0 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi

advertisement
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi sekarang ini, keberhasilan suatu organisasi sangat
dipengaruhi oleh ketersediannya sumber daya manusia. Sumber daya manusia
seharusnya dikelola dengan baik untuk meningkatkan, mengembangkan,
memotivasi, dan memelihara kinerja yang tinggi didalam organisasi (MTE,
Hariandja, 2002). Seperti yang diketahui, bahwa semakin berkembang pesatnya
ilmu pengetahuan dibidang industri, menyebabkan semakin kompleks persaingan
antar instansi pemerintah. Akibatnya muncul berbagai macam permasalahan yang
disebabkan faktor sumber daya manusia.
Salah satu permasalahan yang timbul disebabkan karena faktor dari dalam
diri individu didalam menghadapi tuntutan organisasi yang semakin tinggi dan
persaingan yang semakin ketat sehingga dapat mempengaruhi kinerja
yaitu
burnout. Burnout merupakan suatu keadaan dimana seorang individu telah
mengalami stres dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang tinggi
sehingga mengalami kelelahan baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis.
Pines dan Aronson (dalam Enzman & Schaufeli, 1998) mendefinisikan burnout
sebagai bagian dari kelelahan fisik, emosional, dan mental sebagai akibat dari
keterlibatan diri dalam jangka waktu yang panjang terhadap situasi yang penuh
dengan tuntutan emosional. Individu yang mengalami burnout dapat dijelaskan
sebagai individu yang mengalami banyak tekanan baik tekanan fisik maupun
1
tekanan psikis sehingga menyebabkan individu tersebut merasa keletihan.
Tekanan fisik dapat disebabkan karena individu tersebut bekerja secara rutin ,
terus menerus, jumlah pekerjaan yang banyak, waktu untuk mengerjakan
pekerjaan tersebut terlalu sedikit, sedangkan tekanan psikis disebabkan karena
tidak ada hubungan yang baik dari atasan maupun dari rekan kerja sehingga sering
menimbulkan konflik.
Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001) menjelaskan burnout merupakan
respon yang disebabkan oleh masalah emosional yang bersifat kronis dan tekanan
dalam hubungan interpersonal yang terdiri dari tiga komponen yaitu kelelahan
emosi, depersonalisasi, dan penurunan prestasi pribadi. Kelelahan emosi
merupakan penentu dalam kualitas burnout, karena perasaan yang lelah dapat
menyebabkan seorang kehabisan energi ketika bekerja sehingga timbul kelelahan
emosional. Kelelahan emosional yang ditandai dengan perasaan marah, frustrasi,
sedih,
putus
asa,
merasa
tertekan,
dan
perasaan
mudah
tersinggung.
Depersonalisasi berkaitan dengan sikap negatif yang muncul ditandai dengan
kurangnya rasa menghargai antar sesama, kurang memiliki pandangan positif, dan
cenderung untuk bersikap apatis terhadap lingkungannya. Penurunan prestasi
pribadi yaitu bentuk sikap individu yang mengalami penurunan dalam prestasi
pribadi yang disebabkan karena perasaan bersalah karena tujuan kerja tidak
tercapai ditandai dengan
memiliki perasaan yang rendah untuk memberi
penghargaan pada diri sendiri, kurang percaya diri, dan merasa rendah diri.
Burnout juga dapat terjadi pada saat individu memiliki beban kerja yang
berlebih. Kelebihan beban kerja merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila
2
lingkungan memberi tuntutan yang melebihi kemampuan indvidu (Gibson, dkk
dalam Yohannis, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pines dan
Aronson (1989) didapatkan hasil bahwa beban kerja yang berlebih merupakan
salah satu hal yang dapat mempengaruhi seorang mengalami burnout. Beban
kerja yang berlebih meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani,
tanggung jawab menyelesaikan tugas, pekerjaan rutin dan bukan rutin serta
pekerjaan lainnya yang melampaui kapasitas kemampuan individu.
Terdapat beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa burnout dapat
ditemukan pada semua pekerjaan yang berkaitan dengan human services (Bakker,
Demerouti dan Schaufeli, 2002). Pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain
secara umum memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengalami burnout
(Schaufeli, 2003). Beberapa macam pekerjaan sosial adalah perawat, guru, polisi,
pengacara, konselor, pekerja sosial seperti pegawai kantor pajak. Seorang yang
bekerja yang berinteraksi dengan orang lain sangat rentan mengalami burnout
karena memiliki keterlibatan langsung dengan pelanggannya. Selama proses
pemberian pelayanan sering terjadi kesalahpahaman antara pegawai dengan
pelanggan, seperti keinginan pelanggan yang tidak terpenuhi serta permintaan
pelanggan yang susah untuk dimengerti.
Survey dari careerbuilder.com membuktikan bahwa pada tahun 2007
sebanyak 77% dari pekerja Amerika mengalami burnout ditempat kerjanya.
Begitu juga yang terjadi di Indonesia, terdapat beberapa penelitian
yang
membuktikan bahwa pekerja di Indonesia mengalami burnout. Penelitian yang
dilakukan oleh Hardiyanti (2013) terdapat 45% dari karyawan kantor pos pusat
3
Malang mengalami burnout dengan kategori tinggi, selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Yunita (2015) mengenai hubungan dukungan sosial dengan
burnout pada perawat dengan hasil 48,83 % perawat mengalami burnout.
Sebanyak 53 perawat mengalami burnout dalam kategori sedang, 12 perawat
dalam kategori tinggi dan 1 orang yang masuk dalam kategori sangat tinggi.
Seseorang yang mengalami burnout akan mengalami kekurangan
semangat karena banyak tekanan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-harinya.
Tekanan tersebut bisa berupa konflik, tuntutan pekerjaan, target yang harus
dicapai, kurangnya dukungan sosial, dan tidak adanya reward. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Pines dan Aronson (1989), gejala yang dialami
ketika seorang mengalami burnout antara lain mudah bosan, mudah tersinggung,
tidak bersemangat ketika bekerja, bersikap acuh tak acuh pada lingkungan, mudah
putus asa, merasa tidak berharga, bahkan hingga dapat menimbulkan depresi.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami
burnout. Faktor tersebut terdiri dari faktor dari dalam diri dan faktor organisasi.
Salah satu faktor dari dalam diri yang dapat menyebabkan burnout adalah
kemampuan mengelola emosi (Cherniss, Maslach dan Sullivan dalam Spector,
2008). Kemampuan mengelola dan mengolah emosi baik dari dalam diri maupun
orang lain merupakan pengertian dari kecerdasan emosi. Hal yang dapat
membedakan satu individu dengan individu lainnya salah satunya dapat diketahui
dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi menggambarkan suatu kemampuan
(ability), kapasitas atau skill untuk mengamati, menaksir, dan mengelola emosi
diri sendiri maupun kelompok. Menurut Salovey dan Mayers (1990) kecerdasan
4
emosi
sebagai
kemampuan
untuk
mengenali
perasaan,
meraih
dan
membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan
maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu
perkembangan emosi dan intelektual. Seorang yang memiliki kecerdasan emosi
yang tinggi mampu untuk memahami orang lain, mengerjakan segala tugas
dengan ikhlas, bersemangat, dan optimis dalam menyelesaikan target, mampu
mencari jalan keluar serta mampu menyesuaikan diri dengan cepat.
Komponen dasar dari kecerdasan emosi mencakup kemampuan untuk
menahan emosi orang lain, dapat mengontrol dan menahan diri dari orang lain
sehingga didapatkan suasana hati yang serasi dan selaras. Diharapkan pula bahwa
individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, dapat menunjukkan
kemampuan dan keterampilan sosial yang baik. Keterampilan sosial merupakan
salah satu kunci utama yang harus dimiliki individu dalam kehidupan sosial
karena dapat membantu individu dalam berinteraksi dengan orang lain (Malouff
dan Schutte, 1998). Selain itu, keterampilan sosial itu bersifat timbal balik,
sehingga individu yang mampu untuk menjalin hubungan sosial yang baik, suatu
ketika akan mendapat perlakuan yang lebih sama atau lebih baik dari orang lain
(Anderson, dalam Abdulamir 2011)
Keberhasilan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan
emosional (EQ) hingga mencapai 80 % sedangkan kecerdasan intelektual (IQ)
hanya berperan 20% dalam mencapai kesuksesan seseorang (Goleman, dalam
Segal, 2000). Hal ini membuktikan bahwa seseorang yang mampu mengontrol
suasana hatinya dengan baik , dapat menyesuaikan diri dengan berbagai macam
5
tekanan pekerjaan dan mampu berempati dengan individu lain, maka seseorang
tersebut memiliki kemampuan mengelola emosinya dengan baik dan lebih mudah
untuk diterima dilingkungannya. Seseorang yang mampu
menyesuaikan diri
dengan pergaulan sosial dengan baik, maka kecenderungan mengalami burnout
rendah.
Segal (2000) menyebutkan bahwa emosi berperan penting dalam
kehidupan sehari-hari karena emosi adalah jembatan bagi kesadaran diri dalam
berhubungan baik secara personal maupun dengan orang lain dan alam.
Terjadinya hubungan yang tidak seimbang akan menimbulkan ketegangan emosi
yang dapat berpengaruh pada kurangnya kerja sama dan empati
sehingga
menyebabkan seseorang menjadi burnout.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Adbulamir, dkk
(2011) yang meneliti pengaruh kecerdasan emosional dan burnout pada guru olah
raga di SMP di Iran. Subyek ada penelitian ini sebanyak 183 guru yang telah
bekerja selama lebih dari 5 tahun. Hasil penelitian yang didapatkan adalah
terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan
burnout pada guru olahraga, artinya bahwa guru yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi, maka kecenderungan untuk burnout rendah, begitu juga
sebaliknya
guru
yang
memiliki
kecerdasan
emosional
rendah
sangat
dimungkinkan untuk mengalami burnout.
Faktor organisasi yang dimungkinkan dapat mempengaruhi burnout
adalah iklim organisasi. Iklim organisasi berkaitan dengan seperangkat ciri-ciri
yang menggambarkan sebuah organisasi dan yang membedakan organisasi
6
tersebut dengan organisasi lain, bertahan hidup cukup lama, dan dapat
mempengaruhi perilaku orang-orang didalam organisasi tersebut (Forehand,
dalam Hardjana, 2006). Iklim organisasi mengacu tentang persepsi lingkungan
organisasi yang ada dan dirasakan pada orang yang bekerja di organisasi tersebut.
Iklim organisasi akan mencakup beberapa konsep utama yaitu kepemimpinan,
komunikasi, struktur dan birokrasi, dan penghargaan. Kepemimpinan berkaitan
dengan dukungan sosial antara atasan dan bawahan, komunikasi mencakup
perilaku keterbukaan dan kemampuan dalam mengeluarkan pendapat, dan
penghargaan yang berkaitan dengan pemberian umpan balik oleh atasan, orientasi
tentang pemberian penghargaan maupun hukuman (Danies, 2011).
Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007) menjelaskan bahwa iklim
organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang bertahan cukup
lama dan berlangsung relatif terus menerus, dialami oleh segenap anggota
organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat digambarkan sebagai
cerminan nilai dan seperangkat ciri-ciri khas suatu organisasi tersebut. Wirawan
(2007) membagi dua faktor yang dapat menyebabkan iklim organisasi pada
organisasi yaitu faktor internal dan faktor ekstrenal organisasi. Faktor internal
terdiri dari kondisi lingkungan sosial, lingkungan fisik ditempat kerja, output yang
dihasilkan, kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi, pelanggan yang
dilayani, dan budaya organisasi. Faktor lingkungan eksternal terdiri dari Peraturan
Pemerintah, kehidupan ekonomi, adanya kompetisi dengan pesaing. Hal ini
menyebabkan bahwa iklim organisasi pada satu organisasi dengan organisasi
lainnya berbeda-beda.
7
Persepsi terhadap lingkungan kerja psikologis sangat berpengaruh bagi
individu maupun organisasi. Iklim organisasi akan memiliki dampak pada
perilaku dan sikap karyawan seperti motivasi bekerja, produktifitas bekerja, dan
kepuasan kerja (Adenike, 2011) dengan kata lain iklim organisasi yang kondusif
dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktifitas kerja, sebaliknya iklim
organisasi yang tidak kondusif akan menurunkan produktifitas kerja yang
merupakan salah satu tanda seseorang mengalami burnout. Hal ini didukung oleh
beberapa penelitian yang membuktikan bahwa burnout dipengaruhi oleh iklim
organisasi yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hendrix, A.E, dkk (2000)
mengenai hubungan antara iklim organisasi dengan burnout pada pelatih yang
bersertifikat di I-A University, hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan
signifikan yang negatif antara iklim organisasi dengan burnout. Artinya semakin
baik iklim organisasi, perilaku burnout pada pelatih akan semakin rendah.
Salari, dkk (2013) juga melakukan penelitian mengenai hubungan antara
iklim organisasi dengan burnout pada dosen di universitas Bandar Abbas. Subyek
dalam penelitian ini sebanyak 231 dosen dengan kategori burnout diatas rata-rata
yaitu 47,6%, iklim organisasi menyumbang 20,8% sebagai faktor yang
mempengaruhi burnout, sisanya terdapat faktor lain yang tidak disertakan dalam
penelitian tersebut. Hal ini berarti semakin kondusif iklim pada suatu organisasi
makan semakin rendah burnout yang dialami oleh dosen, begitu juga sebaliknya,
semakin tidak kondusif iklim pada suatu organisasi makan burnout yang dialami
oleh dosen akan semakin tinggi.
8
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), merupakan salah satu instansi pemerintah
yang secara struktural berada dibawah Departemen Keuangan dan Kementrian
Keuangan. Salah satu tugas utama dari Direktorat Jenderal Pajak adalah menjamin
tercapainya target penerimaan pajak sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) disetiap tahunnya. Di Indonesia, penerimaan pajak
merupakan sumber pendapatan terbesar bagi negara Indonesia.
Sektor pajak
merupakan pilihan yang sangat tepat utuk menjadi sumber pendapatan terbesar
karena jumlahnya yang relatif stabil dan merupakan salah satu bentuk partisipasi
aktif masyarakat Indonesia dalam membantu pembangunan nasional. Dalam
menjalankan tugas menjamin penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak secara
khusus membentuk instansi yang bertanggung jawab atas hal tersebut yaitu
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia
termasuk KPP Pratama Sleman yang ada diwilayah Yogyakarta.
Berdasarkan data statistik dapat diketahui bahwa target penerimaan pajak
dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2010 target
penerimaan pajak mencapai 723,3 triliyun rupiah, tahun 2011 mencapai 873,9
triliyun rupiah, sedangkan tahun 2012 mencapai 980,5 triliyun rupiah, tahun 2013
penerimaan pajak mencapai 1.077,3 triliyun rupiah , tahun 2014 mencapai 1.143,3
triliyun rupiah dan tahun 2015 mencapai 1.294,26 triliyun rupiah ( BPS, 2015).
Namun terhitung pada bulan Agustus 2015 target
penerimaan pajak
baru
mencapai angka 598,279 triliun dari target penerimaan pajak yang ditetapkan, itu
artinya realisasi penerimaan pajak masih berada pada 46,22% dan masih kurang
dari target yang diharapkan. Bulan November tahun 2015 target penerimaan pajak
9
baru mencapai 777,4 triliyun atau masih 59,8% dari total target penerimaan pajak
sesuai dengan APBN 2015 sebesar 1,294,258 triliyun. (Data Dashboard
Penerimaan Pajak, Direktoral Jenderal Pajak, 2015).
Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya untuk meningkatkan target
penerimaan pajak hingga akhir tahun 2015 dengan berbagai cara yaitu dengan
penambahan jumlah jam kerja pegawai yang dilakukan pada bulan Agustus
hingga Oktober 2015 dengan 11,5 jam kerja perharinya dan rencana pengurangan
tunjangan pegawai apabila target belum terpenuhi atau tidak mencapai 100%
hingga akhir tahun (Hal ini dituturkan oleh Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi
yang dikutip dalam CNN).
Hasil observasi dan wawancara kepada pegawai kantor pelayanan pajak di
KPP Pratama Sleman, penambahan jumlah jam kerja pegawai akan berdampak
pada kelelahan fisik dan kelelahan mental karena dituntut untuk berfikir dari pagi
hingga malam dan merasa tenaga akan diforsir dalam waktu 11,5 jam. Rasa lelah,
kurang bersemangat, mudah putus asa akan berdampak pada menurunnya
produktifitas kerja sehingga target penerimaan pajak akan sulit untuk dicapai.
Kelelahan mental biasanya terjadi ketika mendapat teguran dari atasan ketika
target belum terpenuhi. Tak jarang pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman
akan dimutasi sewaktu-waktu karena beberapa hal. Mutasi yang cenderung
mendadak akan berdampak pola beradaptasi kembali dengan lingkungan baru,
harus menjalin hubungan baik dengan rekan kerja yang baru sehingga seorang
pegawai yang tidak mampu untuk beradaptasi dengan cepat akan menimbulkan
10
kelelahan emosi seperti mudah sakit hati, mudah marah, tersinggung dan
menyebabkan burnout.
Berdasarkan Fenomena dan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Iklim
organisasi
dengan Burnout
pada Pegawai
Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Sleman.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan iklim organisasi
dengan burnout pada pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman ?
2. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan burnout pada
pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman ?
3. Apakah terdapat hubungan antara iklim organisasi dengan burnout pada
kantor pegawai pajak di KPP Pratama Sleman ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dan iklim organisasi
dengan burnout pada pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman.
b. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan burnout pada
pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman.
11
c. Mengetahui hubungan antara iklim organisasi dengan burnout pada
pegawai kantor pajak di KPP Pratama Sleman.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
masukan
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Psikologi Industri
dan Sosial mengenai kecerdasan emosi dan iklim organisasi dengan
burnout.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Direktorat Jenderal Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
iklim organisasi yang baik disuatu organisasi dan dijadikan sebagai
salah satu sudut pandang bahwa iklim organisasi yang dibangun
secara kodusif disuatu organisasi dapat menurunkan perilaku
burnout pada karyawan
2. Bagi Pegawai Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
cara mengelola kecerdasan emosi yang baik agar burnout tidak
terjadi secara berlebihan pada karyawan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi peneliti lain
untuk melakukan penelitian terkait dengan burnout dan beberapa
faktor eksternal lainnya
12
Download