Hartono & Samiadi, Urgensi Pembelajaran Perkalian …(17-32) URGENSI PEMBELAJARAN PERKALIAN BILANGAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA PADA SISWA TUNARUNGU Wahyudi Hartono & Novita Nur Samiadi (Email:yudi [email protected] & [email protected] - Yayasan Autis Cita Hati Sidoarjo) Abstract; In this research has purpose to prove whether the Indonesia Realistic Mathematic Approach can increase mathematic achievement the student with hearing impairment. Besides, it investigated whether it appropriates to be given for student with hearing impairment. On practicing this research used “randomized control group pretest posttest design”. That divided the second elementary student in two groups, is a experiment group with multiplication learning by realistic approach and a control group with memorizing multiplication learning. The result in this research would be analyzed with Mann Whitney test formula. And used questionnaire to seeing student response toward this approach.The result by Mann Whitney test formula was U = 1,5, mean = 10, deviation standard = 4,08 an standard value = -2,08 it mean reached Ho decide “there is no effect from realistic mathematic approach learning toward achievement mathematic of Karya Mulia student is denied. And than the result from questionnaire seeing student response toward realistic approach was 80% student in experiment groups has stated like learn mathematic with realistic approach, And 75% student in control groups was not like learn mathematic. Kata kunci : Perkalian bilangan, Pendekatan Matematika Realistik Indonesia Membangun pemahaman perkalian yang selama ini sering dilakukan adalah dengan cara menyuruh anak menghafal, berdiri dimuka kelas atau tidak memperbolehkan istirahat apabila mereka belum hafal. Selain itu banyak lagi caracara yang memaksa anak untuk menghafalkan perkalian, mungkin kita semua ingat itu terjadi diwaktu mulai belajar perkalian dulu di sekolah dasar. Pembelajaranpembelajaran seperti itu disamping tidak menyenangkan, juga anak tidak mengetahui makna sebenarnya dari perkalian itu sendiri. Sedangkan yang sangat diperlukan sekarang adalah bagaimana membelajarkan perkalian yang berbeda dengan sebelumnya, pembelajaran yang menjadikan anak didik kita mengerti bagaimana dua dikalikan tiga adalah enam. Mengajarkan perkalian dengan paradigma belajar bukan paradigma mengajar oleh guru adalah yang diperlukan. Dalam paradigma belajar siswa di posisikan sebagai subyek, memperoleh pengetahuan dengan suatu proses yang dialami, dipikirkan, dan dikontruksi oleh siswa sendiri, tidak hanya ditransfer kepada mereka yang hanya menerima secara pasif. 17 JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1 Seorang guru harus memiliki rencana yang matang sebelum terjun dalam Proses belajar mengajar (PBM), mereka harus selalu mempunyai ide kreatif dalam melakukan pembelajaran. Seperti menciptakan kelas menjadi berpusat pada siswa, berpusat pada guru atau ide-ide kreatif yang lain. Di dalam kelasnya seorang guru pasti banyak menemukan kesulitan yang dialami siswanya saat menyerap materi pelajaran, apapun alasannya seorang guru yang baik harus sadar bahwa pemecahan dari kesulitan – kesulitan yang dialami adalah suatu tanggung jawab yang harus bisa ia pecahkan. Pandai dalam Memilihkan pendekatan pembelajaran yang baik bagi siswanya, Kreatif menciptakan suatu suasana belajar yang berbeda sangat diperlukan dalam diri seorang guru. Termasuk juga dalam pembelajaran matematika perkalian yang sangatlah berguna untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata anak. Pengenalan perkalian sebaiknya dimulai dari situasi pembelajaran yang dekat dengan lingkungan sehari- hari anak. “Mengaitkan pengalaman keidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna” (Mashari, 2000). Bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep, akibatnya siswa kurang menghayati dan memahami konsepkonsep matematika dalam kehidupan sehari- hari. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Dalam proses pembelajaran matematika semua tahu siswa sering kali mengalami kesulitan dengan aktivitas belajarnya. Oleh karena itu seorang guru perlu memberikan topangan atau bantuan kepada siswanya. Topangan merupakan semua strategi yang digunakan guru dalam membantu usaha belajar siswa melalui campur tangan yang bersifat memberi dukungan. Misalnya dengan pemberian petunjuk kecil, pemberian petunjuk penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam pengerjaan soal dan usaha- usaha lain yang menjaga agar frustasi siswa terhadap tugas tetap berada pada tingkat yang masih dapat ditolelir. Menurut Roehler & Cantlon, 1997 (dalam Sriyanto, 2006), Topangan menjadi penanda interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan, ketrampilan dan disposisi, dan menjadi alat pembelajaran yang dapat mengurangi keambiguan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami perkembangan. Semua paparan tersebut adalah benar - benar terjadi pada semua anak disekolah dasar,baik sekolah dasar umum ataupun sekolah dasar luar biasa. Disekolah dasar luar biasa mereka anak-anak tunarungu atau mereka anak yang mengalami gangguan pendengaran, juga sulit belajar matematika, bahkan mungkin masalah mereka lebih rumit dari anak normal. Daya abtraksi anak tuna rungu kurang sekali dibandingkankan mereka anak normal pendengaran. “Daya abtraksi yang kurang pada beberapa tugas hanya akibat dari terbatasnya kemampuan berbahasa anak, bukan merupakan suatu keadaan mental retardation atau terbelakang mental” (Permanarian,1995:13). Anak tunarungu kurang dalam kemampuan bahasanya, yang sangatlah berperan dalam kemampuan logika verbal, tetapi ini tidak berarti tunarungu tidak memiliki kemampuan logika. Ada kemungkinan anak 18 Hartono & Samiadi, Urgensi Pembelajaran Perkalian …(17-32) tunarungu menggunakan lambang-lambang non verbal. “Hal ini dibuktikan oleh H.Furt dengan beberapa eksperimennya, dan menunjukkan bahwa berfikir dapat dilakukan tanpa bahasa” (Permanarian, 1995:1). Semua pernyataan diatas menunjukkan bahwa kemampuan matematika anak tunarungu tidak lebih buruk dari anak normal, dapat dikatakan kemampuan matematika mereka adalah sama bahkan mungkin lebih bagus bagi tunarungu yang berinteligensi tinggi. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat kurikulum sekolah untuk anak tunarungu, kedalaman kurikulum matematika mereka adalah sama dengan anak normal juga nilai matematika anak tunarungu pun tidak kalah dari anak normal pendengaran. Perlu kita tahu anak anak tunarungu adalah anak-anak yang hanya cacat pendengaran bukan otaknya. Hampir disemua perkembangan mereka adalah sama dengan anak normal. Masalah masalah yang dialami anak tunarungu dalam matematika pun sama dengan mereka anak anak normal, banyak diantara mereka yang cenderung malas, memperoleh nilai matematika buruk, terlihat bosan saat belajar. Benar sama yang dialami anak anak disekolah dasar biasa. Perkembangan bahasa boleh terlambat tapi tidak untuk matematika, anak tunarungu dapat menyamai atau bahkan lebih dari anak anak normal pendengaran. Maka dari itu anak tunarungu juga perlu mendapatkan pendekatan pembelajaran yang sama dengan anak normal mengingat perkembangan berfikir mereka adalah sama. Pendekatan matematika realistik ini misalnya merupakan salah satu pendekatan belajar yang sudah berulang kali terbukti bagus untuk meningkatkan prestasi belajar anak- anak si sekolah dasar. Bukan hanya diteliti di Jakarta saja, Bandung, Yoyakarta dan Surabaya sudah membuktikan keberhasilan pendekatan ini. Dilakukan survei juga bahwa mereka sangat senang belajar dengan pedekatan ini. Dalam penelitian ini bermaksud melakukan eksperimen dengan pendekatan matematika realistik yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari pada usaha memilihkan pendekatan pembelajaran yang terbaik bagi pelajaran perkalian anak tunarungu. Pembelajaran matematika realistik (MR) pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda yang dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan perngertian siswa. Matematika realistik menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (interwinment). Dengan pendekatan ini matematika diberikan dalam bentuk kegiatan sehari hari atau cerita sehari hari yang biasa dialami oleh anak, jadi sangat realistik, Anak diajak menemukan sendiri konsep dasar perkalian, dan yang lebih penting dari itu pelajaran matematika menjadi bermakna dan menyenangkan. Operasi hitung perkalian adalah salah satu materi pokok dalam matematika, penguasaan atas operasi perkalian sangat berguna untuk memecahkan masalah dalam dunia nyata. Maka dari itu anak tunarungu juga perlu mempelajari ini dengan lebih mudah dan menyenangkan mengingat keterbatasan indera mereka. Setiap individu tidak terkecuali tunarungu perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, yang pada dasarnya bukanlah merupakan penguasaan terhadap matematika sebagai ilmu, melainkan penguasaan akan kecakapan matematika, yang nantinya 19 JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1 diperlukan untuk dapat memahami dunia sekitarnya serta untuk berhasil dalam kariernya. Dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) khususnya matematika (Debdiknas, 2004 : 3) telah dituangkan fungsi matematika bagi siswa SDLB-B adalah mengembangkan pengetahuan, nilai sikap serta kemampuan matematika untuk hidup dalam masyarakat dan bekal dalam dunia kerja. Dan tujuan matematika di SDLB-B adalah: (1) Melatih cara berfikir dan bernalar untuk menarik kesimpulan, (2) Meningkatkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugan, mencoba-coba, (3) Sebagai alat untuk memecahkan masalah, (4) Sebagai alat komunikasi informasi atau ide misal melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Sebagai guru bagi mereka siswa SDLB-B kita harus kreatif memilihkan segala pendekatan belajar yang sesuai demi tercapainya fungsi dan tujuan mulia tersebut. Menurut G.A Kimble (dalam Gunarsa,1982) Belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan perubahan karena kematangan, kelelahan, atau kerusakan pada susunan saraf, atau dengan kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar. Pendapat lain mendefinisikan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/pengetahuan baru (Nasution, 1988 dalam Amin, 2001 : 13). Jadi dari semua penjelasan tersebut dapat kita katakan pembelajaran adalah semua proses tersebut diatas yang terjadi disekolah bersama guru atau dirumah bersama orang tua. Disekolah pembelajaran lebih populer dengan proses belajar mengajar yang artinya adalah bagaimana menata lingkungan dimana siswa dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar dan bagaimana belajar. Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak, menyampaikan kebudayaan pada anak, suatu aktivitas mengorganisasi mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar (Nasution,1995 dalam Amin:16). Kegiatan pembelajaran mencakup segala jenis kegiatan yang sengaja dilakukan. Interaksi guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran memegang peran penting untuk mecapai tujuan. Dan perkalian bilangan adalah salah satu materi pokok dalam matematika yang mengajarkan perbanyakan atau melipat gandakan benda dalam jumlah tertentu. Dalam pengoperasian perkalian adalah sama dengan penjumlahan berulang. Perkalian adalah penjumlahan berulang, misalny 3 x 2 = 2 + 2 + 2 = 6. Proses pembelajaran perkalian memerlukan kerjasama yang baik antara siswa dan guru, guru harus mengadakan atau mempersiapakan fasilitas belajar matematika sedemikian rupa sehingga siswa menjadi senang dan mempunyai ketertarikan terhadap apa yang dipelajarinya. Diantaranya dengan menggunakan alat peraga, melalui permainanpermainan yang dekat dengan mereka. Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam mengajar matematika di tingkat Sekolah Dasar Menurut Hudoyo (dalam Fauzan, 2005 : 13) adalah: (1) Siswa; Mengajar matematika kepada siswa yang cerdas dengan siswa yang berkemampuan sedang akan sangat berbeda. Disini siswa tunarungu akan kita kategorikan sebagai 20 Hartono & Samiadi, Urgensi Pembelajaran Perkalian …(17-32) siswa yang berkemampuan sedang, perlu diperkenalkan matematika sebagai aktivitas manusia, dekat dengan penggunaan sehari-hari yang diatur secara kreatif oleh guru agar kegiatan tersebut sesuai dengan topik matematika, (2) Guru; Guru mengatur kegiatan matematika sedekat mungkin dengan lingkungan siswa agar mereka terbiasa dengan konsep matematika sehingga lebih mudah dipahami, (3) Alat Bantu; Mengajar matematika harus didahului dengan benda-benda kongkret. Secara bertahap dengan bekerja dan mengobservasi siswa sadar meginterprestasikan pola matematika yang terdapat dalam benda kongkret tersebut, (4) Proses Belajar; Kerjasama antar siswa dapat mengembangkan kemampuan matematika dan sekaligus memotivasi mereka untuk memikirkan kegiatannya sendiri; (5) Matematika yang Disajikan; Sebaiknya bervariasi dan dilandasi latar belakang yang realistik dari siswa sehingga aktivitas menjadi sesuai dengan lingkungan siswa.; (6) Pengorganisasian Kelas; Guru harus benar-benar mempertimbangkan pengorganisasian kelas yang baik antara aktivitas belajar maupun didaktiknya. Sedangkan belajar matematika perlu diupayakan dengan pendekatanpendekatan yang kekinian,diantaranya pembelajaran realistik indonesia. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang sebutan awalnya adalah Realistic Mathematics Education (RME.). Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan denagn kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer,1994 dalam Armanto:2006) Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan sebagai situasi dan persoalan realistik. Realistik dalam hal ini tidak mengacu pada realitas tapi yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhar, 2000 dalam Matematika Realistik Apa dan Bagaimana? Artikel online). Karakteristik RME atau PMRI adalah menggunakan konteks dunia nyata, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan. (Treffers,1991: 13). (a) Menggunakan konteks dunia nyata; Gambar dibawah ini akan menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus dimana dunia nyata tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. 21 JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1 Dunia nyata Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi &refleksi Abstraksi dan formalisasi Bagan 1 Siklus matematika PMRI Dalam PMRI, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata) sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange 1987, (dalam Matematika Realistik Apa dan Bagaimana, 2006: journals ouline) sebagai matematika konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization ). Oleh karena itu , untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalamn sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari- hari ( Cinzia Bonotto.2000 dalam Sriyanto : 2006, Journal Online ). (b) Menggunakan Model-Model (matematisasi); Model berkaitan dengan situasi dan model matematik yang dikembangkan siswa itu sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real kesituasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelwesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. (c) Menggunakan Produksi dan Kontruksi; Streefland menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar (dalam Matematika Realistik Apa dan Bagaimana: Fachir, 2006) Strategistrategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkontruksi pengetahuan matematika formal. (d) Menggunakan Interaktif; Interaksi antar siswa dan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk –bentuk informal siswa. Menurut Suherman, 2001(dalam Armanto, 2006 : journal online), Pendekatan realistik lebih dikenal dengan sebutan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, suatu studi yang 22 Hartono & Samiadi, Urgensi Pembelajaran Perkalian …(17-32) dikembangkan di Puerto Rico dengan jumlah 570 siswa menyatakan bahwa siswa yang belajar matematika dengan pendekatan realistik skornya meningkat tajam. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya berguna bagi anak- anak normal tapi juga pada mereka anak tunarungu, untuk dapat meningkatkan prestasi belajar matematika mereka dan menyuguhkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna untuk mereka. Maka dari itulah penting kiranya penelitian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pendekatan realistik ini juga mempunyai nilai guna dan cocok diterapkan pada anak tunarungu, apabila benar berguna maka akan sangat berharga bagi para guru tunarungu dalam usaha memilihkan pendekatan belajar yang tepat pada pembelajaran matematika. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: (1) Adakah pengaruh pembelajaran perkalian dengan Pendekatan Matematika realistik Indonesia terhadap prestasi belajar matematika siswa tunarungu di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya?, (2) Apakah sesuai pendekatan ini digunakan sebagai alternatif pembelajaran perkalian pada siswa tunarungu ?, (3) Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran perkalian dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia pada siswa tunarungu di SDLB-B Karya mulia I Surabaya?, (4) Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik Indonesia? . Adapun tujuan pengkajian ini secara umum adalah ingin mengujicobakan pendekatan matematika realistik pada anak tunarungu, membuktikan ada tidaknya pengaruh pendekatan matematika realistik ini terhahap prestasi belajar matematika mereka. Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantarannya adalah (1) Memberikan masukan pada para guru anak tunarungu tentang pendekatan pembelajaran matematika realistik yang berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang ada sebelumnya, tentunya sebagai alternatif pembelajaran yang dapat dipilih demi perbaikan mutu belajar siswa tuna rungu, (2) Mengenalkan pendekatan pembelajaran ini pada anak tunarungu sehingga diharapkan dapat membawa suasana belajar yang berbeda, (3) Melatih anak tunarungu untuk bersikap aktif dikelas, lebih percaya diri dan menjadikan mereka untuk lebih menyukai matematika. Begitu pula untuk guru untuk dapat berlatih menyesuaikan pendekatan pembelajaran ini yang memposisikan mereka tidak terlalu dominan dan mendekte siswa (student center), (4) Memberikan informasi pada guru dan sekolah tentang berguna tidaknya pendekatan ini diterapkan pada anak anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu. METODE Desain atau rancangan penelitian merupakan gambaran bagaimana penelitian ini dilakukan, disini yang menampakkan bagaimana data dikumpulkan. Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian eksperimen semu berjenis Randomized control-group pretest-postest design, dengan pelaksanaan yakni memberikan tes awal (pre-test) kepada sekelompok subyek sebelum eksperimen, dan sesudahnya diberikan tes akhir (post-test) sehingga dapat diketahui perbedaan antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Perbedaan hasil dari pretest dan post test disini dinilai sebagai pengaruh dari pemberian perlakuan. 23 JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1 Adapun langkah langkah penelitian yang diambil adalah sebagai berikut: (1) Menentukan subyek yang akan diteliti, kemudian membagi mereka jadi dua yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Disini ada lima siswa dalam kelompok eksperimen dan ada empat siswa dalam kelompok kontrol, (2) Memberikan tes awal pada kedua kelompok subyek, yaitu soal-soal perkalian bilangan 1,2,3,4 dan 5. Untuk menggambarkan kondisi anak sebelumya.disini subyek mengerjakan soal-soal tes dengan cara yang diajarkan guru mereka sebelumnya, (3) Memberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen sesuai pendekatan yang baru diajarkan oleh peneliti. Siswa dikenalkan dan diajak praktek menggunakan pendekatan matematika realistik Indonesia. Dalam praktek nyatanya nanti pembelajaran ini akan menggunakan media tutup botol bekas sebagai alat bantu berhitung. Dan untuk kelompok kontrol akan menggunakan pembelajaran menghafal perkalian biasa, (4) Memberikan tes akhir ( post-test ) pada kedua kelompok tersebut. dengan soal latihan yang sama dengan tes awal peneliti. Tes ini diberikan untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan, (5) Membandingkan pre test dan post test untuk menentukan adanya perbedaan yang timbul pada masing-masing kelompok tersebut dan kemudian menganalisisnya. Selain semua rincian rancangan diatas peneliti juga melakukan penyebaran angket kepada siswa yang diteliti untuk memperoleh data tentang respon atau tanggapan mereka terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Sampel penelitian ini adalah semua anak kelas II SDLB-B Karya mulia Surabaya. Teknik Pemilihan subyek l yang digunakan disini adalah berdasarkan patokan kurikulum dan kesamaan kelas yang menetapkan mereka untuk mulai mengenal dan mengoperasikan perkalian bilangan. Selain patokan itu mereka yang kelas II sudah diangkap mampu mengerjakan angket. Sesuai desain penelitian yang dipakai dalam pelaksanaannya nanti sampel dibagi dalam dua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengelompokan dilakukan secara random atau acak pada seluruh siswa kelas dua. Dari hasil random tersebut akan terkumpul dua kelompok yang masing jumlahnya lima siswa pada kelompok eksperimen dan empat siswa kelompok kontrol. Sesuai dengan rancangan penelitian dan data yang diperoleh yakni data kuantitatif maka untuk menguji hipotesisnya peneliti menggunakan “Uji Mann – Whitney” atau biasa juga disebut dengan “Uji U” statistik non paramerik yang menguji dua buah sampel yang berukuran tidak sama. Peneliti menggunakan uji U ini karena disini terdapat dua kelompok sampel yang jumlahnya tidak sama, kelompok eksperimen dengan lima siswa dan kelompok kontrol dengan empat siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Data kuantitatif yang akan dianalisis disini adalah hasil nilai tes siswa dari soal pre test dan soal post test. Rumus statistik yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah statistik non parametrik, karena distribusi data yang dimiliki tidak normal. Selain itu jumlah sampel yang digunakan juga sangat kecil. Peneliti menggunakan rumus uji Mann Whitney untuk membuktikan hipotesis yang berbunyi 24 Hartono & Samiadi, Urgensi Pembelajaran Perkalian …(17-32) “tidak ada pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia pada prestasi belajar matematika anak tunarungu di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya”. Dalam prosesnya peneliti membagi sampel menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai pembanding. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan pendekatan matematika realistik sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran menghafal biasa. Hasil hitung statistik dinyatakan Ho yang berbunyi “tidak ada pengaruh pembelajaran matematika realistik pada prestasi belajar matematika anak tunarungu di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya” ditolak. Dan itu berarti ada pengaruh pembelajaran perkalian bilangan dengan pendekatan matematika realistic Indonesia terhadap prestasi belajar matematika anak tunarungu di SDLB-B Karya Mulia 1 Surabaya. Berdasarkan hasil perhitungan statistik ditemukan bahwa ada pengaruh penggunaan pendekatan matematika realistic indonesia terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas II SDLB-B Karya Mulia I . Dengan begitu pendekatan ini adalah baik dipilih sebagai alternatif pembelajaran matematika bagi siswa tunarungu. Pendekatan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan pembelajaran yang kegiatanya berhubungan dekat dengan pengalaman sehari hari, pengguanaan alat peraganya pun adalah yang dekat dengan anak. Hal ini sangatlah bagus dengan mendekatkan matematika dengan pengalaman sehari hari akan mengajarkan anak terbiasa apabila suatu saat dihadapkan pada situasi berhitung kongkrit. Tidak hanya hafal perkalian tetapi tidak mengerti apa perkalian dan darimana dua dikaliakan dua sama dengan empat. Hasil yang didapat dari perolehan presentase pada angket adalah untuk mengetahui respon siswa kelas II SDLB-B Karya Mulia I terhadap pendekatan realistik. Angket disajikan satu persatu sesuai dengan pertanyaan, dan setelah itu juga dihitung presentase respon mereka agar dapat diketahui seberapa jauh pendekatan realistik disukai. Kemudian ditambahkan uraian interprestasi dan simpulan tentang pertanyaan tersebut. Dengan tahapan langkah itu dapat diketahui secara kongkrit respon siswa terhadap belajar menggunakan pendekatan realistik. Seperti yang diketahui dalam penyajian persentase terlihat berapa banyak subyek yang suka matematika, dan berapa banyak yang tidak. Subyek-subyek yang diberikan pendekatan matematika realistik Indonesia jadi senang belajar matematika. Untuk itu penting kiranya pendekatan ini digunakan sebagai alternatif pembelajaran bagi tunarungu dikelas matematika mereka. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan adalah sangat penting agar tujuan pembelajaran dan faktor emosional dapat berjalan seimbang. Dengan pendekatan belajar yang disukai anak tidak gampang jenuh dalam belajar, lebih menambah minat belajar mereka yang nantinya akan mengubah nilai menjadi lebih bagus. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka simpulan yang dapat dipaparkan peneliti adalah sebagai berikut: bahwa ada pengaruh penggunaan 25 JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1 pendekatan matematika realistic indonesia terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas II SDLB-B Karya Mulia I . Dengan begitu pendekatan ini adalah baik dipilih sebagai alternatif pembelajaran matematika bagi siswa tunarungu. Saran yang diberikan terkait dengan hasil penelitian (1) Para guru sebaiknya mencoba menerapkan pendekatan ini dalam mengajar matematika dikelas, penting kiranya untuk mengajak siswa pada situasi belajar yang menyenangkan; (2) Orang tua dirumah dapat mempratekkan pendekatan ini saat bermain bersama anak. Alat peraga pada pendekatan ini adalah semua yang dekat dilingkungan mereka, jadi gampang dan tidak membutuhkan persiapan yang mahal; (3) Dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik sebaikanya ciptakan suasana belajar yang leluasa, yang santai tapi tetap mengacu pada tujuan belajar yang ingin dicapai; (4) Kepada rekan mahasiswa peneliti berharap untuk mau melakukan penelitian yang sama, pada materi pokok yang lain dan kelas yang lain juga agar dapat dibuktikan benar kesempurnaan dari pendekatan realistik. DAFTAR ACUAN Amin, Siti M. 2001. Pembelajaran Matematika Realistik (Upaya Memanfaatkan Realistik dan Lingkungan Siswa Untuk Pembelajran Mateamatika). Makalah disajikan pada Raker Kepala sekolah SD se Kec. Gubeng 14 Juli 2001 Armanto, Dian, 2006. Penelitian PMRI “ Katak Pemakan Kapur” online journals, (http// www.pmri.or.id) Depdiknas. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi SDLB-B Matematika, Jakarta : Direktorat PLB. Fachir, Muzaenah. 2006. Menebar Virus Pembelajaran Matematika Yang Bermutu. Online journals, (http// www.pmri.or.id) Fauzan Ahmad, 2001. Pendekatan Matematika Realistik, suatu Tantangan dan Harapan. Makalah Tidak Dipublikasikan Gunarsa, Singgih. D 1982. Belaja dan Mengajar. Jakarta : Rineka cipta Matematika Realistik Apa dan Bagaimana? 2006. Journal online, (http//www.balitbang.go.id ) Mashari, 2000. Childhood Deafness. Yoyakarta : Medical Faculty, Gadjah Mada University Permanarian, Somad &Tati. H, 1996. Orthopedagigik Anak Tunarungu. Bandung: Depdikbud. Saleh, Samsubar 2002. Statistik Nonparametrik Edisi 2. Yokyakarta: BPFE Sriyanto, HJ, 2006. Bukan Menghafal Tapi Mencari Rumus. Online Journals. (http// www.pmri.or.id) Treffers, A. 1991. Realistik Mathematic Education in Netherland 1980-1990 in L Steefland(ed) Realistie Mathematich Education In Primary School Ulteecht : Ultreeht University Cb – b Press 26