BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pengaruh koneksi politik suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan begitu
penting untuk memahami hubungan antara politisi dengan perusahaan serta
pengaruhnya terhadap efisiensi alokasi sumber daya dalam perekonomian. Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu keberhasilan sebuah perusahaan tidak terlepas dari adanya
pengaruh lingkungan politik. Tujuan dari politik adalah untuk merumuskan kebijakan
publik termasuk untuk kepentingan dunia bisnis. Sebaliknya, dunia bisnis dapat
menunjang politik suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa bisnis dan politik
merupakan dua hal yang saling berkaitan. Dari hubungan antara bisnis dan politik
seperti yang telah dijelaskan di atas muncul istilah perusahaan terkoneksi politik.
Menurut Faccio (2006), suatu perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik
apabila setidaknya satu dari pemegang saham terbesar perusahaan (yaitu siapa pun baik
secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan 10% suara) atau jajaran direksi
adalah seorang anggota parlemen, seorang menteri, atau seorang kepala negara, atau
merupakan seseorang yang memiliki hubungan erat dengan politisi. Pendapat tersebut di
dukung oleh Purwoto (2011) yang mendefinisikan bahwa perusahaan terkoneksi politik
ialah perusahaan yang dengan cara-cara tertentu mempunyai ikatan secara politik atau
mengusahakan adanya kedekatan dengan politisi atau pemerintah.
1
Menurut teori berbasis sumber daya perusahaan, nilai koneksi politik terutama
didorong oleh hubungan dengan pemerintah, yang membantu perusahaan untuk
mendapatkan sumber daya kunci dan dengan demikian meningkatkan nilai
perusahaan. Perusahaan swasta yang beroperasi di lingkungan kelembagaan yang lemah
dan yang kurang berhubungan politik dengan pemerintah, dengan memiliki manajemen
yang terhubung secara politik membantu mereka untuk mengatasi pasar dan hambatan
kelembagaan dan mencari manfaat yang menguntungkan dari pemerintah (Li et
al., 2008).
Berdasarkan teori keagenan, manajemen terhubung secara politik mungkin
terkait dengan beban kebijakan di dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai
pemilik utama, pemerintah memiliki kekuasaan untuk campur tangan dalam operasi
BUMN, dan memiliki insentif untuk melakukannya dalam bentuk mengejar tujuantujuan politik dan sosial, seperti mengurangi pengangguran. Pemerintah biasanya
menunjuk manajemen yang memiliki koneksi politik yang akan memprioritaskan
keselarasan tujuan perusahaan dengan tujuan pemerintah daripada memaksimalkan
nilai perusahaan.Koneksi politik manajemen di perusahaan swasta umumnya
memainkan peran berbeda dengan manajemen di BUMN. Di perusahaan swasta,
manajemen
ini
membantu
perusahaan
untuk
mendapatkan
perlakuan
yang
menguntungkan dari pemerintah, sedangkan di BUMN, mereka menerima sedikit
bantuan dari pemerintah melainkan memikul beban melaksanakan kebijakan
pemerintah.
2
Dalam persektif teori keagenan, sering terjadi konflik antara principal dengan
agen. Pada perusahaan milik negara, pemerintah bisa disebut sebagai principal
sedangkan manajemen disebut sebagai agen. Untuk mengatasi masalah konflik tersebut
biasanya pihak pemerintah menempatkan dewan komisaris yang terdiri dari presiden
komisaris, komisaris independen dan anggota, untuk mengawasi jalannya kegiatan
bisnis perusahaan. Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan dalam rangka
memberdayakan fungsi pengawasan dewan komisaris. Secara langsung, keberadaan
komisaris independen menjadi penting, karena didalam praktek sering ditemukan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan
pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya,
terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam
pembiayaan usahanya (Amri, 2011).
Dewasa ini, pengaruh kepemilikan dan pengawasan didalam suatu perusahaan
menjadi bahasan yang menarik. Dalam penelitian Yonnedy (2009), dewasa ini literatur
keuangan berfokus pada dua isu penting, yaitu mekanisme kepemilikan dan kontrol.
Dengan adanya isu tersebut mendorong perusahaan untuk menerapkan good corporate
governance yang diyakini memiliki dampak positif pada nilai perusahaan. Oleh karena
itu, hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja perusahaan telah menjadi isu
yang menarik bagi kalangan akademisi, investor dan pembuat kebijakan, karena dengan
mekanisme good corporate governance sebagai alternatif dengan kepemilikan
pemerintah berfungsi sebagai mekanisme kontrol.
3
Koneksi politiksering terjadi di negara-negara berkembang dengan perlindungan
hak milik lemah, termasuk salah satunya di Indonesia (Fisman, 2001; Berkman, 2010).
Fenomena koneksi politik di Indonesia terjadi sejak rezim Soeharto, menurut Fisman
(2001), bahwa bisnis dan koneksi politik bukanlah hal yang baru. Hal ini dapat dilihat
dari rekam jejak mengenai hubungan antara perusahaan dan politisi yang kuat mulai
pada era Presiden Soeharto, dan masih terus berlanjut setelah reformasi.
Lebih lanjut, koneksi politik tampak jelas pada awal pemerintahan Presiden Joko
Widodo, dengan mengangkat komisaris BUMN yang berasal dari partai politik ataupun
relawan untuk menduduki jabatan sebagai komisaris BUMN. Pengangkatan komisaris
BUMN ini, banyak menuai pro kontra, karena dilatar belakangi oleh politik bagi
kekuasaan. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham dan
birokrat dalam mengawasi perusahaan, karena penunjukkan ini dikhawatirkan akan
mengejar tujuan sosial atau keuntungan pribadi atas biaya perusahaan, yang berakibat
akan mengurangi nilai perusahaan. Fenomena adanya campur tangan politik saat ini
tidak hanya diperusahaan milik negara, akan tetapi telah menular ke perusahaan swasta,
dengan banyaknya pemilik perusahaan swasta yang terjun ke politik. Misalnya, pemilik
LION AIR, Rusdi Kirana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adanya hubungan pejabat BUMN dengan penguasa menjadikan BUMN
menjadi sasaran empuk untuk menjadi sapi perah. Perusahaan pelat merah itu dijadikan
tambang uang ilegal. Kecenderungan tersebut tidak hanya membuat BUMN sulit
berkembang secara bisnis, tetapi juga turut melestarikan praktik korupsi. Dalam
4
penelitian Carney & Child (2013) korupsi tetap menjadi salah satu permasalahan utama
hingga sekarang, salah satunya di BUMN yang dianggap sebagai sapi perah oleh partai
politik. Hal ini tentunya dapat merugikan perekonomian, karena BUMN merupakan
salah satu unsur penting bagi perekonomian Indonesia karena memberikan kontribusi
langsung dari produk dan layanan mereka untuk APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara) dan berkontribusi langsung dari realisasi fungsi sosial mereka untuk
kemakmuran di Indonesia (Djajanto, 2007).
Kasus hambalang merupakan contoh paling aktual dan faktual soal dugaan
korupsi yang melibatkan penguasa, pengusaha, dan pimpinan partai yang berkuasa.
Penguasa pemilik proyek bermain mata dengan politisi yang mempunyai otoritas
anggaran di DPR, dan pengusaha rela merogoh kocek dalam-dalam untuk memuluskan
proyek. Kasus Hambalang saat ini sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dengan nilai total proyek Hambalang mencapai Rp 2,5 triliun.
Selain terjadi di negara berkembang, dewasa ini koneksi politik telah terjadi di
negara maju, seperti Amerika Serikat. Misalnya, dalam penelitian terbaru oleh Goldman
dan Rocholl (2009) mengenai analisis respon terhadap kemenangan Partai Republik
pada pemilihan Presiden AS tahun 2000 yang menunjukkan bahwa perusahaan yang
terhubung dengan Partai Republik mengalami peningkatan nilai saham. Sebaliknya,
perusahaan yang terhubung dengan Partai Demokrat mengalami penurunan nilai saham
serta pengumuman nominasi dewan terhubung politik mengarah positif pada abnormal
return saham.
5
Efek dari koneksi politikterhadap kinerja perusahaan telah banyak diteliti dan
telah menjadi isu global, serta menghasilkan temuan yang beragam. Bukti menunjukkan
bahwa koneksi
politik
di
suatu
perusahaan
memiliki
beberapa
manfaat.
Misalnya,eksekutif dan dewan komisaris yang memiliki koneksi politik telah
membantu perusahaan memperoleh pinjaman dari bank (Liu& Wong, 2009; Khwaja &
Mian, 2005), akses yang lebih mudah untuk mendapatkan modal dari pemerintah
(Claessens, 2008), perlakuan pajak yang menguntungkan (Adhikari et al, 2006; Faccio,
2006), preferensi peraturan yang menguntungkan bagi perusahaan (Bunkanwanicha &
Wiwattanakantang, 2009; Faccio, 2006) dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja perusahaan (Li et al., 2008;Goldman et al.,2009; Fisman, 2001; Ding et al., 2014).
Bukti lain menunjukkan hal yang berlawanan bahwa perusahaan yang terhubung
politik memiliki kinerja yang negatif dibandingkan pesaingnya ( Fan et al., 2007;
Francis et al., 2009; Sobel, 2014). Penelitian Fan et al. (2007) meneliti koneksi
politikterhadap nilai perusahaan di Cina dan menyimpulkan bahwa koneksi
politiktidak menguntungkan karena berpengaruh negatif terhadap penawaran umum
baik sebelum dan sesudah Initial Public Offering (IPO). Selain itu, birokrat dan politisi
mengekstrak sumber dari perusahaan milik negara yang berada di bawah kendali
mereka untuk memenuhi tujuan yang tidak konsisten dengan memaksimalkan nilai
perusahaan. Francis et al. (2009) menyebutkan bahwa perusahaan diperlakukan sebagai
sapi perah ketika pihak eksekutif terhubung politik dan hubungan politik pihak
eksekutif perusahaan mungkin telah memfasilitasi transfer kekayaan kepada pemegang
saham melalui transaksi dengan pihak terkait.
6
Secara bukti empiris, peran yang dimainkan oleh kepemilikan pemerintah masih
kontroversial.
Studi
sebelumnya
yang
menunjukkan
bahwa perusahaan-
perusahaan dengan kepemilikan publik (swasta) akan lebih baik dibanding BUMN
karena mereka lebih efisien (La Porta, Lopez & Shleifer 2002; Wang et al.
2008). Orden dan Garmendia (2005) meneliti hubungan antara struktur kepemilikan dan
kinerja perusahaan pada perusahaan Spanyol dengan hasil bahwa perusahaan dengan
struktur
kepemilikan
pemerintah
menunjukkan
dampak
negatif
terhadap
kinerja. Namun, sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah
benar-benar dapat meningkatkan kinerja (Bai, & Zhang, 2004; Tian & Estrin, 2008;
Wang, Xu, & Zhu, 2004). Ding et al. (2014) menyebutkan pengaruh politik dari aspek
kepemilikan pemerintah memilikipengaruh positif terhadapkinerja perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah menyediakan
platform yang sangat diperlukan bagi para eksekutif yang terhubung secara politik
untuk menerima manfaat yang menguntungkan dengan adanya kebijakan dari
pemerintah.
Dari segi literatur empiris, hubungan dewan komisaris dan manajemen yang
terhubung politik dengan kinerja perusahaan menghasilkan hasil yang beragam. Hasil
penelitian Wu et al. (2012) menunjukkan adanya efek positif koneksi politikdewan
komisaris maupun Chief Executive Officer (CEO) terhadap kinerja di perusahaan
swasta. Akan tetapi hal ini kontras dengan penelitian olehBoubakri et al. (2008) dan
Menozzi et al. (2010) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan dewan yang
terhubung secara politik tidak memiliki insentif manajerial untuk memaksimalkan
7
kekayaan pemegang saham dan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan
setelah privatisasi. Hal ini diperjelas dalam penelitian Fan et al. (2007)menemukanbukti
efek negatif dari CEO terhubung politik pada kinerja perusahaan dan tata kelola
perusahaan publik di Cina, karena para birokrat dan politisi mengekstrak sumber dari
BUMN yang terdaftar di bawah kendali mereka untuk memenuhi tujuan yang tidak
konsisten dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Di Indonesia,penelitian mengenai pengaruh koneksi politik terhadap kinerja
perusahaanmasih sedikit. Beberapa penelitian mengenai koneksi politik yang telah
dilakukan di Indonesia antara lain oleh Purwoto (2011) yang meneliti pengaruh koneksi
politik, kepemilikan pemerintah, dan ketidakjelasan laporan keuangan terhadap
kesinkronan dan risiko crash harga saham. Wijantini (2007) meneliti hubungan antara
koneksi politik dan biaya tidak langsung dari financial distress. Rizqi (2008) meneliti
mengenai expectation gap pada audit partai politik. Wulandari (2012) menganalisis
pengaruh koneksi politik dan struktur kepemilikan terhadap kinerja perusahaan.
Wirawan (2014) meneliti dominasi dari kepemilikan keluarga, hubungan politik
berpengaruh pada penerapan dan praktik tata kelola perusahaan serta pemilihan anggota
direksi dan komisaris di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian
terdahulu mengenai pengaruh politik terhadap kinerja perusahaan, baik dari kepemilikan
pemerintah maupun dari dewan komisaris dan manajemen. Ketidakkonsistenan dan
masih jarangnya penelitian mengenai dampak koneksi politik terhadap kinerja
8
perusahaan di Indonesia mendorong peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hal tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “PENGARUH KONEKSI POLITIK TERHADAP KINERJA
PERUSAHAAN (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN LISTING DI BURSA
EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2014)”.
1.2
Perumusan Masalah
Bisnis dan koneksi politik merupakan dua hal yang saling berkaitan. Politik
bertujuan untuk merumuskan kebijakan publik suatu negara meliputi juga kebijakan
bagi perusahaan yang ada di negara tersebut. Oleh karena itu, keberhasilan bisnis yang
dijalankan oleh sebuah perusahaan sebagian bergantung pada politik negara di mana
perusahaan tersebut didirikan. Selain itu, koneksi politik bagaikan pedang bermata dua.
Hal tersebut dapat meningkatkan atau justru membahayakan nilai perusahaan. Menurut
Vermonte (2012),timbul hubungan timbal balik antara partai politik dengan perusahaan atau
individu bermodal besar. Hubungan tersebut bermula dari pendanaan yang dibutuhkan dari
partai politik perlu disokong dari dunia usaha dengan imbalan yang dapat berupa tender
proyek pemerintah, peraturan pemerintah, penegakan peraturan yang berlaku, atau
kebijakan pemerintah yang memudahkan bagi bisnis tertentu.
Di tinjau dari segi teori dan bukti empiris, masih minimnya literatur yang
membahas mengenai dampak koneksi politik diukur dari jenis kepemilikan pemerintah
terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan publik
(swasta) akan lebih baik dibanding BUMN karena mereka lebih efisien (La Porta,
9
Lopez & Shleifer 2002; Wang et al. 2008). Orden dan Garmendia (2005) meneliti
hubungan antara struktur kepemilikan dan kinerja perusahaan pada perusahaan Spanyol
dengan hasil bahwa perusahaan dengan struktur kepemilikan pemerintah menunjukkan
dampak negatif terhadap kinerja. Namun, sejumlah penelitian lain menunjukkan bahwa
kepemilikan pemerintah benar-benar dapat meningkatkan kinerja (Bai, & Zhang, 2004;
Tian & Estrin, 2008; Wang, Xu, & Zhu, 2004). Ding et al. (2014) menyebutkan
pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh politik dari aspek
kepemilikan pemerintah menyediakan platform yang sangat diperlukan bagi para
eksekutif yang terhubung secara politik untuk menerima manfaat yang menguntungkan
dengan adanya kebijakan dari pemerintah.
Dari segi literatur empiris, hubungan dewan komisaris dan manajemen yang
terhubung politik dengan kinerja perusahaan menghasilkan hasil yang beragam.
Penelitian Wu et al. (2012) mengenai efek koneksi politik pada kinerja BUMN dan
perusahaan swasta, menunjukkan hasil bahwa adanya efek positif koneksi politikdewan
komisaris maupun Chief Executive Officer (CEO) terhadap kinerja di perusahaan
swasta. Li et al. (2008) menyebutkan mempekerjakan eksekutif terhubung secara politik
adalah cara yang layak dan efektif untuk perusahaan-perusahaan swasta untuk
mengatasi pasar dan mengurangi kerugian serta memperoleh perlakuan yang baik dari
pemerintah yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan. Akan tetapi, hal ini
kontras dengan penelitian oleh Menozzi et al. (2010) yang menyatakan bahwa
perusahaan dengan dewan yang terhubung secara politik tidak memiliki insentif
10
manajerial untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan meningkatkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan setelah privatisasi. Dalam penelitian Suharjono (2015)
dan Sobel (2014) menyebutkan bahwa perusahaan dengan salah satu atau lebih dewan
direksi atau komisaris terlibat politik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
ROE perusahaan.
Dengan demikian, masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian mengenai
pengaruh politik dari aspek kepemilikan pemerintah maupun dari dewan komisaris
terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini juga meneliti mengenai interaksi pengaruh
koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintah dengan pengaruh koneksi politik dari
aspek komisaris independen terhadap kinerja perusahaan. Pengaruh interaksi ini dirasa
penting dikarenakan dari bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan pemerintah
terhadap kinerja perusahaan menunjukkan hasil yang tidak konsisten, sehingga
dimungkinkan ada variabel lain yang mempengaruhi, yaitu komisaris independen.
Dalam hal ini, komisaris independen memiliki pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan melalui fungsi pengawasan terhadap jalannya operasional perusahaan.
Pengaruh interaksi ini dirasa akan lebih kuat, karena menurut teori berbasis
sumber daya nilai koneksi politik terutama didorong oleh hubungan dengan pemerintah,
perusahaan BUMN yang memiliki hubungan langsung dengan pemerintahakan
memiliki status yang istimewa dalam memperoleh pinjaman bank dan sumber kunci
lainnya yang membantu perusahaan untuk mendapatkan sumber daya kunci untuk
meningkatkan nilai perusahaan dan komisaris independen yang terkoneksi politik akan
menambah manfaat yang mempermudah dalam mendapat sumber daya kunci dari
11
pemerintah tersebutserta melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya operasional
perusahaan, sehingga peneliti berpendapat bahwa pengaruh akan lebih kuat.
Hal ini diperkuat dalam penelitian Ding (2014) yang menyimpulkan bahwa efek
interaktif antara pengaruh politik dari kepemilikan pemerintah dan pengaruh politik dari
manajemen terhadap kinerja tampaknyamenunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah
menyediakan platform yang sangat diperlukan bagi para eksekutif yang terhubung
secara politik untuk menerima manfaat yang menguntungkan, dan dengan demikian
mencapai kinerja yang lebih baik. Dengan adanya pengaruh interaksi ini diharapkan
dapat diketahuiseberapa banyak manfaat yang diterima oleh perusahaan tersebut dari
pemerintahketika suatu perusahaan dimiliki oleh pemerintah dengan komisaris
independen yang terkoneksi politik.
Berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Apakah pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikanpemerintah memiliki
pengaruh terhadap kinerja perusahaan?
2. Apakah pengaruh koneksi politik dari aspek komisarisindependen memiliki
pengaruh terhadap kinerja perusahaan?
3. Apakah interaksi pengaruh antara pengaruh koneksi politik dari aspek
kepemilikan pemerintah dengan aspek komisaris independen memiliki pengaruh
terhadap kinerja perusahaan?
1.3
Tujuan Penelitian
12
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menemukan bukti empiris adanya pengaruh koneksi politik dari aspek kepemilikan dan
komisaris independen terhadap kinerja. Secara rinci, tujuan penelitian adalah sebagai
berikut ini.
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh koneksi politik dari aspek
kepemilikan pemerintah terhadap kinerja perusahaan
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh koneksi politik dari aspek
komisaris independen terhadap kinerja perusahaan
c. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi pengaruh antara pengaruh
koneksi politik dari aspek kepemilikan pemerintah dengan aspek komisaris
independen terhadap kinerja perusahaan.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
diantaranya berikut ini.
1.4.1 Bagi Akademisi
Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
penelitian tentang koneksi politik dan kinerja perusahaan.
1.4.2 Bagi investor
Bagi para investor, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan dalam
pertimbangan pengambilan keputusan investasi. Dengan dana yang ada, apakah
13
nantinya investor cenderung melakukan investasi pada perusahaan yang terkoneksi
politik atau pada perusahaan yang tidak terkoneksi politik.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat sebagai acuan untuk
menilai kinerja perusahaan, terutama kinerja perusahaan yang mempunyai koneksi
politik.
14
Download