EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA

advertisement
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL
OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO
ANI MURTISARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
ANI MURTISARI. The Effect of “Mahkota Dewa” Leaf Extracts (Phaleria
macrocarpa) on the Newborne Rat Cerebrum Cells In Vitro Growth. Under
direction of ITA DJUWITA and MIN RAHMINIWATI.
Research has been conducted on in vitro culture of three days old rat
(Sprague Dawley) cerebrum cells in DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle’s
Medium) containing 10% NBCS (Newborne Calf Serum) and 50 µg/mL
gentamycin (mDMEM), with and without mahkota dewa leaf extracts (MD).
There are five groups of treatment consisted of positive control (mDMEM+30
µg/mL asiaticoside (AC)), negative control (mDMEM), concentration 1
(mDMEM+100 ppm MD), concentration 2 (mDMEM+200 ppm MD), and
concentration 3 (mDMEM+400 ppm MD). Culture was done in 5% CO2 incubator
at 37oC for six days. The parameters observed were Population Doubling Time
(PDT), neuron and glia composition, and the length of axon and dendrite, were
done based on calculation using hemocytometer, Hematoxylin Eosin (HE)
staining, and measured using micrometer, respectively. Data were analyzed using
ANOVA and Duncan. The results showed that mahkota dewa leaf extracts
concentration 400 ppm inhibited the neuronal cells proliferation (P<0,05).
However, at concentration 200 ppm and 400 ppm increased the axon and dendrite
length growth, respectively.
Keywords: cell culture, neuron, mahkota dewa leaf extracts.
RINGKASAN
ANI MURTISARI. Efek Pemberian Ekstrak Daun Mahkota Dewa(Phaleria
macrocarpa) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak BesarAnak Tikus secara In
Vitro. Dibimbing oleh ITA DJUWITA dan MIN RAHMINIWATI.
Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman obat yang dapat mengatasi
kanker, kencing manis, hepatitis, asam urat, radang kulit, dan ekzema. Bagian
mahkota dewa yang sering digunakan adalah buah dan daunnya. Berdasarkan
penelitian, ekstrak daun mahkota dewa bersifat antiproliferatif terhadap sel hati
normal.
Otak besar merupakan bagian dari otak yang berperan dalam penyimpanan
memori. Efek ekstrak daun mahkota dewa terhadap otak besar belum diketahui
sehingga dilakukan penelitian untuk mengevaluasi efek ekstrak daun mahkota
dewa terhadap pertumbuhan sel-sel otak besar.
Penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan sel-sel otak besar
anak tikus (Sprague Dawley) umur tiga hari dalam medium dasar DMEM
(Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium) yang mengandung NBCS (Newborne Calf
Serum) 10% dan gentamisin 50 µg/ml (mDMEM) dengan dan tanpa penambahan
ekstrak daun mahkota dewa (MD). Terdapat lima kelompok perlakuan yang
terdiri dari kontrol positif (mDMEM+asiaticoside (AC) 30µg/ml), kontrol negatif
(mDMEM), konsentrasi 1 (mDMEM+MD 100 ppm), konsentrasi 2
(mDMEM+MD 200 ppm), dan konsentrasi 3 (mDMEM+MD 400 ppm). Kultur
dilakukan dalam inkubator CO2 5% dan suhu 37oC selama enam hari. Parameter
yang diamati adalah Population Doubling Time (PDT), komposisi sel saraf dan sel
glia, serta panjang akson dan dendrit masing-masing berdasarkan penghitungan
menggunakan hemositometer, pewarnaan HE, dan pengukuran sel saraf
menggunakan mikrometer. Data dianalisis menggunakan uji statistik ANOVA dan
Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan nilai PDT pada medium yang ditambahkan
ekstrak daun mahkota dewa 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm berturut-turut
adalah 3,93 ± 0,49hari, 4,33 ± 0,28hari, dan 6,63 ± 1,27 hari, sedangkan nilai PDT
pada kontrol positif dan negatif adalah 3,28 ± 0,26hari dan 3,78 ± 0,51hari.
Pemberian ekstrak daun mahkota dewa pada medium kultur sel saraf memiliki
nilai PDT lebih tinggi dibandingkan kontrol positif dan negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mahkota dewa pada medium kultur
sel saraf dapat menghambat proliferasi sel saraf. Medium yang ditambahkan
ekstrak daun mahkota dewa konsentrasi 200 ppm memiliki akson paling panjang
yaitu 32,79 ± 8,19 µm, sedangkan dendrit paling panjang pada konsentrasi 400
ppm yaitu 23,25 ± 4,31µm. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
ekstrak daun mahkota dewa dapat menghambat proliferasi sel saraf, namun
mampu meningkatkan pertumbuhan akson pada konsentrasi 200 ppm dan dendrit
pada konsentrasi 400 ppm.
Kata kunci: Kultur sel, sel saraf, ekstrak daun mahkota dewa.
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL-SEL
OTAK BESAR ANAK TIKUS SECARA IN VITRO
ANI MURTISARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Efek Pemberian Ekstrak Daun
Mahkota Dewa(Phaleria macrocarpa) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak
BesarAnak Tikus secara In Vitro adalah karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Ani Murtisari
B04070129
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Judul : Efek Pemberian Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In Vitro
Nama : Ani Murtisari
NIM
: B04070129
Disetujui
Dr. Drh. Hj. Ita Djuwita, M.Phil
Pembimbing I
Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D
Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Disetujui tanggal:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali pada tanggal 6Juli 1989.Penulis adalah anak
ketiga dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Sugiarto dan Ibu Nanik Ismawarti.
Penulis memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK Siwi Peni II pada
tahun 1994.Pada tahun 1995, penulis memulai pendidikan sekolah dasar di SD
Kiringan II.Tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah di SMPN 1Boyolali sampai
tahun 2004. Penulis melanjutkan SMA di SMAN 1 Boyolali dan lulus pada tahun
2007.
Tahun 2007 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).Selama kuliah, penulis juga aktif
mengikuti organisasi kemahasiswaan.Organisasi kemahasiswaan yang diikuti oleh
penulis adalah Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar dan Komunitas Seni Steril.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
yang berjudul “Efek Pemberian Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa) terhadap Pertumbuhan Sel-Sel Otak Besar Anak Tikus secara In
Vitro”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skiripsi ini tidak dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Dr. Drh. Hj. Ita Djuwita, M.Phil dan Drh. Min Rahminiwati, MS, Ph.D
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
dan pendampingan sejak persiapan penyusunan usulan penelitian,
pelaksanaan penelitian, sampai penulisan skripsi ini selesai.

Dr. Drh. Susi Soviana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas
semua bimbingan dan arahannya.

Seluruh dosen dan staf Laboratorium Embriologi FKH IPB yang telah
memberikan bantuan ilmunya dalam pelaksanaan penelitian.

Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Bogor yang telah
menyediakan ekstrak daun mahkota dewa.

Keluarga tercinta (Ayah, Ibu, dan keluarga besar) yang selalu memberikan
dukungan dan doa yang tiada hentinya.

Teman-teman sepenelitian (Yunita dan Irma) atas kerjasama, semangat,
dan suka duka selama melaksanakan penelitian.

Kak Devi, Kak Yeni, Disa, Bu Eka, Pak Wahyudin, atas bantuan selama
pelaksanaan penelitian.

Bakhtiar Hidayat Harahap, S.KH atas semangat dan doa yang selalu
diberikan.

Teman-teman di Chevana C2 (Archi, Chaca, Eka, Vully, Ningrum) atas
kebersamaan dan dukungannya.

Teman-teman seperjuangan Gianuzzi 44 yang selalu memberikan
semangat kebersamaan.

Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Oktober 2011
Ani Murtisari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................... 3
Manfaat ..................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Mahkota Dewa ......................................................................................... 4
Otak Besar (Cerebrum) ............................................................................ 6
Sel Saraf ................................................................................................... 7
Kultur In Vitro ..............................................................................................9
Kultur Sel Otak ..........................................................................................10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ................................................................................... 12
Alat dan Bahan ......................................................................................... 12
Metode ...................................................................................................... 12
Ekstrak Daun Mahkota Dewa ........................................................ 12
Persiapan KulturSel Saraf.............................................................. 12
Isolasi dan Kultur Sel Saraf Otak Besar ....................................... 13
Evaluasi Hasil Kultur Sel Saraf..................................................... 13
Tingkat Proliferasi BerdasarkanPDT .................................13
Diferensial Sel untuk Menentukan Sel Glia dan Sel
Saraf ............................................................................. 14
Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit ....................... 14
Rancangan Percobaan .............................................................................. 14
Analisis Data ..............................................................................................15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time ................... 16
Kompisisi Jumlah Sel Glia dan Sel Saraf ................................................. 17
Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit ............................................... 20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan.....................................................................................................21
Saran ........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22
LAMPIRAN ......................................................................................................... 26
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
Tingkat proliferasi sel saraf yang tumbuh dalam medium yang diberi ekstrak
daun mahkota dewa ................................................................................... 16
Persentase sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan .............. 19
Panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan ...................... 20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
Tanaman mahkota dewa ................................................................................4
Sel saraf bipolar, unipolar, dan multipolar .................................................. 7
Sel saraf multipolar dilihat dengan mikroskop elektron ................................8
Sel saraf bipolar pada kontrol negatif dan MD 400 ppm............................. 17
Sel glia astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel saraf multipolar .......... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
Hasil analisis ANOVA dan Duncan PDT .................................................. 27
Hasil analisis ANOVA dan Duncan komposisi sel glia dan sel saraf ....... 30
Hasil analisis ANOVA dan Duncan panjang akson dan dendrit ............... 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting. Menurut Aspinall &
O’Reilly (2004), fungsi otak antara lain untuk mengontrol dan mengoordinasi
semua aktivitas normal tubuh dan berperan dalam menyimpan memori. Seperti
halnya dengan organ-organ yang lain, otak juga dapat mengalami kerusakan.
Menurut Jackson et al. (2010) sejumlah cedera sistem saraf pusat (SSP) dan
penyakit neurodegeneratif dapat mengakibatkan berbagai tingkat kematian sel dan
neuroinflamasi.
Sel utama pada sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Kerusakan pada
sel saraf dapat menyebabkan kelemahan memori (Colville & Bassert 2002),
namun kelemahan memori juga dapat terjadi akibat fungsi otak yang lemah
misalnya penurunan jumlah neurotransmitter utama (asetilkolin) yang berperan
dalam proses penyimpanan memori (Taepavarapruk & Song 2010). Asetilkolin
dapat diinaktivasi oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetil dan kolin
(Denikrisna 2011).Untuk mempertahankan asetilkolin tetap tinggi maka
penguraian asetilkolin menjadi asetil dan kolin oleh enzim asetilkolinesterase
harus dihambat.
Tanaman obat (herbal medicine) merupakan salah satu metode pengobatan
secara alami (back to nature) yang sedang digemari masyarakat dunia dan juga
Indonesia. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu contoh
tanaman obatyang dapat mengatasi kanker, kencing manis (diabetes melitus),
hepatitis, asam urat, radang kulit, dan ekzema (Wijayakusuma 2005). Bagian
mahkota dewa yang sering dipakai untuk pengobatan adalah kulit buah, daging
buah, dan daunnya.
Berdasarkan penelitian, ekstrak daun mahkota dewa memiliki efek
antihistamin (Sumastuti 2002a), sitotoksik dan antiproliferasi terhadap sel kanker
servik (Sumastuti 2002b; Kintoko & Pihie 2007), antiproliferasi dan proapoptosis
terhadap sel kanker payudara (Tjandrawinata et al. 2010), tetapi juga bersifat
antiproliferasi terhadap sel hati normal (Kintoko & Pihie 2007). Efek
antiproliferasi oleh ekstrak daun mahkota dewa terhadap sel-sel normal pada
organ tubuh yang lain seperti pada sel otak besar belum diketahui sehingga
dilakukan penelitian untuk melihat efek ekstrak daun mahkota dewa terhadap
pertumbuhan sel-sel otak besar. Kultur sel merupakan salah satu teknik yang
dapat digunakan untuk mengukur kepekaan sel dalam menanggapi rangsang dan
pengujian obat baru (Baum 2006) sehingga pada penelitian ini digunakan teknik
kultur sel untuk menguji efek ekstrak daun mahkota dewa terhadap pertumbuhan
sel-sel otak besar. Otak besar yang digunakan adalah otak besar anak tikus putih
(Rattus norvegicus) yang berumur 3 hari.
Asiaticoside merupakan senyawa bioaktif yang berasal dari tanaman
Centella asiatica.Asiaticoside terbukti dapat melindungi sel saraf dari stres
oksidatif dan mencegah terjadinya apoptosis (Mook-Jung et al. 1999) sehingga
asiaticoside digunakan sebagai kontrol positif. Dosis optimum pemberian
asiaticoside pada kultur sel adalah ≤ 100 µg/mL (Musalmah et al. 2006),
berdasarkan informasi ini maka asiaticoside yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 30 µg/mL.
Zat-zat yang bersifat neurotoksik dapat menyebabkan kematian sel-sel saraf,
degenerasi akson, dan peningkatan jumlah sel glia (Maezawa et al. 2006; Janis et
al. 2008; Woehrling et al. 2010).Kematian sel-sel saraf dapat menyebabkan
kelemahan memori (Colville & Bassert 2002), sedangkan degenerasi akson dapat
menghambat penyaluran impuls (Messonnier 2002). Untuk melihat kemungkinan
adanya efek negatif ekstrak daun mahkota dewa terhadap sel saraf, parameter
yang diamati dalam penelitian ini adalah tingkat proliferasi sel saraf berdasarkan
Population Doubling Time, panjang akson dan dendrit, dan komposisi sel saraf
dengan sel glia.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek pemberian ekstrak
daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap pertumbuhan sel saraf yang
ditumbuhkan secara in vitro pada beberapa tingkatan konsentrasi ekstrak daun
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).
Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai efek
ekstrak daun mahkota dewa bagi pengobatan penyakit sistem saraf.
TINJAUAN PUSTAKA
Mahkota Dewa
Di daerah Sumatera (Melayu), mahkota dewa dikenal dengan nama buah
simalakama sedangkan di pulau Jawa mahkota dewa dikenal dengan nama makuto
dewo (Habsari 2010). Sistematika tanaman mahkota dewa yaitu:
divisi
: Spermatophyta
subdivisi
: Angiospermae
kelas
: Dicotyledoneae
bangsa
: Thymelecales
suku
: Thymelaceae
marga
: Phaleria
jenis
: Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl
Gambar 1 Tanaman mahkota dewa (Winarto 2009).
Gambar 1 merupakan morfologi tanaman mahkota dewa. Mahkota dewa
merupakan tanaman perdu yang berkembang dan tumbuh sepanjang tahun,
tanaman ini dapat mencapai tinggi 1-2,5 meter. Bunga mahkota dewa berwarna
putih dan berbau harum. Mahkota dewa berbunga sepanjang tahun, tidak
mengenal musim, dan biasanya banyak muncul saat musim penghujan. Buah
mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji (Winarto 2009).
Daun mahkota dewa termasuk daun tunggal dengan tangkai daun berbentuk
bulat yang panjangnya sekitar 3-5 mm. Daun mahkota dewa berwarna hijau yang
permukaannya licin, tidak berbulu, dan pertulangan daunnya menyirip. Helaian
daun ini berbentuk oval, ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi rata.
Panjang daun sekitar 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Daun yang sudah tua berwarna
lebih gelap dibandingkan daun yang masih muda. Daun mahkota dewa termasuk
bagian tanaman yang sering dimanfaatkan untuk obat disentri dan alergi. Sebagai
obat, daun tersebut harus direbus terlebih dahulu. Penggunaan mahkota dewa
yang melebihi dosis dan mengonsumsinya dalam keadaan mentah dapat
menimbulkan gejala keracunan seperti bibir menjadi bengkak dan pecah-pecah,
timbul luka di rongga mulut, pusing, mual, dan muntah (Winarto 2009).
Menurut Wijayakusuma (2005), mahkota dewa memiliki kandungan kimia
alkaloid, terpenoid, saponin, resin, senyawa lignan (polifenol), dan flavanoid.
Alkaloid merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai detoksikan yang
menetralisir racun-racun di dalam tubuh. Saponin merupakan senyawa yang
bersifat antibakteri dan antivirus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
mengurangi kadar gula darah, dan mengurangi penggumpalan darah. Flavanoid
adalah suatu antioksidan alam yang mempunyai aktivitas biologis, antara lain
sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi, serta
mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida, dan radikal
peroksil. Flavanoid dapat mencegah pertumbuhan kanker dan antiperadangan
(Anonim 2011).Menurut Pawiroharsono (2001) flavanoid bermanfaat untuk
antiinflamasi, antikanker, antivirus, antialergi, dan antikolesterol.
Berdasarkan laporan mengenai manfaat mahkota dewa bagi kesehatan,
beberapa ilmuwan telah mencoba meneliti khasiat dan manfaat ekstrak daun
mahkota dewa bagi kesehatan. Sumastuti (2002a) meneliti ekstrak daun mahkota
dewa terhadap efek antiinflamasi dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ekstrak daun mahkota dewa memiliki efek antiinflamasi. Sumastuti (2002b) juga
melakukan penelitian mengenai manfaat ekstrak daun mahkota dewa bagi kanker
servik dan dari hasil penelitiannya ekstrak daun mahkota dewa dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker servik, penelitian yang serupa juga dilakukan oleh
Kintoko & Pihie (2007). Efek antiploriferasi dan proapoptosis ekstrak daun
mahkota dewa terhadap sel kanker payudara telah dibuktikan oleh penelitian
Tjandrawinata et al. (2010).
Otak Besar (Cerebrum)
Otak terbagi menjadi 3 daerah utama yaitu forebrain (otak depan), midbrain
(otak tengah), dan hindbrain (otak belakang). Otak depan terdiri dari cerebrum,
thalamus, dan hipothalamus. Cerebrum (otak besar) adalah bagian terbesar dari
otak depan dan mengandung hampir 90% sel saraf yang ada di sistem saraf pusat
(Colville & Bassert 2002; Aspinall & O’Reilly 2004). Cerebrum merupakan
bagian dari otak yang memberikan respon terhadap kebiasaan, belajar, inteligen,
dan kesadaran (Colville & Bassert 2002).
Cerebrum bertugas menerima dan menginterpretasikan informasi sensoris;
menginisiasi rangsangan secara sadar pada otot rangka; dan mengintegrasikan
aktivitas neuron yang secara normal berhubungan dengan komunikasi, ekspresi
respon emosional, belajar, memori dan daya ingat, dan kebiasaan lainnya yang
dilakukan secara sadar (Colville & Bassert 2002).
Bagian luar dari cerebrum tersusun oleh gray matter yang menyelubungi
white matter di bagian dalamnya. Permukaan cerebrum berbentuk berlekuk-lekuk
karena ada gyri (tonjolan) dan sulci (lekukan) (Messonnier 2000). Cerebrum
terdiri dari dua bagian yang disebut hemisphere. Hemisphere terdiri dari
hemisphere kanan dan hemisphere kiri, masing-masing hemisphere tersebut
terdapat satu hippocampus. Hippocampus merupakan bagian dari otak yang
berfungsi membentuk memori, mengorganisir memori, dan menyimpan memori.
Hippocampus bekerja sebagai memory indexer yaitu mengirimkan memori ke
bagian hemisphere dari otak besar untuk disimpan dalam waktu yang lama dan
dapat mengeluarkan memori apabila dibutuhkan (Bailey 2011). Jika bagian ini
mengalami kerusakan dan tidak berfungsi karena kekurangan oksigen, keracunan,
atau blood clots (stroke), hewan akan dapat mengalami kegagalan untuk
menyimpan ataupun mengingat suatu informasi (Colville & Bassert 2002). Allen
et al. (2006) juga mengemukakan bahwa tingkat kerusakan hippocampus
berkorelasi dengan tingkat memory deficits (amnesia). Berdasarkan fungsi otak
besar yang berperan dalam memori, maka pada penelitian ini digunakan otak
besar sebagai bahan coba untuk melihat efek ekstrak daun mahkota dewa terhadap
sel-sel otak besar yang nantinya berpengaruh terhadap memori.
Sel Saraf
Sel saraf adalah unit dasar dari sistem saraf (Ribchester 1986). Sel saraf
terdiri dari 3 bagian penting yaitu badan sel, dendrit, dan akson (Colville &
Bassert 2002). Dendrit merupakan bagian yang menerima rangsangan dari sel
saraf yang lain dan meneruskan rangsangan menuju badan sel saraf. Akson
adalah bagian yang bertugas meneruskan rangsangan dari badan sel saraf menuju
dendrit dari sel saraf lain, badan sel otot, atau badan sel glandular (Messonnier
2000; Colville & Bassert 2002).
Gambar 2 Sel saraf unipolar, bipolar, dan multipolar (Sriwulan 2005).
Berdasarkan posisi badan sel dengan dendrit dan akson, sel saraf
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: bipolar, unipolar, dan multipolar. Morfologi
ketiga tipe sel saraf ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sel saraf bipolar adalah sel
saraf yang badan selnya memiliki 2 penjuluran, satu penjuluran sebagai dendrit
dan penjuluran yang lain sebagai akson. Berbeda dengan sel saraf bipolar, sel
saraf unipolar hanya memiliki satu penjuluran pada badan selnya. Penjuluran
tersebut selanjutnya bercabang dan setiap cabang dapat menuju ke target yang
berbeda. Sel saraf multipolar memiliki lebih dari dua penjuluran pada badan
selnya dan setiap penjuluran dapat bercabang secara ekstensif (Ribchester 1986).
Sel saraf unipolar dan multipolar dalam perkembangannya mula-mula terekspresi
dari sel saraf bipolar(Ribchester 1986). Morfologi sel saraf multipolar dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sel saraf multipolar dilihat dengan mikroskop elektron (BMC 2010).
Jumlah sel glia di jaringan saraf lebih banyak daripada jumlah sel saraf
(Colville & Bassert 2002). Menurut Kuntarti (2007) sel glia mendukung dan
merawat sel saraf, selain itu sel glia merupakan setengah dari bagian sistem saraf
pusat, kecil, dan dapat memperbanyak diri. Sel glia pada sistem saraf pusat terdiri
dari empat macam yaitu astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal.
Astrosit merupakan sel glia terbesar dan terbanyak, berbentuk seperti bintang.
Fungsi astrosit adalah untuk mempertahankan sirkulasi darah di otak yang
memisahkan otak dari sirkulasi umum, membentuk struktur sistem saraf pusat,
mengatur kadar ion dan nutrien, memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari
kerusakan. Oligodendrosit melapisi akson dengan membentuk lapisan myelin.
Mikroglia melindungi sistem saraf pusat dari debris, zat sisa dan patogen dengan
mekanisme fagosit.
Sel ependimal adalah sel epitel yang melapisi dinding
ventrikel. Sel ependimal membentuk, memonitor, dan membantu sirkulasi cairan
cerebrospinal (Kuntarti 2007).
Kultur In Vitro
Kultur primer yaitu menumbuhkan sel dari sel yang berasal dari jaringan
hewan secara langsung (Paul 1972; Butler 2004). Sel kultur primer adalah sel
yang diperoleh dari suspensi sel yang pertama kali dikultur. Jika sel-sel tersebut
bermultiplikasi berulang kali maka sel-sel tersebut dapat dipasase, yaitu
dipisahkan kembali kemudian dikultur ulang (Paul 1972).
Kultur sel
membutuhkan sel untuk dapat ditumbuhkan, sel didapatkan dari jaringan yang
diisolasi kemudian dilakukan pemisahan jaringan untuk mendapatkan sel yang
terpisah-pisah (Paul 1972; Freshney 2006). Biasanya pemisahan jaringan untuk
mendapatkan sel menggunakan enzim tripsin atau kolagenase (Paul 1972;
Freshney 2006).Kelangsungan hidup sel dapat ditingkatkan dengan melakukan
coating substratuntuk meningkatkan daya lekat sel ke substrat menggunakan
gelatin, kolagen, laminin, atau fibronectin (Butler 2004; Freshney 2005). Kultur
sel yang melekat pada substrat disebut kultur monolayer (Jakoby & Pastan 1979).
Eagle’s Minimal Essential Medium (MEM) dan Dulbecco’s Modified
Eagle’s Medium (DMEM) merupakan pengembangan dari Eagle’s Basal Medium
(BME)
dengan
meningkatkan
konsentrasi
bahan
penyusunnya.
DMEM
mengandung konsentrasi asam amino 2 kali lipat dan vitamin 4 kali lipat lebih
banyak daripada MEM(Freshney 2005). Kandungan unsur pokok yang lebih baik
ini menyebabkan DMEM menjadi medium yang biasa dipakai untuk kultur sel.
Medium DMEM sangat cocok digunakan dalam berbagai kultur sel termasuk selsel yang berasal dari manusia, monyet, hamster, tikus, mencit, ayam, dan ikan
(Pombinho et al. 2004, diacu dalam Riyacumala 2010).
Lingkungan yang terbaik untuk pertumbuhan sel adalah lingkungan yang
kondisinya mendekati keadaan in vivo (Paul 1972; Malole 1990). PH yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah sekitar 7,4 (Paul 1972; Freshney 2005). Phenol red
dapat digunakan sebagai indikator pH dalam medium yaitu berwarna merah pada
pH 7,4, orange pada pH 7,0, kuning pada pH 6,5, kuning lemon pada pH 6,5, pink
pada pH 7,6, dan ungu pada pH 7,8 (Fresheny 2005). Pengaturan pH medium
dapat dilakukan dengan sistem buffer karbondioksida-karbonat sehingga pada
medium dilakukan penambahan NaHCO3 dan inkubasi pada CO2 (Malole 1990;
Freshney 2005). Untuk mengatur kadar O2 dalam medium, dapat ditambahkan
gluthathione, 2-mercaptoethanol atau dithiothreitol sebagai antioksidan ke dalam
medium (Freshney 2005).
Suhu yang direkomendasikan untuk kultur sel hewan mamalia adalah 37oC
atau disesuaikan dengan suhu tubuh sel hewan (Paul 1972; Pollard & Walker
1990; Freshney 2005). Medium untuk kultur sebaiknya dihindarkan dari
pembentukan busa. Pembentukan busa pada medium dapat menyebabkan
denaturasi protein dan meningkatkan resiko kontaminasi apabila busa medium
mencapai bagian atas dari petri dish (Freshney 2005).
Istilah complete medium merupakan medium yang mengandung semua
unsur pokok dan telah ditambahkan suplemen yang cukup sesuai standar yang
ditetapkan seperti glutamin, serum, growth factors, danhormon (Freshney 2005).
Serum mengandung growth factor yang meningkatkan proliferasi sel dan juga
faktor adhesi dan aktivitas antitripsin yang mendukung perlekatan sel. Serum
juga mengandung mineral, lipid, hormon. Calf serum (CS) dan fetal bovine
serum (FBS) merupakan serum yang paling banyak digunakan akhir-akhir ini,
terutama untuk cell line dan kloning (Freshney 2005). Antibiotik daoat
ditambahkan pada medium kultur untuk mencegah kontaminasi.
Media untuk perkembangan sel mengandung nutrisi yang tinggi tidak hanya
bagi sel hewan tetapi bakteri dan fungi. Kebanyakan mikroorganisme ini memiliki
laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan sel kultur dan terkadang
menghasilkan toksin yang dapat mematikan sel. Cara terbaik untuk mencegah
kontaminasi pada media kultur adalah dengan menerapkan teknik aseptis (Paul
1972). Untuk mencegah kontaminasi maka peralatan untuk kultur, operator,
ruangan kultur, dan bahan-bahan untuk kultur harus steril. Reagen liquid untuk
kultur sel disterilisasi dengan teknik filtrasi untuk meyaring bakteri menggunakan
membran filter berukuran 0,22 µm (Jakoby & Pastan 1979).
Kultur Sel Otak
Sel saraf yang membentuk sistem saraf pada mamalia merupakan sel yang
sulit untuk dikultur. Sel ini sangat khusus dan pemilih mengenai lingkungan
tempat mereka tumbuh dan biasanya mereka hanya bertahan dan berkembang
ketika ada lapisan non-saraf yaitu sel-sel glia yang memberikan dukungan seluler.
Terkadang jumlah sel-sel glia lebih banyak dibandingkan sel saraf sehingga
menyulitkan untuk menggambarkan sel-sel saraf dan mengukur aktivitas mereka
terhadap sel-sel glia (Baum 2006). Kunci utama melakukan kultur sel saraf adalah
melakukan kontrol yang ketat terhadap lingkungan sel saraf (Malin et al. 2007).
Sel yang berasal dari embrionik dan neonatal membutuhkan faktor pertumbuhan
terutama nerve growth factor (NGF) yang ditambahkan ke dalam media kultur
standar untuk bertahan hidup. Sel yang berasal dari hewan dewasa dapat
ditumbuhkan tanpa diberikan faktor pertumbuhan pada media kultur yang
mengandung suplemen vitamin (Malin et al. 2007).
Medium kultur yang umum digunakan untuk menumbuhkan sel saraf adalah
Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM) yang ditambahkan serum 10%.
Kultur sel saraf akan tumbuh dengan baik ketika hidup pada pH fisiologis yaitu
sekitar 7,3 dan akan mati pada pH lebih dari 8,5. Untuk mendapatkan
pertumbuhan yang lebih optimal, maka dibuat sistem buffer yang mirip dengan
sistem buffer di dalam darah (karbondioksida-karbonat) dengan cara mengatur
keseimbangan antara CO2 dari inkubator (5%) dengan ion bicarbonat (NaHCO3)
yang ditambahkan dari medium (Potter & DeMarse 2001).
Sel saraf biasanya menempel pada substrat, tetapi akson dapat bermigrasi
keluar dari badan saraf (Paul 1972). Sel saraf dapat bertahan pada kultur sel
sampai beberapa bulan (Paul 1972). Kultur in vitro sel saraf menghasilkan
jaringan saraf yang menggambarkan prinsip dasar aktifitas otak yang dapat
digunakan untuk menganalisis perkembangan elektrofisiologi dan kualitas
hubungan antar sel saraf yang berasal dari sumber sel yang berbeda serta reaksi
sel-sel tersebut terhadap reaksi farmakologi oleh senyawa aktif (Illes et al. 2009).
Menurut Woehrling et al. (2010), astrosit merupakan sel glia utama yang
memberikan perlindungan untuk sel saraf. Perbandingan astrosit dengan sel saraf
adalah sekitar 10:1 pada kondisi in vivo, sedangkan pada kondisi in vitro, astrosit
menunjang fungsi sel saraf dengan perbandingan 1:4 (Woehrling et al. 2010).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan
Juli 2011 di Laboratorium Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain peralatan bedah steril, cawan petri
steril, pinset, spuit, tabung konikal, tabung mikro, gelas beaker, gelas ukur,
mikropipet, tip, mikrofilter, clean bench, object glass, cover glass, hemositometer,
mikroskop, inkubator, sentrifuge, dan timbangan digital.
Bahan yang digunakan antara lain otak besar tikus putih (Rattus norvegicus)
umur tiga hari (newborn); gelatin 0,1%; larutan pencuci phosphate buffered saline
(PBS)yang ditambahkangentamisin 50 µg/mL dan newborn calf serum (NBCS)
0,1% (mPBS); medium kultur mDMEM yaitu DMEM (Dulbecco’s Modified
Eagle’s Medium) yang dimodifikasi dengan penambahan asam amino nonesensial (AANE) 10%, gentamisin 50 µg/mL, sodium bikarbonat 3,7 µg/mL,dan
newborn calf serum (NBCS) 10%; asiaticoside (AC) 30 µg/mL; ekstrak daun
mahkota dewa (MD); tripsin 0,1%; dan pewarna Hematoksilin Eosin (HE).
Metode
Ekstrak Daun Mahkota Dewa
Ekstrak daun mahkota dewa yang dipakai pada penelitian ini merupakan
ekstrak siap pakai yang berasal dari Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM
IPB, Bogor.Ekstrak ini dibuat dengan metode maserasi dengan pelarut etanol
30%.
Persiapan Kultur Sel Saraf
Cawan petri (Corning®) dilapisi dengan 1 mL gelatin 0,1% dan didiamkan
pada suhu kamar selama 1 jam. Setelah 1 jam, gelatin dibuang dan dicuci dengan
PBS kemudian didiamkan selama lima menit. Cawan petri diisi dengan mDMEM
dan perlakuan (AC 30 µg/mL, MD konsentrasi 100, 200, dan 400 ppm) sebanyak
2 mL dan diinkubasi selama minimal satu jam ke dalam inkubator CO2 5% pada
suhu 37oC.
Isolasi dan Kultur Sel Saraf Otak Besar
Sel saraf diisolasi dari otak besar tikus (Rattus norvegicus) umur 3 hari.Otak
besar dipotong kecil-kecil dan disuspensi menggunakan spuit 1 cc di dalam
larutan mPBS. Suspensi otak besar disentrifugasi dengan kecepatan 210 g selama
10 menit, pencucian ini dilakukan dengan mPBS sebanyak empat kali dan
mDMEM sebanyak satu kali. Sebelum dikultur, jumlah sel dihitung menggunakan
hemositometer.Sel dengan konsentrasi 6,5x104 sel/mL dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisi mDMEM dan perlakuan sebanyak 2 mL. Setiap kultur
dilakukan duplo, terdiri dari cawan yang dilapisi dan tidak dilapisi cover glass.
Cawan yang dilapisi cover glass digunakan untuk pewarnaan HE.Kultur
diinkubasi di dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37oC.Medium mDMEM dan
perlakuan diganti setiap 2 hari sekali sebanyak 2 mL setiap penggantian.Kultur
dilakukan sampai hari keenam.
Evaluasi Hasil Kultur Sel Saraf
Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)
Tingkat proliferasi ditentukan dengan menghitung jumlah sel pada saat
sebelum dikultur dan setelah kultur hari keenam. Sel hari keenam dibuang
mediumnya lalu dicuci dengan PBS kemudian dimasukkan larutan tripsin 0,1%
dalam PBS sebanyak 1 mL. Sel diinkubasi selama 5 menit sampai sel terlihat
soliter dan diamati di bawah mikroskop. Pemipetan berulang dapat dilakukan
untuk mempermudah disosiasi sel. Sel yang telah terdisosiasi disentrifugasi di
dalam mPBS, selanjutnya sel dihitung total selnya menggunakan hemositometer
Improved Neubauer.
Total sel (sel/mL) = jumlah sel pada 5 kotak x faktor pengenceran x 104
Population Doubling Time (PDT) dihitung menggunakan rumus:
1
PDT (hari) =
(log jumlah sel akhir-log jumlah sel awal) x 3,32
Waktu
Diferensial Sel untuk Menentukan Sel Glia dan Sel Saraf
Jumlah sel dihitung dengan metode pewarnaan HE.Kultur sel yang
ditumbuhkan di atas cover glass dicuci dengan PBS kemudian difiksasi dalam
larutan buffer paraformaldehid 4% selama 24 jam.Kultur yang telah difiksasi
disimpan dalam alkohol 70% sampai dilakukan pewarnaan HE. Pewarnaan
dimulai dengan merendam hasil kultur ke dalam alkohol 50% selama 3 menit.
Setelah itu direndam dalam aquades selama 5 menit, hematoksilin 10 menit, dan
dibilas dengan aquades selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan perendaman dalam
eosin selama 5 menit, dibilas dengan aquades selama 5 menit, dan dilakukan
dehidrasi bertingkat menggunakan alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, 100% (absolut)
tiga kali, masing-masing selama 10 menit dan dilanjutkan dalam xylol dua kali
ulangan masing-masing selama 10 menit, kemudian cover glass ditempelkan di
atas object glass menggunakan entelan dan diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 10x10 untuk dihitung jumlah sel-sel saraf dan sel-sel glia.
Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit
Panjang akson dan dendrit diukur dengan cara mengamati kultur hari
keenam. Kultur tersebut difoto sebanyak 4 lapang pandang secara acak dengan
mikroskop perbesaran 10x10.Akson dan dendrit pada foto tersebut diukur
menggunakan software ImageJ.
Rancangan Percobaan
Terdapat lima kelompok perlakuan yang terdiri dari kontrol positif
(mDMEM+AC
30
µg/mL),
kontrol
negatif
(mDMEM),
konsentrasi
1
(mDMEM+MD 100 ppm), konsentrasi 2 (mDMEM+MD 200 ppm), konsentrasi 3
(mDMEM+MD 400 ppm). Masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari satu
cawan yang dilapisicover glass untuk pewarnaan HE dan satu cawan tanpa cover
glass untuk menghitung PDT. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan.Parameter yang diamati yaitu Population Doubling Time (PDT),
jumlah sel glia dan sel neuron, serta panjang akson dan dendrit.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan metode statistik ANOVA dan dilanjutkan
dengan Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)
Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh
populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua kali dari jumlah semula. Hasil PDT
kultur sel saraf yang diberi perlakuan ekstrak daun mahkota dewa dibandingkan
dengan kontrol disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat PDT sel saraf yang tumbuh dalam medium yang diberi ekstrak
daun mahkota dewa
Kontrol
positif
Kontrol
negatif
3,28 ± 0,26a
3,78 ± 0,51ab
Konsentrasi MD (ekstrak daun mahkota dewa)
100 ppm
200 ppm
400 ppm
3,93 ± 0,49ab
4,33 ± 0,28b
6,63 ± 1,27c
Ket: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata
(P<0,05). Kontrol positif (mDMEM+asiaticoside (AC) 30 µg/ml); kontrol negatif
(mDMEM); MD 100 ppm (mDMEM+MD 100 ppm); MD 200 ppm (mDMEM+MD 200
ppm); MD 400 ppm (mDMEM+MD 400 ppm).
Menurut Martin (1994), sel saraf memiliki PDT sekitar 3-4 hari. Proliferasi
sel yang cepat ditunjukkan dari PDT yang rendah. Nilai PDT pada MD 400 ppm
secara nyata lebih besar dibandingkan kontrol positif dan negatif yaitu 6,63 ± 1,27
(P<0,05), sedangkan MD 100 ppm dan 200 ppm tidak berbeda nyata tetapi tetap
lebih besar daripada kontrol positif dan negatif. Berdasarkan hasil tersebut,
pemberian ekstrak daun mahkota dewa dapat menyebabkan proliferasi sel yang
lebih lambat. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun mahkota dewa yang
diberikan, efek antiproliferasinya semakin besar.
Salah satu cara mengendalikan sel kanker adalah dengan menghambat
proliferasi selnya (Mori et al. 2004).Kintoko dan Pihie (2007) meneliti kultur sel
kanker servik, sel kanker melanoma, sel kanker payudara, dan sel hati normal
yang diberi ekstrak daun mahkota dewa. Hasil penelitian tersebut memberikan
informasi bahwa ekstrak daun mahkota dewa dapat menghambat proliferasi selsel kanker walaupun tidak signifikan. Ekstrak daun mahkota dewa juga bersifat
antiproliferatif tidak selektif yang artinya ekstrak daun mahkota dewa tidak hanya
dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker, tetapi juga dapat menghambat
proliferasi sel-sel hati normal. Berdasarkan penelitian Tjandrawinata et al. (2010)
mahkota dewa memiliki efek antiinflamasi, antiangiogenesis, antiproliferasi, dan
proapoptosis pada kultur sel kanker payudara.
A
B
akson
akson
badan sel
badan sel
dendrit
dendrit
A
B
Gambar 4 Sel saraf bipolar pada kontrol negatif (A) dan sel saraf bipolar pada MD
400 ppm yang selnya mengalami degenerasi (B). Bar: 10µm.
Bentuk degenerasi sel saraf dapat dilihat pada kultur sel saraf MD 400 ppm.
Gambar 4 memperlihatkan perbandingan bentuk sel saraf pada kontrol negatif dan
MD 400 ppm secara natif. Sel saraf pada kontrol negatif terlihat utuh sedangkan
sel saraf pada MD 400 ppm mengalami degenerasi. Menurut Shearer dan Fawcett
(2001), terjadinya kerusakan pada sel saraf dapat mengakibatkan terjadinya
degenerasi akson.
Dardanela (2005) telah melakukan penelitian mengenai toksisitas dari
ekstrak buah mahkota dewa terhadap larva udang Artemia salina Leach, dari hasil
penelitian tersebut nilai toksisitas LC50 mahkota dewa adalah sebesar 541,76 ppm.
Komposisi Jumlah Sel Glia dan Sel Saraf
Sel glia merupakan sel-sel yang menjaga, memelihara, dan mendukung sel
saraf. Terdapat empat macam sel glia di sistem saraf pusat yaitu astrosit,
oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit berfungsi memberikan
nutrisi pada sel saraf serta memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari
kerusakan. Oligodendrosit merupakan sel glia yang melapisi akson dengan
myelin. Mikroglia melindungi sistem saraf pusat dengan mekanisme fagosit. Sel
ependimal merupakan sel epitel yang melapisi dinding ventrikel, membentuk,
memonitor, dan membantu sirkulasi cairan cerebrospinal (Kuntarti 2007).
Menurut Shearer dan Fawcett (2001), terjadinya toksisitas pada sistem saraf
secara in vivo dapat menyebabkan infiltrasi sel glia. Sel glia pertama yang
berespon adalah astrosit, kemudian mikroglia, dan disusul oleh oligodendrosit.
Sel glia yang ditemukan pada kultur sel saraf adalah astrosit, oligodendrosit,
dan mikroglia. Bentuk ketiga sel ini mirip dengan sel saraf. Morfologi sel glia dan
sel saraf dapat disajikan pada Gambar 5. Sel ependimal tidak terlihat pada kultur
sel saraf karena sel ependimal melapisi dinding ventrikel.
A
B
C
D
Gambar 5 Sel glia astrosit (A), oligodendrosit (B), mikroglia (C), dan sel saraf
multipolar (D). Pewarnaan HE. Bar: 5µm.
Perbandingan sel saraf dengan sel glia pada kondisi in vivo adalah 1:10
(Junqueria & Carnerio 2005). Persentase sel saraf dan sel glia pada masingmasing perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan (%)
Jenis
Kontrol
sel
positif
Kontrol
Konsentrasi MD
negatif
c
Sel saraf
69,03 ± 3,47
Sel glia
30,97 ± 3,47a
47,19 ± 9,94
100 ppm
b
52,81 ± 9,94b
52,46 ± 5,23
200 ppm
b
47,54 ± 5,23b
400 ppm
b
27,33 ± 4,93a
53,25 ± 4,49b
72,67 ± 4,93c
46,75 ± 4,49
Ket: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata
(P<0,05).
Persentase sel saraf dan sel glia pada kontrol negatif adalah 41,50% dan
58,50%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Riyacumala (2010) yang
memberikan hasil persentase sel saraf dengan sel glia pada medium DMEM yang
ditambahkan serum 10% adalah 48,50% dan 51,50%. Sel glia memiliki jumlah
yang lebih banyak karena digunakan untuk membantu pertumbuhan sel saraf.
Pada penelitian ini, persentase sel glia tertinggi adalah pada MD 400 ppm
sebanyak 76,00%.
Berdasarkan penelitian Dardanela (2005) ekstrak kasar buah mahkota dewa
pada konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dapat menghambat enzim
tirosin kinase. Penghambatan terbesar adalah pada konsentrasi 300 ppm yaitu
sebanyak 72,11%. Enzim tirosin kinase adalah enzim yang berperan penting
dalam mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivitas tirosin kinase sebagai
reseptor pertumbuhan sangat penting bagi proliferasi sel (Salim 2006). Jika enzim
ini dihambat, pertumbuhan sel menjadi terhambat sehingga proliferasi sel juga
terhambat.
Sel saraf dan sel glia diketahui sama-sama memiliki enzim tirosin kinase
(Voigt et al. 1996) sehingga memiliki peluang untuk dihambat pertumbuhannya
oleh ekstrak daun mahkota dewa, tetapi hasil penelitian ini pada perlakuan
konsentrasi 400 ppm jumlah sel glia tetap tinggi sedangkan sel saraf rendah. Dari
hasil tersebut, terlihat bahwa ekstrak daun mahkota dewa lebih spesifik
menghambat sel saraf dibandingkan sel glia. Sel saraf memiliki morfologi yang
berbeda dengan sel glia. Sel saraf memiliki myelin pada aksonnya sedangkan sel
glia tidak memiliki akson sehingga tidak memiliki myelin. Berdasarkan hal
tersebut, ekstrak daun mahkota dewa kemungkinan memiliki pengaruh pada
myelin tetapi hal ini perlu dikaji lebih lanjut.
Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit
Akson dan dendrit merupakan penjuluran sel saraf yang berfungsi untuk
menghantarkan impuls. Panjang akson dan dendrit pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan (µm)
Kontrol
Kontrol
positif
Akson
Dendrit
21,50 ± 3,37
Konsentrasi MD
negatif
ab
9,27 ± 3,60a
100 ppm
200 ppm
a
16,09 ± 5,29
10,28 ± 2,19a
7,89 ± 2,03a
18,11 ± 2,25
a
400 ppm
c
28,55 ± 3,60bc
13,07 ± 0,96a
23,25 ± 4,31b
32,79 ± 8,19
Ket: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata
(P<0,05).
Sel-sel saraf yang memiliki ukuran akson paling panjang secara nyata
adalah pada perlakuan MD 200 ppm yaitu 32,79 ± 8,19 µm, sedangkan dendrit
pada perlakuan MD 400 ppm yaitu 23,25 ± 4,31 µm. Semakin panjang dan
banyak jumlah dendrit maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya sinaps
dengan sel saraf yang lain. Dengan semakin banyaknya sinaps, maka kemampuan
otak untuk menampung informasi menjadi lebih besar (Affari 2011).
Sel saraf berkembang dari progenitor saraf atau neuroblast yang memiliki
kemampuan membelah dan melakukan diferensiasi menjadi sel-sel saraf (Kim et
al. 2008). Neuroblast memiliki penjuluran yang nantinya akan berkembang
menjadi akson dan dendrit (Kalverbour et al. 1999). Pada penelitian Riyacumala
(2010) panjang akson dan dendrit dari sel-sel saraf yang ditumbuhkan pada
medium dasar (mDMEM) selama sebelas hari berkisar 167,7 µm dan 102,5 µm.
Pada penelitian ini, kultur dilakukan selama enam hari. Panjang akson dan dendrit
yang didapat lebih pendek dibandingkan dengan hasil penelitian Riyacumala
(2010) yaitu berkisar 18,11 µm dan 10,28 µm. Hal ini disebabkan karena
penjuluran sel-sel saraf masih berkembang sehingga panjang penjuluran sel-sel
saraf ini pada hari kesebelas akan lebih panjang dibandingkan hari keenam.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, ekstrak daun mahkota dewa memiliki
efek menghambat proliferasi sel-sel saraf. Namun, ekstrak daun mahkota dewa
dapat meningkatkan panjang akson dan dendrit.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak daun mahkota dewa memiliki efek antiproliferasi terhadap sel-sel
otak besar secara nyata pada konsentrasi 400 ppm, tetapi ekstrak daun mahkota
dewa dapat meningkatkan pertumbuhan akson pada konsentrasi 200 ppm dan
dendrit pada konsentrasi 400 ppm.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek ekstrak daun
mahkota dewa pada sel otak besar secara in vivo agar dapat diketahui efek
pemakaiannya dalam pengobatan. Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian
mengenai efek ekstrak daun mahkota dewa pada organ-organ tubuh yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Affari L. 2011. Otak tambah pintar dengan bersepeda. http://b2windonesia.or.id/bacanote/otak_tambah_pintar_dgn_bersepeda_tinjauan_scie
nties [10 Oktober 2011].
Allen JS, Tranel D, Bruss J, Damasio H. 2006. Correlations between regional
brain volumes and memory performance in anoxia. Journal of Clinical and
Experimental Neuropsychology 28:457–476.
Anonim.
2011.
Jerawat
hilang
karena
mahkota
dewa???.http://lilymoo.wordpress.com/2011/03/28/jerawat-hilang-karenamahkotadewa/ [21 April 2011].
Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology. China: Elsevier.
Bailey
R.
2011.
Hippocampus.http://biology.about.com/od/anatomy
/p/hippocampus.htm [20 Juli 2011].
Baum M. 2006. Neuronal cell cultures kept on the straight and narrow.
http://www.nist.gov/mml/cell_052506.cfm [1Februari 2011].
[BMC] Biologi Media Centre. 2010. Foto-Foto mikroskop elektron (1) : Sel dan
jaringan makhluk hidup. http://biologi mediacentre.com/foto-fotomikroskop-elektron-1-sel-dan-jaringan-makhluk -hidup-4/ [30 Juni 2011].
Butler M. 2004. Animal Cell Culture & Technology. Cornwall UK: Bios Scientific
Publishers.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technicians. United States of America: Mosby Inc.
Dardanela D. 2005. Penapisan beberapa tanaman asli Indonesia yang berpotensi
sebagai antikanker secara enzimatis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Denikrisna.
2011.
Obat
pada
sistem
syaraf
parasimpatik.
http://denikrisna.wordpress.com/2011/01/05/obat-pada-sistem-syaraf-parasi
mpatik/ [20 Juli 2011].
Freshney RI. 2005. Culture of Animal Cells, a Manual of Basic Technique5th Ed.
Hoboken NJ: John Wiley & Sons.
Freshney RI. 2006. Culture of Cells for Tissue Engineering. New York: John
Wiley & Sons Inc.
Habsari N. 2010. Efek ekstrak heksan daging buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap penurunan kadar asam urat mencit
putih jantan yang diinduksi potassium oxonate [Skripsi]. Surakarta: Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Illes S, Theiss S, Hartung HP, Siebler M, Dihné M. 2009. Niche-dependent
development of functional neuronal networks from embryonic stem cellderived neural populations. Biology Media Centre Neuroscience 10:93.
Jackson JS, Golding JP, Chapon C, Jones WA, Bhakoo KK. 2010. Homing of
stem cells to sites of inflammatory brain injury after intracerebral and
intravenous administration: a longitudinal imaging study. Stem Cell
Research and Therapy 1:17.
Jakoby WB, Pastan IH, editor. 1979. Cell Culture. USA: Academic Press Inc.
Janis KL et al. 2008. Effects of sildenafil on nigrostriatal dopamine neurons in a
murine model of parkinson’s disease. Journal of Alzheimer’s Disease
15:97–107.
Junqueria LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology 11th Ed. USA: The McGraw-Hill
Companies Inc.
Kalverbour AF, Genta ML, Hopkins JB. 1999. Current Issues in Developmental
Psychology. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Kim SJ, Son TG, Park HR, Park M, Kim MS, Kim HS, Chung HY, Mattson MP,
Lee J. 2008. Curcumin stimulates poliferation of embryonic neural
progenitor cells and neurogenesis in the adult hippocampus. The Journal of
Biologal Chemistry 21: 14497-14505.
Kintoko, Pihie AHL. 2007. Efek antiproliferasi ekstrak kloroform dari Phaleria
macrocarpa (Scheff.) Boerl. pada titisan sel kanker manusia. Jurnal Ilmiah
Farmasi 4:1-9.
Kuntarti.
2007.
Anatomi
sistem
saraf.
http://staff.ui.
ac.id/internal/1308050290/material/anatomisaraf.pdf [1 Februari 2011].
Maezawa I et al. 2006. Apolipoprotein E isoform-dependent dendritic recovery of
hippocampal neurons following activation of innate immunity. Journal of
Neuroinflammation 3:21.
Malin SA, Davis BM, Molliver DC. 2007. Production of dissociated sensory
neuron cultures and considerations for their use in studying neuronal
function and plasticity.Nature Protocols 9:152.
Malole MBM. 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Bogor: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antaruniversitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Martin BM. 1994. Tissue Culture Technique. USA: Birkhauser Boston.
Messonnier S. 2000. Veterinary Neurology. USA: Butterworth-Heinemann.
Mook-Jung Iet al. 1999.Protective effects of asiaticoside derivatives against betaamyloid neurotoxicity.Journal Neuroscience Research 58(3):417-25.
Mori H et al. 2001. Cell proliferation in cancer prevention: effects of preventive
agents on estrogen-related endometrial carcinogenesis model and on an in
vitro model in human colorectal cells. Mutation Research 480-481:201-201.
Musalmah M, Then SM, Mat TG, Wan NWZ. 2006. Comparative effects of αtocopherol and γ-tocotrienol against hydrogen peroxide induced apoptosis
on primary-cultured astrocytes. Journal Neurology Science243:5-12.
Pawiroharsono S. 2001. Prospek dan manfaat isoflavon untuk kesehatan.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-2.htm [17 April 2011].
Paul J. 1972. Cell and Tissue Culture4th Ed. London: E. & S. Livingstone Ltd.
Pollard JW, Walker JM. 1990. Animal Cell Culture. USA: The Humana Press Inc.
Pombinho AR, Laizé V, Molha DM, Marques SM, Cancela ML. 2004.
Development of two bone-derrived cell lines from the marine teleost Sparus
aurata evidence for extracellular matrix mineralization and cell-typespecific expression of matrix Gla protein and osteocalcin. Cell Tissue
Research 315(3): (393-406). Dalam Riyacumala V. 2010. Kultur in vitro
sel-sel otak besar (cerebrum) anak tikus [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Potter SM, DeMarse TB. 2001. A new approach to neural cell culture for longterm studies. Journal of Neuroscience Methods 110:17–24.
Ribchester R. 1986. Molecule, Nerve and Embryo. Glasgow: Blackie & Son Ltd.
Riyacumala V. 2010. Kultur in vitro sel-sel otak besar (cerebrum) anak tikus
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Salim. 2006. Penentuan daya inhibisi ekstrak air dan etanol daging buah mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) terhadap aktivitas enzim
tirosin kinase secara in vitro [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Shearer MC, Fawcett JW. 2001. The astrocyte/meningeal cell interface – a barrier
to successful nerve regeneration?. Cell Tissue Research 305:267–273.
Sriwulan W. 2005. Sel Saraf. http://blog-biologiku.blogspot.com/2009/09/sistemsaraf-manusia_05.html [17 Agustus 2011].
Sumastuti R. 2002a. Efek antihistamin ekstrak daun dan buah mahkota dewa pada
ileum marmot terpisah. http://mahkotadewa.com/blog/2003/10/efekantihistamin-ekstrak-daun-dan-buah-mahkota-dewa-pada-ileum-marmot-ter
pisah/[27 Juli 2011].
Sumastuti R. 2002b. Efek sitotoksik ekstrak buah dan daun mahkotadewa
[Phaleria
macrocarpa (scheff)
boerl.]
terhadap
sel
hela.http://www.tempo.co.id/medika/arsip/122002/art-3.htm [27Juli 2011].
Taepavarapruk P, Song C. 2010. Reductions of acetylcholine release and nerve
growth factor expression are correlated with memory impairment induced
by interleukin-1β administrations: effects of omega-3 fatty acid EPA
treatment. Journal Neurochemical 112:1054-1064.
Tjandrawinata RR, Arifin PF, Tandrasasmita OM, Rahmi D, Aripin A. 2010.
DLBS1425, a Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. extract confers anti
proliferative and proapoptosis effects via eicosanoid pathway. Journal of
Experimental Therapeutics and Oncology 8:187–201.
Voigt P et al. 1996. Neural and glial-mediated effects of growth factors acting via
tyrosine kinase receptors on luteinizing hormone-releasing hormone
neurons. Endocrinology 137(6):2593-605.
Wijayakusuma H. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Cet. 1. Jakarta:
Puspa Swara.
Winarto WP. 2009. Mahkota Dewa: Budi Daya dan Pemanfaatan untuk Obat.
Cet. 7. Jakarta: Penebar Swadaya.
Woehrling EK, Hill EJ, Coleman ED. 2010. Evaluation of the importance of
astrocytes when screening for acute toxicity in neuronal cell systems.
Neurotoxin Research 17:103-113.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ANOVA dan Duncan PDT
ONEWAY PDT BY perlakuan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
[DataSet0]
Descriptives
PDT
95% Confidence Interval
for Mean
Std.
N
Mean
Lower
Deviation Std. Error
Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
1
3
3.7800
.51029
.29462
2.5124
5.0476
3.40
4.36
2
3
3.2767
.26274
.15169
2.6240
3.9294
3.12
3.58
3
3
3.9333
.48881
.28221
2.7191
5.1476
3.40
4.36
4
3
4.3333
.28095
.16221
3.6354
5.0313
4.04
4.60
5
3
6.6333
.54930
.31714
5.2688
7.9979
6.02
7.08
15
4.3913
1.26677
.32708
3.6898
5.0928
3.12
7.08
Total
ANOVA
PDT
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
Post Hoc Tests
Df
Mean Square
20.568
4
5.142
1.898
10
.190
22.466
14
F
27.090
Sig.
.000
Homogeneous Subsets
PDT
Duncan
Subset for alpha = 0.05
perlaku
an
N
1
2
3
2
3
3.2767
1
3
3.7800
3.7800
3
3
3.9333
3.9333
4
3
5
3
Sig.
4.3333
6.6333
.108
.168
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
PDT
Duncan
Subset for alpha = 0.05
perlaku
an
N
1
2
3
2
3
3.2767
1
3
3.7800
3.7800
3
3
3.9333
3.9333
4
3
5
3
Sig.
4.3333
6.6333
.108
.168
1.000
Lampiran 2 Hasil analisis ANOVA dan Duncan komposisi sel saraf dan sel glia
ONEWAY saraf glia BY komposisi
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
[DataSet0]
Descriptives
95% Confidence
Interval for Mean
Std.
N
saraf
Mean
Deviation
Std. Error
Lower
Upper
Bound
Bound
Minimum Maximum
1
3
47.1900
9.94210
5.74007
22.4925
71.8875
41.40
58.67
2
3
69.0300
3.46743
2.00192
60.4164
77.6436
65.28
72.12
3
3
52.4600
5.23267
3.02108
39.4613
65.4587
49.30
58.50
4
3
46.7533
4.49436
2.59482
35.5887
57.9179
41.67
50.20
5
3
27.3333
4.93288
2.84800
15.0794
39.5873
24.00
33.00
15
48.5533
14.72460
3.80187
40.3991
56.7075
24.00
72.12
1
3
52.8100
9.94210
5.74007
28.1125
77.5075
41.33
58.60
2
3
30.9700
3.46743
2.00192
22.3564
39.5836
27.88
34.72
3
3
47.5400
5.23267
3.02108
34.5413
60.5387
41.50
50.70
4
3
53.2467
4.49436
2.59482
42.0821
64.4113
49.80
58.33
5
3
72.6667
4.93288
2.84800
60.4127
84.9206
67.00
76.00
15
51.4467
14.72460
3.80187
43.2925
59.6009
27.88
76.00
T
ot
al
glia
T
ot
al
ANOVA
Sum of Squares
saraf
Between Groups
Mean Square
2669.829
4
667.457
365.564
10
36.556
Total
3035.393
14
Between Groups
2669.829
4
667.457
365.564
10
36.556
3035.393
14
Within Groups
glia
Df
Within Groups
Total
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Saraf
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kompos
isi
N
1
2
3
5
3
4
3
46.7533
1
3
47.1900
3
3
52.4600
2
3
Sig.
27.3333
69.0300
1.000
.296
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Glia
Duncan
Subset for alpha = 0.05
kompos
isi
N
1
2
3
2
3
3
3
47.5400
1
3
52.8100
4
3
53.2467
5
3
Sig.
30.9700
72.6667
1.000
.296
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F
Sig.
18.258
.000
18.258
.000
Lampiran 3 Hasil analisis ANOVA dan Duncan panjang akson dan dendrit
ONEWAY akson dendrit BY Perlakuan
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
[DataSet0]
Descriptives
95% Confidence
Interval for Mean
Std.
N
akson
Deviation Std. Error
Upper
Bound
Bound
Minimum Maximum
1
3
18.1130
2.24539
1.29638
12.5351
23.6909
16.67
20.70
2
3
21.4963
3.36567
1.94317
13.1356
29.8571
18.22
24.95
3
3
16.0923
5.29380
3.05638
2.9418
29.2429
11.73
21.98
4
2
32.7905
8.18759
5.78950 -40.7721 106.3531
27.00
38.58
5
2
28.5500
3.60624
2.55000
-3.8508
60.9508
26.00
31.10
13
22.2912
7.28692
2.02103
17.8878
26.6947
11.73
38.58
1
3
10.2757
2.19615
1.26795
4.8201
15.7312
7.95
12.31
2
3
9.2697
3.60111
2.07910
.3240
18.2153
6.11
13.19
3
3
7.8930
2.03201
1.17318
2.8452
12.9408
6.02
10.06
4
2
13.0685
.96379
.68150
4.4092
21.7278
12.39
13.75
5
2
23.2500
4.31335
3.05000 -15.5039
62.0039
20.20
26.30
13
11.9194
5.77772
1.60245
15.4108
6.02
26.30
Total
dendrit
Mean
Lower
Total
8.4279
ANOVA
Sum of Squares
akson
dendrit
df
Between Groups
468.361
4
117.090
Within Groups
168.829
8
21.104
Total
637.190
12
Between Groups
337.210
4
84.303
63.374
8
7.922
400.584
12
Within Groups
Total
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
Akson
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlaku
an
N
1
2
3
3
16.0923
1
3
18.1130
2
3
21.4963
5
2
4
2
Sig.
Mean Square
3
21.4963
28.5500
28.5500
32.7905
.243
.124
.332
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F
Sig.
5.548 .019
10.642 .003
Dendrit
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlaku
an
N
1
2
3
3
7.8930
2
3
9.2697
1
3
10.2757
4
2
13.0685
5
2
Sig.
23.2500
.090
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Download