PENGARUH TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KADAR GIZI DAN MUTU ORGANOLEPTIK SALE PISANG (Musa paradisiaca L.) Fery Indradewi A Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo ABSTRAK Pisang merupakan salah satu komoditas yang tersedia melimpah sepanjang tahun. Namun seringkali produksinya tidak mampu diserap oleh pasar. Untuk mengatasi hal tsb masyarakat secara tradisional mengawetkan pisang dengan mengolahnya melalui cara pengeringan menjadi sale pisang. Namun mutu sale pisang yang dihasilkan masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar gizi dan mutu organoleptik sale pisang melalui modifikasi teknik pengeringan. Teknik pengeringan yang digunakan adalah pengeringan dengan sinar matahari, pada malam hari dibiarkan di udara terbuka (A 1T0) dan teknik pengeringan kombinasi sinar matahari dan pada malam hari disimpan di oven suhu 45oC (A1T1), 55oC (A1T2), 65oC (A1T3). Pengujian kadar gizi meliputi kadar air, glukosa, serat kasar dan protein. Pengujian kadar air menggunakan metode thermogravimetri, kadar glukosa menggunakan metode Nelson-Somogyi, kadar serat kasar menggunakan metode digesti dan kadar protein menggunakan metode Biuret. Uji organoleptik menggunakan metode hedonik dengan pendekatan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur permukaan luar, tekstur ketika digigit, kekenyalan, aroma sale mentah dan matang, warna sale mentah dan matang, dan rasa. Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa tertinggi 1,3% dan kadar protein tertinggi 3,74% pada sampel A1T2. Kadar air terendah 17,2177% dan kadar serat tertinggi 7,9645% pada sampel A 1T0. Hasil uji organoleptik menunjukkan parameter tekstur permukaan luar, tekstur ketika digigit, kekenyalan, aroma sale matang, warna dan rasa sale lebih disukai panelis pada sampel A 1T1. Sedangkan untuk parameter aroma sale mentah panelis lebih menyukai sampel A 1T2. Kombinasi teknik pengeringan sinar matahari dan oven pada suhu 45oC mampu mempercepat waktu pengeringan, memperbaiki kadar gizi dan mutu organoleptik sale pisang. Kata kunci : pengeringan, kadar gizi, mutu organoleptik, sale pisang PENDAHULUAN Pisang tanaman hortikultura dikembangkan merupakan unggulan. Nilai produksi pisang yang cukup merupakan di salah Hampir salah yang satu tinggi membuat buah pisang dipasarkan banyak dalam area yang cukup luas, meliputi dan antar kecamatan dan antar kabupaten. Indonesia satu komoditas perdagangan pisang tidak wilayah berjalan lancar dan terbatas pada daerah Indonesia merupakan daerah penghasil yang memiliki jarak yang dekat dengan pisang, termasuk Sulawesi Tenggara. daerah produksi. Hal ini disebabkan oleh Hingga masih keterbatasan daya tahan pisang yang merupakan kontributor utama (32,94%) rendah karena kandungan airnya yang terhadap produksi buah nasional yaitu tinggi sehingga membuat pisang yang sebesar 6.862.558 ton (BPS, 2015:1). diperdagangkan sering membusuk. Sale tahun 2014 seluruh Namun, pisang JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 58 pisang adalah jenis makanan yang dibuat dapat mencapai 1-2 bulan. Sedangkan dari buah pisang yang telah melewati secara tradisional pengolahannya dengan matang konsumsi. merupakan sarana Sale pisang cara dijemur dan kadang-kadang sebelum alternatif untuk dijemur, diasapkan terlebih dahulu dengan menghindari pembusukan buah pisang, kayu bakar, namun yang diolah dengan cara pengeringan. membuat Makanan ini memiliki rasa yang khas kurang baik sehingga jarang dilakukan. mutu pengasapan sale pisang ini menjadi dengan daya simpan cukup lama. Mutu Pengolahan sale pisang dengan sale pisang sangat dipengaruhi oleh cara tradisional memerlukan waktu 4 warna, rasa, aroma dan daya simpannya. sampai 6 hari jika cuaca cerah, dijemur di Pisang yang enak diolah menjadi sale bawah sinar matahari dan pada malam pisang adalah jenis pisang ambon, siam, hari disimpan di dalam baskom/wadah raja dan emas. Umumnya yang dibuat dan dibiarkan di udara terbuka. Karena sebagai sale pisang adalah pisang raja suhu yang rendah pada malam hari maka karena produksinya melimpah. cairan keluar dari dalam pisang. Cairan Pembuatan sale pisang pada tersebut memiliki rasa manis sehingga prinsipnya melalui tahapan pengupasan, seringkali dikerumuni oleh semut dan pengerokan keluarnya permukaan buah dan cairan tersebut pengeringan (Antarlina, 2004 : 2). Pisang menyebabkan yang melewati matang konsumsi dikupas, pisang yang dihasilkan. Oleh sebab itu diiris dengan bilah bambu atau pisau, diperlukan disusun di atas rak bambu dan dan keluarnya cairan dari dalam pisang yang dikeringkan. dibuat sale. Setelah agak kering dipipihkan. Secara modern, pengeringan penurunan diduga teknik untuk mutu sale menghindari Hasil penelitian (Astutik, 2003 : 3) sale pisang menggunakan lemari khusus. tentang Pengawetannya memakai bahan kimia pengeringan terhadap mutu sale pisang seperti natrium metabisulfit dan belerang. diperoleh data bahwa pada suhu 65oC Setelah buah diiris, diasapkan dengan dengan belerang sebanyak 1 g/kg bahan selama 1 dihasilkan sale pisang yang lebih baik jam. Kemudian disusun dalam rak dan dengan kadar air yang rendah dan tekstur dikeringkan dalam alat pengering. Setelah yang lebih baik jika dibandingkan dengan itu pisang dipipihkan dan dikeringkan perlakuan pada suhu 55oC dengan lama kembali hingga kadar airnya sekitar 20 %. pengeringan 19 jam dimana dihasilkan Warna sale pisang yang baik adalah sale pisang dengan kadar air cukup tinggi coklat kekuningan atau coklat, bentuknya sehingga utuh dihasilkan sangat lunak. Sedangkan pada dan aromanya pengolahannya baik normal. daya JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 Bila simpannya perlakuan pengaruh lama dan pengeringan tekstur suhu suhu sale 75oC 19 pisang dengan lama jam yang lama 59 pengeringan yang sama menghasilkan Analisis kadar gizi sale pisang dengan tekstur yang sangat keras. penetapan kadar air dengan metode Untuk mengatasi keluarnya cairan dari Analisis kadar gizi meliputi uji dalam pisang selama thermogravimetri, penetapan kadar proses glukosa dengan metode Nelson Somogyi, pengolahan sale pisang maka dilakukan penetapan kadar serat kasar dengan penelitian tentang penggunaan kombinasi etode pengeringan sinar matahari dan oven protein dengan metode Biuret. serta pengaruhnya terhadap kadar gizi Perhitungan (glukosa, serat kasar, protein, dan air) dan mutu organoleptik sale pisang digesti, dan penetapan kadar kadar gizi menggunakan rumus : yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Alat Dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer seperangkat tipe alat instrumen Genesys ekstraksi, 20, neraca analitik, eksikator, penangas listrik, hot plate, tanur dan oven serta seperangkat peralatan gelas. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisang raja dan seperangkat bahan serta reagen untuk analisis kadar gizi (pengujian kadar air, glukosa, serat kasar, dan protein). Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium Analisis mutu menggunakan mengetahui terhadap organoleptik uji hedonik untuk tingkat kesukaan panelis permukaan, tekstur tekstur ketika digigit, kekenyalan, aroma sale Rancangan Penelitian eksperimental Analisis mutu organoleptik dengan diagram alir penelitian sebagai berikut : pisang mentah dan matang, warna sale pisang mentah dan matang serta rasa sale pisang yang dihasilkan. Pengujian menggunakan skala numerik 5 dengan kategori skor 1 : tidak suka, skor 2 : netral, skor 3 : cukup suka, skor 4 : suka, dan skor 5 : sangat suka. Panelis yang digunakan merupakan panelis semi terlatih sebanyak 10 orang. JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Gizi Sale Pisang Tabel 1. Kadar Gizi Sale Pisang dengan BerbagaiTeknik Pengeringan Kadar A1T0 17,2177 0,8 7,9645 2,34 Coklat Air (%) Glukosa (%) Serat kasar(%) Protein (%) Warna Lama pengeringan Matahari 5 hari Oven - A1T1 20,0405 1,2 4,5871 2,86 Coklat Sampel A1T2 19,9556 1,3 5,1872 3,74 coklat A1T3 21,8294 0,8 7,1455 2,69 Coklat 4 hari 3 malam 3 hari 3 malam 3 hari 2 malam Pisang 65,7707 1,2 0,6006 2,54 Keterangan : A1T0 A1T1 A1T2 A1T3 : sale pisang dengan pengeringan sinar matahari dan disimpan di ruang terbuka pada malam hari : sale pisang dengan pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 45oC pada malam hari : sale pisang dengan pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 55oC pada malam hari : sale pisang dengan pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 65oC pada malam hari Pengaruh teknik pengeringan terhadap disebabkan kadar air dikeringkan dalam waktu yang paling lama Berdasarkan hasil analisis kadar air diperoleh data seperti terlihat karena sampel tersebut yaitu 5 hari, sedangkan pada sampel A 1T2 pada waktu pengeringannya paling singkat yaitu Gambar 1. Hasil analisis menunjukkan 3 hari 2 malam. Sedangkan antara sampel bahwa sale pisang dengan pengeringan A1T1 yang waktu pengeringannya 4 hari 3 matahari saja (A1T0) memiliki kadar air malam dan sampel A1T2 yang waktu terendah sedangkan pengeringannya 3 hari 3 malam kadar pengeringan dengan sinar matahari dan airnya tidak berbeda jauh, yaitu pada kombinasi oven pada suhu 65oC (A1T2) sampel A1T1 kadar airnya lebih tinggi memiliki kadar air tertinggi (21,8294%). (20,0405%) sedangkan pada sampel A 1T2 Kadar air yang rendah pada sampel A 1T0 kadar airnya lebih rendah (19,9556%). (17,2177%), Dalam proses pengeringan terperangkap di dalamnya. Air ini tidak menurut Gaman dan Sherrington dalam bisa menerobos bahan dengan proses Apriantono (2002 : 6), hal yang paling difusi penting adalah suhu yang digunakan tidak menghambat terlalu tinggi, karena akan menyebabkan inilah juga yang menyebabkan kadar air perubahan-perubahan pada sampel A1T3 menjadi lebih tinggi yang tidak secara normal proses sehingga penguapan. Hal dikehendaki pada bahan pangan. Jika dibandingkan dengan yang lain. suhu yang digunakan terlalu tinggi akan Pengaruh teknik pengeringan terhadap menyebabkan case hardening yaitu suatu kadar glukosa keadaan dimana bagian luar bahan Berdasarkan hasil analisis kadar menjadi keras dan keriput, sedangkan air protein diperoleh data seperti terlihat pada JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 61 Gambar 2. Hasil analisis menunjukkan tetap bahwa sampel. sale pengeringan pisang dengan kombinasi teknik matahari merembes keluar dari dalam dan Pengolahan bahan pangan dengan oven suhu 55 C (A1T2) memiliki kadar pemanasan akan mempengaruhi kadar glukosa sedangkan gizi termasuk glukosa. Reaksi yang terjadi pengeringan dengan sinar matahari saja pada gula, baik dengan reaksi berupa (A1T0) kombinasi perubahan karbohidrat itu sendiri tanpa 65oC adanya senyawa lain ataupun perubahan o tertinggi dan matahari (1,3%), pengeringan dan oven suhu (A1T2)memiliki kadar glukosa terendah karbohidrat (0,8%) yang lebih rendah dari kadar interaksinya protein pisang segar (1,2%). Hal ini juga (reaksi menunjukkan pemanasan suhu lebih tinggi (65oC) akan suhu pengeringan berpengaruh pada kadar glukosa. (gula pereduksi) dengan Maillard). senyawa Khususnya sebagai amino selama semakin mempercepat terjadinya reaksi Rendahnya kadar protein pada sale Maillard sehingga mengurangi pisang yang dikeringkan dengan sinar ketersediaan gula dan protein (asam matahari saja disebabkan karena tidak amino)dan adanya menurun. perlakuan pada malam hari akibatnya kadar glukosa menyebabkan kadar air lebih lama turun Pengaruh teknik pengeringan terhadap dan pada saat kadar air masih tinggi kadar serat kasar sampel mengeluarkan cairan pada malam Hasil penelitian menunjukkan hari. Cairan yang keluar ini mengandung (Gambar 3) kadar serat kasar tertinggi glukosa yang ditandai dengan rasanya terdapat pada sampel A1T0 yaitu 7,9654%. yang manis. Perlakuan pemanasan pada malam hari Penambahan dengan menurunkan kadar serat kasar. Semakin pemanasan pada malam hari mampu tinggi suhu yang digunakan semakin meningkatkan rendah penggunaan perlakuan kadar suhu glukosa o 45 C dan pada o penurunan kadar serat 55 C. dibandingkan dengan sampel yang tidak Peningkatan kadar tertinggi terjadi pada mengalami perlakuan pemanasan pada pengeringan pada malam hari dengan malam hari. suhu 55oC (1,3%), sedangkan pada suhu o Menurut Tjokroadikoesoemo (1993 : 45 C peningkatannya lebih rendah (1,2%). 7) Hal percabangan ini disebabkan karena pada selulosa tidak memiliki dan secara rantai normal pengeringan suhu 45oC pada malam hari berbentuk kristal. Kristal-kristal selulosa ke-1 mampu tsb saling bergandengan melalui sejenis mengeringkan permukaan sale pisang gula (bukan glukosa) membentuk rantai secara maksimal sehingga cairan masih panjang yang dinamakan misela. Misela dan hari ke-2 belum dari selulosa ini sangat tahan terhadap JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 62 pengaruh kimia maupun enzim. Misela- bahwa misela pengeringan ini dipersatukan oleh ikatan sale pisang dengan kombinasi teknik matahari dan hidrogen (Suhartono, 1989 : 8). Namun oven suhu 55oC (A1T2) memiliki kadar pemanasan protein tertinggi (3,74 %) dan pengeringan selulosa dapat mengurangi/memutuskan ikatan hidrogen dengan secara terbatas (de Man, 1997 : 9). memiliki kadar protein terendah (2,34 %) Selain selulosa, dalam pisang juga sinar matahari saja yang lebih rendah dari kadar protein terdapat komponen serat lainnya yaitu pisang pektin. Keberadaan pektin menyebabkan menunjukkan terjadinya kenaikan kadar serat pada berpengaruh pada kadar protein. sampel yang dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi. Senyawa-senyawa (A1T0) segar (2,54%). Hal suhu ini juga pengeringan Rendahnya kadar protein pada sale pektin pisang yang dikeringkan dengan sinar berasal dari asam D-galakturonat yang matahari saja disebabkan karena tidak dihubungkan adanya dengan ikatan β-(1,4)- perlakuan pada malam hari glukosida dan merupakan turunan dari menyebabkan kadar air lebih lama turun galaktosa. Pada umumnya pektin dapat dan pada saat kadar air masih tinggi diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, sampel mengeluarkan cairan pada malam yaitu asam pektat, asam pektinat (pektin) hari. Cairan yang keluar diduga selain dan protopektin (Winarno, 1997 : 10). mengandung glukosa juga mengandung Pelunakan buah pisang disebabkan oleh degradasi protopektin. Protopektin protein yang terlarut dalam cairan tersebut. berasal dari ikatan antara selulosa dan Adanya pemanasan pada malam senyawa pektat. Dengan penambahan malam hari selain mempercepat proses panas, pektin akan mempercepat proses pengeringan pemasakan pada buah. Dengan proses ini keluarnya cairan dari dalam terjadi penguraian pektin menjadi pektin Namun yang larut sehingga kuantitasnya dalam digunakan untuk proses pengeringan sale sel proses pisang. Hal ini ditunjukkan pada sampel pemanasan, kandungan pektin meningkat A1T3. Kenaikan suhu pengeringan pada sedangkan malam meningkat. Selama kandungan selulosa dan juga tidak hari mampu semua dari menahan sampel. suhu 55oC ke cocok 65oC hemiselulosa menurun (Bennet et al, menurunkan kadar protein dari 3,74% 1987:11). menjadi 2,69%. Penurunan ini disebabkan Pengaruh teknik pengeringan terhadap karena sifat protein pangan. Kebanyakan kadar protein protein pangan terdenaturasi jika Berdasarkan hasil analisis kadar dipanaskan pada suhu moderat (60-90oC) protein diperoleh data seperti terlihat pada selama satu jam atau kurang (Apriantono, gambar. 2002 : 6). Hasil analisis menunjukkan JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 63 Mutu organoleptik sale pisang Hasil penelitian berbagai teknik pengeringan melalui uji terhadap mutu organoleptik gizi sale pisang dengan hedonik (uji penerimaan panelis) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Mutu Organoleptik Sale Pisang dengan BerbagaiTeknik Pengeringan Sampel Parameter organoleptik Tekstur Tekstur permukaan ketika luar digigit 2,2 3,5 5,0 3,7 3,3 2,9 1,4 3,7 A1T0 A1T1 A1T2 A1T3 Kekenyalan 3,0 3,8 2,4 3,4 Aroma sale mentah 2,7 3,4 4,0 2,6 Aroma sale matang 3,4 3,6 2,9 3,0 Warna sale mentah 3,4 4,8 3,4 1,2 Warna sale matang 3,0 3,6 3,1 3,5 Rasa 3,0 3,6 3,1 3,5 Keterangan : A1T0 : Pengeringan sinar matahari dan disimpan di ruang terbuka pada malam hari A1T1 : Pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 45oC pada malam hari A1T2 : Pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 55oC pada malam hari A1T3 : Pengeringan sinar matahari dan di dalam oven suhu 65oC pada malam hari Skor : 1 : tidak suka, 2 : netral, 3: cukup suka, 4 : suka, 5: sangat suka Hasil menunjukkan kurang disukai karena selama proses bahwa pada taraf α = 0,05 terdapat pengeringan pada malam hari cairan perbedaan terhadap ke-4 jenis sampel keluar dari dalam pisang. Hal ini diduga terhadap tekstur permukaan luar, aroma juga mempengaruhi mutu organoleptik sale pisang mentah, warna sale pisang sale mentah. tekstur Misalnya terhadap warna dan aroma. ketika digigit, aroma sale pisang matang, Perlakuan pemanasan tambahan pada warna sale pisang mentah dan rasa tidak malam hari pada suhu 45oC dan 55oC terdapat perbedaan diantara ke-4 jenis menyebabkan aroma dan warna sale sampel. pisang Tekstur permukaan pada sampel memiliki Sudarmadji (2003) menjelaskan dengan perbedaan berdasarkan hasil analisis uji adanya pemanasan, protein dalam bahan hedonik dimana sampel yang disukai makanan akan mengalami perubahan dan adalah sampel A1T1 yaitu sampel yang membentuk persenyawaan dengan bahan diberi perlakuan pemansan pada malam lain, misalnya antara asam amino hasil hari analisis statistik Sedangkan dengan 45oC. lebih lainnya disukai yang oleh dihasilkan. panelis. Hal ini peruraian protein dengan gula reduksi karena jika yang membentuk senyawa dengan rasa suhu terlalu rendah pengeringan akan dan aroma makanan. Sedangkan pada berlangsung lama sedangkan jika suhu proses pemanasan tambahan yang lebih pengeringan terlalu tinggi tekstur bahan tinggi kurang baik (Rans, 2006 : 12). Perlakuan hardening sehingga aroma pisang kurang tanpa pemanasan pada malam hari selain keluar dan warna menjadi lebih gelap menyebabkan penegringan berlangsung pada permukaan sale pisang. kemungkinan lama juga suhu terhadap pisang disebabkan menyebabkan JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 (65oC) terjadi fenomena case teksturnya 64 KESIMPULAN UCAPAN TERIMAKASIH Proses pengeringan sale pisang Peneliti mengucapkan terimakasih dengan menggunakan metode kombinasi kepada seluruh pihak Fakultas Farmasi sinar matahari dan pengeringan oven Universitas Halu Oleo atas bantuan yang pada telah malam perubahan hari kadar menyebabkan gizi dan mutu diberikan selama penelitian berlangsung. organoleptik sale pisang. Kadar gizi yang lebih baik terdapat pada sampel sale pisang dengan pemanasan oven suhu 55oC pada malam hari dengan nilai kadar air, kadar glukosa, kadar serat kasar dan kadar protein berturut-turut adalah 19,9556%, 1,3%, 5,1872 % dan 3,74%; diikuti dengan pemanasan oven pada suhu 45oC pada malam hari dengan nilai kadar air, kadar glukosa, kadar serat kasar dan kadar protein berturut-turut adalah 20,0405%, 1,2%, 4,5871%, dan 2,86%. Penerimaan panelis terhadap sampel sale pisang yang dikeringkan dengan kombinasi pemanasan matahari dan pemanasan dengan oven pada malam hari pada suhu 45oC lebih baik dibandingkan dengan sampel lainnya terhadap parameter tekstur permukaan luar, tekstur ketika digigit , kekenyalan, aroma sale pisang matang, warna sale pisang baik matang maupun mentah, dan rasa sale pisang. Sedangkan untuk parameter aroma sale pisang mentah panelis lebih menyukai sampel dengan kombinasi pemanasan matahari dan oven pada malam hari pada suhu 55oC. JF FIK UINAM Vol.4 No.2 2016 KEPUSTAKAAN Antarlina, S.S., Y. Rina, S. Umar dan Rukayah, Pengolahan Buah Pisang dalam Mendukung Pengembangan Agroindustri di Kalimantan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri, Puslitbang Sosek Pertanian : 724746. 2004. AOAC, Agriculture Chemical, th Contaminant, Drug, 15 ed., Vol. 1. AOAC Washington D.C, 1990 Apriantono, Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan, http://kharisma.com, 2002 Astutik, H.M., Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Pisang Terhadap Mutu Sale Pisang. http://digilib.itb.ac.id , 2003 Badan Pusat Statistik, 2015. Produksi Buah-Buahan Nasional (Ton) 2014 dalam http://www.bps.go.id/tab_sub/view.p hp?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_sub yek=55&notab=5 (22 April 2015) De Man, M.J., Kimia Makanan, ITB Press Bandung, 1997. Rans, Pisang Sale, http://warintek.progresio.or.id , 2006 Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, Kimia Analisis Bahan Pangan, edisi kedua, Liberty, Yogyakarta, 2003. Yani, A., Arief, R.W., Mulyanti, N., Processing of Banana Flour Using a Local Banana as Raw Material in Lampung, Int. Journal on Advance Science Engineering Information Technology, 2013 65