KAPITA SELEKTA P3BM Oleh: Abdul Madiki P3BM Newsletter UNDP, Edisi Agustus 2009 P3BM disingkat dari Pro-Poor Planning, Budgeting, and Monitoring-Evaluation, merupakan komponen dukungan inisiatif lokal (komponen-4) dari Program TARGET MDGs. Dalam implementasi P3BM di daerah target program (kabupaten/kota), langkah awal yang dilakukan adalah pengumpulan data MDGs, dokumen perencanaan pembangunan dan penganggaran (APBD). Data/dokumen tersebut kemudian dianalisis/diagnosis, selanjutnya hasil diagnosis ini disosialisasikan kepada Pemda, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), DPRD, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Rentang waktu tahun 2008 – 2009, daerah target program di Pronvinsi Sulawesi Tenggara meliputi enam kabupaten/kota, yaitu: Bombana, Wakatobi, dan Kolaka (lokasi tahun 2008), Konawe, Buton, dan Bau-Bau (lokasi tahun 2009). Beberapa pengalaman dalam implementasi P3BM menjadi highlight kapita selekta berikut ini: Pengumpulan Data/dokumen Kita sudah berkeringat duluan sebelum melangkah untuk mengakses (mengumpul) data/informasi di suatu instansi, data ibarat “jimat” yang sulit dicari, kata para peneliti. Ungkapan tersebut bisa saja benar adanya, tapi mungkin juga ada instansi yang membuka pintu lebar-lebar untuk kita akses data/informasi-nya. Terlepas dari semua persoalan tersebut, kita harus sepakat dan membangun komitmen bahwa ketersediaan dan akurasi data sangat penting, bukan hanya untuk kebutuhan perencanaan tetapi juga sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi suatu program pembangunan. Terkait MDGs, bagaimana memenuhi kebutuhan data pencapaian indikator MDGs yang didukung oleh semua pihak pelaku pembangunan, termasuk di dalamnya mekanisme koordinasi dan diseminasi yang berkesesuaian. Ketersediaan, akurasi, dan alur data sektoral masih menjadi tantangan yang perlu diintervensi di daerah-daerah target MDGs. Kata pak Ega (Koordinator Nasional P3BM), “membangun data itu mahal, tetapi akan lebih mahal jika membangun tanpa data”. Sosialisasi Hasil Diagnosis Sosialiasasi hasil diagnosis di samping memberikan gambaran (potret) tentang pencapaian pembangunan suatu daerah berdasarkan indikator-indikator MDGs, juga potret perencanaan dan penganggaran di daerah. Dalam sosialisasi, terungkap pula permasalahan yang dihadapi daerah dalam pencapaian MDGs, penyusunan perencanaan, pembiayaan program dan monev serta langkah-langkah mengatasinya, terutama untuk tujuan penanggulangan kemiskinan. “Kartu Idola Cilik” MDGs Scorecard adalah alat yang digunakan untuk memotret pencapaian pembangunan suatu daerah berdasarkan indikator-indikator MDGs. Alat analisis ini sangat sederhana, mudah diaplikasikan dan sangat mudah dibaca hasilnya, sehingga pak Ega sering menyebutnya sebagai “kartu idola cilik”. Mengapa disebut seperti itu? Saya belum tanya alasan beliau, tapi dugaan saya karena dengan alat ini, kita dengan mudah bisa membaca dan memahami pencapaian (score) hasil pembangunan kita berdasarkan target dan indikator tertentu, misalnya capaian angka partisipasi sekolah (pendidikan), tingkat kematian balita (kesehatan), cakupan air bersih (lingkungan hidup), dan sebagainya. 1 Dengan menggunakan “formula” MDGs scorecard, maka bisa diperoleh warna pencapaian pembangunan suatu daerah dibanding daerah/kabupaten lain, provinsi, nasional, dan target MDGs. MDGs Scorecard (kartu idola cilik) ini memberikan tiga warna kondisi pencapaian pembangunan, yaitu: warna merah artinya masih jauh dari arah pencapaian target, kuning artinya menuju ke arah target, dan hijau artinya sudah mencapai target. Sebagai contoh (lihat diagram), akses terhadap sanitasi di Kabupaten Wakatobi baru mencapai 48% (Dinkes Kab. Wakatobi, 2007) masih jauh dari pencapaian target MDGs (65%), mengindikasikan bahwa masih diperlukan “kerja keras” untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Poverty Mapping Diagnosis dokumen perencanaan pembangunan daerah menelaah isi kandungan RPJMD sampai kepada dokumen perencanaan tingkat SKPD. Selain diagnosis terhadap sinkronisasi dan konsistensi dokumen secara struktural, juga terhadap program/kegiatan yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap tujuan-tujuan MDGs. Poverty mapping (pemetaan kemiskinan) adalah salah satu alat P3BM yang juga menjadi penunjang dalam diagnosis dokumen perencanaan pembangunan daerah. Dengan alat ini, kita dapat melakukan over-lap (kesetangkupan) antara perencanaan (data kasus) dengan penganggaran, sehingga program/kegiatan menjadi fokus, tepat lokasi/sasaran, alokasi anggaran lebih efektif dan efisien. Kasus yang banyak terjadi dalam dokumen perencanaan daerah adalah penetapan suatu lokasi sasaran kegiatan sering tidak berdasar pada data kondisi lapang, bahkan tanpa lokasi sasaran yang jelas (lokasi menyebar?). Akibatnya, impelementasi kegiatan tidak tepat sasaran, alokasi anggaran tidak tepat, apalagi bicara target dan indikator. Alhasil, melalui sosialisasi hasil diagnosis dengan alat ini, Pemda merespon tentang perlunya peningkatan kapasitas (pelatihan) perencanaan bagi staf perencana SKPD. Budgeting Analysis Alat P3BM berikutnya adalah budgeting analysis (analisis anggaran) khususnya APBD. Alat ini menarik untuk diketahui oleh para perencana SKPD dan DPRD karena jika angkaangka dalam APBD terinput dalam sistem, maka kita bisa tampilkan dan “membedah” komponen/organisasi anggaran dalam APBD hanya dalam hitungan menit bukan jam, misal memilah dan mengelompokkan alokasi anggaran berdasarkan tujuan-tujuan MDGs (contoh APBD Kab. Bombana tahun 2007: MDGs 49,36% dan Non-MDGs 50,64 % dari total APBD). Karena pentingnya alat ini, Pemda Wakatobi berencana mengalokasikan anggaran Bintek bagi anggota DPRD Wakatobi pada tahun anggaran 2010, tentunya juga pelatihan bagi tenaga perencana setiap SKPD. Catatan Singkat P3BM Dalam perjalanan P3BM di enam kabupate/kota Sulawesi Tenggara, berbagai kegiatan telah dilaksanakan seperti: sosialisasi, lokakarya, dan pelatihan. Di samping itu, juga difasilitasi Needs Assesment MDGs, Laporan MDGs, dan Studi-studi yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, serta lahirnya kebijakan Pemda yang mendukung upaya percepatan pencapaian MDGs di daerah. 2