8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
Siswa Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Istilah lain dari siswa ialah peserta didik. UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam setiap tahapan perkembangan usianya, siswa memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Selanjutnya, perkembangan siswa usia
sekolah dasar bersifat holistik yang berarti perkembangan bersifat terpadu.
Hal tersebut berarti aspek perkembangan yang satu terkait erat dan
memengaruhi aspek perkembangan yang lain. Siswa kelas V SD, menurut
Piaget berada pada tahap operasional konkret, yaitu dalam masa perbaikan
dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Pemikiran tidak lagi sentrasi
tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh
keegosentrisan (Trianto, 2012: 71).
Karakteristik siswa sekolah dasar secara umum menurut Bassett,
Jacka, dan Logan, yaitu: 1) siswa secara alamiah memiliki rasa ingin tahu
yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar; 2) siswa senang bermain dan lebih
suka bergembira/riang; 3) siswa suka mengatur dirinya untuk menangani
berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi, dan mencoba usaha-usaha baru;
4) siswa biasanya tergetar perasaannya, terdorong untuk berprestasi, tidak
suka mengalami ketidakpuasan, dan menolak kegagalan-kegagalan; 5) siswa
belajar secara efektif ketika mereka puas dengan situasi yang terjadi; serta
6) siswa belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, dan berinisiatif
(Sumantri & Permana, 2001: 11).
8
9
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD
antara lain berusia antara 10 sampai 11 tahun, berada pada fase operasional
konkret, yaitu: 1) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; 2) siswa
senang bermain dan bergembira; 3) siswa mengeksplorasi suatu situasi dan
mencoba usaha-usaha baru; 4) siswa belajar secara efektif ketika mereka
merasa puas dengan situasi yang terjadi di sekitar; serta 5) siswa belajar
dengan cara bekerja (learning by doing), berinisiatif, dan bergerak aktif.
Piaget memiliki keyakinan bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan
manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Selain itu, Piaget juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman
sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas
pemikiran menjadi lebih logis (Trianto, 2012: 72-73).
Dalam pembelajaran hendaknya seorang guru menerapkan suatu
inovasi pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar yang
nyaman, memberdayakan keaktifan siswa, melejitkan semangat belajar
siswa, serta menghadirkan pengalaman belajar menyenangkan dan
bermakna, serta belajar dengan cara bekerja (learning by doing). Oleh
karena itu, maka penerapan model quantum teaching dengan media visual
diharapkan tepat untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna,
menyenangkan, memotivasi, serta mampu meningkatkan pembelajaran.
b. Hakikat Pembelajaran
1) Pengertian Pembelajaran
Pasal 1 butir 20 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Winataputra, dkk., 2007: 1.20). Selanjutnya, Sanjaya menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses kerja sama antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik
potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat,
bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar
maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana,
10
dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu
(2013: 26).
Di sisi lain, pembelajaran menurut Sagala (2011: 62) ialah
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan mengonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap materi pelajaran. Winataputra, dkk. (2007: 1.18) memiliki
pandangan sendiri terkait pengertian pembelajaran yaitu kegiatan yang
dilakukan
untuk
menginisiasi,
memfasilitasi,
dan
meningkatkan
intensitas serta kualitas belajar pada siswa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah
suatu kegiatan antara guru dengan siswa dalam memanfaatkan segala
potensi yang bersumber dari dalam diri siswa, lingkungan, sarana, dan
sumber belajar lainnya melalui rangkaian kegiatan belajar mengajar
terencana guna mencapai tujuan tertentu.
2) Ciri-ciri Pembelajaran
Darsono mengemukakan ciri-ciri pembelajaran, antara lain: a)
pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis;
b) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa
dalam belajar; c) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang
menarik perhatian dan menantang siswa; d) pembelajaran dapat
menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik; e) pembelajaran
dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi
siswa; f) pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran,
baik secara fisik maupun psikologi; g) pembelajaran menekankan
keaktifan siswa; serta h) pembelajaran dilakukan secara sadar dan
sengaja (Hamdani, 2011: 47).
Di sisi lain, Winataputra, dkk. (2007: 1.20-1.21) memberi
pandangan bahwa ciri utama pembelajaran ialah inisiasi, fasilitasi, dan
peningkatan proses belajar siswa. Di sisi lain, ciri lain dari pembelajaran
adalah adanya interaksi yang sengaja diprogramkan antara siswa yang
11
belajar dengan lingkungan belajar, siswa dengan guru, antarsiswa, siswa
dengan media, dan sumber belajar lainnya. Selain itu, juga termasuk
adanya komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain,
meliputi tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pebelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
pembelajaran, antara lain: a) memiliki tujuan yang direncanakan sejak
awal; b) dilakukan secara sadar, sengaja, dan terprogram; c) menekankan
keaktifan siswa; serta d) adanya komponen-komponen yang saling
berkaitan satu sama lain, meliputi tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi
pebelajaran.
3) Belajar
Terkait dengan pengertian belajar, Chaplin membatasi belajar
dengan dua macam rumusan, yang pertama adalah perolehan perubahan
tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat praktik dan pengalaman;
yang kedua adalah memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya
pelatihan khusus. Sejalan dengan pendapat Hintzman bahwa belajar
merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia
atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang memengaruhi tingkah
laku organisme tersebut (Syah, 2014: 88).
Hilgard dan Bower (Sobur, 2011: 221) menyebutkan bahwa
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulangulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat
dijelaskan atas dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan,
atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat)..
Dengan demikian, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar
adalah kegiatan yang dilakukan sebagai proses perubahan tingkah laku
dan segala aspek yang ada pada diri individu guna menghasilkan
sejumlah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
nilai, dan sikap sebagai akibat interaksi antara individu dengan
lingkungan dan pengalaman.
12
4) Prinsip-prinsip Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2010: 42) mengemukakan prinsip-prinsip
belajar, sebagai berikut: a) perhatian dan motivasi, yaitu perhatian siswa
terhadap isi pelajaran dan motivasinya terhadap belajar; b) keaktifan,
yaitu keterlibatan siswa baik secara fisik maupun psikis dalam proses
belajar; c) keterlibatan langsung, yaitu belajar harus dilakukan oleh siswa
tanpa perwakilan; d) pengulangan, yaitu mengulang materi yang dapat
dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa; e) tantangan,
yaitu digunakan untuk menimbulkan gairah dalam diri siswa; f) balikan
dan penguatan, yaitu siswa perlu mengetahui hasil belajarnya agar dapat
lebih giat dan bersemangat belajar; serta g) perbedaan individual, yaitu
guru harus memerhatikan perbedaan individual siswa.
Di sisi lain, Hamdani (2011: 22) berpendapat:
Adapun prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran adalah (1)
kesiapan belajar; (2) perhatian; (3) motivasi; (4) keaktifan siswa;
(5) mengalami sendiri; (6) pengulangan; (7) materi pelajaran
yang menantang; (8) balikan dan penguatan; (9) perbedaan
individual.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip belajar, meliputi: a) adanya kesiapan belajar; b) perlu adanya
keterlibatan siswa secara langsung; c) materi belajar disajikan secara urut
dan berkelanjutan serta menantang; d) harus menciptakan suasana yang
memancing keaktifan siswa; e) menyiapkan sarana dan prasarana belajar;
f) melakukan pengulangan materi agar pemahaman siswa semakin kuat;
g) ada pemberian motivasi dari guru; h) melaksanakan balikan; i)
memberi penguatan; j) memberikan tantangan untuk memacu semangat
belajar siswa dalam menyelesaikan masalah.
5) Proses Belajar
Wittig (Sobur, 2011: 239) mengemukakan bahwa proses belajar
berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu:
a) Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi), yaitu siswa
mulai menerima informasi dan melakukan respon terhadap informasi
13
tersebut sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru pada
diri siswa tersebut. Pada tahap ini juga terjadi asimilasi antara
pemahaman dan perilaku baru dalam keseluruhan perilakunya.
b) Storage (tahap penyimpanan informasi), yaitu siswa secara otomatis
akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru
yang diperolehnya ketika menjalani proses penerimaan informasi.
Peristiwa ini melibatkan fungsi short term dan long term memori.
c) Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), yaitu siswa akan
mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya. Misalnya
ketika menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah dalam
diskusi.
Selanjutnya, Bruner (Syah, 2014: 111) menyebutkan bahwa siswa
menempuh tiga fase dalam proses belajar, yaitu:
a) Fase informasi (tahap pemerimaan materi), yaitu siswa yang sedang
belajar dapat memperoleh pengetahuan baru atau pengetahuan yang
fungsinya untuk menguatkan yang telah dimiliki sebelumnya.
b) Fase transformasi (tahap pengubahan materi), yaitu informasi yang
diperoleh siswa akan dianalisis, diubah, atau ditransformasikan dalam
bentuk abstrak.
c) Fase evaluasi (tahap penilaian materi), yaitu siswa akan menilai
sejauh mana pengetahuan yang telah ditransformasikan ke dalam
bentuk abstrak tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejalagejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Berdasarkan uraian pendapat kedua ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa proses belajar berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu:
a) Siswa menerima informasi atau pengetahuan dan memberikan respon
terhadapnya.
b) Siswa melakukan penyimpanan terhadap informasi atau pengetahuan
yang diperoleh kemudian diolah dan ditransformasikan dalam bentuk
yang abstrak agar dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih luas.
14
c) Siswa melakukan penialaian terhadap informasi atau pengetahuan
yang telah ditransformasikan kemudian mengungkapkannya kembali
sebagai bentuk respon atas stimulus.
6) Hasil Belajar
Hasil belajar memiliki peranan penting dalam pengukuran
kemampuan yang diperoleh berdasarkan proses belajar. Susanto (2013:
5) menjabarkan secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Menurutnya, hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi. Oleh
karena itu, untuk mengetahui hasil belajar yang dilakukan siswa, perlu
adanya evaluasi sebagai alat ukur keberhasilan belajar siswa.
Suprijono (2012: 5) berpendapat, “Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan”. Pendapat Suprijono tersebut merujuk pemikiran Gagne
yang menyebutkan bahwa hasil belajar, berupa: a) informasi verbal,
adalah kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,
baik lisan maupun tertulis; b) keterampilan intelektual, adalah
kemampuan yang mempresentasikan konsep dan lambang; c) strategi
kognitif, adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitif; d) keterampilan motorik, adalah kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga
terwujud otomatisme gerak jasmani; e) sikap, adalah kemampuan
menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek
tersebut (Suprijono, 2012: 5-6).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah bentuk perubahan pola pikir atau tingkah laku secara
menyeluruh, baik sikap, kebiasaan, pemahaman, maupun kepandaian
yang diperoleh berdasarkan kegiatan belajar dan dapat diukur melalui
kegiatan evaluasi untuk mengetahui hasil yang diperoleh. Berkaitan
dengan penelitian yang dilaksanakan, peningkatan pembelajaran IPS
yang diteliti meliputi proses dan hasil belajar siswa.
15
c. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas V SD
1) Pengertian IPS
Mengenai pengertian IPS, Mulyono berpendapat bahwa IPS
merupakan suatu pendekatan interdisipliner (inter-disciplinary approach)
dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. IPS ialah integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya (Taneo, dkk.,
2008: 8).
Saidiharjo (Taneo, dkk., 2008: 8) menegaskan bahwa IPS
merupakan hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi,
ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran tersebut
memiliki ciri-ciri yang sama. Oleh karena itu, dapat dipadukan menjadi
satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Taneo, dkk. (2008: 19) memiliki pandangan bahwa IPS terutama
jika disorot dari siswa merupakan pengetahuan yang akan membina para
generasi muda belajar ke arah positif. Positif di sini berarti mampu
mengadakan perubahan-perubahan sesuai kondisi yang diinginkan oleh
dunia modern atau sesuai daya kreasi pembangunan dan prinsip-prinsip
dasar serta sistem nilai yang dianut masyarakat. Selain itu, mampu
membina kehidupan masa depan masyarakat secara lebih baik untuk
kelak diwariskan kepada turunannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPS
adalah suatu pengetahuan dari berbagai cabang disiplin ilmu-ilmu sosial
(sosiologi, antropologi, politik, sejarah, geografi, dan sebagainya). Dalam
pembelajaran IPS diharapkan siswa tidak hanya menghafal materi,
namun juga mampu mengembangkan sikap serta membuat siswa menjadi
tahu tentang hidup kemudian bisa memetik nilai-nilai pengetahuan di
dalamnya.
2) Tujuan IPS
Terkait keberadaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi siswa
16
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki
sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi,
dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang
menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat
(Trianto, 2012: 176).
Di sisi lain, Fenton (1967) mengemukakan tujuan pengajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara umum yaitu mempersiapkan siswa
menjadi warga negara yang baik, mengajar siswa agar mempunyai
kemampuan berpikir, dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa (Taneo,
dkk., 2008: 26).
Taneo, dkk. memiliki pandangan sendiri tentang tujuan IPS yaitu
untuk memberikan pengetahuan yang merupakan kemampuan untuk
mengingat kembali ide-ide atau penemuan yang telah dialami dalam
bentuk yang sama atau dialami sebelumnya. Selain itu, terdapat pula
tujuan yang bersifat afektif meliputi pengembangan sikap, pengertian,
dan nilai-nilai yang akan meningkatkan pola hidup demokratis serta
dapat menolong siswa mengembangkan filsafat hidupnya (2008: 26).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS
adalah untuk memberikan pengetahuan bukan hanya menghafal materi,
namun juga mengembangkan sikap dan kepribadian siswa serta memetik
nilai-nilai kehidupan sehingga dirinya mampu memposisikan diri dengan
baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga negara.
3) Ruang Lingkup IPS
IPS sebagai salah satu mata pelajaran wajib di sekolah, menurut
Taneo, dkk. (2008: 36) memiliki ruang lingkup yang tidak lain adalah
menyangkut kehidupan manusia di masyarakat atau konteks sosial. Jika
ditinjau dari aspek-aspeknya, ruang lingkup IPS ialah hubungan sosial,
ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi, dan aspek politik,
serta ruang lingkup kelompoknya, meliputi keluarga, rukun tetangga,
rukun kampung, warga desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat
bangsa.
17
Selanjutnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006: 176) menyebutkan bahwa
ruang lingkup IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) manusia,
tempat, dan lingkungan; b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; c)
sistem sosial dan budaya; serta d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Dengan demikian, maka ruang lingkup IPS yang digunakan
dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu: a) manusia, tempat, dan
lingkungan berkaitan dengan siswa, sekolah, dan lingkungan sekolah
yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian; serta b) waktu,
keberlanjutan, dan perubahan berkaitan dengan waktu pelaksanaan
penelitian, keberlanjutan penelitian, serta perubahan yang diharapkan
dari penelitian yaitu meningkatnya pembelajaran IPS.
4) Materi IPS Kelas V SD
a) Silabus IPS Kelas V SD
Selanjutnya,
peneliti
menentukan
standar
kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator-indikator yang akan dicapai siswa
dalam pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan model quantum
teaching dengan media visual dalam peningkatan pembelajaran IPS
tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan
masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Kompetensi Dasar 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh
perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan.
Selanjutnya, indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini, antara lain: (1) menjelaskan peristiwa
perumusan teks proklamasi kemerdekaan; (2) menyebutkan tokoh
yang terlibat dalam perumusan teks proklamasi kemerdekaan; (3)
menjelaskan peristiwa detik-detik proklamasi kemerdekaan; (4)
menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan; (5) menyebutkan nama
tokoh peristiwa proklamasi kemerdekaan; (6) menjelaskan riwayat
tokoh peristiwa proklamasi kemerdekaan; (7) menyebutkan jasa tokoh
18
peristiwa proklamasi kemerdekaan; dan (8) menyebutkan cara
menghargai peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan
kemerdekaan.
b) Materi Dasar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1) Peristiwa Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan
Pada hari Kamis tanggal 16 Agustus 1945 malam,
diselenggarakan rapat di rumah Laksamana Tadashi Maeda di
Jalan Teji Mejidori No. 1 Jakarta Pusat (sekarang Jalan Imam
Bonjol No. 1, Jakarta Pusat) untuk menyusun teks proklamasi.
Wakil golongan tua yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr.
Achmad Soebardjo kemudian Sukarni, Sayuti Melik, dan B.M.
Diah dari golongan muda. Konsep proklamasi ditulis Ir. Soekarno
kemudian dibahas bersama. Teks yang telah disepakati kemudian
diketik oleh Sayuti Melik. Sukarni mengusulkan agar teks
proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.
(2) Peristiwa Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan
Jumat, 17 Agustus 1945 pada pukul 10.00 WIB upacara
proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai. Acara dibuka dengan
pidato Ir. Soekarno sebagai pengantar. Selanjutnya, Ir. Soekarno
membacakan teks proklamasi. Setelah pembacaan proklamasi,
dilakukan pengibaran bendera merah putih. Pengibaran bendera
Merah Putih dilakukan oleh Latif Hendraningrat dibantu oleh S.
Suhud. Tanpa dikomando, bersamaan dengan naiknya bendera
merah putih, hadirin mengumandangkan lagu Indonesia Raya.
Dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan, maka
bangsa Indonesia telah merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945.
Penyebarluasan berita proklamasi kemerdekaan dilakukan melalui
radio, poster, surat kabar, selebaran, bahkan dari mulut ke mulut.
Berita proklamasi cepat meluas ke berbagai daerah bahkan di luar
negeri.
19
Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mempunyai
makna antara lain sebagai berikut: (a) lahirnya negara Republik
Indonesia; (b) puncak perjuangan bangsa Indonesia; (c)
pelaksanaan amanat penderitaan rakyat; (d) berlakunya tata
hukum Indonesia; (e) dihapusnya tata hukum colonial; serta (f)
bangsa Indonesia menyusun pemerintahan.
(3) Tokoh-Tokoh Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
(a) Ir. Soekarno adalah Pahlawan Proklamator, lahir pada tanggal
6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. Pada penjajahan Belanda,
Soekarno aktif dalam berbagai organisasi antara lain Partai
Nasional Indonesia dan Partai Indonesia. Pada masa
pendudukan Jepang, Soekarno adalah ketua Putera, penasihat
Jawa Hokokai, anggota BPUPKI, dan PPKI. Beliau wafat
pada tanggal 21 Juni 1970.
Gambar 2.1. Ir. Soekarno (Sumber:
http://jatinangorku.com/wpcontent/uploads/2013/08/images-stories-14-82012-1-300x410)
20
(b) Drs. Moh. Hatta, lahir di Bukit Tinggi, 12 Agustus 1902.
Pada masa pendudukan Jepang, beliau adalah anggota
BPUPKI dan wakil ketua PPKI berjuang mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia dan mendampingi Bung Karno dalam
pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal
17 Agustus 1945. Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980.
Gambar 2.2. Drs. Moh. Hatta (Sumber:
http://sumatracyber.blogspot.com)
(c) Mr. Achmad Soebardjo lahir pada tanggal 23 Maret 1896 di
Karawang, Jawa Barat. Beliau adalah anggota PPKI, serta
terlibat dalam perumusan rancangan UUD 1945. Menjelang
proklamasi, beliau berhasil menyatukan perbedaan pendapat
golongan muda dan golongan tua di Rengasdengklok. Mr.
Achmad Soebardjo wafat pada tanggal 15 Desember 1978.
21
Gambar 2.3. Mr. A. Soebardjo (Sumber:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons
/c/c4/Achmad_soebardjo)
(d) Fatmawati adalah istri Presiden Soekarno. Beliau dilahirkan
di Bengkulu, 15 Februari 1923. Sejak masa perjuangan beliau
selalu menyertai Soekarno. Menjelang proklamasi, Ibu
Fatmawati menjahit bendera Merah Putih. Fatmawati wafat
pada tanggal 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia.
22
Gambar 2.4. Fatmawati (Sumber:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb
/6/68/Fatmawati.jpg/210px/Fatmawati)
(e) Sayuti Melik, lahir di Sleman, 22 November 1908. Beliau
termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam
penculikan Sukarno-Hatta pada peristiwa Rengasdengklok.
Sayuti Melik memberi gagasan, yakni agar teks proklamasi
ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama
bangsa Indonesia. Beliau wafat di Jakarta, 27 Februari 1989.
23
Gambar 2.5. Sayuti Melik
(Sumber:http://www.gurusejarah.com/2015/01/s
ayuti-melik.html)
(f) Latif Hendraningrat, seorang pejuang kemerdekaan lahir di
Jakara, 15 Februari 1911. Pada masa pendudukan Jepang
menjadi anggota Peta (Pembela Tanah Air) berpangkat
Sudanco. Beliau adalah pengerek Bendera Merah Putih
tanggal 17 Agustus 1945. Beliau membawa Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Belau wafat di Jakarta,
14 Maret 1983.
24
Gambar 2.6. Latif Hendraningrat (Sumber:
http://2.bp.blogspot.com/Latif-Hendraningrat)
(g) Laksamana Tadashi Maeda, lahir di Kagoshima, Jepang pada
tanggal
3
Maret
1898.
Beliau
mendukung
gerakan
kemerdekaan Indonesia. Beliau menjamin keselamatan
perencanaan proklamasi. Untuk itu, rumah dinasnya di Jalan
Teji Mejidori No. 1 Jakarta Pusat dijadikan sebagai tempat
merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal
16 Agustus 1945. Beliau wafat Jepang, 13 Desember 1977.
25
Gambar 2.7. Laksamana Tadashi Maeda (Sumber:
http://www.aktual.com/wpcontent/uploads/2015/08/laksamana-maeda)
(4) Cara
Menghargai
Peranan
Tokoh
Perjuangan
dalam
Memproklamasikan Kemerdekaan
(a) Ikut menjaga nama baik para tokoh pahlawan.
(b) Mendoakan para tokoh pahlawan.
(c) Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang positif.
(d) Bertanggung jawab sebagai warga negara.
(e) Kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara.
d. Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada Siswa Kelas V SD
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata peningkatan
berasal dari kata dasar “tingkat” yang mendapat imbuhan awalan pe- dan
akhiran -an sehingga menjadi kata peningkatan. Kata “tingkat” dalam KBBI
(Pusat Bahasa, 2014) didefinisikan sebagai tinggi rendah martabat
26
(kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dan sebagainya); pangkat;
derajat; taraf; kelas. Kata “peningkatan” didefinisikan sebagai proses,
perbuatan, cara meningkatkan (usaha, kegiatan, dan sebagainya). Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan merupakan proses
perubahan, meningkatkan dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih
baik, perubahan tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas.
Agar pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD dapat meningkat,
pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Siswa kelas V
SD berada pada fase operasi konkret, yaitu memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, senang bermain, mengeksplorasi suatu situasi, belajar secara efektif
ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, dan belajar dengan
cara bekerja (learning by doing). Pembelajaran harus dikemas dengan
menyenangkan, mampu mengaktifkan siswa, dan penuh makna.
Selanjutnya, peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD adalah proses meningkatkan
pemahaman siswa kelas V SD terhadap materi pembelajaran IPS, bukan
hanya menghafal materi pembelajaran, namun juga dapat mengembang-kan
sikap, pengertian serta memetik nilai-nilai pengetahuan terkait materi
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kemudian menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga siswa mampu memposisikan diri dengan
baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga negara.
2. Model Quantum Teaching dengan Media Visual
a. Model Pembelajaran Quantum Teaching
1) Pengertian Model Pembelajaran
Trianto mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial
(2012: 51). Di sisi lain, Arends menyebutkan bahwa model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Selanjutnya,
27
Joyce (Trianto, 2012: 51) mengemukakan bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu siswa
mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan suatu
pola pembelajaran. Model pembelajaran digunakan sebagai pedoman
untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas atau di setting
yang berbeda disertai langkah-langkah yang jelas. Keberadaan model
pembelajaran dimaksudkan memudahkan mencapai tujuan pembelajaran
yang diharapkan.
2) Macam-Macam Model Pembelajaran
Shoimin mengemukakan macam-macam model pembelajaran
inovatif yang bisa dipakai dalam melaksanakan pembelajaran yang
bermutu (2014) sebagai berikut: a) model picture and picture; b) model
probing-prompting; c) model problem based learning; d) model problem
posing; e) model problem solving; f) model quantum; dan g) model
realistic mathematics education.
Ahli
pendidikan
seperti
Huda
(2013)
turut
menyatakan
pendapatnya terkait macam-macam model pembelajaran yaitu: a) model
quantum; b) model two stay two stray; c) model take and give; d) model
problem based learning.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa macam-macam
model pembelajaran antara lain: a) model picture and picture; b) model
probing-prompting; c) model problem based learning; d) model problem
posing; e) model problem solving; f) model quantum; g) model realistic
mathematics education; h) model two stay two stray; dan i) model take
and give
3) Model Quantum Teaching
a) Pengertian Quantum Teaching
Kata quantum ini berarti interaksi yang mengubah energi
menjadi cahaya. Shoimin (2014: 138) berpendapat bahwa model
28
pembelajaran quantum teaching adalah penggubahan belajar yang
meriah dengan segala nuansanya yang menyertakan segala kaitan
antara interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat DePorter, Reardon & Nourie
(2014: 32) yang menyatakan bahwa quantum teaching adalah
penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya dan
menyertakan segala kaitan, interaksi, serta perbedaan yang memaksimalkan momen belajar.
A’la memberi batasan sendiri bahwa quantum teaching adalah
orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di
sekitar momen belajar (2012: 55). Pada dasarnya, penerapan model
quantum teaching memiliki enam langkah yang tercermin dalam
istilah TANDUR. TANDUR merupakan akronim dari Tumbuhkan,
Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model
quantum teaching adalah suatu model pembelajaran yang dikemas
dalam nuansa menyenangkan dengan memunculkan interaksi dinamis
yang memaksimalkan momen belajar. Selanjutnya, pembelajaran
melalui penerapan model quantum teaching, guru menerapkan suatu
inovasi pembelajaran yang mampu menciptakan lingkungan belajar
yang memadai, memberdayakan keaktifan siswa, melejitkan semangat
belajar, menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan
bermakna, serta belajar dengan cara bekerja (learning by doing). Oleh
karena itu, maka penerapan model quantum teaching diharapkan tepat
untuk menghadirkan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan,
memotivasi, serta mampu meningkatkan pembelajaran di kelas.
b) Asas Quantum Teaching
DePorter, Reardon & Nourie (2014: 34) serta A’la (2012: 27)
memiliki kesamaan pendapat terkait asas utama model quantum
teaching yaitu Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita dan Antarkan
Dunia Kita ke Dunia Mereka.
29
Asas quantum teaching mengingatkan guru untuk memasuki
dunia siswa sebagai langkah pertama. Seorang guru harus membangun
jembatan autentik memasuki dunia siswa. Tindakan ini akan memberi
izin guru untuk memimpin dan memudahkan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang direncanakan sebelumnya. Caranya adalah
dengan mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa,
pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari siswa.
Selanjutnya, guru dapat membawa siswa ke dunia guru. Hal
tersebut dimaksudkan untuk memberi siswa suatu pemahaman
mengenai informasi atau pengetahuan yang diajarkan. Dengan
pemahaman dan pengertian yang lebih luas, siswa dapat membawa
apa yang mereka pelajari ke dunia mereka dan menerapkan pada
situasi baru di kehidupan sehari-hari.
Asas utama seperti yang telah diterangkan di atas harus
diaplikasikan saat pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini. Hal
tersebut bertujuan untuk memudahkan dan meningkatkan pembelajaran. Asas utama quantum teaching merupakan konsep dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan berkualitas.
c) Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
DePorter, Reardon & Nourie (2014: 36-37) serta A’la (2012:
29-32) mengemukakan lima prinsip quantum teaching, yaitu:
(1) Segalanya berbicara
Segala dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru,
dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pembelajaran
semuanya mengirim pesan tentang belajar.
(2) Segalanya bertujuan
Segala bentuk penggubahan yang dilakukan guru dalam
pembelajaran maupun di ruang kelas mempunyai tujuan.
(3) Pengalaman sebelum pemberian nama
Siswa mendapatkan suatu pengalaman bermakna sebelum
mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.
30
(4) Akui setiap usaha
Siswa patut mendapat pengakuan atas kecapakan dan
kepercayaan diri mereka setelah melaksanakan belajar.
(5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan
dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.
Prinsip-prinsip tersebut sudah termuat dalam langkah-langkah
penerapan model quantum teaching. Guru harus dapat merancang
segala aspek yang ada di lingkungan kelas maupun sekolah sebagai
sumber belajar, merancang skenario pembelajaran bermakna, memberikan apresiasi pada siswa yang berprestasi, dan memberi umpan
balik serta penguatan pada siswa.
d) Langkah-langkah Penerapan Model Quantum Teaching
Pembelajaran melalui penerapan model quantum teaching,
terdapat kerangka rancangan belajar TANDUR yang merupakan
akronim dari kata Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan,
Ulangi, dan Rayakan. DePorter, Reardon & Nourie (2014: 128-136)
menjelaskan kerangka perancangan model quantum teaching, yaitu:
1) Tumbuhkan, yaitu menumbuhkan minat belajar dan menyertakan
siswa dalam setiap momen belajar serta memuaskan AMBAK (Apa
Manfaatnya Bagiku);
2) Alami, yaitu memberikan siswa pengalaman belajar bermakna;
3) Namai,
yaitu
menamai
pengetahuan
yang
diperoleh
dan
mengajarkan konsep;
4) Demonstrasikan, yaitu memberikan kesempatan siswa untuk
menunjukkan kemampuan mereka atas pengetahuan yang mereka
miliki;
5) Ulangi, yaitu mengulang untuk semakin merekatkan pengetahuan
yang dipelajari secara keseluruhan; serta
6) Rayakan, yaitu melaksanakan perayaan setelah melaksanakan
pembelajaran.
31
Rancangan TANDUR menguraikan cara yang memudahkan
pelaksanaan pembelajaran lewat perpaduan unsur seni dan pencapaian
yang terarah. Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti akan
menguraikan masing-masing tahap dalam TANDUR, sebagai berikut:
1) Tumbuhkan, yaitu menumbuhkan minat dan motivasi siswa
terhadap pembelajaran;
2) Alami, yaitu menciptakan pengalaman belajar bermakna yang
dapat dimengerti oleh siswa;
3) Namai, yaitu mengajarkan konsep pengetahuan kepada siswa;
4) Demontrasikan, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan/mendemonstrasikan apa yang telah mereka ketahui;
5) Ulangi, yaitu melakukan pengulangan materi pembelajaran dengan
menegaskan kembali pokok materi pembelajaran yang belum atau
kurang jelas; serta
6) Rayakan, yaitu memberikan pengakuan, mengapresiasi siswa
setelah berperan aktif dalam pembelajaran dalam suasana gembira.
e) Kelebihan dan Kekurangan Model Quantum Teaching
Model quantum teaching memiliki beberapa kelebihan, seperti
yang disebutkan oleh Shoimin meliputi:
1) Dapat membimbing siswa ke arah berpikir yang sama.
2) Perhatian siswa dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap
penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati
secara teliti.
3) Karena gerakan dan proses dipertunjukkan melalui pengalaman
belajar bermakna, maka tidak memerlukan keterangan-keterangan
terlalu banyak.
4) Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman serta menyenangkan.
5) Siswa diajak untuk turut serta aktif mengamati, menyesuaikan
antara teori dengan kenyataan, dan dapat mencoba melakukan
sendiri.
32
6) Membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang
keinginan bawaan siswa untuk belajar, secara tidak langsung guru
terbiasa untuk berpikir kreatif setiap harinya.
7) Pembelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau
dipahami oleh siswa (Shoimin, 2014: 145-146).
Selain kelebihan yang disebutkan di atas, Shoimin juga
menguraikan bahwa model quantum teaching memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:
1) Model quantum teaching memerlukan kesiapan dan perencanaan
yang matang serta waktu yang cukup panjang, yang mungkin
terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.
2) Fasilitas seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai tidak
selalu tersedia dengan baik.
3) Pelaksanaan perayaan untuk menghormati usaha siswa, baik berupa
tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian, dan lainnya dapat
mengganggu kelas lain.
4) Memakan banyak waktu dalam hal persiapan pembelajaran.
5) Model ini memerlukan keterampilan guru secara khusus karena
tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan
berlangsung secara efektif.
6) Agar belajar dengan model pembelajaran ini mendapatkan hal yang
baik diperlukan ketelitian serta kesabaran (Shoimin, 2014: 146147).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa model
quantum teaching memiliki kelebihan yang bisa diberdayakan dengan
baik serta kelemahan yang perlu disiasati dengan bijaksana. Walaupun
demikian, peneliti memiliki keyakinan bahwa penerapan model
quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa
kelas V SD jika dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang
tepat.
33
b. Media Visual
1) Pengertian Media Pembelajaran
Sebelum membahas tentang pengertian media pembelajaran, akan
lebih baik jika terlebih dahulu dibahas tentang makna masing-masing
kata pembentuknya. Media pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu
media dan pembelajaran. Dengan memahami pengertian awal dari kedua
kata tersebut, maka pengertian media pembelajaran akan semakin jelas
dan mudah dipaparkan.
Secara etimologis, media berasal dari bahasa Latin, yaitu bentuk
jamak dari kata “medium” yang memiliki arti “tengah, perantara, atau
pengantar” (Asyhar, 2011). Hidayah dan Sugiharto (Hamdani, 2011: 72)
mengemukakan bahwa media merupakan alat bantu (saranan) yang
diperlukan guna membantu proses komunikasi. Selanjutnya, Hamdani
menegaskan bahwa media merupakan perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepada penerima pesan (2011: 72). Dengan demikian,
maka dapat disimpulkan bahwa media merupakan segala sesuatu yang
memudahkan penyampaian pesan atau informasi sehingga terjalin komunikasi dua arah yang baik.
Mengenai pengertian pembelajaran, Asyhar berpendapat, “Kata
pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris, yaitu
“instruction”. Instruction diartikan sebagai proses interaktif antara guru
dan siswa yang berlangsung secara dinamis” (2011: 6).
Di sisi lain, Hamdani (2011: 71) mengemukakan bahwa pembelajaran secara umum yaitu kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah
laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Selanjutnya, Suyitno
mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan upaya guru dalam
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,
bakat, dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta antarsiswa (Hamdani, 2011: 7172).
34
Dengan demikian, pengertian pembelajaran dapat disimpulkan
sebagai segala sesuatu yang dapat mengubah tingkah laku, melejitkan
potensi, dan pengetahuan siswa dalam interaksi yang bermakna antara
guru dengan siswa serta antarsiswa.
Menurut Gerlach & Ely (Hamdani, 2011: 72-73), media
pembelajaran memiliki cakupan yang sangat luas, termasuk manusia,
materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan serta sikap. Selanjutnya
AECT (Association of Educaion and Communication) mengatakan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang
untuk menyampaikan pesan pembelajaran (Hamdani, 2011: 73).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran, dapat membuat siswa untuk berselera
belajar, menjadikan proses belajar terjadi secara efektif dan efisien, serta
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain itu, juga
perlu diketahui bahwa media pembelajaran yang baik akan mampu
menarik perhatian siswa, mengaktifkan siswa dalam memberikan respon,
umpan balik, dan mendorong siswa untuk aktif.
2) Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang lazim digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar menurut Anitah dan Noorhadi (Sumantri & Permana, 2001:
158), yaitu: a) media visual; b) media audio; c) media audio visual; d)
media asli dan orang. Selanjutnya, Asyhar berpendapat, “Meskipun
beragam jenis dan format media sudah dikembangkan dan digunakan
dalam pembelajaran, namun pada dasarnya semua media tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio,
media audio-visual dan multimedia” (2011: 44).
Terlepas dari berbagai pandangan kedua ahli sebelumnya, jenisjenis media pembelajaran menurut Bretz, yaitu: a) media audio; b) media
cetak; c) media visual diam; d) media visual gerak; e) media audio semi
35
gerak; f) media visual semi gerak; g) media audio visual diam; h) media
audio visual gerak (Asyhar, 2011: 48).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa jenisjenis media pembelajaran, yaitu: a) media audio; b) media visual; c)
media audio visual; dan d) multimedia. Jenis-jenis media pembelajaran
tersebut akan mampu memudahkan guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran serta mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
3) Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum, beberapa manfaat media pembelajaran menurut
Midun (Asyhar, 2011), meliputi; a) memperluas cakrawala sajian materi
pembelajaran yang diberikan di kelas; b) siswa memperoleh pengalaman
beragam selama proses pembelajaran; c) memberikan pengalaman belajar
yang konkret dan langsung kepada siswa; d) menyajikan sesuatu yang
sulit diadakan, dikunjungi, atau dilihat siswa; e) memberikan informasi
yang akurat dan terbaru; f) menambah kemenarikan tampilan materi
sehingga meningkatkan motivasi, minat, dan mengambil perhatian siswa
untuk fokus mengikuti materi yang disajikan; g) merangsang siswa untuk
berpikir kritis; h) meningkatkan efisiensi proses pembelajaran; serta i)
memecahkan masalah pendidikan atau pengajaran baik dalam lingkup
mikro maupun makro.
Selanjutnya, Kemp dan Dayton mengidentifikasikan manfaat
media pembelajaran, antara lain: a) penyampaian materi pelajaran dapat
diseragamkan; b) pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik; c)
pembelajaran menjadi lebih interaktif; d) efisiensi dalam waktu dan
tenaga; e) meningkatkan kualitas hasil belajar siswa; f) memungkinkan
proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja; g) media
dapat menumbuhkan sikap positif terhadap materi dan proses belajar; h)
mengubah peran guru ke arah yang lebih positif produktif (Hamdani,
2011: 73).
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media
pembelajaran ada banyak. Intinya, dengan hadirnya media pembelajaran,
36
maka kegiatan pembelajaran menjadi semakin bermakna. Hal tersebut
dikarenakan media pembelajaran akan membuat siswa untuk lebih
mudah memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
4) Hakikat Media Visual
a) Pengertian Media Visual
Santoso, (2013: 5) menyebutkan bahwa media visual yaitu
media yang mengandalkan indera penglihat. Indera penglihat menjadi
indera yang paling penting dalam pemanfaatan media visual oleh
siswa. Selanjutnya, Asyhar mengemukakan bahwa unsur-unsur yang
terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna, dan
tekstur yang menyatakan simbol-simbol pesan visual yang memiliki
prinsip kesederhanaan, keterpaduan serta penekanan (2011: 53).
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media
visual merupakan media yang mengandalkan indera penglihat dan
memuat unsur-unsur seperti garis, bentuk, warna, dan tekstur yang
menyatakan simbol-simbol pesan visual sehingga mampu mencapai
tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
b) Jenis-Jenis Media Visual
Asyhar (2011: 45) menyebutkan beberapa media visual, antara
lain: (1) media cetak seperti buku, modul, jurnal, majalah; (2) media
grafis seperti gambar, kartun, karikatur, grafik, dan poster; (3) model
dan prototipe seperti globe bumi; serta (4) media realitas alam sekitar
dan sebagainya.
Media visual yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini
yaitu media visual papan flanel dan ular tangga. Berikut penjelasan
selengkapnya.
(1) Papan Flanel
Daryanto (2013: 22) menyebutkan bahwa papan flanel
sering juga disebut visual board, yaitu suatu papan yang dilapisi
kain flanel atau kain yang berbulu, sehingga dapat diletakkan
potongan gambar atau simbol-simbol visual lain. Selanjutnya,
37
Ni’mah mengemukakan bahwa papan flanel merupakan papan
yang berlapis kain flanel, sehingga gambar yang akan disajikan
dapat dipasang, dilipat, dan dilepas dengan mudah serta dapat
dipakai berkali-kali (2011).
Menurut Ni’mah (2011), media papan flanel dapat
membantu mengembangkan konsep, membantu guru untuk
menerangkan materi pembelajaran, memudahkan pemahaman
siswa tentang materi pembelajaran; serta membuat materi
pembelajaran lebih menarik. Di sisi lain, Daryanto (2013: 22)
mengemukakan bahwa media papan flanel dapat digunakan untuk
berbagai jenis mata pelajaran, dapat menerangkan perbandingan
atau persamaan secara sistematis, dapat memupuk siswa untuk
belajar aktif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa media papan flanel merupakan media visual berupa papan
yang dilapisi flanel, sehingga dapat diletakkan potongan gambar
atau simbol-simbol visual lain.
Gambar 2.8. Media Visual Papan Flanel
38
(2) Ular tangga
Resendriya (2016: 1) menyebutkan bahwa ular tangga
merupakan permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan
oleh dua orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotakkotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah tangga yang
menghubungkan dengan kotak lain. Selanjutnya, ia menambahkan
bahwa permainan ular tangga dapat dimainkan untuk semua mata
pelajaran dan semua jenjang kelas, karena di dalamnya berisi
berbagai bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa
melalui permainan tersebut sesuai dengan jenjang kelas dan mata
pelajaran tertentu.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa media
ular tangga merupakan permainan papan bergambar yang dimainkan dengan melewati kotak-kotak yang ada dengan menaati
aturan dan dapat digunakan untuk berbagai mata pelajaran serta
jenjang kelas.
Gambar 2.9. Media Visual Ular Tangga
39
c) Langkah-Langkah Penerapan Media Visual
Dalam penelitian ini, peneliti menerapan media visual berupa
papan flanel dan ular tangga. Berikut ini adalah masing-masing
langkah penerapan media visual tersebut.
(1) Papan Flanel
Ni’mah (2011) menerangkan langkah-langkah penerapan
papan flanel, yaitu: (a) menyiapkan papan; (b) menempelkan kain
flanel pada papan; (c) mengumpulkan gambar dan materi yang
sesuai dengan bahan ajar; serta (d) menempelkan gambar dan
materi pembelajaran pada papan dengan menggunakan paku atau
lem.
(2) Ular Tangga
Berikut ini langkah-langkah penerapan permainan ular
tangga Wikipedia: (a) setiap pemain mulai dengan bidaknya di
kotak pertama dan secara bergiliran melemparkan dadu; (b) sidak
dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul; (c) bila
pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat
langsung pergi ke ujung tangga yang lain; (d) bila mendarat di
kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah
ular; dan (e) pemenang adalah pemain pertama yang mencapai
kotak terakhir.
d) Kelebihan dan Kekurangan Media Visual
Media visual papan flanel dan ular tangga yang digunakan
dalam penelitian ini memiliki beberapa kelebihan. Berikut peneliti
uraikan selengkapnya.
(1) Papan flanel
Papan flanel memiliki kelebihan, diantaranya dapat dibuat
sendiri, item-item dapat diatur sendiri, dapat dipersiapkan terlebih
dahulu, item-item dapat digunakan berkali-kali, memungkinkan
penyesuaian dengan kebutuhan siswa, serta menghemat waktu
dan tenaga. Selanjutnya, papan flanel juga memiliki kelemahan,
40
yaitu kurang adanya persiapan dan kurang terampilnya guru
(Daryanto, 2013: 22).
Selanjutnya, Ni’mah (2011) mengungkapkan bahwa papan
flanel memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (a) bahan ajar mudah
ditempelkan; (b) efisien waktu dan tenaga; (c) menarik perhatian
siswa; (d) memudahkan guru menjelaskan materi; serta (e) dapat
digunakan berulang kali. Selain itu, media visual papan flanel
juga memiliki kelemahan, yaitu: (a) memerlukan waktu yang
lama untuk mempersiapkan materi; (b) memerlukan biaya yang
mahal untuk mempersiapkannya; (c) sukar menampilkan pada
jarak yang jauh; (d) flanel mempunyai daya rekat yang kurang
kuat.
(2) Ular tangga
Mulyati (Meilia, 2013: 3) mengemukakan bahwa media
ular tangga memiliki kelebihan yaitu dapat membuat struktur
kognitif yang diperoleh siswa sebagai hasil dari proses belajar
bermakna akan stabil dan tersusun secara relevan sehingga akan
terjaga dalam ingatan. Hal tersebut tentusangat bermakna karena
pengetahuan dalam ingatan (pikiran) siswa dapat diperoleh kembali sewaktu-waktu, sehingga diharapkan mampu meningkatkan
hasil belajar siswa. Selain itu, media visual ular tangga yang
memiliki ukuran terlalu besar akan kurang praktis untuk dibawa
ke dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa media
visual berupa papan flanel dan ular tangga yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kelebihan yang bisa diberdayakan dengan baik
serta kelemahan yang perlu disiasati dengan bijaksana. Walaupun
demikian, peneliti memiliki keyakinan bahwa penerapan model
quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan
pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia siswa
kelas V SD jika dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang tepat.
41
c. Penerapan Model Quantum Teaching dengan Media Visual dalam
Pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Siswa
Kelas V SD
Penerapan model quantum teaching dengan media visual dalam
peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
siswa kelas V memiliki enam langkah tersruktur. Langkah-langkah tersebut,
yaitu:
1) Tumbuhkan motivasi siswa, yaitu menumbuhkan minat dan motivasi
siswa terhadap pembelajaran. Guru menumbuhkan minat dan motivasi
siswa terhadap pembelajaran melalui kegiatan bernyanyi bersama, tepuk,
dan kata-kata motivasi. Siswa merespons aktif motivasi guru.
2) Alami dengan petualangan di dalam kelas menggunakan media visual
papan flanel, yaitu menciptakan pengalaman belajar bermakna yang
dapat dimengerti oleh siswa dengan menggunakan media visual papan
flanel. Guru menghadirkan pengalaman belajar yang memancing
keaktifan dan antusiasme siswa. Siswa mendapatkan tugas untuk berpetualang mencari informasi secara berkelompok di kelas yang telah
didesain dengan media visual papan flanel yang memuat materi
pembelajaran.
3) Namai dengan permainan menggunakan media visual ular tangga, yaitu
mengajarkan konsep pengetahuan kepada siswa melalui permainan
dengan menggunakan media visual ular tangga. Siswa bersama guru
melaksanakan permainan menggunakan media visual ular tangga. Soalsoal yang disiapkan relevan dengan silabus dan materi pembelajaran
kelas V SD.
4) Demontrasikan di depan teman sekelas, yaitu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menunjukkan/mendemonstrasikan apa yang telah
mereka ketahui. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan teman sekelas. Siswa
lain dipersilakan memerhatikan lalu menanggapi presentasi hasil kerja
kelompok temannya.
42
5) Ulangi dengan petualangan menggunakan media visual papan flanel,
yaitu melaksanakan pengulangan materi pembelajaran dengan menegaskan kembali pokok materi pembelajaran dengan menggunakan media
visual papan flanel. Guru mempersilakan siswa untuk mengulang
kembali materi pembelajaran melalui petualangan seperti sebelumnya
sambil mengisi daftar “Aku Tahu Bahwa Aku Tahu”. Selanjutnya, siswa
bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran dengan memberdayakan keaktifan siswa.
6) Rayakan dengan gembira, yaitu memberikan pengakuan, mengapresiasi
siswa setelah berperan aktif dalam pembelajaran dengan gembira. Setelah
siswa bersama guru melaksanakan pembelajaran dengan berbagai
pengalaman belajar yang bermakna, selanjutnya melaksanakan perayaan
pembelajaran. Siswa bersama guru mengapresiasi pembelajaran yang
telah mereka lalui dengan bertepuk tangan, bernyanyi bersama, atau
menempelkan stiker prestasi dengan gembira.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
penerapan model quantum teaching dengan media visual berupa papan
flanel dan ular tangga dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD, yaitu: 1)
tumbuhkan motivasi siswa; 2) alami dengan petualangan di dalam kelas
menggunakan media visual papan flanel; 3) namai dengan permainan
menggunakan media visual ular tangga; 4) demontrasikan di depan teman
sekelas; 5) ulangi dengan petualangan menggunakan media visual papan
flanel; serta 6) rayakan dengan gembira.
3. Hasil Penelitian Relevan
Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan
sesuai dengan substansi yang diteliti. Penelitian yang relevan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2013)
dengan judul “The Implementation Quantum Teaching Method of Graduate
Through Up-Grade Hard Skill and Soft Skill”. Hasil dari penelitian tersebut
43
menjelaskan bahwa penerapan model quantum teaching efektif untuk
meningkatkan pencapaian kompetensi belajar siswa, meningkatkan hard skill
dan soft skill secara signifikan karena guru memberi kesempatan bagi siswa
untuk mengeksplorasi potensi diri mereka. Persamaan dengan penelitian ini
terletak pada penerapan model quantum teaching. Perbedaannya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati bertempat di Bandung, sedangkan
penelitian ini dilakukan di SDN 2 Kutosari.
Penelitian relevan yang lain adalah penelitian yang dilakukan oleh
Tambunan (2013) tentang “Interactive Learning Media Based Visual Basic
and Smoothboard”. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa
penerapan media visual efektif digunakan dalam pembelajaran dan dapat
meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Persamaannya terletak pada
penerapan media visual. Perbedaannya subjek penelitian yang dilakukan oleh
Tambunan adalah siswa kelas II SD di Medan tahun 2013, sedangkan subjek
penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2014) tentang
“Penerapan Model Quantum Teaching Berbantuan Media Pembelajaran
Berbasis Powerpoint Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPS
Siswa Kelas III SDN 26 Dangin Puri”. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan
bahwa penerapan model quantum teaching berbantuan media pembelajaran
berbasis powerpoint dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa
kelas III SDN 26 Dangin Puri. Persamaannya dengan penelitian ini adalah
penggunaan model quantum teaching, pembelajaran IPS, dan melaksnaakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Perbedaannya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Astuti dilaksanakan di kelas III SDN 26 Dangin Puri Denpasar
pada tahun 2013/2014 berbantuan media pembelajaran berbasis powerpoint,
sedangkan penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran
2015/2016 berbantuan media visual berupa papan flanel dan ular tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2013) tentang “Media
Pembelajaran Berbasis Visual Berbentuk Permainan Ular Tangga Untuk
Meningkatkan Kualitas Belajar Mengajar di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian
44
membuktikan bahwa penerapan media visual dapat meningkatkan proses dan
hasil belajar siswa. Persamaan dengan penelitian ini yaitu penerapan media
visual. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani
dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu SDN Bareng III, SDN Lowokwaru VI,
SDN Lowokwaru VII serta satu instansi pendidikan luar sekolah bidang bahasa
Intensive English Course Malang 2 Branch. Selanjutnya, penelitian ini
dilaksanakan di kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian yang
relevan di atas, maka telah memberi penguatan kepada peneliti bahwa
penerapan model quantum teaching dengan media visual dapat meningkatkan
pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti menjadikan keempat penelitian relevan
tersebut sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
B. Kerangka Berpikir
Karakteristik siswa kelas V SD berusia antara 10 sampai 11 tahun, berada
pada fase operasional konkret, yaitu: 1) siswa memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi; 2) siswa senang bermain dan bergembira; 3) siswa mengeksplorasi suatu
situasi dan mencoba usaha-usaha baru; 4) siswa belajar secara efektif ketika
mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi di sekitar; serta 5) siswa belajar
dengan cara bekerja (learning by doing), berinisiatif, dan bergerak aktif.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan antara guru dengan siswa dalam
memanfaatkan segala potensi yang bersumber dari dalam diri siswa, lingkungan,
sarana, dan sumber belajar lainnya melalui rangkaian kegiatan belajar mengajar
terencana guna mencapai tujuan tertentu. IPS adalah suatu pengetahuan dari
berbagai cabang disiplin ilmu-ilmu sosial. Dalam pembelajaran IPS diharapkan
siswa tidak hanya menghafal materi, namun juga mampu mengembangkan sikap
serta membuat siswa menjadi tahu tentang hidup kemudian bisa memetik nilainilai pengetahuan di dalamnya. Selanjutnya, peningkatan merupakan suatu proses
perubahan, meningkatkan dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik,
perubahan tersebut dapat dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas.
45
Media visual merupakan media yang mengandalkan indera penglihat, di
dalamnya terdapat unsur-unsur seperti garis, bentuk, warna, dan tekstur yang
menyatakan simbol-simbol pesan visual sehingga mampu mencapai tujuan
pembelajaran yang dikehendaki. Selanjutnya, media visual yang digunakan dalam
penelitian ini berupa papan flanel dan ular tangga. Papan flanel merupakan media
visual berupa papan yang dilapisi flanel, sehingga dapat diletakkan potongan
gambar atau simbol-simbol visual lain. Ular tangga merupakan media visual
berupa permainan papan bergambar yang dimainkan dengan melewati kotakkotak yang ada dengan menaati aturan dan dapat digunakan untuk berbagai mata
pelajaran serta jenjang kelas.
Guru dikatakan berhasil dalam mengajar apabila terdapat peningkatan
pembelajaran. Guru hendaknya menerapkan suatu inovasi pembelajaran yang
mampu menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, memberdayakan keaktifan
siswa, melejitkan semangat belajar siswa, serta menghadirkan pengalaman belajar
yang bermakna. Guru sebagai bagian dari komponen pendidikan dituntut untuk
menjembatani kesenjangan tersebut. Guru harus mampu bertindak sebagai kreator
sekaligus inovator guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Pembelajaran dengan menggunakan suatu model dan media yang sesuai
dengan karakteristik siswa dapat menciptakan motivasi belajar yang tinggi
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Penerapan model quantum teaching
dengan media visual diharapkan mampu meningkatkan pembelajaran IPS tentang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran
melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual adalah suatu
pelaksanaan yang senantiasa berusaha menghadirkan pembelajaran yang aktif,
kreatif, menyenangkan, dan bermakna. Selain itu, aktivitas belajar lebih banyak
berpusat pada siswa. Dalam hal ini, guru adalah seorang fasilitator.
Dengan demikian, peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia melalui penerapan model quantum teaching dengan
media visual berupa papan flanel dan ular tangga pada siswa kelas V SD
merupakan adalah proses meningkatkan pemahaman siswa kelas V SD terhadap
materi pembelajaran IPS, bukan hanya menghafal materi pembelajaran, namun
46
juga dapat mengembang-kan sikap, pengertian serta memetik nilai-nilai
pengetahuan terkait materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kemudian
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa mampu memposisikan diri dengan baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai warga
negara.melalui penerapan model quantum teaching dengan media visual berupa
papan flanel dan ular tangga.
Langkah-langkah penerapan model quantum teaching dengan media visual
dalam peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada siswa kelas V SD, yaitu: 1) tumbuhkan motivasi siswa; 2) alami dengan
petualangan di dalam kelas menggunakan media visual papan flanel; 3) namai
dengan permainan meng-gunakan media visual ular tangga; 4) demontrasikan di
depan teman sekelas; 5) ulangi dengan petualangan menggunakan media visual
papan flanel; serta 6) rayakan dengan gembira. Selanjutnya, jika penerapan model
quantum teaching dengan media visual dilaksanakan dengan langkah-langkah
yang tepat, maka siswa akan terlibat aktif, menjadi semangat, dan termotivasi
dalam pembelajaran. Akhirnya, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
peningkatan pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat
tercapai.
Kerangka berpikir penelitian dengan judul “Penerapan Model Quantum
Teaching dengan Media Visual dalam Peningkatan Pembelajaran IPS tentang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Siswa Kelas V SDN 2 Kutosari Tahun
Ajaran 2015/2016” berfungsi sebagai pedoman untuk memperjelas arah dan
tujuan penelitian, serta membantu pemilihan konsep-konsep yang diperlukan
dalam pembentukan hipotesis. Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai
berikut.
47
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
 Pembelajaran IPS
terfokus pada guru
didominasi metode
ceramah dan tidak
menerapkan model
dan media
pembelajaran
inovatif.
Guru menerapkan
model quantum
teaching dengan media
visual berupa papan
flanel dan ular tangga.
 Siswa pasif, jenuh, dan
tidak antusias.
 Hasil belajar IPS siswa
rendah yaitu 96,15%
belum tuntas.
 Pembelajaran
menyenangkan.
 Pembelajaran berpusat
pada siswa.
 Siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran.
 Siswa bersemangat dan
termotivasi.
 Pembelajaran menjadi
lebih bermakna.
 Kualitas pembelajaran
meningkat.
 Hasil belajar IPS siswa
meningkat.
Penerapan model
quantum teaching
dengan media visual
dapat meningkatkan
pembelajaran IPS
tentang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Gambar 2.10. Bagan Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang, landasan teori, dan kerangka berpikir yang
telah dikemukakan dalam penelitian ini, maka dapat diajukan hipotesis dalam
penelitian tindakan kelas ini, yaitu jika penerapan model quantum dengan media
visual dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan
pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V
SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016.
Download