okta F058 - IPB Repository

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembenihan Ikan
Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu
pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia paling kritis dalam siklus
hidup ikan sehingga pemeliharaan larva merupakan kegiatan yang paling sulit. Beberapa faktor yang
menyebabkan pemeliharaan larva memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dalam pembenihan
ikan antara lain 1) tubuh larva kecil dan bukaan mulutnya juga kecil sehingga pemberian pakan larva
dan pengelolaan lingkungan relatif sulit, 2) larva membutuhkan pakan alami dan belum ada pakan
buatan yang bisa menandingi pakan alami, padahal kultur alami juga memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi (Effendi 2004).
2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan
Proses pembenihan ikan membutuhkan suhu air tertentu untuk dapat bertahan hidup. Suhu
optimum yang dibutuhkan adalah tergantung dari jenis ikannya. Ketidaksesuaian suhu tempat ikan
hidup akan mengakibatkan pertumbuhan ikan akan lambat dan akan berakibat kematian pada ikan.
Philip (1972) dalam Lesmana (2002) menyatakan bahwa selain suplai pakan, suhu merupakan
faktor lingkungan yang paling berperan dalam menentukan pertumbuhan ikan. Kenaikan suhu yang
masih dapat ditolelir oleh ikan akan diikuti oleh peningkatan derajat metabolisme dan kebutuhan
oksigen. Air mempunyai kapasitas spesifik yang besar terhadap panas, sehingga perubahan suhu dapat
ditahan dan terjadi lebih lambat. Pada lingkungan darat, fluktuasi suhu harian dapat mencapai
perbedaan sampai 15oC. Sementara pada lingkungan perairan, fluktuasi hanya 3-5oC (Lesmana 2002).
Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, hal ini dapat menekan
kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim
(drastis).
Distribusi suhu secara vertikal perlu diketahui karena akan mempengaruhi distribusi mineral
dalam air karena kemungkinan terjadi pembalikan lapisan air. Suhu air akan mempengaruhi juga
kekentalan (viskositas) air. Perubahan suhu air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi
perubahan daya angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam
air dan konsumsi oksigen hewan air. Suhu berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen
terlarut (tabel 1), tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi
kimia dalam air (Kordi et al. 2007 dalam Lesmana 2002).
Lesmana (2002) menyatakan pula bahwa pengaruh suhu rendah terhadap ikan adalah
rendahnya kemampuan mengambil oksigen (hypoxia). Kemampuan rendah ini disebabkan oleh
menurunnya detak jantung. Pengaruh lain adalah terganggunya proses osmoregulasi (pertukaran air
dari dan ke dalam tubuh ikan). Pada suhu yang turun mendadak akan terjadi degradasi sel darah merah
sehingga proses respirasi (pernafasan atau pengambilan oksigen) terganggu. Sebaliknya, pada suhu
yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak aktif, tidak mau berhenti makan, dan
metabolisme cepat meningkat sehingga kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan
menyebabkan kualitas air disekitarnya menjadi buruk. Sementara kebutuhan oksigen meningkat, tetapi
ketersediaan oksigen air buruk sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam darah. Akibatnya ikan
menjadi stress, tidak ada keseimbangan, dan menurun sistem sarafnya.
3
Tabel 1. Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu pada tekanan 1atm
Suhu
(oC)
Kadar Oksigen
terlarut (mg/liter)
Suhu
(oC)
Kadar Oksigen
terlarut
(mg/liter)
Suhu
(oC)
Kadar Oksigen
terlarut
(mg/liter)
0
14.62
14
10.31
28
7.83
1
14.22
15
10.08
29
7.69
2
13.83
16
9.87
30
7.56
3
13.46
17
9.66
31
7.43
4
13.11
18
9.47
32
7.30
5
12.77
19
9.28
33
7.18
6
12.45
20
9.09
34
7.06
7
12.14
21
8.91
35
6.95
8
11.84
22
8.74
36
6.84
9
11.56
23
8.58
37
6.73
10
11.29
24
8.42
38
6.62
11
11.03
25
8.26
39
6.51
12
10.78
26
8.11
40
6.41
13
10.54
27
7.97
Sumber : Cole (1983) dalam Effendi (2004)
2.3 Kolam Greenhouse (Greenhouse ponds)
Greenhouse merupakan struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus
cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya. Struktur bangunan greenhouse yang tertutup
menyebabkan udara stagnan, sehingga perpindahan panas dan pergerakan udara di dalam greenhouse
kurang. Bahan penutup greenhouse yang tidak dapat ditembus oleh radiasi gelombang panjang
menaikkan suhu udara didalam greenhouse (Sumarni 2006 diacu dalam Murniwaty 2008).
Walker (1965) diacu dalam Murniwaty (2008) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya temperatur udara di dalam greenhouse tanaman adalah tingkat intensitas radiasi matahari,
tingkat kapasitas alat pemanas, besar-kecilnya perubahan panas akibat transpirasi tanaman, besar
kecilnya panas yang diserap tanaman untuk fotosintesis, dan besar-kecilnya panas yang hilang melalui
ventilasi serta bahan konstruksi. Garis lintang merupakan faktor utama yang mempengaruhi
temperatur greenhouse. Faktor lainnya adalah ketinggian matahari, kondisi topografi yang
mempengaruhi pergerakan angin dan panjang hari (Hanan, et al. 1978 diacu dalam Murniwaty 2008).
Kolam greenhouse dapat menjadi alternatif yang baik untuk menjaga suhu air dalam kegiatan
akuakultur. Kolam greenhouse biasanya digunakan untuk pembibitan dan menjadi fasilitas budidaya
saat musim dingin, kolam ini dapat memberikan alternatif yang baik untuk menjaga suhu air.
4
Menutupi kolam pada malam hari menjadi strategi yang lebih efektif karena hal ini mengurangi
terjadinya kondensasi dan penggunaan energi konvensional secara serempak. Dalam teknologi solar
pasif sistem, dimana konveksi dan penyerapan surya langsung oleh air berdasarkan prinsip mekanisme
transfer panas, rumah kaca adalah teknologi utama yang digunakan. Dalam Fuller (2007) dijelaskan
resirkulasi tangki di greenhouse polietilen dapat bertukar panas dan massa melalui berbagai
mekanisme (konduksi, radiasi, konveksi dan evaporasi) dengan lantai struktural sekitarnya,
permukaan dan tertutup massa udara (Gambar 1).
Gambar 1. Mekanisme pindah panas dan massa antara tangki dan struktur (Fuller (2007))
Dalam sistem kolam greenhouse, sistem dibagi menjadi empat lapisan internal (cover, udara
internal, air dan tanah) dan tiga batas lapisan (langit, udara eksternal dan tanah dibawahnya). Interaksi
antara lapisan melibatkan transfer panas melalui konveksi, pertukaran panas laten, radiasi termal,
radiasi matahari dan konduksi. Radiasi matahari mencapai cover, air dan dasar kolam. Pertukaran
radiasi termal terjadi di antara permukaan air dan cover, dan sebagian udara di langit, dan di antara
cover dan langit. Konduksi panas berlangsung secara eksklusif antara tanah dan lapisan tanah di
bawahnya. Konveksi dan transfer panas laten terjadi antara udara dan permukaan air, dan cover
permukaan dalam dan luar, serta dari internal ke udara luar, yang disebabkan oleh kebocoran ventilasi
atau udara.
2.4 Artificial neural network
Menurut Rudiyanto et al. (2004) diacu dalam Murniwaty (2008), Artificial neural network
(ANN) merupakan sebuah sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik dasar
menyerupai jaringan saraf bologis. Bentuk karakteristik dasar itu adalah : pertama ANN terdiri dari
beberapa elemen pemrosesan dasar (neuron) yang menerima masukan dari beberapa neuron yang
berada di depannya. Kedua, nilai masukan sinyal akan dikalikan dengan pembobot keterhubungan
antar neuron, dan dijumlahkan secara menyeluruh dari semua masukan, dan nilai ini disebut nilai total
masukan neuron. Ketiga, apabila nilai total masukan neuron melebihi ambang batas tertentu, maka
neuron tersebut akan mengirim sinyal keluaran kepada semua neuron yang berhubungan dengannya.
Keempat, pembobot keterhubungan antar neuron dapat diubah melalui proses pembelajaran.
Berdasarkan arsitektur keterhubungan antar neuron, terdapat single layer feedforward dan
multilayer feedforward ANN. Multilayer feedforward lebih mampu menyelesaikan persoalan dengan
tingkat kesulitan yang tinggi, mempunyai satu atau lebih layar neuron diantara input layer dan output
layer, yang disebut dengan hidden layer. Multilayer feedforward neural networks dan
5
backpropagation terdiri dari 3 layer, yaitu input layer, hidden layer, dan output layer. Input layer
mempunyai n noda. Hidden layer mempunyai h noda. Output layer mempunyai m noda.
Notasi yang dipakai adalah sebagai berikut:
Vektor masukan di mana i = 1,2,3,…n
Pembobot penghubung input layer dengan hidden layer dimana i = 1,2,3,…n dan j =
1,2,3,…n
wkj
Pembobot penghubung hidden layer dengan output layer dimana k = 1,2,3,...n
xp
data input training di mana p = 1,2,3,…p
Output pada hidden layer unit ke-j dengan input xp
y pj
p
zk
Output pada output layer unit ke-k
t pk
Target output
f
Fungsi aktivasi
Struktur ANN Backpropagation diperlihatkan pada Gambar 2.
xi
vji
Gambar 2. Struktur ANN Backpropagation.
Dalam aplikasi ANN jumlah iterasi pelatihan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kekuatan model (model robustness). Overtraining dan undertraining dapat terjadi apabila iterasi
training terlalu sedikit dan terlalu banyak. Laju pelatihan (learning rate) dan momentum diperlukan
dalam ANN untuk mencapai kondisi optimal. Kondisi yang diinginkan dari suatu ANN adalah galat
yang kecil hingga mencapai minimum global bukan minimum lokal. Paterson (1995) diacu dalam
Murniwati (2008) menyatakan bahwa koefisien laju pelatihan (η) dalam delta rule secara umum
menentukan ukuran penyesuaian pembobot yang dibuat pada tiap-tiap iterasi dan karena itu
mempengaruhi laju konvergensi. Apabila pemilihan laju pelatihan terlalu besar maka untuk mencapai
konvergensi akan lebih lambat daripada penurunan error langsung, sebaliknya laju pelatihan yang
terlalu kecil penurunan error akan melaju sangat kecil sehingga butuh waktu yang lama untuk
mencapai konvergensi.
Algoritma pembelajaran ANN backpropagation menurut Rudiyanto et al (2004) adalah sebagai
berikut:
1. Inisialisasi pembobot
Pembobot awal pada ANN diberi nilai secara acak. Nilai acak ini biasanya berkisar 1-1 atau 0-1.
6
2. Perhitungan nilai aktivasi
Perhitungan feedforward dimulai dengan menjumlahkan hasil perkalian input Xi dengan pembobot
Vji. Dan menghasilkan Hj yang merupakan nilai input ke fungsi aktivasi hidden layer. Kemudian
output Yj pada hidden layer unit j merupakan hasil fungsi aktivasi f dengan masukan Hj. Hal ini
diformulasikan
dalam:
= = ∑ = ∑ = ∑ ∑ ()
dengan fungsi aktivasi berupa fungsi sigmoid sebagai berikut:
=
(1)
dimana β adalah gain atau slope fungsi sigmoid (konstanta).
3. Pelatihan (pengkoreksian) nilai pembobot
Pelatihan nilai pembobot pada ANN dilakukan dengan mengurangi/menurunkan total error system
untuk semua data melalui koreksi pembobot. Rata-rata total error system merupakan error output
untuk semua pasang data training. Perubahan total error system dapat ditulis sebagai berikut:
= ∑ (2)
dimana E adalah sebagai berikut:
= ∑ − (3)
Pengkoreksi pembobot antara output layer dan hidden layer dan antara hidden layer dan input layer
berturut-turut ditulis sebagai berikut:
∆
+ = −#
∆ + = −#
+ $∆
+ $∆ (t)
(4)
(5)
dimana α adalah momentum (konstanta 0<α<1)
Proses perhitungan pembobot antara output layer dan hidden layer dilakukan dengan persamaan
berikut:
&'
%
= + ∆
+ + (6)
dan pebobot antara hidden layer dan input layer dilakukan dengan persamaan berikut:
%
&'
= + ∆ + (7)
4. Pengulangan
Keseluruhan proses ini dilakukan pada setiap contoh dan setiap iterasi. Proses pemberian contoh atau
pasangan input-output, perhitungan nilai aktifasi dan pembelajaran dengan mengkoreksi pembobot
dilakukan terus menerus sampai didapatkan nilai pembobot dengan nilai total error system mencapai
minimum global.
7
Download