UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Modifikasi Struktur Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi SKRIPSI NENENG NURHALIMAH NIM:109102000042 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2014 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Modifikasi Struktur Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi NENENG NURHALIMAH NIM : 109102000042 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2014 i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Neneng Nurhalimah NIM : 109102000042 Tanda Tangan : Tanggal : ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK Nama : Neneng Nurhalimah Program Studi : Farmasi Judul : Modifikasi Struktur Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi Modifikasi senyawa metil sinamat melalui proses amidasi telah dilakukan untuk mendapatkan senyawa baru dengan aktivitas melebihi senyawa induknya. Reaksi amidasi dilakukan dengan menggunakan oktilamin sebagai pereaksi serta DCC (1,3 dicyclohexylcarbodiimide) dan DMAP (4-Dimethylaminopyridine) sebagai katalisatornya. Proses reaksi diawali dengan terlebih dahulu menghidrolisis gugus ester menjadi suatu karboksilat yang lebih reaktif. Reaksi ini menghasilkan senyawa murni n-oktil sinamamida (C17H25NO) dengan produk samping berupa DCU (N,N’dicyclohexylurea).Uji toksisitas senyawa metil sinamat, asam sinamat dan senyawa noktil sinamamida terhadap larva udang Artemia salina. Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menghasilkan nilai LC50 masing-masing 240.99 ppm (tidak toksik/tidak aktif), 333.43 ppm (tidak toksik/tidak aktif) dan 199.53 ppm (toksik/aktif). Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa hasil amidasi metil sinamat (noktil sinamamid) memiliki aktivitas toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan senyawa induk metil sinamat sehingga memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut sebagai kandidat antikanker. Kata Kunci : metil sinamat, amidasi, toksisitas, BSLT v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vi ABSTRACT Name : Neneng Nurhalimah Program Study : Pharmacy Title : Modification of Methyl Cinnamate Compound through Amidation Process and BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Toxicity Test to the Result of Modification Modification of methyl cinnamate through amidation process has been done to get the new compound with higher biological activity. Amidation reaction was carried out using octilamine as agent of reaction together with DCC (1,3 dicyclohexylcarbodiimide) and DMAP (4-dimethylaminopyridine) as catalyst. Before this amidation reaction was carried out, hidrolisis reaction was done by releasing ester with more reactive carboxylic. This reaction produce pure compound n-octyl sinamamide (C17H25NO) with DCU (n,n’-dicyclohexylurea) as a side product. Toxicity test of methyl cinnamic, cinnamic acid, and n-octyl sinamamide compound to shrimp larva of Artemia salina. Leach using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) LC50 values 240.99 ppm (intoxic/inactive), 333.43 ppm (intoxic/inactive) dan 199.53 ppm (toxic/active). These results indicate that the compound of amidation yield noctyl sinamaide has higher toxicity activity than the lead compounds methyl cinnamate. Therefore, further analysisas a candidate of anticancer is possible. Keywords : methyl cinnamate, amidation, toxicity, BSLT vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saya sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : 1. Lina Elfita, M.Si., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Teni Ernawati, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, memberikan ilmu, masukan, dan saran, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan skripsi. 2. Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Jurusan Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Para laboran laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam hal penggunaan alat dan bahan untuk keperluan penelitian. vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Kedua Orang tua saya, ayahanda Ahmad Alan.S dan ibunda Supiah, dan semua keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, semoga segala amal dan jerih payah kalian semua mendapat balasan yang sebaik-baiknya disisi Allah SWT. 7. Untuk sahabatku, Churmatul Walidah, yang tak pernah bosan memberikan masukan, dukungan, doa dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Rekan-rekan seperjuangan di Laboratorium Sintesa Organik khususnya serta divisi terkait atas bantuan, saran dan bimbingan yang telah diberikan. 9. Teman-teman farmasi angkatan 2009 khususnya EDTA-C yang sama-sama berjuang bersama selama 4 untuk menyelesaikan pendidikan ini. 10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi, serta masyarakat pada umumnya. Jakarta, April 2014 Penulis viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Neneng Nurhalimah NIM : 109102000042 Program Studi : Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi / karya ilmiah saya dengan judul : Modifikasi Struktur Metil Sinamat Melalui Reaksi Amidasi Serta Uji Toksisitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Tanggal : Yang menyatakan : (Neneng Nurhalimah) ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... iv ABSTRAK .................................................................................................................... v ABSTRACK ................................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .................................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................................. ix DAFTAR ISI................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 1.5 Hipotesa ................................................................................................................... 1 1 3 3 3 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2.1 Spesifikasi Bahan ..................................................................................................... 2.1.1 Metil sinamat .................................................................................................. 2.1.2 Asam sinamat .................................................................................................. 2.2 Hidrolisis Metil Sinamat .......................................................................................... 2.3 Amida dan Sintesa Amida (Amidasi) ...................................................................... 2.4 Kromatografi ........................................................................................................... 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis ............................................................................... 2.4.2 Kromatografi Kolom ...................................................................................... 2.5 Spektrofotometri ..................................................................................................... 2.5.1 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (RMI) ......................................... 2.5.2 Spektrofotometri Massa .................................................................................. 2.6 Uji Toksisitas Larva Udang (Brine Shrimp Letality Test) ....................................... 4 4 4 5 6 6 7 8 10 12 12 13 14 BAB 3 METODE PENELITIAN................................................................................ 3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................................... 3.1.1 Lokasi ............................................................................................................. 3.1.2 Waktu ............................................................................................................. 3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................................ 3.2.1 Alat ................................................................................................................. 3.2.2 Bahan ............................................................................................................. 17 17 17 17 17 17 17 x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xi 3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................................ 18 3.3.1 Hidrolisis Metil Sinamat ................................................................................ 18 3.3.2 Amidasi Asam Sinamat .................................................................................. 19 3.3.3 Uji Toksisitas Metil Sinamat Dan Senyawa Hasil Reaksi Amidasi dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)……………….. ........................ 19 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 4.1 Reaksi Hidrolisis Metil Sinamat .............................................................................. 4.2 Reaksi Amidasi Asam Sinamat................................................................................ 4.3 Analisa Senyawa Hasil Hidrolisis ............................................................................ 4.4 Analisa senyawa Hasil Amidasi............................................................................... 4.5 Uji Toksisitas Dengan Metode BSLT ...................................................................... 21 21 23 27 29 32 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 34 5.1 Kesimpuan ............................................................................................................... 34 5.2 Saran ........................................................................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Struktur Molekul Metil Sinamat ..................................................... 4 Gambar 2.2 Struktur Molekul Asam Sinamat...................................................... 5 Gambar 2.3 Reaksi Hidrolisis Metil trans Sinamat ............................................. 5 Gambar 2.4 Reaksi Sintesa Amida dari Derivat Asam Karboksilat .................... 6 Gambar 2.5 Skema Kromatografi Lapis Tipis ..................................................... 10 Gambar 2.6 Larva (Nauplii) Artemia Salina. Leach ............................................ 15 Gambar 4.1 Hasil KLT Setelah Reaksi Hidrolisis ............................................... 22 Gambar 4.2 Kristal Asam Sinamat Hasil Hidrolisis ............................................ 22 Gambar 4.3 Kristal Senyawa Induk Metil Sinamat ............................................. 22 Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester ................................................. 23 Gambar 4.5 Usulan Mekanisme Reaksi Amidasi ................................................ 24 Gambar 4.6 Hasil KLT Setelah Reaksi Amidasi (Crued).................................... 25 Gambar 4.7 Hasil KLT Setelah Pemisahan Dengan KLT Preparatif .................. 25 Gambar 4.8 Hasil KLT Setelah Pemisahan Dengan KLT Preparatif dan Disemprot Dengan H2SO4 ........................................................ 26 Gambar 4.9 Struktur Molekul Senyawa Asam Sinamat ...................................... 28 Gambar 4.10 Struktur Senyawa N2 (N-Oktylcinnamamide) ............................ 31 Gambar 4.11 Kurva Hasil Uji Toksisitas BSLT .................................................. 33 xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Data Pergeseran Kimia Asam Sinamat (δH) ........................................... 27 Tabel 2 Data Pergeseran Kimia Senyawa N2 ...................................................... 30 xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Prosedur Kerja .................................................................................. 38 Lampiran 2 Hasil Identifikasi Senyawa Metil Sinamat ....................................... 39 Lampiran 3 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Hidrolisis ........................ 48 Lampiran 4 Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi........................... 49 Lampiran 5 Spektrum LCMS Senyawa Asam Sinamat ....................................... 51 Lampiran 6 Spektrum 1H-NMR Senyawa Asam Sinamat ................................... 52 Lampiran 7 Spektrum 13C-NMR Senyawa Asam Sinamat .................................. 53 Lampiran 8 Spektrum LC-MS Senyawa N2 ....................................................... 54 Lampiran 9 Spektrum 13C-NMR Senyawa N2 .................................................... 55 Lampiran 10 Spektrum 1H-NMR Senyawa N2 ................................................... 56 Lampiran 11 Hasil Perhitungan Uji Toksisitas dengan metode BSLT ................ 58 Lampiran 12 Kurva Hasil Uji Toksisitas dengan metode BSLT ........................ 59 Lampiran 13 Dokumentasi ................................................................................... 60 xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISTILAH AS : Asam Sinamat BSLT : Brine Shrimp Lethality Test CR : Crued (produk hasil reaksi) DCC : 1,3 Dicyclohexylcarbodiimide DCU : N,N’-Dicyclohexylurea DMAP : 4-Dimethylaminopyridine EA : Etil Asetat g : gram HCl : Hidrogen Cloride (asam klorida) Hex : n-heksan KLT : Kromatografi Lapis Tipis LC/MS : Liquid Cromatography Mass Spectroscopy mg : miligram mmol : milimol NaOH : Natrium Hidroksida NMR : Nuclear Magnetic Resonance OA : Oktilamin Ppm : Part per million Rf : Retardation factor δC : Pergeseran kimia pada karbon NMR (13C NMR) δH : Pergeseran kimia pada proton NMR (1H NMR) xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan kegunaannya yang besar bagi manusia terutama dalam hal pengobatan. Diantara potensi alam Indonesia yang bisa dikembangkan untuk obat salah satunya adalah senyawa metil sinamat (Methyl 3-phenyl-2-propenoate yang telah lama digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai zat pemberi aroma ataupun wangiwangian (Hoskin,1984). Selain itu, metil sinamat juga diketahui memiliki aktivitas anti fungi dan anti mikrobia (Huang,et.al.,2009). Senyawa ini terdapat di dalam tumbuhan dan beberapa rempah-rempah sebagai minyak atsiri, seperti rimpang lengkuas atau laja goah (A. malaccensis) (Muchtaridi, et.al, 2008), beberapa populasi Conocephalum conicum (Wood, 1996) serta pada Ocimum sp (Murillo,2003). Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa sinamat dan turunannya antara lain memiliki aktivitas anti tuberkulosis, antioksidan, anti mikrobia, antifungi, anti inflamasi, anti hiperglikemik serta sitotoksik (Sharma.Prateek, 2011). Jitareanu,et.al (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa turunan sinamat memiliki aktivitas toksik terhadap Common Bean (Phaseolus vulgaris), dimana hasilnya menunjukkan bahwa toksisitas dari turunan hidroksi lebih rendah dari turunan yang lebih lipofil, dan toksisitas tertinggi yaitu terdapat pada turunan bromo, kloro, metil dan amin. Sementara Baltas.M (2011) dalam review jurnalnya menyebutkan bahwa amida asam sinamat dan turunannya seperti ester asam sinamat dapat berfungsi sebagai antikanker. Aktivitas turunan amida dari turunan sinamat telah terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Candida albican dan Aspergilus niger) (Narasimham, et.al., 2004). Dae-seop Shin (2007) juga telah mempelajari kemampuan turunan amida dan asam sinamat yang diisolasi dari batang Cinnamomum cassi dalam menginhibisi aktivitas protein transferase farnesil dan proliferase pada sel kanker termasuk kanker 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 payudara, leukemia, ovarium dan kolon. Menurutnya agen anti tumor dapat dikembangkan dari senyawa-senyawa amida turunan sinamat. Beberapa senyawa sinamida juga telah disintesis dan diuji aktivitas antikankernya. 2metil sinamida yang diisolasi dari proses fermentasi bir dengan Streptomyces griceoluteus menunjukkan aktivitas antiinvasif atau antimetastatik yang signifikan. Pretreatment sel melanoma malignan (C8161 dan A375M) secara in vitro memberikan nilai IC50 12,5µg/mL. Ester sinamat (metil sinamat) dapat diisolasi dari tanaman, namun amida asam sinamat sangat jarang ditemukan. Graefe, E.U (1999) juga mengungkapkan bahwa gugus amida secara biologis lebih stabil dibandingkan dengan gugus ester (Milkova, Tsenka.2007.). Jika dibandingkan dengan metil sinamat, asam sinamat lebih reaktif karena memiliki gugus karboksilat. Secara kimia, asam sinamat memiliki tiga gugus fungsi yang berpotensi sebagai sisi aktif, yakni subtitusi pada gugus fenil, α,β unsaturated (ikatan rangkap) dan reaksi pada gugus karboksilat. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan modifikasi struktur senyawa metil sinamat dari rimpang lengkuas (Alpinia malaccenensis) melalui reaksi amidasi dengan senyawa oktilamin sebagai amidating agent dengan terlebih dahulu menghidrolisis gugus ester dan menggantinya dengan gugus karboksilat yang lebih reaktif. Kontribusi dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi sumber daya alam Indonesia dengan mensintesis turunan metil sinamat dengan reaksi amidasi dalam mengembangkan atau menemukan senyawa baru dengan aktivitas melebihi senyawa induknya sehingga dapat berpotensi sebagai obat. Uji aktivitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai uji pendahuluan (preliminary) toksisitas suatu senyawa. Beberapa keuntungan dari metode ini antara lain pelaksanaannya sederhana, murah, waktu relatif cepat, tidak memerlukan peralatan khusus, menggunakan sedikit sampel, serta tidak memerlukan serum hewan seperti pada metode sitotoksik lainnya (Indiastuti. Dianti Nur. et.al, 2008 dan Mc Laughlin. et.al, 1998). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses reaksi modifikasi senyawa metil sianamat menjadi senyawa turunan metil sinamat yang mengandung gugus amida tersebut dapat berlangsung. 2. Apakah turunan metil sinamat yang mengandung gugus amida yang dihasilkan memiliki nilai toksisitas terhadap larva udang Artemia salina. Leach lebih tinggi dibandingkan senyawa induk metil sinamat maupun asam sinamat. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Membuat senyawa turunan metil sinamat melalui reaksi amidasi dengan oktilamin. 2. Mengetahui aktivitas toksisitas senyawa hasil modifikasi tersebut terhadap larva udang Artemia salina. Leach. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan senyawa turunan metil sinamat yang mengandung gugus amida yang diharapkan memiliki aktivitas toksisitas terhadap larva udang Artemia salina. Leach lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa induk metil sinamat, sehingga bisa lebih potensial sebagai senyawa antikanker. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses modifikasi struktur dan uji aktivitas dari senyawa turunan metil sinamat, khususnya melalui reaksi amidasi. 1.5 Hipotesa Modifikasi struktur metil sinamat melalui reaksi amidasi dengan oktilamin ini dapat menghasilkan senyawa baru turunan metil sinamat yang memiliki aktivitas toksisitas terhadap larva udang Artemia salina. Leach lebih besar dibandingkan dengan senyawa induk metil sinamat maupun asam sinamat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spesifikasi Bahan 2.1.1 Metil sinamat Fenaroli (1995) mengungkapkan bahwa metil sinamat merupakan komponen minyak atsiri yang dapat ditemukan pada rizoma Alpinia malaccenensis, daun Ocimum canum Sims, Narcissus jonquilla L dan rizoma dari Gastrochillus panduratum yang diketahui memiliki dua isomer (cis- dan trans-). Fenaroli (2005) juga melaporkan bahwa metil sinamat dapat pula ditemukan pada buah cranberry, jambu biji, alpukat, nanas, keju, cokelat, buah stroberi dan selai, daun kayu manis, belimbing, rhubarb, beli (Agele marmelos Correa), loquat dan bourbon vanilla (Anonim, 2011). Metil sinamat (cinnamic methyl ester atau methyl 3-phenyl propenoat) memiliki berat molekul 162,19g/mol berwujud kristal memanjang berwarna putih, sedikit larut dalam air, mempunyai titik didih 260-2620C, dan titik leleh 34-380C serta densitas relative 1,07g/cm3 (Anonim, 2008 dan Anonim, 2011). Gambar 2.1 Struktur Molekul Metil Sinamat (C6H10O2) Fenaroli (2005) mencatat bahwa metil sinamat telah banyak digunakan dalam makanan siap saji (12,22ppm), frozen diary (7,61ppm), produk daging (5,00ppm), soft candy (11,39ppm), gelatin pudding (7,39ppm), minuman non-alkohol (2,09ppm), minuman beralkohol (2,55ppm), hard candy (0,16ppm) dan permen karet (34,18ppm) (Anonim, 2011). Sebagai zat pewangi, metil sinamat dapat ditemukan dalam kosmetik, sampo, sabun, dan produk non-kosmetik, seperti pembersih dan deterjen. Sebagai zat pewangi dan pemberi rasa, metil sinamat tergolong aman. Sinamat dan turunannya juga diaplikasikan dalam penyusunan 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 komposisi herbisida, sebagai bahan baku dalam sintesis kompleks warna heterosiklik (Sharma.Prateek, 2011). 2.1.2 Asam sinamat Asam sinamat merupakan asam organik yang berbentuk kristal berwarna putih. Asam sinamat sering dituliskan juga sebagai 2-asam propanoat, 3-fenil-,2-asam propenoat, 3-asam fenil akrilat, trans-bkarboksistiren atau trans asam sinamat. Senyawa ini memiliki rumus molekul C9H8O2 dengan titik leleh 133 – 1350C dan titik didih 3000C. senyawa dengan berat molekul 148.1586 ini juga memiliki densitas g/cm3 1.248 (http://www.chemspider.com & http://www.chemicalbook.com). Gambar 2.2 Struktur Molekul Asam Sinamat (C9H8O2) Asam sinamat merupakan analog dari metil sinamat yang termasuk dalam jalur turunan asam shikimat. Asam shikimat merupakan senyawa prekursor dari beberapa alkaloid, asam amino aromatik serta turunan indol. Senyawa asam sinamat ini dapat ditemukan dalam bentuk esternya (etil, sinnamil maupun benzil) pada beberapa lemak esensial, resin dan balsam, minyak dari kayu manis, balsam peru, balsam tolu dan lain sebagainya. Selain memiliki beberapa aktivitas biologis, senyawa ini juga merupakan senyawa intermidiet yang paling penting dalam jalur biosintesa aromatik (Christine SV dan KG Rohan, 1984). Asam sinamat juga dapat digunakan sebagai precursor dalam sintesa ester sinamat (Sharma Prateek, 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 2.2 Hidrolisis metil sinamat Hidrolisis metil trans sinamat atau metil sinamat dengan suatu basa kuat akan menghasilkan suatu asam sinamat. Reaksi hidrolisa ini dapat memberikan rendemen hingga 85% (Ernawati Teni et.al. 2012). Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis metil trans sinamat (Ernawati.Teni, et.al.,2012) Selain menggunakan katalis basa (reaksi saponifikasi), hidrolisis ester tersebut dapat pula dilakukan dengan menggunakan katalis asam kuat yang dikenal dengan reaksi esterifikasi Fischer (Goyal.R.M, n.d). Asam sinamat memiliki gugus karbonil α,β-unsaturated sebagai aseptor Michael, suatu gugus aktif yang penting dalam desain obat antikanker. Senyawa yang memiliki gugus karbonil α,β-unsaturated kemungkinan bebas dari masalah mutagenic. (Ernawati.Teni, et.al., 2012) 2.3 Amida dan Sintesis Amida (Amidasi) Suatu amida ialah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent terikat pada suatu gugus karbonil. Suatu amida diberi nama asam karboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam …-oat (atau -at) menjadi amida. Amida disintesis dari derivat asam karboksilat dan ammonia atau amina yang sesuai. Reaksi- reaksinya adalah sebagai berikut: Gambar 2.4 Reaksi Sintesa Amida dari Derivat Asam Karboksilat (Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1999) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 Metil trans sinamat telah digunakan sebagai senyawa pengharum alami dan flavouring. Senyawa ini dapat diisolasi dari laos (Alpinia malaccensis). Senyawa sinamida telah banyak disintesa, dan kemudian dilakukan uji akivitas anti kanker. 2-metil sinamida yang diisolasi dari hasil fermentasi bir dari Steptomyces griseoluteus, menunjukkan efek anti-invasif atau anti-metastatik yang signifikan. 2-metil sinamida juga telah diujikan secara in vitro pada sel melanoma malignan (C8161 dan A375M) dengan hasil IC50 12,5µg/mL (Welch D.R. 1993). Uji secara invitro juga dapat menghambat sel tumor pada paru-paru dengan perlakuan yang sama dengan injeksi intravena (P.De, M. Baltas, 2011). Asam halida tidak tahan lembab sehingga dapat dikonversi secara langsung menjadi senyawa organik yang stabil dan inert. Amida tidak perlu dimurnikan, maka ketika amida ditambahkan secara in situ maka akan terbentuk reaksi eksotermik one pot reaction. Walaupun sintesis amida telah lama dipelajari, akan tetapi kondisi reaksi yang cocok belum ditemukan, dimungkinan adanya difersitas molekular dan kompleksitas (Rambhau P.Gore, et.al., 2011). Rudyanto, et.al., (2005) juga mencatat bahwa terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengubah asam karboksilat menjadi suatu amida antara lain, meliputi konversi langsung dari asam karboksilat dan konversi tidak langsung melalui asil halida atau ester. Metode yang paling banyak digunakan ialah konversi melalui asil halida (Daniel, et.al.,2011). 2.4 Kromatografi Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik analisis kualitatif, kuantitatif ataupun preparatif. Kromatografi telah berkembang dan telah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun anorganik (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007). Jenis-jenis kromatografi Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan, 1995) Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terevaluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, diaktifkan, silika gel, seperti halnya penjerap alumina yang dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Departemen Kesehatan,1995). 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailof dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang fase diamnya diisikan atau dikemas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 didalamnya, pada Kromatografi Lapis Tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007). Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan ascending, atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30µm. semakin kecil ukuran rata-rata fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa. Sementara fase gerak pada KLT dapat berupa campuran 2 atau lebih pelarut organik yang perbandingan konsentrasi/daya elusinya telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh hasil pemisahan yang optimal (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007). Fase gerak akan bermigrasi secara kapiler melewati fase diam. Oleh karenanya beberapa faktor yang harus diperhatikan yang dapat menyebabkan kecepatan migrasi setiap senyawa tidak optimal, antara lain: migrasi fase gerak yang tidak rata (karena posisi plat miring/ chamber belum jenuh), chamber tidak tertutup rapat sehingga fase gerak telah menguap (Rouessac. Francis dan Annick. Rouessac, 2000). - Analisis kualitatif KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf (Retardation factor). Faktor retardasi dapat didefinisikan sebagai nilai jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul.Rohman, 2007). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 Rf = = Gambar 2.5 Skema Kromatografi Lapis Tipis (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007) Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul.Rohman, 2007). - Analisis kuantitatif Terdapat dua cara yang digunakan untuk analisa kuantitatif dengan KLT: a. Bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. b. Bercak yang diperoleh dikerok, kemudian kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut ditetapkan dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. - Analisis preparatif Analisis preparatif ditujukan untuk memisahkan analit dalam jumlah yang banyak. Senyawa hasil pemisahan digunakan untuk dianalisis lebih lanjut dengan spektrofotometri atau dengan teknik kromatografi yang lain (Gandjar. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman, 2007). 2.4.2 Kromatografi Kolom Tujuan kromatografi kolom adalah memisahkan komponen cuplikan menjadi pita atau fraksi yang lebih sederhana, ketika cuplikan itu bergerak melalui kolom. Zat penyerap dalam keadaan kering atau bubur, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau tabung kuwarsa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 dengan ukuran tertentu dan mempunyal lubang pengalir tertentu dengan ukuran tertentu (Departemen Kesehatan, 1979). Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama. Ukuran kolom bervariasi, kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm, dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom. Batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen Kesehatan,1995). Zat penjerap atau fase diam yang digunakan bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995). 2.5 Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen Kesehatan,1995). 2.5.1 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (RMI) Resonansi Magnetik Inti (RMI) atau Nuclear magnetic resonance (NMR) adalah metode spektroskopi yang lebih penting dibandingkan dengan IR. IR dapat memberikan informasi gugus fungsi yang ada pada suatu senyawa, sedangkan NMR memberikan informasi mengenai nomor atom. Kombinasi data dari IR dan NMR dapat digunakan untuk menentukan struktur suatu molekul (Pavia, et.al.,2001). Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti (RMI) atau Nuclear Magnetic Resonance (NMR) merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi struktur atom dari suatu molekul secara lebih spesifik. Spektrofotometri NMR berhubungan dengan sifat magnet dari berbagai inti dan juga untuk menentukan berbagai letak inti tersebut dalam suatu molekul. ¹H NMR misalnya, dengan menggunakan spektroskopi resonansi magnetik proton ini dapat diketahui jenis lingkungan atom hidrogen dan jumlahya pada atom karbon tetangga. Spektroskopi yang sering digunakan adalah spektroskopi ¹H-NMR dan ¹³C-NMR karena atom hidrogen dan karbon selalu ada dalam setiap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 molekul senyawa organik (Atta-ur-Rahman,1986 & Willard, et al.,1948). Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut : a. Magnet Merupakan suatu alat tambahan yang berguna untuk menstabilkan medan magnet. b. Probe sampel Tempat meletakkan sampel dan tempat terjadinya resonansi. c. Sumber dan detektor radiasi radioaktif Merekam perubahan magnetisasi sampel dan peluruhannya yang disebabkan oleh pengaruh waktu. d. Rekorder data Memberikan informasi berupa sinyal yang dikirim kesuatu komputer untuk dìproses, diakumulasi lalu ditransformasikan secara otomatis (Atta-ur-Rahman,1986). Spektrum yang diperoleh dari rekorder berupa puncak-puncak yang menunjukkan letak dan jumlah proton (bila ¹H-NMR dipakai). Pelarut yang dipakai untuk melarutkan cuplikan yang diperiksa harus murni dan bila pengukuran dilakukan dengan ¹H-NMR maka pelarut yang dipakai adalah pelarut yang tidak mempunyai proton. Tabung berisi cuplikan diputar dalam medan magnet selama pengukuran NMR untuk menghomogenkan larutan (Hendayana, et.al.,1994). 2.5.2 Spektrofotometri Massa Spektrofotometri massa mengkonversi molekul menjadi ion, memilahnya berdasarkan rasio massa terhadap muatan (m/z) dan menetapkan jumlah relatif dari setiap ion yang ada. Spekrometri massa dapat menganalisa sampel yang berupa gas, cair atau padat. Sedikit sampel dari zat dimasukkan kedalam bilik dengan vakum tinggi. Ditempat ini sampel diuapkan dan terus menerus dibom dengan elektron berenergi tinggi. Akibatnya elektron dikeluarkan dari molekul M, menghasilkan radikal kation yang disebut ion molekular (molekular UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 ion) M+. Berkas ion ini kemudian melewati celah diantara kutub-kutub magnet yang sangat kuat, yang membiaskan berkas tersebut. Besarnya pembiasan bergantung pada massa ion. Berhubung M+ memiliki massa yang pada dasarnya identik dengan massa molekul M, maka spektrometer massa dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul. Seringkali spektum massa menunjukkan puncak dengan satu atau dua satuan massa yang lebih tinggi dibandingkan bobot molekulnya. Hal ini antara lain disebabkan karena isotop 13 C mempunyai kelimpahan alami sekitar 1.1%. ini mengakibatkan kenaikan puncak (M+1)+ pada senyawa karbon. Intensitas puncak ini relatif terhadap puncak M+ sekitar 1.1% kali banyaknya karbon dalam senyawa tersebut (Hart, 2003 & Pavia, 2001). Jika energi elektron pengebom cukup tinggi, tidak hanya ion induk yang teramati melainkan juga sejumlah fragmen yang disebut ion anak. Artinya ion molekular asli pecah menjadi sejumlah fragmen yang lebih kecil, beberapa diantaranya mengion dan terpilah berdasarkan m/z oleh spectrometer. Contohnya, puncak tinggi dalam spektrum massa dari methanol ialah puncak M+ -1 pada m/z = 31. Puncak ini muncul karena lepasnya satu atom hydrogen dari ion molekular. Ion anak ini dikenal sebagai formaldehid yang terprotonasi, yaitu karbokation yang terstabilkan oleh resonansi. Spektrum massa terdiri atas sederet sinyal dengan beragam intensitas pada rasio m/z yang berbeda. Pada prakteknya, sebagian besar ion bermuatan 1 (z=1), sehingga kita dapat dengan mudah memperoleh massanya yaitu m (Hart, 2003). 2.6 Uji Toksisitas Letalitas Larva Udang : Brine shrimp Lethality Test (BSLT) Brine shrimp Lethaly Test (BSLT) pertama kali dikenalkan oleh Michael, dkk pada tahun 1956. Metode pengujian ini didasarkan pada bahan seyawa aktif dari tumbuhan yang bersifat toksik dan mampu membunuh larva A. salina Leach serta dapat digunakan sebagai uji pendahuluan aktivitas antikanker. (Meyer, et.al., 1982). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 Brine shrimp nauplii sebelumnya telah digunakan dalam beberapa uji biologis. Metode ini dilakukan dengan mengujikan beberapa konsentrasi suatu ekstrak natural produk, fraksi ataupun senyawa murni kedalam vial yang berisi 5 mL air asin (air laut) dan 10 larva udang A.salina. Uji toksisitas BSLT ini juga diketahui telah memberikan korelasi positif dengan toksisitas 9KB (human nasopharyngeal carcinoma), dan pada tahun 1998, uji BSLT dilakukan dalam praskrining enam jenis sel tumor solid pada manusia di Cell Culture Laboratory di Purdue Cancer Center. Lebih dari 300 pestisida dan antitumor produk alam telah diisolasi di Laboratorium Universitas Purdue dengan menggunakan metode ini dalam tahapan praskrining. (McLaughlin, et.al.,1998) Keterangan gambar: 1. Mata nauplius 2. Antennula 3. Antenna 4. Calon thorachopoda 5. Saluran pencernaan 6. Mandibula Gambar 2.6 Larva (nauplii) Artemia salina Leach Berdasarkan taksonominya, Artemia diklasifikasikan sebai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : Crustaceae Sub-Klas : Branchiopoda Ordo : Anostraca Famili : Artrimidae Genus : Artemia Species : Artemia salina Leach (Departemen Pertanian,1992) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 Metode BSLT merupakan suatu metode dengan menghitung respons kematian 50% larva udang (LC50), dan mengkorelasikan jumlah kematian larva udang dengan konsentrasi uji. Tingkat toksisitas dari ekstrak tumbuhan ataupun senyawa murni dapat ditentukan dengan melihat nilai LC50 (lethal concentration). Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensial aktivitasnya sebagai antikanker (Meyer dkk, 1982). Metode ini juga diketahui mempunyai kemampuan dalam mendeteksi 14 diantara 24 ekstrak etanol spesies euporbiaceae yang aktif terhadap uji 9-PS (sel leukemia in vitro pada tikus) pada penelitian Meyer (1982), dan kemampuannya mendeteksi 5 diantara 6 senyawa yang aktif terhadap sel uji karsinoma nasofaring pada penelitian Solis (1982), serta banyak penelitian lain yang membuktikan bahwa BSLT dapat memberikan korelasi yang baik terhadap uji tersebut. Selain itu, BSLT juga memiliki beberapa keuntungan, antara lain pelaksanaannya sederhana, waktu relatif cepat (24 jam), tidak memerlukan peralatan khusus, menggunakan sedikit sampel (kurang dari 2 – 20 mg), serta tidak memerlukan serum hewan seperti pada metode sitotoksik lainnya (Indiastuti Dianti Nur dkk, 2008 dan Mc Laughlin dkk, 1998). Analisis probit merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi respon (persentase kematian sel) agar diperoleh persamaan garis lurus sehingga dapat digunakan untuk menentukan harga LC50 dengan lebih akurat (Nurrochmad, 2001). McLaughlin dkk (1998) menyatakan bahwa uji BSLT yang dilakukan triplo pada setiap perlakuannya dan diamati setelah 24 jam yang kemudian data yang diperoleh selanjutnya diproses dalam program analisis probit dapat memberikan nilai LC50 yang secara statistik dapat memberikan perbandingan potensi yang signifikan hingga 95%. Harga LC50 menunjukan kadar yang diperlukan untuk memberikan kematian sel sebesar 50% (Indiastuti. Danti Nur, 2008). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.1.1 Lokasi Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sintesa Organik, Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PUSLIT KIMIA-LIPI), Serpong, Tangerang Selatan. 3.1.2 Waktu Penelitian ini berlangsung selama bulan April - Agustus 2013 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Spektrofotometer ¹H-NMR (500 MHz, JEOL), spektrofotometer ¹³C-NMR (125 MHz, JEOL), spektrofotometer LC-MS (Mariner Biospectrometry), vacuum rotary evaporator , oil bath, lemari pendingin, oven, kromatografi kolom, timbangan analitik, penangas, statif, termometer, labu reaksi, corong, erlenmeyer, gelas piala, rak, tabung reaksi, chamber KLT, termometer, pipet eppendorf, mikropipet, pipet tetes, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kertas saring, kapas, lempeng KLT, chamber, alumunium foil, lampu, lubang uji, botol. 3.2.2 Bahan Senyawa metil sinamat yang merupakan hasil isolasi dari rimpang lengkuas (Alpinia malaccensis) dari Pusat Penelitian Kimia Laboratorium Bahan Alam Pangan dan Farmasi (BAPF) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang Selatan, Natrium Hidroksida (Sigma), asam klorida (Sigma), Oktilamin (E.Merck), 1,3 dicyclohexylcarbodiimide (DCC) (Sigma), 4-dimethylamino pyridine (DMAP) (Sigma), silica gel MERCK KGaA mesh 70-230 (0,063–0,2 mm), telur udang (Artemia salina Leach), pelarut dan 17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 bahan pembantu lain: natrium tiosulfat, DMSO, telur udang (Artemia salina Leach), kloroform (p.a), asam asetat anhidrat (p.a), n-heksan, etil asetat, etanol, methanol, asam sulfat, diklorometan, minyak goreng, akuades serta air laut yang diambil dari laut Anyer (50 meter dari garis pantai). 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Hidrolisis Metil Sinamat (Ernawati. Teni, et.al.,2012) 1. Membuat larutan NaOH sebanyak 36.99 g (925 mmol) dalam 600 mL etanol 95%. 2. Setelah larut sempurna, ditambahkan metil sinamat sebanyak 50g (308 mmol) sedikit demi sedikit sambil diaduk pada suhu ruang. 3. Dilakukan pengecekan pada plat KLT setiap 15-30 menit hingga pada menit ke-250 (4 jam 10 menit) tidak terlihat lagi spot metil sinamat pada plat KLT. 4. Hasil reaksi difiltrasi untuk menghilangkan etanol yang tersisa. 5. Residu dicuci dengan akuades untuk menghilangkan garam yang terbentuk sementara filtrat dinetralkan dengan menambahkan HCl encer hingga terbentuk endapan yang selanjutnya difiltrasi kembali. 6. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl encer dan difiltrasi kembali. Penambahan HCl encer dan filtrasi diulangi hingga tidak terbentuk endapan putih pada saat penambahan HCl encer tersebut (hingga PH = 6). 7. Diperoleh residu berupa asam sinamat yang kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 500C selama 24 jam. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 3.3.2 Amidasi Asam Sinamat (dimodifikasi dari penelitian Husniati, et.al., 2010) 1. Sebanyak 2 gram Asam sinamat (13.50 mmol) dimasukkan kedalam labu reaksi. 2. Ditambahkan 2.7 mL Oktilamin (16.20 mmol), 10.80 mmol katalis DCC (2.23g) serta DMAP (1.32g). 3. Direaksikan diatas oil bath dengan suhu refluks 600C dan diaduk dengan pengaduk magnetik. 4. Dilakukan pengecekan pada plat KLT setiap 15-30 menit hingga pada menit ke-300 (5 jam) tidak terlihat lagi spot metil sinamat pada plat KLT. 5. Hasil reaksi yang terbentuk didinginkan pada suhu ruang dan dilakukan preparasi untuk pemurnian dengan kolom kromatografi. 6. Dari hasil kolom yang belum murni diambil sampel sebanyak 200 mg untuk dimurnikan dengan KLT preparatif. 3.3.3 Uji Toksisitas metil sinamat, Asam Sinamat dan senyawa hasil reaksi Amidasi dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) (McLaughlin, et al.,1998). Penetasan A. salina Leach : 1. Disiapkan wadah untuk penetasan larva udang, yang kemudian diberi sekat dan sebagian ditutup dengan menggunakan alumunium foil. 2. Wadah yang sudah siap, diisi dengan air laut yang sudah disaring terlebih dahulu. 3. Sebanyak 20 mg telur A. salina Leach dimasukkan pada bagian wadah yang ditutup dengan alumunium foil, dan diletakkan di bawah pencahayaan lampu dan dibiarkan sampai 24 jam. 4. Larva (nauplii) A. salina Leach yang hidup akan bergerak mengikuti cahaya lampu sehingga akan berpindah dari tempat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 yang tertutup alumunium foil ke bagian yang terbuka dan terkena cahaya lampu. 5. Larva A. salina Leach yang hidup selanjutnya dipipet dan dipindahkan kedalam gelas piala, dan dibiarkan lagi hingga 24 jam berikutnya dengan tetap berada di bawah pencahayaan lampu, hingga larva A. salina Leach berumur 48 jam. Uji toksisitas terhadap larva A. salina Leach : 1. Sebanyak 10 ekor larva A. Salina Leach dimasukkan dalam masing-masing lubang uji dengan menggunakan mikropipet 50 µL (pengambilan larva dilakukan dua kali sehingga didalam lubang uji terdapat 10 ekor larva A.salina Leach dalam100 µL air laut). 2. Ditambahkan larutan metil sinamat dan asam sinamat yang sebelumnya dilarutkan dengan DMSO (10 µL) serta senyawa murni hasil amidasi (N2) yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat (10 µL) pada masing-masing lubang uji dengan konsentrasi larutan uji terdiri atas 50, 100, 200, 500, 1000 dan 2000 ppm. Masing-masing perlakuan dilakukan triplo. 3. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan dalam lubang uji. 4. Pengolahan data hasil pengamatan dilakukan dengan cara analisis probit dari persen mortalitas kumulatif untuk mendapatkan nilai lethal concentration pada 50% hewan uji (LC50). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan modifikasi senyawa metil sinamat melalui proses amidasi yang didahului dengan pelepasan gugus ester pada metil sinamat dan menggantikannya dengan gugus karboksilat yang lebih reaktif (reaksi hidrolisis metil sinamat). Senyawa murni hasil reaksi tersebut selanjutnya diuji aktivitasnya dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Metil sinamat yang digunakan dalam penelitian ini merupakan senyawa murni yang sebelumnya telah diidentifikasi dan dikarakterisasi di Pusat Penelitian Kimia Laboratorium Bahan Alam Pangan dan Farmasi (BAPF) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan teknologi (PUSPIPTEK), Serpong, Tangerang Selatan. Adapun hasil karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1 Reaksi Hidrolisis Metil Sinamat Proses reaksi hidrolisis metil sinamat dilakukan dengan menggunakan NaOH sebagai hidrolating agent serta etanol 95% sebagai pelarut. Reaksi dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan NaOH sebanyak 925 mmol (36.99 g) dengan etanol 95% pada suhu ruang. Penambahan metil sinamat sebanyak 308 mmol (50 g) dilakukan setelah NaOH terlarut dalam etanol. Perbandingan antara NaOH dan metil sinamat yang digunakan dalam reaksi ini adalah 3:1. Hal tersebut mengacu pada jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Teni (2012) yang berhasil mendapatkan rendemen hingga 85%. Namun pada penelitian ini, kristal asam sinamat yang diperoleh adalah sebanayak 35.90 gram (240 mmol) dengan rendemen sebesar 79% (perhitungan rendemen asam sinamat dapat dilihat pada Lampiran 3). Reaksi hidrolisis ini berlangsung selama 4 jam 10 menit (250 menit) dengan hasil senyawa murni berupa kristal asam sinamat berwarna putih dengan bau aromatik yang khas. Deteksi awal hasil reaksi hidrolisa 21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 dilakukan dengan identifikasi kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam berupa silica gel serta eluen n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 3:2. Dari hasil tersebut diperoleh nilai Rf senyawa asam sinamat = 0.23 cm. Perbandingan hasil KLT maupun titik leleh hasil reaksi hidrolisa dengan standar asam sinamat murni yang telah ada menunjukkan bahwa hasil reaksi tersebut merupakan senyawa asam sinamat murni. Hal tersebut juga didukung dengan hasil analisa spektroskopi LC/MS (lampiran 5) serta NMR (lampiran 6 & 7). Gambar 4.1 Hasil KLT Setelah Reaksi Hidrolisis (visualisasi UV λ=245 nm) Gambar 4.2 Kristal Asam Sinamat Gambar 4.3 Kristal Senyawa Induk Hasil Hidrolisis Metil Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 Seperti yang telah dijelaskan oleh Clayden (2000), reaksi hidrolisis suatu ester dalam hal ini metil ester asam sinamat dengan suatu katalis basa diawali dengan masuknya satu nukleofil berupa ion hidroksi pada karbon karbonil yang mengakibatkan pecahnya ikatan π. Dimana karbon yang pada awalnya terhibridisasi sp2 menjadi sp3. Hal ini akan membuat oksigen menjadi bermuatan negatif. Setelah gugus metoksi keluar, gugus karbonil kembali mengalami hibridisasi sp2. Proton pada asam karboksilat lepas, membentuk metanol dengan ion metoksi, meninggalkan asam yang bermuatan negatif. Skema reaksi dapat terlihat sebagai berikut: Gambar 4.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester 4.2 Reaksi Amidasi Asam Sinamat Selanjutnya, proses reaksi amidasi dilakukan dengan menggunakan amidation agent berupa oktilamin (16.2 mmol) serta katalis DCC dan DMAP masing-masing sebanyak 10.8 mmol. Pada reaksi modifikasi yang dilakukan, senyawa DCC berfungsi sebagai aktifator gugus karboksilat dimana gugus tersebut selanjutnya menjadi suatu agen pengasilasi yang reaktif. Sementara DMAP merupakan senyawa yang memiliki efek katalitik yang kuat dan digunakan sebagai katalis nukleofilik. Gugus dimetil amino pada DMAP berfungsi sebagai subtituen donor elektron dan memperbesar efek nukleofilitas. Penggunaan aktifator DCC dalam reaksi amidasi ini menyebabkan terbentuknya senyawa DCU (n,n'- dicyclohexylurea) sebagai produk samping dari reaksi tersebut. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 Gambar 4.5 Usulan Mekanisme Reaksi Amidasi Reaksi berlangsung selama 5 jam dalam suhu refluks 600C dengan hasil reaksi (crued) berupa padatan berwarna kuning cerah (gambar pada lampiran 15). Identifikasi awal secara kualitatif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase gerak n-heksan dan etil asetat 3:1. Dari hasil tersebut terlihat 3 spot yang berbeda masing-masing merupakan senyawa N1, N2 dan N3. Selanjutnya dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom. Namun pemisahan dengan cara ini tidak efektif dimana senyawa yang diperoleh tetap menyatu. Hal ini disebabkan karena tidak diperolehnya kombinasi eluen yang cocok serta dimungkinkan adanya pengaruh dari tingkat kemurnian pelarut yang digunakan sebagai eluen itu sendiri. Oleh karenanya metode pemisahan kemudian diganti dengan menggunakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 KLT preparatif dengan eluen n-heksan dan etil asetat 3:1. Dari ketiga senyawa murni yang diperoleh (Senyawa N1, N2 dan N3) terdapat dua spot senyawa yang serupa dengan senyawa pembanding yakni spot senyawa N1 serupa dengan spot katalis DCC dan N3 dengan DCU. Spot DCC tersebut dapat terlihat jelas setelah dilakukan penyemprotan dengan H2SO4 dan pemanasan pada plat KLT. Gambar 4.6 Hasil KLT Setelah Reaksi Amidasi (Crued) (visualisasi UV λ 245 nm) 4:1 Gambar 4.7 Hasil KLT Setelah Pemisahan Dengan KLT Preparatif (visualisasi UV λ 245 nm) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 Gambar 4.8 Hasil KLT Setelah Pemisahan Dengan KLT Preparatif Dan Disemprot Dengan H2SO4 Jika dilihat dari bentuk spot tersebut dengan didukung oleh ciri-ciri organoleptis, nilai titik leleh serta nilai Rf yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa N1 merupakan produk samping DCU dengan nilai Rf = 0.57 cm (pada eluen n-hexan : etil asetat = 4:1) dan titik leleh 233°C. Sementara senyawa N3 diketahui merupakan senyawa DCC dengan nilai Rf pada eluen n-hexan : etil asetat (4:1) = 0.43 cm dan titik leleh 35°C. Oleh karenanya, senyawa N1 dan N3 dinyatakan sebagai produk samping dari reaksi amidasi sehingga senyawa murni hasil amidasi yang dianalisa lebih lanjut hanya senyawa N2 saja. Pada beberapa penelitian sebelumnya telah banyak dijelaskan bahwa sebenarnya produk samping DCU dan kelebihan DCC dapat dihilangkan melalui proses pencucian dengan akuades (Husniati, 2010), namun pada penelitian ini tidak dilakukan karena adanya kekhawatiran akan dampak negatif dari bau yang ditimbulkan. Senyawa murni hasil amidasi asam sinamat yang dihasilkan (senyawa N2) berupa kristal berwarna putih dengan rendemen sebanyak 0.11 mmol atau hanya 13.65%. Hal tersebut mungkin saja terjadi akibat beberapa faktor antara lain kurang optimalnya suhu yang digunakan pada saat reaksi, serta tidak dilakukannya penambahan pelarut yang dapat membantu memaksimalkan reaksi antara asam sinamat dan oktilamin. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 Kecilnya rendemen yang diperoleh juga diduga karena proses pemisahan senyawa murni yang dilakukan dengan menggunakan metode KLT preparatif, dimana pada proses ini dimungkinkan masih terdapat senyawa murni yang tersisa pada silica gel tersebut terutama pada saat pengerikan silica gel dari plat maupun pada saat penarikan senyawa dengan pelarut yang sesuai dari silica gel yang telah dikerik tadi. 4.3 Analisa Senyawa Hasil Hidrolisis Konfirmasi lebih lanjut terhadap struktur molekul produk yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan analisis spektrum 1H-NMR dan 13 1 C-NMR. Informasi pengukuran dari H-NMR dapat memberikan deskripsi mengenai bagian hidrokarbon molekul dari nilai pergeseran kimia yang menunjukkan proton untuk masing-masing lingkungan kimia, konstanta kopling (J) dan jumlah proton dari hasil integrasinya. Sementara dari pengukuran 13 C-NMR dapat diketahui jenis karbon primer, sekunder, tersier maupun kuartener (Akitt J.W, 1983). Jika dibandingkan dengan senyawa induk metil sinamat, pada spektrum metil sinamat (lampiran 2) terlihat adanya puncak singlet pada δH = 3.86 dan δC = 51.92 ppm yang menunjukkan adanya gugus metil ester (-COOCH3), namun sinyal/puncak singlet tersebut tidak terlihat pada spektrum 1H-NMR asam sinamat. Hal tersebut menunjukkan bahwa gugus metoksi pada senyawa metil sinamat telah lepas pada saat hidrolisis terjadi dan digantikan dengan gugus karboksilat. Tabel 1. Data Pergeseran Kimia Asam Sinamat Pergeseran Kimia (δ, ppm) Metil sinamat Posisi 13 C-NMR 1 167.64 2 117,94 3 145,07 1 Asam sinamat H-NMR - 6,46 (d, 1H, J=16,20 Hz) 7,68 (d, 1H, J=16,20 Hz) 13 C-NMR 172.8 117.5 147.2 1 H-NMR - 6.49 (d, 1H, J = 15.60 Hz) 7.79 (d, 1H, J = 16.20Hz) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 4 134,53 5 128,25 6 129,07 7 130,48 8 129,07 9 128,25 10 51,92 7,52 (d, 1H, J=5,80 Hz) 7,38 (t, 1H, J=5,80 Hz) 7,38 (t, 1H, J=5,80 Hz) 7,38 (d, 1H, J=5,80 Hz) 7,52 (d, 1H, J=5,80 Hz) 3,86 (s, 3H) 134.2 128.6 129.1 7.57 (d, 1H, J = 3.9 Hz) 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 130.9 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 129.1 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 128.6 7.57 (d, 1H, J = 3.9 Hz) - - Pada tabel spektrum 1H-NMR asam sinamat diatas terlihat adanya beberapa puncak pada pergeseran kimia didaerah δH = 7.42-7.57 ppm yang mengindikasikan masih terdapatnya proton-proton dari senyawa aromatik. Sementara gugus olefin (ikatan rangkap karbon) pada senyawa aromatik ini dapat diketahui keberadaannya dengan melihat puncak yang muncul pada δC =134.2 - 128.6 ppm. Sinyal doublet didaerah δH = 6.49 & 7.79 ppm dengan nilai konstanta kopling (J) 15.60 dan 16.20 Hz juga menunjukkan masih terdapatnya gugus olefin dengan konfigurasi trans antara posisi 2 dan 3. Posisi karbon dan proton hasil karakterisasi asam sinamat dapat terlihat sebagai berikut: Gambar 4.9 Struktur Molekul Senyawa Asam Sinamat Hasil LC-MS memperlihatkan spektrum yang jelas pada 149.26 yang menunjukkan ion molekular [M+H] +. Dari hasil tersebut dapat diketahui dengan pasti bahwa senyawa hasil reaksi hidrolisa ini merupakan suatu asam sinamat yang memiliki rumus molekul C9H8O2 dengan massa molekul relatif m/z = 148.26. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 4.4 Analisa Senyawa Hasil Amidasi Dari hasil spektrum 13 C-NMR pada lampiran 9, terlihat adanya sinyal pada pergeseran kimia 166.8 ppm yang mengindikasikan masih terdapatnya atom karbon karbonil pada gugus ester unsaturated pada senyawa N2 tersebut. Berbeda dengan sinyal yang nampak pada spektrum 13 C-NMR asam sinamat, puncak yang muncul pada senyawa N2 ini lebih bergeser ke arah upfield. Sama halnya dengan yang terdapat pada senyawa induk metil sinamat maupun asam sinamat, proton ikatan rangkap (olefin) juga masih terdapat pada posisi 2 dan 3 dari senyawa N2 ini (1H-NMR pada lampiran 10). Hal ini terlihat dengan adanya puncak doblet pada pergeseran kimia (δH) = 6.48 dan 7.63 ppm dengan nilai konstanta kopling (J) keduanya yakni 15.55 Hz. Suatu puncak dengan nilai konstanta kopling (J) 11 - 18 Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki konfigurasi trans (Pavia et al, 2001). Sementara atom-atom karbon dari gugus aromatik ditunjukkan dengan adanya sinyal pada δC = 127.9 -129.1 ppm. Proton-proton dari senyawa aromatik ini juga terlihat pada daerah δH = 7.35 ppm dan 7.48 ppm. Dan karbon kuartener dari aromatik juga terlihat dengan adanya sinyal pada δC = 135.2 ppm. Pada pergeseran kimia (δH) 5.81 ppm terdapat sinyal yang khas berupa puncak singlet dengan area dibawah puncak yang melebar. Puncak ini diduga merupakan puncak dari proton pada gugus amida (-CONH-). Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Pavia et al (2001), bahwa nilai pergeseran kimia proton yang terikat pada karbon di dekat gugus amida memiliki nilai pergeseran kimia antara 5 - 9 ppm. Selain lingkungan kimia sekitar proton tersebut, konsentrasi, temperatur dan pelarut yang digunakan juga dapat mempengaruhi pergeseran kimia pada spektrum yang diperoleh. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 Tabel 2. Data Pergeseran Kimia Senyawa N2 Pergeseran Kimia (δ, ppm) Asam sinamat Posisi 13 C-NMR 1 H-NMR 13 C-NMR H-NMR 172.8 2 117.5 6.49 (d, 1H, J = 15.60 Hz) 120.2 6.42 (d, 1H, J = 15.55 Hz) 3 147.2 7.79 (d, 1H, J = 16.20Hz) 4 134.2 - 135.2 - 5 128.6 7.57 (d, 1H, J = 3.9 Hz) 127.9 7.48 (d, 1H, J = 1.30 Hz) 6 129.1 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 128.6 7.35 (m, 1H, J = 7.10 Hz) 7 130.9 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 129.1 7.35 (m, 1H, J = 7.10 Hz) 8 129.1 128.6 9 128.6 7.42 (t, 1H, J =5.20 Hz) 7.57 (d, 1H, J = 3.90 Hz) 127.9 7.35 (m, 1H, J = 7.10 Hz) 7.48 (d, 1H, J = 1.30 Hz) - - - 5.81 (s, 1H) 1’ - - 40.3 3.39 (q, 2H, J = 13.65 Hz) 2’ - - 30.0 1.28 (m, 2H, J = 33.7 Hz) 3’ - - 26.7 1.28 (m, 2H, J = 33.7 Hz) 4’ - - 29.3 1.28 (m, 2H, J = 33.7 Hz) 5’ - - 29.3 1.28 (m, 2H, J = 33.7Hz) 6’ - - 31.9 1.28 (m, 2H, J = 33.7 Hz) 7’ - - 22.7 1.56 (m, 2H, J = 7.10 Hz) 8’ - - 14.1 0.87 (t, 3H, J = 7.10 Hz) NH- Sementara puncak 13 166.8 1 1 - - Senyawa N2 - 141.7 7.63 (d, 1H, J = 15.55 Hz) C-NMR maupun 1H-NMR pada posisi 1’ hingga 8’ diindikasikan merupakan sinyal-sinyal dari proton dan karbon suatu senyawa alifatik rantai panjang. Dimana atom karbon dari suatu gugus metilen (-CH2-) akan muncul dengan puncak pada daerah δC sekitar 15 – 50 ppm. Proton dari rantai hidrokarbon ini muncul pada daerah δC 1.28 ppm dengan puncak multiplet yang mengindikasikan bahwa proton tersebut dipengaruhi oleh proton-proton pada atom karbon di sekelilignya. Puncak tersebut mewakili 10 proton dengan lingkungan kimia yang sama. Sementara proton (2H) pada posisi 1’ terlihat pada puncak yang terdapat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 pada daerah δH 3.39 ppm. Puncak quartet ini mengindikasikan bahwa proton pada posisi tersebut dipengaruhi oleh tiga proton pada atom karbon tetangganya. Puncak tersebut mengalami dishelding (bergeser ke arah downfield) kemungkinan disebabkan adanya pengaruh dari proton didekatnya yang terikat pada gugus karbon amida (-CONH-). Biasanya, sinyal dari proton-proton senyawa hidrokarbon tersebut akan muncul pada daerah δH = 1.2 - 1.4 ppm. Sementara pada pergeseran kimia δH = 1.56 ppm terlihat adanya puncak multiplet yang mengindikasikan terdapatnya 2 proton yang dipengaruhi oleh tiga proton (3H) pada posisi 8’ serta dua proton (2H) pada posisi 5’. Dan sinyal pada pergeseran kimia δH = 0.87 dengan puncak triplet mengindikasikan terdapatnya tiga proton (gugus metil) yang overlapping dengan absorbsi proton pada atom C tetangganya. Dari uraian tersebut, dapat diasumsikan bahwa struktur senyawa N2 adalah sebagai berikut: Gambar 4.10 Struktur Senyawa N2 (N-Oktil sinamamid) Dari hasil uraian diatas maka dapat diasumsikan bahwa rumus molekul senyawa ini adalah C17H25NO (n-oktil sinamamid). Penentuan asumsi ini juga didasarkan pada hasil LC-MS (pada Lampiran 9) yang memperlihatkan puncak ion molekular [M+H]+ = 260.39. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa senyawa N2 ini memiliki massa molekul relatif Mr = 259.39. Perolehan massa molekul relatif yang ganjil juga dapat memperkuat asumsi bahwa dalam senyawa ini hanya terdapat satu atom N. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 4.5 Uji Toksisitas Dengan Metode BSLT Uji aktivitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dilakukan terhadap senyawa hasil amidasi berupa n-oktil sinamamid serta senyawa pembanding yakni metil sinamat dan asam sinamat. Dalam uji ini diamati tingkat mortalitas udang yang disebabkan oleh senyawa uji selama 24 jam, dimana senyawa yang aktif akan menghasilkan tingkat mortalitas yang tinggi. Kemudian dari data tersebut ditentukan harga LC50 dengan menggunakan analisis probit. Analisis probit merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi respon (persentase kematian sel / % mortalitas) agar diperoleh persamaan garis lurus sehingga dapat digunakan untuk menentukan harga LC50 dengan lebih akurat (Nurrochmad, 2001). Harga LC50 menunjukan kadar yang diperlukan untuk memberikan kematian sel sebesar 50%. Analisis probit dilakukan dengan cara mencari linearitas antara log kadar senyawa dengan persentase kematian (% mortalitas) tingkat mortalitas dihitung dengan membandingkan antara jumlah larva yang mati dibagi dengan jumlah total larva pada lubang uji masing-masing konsentrasi. Kemudian dibuat grafik antara log konsentrasi terhadap % mortalitas sehingga diperoleh persamaan regresi linear y= ax – b. Dengan memasukkan nilai y = 50, maka didapatkan antilog kadar yang merupakan kadar senyawa yang menyebabkan kematian larva sebesar 50% (LC50) (Marwati J.S, 2012). Hasil pengamatan kematian udang Artemia salina Leach pada senyawa metil sinamat, asam sinamat dan turunan senyawa yang dihasilkan dari reaksi amidasi dapat dilihat pada lampiran 11, dimana senyawa metil sinamat memiliki nilai LC50 240.99 ppm, senyawa asam sinamat 333.49 ppm dan senyawa N2 (N-Oktylcinnamamide) 199.53 ppm. Dengan mengacu pada konsep Dey & Harborne (1991) dan McLaughlin dkk (1998) mengenai tingkat toksisitas suatu senyawa murni pada pengujian dengan metode BSLT dimana senyawa dinyatakan sangat toksik (sangat aktif) apabila memiliki LC50 < 30 ppm, toksik (aktif) apabila memiliki LC50 30 – 200 ppm dan tidak toksik (tidak aktif) apabila memiliki LC50 >200 ppm. Maka dengan nilai LC50 tersebut, senyawa N2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 (n-oktil sinamamid) dapat dikatakan toksik (aktif), sementara senyawa metil sinamat dan asam sinamat dapat dikatakan tidak toksik (tidak aktif). Berikut kurva perbandingan antara persen mortalitas dengan log % Mortalitas konsentrasi pada tingkat toksisitas senyawa-senyawa tersebut : 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Senyawa N2 Metil sinamat Asam Sinamat 0 2 4 Log Konsentrasi (K) Gambar 4.11 Kurva Hasil Uji Toksisitas BSLT Kurva diatas dapat menunjukkan bahwa log konsentrasi berbanding lurus dengan persen mortalitas. Dengan kata lain, semakin besar konsentrasi pada pengujian BSLT maka persen mortalitas hewan uji semakin banyak. Secara kimia, aktivitas toksisitas metil sinamat dan senyawa turunannya dapat dilihat dari strukturnya. Metil sinamat juga asam sinamat memiliki gugus α, β karbonil tak jenuh, yaitu sebuah bagian aktif yang sering digunakan dalam desain obat antikanker (Ahn, 1996). Dan dengan dilakukannya modifikasi struktur metil sinamat melalui reaksi amidasi ini, maka dengan adanya gugus amida dan ditambah dengan gugus alifatik rantai panjang telah menunjukkan adanya peningkatan toksisitas yang lebih tinggi jika dibandingkan senyawa induk metil sinamat maupun asam sinamat. Dengan diperolehnya nilai toksisitas yang lebih tinggi pada senyawa N2 (n-oktil sinamamid) memungkinkan senyawa turunan metil sinamat ini untuk dianalisa lebih lanjut sebagai agen antikanker. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Hasil modifikasi struktur metil sinamat melalui reaksi amidasi dengan oktilamin sebagai senyawa pereaksi dan DCC (n,n'dicyclohexylurea) serta DMAP (dicyclohexylcarbodiimide) sebagai katalisator menghasilkan senyawa murni turunan metil sinamat berupa n-oktil sinamamid (C17H25NO) dengan produk samping berupa DCU (4-dimethylaminopyridine). 2. Uji toksisitas senyawa metil sinamat, asam sinamat dan senyawa noktil sinamamid dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menghasilkan nilai LC50 masing-masing 240.99 ppm (tidak toksik/tidak aktif), 333.49 ppm (tidak toksik/tidak aktif) dan 199.53 ppm (toksik/aktif). 3. Senyawa hasil amidasi metil sinamat (n-oktil sinamamid) memiliki aktivitas toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan senyawa induknya. 5.2 Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai optimasi pelarut pada uji toksisitas BSLT senyawa n-oktil sinamamida serta penelitian yang lebih komprehensif terkait optimasi reaksi dengan variasi pereaksi, kondisi reaksi maupun waktu reaksi sehingga diperoleh rendemen yang lebih tinggi. Perlu juga dilakukan penelitian mengenai aktivitas antikanker terhadap n-oktil sinamamida tersebut sebagai tindak lanjut dari penelitian ini. 34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 DAFTAR PUSTAKA Akitt J. W, 1983.An Introduction to The Fourier Transform-Multinuclear Era ; 2nd ed., Chapman & Hall Ltd., New York USA Anonim. 2007. N-Octylamine: Technical Data Sheet. BASF ; The Chemical Company: http://worldaccount.basf.com (diakses pada 1 maret 2013) Anonim. 2010. Trans-Cinnamic Acid. http://www.chemicalbook.com (diakses pada 4 maret 2013) Anonim. Cinnamic Acid. http://www.chemspider.com (diakses pada 4 maret 2013) Anonim. n.d. Octylamine. http://chemicalland21.com (diakses pada 1 maret 2013) Anonim. n.d. Sintesis Amida. http://www.organic-chemistry.org (diakses pada 5 maret 2013) Anonim.2008. Material Safety Data Sheet: Methyl Cinnamate, 98%. https://fcimage.fishersci.com (diakses pada 18 februari 2013) Anonim.2011. Methyl Cinnamate. Atta-ur-Rahman. 1986. Nuclear Magnetíc Resonance. Springer-Verlag: New York Baltas. M., P. De dan F. Bedos-Belval.2011.Cinnamic Acid Dertivates as Anticancer Agent-A Review. Current Medical Chemistry:1672-1703 BN, Meyer., Ferrigni NR., Putnam JE., Jacobsen LB., Nichols DE dan McLaughlin JL. 1982 Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay For Active Plant Constituens. West Lafayette: Plant Med: 45(5):31-4 Chasani, M. 2002. Sintesis Senyawa Turunan Kalanon dan Uji Aktivitas Biologinya. [Tesis]. Program Pascasarjana Kimia. Universitas Indonesia: Depok Dae-Seop Shin, Jiin Kim, Dong Cho Han, Kwang-Hee Son, Chang Woo Lee, Hwan-Mook Kim, Su Hyung dan Byoung-Mog Kwon.2007.Synthesis and Biological Evaluation Of Cinnamyl Compound As Potent Antitumor Agent. Bioorg. Med. Chem. Lett. Vol. 17 Hlm.5423-5427 Daniel, Pasaribu Subur P dan Sylvadara Devi Sandra. 2011. Sintesis N,N’Etana-1,2-Diylbis(2-Hidroksi Benzamida) Melalui Reaksi Amidasi Metil Salisilat Dengan Etilendiamina. Mulawarman Scientifle Vol.10, No.2 ISSN 1412-498X Departemen Pertanian.1992.Pedoman Teknis Pengembangan Hasil Perikanan:Jakarta. Budaya Pakan Alami. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 Ernawati Teni, Eddy Tjoa, Lia Melawati, Puspita Dewi Lotulung dan LBS Kardono. 2012. Synthesis of a Candidate Anti-Cancer Inhibitor Compound:N,N-Diethylcinnamide. International Confrence Research and Application On Traditional Complementary and Alternative Medicine In Health Care: Surakarta Gandjar Ibnu Gholib dan Abdul Rohman.2007.Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Hariyati. 2010. Potensi Senyawa 2-Hidroksinikotinil Serin Metil Oktanoil Ester dan 2-Hidroksinikotinil Oktilamida Sebagai Antikanker.[Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor Hart, Halord, Leslie E Craine, David J. Hart.2003.Kimia Organik. Erlangga: Jakarta. Hendayana. S., A. Kadarohrnan., AA. Sumarna dan A. Supriatna. 1994. Kimia Analitik Instrumen. IKIP Semarang Press: Semarang. Huang Qian-Sheng, Chun-Le Zhang, Hua Liang Li, Jiang-Xing Zhuang, JingJing Zhou, Wen-Gang Li, Yu-Jing Zhu and Qing-Xi Chen.2009. Inhibitory Effects of Methyl Trans Cinnamate on Mushroom Tyrosinase And Its Antimicrobial Activity. Journal of Agricultural and Food Chemistry; ACS Publication: Washington DC Husniati & Muhammad Hanafi.2010.Sintesis Senyawa Analog UK-3A dan Pengaruhnya Terhadap Bioaktivitas In-Vitro Anti Kanker Leukemia P388. Teknologi Indonesia 33 (1) 2010: 27-31: LIPI Press Indiastuti. Danti Nur., Sri Puraningsih., Yuani Setiawati dan Noor Cholies.2008. Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol.6, No.2; page: 81-85 ISSN 1693-1831. Jitareanu Alexandra, Gabriela Tataringa, Ana-Maria Zbancioc, Ursula Stanescu.2011. Toxicity of Some Cinnamic Acid Derivatives to Common Bean (Phaseolus vulgaris). Not Bot Horti Agrobo, 39(2):130-134. Kardinan, A., Kusuma F., R. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Agromedia pustaka : Jakarta. M. Praveen., Radha K., Hari Kumar R., Padmaja V., Anne Mathew dan Ajith Kumar P. 2012. Preliminary Phytochemical, Antimicrobial And Toxicity Studies on Clerodendrum paniculatum Linn Leaves. Hygeta.J.D.Med. vol.4(1) Marlupi, Ujiatmi Dwi. 2007. Sintesis Senyawa Analog Uk-3a Dan Uji Aktivitas Secara In Vitro Terhadap Sel Kanker Murine Leukemia P-388. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor :Bogor Marwati. Dwi J.S.2012.Sintesis Senyawa Potensial Anti Kanker Turunan Metil Sinamat. .[Tesis].Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Ilmu Kimia: Depok UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 McLaughlin Jerry L., Lingling L. Rogers and Jon E. Anderson.1998. The Use of Biological Assays to Evaluate Botanicals. Drug Information Journal, Vol.32, pp.513-524 Milkova, Tsenka., Maya Spasova., Galya Ivanova., Stefan Phillpov., Lubomira Nikolaeva-Glomb., Galina Radeva.2007. Synthesis and Biological Aktivity of Cinnamic Acids Amides. Plenary Report; Faculty of Mathematics & Natural Sciences : Bulgaria Narasimhan, B. Belsare. D. Pharande D. Mourya V. dan Dhake A.2004.Esters, Amides and Subtitued Derivates of Cinnamic Acid: Synthess, Antimicrobial Activity and QSAR Investigations. European Journal of Medicinal Chemistry. Vol.39. Hlm.119-125 Nurrochmad. A.2001. Sintesis Kurkumin, Bisdemetoksi Kurkumin, Bisdemetoksidehidroksi Kurkumin dan Pentagamavunon-0 serta Uji Ketoksikannya terhadap Sel Myeloma, dan Sel Mononuklear Normal secara In Vitro.[Tesis] Program Pasca Sarjana UGM: Yogyakarta. Pavia, Donald L., Lampman. Gary M dan Kriz. George S. 2001. Introduction to Spectroscopy: A Guide for Students of Organic Chemistry. Thompson Learning Inc: USA Purwakusuma, Wahyu. 2007. Artemia salina http://www.ofish.com (diakses pada 13 maret 2013) (Brine Shrimp). Rajput, Ambersing P & Gore Rambhau P.2011. N-Acylation In Non-Aqueous And Aqueous Medium-Method Of Amide Synthesis In Non-Peptide Compounds. Scholars Researsh Library ; Der Pharma Chemica: ISSN 0975-413X Ritmaleni., Dina Anitasari., Sinta Susanti., Rumiyati dan Sismindari.2011. Sintesis dan Uji Sitotoksisitas Senyawa LR-2 pada Sel Kanker Payudara T47D. Majalah Farmasi Indonesia: 22(1),21-32 Rouessac, Francis and Annick, Rouessac.2000.Chemical Analysis: Modern Instrumentation Methods and Techniques. John Wiley & Sons Inc: USA Sahidin et al. 2005. Cytotoxic Properties of Oligostilbenoids from the Tree Barks of Hopea dryobalanoides. J Naturforsch 60: 723-727. Sharma, Prateek.2011.Cinnamic Acid Derivates: A New Chapter of Various Pharmacological Activities. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 3(2):403-423 ISSN 0975-7384: India Sidik, Rahmad Fajar.2007. Desain Dan Sintesis Amina Sekunder Rantai Karbon Genap Dari Asam Karboksilat Rantai Panjang.[Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian: Bogor Siswandono, Soekardjo Bambang. University Press: Surabaya 2000. Kimia Medisinal. Airlangga Welch D.R, Harper D.E dan Yohem K.H.1993. U-77,863: a Novel Cinnamide Isolated From Steptomyces Griseoluteus That Inhibits Cancer Invasion And Metastatis. Clin. Exp. Metastatis:11,201-212 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 Lampiran 1. Prosedur Kerja METIL SINAMAT + pd larutan NaOH (925 mmol) dalam etanol 95% Diaduk pada suhu ruang , selama 250”cek KLT difiltrasi: hidrolisis Filtrat: Residu +HCl encer mengendap difiltrasi berupa as.sinamat dikeringkan dlm oven ASAM SINAMAT + Oktil amin (13.5 mmol), DCC & DMAP (10.8 mmol)dilarutkan & distirer pada suhu 600C, selama 5 jamcek KLT KLT Preparatif Amidasi SENYAWA HASIL REAKSI AMIDASI karakterisasi N-OKTIL SINAMAMID N2 Uji toksisitas BSLT Penetasan kista A. Salina larva hidup + sampel dalam etil asetat & air laut dalam lubang uji inkubasi (24 jam) diamati analisis data UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Senyawa Metil Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 (Lanjutan) Perbesaran Gambar Spektrum GC-MS Metil Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 (Lanjutan) 1 Perbesaran Gambar Spektrum H-NMR Metil Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 (Lanjutan) 13 Perbesaran Gambar Spektrum C-NMR Metil Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 (Lanjutan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Lampiran 3. Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Hidrolisis a. Metil Sinamat Terpakai = 50 g ; BM : 162.19 g/mol Mol = = = 0.308 mol ≈ 308 mmol b. NaOH Terpakai = 3 x mol Metil Sinamat = 3 x 0.308 mol = 0.924 mol ≈ 925 mmol Massa = mol x BM = 924 mmol x 40 g/mol = 36.99 g c. Rendemen Asam Sinamat Metil sinamat yang direaksikan = 0.308 mol Asam sinamat yang diperoleh = 35.9 g ; BM: 148.17 g/mol = 0.24 mol Rendemen yang diperoleh = x 100% = 78.66% ≈ 79% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 Lampiran 4. Perhitungan Bahan dan Rendemen Hasil Amidasi a. Asam Sinamat Terpakai = 2 g ; BM : 148.17 g/mol Mol = = = 0.0135 mol ≈ 13.5 mmol b. Oktil Amin Terpakai = 1.2 ekivalen x mol Asam Sinamat = 1.2 x 13.5 mmol = 16.2 mmol ; BM: 129.2 ; : 0.782 Massa = mol x BM = 16.2 mmol x 129.2 g/mol = 2.09 g Volume = = = 2.68 mL c. DCC Terpakai = 0.8 ekivalen x mol Asam Sinamat = 0.8 x 13.5 mmol = 10.8 mmol ; BM: 206.33 g/mol Massa = mol x BM = 10.8 mmol x 206.33 g/mol = 2.23 g d. DMAP Terpakai = 0.8 ek x mol Asam Sinamat = 0.8 x 13.5 mmol = 10.8 mmol ; BM: 122.17 g/mol Massa = mol x BM = 10.8 mmol x 122.17 g/mol = 1.32 g UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 e. Rendemen Hasil Amidasi Sampel untuk preparatif Senyawa murni yang diperoleh = 27.3 mg; BM : 259.39 g/mol Mol seharusnya = 200 mg = = = 0.7710 mmol Mol senyawa yang didapat = = 0.1052 mmol Rendemen = x 100% = 13.65% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 Lampiran 5. Spektrum LCMS Senyawa Asam Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Lampiran 6. Spektrum 1H-NMR Senyawa Asam Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Lampiran 7. Spektrum 13C-NMR Senyawa Asam Sinamat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 Lampiran 8. Spektrum LC-MS Senyawa N2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 Lampiran 9. Spektrum 13C-NMR Senyawa N2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 56 Lampiran 10. Spektrum 1H-NMR Senyawa N2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 57 (Lanjutan) 1 Perbesaran Spektrum H-NMR Senyawa N2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 58 Lampiran 11. Hasil Pengamatan Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Hidup awal Hidup akhir Angka Angka Akumulasi Akumulasi Mortalitas Mati Hidup mati hidup (%) 1 2 3 1 2 3 LC-50 (ppm) 1.69 2 2.3 2.69 2.87 3 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 8 8 7 5 4 2 7 6 6 5 2 1 7 7 7 3 1 0 8 9 10 17 23 27 22 21 20 13 7 3 8 17 27 44 67 94 86 64 43 23 10 3 8.51 20.99 38.57 65.67 87.01 96.91 240,99 Asam Sinamat 50 100 200 500 750 1000 1.69 2 2.3 2.69 2.87 3 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 8 6 4 0 9 9 7 6 4 0 9 8 7 5 3 1 2 4 8 13 19 29 28 26 22 17 11 1 2 6 14 27 46 75 105 77 51 29 12 1 1.87 7.23 21.54 48.21 79.31 98.68 333,43 n-oktil sinamamid 50 100 200 500 1000 2000 1.7 2 2.3 2.7 3 3.3 11 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 7 6 8 1 1 0 6 6 8 2 0 1 8 8 7 1 1 0 10 10 7 26 28 29 21 20 23 4 2 1 10 20 27 53 81 110 71 50 30 7 3 1 12.35 28.57 47.37 88.33 96.43 99.10 199,53 Sampel Konsentrasi (K), ppm Log K Metil Sinamat 50 100 200 500 750 1000 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 59 Lampiran 12. Kurva Hasil Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Metil Sinamat 120.00 % Mortalitas 100.00 y = 68.782x - 113.85 R² = 0.9783 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0 1 2 3 4 2 3 Log Konsentrasi (K) 4 Log Konsentrasi (K) Asam Sinamat 120.00 % Mortalitas 100.00 y = 73.142x - 134.56 R² = 0.9069 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 -20.00 0 1 N-Oktil Sinamamid 120.00 % Mortalitas 100.00 y = 59.958x - 87.87 R² = 0.9482 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0 1 2 3 4 Log Konsentrasi (K) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 13. Dokumentasi Kristal Metil Sinamat Kristal Asam Sinamat Hasil Hidrolisa Reaksi Amidasi Hasil Reaksi Amidasi Kristal Senyawa N2 Proses Pemurnian Dengan Kromatografi Kolom 60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 61 (Lanjutan) Dokumentasi Uji toksisitas BSLT Penetasan Larva Udang Artemia Salina Leach Inkubasi selama 24 jam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta