel Silang Sikap dengan Perilaku dalam Implementasi Surgical Safety Checklist Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 20 responden, sebagian besar memiliki sikap positif sebanyak 11 responden (55%). Perilaku P value % Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui responden yang memiliki pengetahuan baik sebagian besar memiliki perilaku baik, responden yang memiliki pengetahuan kurang sebagian besar memiliki perilaku yang kurang baik. Hasil uji statistik didapatkan p value (0,042) < α (0,05) yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Surgical Safety Checklist dengan perilaku dalam Implementasi Surgical Safety Checklist. Sikap Perawat Tentang Surgical Safety Checklist Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden Terhadap Surgical Safety Checklist Sikap ∑ Perilaku Baik Kurang ∑ % ∑ % 10 50 1 5 3 15 6 30 13 65 7 35 ∑ % 11 9 20 55 45 100 p Value 0,017 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui responden yang memiliki sikap positif sebagian besar berperilaku baik dan responden yang memiliki sikap negative sebagain besar memiliki perilaku kurang baik Hasil analisa dengan fisher exact test hasilnya p value (0,017) < α (0,05), yang berarti ada hubungan yang signifikan antara sikap tentang Surgical Safety Checklist dengan perilaku dalam implementasi Surgical Safety Checklist. Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui sebagian besar memiliki perilaku yang baik dalam dalam Melakukan Implementasi Surgical Safety Checklist sebanyak 13 responden (65%). 3 dari responden adalah sosialisasi yang dilakukan oleh rumah sakit yang sudah diberikan kepada seluruh perawat di ruang operasi. Semakin sering mendapatkan informasi melalui buku, sosialisasi maka akan semakin meningkatkan pengetahuan individu. Berdasarkan informasi dari Rumah Sakit didapatkan hasil sosialisasi sudah dilakukan kepada seluruh perawat. Seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan menambah pengetahuan yang lebih luas.(Lestari, 2015). Faktor lain yang dimungkinkan mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman dapat diperoleh melalui masa karja, hal ini didukung oleh karakteristik responden dimana sebagian besar responden memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun. Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan serta lama bekerja. Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh. Lestari (2015) menyatakan bahwa pengalaman merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Sesuatu yang pernah dilakukan seseoarang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu hal. Sikap Responden Terhadap Surgical Safety Checklist Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki sikap positif tentang Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 11 responden (55%) dan yang mempuyai sikap negatif sebanyak 9 responden (45%). Sikap dalam penelitian ini mengacu kepada tiga tahapan dalam Surgical Safety Checklist yang meliputi sign in, time out dan sign out. Berdasarkan jawaban responden dari 15 pertanyaan sebagian besar reesponden menjawab pada pilihan setuju dan sangat setuju pada pertanyaan favorable dan tidak setuju atau sangat tidak setuju pada pernyataan unfavorable, hal ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki sikap positif dalam implementasi Surgical Safety Checklist. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap PEMBAHASAN Pengetahuan Responden Tentang Surgical Safety Check List Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar memiliki pengetahuan baik tentang Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 13 reponden (65%), dan sebagian kecil yang memiliki pengetahuan cukup tentang Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 3 responden (15%). Pengetahuan tentang Surgical Safety Checklist meliputi pengertian tujuan, fase surgical safety checklist, sasaran safety surgery. Untuk pengertian semua responden menjawab dengan banar. Pertanyaan kedua tentang tujuan 87% responden menjawab dengan benar. Soal no 3 tentang isi surgical safety checklist dijawab dengan benar oleh 65% responden.. Soal 4,5,6 tentang sign in paling banyak salah untuk soal no 4 sebanyak 85% menjawab salah. Soal 7 dan 8 tentang time out sebagian besar menjawab dengan benar. Soal no 9 tentang sign out dijawab benar oleh 80% responden dan soal terakhir tentang sasaran safety surgery dijawab dengan benar oleh 60% responden. Banyaknya responden yang memiliki pengetahuan baik kemungkinan disebabkan karena faktor pendidikan, dimana sebagian besar responden berpendidikan D3 Keperawatan. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Wawan dan Dewi (2011) menyatakan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan. Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang baik 4 suatu stimulus atau obyek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.(Notoatmojo, 2010) Banyaknya responden yang memiliki sikap positif menurut peneliti dipengaruhi faktor pengalaman. Wawan dan dewi (2011) menyatakan bahwa sikap dipengaruhi oleh pengalaman. Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis. Faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi adalah informasi dari media masa. Lestari (2015) menyatakan media masa mempengaruhi sikap seseoarang. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap. Di rumah sakit sudah banyak beredar spanduk, leaflet dan gambar tentang anjuran implementasi keselamatan pasien khususnya surgical safety checklist. Setiap individu memiliki sikap yang berbeda-beda satu sama lain. Sikap yang positif ketika individu memiliki kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai obyek tertentu.(Notoatmojo, 2010). Perilaku Responden dalam Implementasi Surgical Safety Checklist Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik dalam dalam melakukan Implementasi Surgical Safety Checklist yaitu sebanyak 13 responden (65%), responden yang memiliki perilaku kurang dalam Implementasi Surgical Safety Checklist diri sebanyak 7 (35%). Perilaku responden dalam penelitian ini dinilai dari kelengkapan pendokumentasian Surgical Safety Checklist yang meliputi sign in, time out dan sign out. Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Khofiyah (2015) dimana didapatkan hasil sebagian besar tim bedah di PKU Muhammadiyah Gombong, (87,0%) memiliki perilaku yang patuh dalam implementasi Surgical Safety Checklist. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Surgical Safety Checklist, dari pengetahuan yang baik ini responden akan mempunyai sikap positif selanjutnya akan terwujud dalam perilaku perilaku dalam implementasi Surgical Safety Checklist selama bekerja. Setelah seseorang memiliki pengetahuan atau mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya dalam bentuk sikap, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya. Mempraktikkan sesuatu inilah yang disebut perilaku (Notoatmojo, 2010). Responden yang perilakunya kurang baik dalam implemntasi Surgical Safety Checklist hanya sebagian kecil yaitu sekitar 35%, faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perilaku dalam implemntasi Surgical Safety Checklist salah satunya adalah faktor supervisi. Selama ini pelaksanaan Surgical Safety Checklist jarang dilakukan supervisi. Tidak ada petugas khusus yang melakukan pengawasan saat pelaksanaan Surgical Safety Checklist dan pengecekan terhadap dokumen Surgical Safety Checklist di ruang operasi. Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2010), mengemukakan bahwa perilaku itu terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendorong. Pengawasan merupakan salah satu faktor pendorong untuk terbentuknya perilaku. Notoatmojo (2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang 5 menyebabkan sesorang untuk berperilaku adalah adanya peraturan dan pengawasan. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku dalam Implementasi Surgical Safety Checklist Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku dalam implementasi Surgical Safety Checklist. Hasil ini sama dengan penelitian Sandrawati (2013) dimana salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku dalam pelaksanaan surgical safety Checklist kurangnya pengetahuan tentang surgical safety Checklist dan rekomendasi untuk meningkatkan perilaku dalam implementasi surgical safety Checklist adalah peningkatan pengetahuan melalui sosialisasi Standar Prosedur Operasional untuk para dokter dan perawat, pelatihan pelaksanaan surgical safety checklist. Panelitian lain yang dilakukan Bloom dalam Notoatmojo (2010) menyatakan bahwa domain pengetahuan berasal dari tahu hingga evaluasi. Domain tahu, diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Fakta atau informasi baru yang diperoleh akan membentuk pengetahuan, contoh perawat yang memperoleh informasi Surgical Safety Checklist melalui pelatihan atau sosialisasi yang diberikan dan dapat menjelaskan jenis dan manfaatnya. Tahap selanjutnya setelah responden tahu akan memahami, yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan obyek tersebut secara benar. Contoh perawat mampu menguraikan secara spesifik bagaimana Surgical Safety Checklist dapat memberikan manfaat kepada keselamatan pasien dan dapat menurunkan komplikasi operasi. Contoh perawat mampu menerapkan prinsip Surgical Safety Checklist yang sudah diketahui pada saat melakukan tindakan. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen-komponen. Contoh perawat setelah melakukan Surgical Safety Checklist dapat membandingkan manfaatnya dengan kondisi sebelum diberlakukan implementasi Surgical Safety Checklist. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh perawat mampu melakukan Surgical Safety Checklist yang sesuai dengan kondisi saat melakukan tindakan. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Perawat mampu memahami kebutuhan lebih lanjut tentang Surgical Safety Checklist dengan rencananya mengikuti pelatihan Surgical Safety Checklist (Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan baik belum tentu baik dalam implementasi Surgical Safety Checklist, begitu juga sebaliknya responden yang memiliki pengetahuan cukup atau kurang ada yang baik dalam implementasi Surgical Safety Checklist. Hasil diatas menggambarkan bahwa pengetahuan yang cukup tidak menjamin individu untuk berperilaku baik dalam sesuatu hal. Notoatmojo (2010) menuliskan bahwa perilaku terjadi diawali dari pengalaman-pengalaman seseorang baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak. Pengetahuan responden yang baik belum tentu menyebabkan individu berperilaku baik dalam implementasi Surgical Safety Checklist, pada penelitian didapatkan ada responden yang memiliki pengetahuan baik namun berperilaku tidak baik, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Putra (2012) dimana hasilnya tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan baik dan perilakunya baik dalam implementasi Surgical Safety Checklist sebanyak 55%. Pengetahuan yang baik dapat menjadi faktor predisposisi untuk terbentuknya perilaku. Notoatmojo (2012) menyatakan pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku. Faktor predisposisi atau predisposing factors, yaitu merupakan faktor yang menjadi dasar atau motivator untuk seseorang berperilaku yang dapat bersifat mendukung atau menghambat seseoarang untuk berperilaku tertentu misalnya pengetahuan, keyakinan, nilai atau sikap, kepercayaan 6 saat itu, misal seorang perawat yang akan melakukan tindakan ingin melakukan surgical safety Checklist setiap kali tindakan operasi namun pada saat itu situasi ruangan sangat banyak tindkan sehingga kalau harus menggisi semua surgical safety Checklist akan semakin memperlama waktu dan pelayanan kepada pasien menjadi terganggu (Notoatmojo,2010). Hasil penelitian juga didapatkan banyak individu yag memiliki sikap negatif dan perilaku kurang baik dalam melakukan surgical safety checklist. Individu yang memiliki sikap negatif cenderung untuk melakukan perilaku yang negatif atau tidak patuh. Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Responden yang memiliki sikap negatif namun perilaku baik dalam implementasi surgical safety Checklist dapat disebabkan oleh faktor kebiasaan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung dalam kurun waktu lama diulang berkali kali (Notoatmojo, 2010). Hubungan antara Sikap dengan Perilaku dalam Implemntasi Surgical Safety Checklist Hasil analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap tentang surgical safety Checklist dengan perilaku dalam implementasi surgical safety Checklist pada penelitian ini menggunakan Chi square. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap surgical safety Checklist dengan perilaku dalam implementasi surgical safety checklist. Hasil ini didukung oleh table silang antara sikap dengan perilaku dimana didapatkan sebagian besar responden yang memiliki sikap positif berperilaku baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perilaku Bloom dalam Notoatmojo (2010) yang menjelaskan bahwa perilaku merupakan fungsi dari faktor predisposisi, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang didalamnya terdapat sikap dari individu. Sikap responden mempengaruhi tindakan responden dalam implementasi surgical safety Checklist selama bekerja. Perilaku individu terbentuk melalui tahapan-tahapan pengetahuan-sikap-perilaku (PSP). Individu yang memiliki pengetahuan akan menentukan sikap terhadap apa yang diketahuinya, selanjutnya akan terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku perawat untuk implementasi surgical safety Checklist sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, ketika perawat tahu tentang surgical safety Checklist yang meliputi pengertian, tujuan, manfaat tahapan akan menimbulkan sikap yang positif atau kecenderungan dan kesiapan bertindak untuk menerapkan surgical safety Checklist ketika melakukan tindakan keperawatan dengan berdasar dari pengetahuan tentang surgical safety Checklist yang bermanfaat baik bagi petugas ataupun bagi pasien. Responden yang memiliki sikap positif namun perilakunya kurang baik dalam melakukan surgical safety Checklist dapat disebakan oleh faktor beban kerja, hal ini didukung oleh data jumlah tindakan operasi dalam sehari bisa mencapai 20 tindakan. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi PENUTUP Kesimpulan Pengetahuan responden tentang Surgical Safety Check List sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 13 reponden (65%), sikap responden sebagian besar positif yaitu sebanyak 11 responden (55%), perilaku responden sebagian besar baik yaitu sebanyak 13 responden (65%). Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat dengan p value sebesar 0,042 dan o,017 (α = 0,05). Saran Rumah Sakit hendaknya Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan surgical safety checklist, melakukan supervisi secara berkala untuk mengevaluasi penerapan surgical safety checklist di ruang operasi guna peningkatan keselamatan pasien. Meningkatkan sikap 7 positif perawat melalui diskusi tentang manfaat surgical safety checklist. Tenaga Kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan tentang surgical safety checklist melalui pelatihan, seminar, membaca buku, merubah sikap negatif menjadi positif melalui peningkatan pengetahuan, patuh terhadap kebijakan dalam penerapan surgical safety checklist. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lain dengan menggembangkan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku meliputi faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Lestari T, 2015, Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta, Nuhamedika Mayang Sari K, 2015, Implementasi Surgical Safety Checklist (Sign In) Di Ruang Operasi Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Bantul. Yogyakarta. UMY Notoatmojo, 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta Notoatmojo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta Notoatmojo, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta.Rineka Cipta Nurgiyantoto B, 2000, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta. UGM Press Nursalam. 2013. Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Sandrawati, 2013, Rekomendasi Untuk Meningkatkan Kepatuhan Penerapan Surgical Safety Checklist Di Kamar Bedah. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 1 Januari 2013: 71–79 Setiadi,2013. Konsep dan proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu Wawan dan Dewi. 2011, Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Yogyakarta, Nuha Medika WHO Guidelines for Safe Surgery 2009, Safe Surgery Saves Lives DAFTAR PUSTAKA Black Joyce, Hawk J.H,2014, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, Elsavier Depkes RI, 2008. Pedoman Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Jakarta: Depkes RI Hastomo, S.P. Analisis data kesehatan, Jakarta. FKM UI.2007 Khofiyah (2015) Evaluasi Kepatuhan Tim Bedah Dalam Penerapan Surgical Patient Safety Pada Operasi Bedah Mayor Di Instalasi Bedah Sentral Pku Muhammadiyah Gombong. Skripsi tidak dipublikasikan. Gombong. Stikes Muhammadiyah Gombong Kurnia Putra Moch Udin, 2012, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Skripsi, Jakarta, FIK UI 8