dampak asap terhadap perekonomian sektor riil propinsi jambi

advertisement
Boks 2.
Investasi Provinsi Jambi Dan Krisis Pasar Modal Dunia 2008
Posisi Jambi cukup strategis ditengah pulau Sumatra dengan luas wilayah 5.4
juta hektar serta berdekatan dengan segitiga SIBAJO (Singapura, Batam dan Johor
Malaysia). Posisi ini merupakan potensi yang besar untuk pengembangan Investasi,
ditopang oleh pelaksanaan otonomi daerah (UU nomor 22 tahun 1999 dan 25
tahun 2000) yang menuntut masing-masing daerah untuk dapat memanfaatkan
segala sumber daya untuk pembangunan daerah.
Bagi setiap provinsi khususnya kabupaten dan kota, investasi merupakan salah
satu upaya untuk melakukan percepatan pembangunan, dan ini dapat mendorong
pesaingan antar daerah untuk meningkatkan daya tarik investasi.
Krisis pasar
modal yang sekarang ini terjadi, merupakan shok eksternal yang dapat
memengaruhi komposisi investasi di setiap daerah termasuk Provinsi Jambi.
Paling tidak terdapat 2 dampak yang tersalurkan dan berpotensi dirasakan di
perekonomian Jambi sebagaimana provinsi lainnya, pertama adalah meningkatnya
harga modal dan kedua meningkatnya tekanan terhadap Rupiah. Krisis pasar global
modal ini sendiri dimulai dari kelesuan perekonomian Amerika Serikat (AS) sejak
semester kedua tahun 2000 ditandai dengan pertumbuhan negatif PDB AS yang
membuat the FED mulai menurunkan suku bunga. Penurunan suku bunga hingga
mencapai 1% pada tahun 2003-2004 ini menyebabkan peningkatan tajam
permintaan kredit yang banyak digunakan untuk membiayai perumahan yang
tampaknya lebih dilandasi oleh euforia dan motif spekulasi. Ini yang merupakan
kesalahan. Booming sektor properti ini berakhir ketika the FED harus meningkatkan
kembali suku bunga menjadi 5% yang dengan serta merta menempatkan kredit
perumahan tersebut dalam resiko default yang tinggi.
Gambar 1 Pertumbuhan PDB Amerika Serikat dan Suku Bunga FED
FED Rate, 2000-2008 (%)
(%)
7
6
5
4
3
2
1
Jul-08
Jul-07
Jan-08
Jul-06
Jan-07
Jul-05
Jan-06
Jul-04
Jan-05
Jul-03
Jan-04
Jul-02
Jan-03
Jul-01
Jan-02
Jul-00
Jan-01
Jan-00
0
Yang terjadi selanjutnya adalah kejatuhan sektor perumahan yang diantisipasi
oleh para pemegang aset perumahan dengan menjual segera aset perumahan yang
mereka miliki. Hal ini mendorong peningkatan penawaran properti yang menekan
turun tingkat harga perumahan. Antisipasi yang dilakukan oleh korporasi termasuk
agen pemerintah di Amerika Serikat yang secara khusus mengelola mortgage
(Freddie Mac, Fannie Mae, dan Ginnie Mae) adalah dengan membiayai kesulitan
likuiditas mereka dengan menambah pinjaman. Namun sebagaimana kita tahu,
upaya untuk tetap solvent ini sia-sia ketika harga properti tidak juga membaik dan
bahkan kejatuhan saham properti di pasar modal telah menyeret pasar modal
secara global kedalam kondisi krisis dengan prediksi biaya di bursa saham global
yang mencapai 5,2 trilyun dolar AS (Standard and Poor’s, 2008).
Bagi Indonesia, sejauh ini dampak krisis global ini tidak separah yang dirasakan
oleh Singapura untuk kawasan ASEAN sesuai dengan tingkat exposure yang
dirasakan negara tersebut. Namun potensi dampak ini tetap ada dan menarik untuk
dicermati. Secara khusus box ini menelusuri dampak krisis global yang diantisipasi
oleh Bank Indonesia dengan peningkatan BI rate, terhadap perekonomian daerah
Provinsi Jambi. Tulisan ini mengaplikasikan model Computable General Equilibrium
yakni model Emerald. Model ini merupakan model keseimbangan umum multi
region – multi sektor (Parewangi. AMA., 2008; Parewangi. AMA dan Pambudi,
2004).
Tabel 1 Dampak Krisis Pasar Modal Global terhadap Perubahan
Investasi Sektoral menurut Provinsi di Indonesia (%)
Investasi
Jambi SumUt SumBar
Riau SumSel Bengkulu
1 Pertanian
-5.4
-5.2
-5.0
-5.2
-3.8
-5.4
2 Perikanan
-1.8
-3.2
-2.9
-1.6
-1.8
-3.3
3 Minyak dan Gas
-16.4
-17.1
0.0
-16.8
-16.8
0.0
4 Pertambangan
-16.0
-16.7
-15.3
-16.1
-14.9
-15.7
5 Makanan dan
Minuman
-0.8
-2.6
-2.5
0.1
0.9
-2.7
6 TCF
-12.7
-14.0
-14.5
0.0
-10.0
0.0
7 Kayu dan Kertas
-18.8
-16.3
-9.5
-2.1
-14.7
-11.7
8 Industri Kimia
-15.0
-16.7
-16.5
-27.3
-24.6
-16.1
9 LNG
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
10 Logam Dasar
0.0
-17.4
0.0
-17.8
-16.3
0.0
-16.9
-16.3
-16.3
0.0
-17.1
0.0
-8.5
-9.5
-11.6
-8.1
-8.0
-11.6
11 Mesin
12 Industri Lainnya
13 Listrik, Gas dan Air
-0.4
-0.4
-2.0
10.4
0.9
-1.7
-14.4
-12.1
-11.8
-13.4
-14.4
-9.9
-7.6
-7.7
-7.6
-3.9
-7.4
-7.6
3.0
1.6
-3.5
17.1
7.3
-0.8
17 Transportasi
-7.2
-5.7
-8.1
-1.4
-5.9
-8.3
18 Jasa Swasta Lainnya
-3.9
-2.8
-5.4
8.4
-1.7
-5.4
0.5
1.3
-3.0
12.7
2.5
-2.1
14 Konstruksi
15 Perdagangan
16 Hotel dan Restoran
19 Jasa Pemerintahan
Sumber: Hasil simulasi, Parewangi. AMA, 2008.
Krisis pasar modal global diterjemahkan kedalam model dalam bentuk
peningkatan harga modal dan tekanan depresiasi Rupiah sebesar 10%. Perlu
ditegaskan bahwa dampak ini merupakan simulasi dampak murni dari krisis global
tanpa adanya upaya antisipasi atau reaksi kebijakan pemerintah atas krisis tersebut.
Formulasi kebijakan antisipasif untuk mengatasi krisis global dan membalik tekanan
yang timbul menjadi peluang merupakan isu yang lebih menarik, namun diluar
pembahasan dalam boks ini.
Secara umum, sektor yang berpotensi mengalami penurunan investasi riil adalah
industri Kayu dan Kertas sebesar -18,8% sebagaimana dialami oleh provinsi di
Sumatera kecuali untuk Provinsi Riau. Di sektor pertanian, komoditas unggulan
seperti kelapa, kelapa sawit, karet yang tersebar di Batanghari, Bungo, Kerinci
sampai di Tebo, berpotensi mengalami penurunan investasi riil sebesar -5,4% untuk
selang waktu 1-2 tahun kedepan. Kontribusi sektor pertanian, kehutanan,
peternakan dan perikanan masih dominan yakni sekitar 26,3% sehingga potensi
penurunan investasi dalam sektor ini perlu lebih dicermati oleh pemerintah, terlebih
bahwa provinsi Jambi banyak bergantung pada pasokan dari luar provinsi.
Tabel 2 Proporsi Penggunaaan Input Primer menurut Sektor di Provinsi Jambi (%)
Sektor
1 Pertanian
2 Perikanan
Tanah
53.5
Tenaga
Kerja
26.0
Modal
17.4
Total
25.0
4.4
2.0
1.4
2.0
41.1
1.5
19.6
15.4
4 Pertambangan
1.0
0.5
0.5
0.5
5 Makanan dan Minuman
0.0
3.2
5.5
4.0
6 TCF
0.0
0.1
0.1
0.1
7 Kayu dan Kertas
0.0
9.4
18.7
13.0
8 Industri Kimia
0.0
0.2
0.3
0.2
9 LNG
0.0
0.0
0.0
0.0
10 Logam Dasar
0.0
0.0
0.0
0.0
11 Mesin
0.0
0.0
0.1
0.0
12 Industri Lainnya
0.0
0.6
0.8
0.6
13 Listrik, Gas dan Air
0.0
0.5
0.7
0.5
14 Konstruksi
0.0
5.3
3.3
3.7
15 Perdagangan
0.0
16.5
12.6
12.6
16 Hotel dan Restoran
0.0
2.3
1.1
1.4
17 Transportasi
0.0
4.8
10.1
6.9
18 Jasa Swasta Lainnya
0.0
6.0
7.1
5.8
19 Jasa Pemerintahan
0.0
21.0
0.8
8.3
100.0
100.0
100.0
100.0
3 Minyak dan Gas
Total
Sumber: Database CGE Emerald, Parewangi AMA dan Pambudi, 2005.
Sesungguhnya perhatian pemerintah untuk megembangkan perekonomian
daerah sudah cukup besar. Dalam bidang perkebunan karet sebagai komoditas
unggulan telah dilakukan peningkatan luas lahan sebesar 0,84 persen atau menjadi
635,5 ribu Ha pada tahun 2007, hal ini sejalan dengan peningkatan produksi dari
266,3 ribu ton tahun 2006 menjadi 273,5 ribu ton pada tahun 2007 atau naik 2,72
persen. Produksi CPO mengalami peningkatan dari 1,019
ribu ton pada tahun
2006 menjadi 1,035 ribu ton pada tahun 2007 atau naik 1,56 persen. Disini isu
yang penting untuk dicermati adalah bahwa ekspor produksi CPO Jambi ini
dominan dilakukan melalui Palembang, Riau dan Padang lantaran kapasitas
pelabuhan Jambi dan 17 pelabuhan yang tersebar di kabupaten-kabupaten tidak
cukup besar meski khusus untuk pelabuhan Jambi dikatakan sebagai pelabuhan
dengan dermaga terpanjang yakni 230,5 meter.
Di bidang kelautan dan perikanan taget negara ekspor untuk ikan tertentu
seperti ikan Patin adalah Amerika dan negara-negara di Eropa. Penurunan likuiditas
dan daya beli akibat krisis gobal ini, berpotensi menurunkan investasi di sektor
perikanan Jambi sebesar -1,8%. Kecilnya dampak ini relatif lebih disebabkan oleh
kecilnya proporsi modal yang digunakan dalam sektor perikanan yakni hanya 1,4%.
Selain itu, pangsa pasar domestik untuk komoditas perikanan masih sangat
dominan. Kondisi struktur sektor perikanan Jambi ini memungkinkan produksi ikan
berpotensi mengalami peningkatan dan hasil simulasi menunjukkan bahwa
produksi riil sektor perikanan berpotensi mengalami peningkatan sebesar 1,53%
(tabel tidak ditunjukkan). Berdasarkan data aktual, produksi ikan provinsi Jambi
meningkat 19,4 persen dari 42,50 ribu ton menjadi 50,75 ribu selang periode 2006
– 2007 yang lebih banyak diperoleh dari perairan umum, budidaya kolam dan
keramba. Upaya pengembangan budidaya ikan patin dengan memanfaatkan
potensi lahan perairan Sungai Batanghari dan kolam serta di Kabupaten Batanghari
dan Muaro Jambi dengan menggunakan jaring apung, merupakan upaya-upaya
yang perlu untuk diteruskan untuk tidak saja memenuhi kebutuhan pasar domestik
namun juga potensi pasar ekspor.
Meski secara umum semua sektor mengalami penurunan investasi riil, sektor
Hotel dan Restoran yang merupakan pendorong peningkatan pertumbuhan Provinsi
Jambi dari 5,89 persen pada tahun 2006 menjadi 6,63 persen pada tahun 2007,
berpotensi mengalami peningkatan investasi riil sebesar 3,0%. Sektor ini
merupakan sektor non-tradable sehingga relatif tidak terpengaruh dengan kondisi
global, selain itu sumbangan sektor ini cukup besar dalam struktur PDRB provinsi
Jambi (Rp 14,247 trilyun pada tahun 2007), sehingga pertumbuhan sektor ini relatif
menjanjikan sebagaimana pertumbuhan yang tercatat pada tahun 2007 sebesar
9,4%.
Faktor lain yang memungkinkan pertumbuhan investasi riil sektor Hotel dan
Restoran di Provinsi Jambi adalah utilisasi modal yang relatif kecil yakni 1,1% dari
total modal yang terpakai. Intensitas penggunaan modal ini tergantung pada 2 hal
yakni skala sektor dan teknologi yang diaplikasikan dalam sektor tersebut. Untuk
Provinsi Jambi, penggunaan modal yang besar didominasi oleh 5 sektor yakni
Minyak dan Gas (19,6%), Kayu dan Kertas (18,7%), Pertanian (17,4%) dan
Perdagangan (12,6%), serta sektor Transportasi (10,1%) sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel 2, (Parewangi AMA dan Daniel, 2005).
Sejauh ini realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang menggunakan dana
rupiah di Provinsi Jambi mengalami peningkatan dari Rp 1,12 trilyun tahun 2006
menjadi Rp 1,78 trilyun tahun 2007 atau naik sebesar 58,82 persen. Sedangkan
investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dalam dollar Amerika Serikat tahun 2007
ini relatif sama dengan tahun 2006 yaitu US $ 18,23 juta. Kesulitan likuiditas yang
dialami oleh investor asing mungkin berdampak terhadap realiasi investasi PMA
untuk periode 2008-2009 jika pemerintah tidak mengambil langkah-langkah yang
diperlukan. Untuk sementara, provinsi Jambi dapat mengandalkan investasi dalam
negeri meski PMDN ini sendiri telah mengalami sedikit penurunan sebesar 5,64
persen dari Rp 9,128 trilyun (tahun 2006) menjadi Rp 8,612 trilyun (tahun 2007).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi investasi, namun secara umum
ketersediaan modal, infrastruktur yang memadai, kepastian hukum dan kondisi
keamanan merupakan pra kondisi dari peningkatan investasi suatu daerah. Kualitas
sumber daya manusia merupakan variabel yang evolusif sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama. Dari sisi jumlah tenaga kerja dan ketersediaan sumber daya
alam, investasi ini diharapkan dapat meningatkan kapasitas terpakai sehingga
kondisi full utilized sebagai salah satu syarat kondisi optimal dapat segera tercapai.
Ketika utilisasi sumber daya ini meningkat, maka seiring dengan hal tersebut kondisi
efisien sebagai syarat kedua kondisi optimal dapat diupayakan.
Tulisan ini setidaknya memberikan gambaran tentang dampak krisis pasar
modal global terhadap perekonoman Jambi. Dalam masa mendatang shock serupa
sangat mungkin terjadi dan pemerintah provinsi Jambi bersama stakeholders
lainnya, harus dapat mengantisipasi potensi buruk datau bahkan membalikkan
tekanan tersebut menjadi sebuah peluang.
REKOMENDASI
Dalam rangka meningkatkan investasi yang masuk ke Provinsi Jambi, beberapa
saran yang perlu ditindaklanjuti antara lain:
1. Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
- Diperlukan suatu sistem yang efektif dan efisien dalam rangka menarik
minat investor untuk berinvestasi di Jambi. Investasi merupakan solusi yang
realitis dan wajib diupayakan serta diperjuangkan oleh seluruh aparatur
Pemerintah dan masyarakat secara terpadu dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, perlunya dipersiapkan
model Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai suatu sarana entry point
investor masuk ke daerah. Hal ini diperlukan agar terjadi kemudahan bagi
investor dalam melakukan proses perizinan di daerah. Tentunya ini juga
harus didukung dengan kondisi iklim bisnis yang kondusif sehingga dapat
memberikan kepastian bagi investor untuk berinvestasi di Provinsi Jambi.
2. Ketersediaan Infrastruktur dan Tenaga Kerja yang Memadai
- Tersedianya infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan, dll) yang kondusif
dari dan ke Jambi serta ketersediaan listrik merupakan prasyarat utama
investor melihat potensi dan daya saing suatu daerah. Diperlukan
pembangunan infrastruktur yang terencana dan terstruktur dengan baik.
- Kesesuaian kompetensi tenaga kerja dengan pasar tenaga kerja. Oleh
karena itu dibutuhkan balai latihan kerja (BLK) ataupun sekolah kejuruan
yang bisa menghasilkan SDM yang sesuai dengan permintaan pasar tenaga
kerja sehingga kebutuhan pasar tenaga kerja dapat dipenuhi dari dalam
Provinsi Jambi.
Download