BAB II WAKAF BERJANGKA WAKTU DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG No. 41 TAHUN 2004 A. Definisi Wakaf dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”.1 Kata ini bersinonim dengan kata “Habasa” dengan makna aslinya berhenti, diam di tempat, atau menahan. Kata al-Waqfu adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu syai’, yang berarti menahan sesuatu. Sebagai kata benda, kata wakaf semakna dengan kata al-habs.2 DR. Mundzir Qahaf memberikan definisi wakaf dengan “menahan harta baik secara abadi maupun sementara, dari segala bentuk tindakan pribadi, seperti menjual dan memberikan wakaf atau yang lainnya, untuk tujuan pemanfaatannya atau hasilnya secara berulang-ulang bagi kepentingan umum atau khusus, sesuai dengan tujuan yang disyaratkan oleh wakif dan dalam batasan hukum syariat.”3 Dengan definisi ini wakaf bisa diaplikasikan pada barang atau manfaat atau hak bernilai materi, karena semua itu adalah termasuk harta, bisa bersifat abadi maupun sementara, dimana kesementaraan ini lahir karena tabiat barangnya atau karena syarat yang dibuat oleh wakif. 1 Departemen Agama, Fiqh Wakaf, ....., h. 1 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, ....., h. 7 3 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, ....., h. 157 2 18 19 Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:4 a. Abu Hanifah Madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf dengan: “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang.” Jadi, menurut madzhab ini kepemilikan benda wakaf menurut hukum tetap menjadi milik si wakif, jadi hanya manfaat dari benda tersebut yang menjadi wakaf. Oleh karena itu suatu saat kapanpun wakif boleh menarik kembali benda tersebut dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat maka harta tersebut menjadi harta warisan untuk ahli warisnya. b. Madzhab Maliki Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya 4 Departemen Agama, Fiqh Wakaf, ...., h.2-3 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 20 untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf) walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan benda secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pembarian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya). c. Madzhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal Madzhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan: “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).” Karena menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan si wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta wakaf tersebut, jika wakif wafat maka harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli waris wakif. Kalau diperhatikan definisi yang diungkapkan para Imam madzhab ini mempunyai persyaratan yang berbeda-beda, misalnya saja Imam Hanifah, beliau mensyaratkan bahwa harta wakaf itu tetap menjadi milik si wakif dan si wakif berhak melakukan apa saja terhadap benda http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 21 tersebut, yang disalurkan untuk perwakafan adalah manfaat dari benda tersebut. Pendapat ini selaras dengan pendapat Imam Maliki, beliau juga berpendapat bahwa harta wakaf itu tetap menjadi milik si wakif, namun si wakif tidak berhak melakukan perbuatan sperti halnya hak kepemilikan sampai jangka waktu yang ditentukan si wakif dalam mewakafkan benda wakaf tersebut. Berbeda dengan pendahulunya, Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal mensyaratkan bahwa benda wakaf yang sudah di wakafkan akan lepas hak kepemilikannya dari si wakif, jadi wakaf itu menurut mereka haruslah mu’abbad (abadi). Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam sendiri telah mengatur perwakafan ini dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Yang pertama adalah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaan yang berupa tanah miilik dan melembagakan selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.5 Definisi wakaf yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tersebut memperlihatkan tiga hal: pertama, wakif atau pihak yang mewakafkan secara perorangan atau badan hukum seperti perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Kedua, pemisahan tanah 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, bab I, pasal I (b), yang terlampir dalam bukunya Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, ....., h. 110 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 22 milik belum menunjukkan pemindahan kepemilikan tanah yang diwakafkan. Meskipun demikian, dengan melihat durasi yang ditetapkan, yaitu dilembagakan untuk selama-lamanya, ketentuan ini sudah menunjukkan bahwa benda yang diwakafkan sudah berpindah kepemilikannya, dari milik perorangan menjadi milik umum.6 Dalam buku III Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang, kelompok orang, atau badan hukum dengan memisahkan sebagian harta benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.7 Definisi wakaf yang terdapat dalam KHI memperlihatkan adanya perluasan pihak yang mewakafkan atau wakif. Dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, pihak wakif yang dinyatakan secara eksplisit hanyalah dua, yaitu perorangan dan badan hukum. Sedangkan dalam KHI , pihak wakif bisa tiga, yaitu perorangan, sekelompok orang, dan badan hukum.8 Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dijelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan 6 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 12 Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab 1, pasal 215, ayat (1), yang terlampir dalam bukunya Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwkafan di Indonesia, ...., h. 129 8 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 13 7 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 23 ketentuannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.9 Definisi wakaf tersebut memperlihatkan dua hal: Pertama, pihak yang mewakafkan langsung disebut wakif tanpa memperinci pihak yang mewakafkan sebagaimana dirinci dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dan KHI. Kedua, durasi wakaf.10 Dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya ditetapkan bahwa wakaf bersifat mu’abbad (abadi, selamanya, atau langgeng). Benda yang diwakafkan tidak dapat ditarik kembali karena bukan lagi menjadi milik wakif (tapi menjadi milik umum). Sedangkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 terdapat ketentuan secara eksplisit yang menyatakan bahwa benda wakaf dapat dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu.11 B. Dasar Hukum Wakaf Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang utama memberikan petunjuk secara umum tentang amalan wakaf termasuk salah satu yang digolongkan dalam perbuatan baik. Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan wakaf tersebut antara lain: a) Al-Qur’an Surat al-Hajj ayat 77 9 Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pasal 1, ayat 1, ....., h. 3 10 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 13 11 Achmad Djunaedi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, ....., h. 26 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 24 “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77) Al-Qurthubi mengartikan “berbuat baiklah kamu” dengan pengertian berbuat baik itu adalah perbuatan sunnah bukan perbuatan wajib, sebab perbuatan wajib adalah kewajiban yang sudah semestinya dilakukan hamba kepada Tuhannya. Salah satu perbuatan sunnah itu adalah wakaf yang selalu menawarkan pahala di sisi Allah. Bunyi akhir dari ayat di atas adalah “mudah-mudahan kamu sekalian beruntung” adalah gambaran dampak positif dari berbuat amal kebaikan termasuk wakaf.12 b) Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 92 “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92) c) Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 261 12 Abdul Gahfur Anshori, Hukum dan Praktik Wakaf di Indonesia,....., h. 19 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 25 “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261) d) Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 267 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267) e) Sunnah Rasulullah SAW Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa wakaf disebut sebagai shodaqah jariyah. Dalam prespektif ini secara umum, sedekah dibedakan menjadi dua yaitu, sedekah wajib dan sedekah sunnah. http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 26 Kemudian sedekah sunnah dibedakan menjadi dua pula yaitu, sedekah yang pahalanya tidak senantiasa mengalir dan sedekah yang pahalanya senantiasa mengalir meskipun orang yang bersangkutan telah meninggal dunia. Sedekah yang terakhir disebut dianggap sebagai wakaf.13 Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw, bersabda: : إذا مات ابن أدم إنقطع عمله إال من ثالث: عن أبي هريرة ان رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص رواه مسلم. أو علم ينتفع به او ولد صالح يدعو له,صدقة جارية “Dari Abu hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “apabila anak adam (manusia) meninggal dunia maja putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim) Adapun penafsiran shodaqah jariyah dalam hadits tersebut adalah: ذكره في باب الوقف ألنه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف “Hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf”14 Selain shodaqah jariyah, wakaf dikenal dan disebut juga dengan al-habs. Secara bahasa al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegahan, rintangan, halangan, tahanan dan pengamanan. Gabungan kata 13 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, ....., h. 24 Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2004), h. 18 14 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 27 ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti wakaf adalah (ahbasa almal).15 Penggunaan kata al-habs dengan arti wakaf terdapat dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Ibn Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khattab datang kepada Nabi saw meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. قال عمر للنبى صلى هللا علىه وسلم اِن المائة سهم التي لى بخيبر:عن ابن عمر قال أحبس أصلها: فقال النبي,أصب ماال قط أعجب الي منها قد أردت أن أتصدق بها } وسبل ثمرتها { رواه البخاري و مسلم Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi mengatakan kepada Umar : Tahanlah pokoknya, dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”. (HR. Bukhari dan Muslim).16 C. Macam-macam Wakaf dalam Hukum Islam dan Undang-Undang Wakaf pada umumnya jika ditinjau dari segi peruntukan benda yang ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua, yaitu: wakaf ahli (keluarga), dan wakaf khairi (umum). a) Wakaf Ahli (keluarga) Wakaf ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri. 490 15 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997), h. 16 Depag RI, Fiqih Wakaf, ....., h. 13 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 28 Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan berdasarkan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Diujung hadits tersebut dinyatakan: فقسمها أبو طلحه في, وإني أرى ان تجعلها في األقربين,قد سمعت ما قلت فيها أقاربه وبني عمه “Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk keluarga dan anak pamannya” b) Wakaf Khairi (umum) Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Definisi ini berdasakan hadits Umar bin Khattab tentang wakaf. Hadits tersebut menerangkan bahwa wakaf Umar tersebut untuk kepentingan umum, meskipun disebutkan juga tujuan untuk anak kerabatnya.17 Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan 17 Abdul Gahfur Anshori, Hukum dan Praktik Perwkafan di Indonesia, ....., h. 31-32 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 29 perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari harta yang diwakafkannya itu. Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara membelanjakan (memanfaatkan) harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat dari manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas. Sedangkan dalam Undang-Undang, wakaf berdasarkan jangka waktu keberlangsungannya dibagi menjadi dua, yaitu: wakaf mu’abbad (selamanya) dan wakaf mu’aqqat (dengan jangka waktu tertentu). Dalam Kompilasi Hukum Islam Buku III dijelaskan Pasal 215, ayat 1: “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum memisahkn sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya (mu’abbad) guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam”.18 Sedangkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa wakaf itu boleh dengan mu’abbad atau mu’aqqat. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 1 UU No. 41, yaitu: “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan 18 Kompilasi Hukum Islam (KHI), bab 1, pasal 215, ayat (1), yang terlampir dalam bukunya Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwkafan di Indonesia, ....., h. 129 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 30 selamanya (mu’abbad) atau jangka waktu tertentu (mu’aqqat) sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”19 D. Syarat dan Unsur Wakaf dalam Hukum Islam dan Undang-Undang 1. Syarat dan Unsur Wakaf dalam Hukum Islam Secara etimologi, rukun biasa diterjemahkan dengan sisi yang terkuat. Karenanya, kata rukn al-sya’i kemudian diartikan sebagai sisi dari sesuatu yang menjadi tempat bertumpu.20 Adapun dalam terminologi fikih, rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain rukun adalah penyempurna sesuatu, dimana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.21 Oleh karena itulah, sempurna atau tidaknya wakaf sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada dalam perbuatan wakaf tersebut. Adapun rukun atau unsur wakaf menurut sebagian besar ulama (mazhab Maliki, Syafi’i, Hanbali dan Zaidiyah) adalah:22 1. Ada orang yang berwakaf (wakif) 2. Ada harta yang diwakafkan (mauquf) 3. Ada tujuan peruntukan wakaf (mauquf ‘alaih) 4. Ada akad/ pernyataan wakif (shighat) 19 Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, pasal 1, ayat 1, (Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005), h. 3 20 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, ....., h. 493 21 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, ....., h. 494 22 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwkafan di Indonesia, ....., h. 26 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 31 Kemudian dari tiap-tiap unsur/ rukun diatas harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Syarat Wakif Wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru’ yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah pengampuan dan tidak terpaksa dalam melakukan perbuatan (wakaf). b. Syarat Mauquf Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta yang bernilai, tahan lama, dapat diambil manfaatnya dan harta hak milik wakif mutlak. Adapun harta benda wakaf terdiri dari dua jenis, yaitu harta tetap dan harta bergerak. c. Syarat Mauquf ‘alaih Mauquf ‘alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah, sekurang-kurangnya merupakan hal-hal yang dibolehkan atau “mubah” menurut hukum Islam. d. Syarat Shighat Shighat atau pernyataan wakaf dari si wakif dapat berupa lisan, tulisan, atau isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Isyarat hanya digunakan bagi wakif yang tidak dapat melakukan wakaf dengan menggunakan cara lisan maupun tulisan, disamping itu isyarat juga harus jelas hingga benar-benar dapat dipahami. http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 32 2. Syarat dan Unsur Wakaf dalam Undang-Undang Wakaf menurut ketentuan Undang-Undang dalam pasal 2 disebutkan bahwa Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah. Sedangkan pasal 6 menyatakan bahwa Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut: Wakif, Nazhir, Harta benda wakaf, Ikrar Wakaf, Peruntukan harta benda wakaf, dan Jangka waktu wakaf. Sedangkan syarat yang harus dipenuhi dalam unsur wakaf berdasarkan Undang-Undang yaitu:23 a. Wakif Syarat wakif, wakif disyaratkan cakap bertindak dalam membelanjakan hartanya, dengan kriteria merdeka, berakal sehat, dewasa, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta wakaf. Dalam Undang-Undang No 41 tahun 2004 pasal 7 disebutkan, wakif meliputi: Perseorangan Organisasi Badan Hukum b. Nazhir Nazhir berdasarkan ketentuan perundang-undang terdiri dari perseorangan, organisasi atau badan hukum. Sebagaimana 23 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 373 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 33 tercantum dalam pasal 11 Undang-Undang wakaf bahwa nazhir bertugas: Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia Syarat dan ketentuan lain tentang ke-nazhiran terdapat dalam pasal 10 hingga pasal 14 Undang-Undang wakaf. c. Harta Benda Wakaf Harta benda yang dapat diwakafkan menurut ketentuan perundang-undangan adalah harta yang dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah. Harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, adapun benda bergerak yang dapat diwakafkan meliputi uang, logam mulia, kendaraan dan harta benda lain yang tidak bisa habis karena dikonsumsi. d. Ikrar Wakaf Ikrar wakaf adalah pernyataan wakaf dari si wakif. Berdasarkan pasal 17 sampai dengan pasal 21 Undang-Undang wakaf ditentukan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi. http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 34 e. Peruntukan Harta Benda Wakaf Peruntukan harta benda wakaf dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf sesuai dengan ketentuan hukum, ditetapkan atas kehendak si wakif pada waktu melakukan ikrar wakaf. Hal ini diatur dalam pasal 22 dan 23. f. Jangka Waktu Wakaf Jangka wakaf berdasarkan ketentuan Undang-Undang merupakan bagian dari unsur wakaf yang harus ditentukan pada waktu ikrar. Sesuai dengan pengertian wakaf menurut Undang-Undang dalam pasal 1 bahwa wakaf boleh dilaksanakan untuk selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. E. Wakaf Berjangka Waktu Dalam fikih gagasan tentang wakaf berjangka waktu dikenal dengan istilah wakaf mu’aqqat, yaitu pembatasan wakaf berdasarkan durasi waktu tertentu. Para ulama madzhab kecuali Imam Malik berpendapat bahwa, wakaf tidak bisa terwujud kecuali apabila orang yang mewakafkan bermaksud mewakafkan harta bendanya untuk selamanya dan terus-menerus. Pendapat yang menyatakan bahwa wakaf harus bersifat permanen merupakan pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.24 Imam Malik berpendapat bahwa akad wakaf bersifat mulazamat (kepemilikan harta wakaf berpindah dari milik wakif menjadi milik Allah – umum), akan tetapi beliau berpendapat bahwa wakaf tidak mesti dilakukan 24 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, ....., h. 29 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 35 secara mu’abbad (selamanya). Wakaf boleh dilakukan dengan tenggang waktu tertentu dengan syarat tidak boleh ditarik kembali sebelum durasi waktu yang telah disepakati selesai. Ketentuan lain mengenai wakaf mu’aqqat menurut Imam Malik adalah bahwa batasan jangka waktu wakaf ditetapkan berdasarkan atas kehendak si wakif baik terhadap benda tetap (aluqar) maupun benda bergerak (al-manqul).25 Di Indonesia syarat permanen wakaf sempat dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dan Kompilasi Hukum Islam. Keduanya menyebutkan secara tegas bahwa wakaf harus berlaku untuk selama-lamanya.26 Namun ketentuan tersebut berubah menjadi, wakaf boleh dilakukan untuk jangka waktu tertentu disamping juga boleh berlaku untuk selamanya setelah lahirnya UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi, sehingga perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah demi kesejahteraan umum. Disamping itu wakaf juga perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturanya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. 25 Titik Aisyah, Pendapat Madzhab Maliki Tentang Wakaf Berjangka Waktu Serta Relevansinya Dengan Upaya Pengembangan Wakaf di Indonesia, td, ....., h. 47 26 Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah Pemikiran Hukum dan Perkembanganya, (Bandung, Yayasan Piara, 1993), h. 18 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 36 Sehingga dalam upaya mewujudkan konsep wakaf produktif lahirlah UndangUndang wakaf ini.27 Didalam Undang-Undang wakaf yang baru, terdapat dua aturan yang mencakup tentang wakaf berjangka waktu. Pertama, pengertian wakaf yang terdapat dalam pasal 1, yang menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya (mu’abbad) atau jangka waktu tertentu (mu’aqqat) sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Kedua, rukun/ unsur wakaf tercantum dalam pasal 6, yaitu ada enam unsur wakaf meliputi: Wakif, Nazhir, Harta benda wakaf, Peruntukan wakaf, Ikrar dan Jangka waktu wakaf. Dari dua ketentuan pasal yang tercantum diatas, apabila ditinjau dari segi normatif, bahwa bolehnya wakaf berjangka waktu adalah sesuai dengan kehendak si wakif. Akan tetapi, dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf terdapat ketentuan bahwa benda wakaf tidak bergerak yang berupa tanah beserta bangunan, tanaman atau benda-benda lain yang terkait dengannya hanya dapat dilakukan (diwakafkan) secara mu’abbad (Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pasal 18, ayat 1). 28 Oleh sebab itu, pembatasan ini menjadi penghambat 27 Devi Kurnia Sari, Tinjauan Perwakafan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf di Kabupaten Semarang, td, ....., h. 59 28 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, ....., h. 225 http://elc.stain-pekalongan.ac.id/ 37 wakaf tanah secara temporal yang secara konseptual dibolehkan oleh ulama Malikiyah. Selama ini perwakafan yang berlaku di Indonesia masih mengedepankan sifat keabadian wakaf sesuai dengan mayoritas pendapat ahli hukum Islam, meskipun wakaf dengan jangka waktu juga dikenal kalangan madzhab Maliki. Aplikasi doktrin Malikiyah ini penting mengingat kondisi faktual masyarakat yang masih berpedoman pada madzhab Syafi’iyah dan peraturan perundang-undangan yang terdahulu. http://elc.stain-pekalongan.ac.id/