BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga pasti akan berpengaruh pada persaingan tenaga kerja dan tentu juga dunia pendidikan, yang merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan generasi bangsa. Salah satu cara menghadapi persaingan adalah dengan pendidikan. Karena pendidikan diharapkan dapat membentuk serta menghasilkan manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing dalam pembangunan berkelanjutan. Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang ada dalam suatu perusahaan/organisasi disamping sumber daya yang lain, misalnya modal, material, mesin dan teknologi. Semakin disadari oleh banyak pihak bahwa dalam menjalankan roda suatu perusahaan/organisasi, manusia merupakan unsur terpenting. Hal ini karena manusialah yang mengelola sumber daya lainnya yang ada dalam perusahaan/organisasi, sehingga menjadi bermanfaat dan tanpa adanya sumber daya manusia maka sumber daya lainnya menjadi tidak berarti. Usaha menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas seperti yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, adalah dengan kualitas pendidikan di 1 Indonesia yang harus selalu ditingkatkan. Peningkatan kualitas pendidikan yang tak kalah penting, tentunya harus didukung dengan adanya peningkatan kualitas tenaga kependidikannya atau guru yang bermutu. Kenyataan yang dihadapi peningkatan kualitas pendidikan tentunya harus didukung dengan adanya peningkatan kualitas tenaga kependidikannya. Guru merupakan tenaga kependidikan yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, melatih, serta mengarahkan peserta didik agar memiliki kesiapan dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat dengan bangsa lain. Oleh karena itu kedudukan guru sebagai tenaga professional sangatalah penting dalam terwujudnya visi dan misi penyelenggaraan pembelajaran pada satuan pendidikan dimana ia melaksanakan tugasnya. Hal ini dipertegas lagi dengan adanya UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menuliskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya dalam (UU No 14 tahun 2005 pasal 20 ayat a) juga dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban untuk merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, menilai, dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Hamalik (2011:44-52) memberikan defenisi bahwa mengajar ialah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah, mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan 2 sekolah usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, memberikan bimbingan belajar kepada murid kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat dan suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Kualitas guru merupakan salah satu syarat utama yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran. Guru merupakan komponen penting dalam sekolah mengingat perannya yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Peranan guru meliputi banyak hal, yaitu guru dapat berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor, motivator, dan sebagai evaluator. Peranan tersebut harus efektif bersinergi dengan ruang lingkup pendidikan yang kompleks yaitu sekolah, sehingga menciptakan sistem pendidikan yang efektif pula. Seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan Reza Iravani. (2012) dalam “A Study to Measure the Impact of Organizational Culture and Organizational Excellence” diketahui ada hubungan yang positif dan bermakna antara budaya organisasi dan kualitas kepemimpinan, kualitas strategi yang berbeda, kualitas sumber daya manusia, kualitas berpartisipasi dalam sumber daya organisasi, 3 kualitas proses organisasi tetapi tidak menemukan setiap hubungan yang bermakna antara Budaya Organisasi dan metode penilaian. Sementara itu pemahaman tentang sekolah yang efektif terlebih dahulu perlu memahami sekolah sebagai suatu sistem. Hal ini penting karena konsep sekolah efektif terkait erat denganpemahaman secara komprehensif mengenai sekolah sebagai suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri atas komponen input, proses dan output/ outcome.Output sekolah tidak hanya diukur dari kelulusannya, pada umumnya diukur dari tingkat kinerjanya. Kinerja sekolah bukan semata-mata kinerja siswa yang belajar saja, tetapi kinerja keseluruhan komponen sistem, artinyakinerja sekolah adalah pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses persekolahan. Secara kasat mata, outcome pendidikan sekolah dasar dan menengah adalah keberhasilan siswa yang dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Keberhasilan suatu organisasi atau proses pendidikan dalam mencapai tujuannya antara lain ditentukan oleh faktor budaya kerja yang memiliki sikap dan perilaku yang baik dan benar dalam mematuhi semua warna kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini mungkin tidak didefenisikan, didiskusikan atau bahkan diperhatikan. Namun budaya dapat memiliki pengaruh pada perilaku seseorang dalam bekerja. Sekolah yang efektif pastilah didukung dengan budaya kerja yang efektif juga. Begitu juga dengan SMP Negeri 4 Klaten, untuk mencapai sebuah prestasi dan keberhasilan organisasi dalam hal ini sekolah, diperlukan seperangkat budaya kerja positif 4 yang dikelola secara efektif dan efisien bukan sekedar, slogan atau harapan saja tapi budaya kerja harus sudah di terapkan. Realita yang terjadi dilingkungan observasi (SMP Negeri 4 Klaten), seringkali muncul masalah, karena budaya kerja dianggap bukan suatu hal yang penting, dan tak tersentuh secara formal karena sudah dianggap biasa tanpa ada keinginan untuk memperbaiki atau memperbarui budaya yang sesuai dengan lingkungan kerjanya dan sudah pasti mendukung efektifitas sekolah. Kurangnya atau bahkan tidak mendapatkannya perhatian Kepala Sekolah terhadap budaya kerja ini dalam jangka panjang dikawatirkan berimplikasi kurang baik terhadap pencapaian program pemerintah dalam bidang pendidikan, yang salah satunya adalah peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari keprihatinan pada kenyataan sebagaimana tersebut di atas, khususnya pada implikasi yang ditimbulkannya, peneliti mengadakan penelitian tentang budaya kerja guru. Kondisi budaya kerja yang ada di sekolah pada umumnya dan kondisi budaya kerja yang terdapat di SMP Negeri 4 Klaten mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian. Hal ini hanya salah satu contoh fakta yang terjadi pada sebagian besar sekolah-sekolah kita. Berdasarkan kondisi tersebut, (Surya Dharma, 2010) maka dapat diketahui bahwa ada yang salah dengan pendidikan kita. Mal praktik dalam dunia pendidikan memberikan dampak dalam jangka panjang, karena sulit dideteksi dalam waktu singkat. Kondisi siswa diatas menggambarkan bahwa terjadi pembelengguan inovasi dan kreativitas siswa secara perlahan tetapi pasti 5 sehingga siswa menjadi tidak berfikir kritis dan kurang mampu dalam menyelesaikan masalah. Untuk bertanya saja siswa takut, lalu bagaimana mereka mampu mengkritisi pembelajaranya. Sepertinya kemampuan mengkritisi tersebut menjadi suatu hal yang sulit diwujudkan, jika sistem pendidikan kita tidak dilakukan perubahan secara menyeluruh. Perubahan tersebut sangat diperlukan untuk menciptakan suatu sistem pendidikan yang mampu menjawab berbagai permasalahan pendidikan yang ada. Perubahan tersebut dapat terjadi jika ada penggeraknya, yaitu pemimpin yang efektif dalam dunia pendidikan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dideskripsikan apa yang dianggap khas dalam budaya kerja yang ada di SMP Negeri 4 Klaten, khususnya pada bagaimana peranan Kepala Sekolah dan nilai-nilai apa yang dikembangkan, mengingatlingkungan kerja terdiri dari sumber daya manusia dengan latar belakang dan tingkatan yang berbeda pula. Dengan demikian, perubahan budaya kerja dilakukan terlebih dahulu melalui pengubahan pola pikir segenap sumber daya manusia didalam kerja, dengan upaya pengelolaan yang tepat sebagai salah satu solusinya. Dari uraian pendahuluan tersebut diatas, maka didapat sebuah tema penelitian dengan judul “Penguatan Budaya Kerja Menuju Sekolah Efektif di SMP Negeri 4 Klaten”. B. Rumusan Masalah 6 Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam Menuju Sekolah Efektif ?. 2. Bagaimanakah upaya sekolah dalam mengembangkan budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam Menuju Sekolah Efektif ?. 3. Bagaimanakah hambatan yang ditemukan dalam mengembangkan budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam Menuju Sekolah Efektif ?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini merumuskan tujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam menuju sekolah efektif. 2. Mendeskripsikan Upaya sekolah dalam mengembangkan budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam menuju sekolah efektif. 3. Mendeskripsikan hambatan yang ditemukan dalam mengembangkan budaya kerja di SMP Negeri 4 Klaten dalam menuju sekolah efektif. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara toritis penelitian ini memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan pengelolaan budaya kerja menuju sekolah efektif di SMPN 4 Klaten. a. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan kajian; 7 b. Memberikan tambahan wawasan bagi penelitian selanjutnya; c. Penelitian ini bermanfaat dalam menerapkan teori dan mendapatkan gambaran dan pengalaman praktis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai model dalam pengelolaan budaya kerja menuju sekolah efektif di SMP Negeri 4 Klaten. a. Kepala Sekolah Sebagai bahan masukan untuk dapat meningkatkan kompetensi guru dalam melakukan pengelolaan budaya kerja di lingkunganya. b. Guru dan calon peneliti Sebagai sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian berikutnya yang lebih komprehensif dan lebih lengkap lagi c. Peneliti Sebagai sarana belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan, budaya kerja yang telah ada selama ini menjadi lebihefektif dan efisien. d. Siswa Meningkatkanbelajar dan solidaritas untuk mengembangkan wawasan, meningkatkan Iman, Taqwa, dan budaya sekolah Senyum, Sapa, salam Peduli Lingkungan. e. Pengembangan Ilmu Pengetahuan: 8 Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah yang berhubungan dengan Budaya kerja 9