No.6/74/BGub/Humas KESTABILAN MAKROEKONOMI KIAN MENJADI ISU UTAMA DUNIA Bank For International Settlements (BIS) mencermati perlunya menjaga kestabilan makroekonomi dan penyelarasan (realigning) kebijakan ekonomi dalam merespon perkembangan ekonomi dunia belakangan ini. Demikian salah satu isu penting yang mengemuka dalam pertemuan tahunan ke-47 di Basel, Swiss, pada tanggal 28 Juni 2004. Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah yang hadir dalam pertemuan tersebut menjelaskan bahwa BIS menaruh perhatian penuh perlunya menjaga kestabilan ekonomi baik dalam jangka pendek dan panjang mengingat ekspansi atau pertumbuhan ekonomi tidak akan berlangsung tanpa ada kestabilan ekonomi. Dalam menyikapi hal tersebut, strategi untuk melakukan penyelarasan (realigning) kebijakan ekonomi perlu dilakukan. Presiden BIS Wellink mengemukakan bahwa BIS juga mencermati perkembangan ekonomi dunia telah tumbuh secara agresif dalam kurun waktu singkat, serta kemungkinan penerapan kebijakan makro ekonomi yang lebih ketat. Menurut Wellink, perkembangan ekonomi dunia yang demikian pesat tidak lepas dari perubahan signifikan perekonomian beberapa negara dari ekonomi komando menjadi ekonomi pasar. Hal-hal lain yang telah memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dunia antara lain adalah pesatnya perkembangan ekonomi di Cina, India, dan Rusia. Selain itu, reformasi di pasar tenaga kerja dan liberalisasi pasar financial di negara-negara maju telah turut membantu akselerasi pertumbuhan ekonomi dunia. “Dalam setiap perubahan harus ada satu hal yang tetap ada guna menjaga kesinambungan perubahan itu, yaitu sebuah element of continuity. Dalam perekonomian, yang bertindak sebagai element of continuity adalah kestabilan moneter dan makroekonomi sehingga upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak pada akhirnya dapat memberikan kemaslahatan bagi segenap masyarakat, “ jelas Burhanuddin mendukung pernyataan Wellink . Perhatian BIS terhadap kestabilan makroekonomi tersebut, didasari oleh perkembangan ekonomi di beberapa negara yang perlu mendapat perhatian. Di Amerika Serikat, masalah defisit anggaran belanja nyaris menjadi trend yang membawa dampak global, hal yang sama juga terjadi pada Jepang dan beberapa negara yang bermata uang euro. Hal tersebut membutuhkan penyesuaian kebijakan fiskal, peningkatan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara Eropa, dan peningkatan fleksibilitas sistem nilai tukar (terutama di Cina) Peningkatan cadangan devisa negara-negara Asia antara lain telah meningkatkan peran negara-negara Asia dalam perdagangan obligasi berdenominasi USD. Hal tersebut dapat menyebabkan mempengaruhi likuiditas dan harga di berbagai segmen pasar. Hal tersebut membuat pasar semakin tergantung pada intervensi dari bank sentral. Selain itu, Pergerakan pasar finansial global yang semakin dinamis merupakan bagian dari respon yang cepat dari investor terhadap setiap perubahan stance kebijakan. Dalam membahas perkembangan ekonomi dunia belakangan ini, Burhanuddin juga telah bertukar informasi dengan Chairman The Federal Reserve, Alan Greenspan, dan Gubernur Bank of Japan, Toshihiko Fukui, dan President BIS, Nout Wellink (foto terlampir). Jakarta, 30 Juni 2004 Rizal A. Djaafara Deputi Kepala Biro